LAPORAN KASUS 2 - Gangguan Depresif Sedang

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KASUS PSIKIATRI

Nama : Tn.Asrin

Umur : 34 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Jalan Sungai Manonda

Pekerjaan : Tukang Servis Handphone

Agama : Islam

Status Perkawinan : Sudah Menikah

Pendidikan : SMP

Tanggal Pemeriksaan : 1 November 2015

Tempat Pemeriksaan : Poliklinik RSU Anutapura Palu

LAPORAN PSIKIATRIK

I. RIWAYAT PENYAKIT
A. Keluhan utama
Pasien merasa sakit kepala sejak 2 minggu yang lalu.
B. Riwayat Gangguan Sekarang
Autoanamnesa : Seorang laki-laki berusia 34 tahun masuk rumah sakit
dengan keluhan sering sakit kepala sejak 2 minggu yang lalu. Pasien
juga mengeluhkan sakit kepala yang ia alami datang secara tiba-tiba
yang membuatnya sulit tidur, kurang nafsu makan, gelisah, mudah
lelah, tidak semangat dan kurang berkonsentrasi dalam melakukan
pekerjaan. Selain itu pasien juga mengeluhkan sakit gigi yang
membuat sakit kepalanya semakin berat. Pasien terkadang lambat
makan yang membuatnya dibentak oleh istrinya. Pasien merasa kurang
diperhatikan oleh istrinya karena istrinya kurang betah dirumah
sehingga pasien kurang senang dengan istrinya. Pasien juga mengakui

1
baru pertama kali merasakan keluhan seperti ini. Untuk perhitungan
konsentrasi pasien baik karena masih dapat menghitung pengurangan
secara serial dengan baik tetapi dalam hal pekerjaan konsentrasi pasien
menurun karena memiliki tingkat kerumitan yang lebih tinggi.
Orientasi baik ditandai dengan pasien dapat mengetahui ruang tempat
ia dirawat inap yaitu dikamar 15 lantai 4, waktu pasien datang
kerumah sakit yaitu pada malam hari dan siapa yang membawanya
kerumah sakit yaitu anak dan istrinya. Daya ingat baik ditandai dengan
pasien dapat mengingat tanggal dan tempat kelahirannya, tanggal
berapa pasien dibawa ke rumah sakit dan jam berapa ia makan
terakhir. Pasien dapat mengartikan istilah panjang tangan yang berarti
mencuri. Pasien tidak memiliki bakat seperti menyanyi dan memasak
selain bisa memperbaiki laptop dan Hp. Pasien masih bisa mengurus
dirinya sendiri seperti makan, mandi dan menggunakan pakaian. Tidak
ada gangguan persepsi seperti halusinasi, delusi, depersonalisasi
ataupun derealisasi pada pasien. Pasien tampak berbicara seperlunya
dan relevan yang berarti pasien menjawab sesuai dengan apa yang
ditanyakan. Tidak ada hendaya berbahasa ataupun gangguan isi
pikiran. Pasien masih bisa mengontrol kegelisahan yang ia rasakan.
Pasien masih sadar atas perilaku yang dapat membahayakan dirinya
dan mengetahui apa yang harus ia lakukan ketika mendapatkan dompet
dijalan yaitu mengembalikannya kepada yang punya atau memberikan
dompet tersebut kepada pihak berwajib. Pasien menyadari dirinya sakit
dan butuh bantuan namun tidak memahami penyebab sakitnya.
Alloanamnesa (Istri pasien) : Istrinya berkata bahwa pasien sering
tidur larut malam karena bekerja memperbaiki handphone dan suka
bermain game online (COC) dirumah maupun diwarung kopi bersama
teman-teman komunitas game online yang membuatnya pulang ke
rumah jam 2 atau 3 subuh. Terkadang pasien juga dalam pekerjaannya
mendapatkan beberapa komplain dari pelanggan servis HP yang telah
ia perbaiki. Istrinya juga berkata bahwa sehari sebelum dirawat di

2
rumah sakit Anutapura pasien sempat dibawa ke rumah dokter jam 5
subuh oleh orang tuanya karena sakit kepala yang begitu berat ia
rasakan dan mendapatkan pengobatan. Tetapi malamnya sakit kepala
muncul lagi yang membuat pasien berjalan tidak seimbang sehingga
pasien dibawa ke rumah sakit Anutapura untuk dirawat inap mulai 2
minggu yang lalu. Istri mengakui dan memiliki penghasilan sendiri.

