Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

Tumor palpebra adalah terdapatnya tonjolan massa abnormal pada daerah


sekitar mata dan kelopak mata. Tumor jinak dan tumor ganas kulit
kebanyakan dapat berkembang menuju kulit periokular, timbul mulai dari
lapisan epidermis dermis atau struktur adneksa palpebra.1,2
Tumor palpebra dapat dikelompokkan menjadi tumor jinak dan tumor
ganas. Tumor jinak palpebra sangat umum dan bertambah banyak dengan
meningkatnya usia. Kebanyakan mudah dikenali secara klinis. Tumor ganas
palpebra dibagi menjadi dua, yaitu tumor primer dan tumor metastatik
(jarang).3
Tumor ganas palpebra (kelopak mata) merupakan tumor ganas yang
sering dijumpai dan dilaporkan sekitar 5-10% dari tumor kulit. Tumor ganas
yang paling sering mengenai palpebra adalah karsinoma sel basal, karsinoma
sel squamous, karsinoma sel sebasea dan melanoma. Sedangkan tumor jinak
palpebra seperti hemangioma dan xanthalesma bertambah banyak dengan
meningkatnya usia.3
Karsinoma sel basal dan sel skuamosa palpebra merupakan tumor ganas
mata paling umum yang ditemukan. Tumor ini paling sering terdapat pada
orang berkulit terang yang terpajan sinar matahari secara kronik. 95%
karsinoma palpebra berjenis sel basal sedangkan 5% nya terdiri atas
karsinoma sel skuamosa, karsinoma kelenjar meibom, dan tumot-tumor lain
yang jarang, seperti karsinoma sel merkel dan karsinoma kelenjar keringat.3
Melanoma adalah tumor palpebra berpigmen yang jarang yang harus
dibedakan dari Nevi dan karsinoma sel basal. Terdapat peningkatan 4%
kejadian melanoma maligna yang didiagnosa setiap tahun. Ada 51.400 kasus
baru melanoma didiagnosa pada tahun 2002 dengan 7.800 kematian. 25%
pasien melanoma maligna dijumpai pada umur di bawah 40 tahun. 3
Sarkoma Kaposi merupakan salah satu manifestasi yang sering dijumpai
pada penderita AIDS (24%) dan 20% dari sarkoma dapat mengenai mata,

1
yaitu palpebra atas/bawah menyerupai hordeolum atau hemangioma dan pada
konjuntiva forniks, dan bulbi bagian inferior (menyerupai perdarahan
subkonjuntiva granuloma atau hemangioma). Tumor ini bersifat agresif,
multifokal dan sering kambuh. 3
Tumor palpebra kebanyakan mudah dikenali secara klinis, dan eksisi
dilakukan dengan alasan kosmetik. Meskipun begitu lesi ganas sering kali
sulit dikenali secara klinis dan biopsy harus selalu dilakukan pada kecurigaan
keganasan.

2
BAB 2
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. L
Umur : 24 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : URT
Alamat : Pantai barat
Tanggal pemeriksaan: 13 Oktober 2017

II. ANAMNESIS

Keluhan utama : Benjolan di kelopak mata atas sebelah kiri

Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang berobat ke poli mata rsu


anutapura palu dengaan keluhan benjolan di kelopak mata kiri. Pasien
merasakan ada benjolan sejak SD, benjolan yang dirasa awalnya masih
sangat kecil tetapi setelah SMA benjolan makin besar dan bertambah parah
setelah pasien berusia 20 tahun lebih. Keluhan disertai sakit kepala dan
nyeri dibagian daerah mata ketika mengangkat beban yang berat setelah itu.
Tetapi ketika benjolan disentuh tidak terasa nyeri. Nyeri muncul ketika
setelah disentuh. Akhir-akhir pasien merasa seperti rasa tertindis di daerah
mata, dan terasa seperti dicubit pada mata. Selain itu pasien juga merasakan
penglihatan kabur beberapa tahun terakhir. Sebelumnya pasien pernah
berobat dan mengikuti pengobatan gratis. Tetapi belum bisa dialayani saat
itu juga.

Riwayat Penyakit Mata sebelumnya/ penyakit lain : pasien tidak pernah


mengalami hal yang seperti ini sebelumnya. Diabetes melitus disangkal (-),
hipertensi disangkal (-)

3
Status Generalisata
Keadaan Umum : Sakit Ringan
Kesadaran : Kompos Mentis
Tanda-tanda Vital : TD 120/80 mmHg N 82 kali/ menit
R 20 kali/menit S 36, 6 ˚C
Status Oftalmologi

Pemeriksaan Okuli dekstra Okuli sinistra

Visus 6/6 6/40 PH 6/30

Posisi Bola Mata Ortoforia Ortoforia

Pergerakan Bola Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan


Mata

Silia Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

Palpebra Superior Tidak ada kelainan (+) berukuran 1,5 x 1,5 x


0,5 cm, oval, kenyal,
mobile, permukaan halus,
tidak merah, dan tidak
nyeri, warna kulit sama

4
dengan kulit sekitarnya
Palpebra Inferior Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

Konjungtiva Bulbi Tidak ada kelainan Tidak ada kelaianan

Kornea Jernih Jernih

COA Kedalaman cukup Kedalaman cukup

Pupil Bulat, reguler, 3 mm, Bulat, reguler, 3 mm,


refleks cahaya (+) refleks cahaya (+)

Iris Warna cokelat Warna cokelat

Lensa Jernih Jernih

TIO (palpasi) Tidak ada peningkatan Tidak ada peningkatan

tes buta warna : Tidak dilakukan Tidak dilakukan


pemeriksaan pemeriksaan
funduskopi :

Foto pasien :