Hendaya/Disfungsi
Hendaya Sosial (-)
Hendaya Pekerjaan (+)
Hendaya Penggunaan Waktu Senggang (+)
Faktor Stressor Psikososial :
Masalah keluarga (kurang mendapatkan perhatian dari istrinya)
Hubungan gangguan sekarang dengan riwayat penyakit fisik dan
psikis sebelumnya :
Tidak ada hubungan karena pasien baru pertama kali merasakan
keluhan seperti ini

C. Riwayat Gangguan Sebelumnya.


Pasien belum pernah merasakan keluhan seperti ini sebelumnya
Tidak ada riwayat kejang, infeksi berat dan trauma
Terdapat batu berukuran 3,25 cm pada ginjal kiri
Tidak ada riwayat penggunaan NAPZA ataupun alkohol. Pasien
seorang perokok.

D. Riwayat Kehidupan Peribadi


Riwayat Prenatal dan Perinatal
Pasien lahir normal pervaginam, cukup bulan, di RSUD Undata
Palu serta dibantu oleh dokter dan perawat. Ibu pasien tidak
pernah sakit berat selama kehamilan. Pasien merupakan
anak pertama dari tiga bersaudara (L,P,L).

3
Riwayat Masa Kanak Awal (1-3 tahun)
Pertumbuhan dan perkembangan pasien sesuai dengan anak
seusianya. Pasien mendapatkan kasih sayang dari kedua orang
tuanya.
Riwayat Masa Pertengahan (4-11 tahun)
Pasien diasuh oleh kedua orang tuanya. Pertumbuhan dan
perkembangannya baik sesuai dengan anak seusianya. Pasien
masuk sekolah dasar di SDN Marawola pada umur 6 tahun. Pasien
aktif bermain di rumah dan di sekolah bersama teman-temannya.
Riwayat Masa Kanak Akhir dan Remaja. ( 12-18 tahun)
Pasien melanjutkan pendidikan di SMP Marawola selama 3 tahun
sampai dinyatakan lulus. Tidak ada masalah selama proses
pendidikan. Pasien tidak melanjutkan pendidikan ketingkat SMA
karena terkendala masalah ekonomi keluarga. Pertumbuhan dan
perkembangannya baik sesuai dengan anak seusianya. Hubungan
dengan keluarga baik. Hubungan dengan teman baik.
Riwayat Pekerjaan
Pasien bekerja sebagai tukang servis Hp dirumahnya sendiri.
Pasien melayani perbaikan Hp dan laptop. Tetapi kadang ada
pelanggan yang sedikit komplain dengan hasil pekerjaannya.

E. Riwayat Kehidupan Keluarga


Pasien anak pertama dari tiga bersaudara (L,P,L). Pasien sudah
menikah dan memiliki seorang anak perempuan. Hubungan dengan
kedua orang tua baik. Hubungan dengan saudara baik. Tidak ada
riwayat menderita penyakit yang sama dalam keluarga.

F. Situasi Sekarang
Pasien tinggal bersama istri dan anak perempuannya. Pasien berhenti
melakukan pekerjaannya sejak dirawat inap di rumah sakit Anutapura
Palu 2 minggu yang lalu.

4
G. Persepsi pasien tentang diri dan kehidupan
Pasien merasa bahwa dirinya sakit dan butuh pengobatan. Pasien ingin
segera sehat dan jalan-jalan untuk menyegarkan pikirannya bersama
keluarga serta ingin melakukan aktivitas sehari-hari seperti biasanya.

II. STATUS MENTAL


A. Deskripsi Umum
Penampilan:
Tampak seorang laki -laki memakai kaos oblong warna
biru tua, celana jeans panjang warna hitam dan jaket warna hitam.
Postur tinggi badan pasien sekitar 165 cm dan berat badan sekitar
55 kg. Pasien memiliki rambut pendek yang terurus dan tampakan
wajah sesuai dengan umurnya. Perawakan agak kurus. Perawatan
diri cukup baik.
Kesadaran: Komposmentis
Perilaku dan aktivitas psikomotor : Gelisah
Pembicaraan : Spontan, lancar dan bicara seperlunya
Sikap terhadap pemeriksa : Koperatif