5
DIAGNOSIS

Tumor Palpebra Superior

ANJURAN

1. Pemeriksaan Laboratorium Darah Rutin (Hb, CT, BT, Leukosit)


2. Rontgen Thoraks
3. Eksisi tumor dan pemeriksaan PA

6
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi Palpebra

Palpebra adalah modifikasi lipatan kulit yang mempunyai fungsi


melindungi bola mata serta mengeluarkan sekresi kelenjar air mata di depan
kornea. Palpebra merupakan alat menutup mata yang berguna untuk
melindungi bola mata terhadap trauma, trauma sinar dan keringnya bola
mata.4
Palpebra terdiri atas beberapa bidang jaringan utama. Dari superfisial
ke dalam terdapat lapis kulit, lapis otot rangka (orbikularis okuli), jaringan
fibrosa (lempeng tarsa), dan lapisan epitel, konjungtiva berlanjut sampai bola
mata.4
a. Kulit
Kulit pada palpebra berbeda dari kulit bagian lain tubuh karena
tipis, longgar, dan elastis, dengan sedikit folikel rambut, tanpa lemak
subkutan.

7
b. Muskulus Orbikularis okuli
Fungsi muskulus orbikularis okuli adalah menutup palpebra. Serat-
serat ototnya mengelilingi fissura palpebra secara konsentris dan meluas
sedikit melewati tepian orbita. Sebagian serat berjalan ke pipi dan dahi.
Bagian otot yang terdapat di dalam palpebra dikenal sebagai bagian
pratarsal; bagian diatas septum orbitae adalah bagian praseptal. Segmen
luar palpebra disebut bagian orbita. Orbikularis okuli dipersarafi oleh
nervus fasialis.
c. Tarsus
Struktur penyokong utama dari palpebra adalah lapis jaringan
fibrosa padat yang disebut tarsus superior dan inferior. Tarsus terdiri atas
jaringan penyokong kelopak mata dengan kelenjar Meibom.
d. Konjungtiva Palpebrae
Bagian posterior palpebrae dilapisi selapis membran mukosa,
konjungtiva palpebra, yang melekat erat pada tarsus. Panjang tepian
bebas palpebra adalah 25-30mm dan lebar 2 mm. Dipisahkan oleh garis
kelabu (batas mukokutan) menjadi tepian anterior dan posterior. Tepian
anterior terdiri dari bulu mata, glandula Zeiss dan Moll.4
Bulu mata muncul dari tepian palpebra dan tersusun teratur. Bulu
mata atas lebih panjang dan lebih banyak dari yang di bawah dan
melengkung ke atas; bulu mata bawah melengkung ke bawah. Glandula
Zeiss adalah modifikasi kelenjar sebasea kecil yang bermuara dalam
folikel rambut pada dasar bulu mata. Glandula Moll adalah modifikasi
kelenjar keringat yang bermuara ke dalam satu baris dekat bulu mata.5
Tepian palpebra posterior berkontak dengan bola mata, dan
sepanjang tepian ini terdapat muara-muara kecil dari kelenjar sebasesa
yang telah dimodifikasi (glandula Meibom atau tarsal).1
Punktum lakrimalis terletak pada ujung medial dari tepian posterior
palpebra, berupa elevasi kecil dengan lubang kecil di pusat yang terlihat
pada palpebra superior dan inferior. Punktum ini berfungsi

8
menghantarkan air mata ke bawah melalui kanalikulus terkait ke sakus
lakrimalis.5
Fisura palpebrae adalah ruang elips di antara kedua palpebra yang
dibuka. Fisura ini berakhir di kanthus medialis dan lateralis. Kanthus
lateralis kira-kira 0,5 cm dari tepian lateral orbita dan membentuk sudut
tajam.4
Septum orbitale adalah fascia di belakang bagian muskularis
orbikularis yang terletak di antara tepian orbita dan tarsus dan berfungsi
sebagai sawar antara palpebra orbita. Septum orbitale superius menyatu
dengan tendo dari levator palpebra superior dan tarsus superior; septum
orbitale inferius menyatu dengan tarsus inferior.4
Retraktor palpebrae berfungsi membuka palpebra. Di palpebra
superior, bagian otot rangka adalah levator palpebra superioris, yang
berasal dari apeks orbita dan berjalan ke depan dan bercabang menjadi
sebuah aponeurosis dan bagian yang lebih dalam yang mengandung
serat-serat otot polos dari muskulus Muller (tarsalis superior). Di
palpebra inferior, retractor utama adalah muskulus rektus inferior, yang
menjulurkan jaringan fibrosa untuk membungkus meuskulus obliqus
inferior dan berinsersio ke dalam batas bawah tarsus inferior dan
orbicularis okuli. Otot polos dari retraktor palpebrae disarafi oleh nervus
simpatis. Levator dan muskulus rektus inferior dipasok oleh nervus
okulomotoris.4,5
Pembuluh darah yang memperdarahi palpebrae adalah a. Palpebra.
Persarafan sensorik kelopak mata atas didapatkan dari ramus frontal
nervus V, sedang kelopak mata bawah oleh cabang kedua nervus V. 5

9
Anatomi vaskularisasi kelopak mata.

3.2 Tumor Jinak Palpebra


1. Nevi Melanositik Palpebra
A. Definisi
Nevus melanositik adalah neoplasma jinak atau hamartoma yang
mengandung melanosit, yaitu sel – sel yang memproduksi pigmen
yang secara konstituen berkolonisasi membentuk epidermis. Melanosit
merupakan derivate dari neural crest dan bermigrasi sewaktu
embriogenesis ke ectoderm target (primer di kulit dan sistem susunan
saraf pusat), serta pada mata dan telinga.6
B. Etiologi
Etiologi dari nevus melanositik masih belum diketahui. Tidak ada data
akurat tentang pengaruh genetik atau lingkungan yang dapat
mengkontribusi terhadap perkembangan nevus kongenital. Faktor
genetik spesifik yang mengkontribusi terhadap perkembangan nevus
melanositik didapat juga masih belum diketahui. Walau
bagaimanapun, data menunjukkan kecederungan pemkembangan
nevus dalam jumlah banyak, seperti nevus displastik multipel mungkin
dapat diturunkan secara autosomal dominan.6
Insiden nevus melanositik pada masa anak – anak secara inversi
berhubungan dengan tingkat pigmentasi kulit dan tinggi pada anak –
anak dengan toleransi sinar matahari yang jelek. Mekanisme terjadinya

10
induksi ini masih belum diketahui, namun induksi tersebut dapat
dijelaskan seperti gambaran promosi tumor oleh sinar ultra violet.6
Klasifikasi Nevus Melanositik
a) Kongenital
- Nevus melanositik kongenital
- Bercak biru Mongolian
b) Didapat
- Nevus pada perbatasan (junctional naevus/ gabungan/
intradermal)
- Sutton’s halo naevus
- Nevus displastik
- Nevus spitz
- Nevus biru
C. Manifestasi klinis
a) Junction nevi
Secara umum tidak berambut, makulanya terang, sampai coklat
kehitaman, ukurannya bervariasi dari 1 mm sampai 1 cm
(diameter), permukaan halus dan rata. Lesi bisa berbentuk bulat,
elips, ada yang berbentuk kecil, irregular. Lokasi sering di telapak
tangan, telapak kaki dan genitalia. Jarang setelah lahir, biasanya
berkembang setelah usia 2 tahun. Pembentukan aktif sel nevusnya
hanya pada pertemuan epidermis dan dermis.6
b) Compound nevi
Hampir sama dengan junctional nevi, tetapi sedikit menonjol
dan ada yang berbentuk papillomatous. Warnanya seperti warna
kulit sampai warna coklat. Permukaannya halus, lokasi banyak di
wajah dan biasanya ditumbuhi rambut. Sel nevusnya berada pada
epidermis dan dermis. 6
c) Intradermal nevi
Bentuk papel (kubah), ukuran bervariasi dari beberapa mm
sampai 1 cm atau lebih (diameter). Lokasinya di mana – mana tapi

11
paling banyak di kepala, leher, dan biasanya ditumbuhi rambut
kasar, berwarna coklat kehitaman. Sel nevusnya berada pada
dermis.6

Nevi pada palpebra superior sinistra


D. Penatalaksanaan
Terapi medikamentosa tidak efektif dan tidak berperan dalam
diagnosis atau tatalaksana neoplasma jinak seperti nevus melanositik.12
Nevus melanositik dapat diangkat dan dieksisi dengan operasi
dengan teknik biopsi eksisi, shave excision, electrodesiccation dan
ektirpasi komplit, dengan alasan kosmetik atau karena atas indikasi
berdasarkan potensial biologik lesi untuk menjadi maligna. Nevus
melanositik yang diangkat karena alasan kosmetik biasanya dilakukan
eksisi shave atau tangensial, punch excision dilakukan untuk lesi yang
kecil, dan lesi yang besar mungkin memerlukan eksisi komplit dengan
penutupan sutura walaupun bersifat jinak karena lesi yang melebihi
diameter 1 cm sukar dilakukan dengan teknik shave excision.6
E. Prognosis
Prognosis berhubungan dengan nevus melanositik tunggal adalah
baik karena lesi ini merupakan neoplasma jinak dengan tidak ada
potensi mengalami keganasan, kecuali evolusi menjadi melanoma
terjadi. Pasien dengan nevus melanositik multipel atau nevus yang
berubah ukuran mempunyai potensi untuk menjadi melanoma, dengan
peningkatan risiko jika adanya perubahan ukuran atau jumlah lesi.6

12
Pasien harus diedukasi mengenai pemeriksaan sendiri terhadap
nevus melanositik tersebut dengan menggunakan pendekatan
ABCDEF, di mana pasien mengevaluasi asymmetry (asimetri bentuk
lesi), border irregularity (batas/pinggir lesi), colour (warna), diameter
(diameter ukuran lesi), evolution (evolusi dari lesi) dan funny looking,
yang mengsugesti lesi berubah menjadi beda daripada lesi lainnya.
Nevus dapat berubah diameter, batas. Warna, dan dapat menjadi gatal
atau adanya perdarahan. Perubahan–perubahan ini memerlukan
evaluasi untuk mendeterminasi jika lesi berpotensi menjadi maligna.6

2. Hemangioma Palpebra
A. Definisi
Hemangioma kapiler merupakan tumor palpebra yang paling
sering ditemukan pada anak. Hemangioma kapiler atau hemangioma
strawberry dapat mengenai kulit pada 10% bayi dan tampaknya lebih
sering pada bayi prematur dan anak kembar. Tumor ini biasanya
muncul pada waktu lahir atau segera sesudah lahir sebagai lesi yang
berwarna merah terang, bertambah besar dalam beberapa minggu
hingga bulanan, dan mengalami involusi pada usia sekolah.7
Hemangioma merupakan pertumbuhan hamartomatous yang terdiri
dari sel-sel endotel kapiler yang berproliferasi. Hemangioma
ditemukan pada fase awal pertumbuhan aktif pada bayi dengan periode
selanjutnya berupa regresi dan involusi.7
Klasifikasi : Secara histologik hemangioma dibedakan
berdasarkan besarnya pembuluh darah yang terlibat menjadi 3 jenis
yaitu:8
1) Hemangioma kapiler
a) Hemangioma kapiler pada anak (nevus vaskulosus, strawberry
nevus)
b) granuloma piogenik
c) cherry spot (ruby spot), angioma senilis
A) Hemangioma kavernosum
a) hemangioma kavernosum (matang)