B. Keadaan afektif
Mood : Hipotimia
Afek : Tumpul
Keserasian : Serasi (appropriate)
Empati : Dapat dirabarasakan

C. Fungsi Intelektual (Kognitif)


Taraf pendidikan, pengetahuan umum dan kecerdasan
Pengetahuan dan kecerdasan sesuai taraf pendidikannya.
Daya konsentrasi : Baik
Orientasi (waktu, tempat, orang) : Baik

5
Daya ingat
Jangka Pendek : Baik
Jangka Sedang : Baik
Jangka Panjang : Baik
Pikiran abstrak : Baik
Bakat kreatif : Tidak ada
Kemampuan menolong diri sendiri : Baik

D. Gangguan persepsi
Halusinasi : Tidak ada
Ilusi : Tidak ada
Depersonalisasi : Tidak ada
Derealisasi : Tidak ada

E. Proses berpikir
Arus pikiran :
A.Produktivitas : Miskin bicara (Bicara seperlunya)
B. Kontinuitas : Relevan
C. Hendaya berbahasa : Tidak ada
Isi Pikiran
A. preokupasi : Tidak ada
B. Gangguan isi pikiran : Tidak ada

F. Pengendalian impuls
Baik

G. Daya nilai
Norma sosial : Baik
Uji daya nilai : Baik
Penilaian Realitas : Baik

6
H. Tilikan (insight)
Derajat IV: Pasien menyadari dirinya sakit dan butuh bantuan
namun tidak memahami penyebab sakitnya.

I. Taraf dapat dipercaya


Dapat dipercaya

III. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT


Pemeriksaan fisik :
TTV : TD: 110/70 mmHg, N: 76 x/menit, S: 36 C, P: 18 x/menit.
GCS : E4M6V5, reflex cahaya (+)/(+), konjungtiva tidak anemis, sklera
tidak ikterus, fungsi motorik dan sensorik ke empat ekstremitas dalam
batas normal.

IV. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


Seorang laki-laki berusia 34 tahun masuk rumah sakit dengan
keluhan sering sakit kepala sejak 2 minggu yang lalu. Pasien juga
mengeluhkan sakit kepala yang ia alami datang secara tiba-tiba yang
membuatnya sulit tidur, kurang nafsu makan, gelisah, mudah lelah, tidak
semangat dan kurang berkonsentrasi dalam melakukan pekerjaan. Selain
itu pasien juga mengeluhkan sakit gigi yang membuat sakit kepalanya
semakin berat. Pasien terkadang lambat makan yang membuatnya dibentak
oleh istrinya. Pasien merasa kurang diperhatikan oleh istrinya karena
istrinya kurang betah dirumah sehingga pasien kurang senang dengan
istrinya. Pasien sering tidur larut malam karena bekerja memperbaiki
handphone dan suka bermain game online (COC) dirumah maupun
diwarung kopi bersama teman-teman komunitas game online yang
membuatnya pulang ke rumah jam 2 atau 3 subuh. Terkadang pasien juga
dalam pekerjaannya mendapatkan beberapa komplain dari pelanggan
servis HP yang telah ia perbaiki. Istrinya juga berkata bahwa sehari
sebelum dirawat di rumah sakit Anutapura pasien sempat dibawa ke rumah

7
dokter jam 5 subuh oleh orang tuanya karena sakit kepala yang begitu
berat ia rasakan dan mendapatkan pengobatan.
Tampak seorang laki -laki memakai kaos oblong warna
biru tua, celana jeans panjang warna hitam dan jaket warna hitam. Postur
tinggi badan pasien sekitar 165 cm dan berat badan sekitar 55 kg. Pasien
memiliki rambut pendek yang terurus dan tampakan wajah sesuai dengan
umurnya. Perawakan agak kurus. Perawatan diri cukup baik. Aktivitas
fisik dan motorik gelisah serta berbicara seperlunya. Mood hipotimia, afek
tumpul dan serasi.