13
b) hemangioma keratotik
c) hemartoma vaskuler
B) Teleangiektasis
a) nevus flameus
b) angiokeratoma
c) spider angioma

Dari segi praktisnya, umumnya para ahli memakai sistem pembagian


sebagai berikut:

1. Hemangioma kapiler

2. Hemangioma kavernosum

3. Hemangioma campuran
B. Etiologi
Sampai saat ini, patogenesis terjadinya hemangioma masih belum
diketahui. Meskipun growth factor, hormonal, dan pengaruh mekanik
di perkirakan menjadi penyebab proliferasi abnormal pada jaringan
hemangioma, tapi penyebab utama yang menimbulkan defek pada
hemangiogenesis masih belum jelas. Dan belum terbukti sampai saat
ini tentang pengaruh genetik.9
C. Epidemiologi
Prevalensi hemangioma infantil ± 1- 3% pada neonatus dan ± 10%
pada bayi sampai dengan umur 1 tahun. Lokasi tersering yaitu pada
kepala dan leher (60%), dan faktor resiko yang telah teridentifikasi,
terutama neonatus dengan berat badan lahir di bawah 1500 gram.

14
Rasio kejadian perempuan disbanding laki-laki 3:1. Hemangioma
infantil lebih sering terjadi di ras kaukasia daripada ras di Afrika
maupun Amerika.8
Lesi hemangioma infantil tidak ada pada saat kelahiran. Seiring
dengan bertambahnya usia, resiko hemangioma infantil, pada usia 5
tahun meningkat 50%, pada usia 7 meningkatkan 70%, dan 90% pada
usia 9 tahun. Mereka bermanifestasi pada bulan pertama kehidupan,
menunjukkan fase proliferasi yang cepat dan perlahan-lahan
berinvolusi menuju bentuk lesi yang sempurna.8
D. Gambaran Klinis
Gambaran klinis hemangioma berbeda-beda sesuai dengan
jenisnya. Hemangioma kapiler tampak beberapa hari sesudah lahir.
Strawberry nevus terlihat sebagai bercak merah yang makin lama
makin besar. Warnanya menjadi merah menyala, tegang dan berbentuk
lobular, berbatas tegas, dan keras pada perabaan. Ukuran dan
dalamnya sangat bervariasi, ada yang superfisial berwarna merah
terang, dan ada yang subkutan berwarna kebiru-biruan. Involusi
spontan ditandai oleh memucatnya warna di daerah sentral, lesi
menjadi kurang tegang dan lebih mendatar.10
Hemangioma kavernosa tidak berbatas tegas, dapat berupa macula
eritematosa atau nodus yang berwarna merah sampai ungu. Biasanya
merupakan tonjolan yang timbul dari permukaan, bila ditekan
mengempis dan pucat lalu akan cepat menggembung lagi apabila
dilepas dan kembali berwarna merah keunguan. Lesi terdiri atas
elemen vaskular yang matang. Lesi ini jarang mengadakan involusi
spontan, kadang-kadang bersifat permanen.10
Gambaran klinis hemangioma campuran merupakan gabungan dari
jenis kapiler dan jenis kavernosum. Lesi berupa tumor yang lunak,
berwarna merah kebiruan yang pada perkembangannya dapat
memberikan gambaran keratotik dan verukosa. Sebagian besar
ditemukan pada ekstremitas inferior dan biasanya unilateral.10

15
E. Pemeriksaan Penunjang
Ketersediaan alat-alat canggih saat ini memungkinkan pencitraan
massa orbita untuk dibedakan secara non-invasif dalam banyak kasus.
Untuk evaluasi diagnostik pada orbita, CT-Scan memiliki sensitivitas
yang tinggi terhadap tulang, sedangkan MRI terutama untuk jaringan
lemak. Selain itu, di tangan yang berpengalaman, USG juga dapat
memberikan informasi penting dalam diagnosis massa orbita.7
Jika diagnosis hemangioma belum jelas secara klinis, MRI sangat
berguna untuk membedakan hemangioma dari neurofibroma
pleksiformis, malformasi limfatik, dan rhabdomiosarkoma, dimana
masing-masing berhubungan dengan pertumbuhan dan proliferasi yang
cepat atau proptosis yang progresif. MRI atau USG Doppler dapat
menggambarkan perluasan tumor ke posterior apabila tidak dapat
dipastikan secara klinis.7
Gambaran histopatologi tergantung dari stadium perkembangan
hemangioma. Lesi awal tampak banyak sel dengan sarang-sarang
padat sel endotel dan selalu berhubungan dengan pembentukan lumen
vaskuler yang kecil. Lesi yang terbentuk secara khas menunjukkan
saluran kapiler yang berkembang dengan baik, rata, dan mengandung
endotel dengan konfigurasi lobuler. Lesi involusi menunjukkan
peningkatan fibrosis dan hyalinisasi dinding kapiler dengan oklusi
lumen.7
F. Penatalaksanaan
Observasi dilakukan apabila hemangioma berukuran kecil dan
tidak ada risiko terjadinya ambliopia, baik akibat obstruksi aksis visual
maupun astigmat terinduksi.7
Hemangioma yang belum mengalami komplikasi sebagian besar
mendapat terapi konservatif, baik hemangioma kapiler, kavernosa
maupun campuran. Hal ini disebabkan lesi ini kebanyakan akan
mengalami involusi spontan. Pada banyak kasus hemangioma yang
mendapatkan terapi konservatif mempunyai hasil yang lebih baik