V. EVALUASI MULTIAKSIAL
Aksis I :
Berdasarkan alloanamnesa dan autoanamnesa didapatkan adanya
gejala klinis yang bermakna berupa perasaan gelisah dan
sakit kepala. Keadaan ini akan menimbulkan distress dan
disabilitas dalam pekerjaan dan penggunaan waktu senggang, yaitu
pasien menderita sulit tidur dan kehilangan semangat untuk bekerja
sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami Gangguan
Jiwa.
Pada pasien tidak ditemukan adanya hendaya berat dalam menilai
realita ataupun gejala psikotik positif, seperti halusinasi auditorik
dan visual pada pasien sehingga didiagnosa sebagai Gangguan
Jiwa Non Psikotik.
Berdasarkan deskripsi kasus diatas, dapat disimpulkan bahwa
pasien mengalami gangguan non psikotik karena memenuhi
kriteria diagnosa untuk gangguan depresif sedang yaitu sekurang
kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama, yang ditemukan pada
pasien yaitu mudah lelah dan kurang semangat dalam melakukan
pekerjaan. Ditambah sekurang kurangnya 3 (sebaiknya 4) dari
gejala lainnya, yang ditemukan pada pasien yaitu tidur terganggu,
nafsu makan berkurang, konsentrasi berkurang dan harga diri

8
berkurang. Lamanya seluruh episode berlangsung minimal sekitar
2 minggu. Tampak kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan
sosial, pekerjaan dan urusan rumah tangga. Berdasarkan PPDGJ
III, pasien dapat digolongkan dalam Gangguan Depresif Sedang
dengan Gejala Somatik (F32.11).
Aksis II
Tidak ditemukan diagnosis karena tidak ada ditemukan gangguan
kepribadian.
Aksis III
N00 N99 penyakit sistem genitourinaria
Aksis IV
Stressor psikososial yaitu masalah dengan primary support group
(Keluarga).
Aksis V
GAF scale 90-81 (Gejala minimal, berfungsi baik, cukup puas,
tidak lebih dari masalah harian biasa).

VI. DAFTAR MASALAH


Organobiologik
Terdapat ketidakseimbangan neurotransmitter sehingga pasien
memerlukan psikofarmaka.
Psikologik
Ditemukan adanya masalah / stressor psikososial sehingga pasien
memerlukan psikoterapi.

VII. PROGNOSIS
Ad Bonam

Faktor yang mempengaruhi :

a . Keinginan pasien untuk sembuh

b .Tidak ada gangguan mental organik

9
c . Dukungan dari keluarga yang baik

d . Edukasi

VIII. RENCANA TERAPI


Farmakoterapi :
Antidepresan derivate trisiklik : Amytriptiline
Antiansietas golongan benzodiazepine : Alprazolam
Psikoterapi
Memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan isi
hati dan keinginannya sehingga pasien merasa lega.
Memberikan penjelasan kepada keluarga dan orang-orang
sekitarnya sehingga tercipta dukungan sosial dengan lingkungan yang
kondusif untuk membantu proses penyembuhan pasien serta
melakukan kunjungan berkala.

IX. FOLLOW UP
Mengevaluasi keadaan umum, pola tidur, pola makan dan
perkembangan penyakit pasien serta menilai efektivitas pengobatan yang
diberikan dan melihat kemungkinan adanya efek samping obat yang
diberikan.

X. PEMBAHASAN
Gangguan depresi, dalam buku Synopsis of Psikiatri termasuk dalam
kelompok gangguan mood.[1] Gangguan mood meliputi sekelompok besar
gangguan, dengan mood patologis serta gangguan yang terkait mood yang
mendominasi gambaran klinisnya. Istilah gangguan mood atau suasana
perasaan menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder
(DSM) sebelumnya dikenal sebagai gangguan afektif, saat ini lebih disukai
karena istilah ini mengacu pada keadaan emosi yang menetap, bukan
hanya ekspresi eksternal (afektif) pada keadaan emosional sementara.

10
Gangguan mood paling baik dianggap sebagai sindrom, yang terdiri atas
sekelompok tanda dan gejala yang bertahan selama berminggu-minggu
hingga berbulan-bulan yang menunjukkan penyimpangan nyata habitual
seseorang serta kecenderungan untuk kambuh, sering dalam bentuk
periodik atau siklik. Mood dapat normal, meningkat atau menurun.[2]
Pasien dengan mood meningkat menunjukkan adanya ekspansivitas,
flight of ideas, tidur berkurang, harga diri meningkat serta gagasan
kebesaran.[2] Pasien dalam keadaan mood terdepresi memperlihatkan
kehilangan energi dan minat, merasa bersalah, sulit berkonsentrasi,
hilangnya nafsu makan, berpikir mati atau bunuh diri. Tanda dan gejala
lain termasuk perubahan dalam tingkat aktivitas, kemampuan kognitif,
bicara dan fungsi vegetatif (termasuk tidur, aktivitas seksual dan ritme
biologik yang lain). Gangguan ini hampir selalu menghasilkan hendaya
interpersonal, sosial dan fungsi pekerjaan.[1]
Depresi berasal dari kata latin depressare atau kata latin klasik
deprimere. Deprimere secara harfiah berarti menekan, de
diterjemahkan sebagai "turun" dan premere diterjemahkan sebagai
untuk menekan. Depresi dapat diartikan sebagai suasana hati atau
emosional yang menurun.[3]
Depresi adalah penyakit medis yang menyebabkan perasaan sedih
yang berkelanjutan dan kehilangan minat. Depresi juga dapat
menyebabkan gejala fisik. Depresi merupakan penyakit kronis yang
biasanya membutuhkan pengobatan jangka panjang, seperti diabetes
melitus atau hipertensi. Kebanyakan orang dengan depresi merasa lebih
baik dengan obat-obatan.[4]

Etiologi gangguan depresif, antara lain :


1. Faktor biologis
Banyak penelitian melaporkan abnormalitas metabolit amin biogenic
seperti asam 5-hidroksiindolasetat (5-HIAA), asam homovanilat (HVA)
dan 3-metoksi-4-hidroksifenilglikol (MHPG) didalam darah, urin dan

11
cairan serebrospinalis pasien dengan gangguan mood. Norepinefrin dan
serotonin adalah dua neurotransmitter yang paling terkait didalam
patofisiologi gangguan mood.[2]
a) Norepinefrin
Penurunan regulasi reseptor beta adrenergik dan respon klinis
antidepresi merupakan peran langsung sistem noradrenergik pada
depresi. Bukti lain yang juga melibatkan reseptor beta 2 presinaptik
pada depresi yaitu aktifnya reseptor yang mengakibatkan
pengurangan jumlah pelepaan norepinefrin. Reseptor beta 2
presinaptik juga terletak pada neuron serotonergik dan mengatur
jumlah pelepasan serotonin.[1]
b) Serotonin
Aktivitas serotonin berkurang pada depresi. Serotonin bertanggung
jawab untuk kontrol regulasi afek, agresi, tidur dan nafsu makan.
Pada beberapa penelitian ditemukan jumlah serotonin yang
berkurang dicelah sinap dikatakan bertanggung jawab untuk
terjadinya depresi.[1]
c) Dopamin
Aktivitas dopamine berkurang pada depresi. Penemuan subtype
baru reseptor dopamin dan meningkatnya pengertian fungsi
regulasi presinaptik dan pascasinaptik dopamin memperbanyak
hubungan antara dopamin dan gangguan mood. Dua teori terbaru
tentang dopamin dan depresi adalah jalur dopamin mesolimbik
mengalami disfungsi pada depresi dan reseptor dopamin D1
mungkin hipoaktif pada depresi.[1]
2. Faktor genetik
a) Studi keluarga
Generasi pertama dapat menjadi 2 hingga 10 kali lebih sering
mengalami depresi berat.[1]

12
b) Studi adopsi
Dua dari tiga studi menemukan gangguan depresi berat diturunkan
secara genetik. Penelitian juga menunjukkan anak biologis dari
orang tua yang terkena gangguan mood berisiko untuk mengalami
gangguan mood walaupun anak tersebut dibesarkan oleh keluarga
angkat.
c) Studi anak kembar
Pada anak kembar dizigotik gangguan depresi terdapat sekitar 13
28% sedangkan pada anak kembar monozigotik terdapat sekitar 53-
69%.[1]
3. Faktor psikososial
a) Peristiwa hidup dan stres lingkungan
Peristiwa kehidupan yang membuat seseorang merasa tertekan
(stres) dapat mencetuskan terjadinya depresi. Episode pertama
lebih ringan dibandingkan episode berikutnya. Ada teori yang
mengemukakan adanya stress sebelum episode pertama
menyebabkan perubahan biologi otak yang bertahan lama. Hal ini
menyebabkan perubahan berbagai neurotransmiter dan sistem
sinyal intraneuron termasuk hilangnya beberapa neuron dan
penurunan kontak sinaps. Dampaknya seseorang individu berisiko
tinggi mengalami episode berlang gangguan mood sekalipun tanpa
stressor dari luar.[2]
b) Faktor kepribadian
Semua orang dengan kepribadian yang berbeda-beda dapat
mengalami depresi sesuai dengan situasinya. Orang dengan
gangguan kepribadian obsesi-kompulsi dan histrionik berisiko
tinggi untuk mengalami depresi dibandingkan dengan gangguan
kepribadian paranoid atau antisosial. Pasien dengan gangguan
distimik dan siklotimik berisiko mengalami gangguan depresi
berat.[2]