16
daripada terapi pembedahan baik secara fungsional maupun kosmetik.
Terdapat dua cara pengobatan pada hemangioma, yaitu:7
 Terapi konservatif
Pada perjalanan alamiahnya lesi hemangioma akan mengalami
pembesaran dalam bulan-bulan pertama, kemudian mencapai besar
maksimum dan sesudah itu terjadi regresi spontan sekitar umur 12
bulan, lesi terus mengadakan regresi sampai umur 5 tahun.
Hemangioma superfisial atau hemangioma strawberry sering tidak
diterapi. Apabila hemangioma ini dibiarkan hilang sendiri, hasilnya
kulit terlihat normal.10
 Terapi aktif
Hemangioma yang memerlukan terapi secara aktif, antara lain
adalah hemangioma yang tumbuh pada organ vital, seperti pada mata,
telinga, dan tenggorokan; hemangioma yang mengalami perdarahan;
hemangioma yang mengalami ulserasi; hemangioma yang mengalami
infeksi; hemangioma yang mengalami pertumbuhan cepat dan terjadi
deformitas jaringan.10
 Terapi kompresi
Terdapat dua macam terapi kompresi yang dapat digunakan yaitu
continous compression dengan menggunakan bebat elastik dan
intermittentpneumatic compression dengan menggunakan pompa
Wright Linear. Diduga dengan penekanan yang diberikan, akan terjadi
pengosongan pembuluh darah yang akan menyebabkan rusaknya sel-
sel endothelial yang akan menyebabkan involusi dini dari
hemangioma.10
 Terapi kortikosteroid
Steroid digunakan selama fase proliferatif tumor untuk
menghentikan pertumbuhan dan mempercepat involusi lesi. Steroid
dapat digunakan secara topikal, intralesi, atau sistemik. Krim
clobetasol propionate 0,05% topikal dapat digunakan pada lesi
superfisial yang kecil. Injeksi intralesi kombinasi antara steroid kerja

17
panjang dan kerja singkat sering digunakan pada hemangioma
periorbita terlokalisir (sebaiknya digunakan sediaan steroid yang
terbukti dapat digunakan untuk suntikan intralesi). Jika hemangioma
difus atau meluas ke posterior orbita, digunakan steroid sistemik
dengan dosis anjuran prednison atau prednisolon 2-5 mg/kg BB/hari.
Terapi dengan kortikosteroid dalam dosis besar kadang-kadang akan
menimbulkan regresi pada lesi yang tumbuh cepat.10
Steroid dihubungkan dengan banyak komplikasi sehingga perlu
dipertimbangkan keuntungan dan kerugiannya. Supresi adrenal dan
retardasi pertumbuhan dapat terjadi pada semua cara penggunaan,
termasuk krim topikal. Injeksi intralesi berisiko menyebabkan emboli
arteri retinalis bilateral, atrofi lemak subkutan linier, dan depigmentasi
palpebra. Imunisasi perlu ditunda pada anak-anak yang mendapat
terapi steroid dosis tinggi. Dianjurkan untuk berkonsultasi dengan
dokter spesialis anak.10

Kriteria pengobatan dengan kortikosteroid ialah11:


1. Apabila melibatkan salah satu struktur yang vital,
2. Tumbuh dengan cepat dan mengadakan destruksi kosmetik,
3. Secara mekanik mengadakan obstruksi salah satu orifisium,
4. Adanya banyak perdarahan dengan atau tanpa trombositopenia,
5. Menyebabkan dekompensasio kardiovaskular.

Hemangioma kavernosum yang tumbuh pada kelopak mata dan


mengganggu penglihatan umumnya diobati dengan steroid injeksi
untuk mengurangi ukuran lesi secara cepat, sehingga penglihatan bisa
pulih. Hemangioma kavernosum atau hemangioma campuran dapat
diobati bila steroid diberikan secara oral dan injeksi langsung pada
hemangioma. Penggunaan kortikosteroid peroral dalam waktu yang
lama dapat meningkatkan infeksi sistemik, tekanan darah, diabetes,
iritasi lambung, serta pertumbuhan terhambat.11

18
 Terapi pembedahan
Indikasi pembedahan tergantung dari ukuran dan lokasi
hemangioma yang akan dieksisi. Karena itu pemeriksaan radiologi
dan penunjang lainnya sangat diperlukan untuk menegakkan diagnosa
secara akurat. Adapun indikasi dilakukannya terapi pembedahan pada
hemangioma adalah:
1. Terdapat tanda-tanda pertumbuhan yang terlalu cepat, misalnya
dalam beberapa minggu lesi menjadi 3-4 kali lebih besar,
2. Hemangioma raksasa dengan trombositopenia,
3. Tidak ada regresi spontan, misalnya tidak terjadi pengecilan
sesudah 6-7 tahun.11
Eksisi hemangioma periorbita dapat dilakukan dengan mudah pada
beberapa lesi yang terlokalisir dengan baik. Pada kasus lain,
pembedahan rekonstruksi dapat dilakukan bertahun-tahun setelah
terapi medis.11
Embolisasi sebelum pembedahan dapat sangat berguna apabila
hemangioma yang akan dieksisi mempunyai ukuran yang besar dan
lokasi yang sulit dijangkau dengan pembedahan. Embolisasi akan
mengecilkan ukuran hemangioma dan mengurangi resiko perdarahan
pada saat pembedahan.12
 Terapi radiasi
Pengobatan radiasi pada tahun-tahun terakhir ini sudah banyak
ditinggalkan karena:
1. Penyinaran berakibat kurang baik pada anak-anak yang
pertumbuhan tulangnya masih sangat aktif,
2. Komplikasi berupa keganasan yang terjadi pada jangka panjang,
3. Menimbulkan fibrosis pada kulit yang masih sehat yang akan
menyulitkan bila diperlukan suatu tindakan.8
 Terapi laser
Penyinaran hemangioma dengan laser dapat dilakukan dengan
menggunakan pulsed-dye laser (PDL), dimana jenis laser ini dianggap