13
c) Faktor psikodinamik
Teori psikodinamik depresi oleh Sigmund Freud yang dilanjutkan
oleh Karl Abraham dikenal sebagai pandangan klasik depresi yang
mencakup empat hal utama :
- Gangguan hubungan ibu-anak selama fase oral (10-18 bulan)
menjadi faktor predisposisi untuk rentan terhadap episode
depresi berulang
- Depresi dapat dihubungkan dengan cinta yang nyata maupun
fantasi kehilangan objek
- Mekanisme pertahanan untuk mengatasi penderitaan akibat
kehilangan objek cinta
- Kehilangan objek cinta diperlihatkan dalam bentuk campuran
antara benci dan cinta serta perasaan marah yang diarahkan
pada diri sendiri.[2]
4. Formulasi lain depresi
a) Teori kognitif
Beck mengemukakan trias kognitif depresi terdiri atas :
- Pandangan mengenai diri, aturan, diri yang negatif
- Mengenai lingkungan pada kecenderungan mengalami dunia
sebagai sesuatu yang memusuhi atau menuntut
- Mengenai masa depan tentang penderitaan dan kegagalan dari
harapan.[2]
b) Ketidakberdayaan yang dipelajari
Teori ketidakberdayaan yang dipelajari pada depresi
menghubungkan fenomena depresi dengan pengalaman peristiwa
yang tidak dapat dikendalikan. Dalam pandangan yang
diformulasikan kembali mengenai ketidakberdayaan yang
dipelajari jika diterapkan pada depresi manusia akan menyebabkan
hilangnya harga diri setelah peristiwa eksternal yang tidak
diinginkan.[2]

14
Gejala klinis gangguan depresif, antara lain :
1. Gejala utama
- Afek Depresif
- Kehilangan minat dan kegembiraan
- Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah
lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan
menurunnya aktivitas.[6]
2. Gejala lainnya
- Konsentrasi dan perhatian berkurang
- Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
- Gagasan tentang rasa bersalah dan tak berguna
- Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
- Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
- Tidur terganggu
- Nafsu makan berkurang.[6]
Kriteria diagnosis menurut Pedoman Penggolongan Diagnosis
Gangguan Jiwa - III (PPDGJ-III) untuk gangguan depresi, antara lain :
1. Episode depresif ringan
Pada episode depresif ringan sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3
gejala utama depresi lalu ditambah dengan sekurang-kurangnya 2 dari
gejala lainnya. Tidak boleh ada gejala berat diantaranya dan lama dari
seluruh episode berlangsung kurang dari 2 minggu. Ada sedikit
kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial. Jika tidak terdapat gejala
somatik maka digolongkan dalam episode depresif ringan tanpa gejala
somatik dan begitu pula sebaliknya jika disertai dengan gejala somatik
maka digolongkan dalam episode depresif ringan dengan gejala
somatik.[6]
2. Episode depresif sedang
Pada episode depresif sedang sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3
gejala utama depresi lalu ditambah dengan sekurang-kurangnya 3 atau 4
dari gejala lainnya. Lama dari seluruh episode berlangsung minimum 2

15
minggu. Ada sedikit kesulitan menghadapi urusan rumah tangga, dan
kegiatan sosial. Jika tidak terdapat gejala somatik maka digolongkan
dalam episode depresif sedang tanpa gejala somatik dan begitu pula
sebaliknya jika disertai dengan gejala somatik maka digolongkan dalam
episode depresif sedang dengan gejala somatik.[6]
3. Episode depresif berat tanpa gejala psikotik
Pada episode depresif berat tanpa gejala psikotik semua gejala utama
depresi harus ada dan ditambah dengan sekurang-kurangnya 4 dari
gejala lainnya dan beberapa diantaranya berintensitas berat. Lama dari
seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu. Sangat
tidak mungkin pasien menghadapi urusan rumah tangga, pekerjaan, dan
kegiatan sosial.[6]
4. Episode depresif berat dengan gejala psikotik
Pada episode depresif berat dengan gejala psikotik semua gejala
memenuhi criteria depresi berat disertai waham, halusinasi atau stupor
depresif. Waham biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan
atau malapetaka yang mengancam dan pasien merasa bertanggung
jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau olfaktorik biasanya berupa
suara yang menghina atau menuduh atau bau kotoran atau daging yang
membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada
stupor.[6]