19
efektif terutama untuk jenis Port-Wine stain. Pulsed-dye laser dapat
digunakan untuk mengobati hemangioma superfisial dengan beberapa
komplikasi, tetapi berefek kecil terhadap komponen tumor yang lebih
dalam. Jenis laser ini memiliki keuntungan bila dibandingkan dengan
jenis laser lain karena efek keloid yang ditimbulkan minimal.10
 Kemoterapi
Vincristine merupakan alternatif yang dapat dipertimbangkan
tetapi masih dalam penelitian. Vinkristin merupakan terapi lini kedua
lainnya yang dapat digunakan pada anak-anak yang tidak berhasil
diterapi dengan kortikosteroid dan juga dianggap efektif pada anak-
anak yang menderita Sindrom Kassabach-Merritt. Vinkristin
diberikan secara intravena dengan angka keberhasilan lebih dari 80%.
Efek samping dari terapi ini adalah peripheral neuropathy, konstipasi
dan rambut rontok. Siklofosfamid jarang digunakan pada tumor
vaskuler yang jinak karena mempunyai efek toksisitas yang sangat
besar.10

3. Kista Dermoid
A. Definisi
Kista dermoid merupakan suatu massa kistik (choristoma) yang
dilapisi oleh keratinizing epidermis dengan dermal appendages pada
dindingnya seperti folikel rambut, kelenjar sebasea, dan kelenjar
keringat. Kista dermoid dapat bersifat kongenital atau didapat.13
Pada tahun 1955, Meyer mengemukakan konsep bahwa secara
histologis terdapat 3 varian kista dermoid, yaitu kista epidermoid, kista
dermoid, dan teratoid. Pada jenis epidermoid, kista dilapisi oleh epitel
gepeng tanpa disertai adneksa. Sedangkan pada kista dermoid, selain
dilapisi oleh epitel gepeng, juga disertai adneksa, seperti rambut,
folikel rambut dan kelenjar sebasea. Pada teratoid, selain epitel
berlapis gepeng dan adneksa juga ditemukan adanya elemen mesoderm

20
seperti otot, tulang, dan kartilago. Kista dermoid lebih sering dijumpai
dibandingkan kista epidermoid dengan perbandingan 2:1.13
B. Epidemiologi
Sekitar 10-50% kista dermoid merupakan kista dermoid
kongenital. Pada suatu penelitian histopatologi dilaporkan terdapat 307
kasus tumor orbital, 35% merupakan kista dermoid. Selain itu, pada
survei yang dilakukan oleh Schield terhadap 645 biopsia orbita pada
semua usia, 24% merupakan kista dermoid dimana dari 250 anak di
bawah usia 18 tahun, 46% merupakan kista dermoid. Pada pusat
onkologi ocular, kista dermoid ditemukan sekitar 2% dari seluruh
tumor orbita yang datang ke ahli mata. Kista dermoid sering
ditemukan pada anak-anak. Dalam suatu studi, didapatkan bahwa kista
dermoid merupakan 3-9% dari seluruh tumor orbita pada anak-anak.
Kista dermoid hampir tidak pernah menyebabkan kematian dan
insidensinya sama pada laki-laki dan perempuan.13
C. Etiologi
Etiologi kista dermoid belum diketahui secara pasti. Kista dermoid
dapat bersifat kongenital atau didapat. Terdapat teori yang menyatakan
bahwa kista dermoid kongenital merupakan lesi disembriogenik yang
berasal dari elemen ektoderm yang terjebak pada saat penggabungan
antara arkus brankial pertama dan kedua yang terjadi pada saat gestasi
3 sampai 4 minggu. Sedangkan kista dermoid yang didapat terjadi
akibat trauma yang menyebabkan implantasi sel epitel ke jaringan
yang lebih dalam atau karena oklusi duktus kelenjar sebassea.13

21
Kista dermoid pada palpebra

Klasifikasi kista dermoid dikategorikan menjadi:


a) Kista dermoid superfisialis
Kista dermoid superfisialis berlokasi di anterior sampai
septum orbital. Biasanya ditemukan pada beberapa tahun pertama
kehidupan sebagai massa yang asimptomatik, berbatas tegas,
bulat, terletak subkutaneus, dan tidak nyeri.
Pada umumnya, kista ini terdapat di aspek temporal orbital
yang melekat pada sutura frontozygomaticus. Namun, kista ini
juga dapat ditemukan pada aspek medial/nasal atas yang melekat
pada sutura frontolakrimal atau frontoethmoidal. Pada
pemeriksaan ditemukan batas posterior kista mudah dipalpasi
yang menunjukkan bahwa kista ini superfisialis. Jenis kista
dermoid ini tidak menyebabkan pergeseran bola mata atau defek
tulang.
b) Kista dermoid profunda
Kista iniberlokasi di posterior sampai septum orbital.
Biasanya ditemukan pada usia remaja dan dewasa dengan
pergeseran bola mata dan proptosis non-aksial atau massa yang
batas posteriornya kurang jelas. Beberapa jenis kista dermoid ini
dapat meluas meleebihi orbita ke dalam fossa temporalis dan

22
intrakranial. Selain itu, kista ini juga dapat menyebabkan
pergeseran bola mata dan defek pada tulang.
D. Manifestasi Klinis13
a) Keluhan subjektif
Pada umumnya, penderita datang dengan keluhan terdapat
massa yang terlihat pada area orbita. Pertumbuhan lesi tersebut
biasanya perlahan.
b) Gejala klinis
1. Pada anak-anak
- Pada umumnya terdapat di aspek superior temporal orbita.
- Massa tersebut umumnya berdiameter kurang dari 1-4 cm,
tidak nyeri, dan berbentuk oval.
- Pergeseran sedikit dari rongga mata bisa terjadi.
- Kista dermoid orbital tidak terfiksir pada kulit, hal ini
membantu membedakannya dengan kista sebasea.
2. Pada orang dewasa
Kista dapat teraba dengan mudah dan memiliki batas yang
tidak tegas. Kista biasanya menggeser rongga mata dan dapat
masuk ke dalam struktur yang berdekatan.
3. Inflamasi
Jika kista ruptur, baik secara spontan maupun karena
trauma, respon inflamasi dapat terlihat. Respon tersebut dapat
berupa seperti injeksi konjungtiva atau dapat menjadi lebih
berat mirip selulitis orbita.
4. Temuan neurologis
Walaupun jarang terjadi, kista dapat menekan nervus
optikus dan menimbulkan gejala kompresi nervus optikus,
yaitu penurunan tajam penglihatan, penglihatan warna dan
persepsi terang-gelap, dan relative afferent pupillary defect
(RAPD).

23
Yang lebih jarang lagi, kista dapat menginduksi terjadinya
diplopia dengan membatasi pergerakan bola mata secara fisik
atau menekan nervi craniales III, IV, atau VI. Berdasarkan
letak, maka gambaran klinis dari kista dermoid akan berbeda-
beda.
Berikut merupakan gambaran klinis dari kista dermoid
berdasarkan letak kista:
a. Lesi anterior
Kista mulai terlihat dari masa infant sebagai massa yang
lunak, berbatas tegas, letak subkutan, dan tidak nyeri.
Lokasi yang paling sering terkena ialah aspek superolateral
orbita pada sutura frontozygomatis.
b. Lesi medial
Frekuensinya lebih sedikit dibanding lesi anterior dan
sering tumbuh dari jaringan asing di sutura
frontoethmoidalis atau frontolakrimalis. Jika tidak ada
desakan ke dalam orbita, maka aspek frontoethmoidalis
atau frontolakrimalis. Jika tidak ada desakan ke dalam
orbita, maka aspek posterior dari kista dapat diraba. Karena
letaknya lebih anterior, maka kista biasanya tidak
menyebabkan pergeseran bola mata, namun masih dapat
terjadi ptosis jika ukuran kista semakin membesar.
c. Lesi posterior
Kista yang terletak lebih posterior akan lebih berbahaya
dan berlokasi di sutura sphenozygomaticus dan
sphenoethmoidalis. Pasien biasanya datang pada masa
dewasa dengan keluhan nyeri, ptosis yang progresif, defisit
motilitas, atau diplopia.
E. Penegakan Diagnosis
Diagnosis kista dermoid dapat ditegakkan berdasarkan:
A. Pemeriksaan fisik

24
Kista dermoid biasanya ditemukan pada beberapa tahun
kehidupan. Kista dermoid orbital paling banyak ditemui di aspek
superolateral dengan sutura frontozygomatic sebagai tempat
perlengketannya dan jarang ditemukan pada daerah superonasal.
Berupa nodul intrakutan atau subkutan, soliter berukuran 1-
4 cm, mudah digerakkan dari kulit diatasnya dan dari jaringan di
bawahnya. Pada palpasi, permukaannya halus, konsistensi lunak
dan kenyal.
B. Histopatologi
Secara histologi, kista dermoid berisi desquamated
squamous epithelium dan keratin di lumennya (panah 1) dan
dibatasi oleh keratinized stratified squamous epithelium (panah 2
dan 3). Kunci untuk mendiagnosis kista dermoid adalah adanya
struktur-struktur adneksa seperti kelenjar sebasea (panah 4). Akar
rambut, kelenjar keringat apokrin dan kelenjar lakrimal dapat juga
ditemukan di dinding kista. Selain itu, lumen juga dapat berisi hair
shaft dan keratin (panah 5 dan 6).

Gambaran histologi kista dermoid


(1) desquamated squamous epithelium (2,3) keratinized stratified squamous
epithelium (4) kelenjar sebasea (5,6) hair shaft dan keratin

25
F. Penatalaksanaan
Indikasi penatalaksanaan kista dermoid adalah kista telah
mengganggu aksis visual yang dapat meningkatkan resiko ambliopia,
kista dermoid profunda, kosmetik, dan inflamasi berulang.
Penatalaksanaan berupa pembedahan, yaitu dengan ekstirpasi kista.
Kista dermoid yang sering ditemukan pada anak-anak adalah kista
dermoid tipe superfisial sehingga dilakukan ekstirpasi di lipatan
palpebra superior untuk mengurangi terlihatnya luka bekas ekstirpasi
atau langsung diatas lesi. Selama proses pembedahan, dinding kista
dijaga sebaik mungkin agar tetap utuh karena dinding dan isi kista
bersifat iritatif sehingga apabila kista ruptur pada saat pengangkatan
akan menyebabkan terjadinya proses peradangan pada jaringan orbita
sekitarnya. Jika dinding kista ruptur sebaiknya operator mengangkat
seluruh dinding kista dan kemudian mengiritasi luka untuk
membersihkan semua isi kista. Pembedahan mungkin akan sulit jika
sudah terjadi perlengketan kista. Inflamasi preoperatif akibat dari kista
yang ruptur dapat dikontrol dengan penggunaan prednisone.
Kegagalan dari pengangkatan seluruh kista dapat mengakibatkan
inflamasi yang persisten, drainase sinus, atau rekurensi kista.13
G. Komplikasi13
Kista dermoid dapat mendesak bola mata, tergantung dari lokasi
kista.
a. Kista dermoid orbital dapat menyebabkan komplikasi neurologis
jika menekan nervus optikus atau nervus craniales III, IV, atau VI.
b. Jika kista ruptur, maka akan terdapat tanda-tanda peradangan.
c. Komplikasi operatif biasanya terdapat pada prosedur orbitotomi
antara lain, seperti:
- Kerusakan mata atau struktur adneksa, infeksi, inflamasi, dan
perdarahan dapat terjadi.
- Ekstirpasi parsial dari kista dermoid dapat menyebabkan
inflamasi yang persisten, dan kista yang berulang.