Penatalaksanaan gangguan depresif, antara lain :


1. Psikoterapi
a) Terapi kognitif
Terapi kognitif memfokuskan pada distorsi kognitif yang ada pada
gangguan depresif berat. Tujuan terapi kognitif adalah
meringankan episode depresif dan mencegah kekambuhan dengan
membantu pasien mengidentifikasi dan menguji kognisi negatif,
mengembangkan cara berpikir alternative, fleksibel dan positif
serta melatih respon perilaku dan kognisi yang baru.[2]

16
b) Terapi perilaku
Terapi perilaku didasarkan pada hipotesis bahwa pola perilaku
maladaptif mengakibatkan seseorang menerima sedikit umpan
balik positif dan mungkin sekaligus penolakan dari masyarakat.
Dengan memusatkan perhatian pada perilaku maladaptif didalam
terapi, pasien belajar berfungsi di dalam dunia sedemikian rupa
hingga mereka memperoleh dorongan positif.[2]
c) Terapi berorientasi psikoanalitik
Tujuan terapi berorientasi psikoanalitik adalah memberi pengaruh
pada perubahan struktur atau karakter kepribadian seseorang bukan
hanya untuk meredakan gejala. Perbaikan kepercayaan
interpersonal, keintiman, mekanisme koping, kapasitas berduka
serta kemampuan mengalami kisaran luas emosi.[2]
d) Terapi keluarga
Terapi keluarga diindikasikan jika gangguan merusak perkawinan
pasien atau fungsi keluarga jika gangguan mood bertambah atau
dipertahankan oleh situasi keluarga. Terapi keluarga memeriksa
peranan anggota keluarga yang mengalami gangguan mood
didalam kesejahteraan psikologis seluruh keluarga.[2]

2. Farmakoterapi
Antidepresan adalah kelompok obat-obat heterogen dengan efek utama
dan terpenting untuk mengendalikan gejala depresi. Disamping itu juga
digunakan untuk beberapa indikasi lain seperti gangguan cemas. Secara
umum diklasifikasikan sebagai berikut :[1]
a) Derivat trisiklik
- Imipramin
- Amitriptilin
b) Derivat tetrasiklik
- Maprotiline (Sandepril)
- Mianserin

17
c) Derivat MAOI (Mono Amin Oksidase Inhibitor)
- Moclobemide
d) Derivat SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor)
- Sertraline
- Fluoxetine (Kalxetin)
- Fluvoxamine
- Paroxetine
- Escitalopram
e) Derivat SNRI (Serotonin Norepinefrin Reuptake Inhibitor)
- Venlafaxine
- Desvenlafaxine
- Duloxetine[1]

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Irawati, I,. Kristiana, S,. Buku Ajar Psikiatri. Ed. 2. Badan Penerbit FKUI :
Jakarta. 2013.
2. Benjamin, JS,. Virginia, AS,. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Ed. 2. Penerbit
Buku Kedokteran EGC : Jakarta. 2010.
3. Jonathan, WK,. Andrew, MB,. Cristal, EW,. Sara, JL,. The Nature of
Clinical Depression : Symptoms, Syndromes and Behavior Analysis.
Association for Behavior Analysis International. [Diakses pada tanggal 28
Oktober 2015]. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2395346/.
2015.
4. Mayo Clinic Staff. Depression (Mayor Depressive Disorder). Mayo Clinic
Journal. [Diakses pada tanggal 28 Oktober 2015].
http://www.mayoclinic.org/
diseasesconditions/depression/basics/definition/con-20032977. 2013.
5. Jerry, LH,. David, B,. Mayor Depressive Disorder. Medscape Journal.
[Diakses pada tanggal 28 Oktober 2015].
http://emedicine.medscape.com/article/286759-overview#a3. 2015.
6. Rusdi, M,. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkasan dari
PPDGJ-III dan DSM-5. Penerbit Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika
Atmajaya : Jakarta. 2013.

19

Anda mungkin juga menyukai