26
H. Prognosis
Secara umum, prognosis kista dermoid baik. Hal ini dapat terjadi
jika dilakukan ekstirpasi yang tepat dengan scar yang minimal.

3.3 Tumor Ganas Palpebra


1. Karsinoma Sel Basal
a. Definisi dan Epidemiologi
Karsinoma sel basal berasal dari lapisan basal epitel kulit atau dari
lapis luar sel folikel rambut. Berupa benjolan yang transparan, kadang
dengan pinggir yang seperti mutiara. Bagian sentral benjolan tersebut
lalu mencekung dan halus, seakan-akan menyembuh. Tumbuhnya
lambat dengan ulserasi. Jenis ulkus rodens tumbuh lebih cepat dan
dapat menyebabkan kerusakan hebat disekitarnya.5
Karsinoma sel basal merupakan tumor ganas paling banyak di
kelopak mata dengan frekuensi 90 – 95 % dari seluruh tumor ganas di
kelopak mata. Karsinoma sel basal banyak berlokasi di kelopak mata
bawah bagian pinggir atau palpebra inferior (50 – 60 %) dan di daerah
kantus medial (25 – 30%). Selebihnya juga bisa tumbuh di kelopak
mata atas atau palpebra superior (15 %) dan di kantus lateral (5 %).5
b. Faktor Resiko
Pasien yang memiliki faktor resiko tinggi untuk terjadinya
karsinoma sel basal adalah yang memiliki corak kulit putih, mata biru,
rambut pirang, usia pertengahan dan usia tua pada keturunan Inggris,
Irlandia, Skotlandia, dan Skandinavia. Pasien biasanya juga memiliki
riwayat terpapar sinar matahari dalam jangka waktu lama pada usia
dekade dua kehidupan. Riwayat merokok cerutu juga merupakan
resiko unruk terjadinya karsinoma sel basal. Pasien dengan karsinoma
sel basal sebelumnya, memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk
berkembang menjadi kanker kulit.5

27
c. Gejala Klinis
Tumor ini umumnya ditemukan di daerah berambut, bersifat
invasif, jarang mempunyai anak sebar atau bermetastasis. Dapat
merusak jaringan di sekitarnya terutama bagian permukaan bahkan
dapat sampai ke tulang (bersifat lokal destruktif), serta cenderung
untuk residif lebih bila pengobatannya tidak adekuat. Ulserasi dapat
terjadi yang menjalar dari samping maupun dari arah dasar, sehingga
dapat merusak bola mata sampai orbita.5
Karsinoma sel basal merupakan tumor yang bersifat radiosensitif
dengan diagnosis pasti dilihat dengan biopsi. Angka kematian untuk
karsinoma sel basal adalah 2 – 3 % karena tumor ini jarang
bermetastasis.5
d. Klasifikasi 5
Secara klinis dan secara patologi, karsinoma sel basal di bagi
menjadi empat tipe, yaitu :
a) Karsinoma sel basal tipe nodular merupakan manifestasi klinis
terbanyak dari karsinoma sel basal, keras, berbatas tegas, nodul
seperti mutiara dan disertai dengan telangiectasia and sentral
ulkus. Secara histologi, tumor ini terbentuk dari sekumpulan sel
basal yang asalnya dari lapisan sel basal epitelium dan terlihat
seperti pagar di bagian pinggir. Pada tahap permulaan, sangat
sulit ditentukan malah dapat berwarna seperti kulit normal atau
menyerupai kutil.Kumpulan sel atipik merusak permukaan
epitel, nekrosis di tengah karena lebih cekung dan timbul ulkus
bila sudah berdiameter ± 0,5 cm yang pada pinggir tumor
awalnya berbentuk papular, meninggi, anular. Bila telah
berkembang lebih lanjut, dapat melekat di dasarnya. Dengan
trauma ringan atau bila krustanya diangkat mudah terjadi
perdarahan.
b) Karsinoma sel basal tipe morphea merupakan jenis yang paling
sedikit ditemukan, tetapi tumor ini bersifat lebih agresif karena

28
dapat berkembang lebih cepat daripada karsinoma sel basal tipe
nodular. Lesi tipe morphea bersifat keras, lebih datar dengan
pinggir yang secara klinis susah ditentukan. Secara histologi,
lesi tidak terlihat seperti pagar di pinggirnya tetapi berbentuk
seperti kawat tipis yang menyebar di daerah pinggir. Di sekitar
stroma terlihat proliferasi dari jaringan penyambung menjadi
pola fibrosis. Karsinoma sel basal mulai menstimulasi
inflamasi kronis dari bagian pinggir kelopak mata dan sering
disertai dengan rontoknya bulu mata (madarosis). Invasi dari
karsinoma sel basal ke orbita bisa terjadi karena pengobatan
yang tidak adekuat, klinis yang terlambat ditemukan serta
karsinoma sel basal dengan tipe morphea.
c) Karsinoma sel basal tipe ulserative
d) Karsinoma sel basal tipe multisentrik atau superfisial terjadi
akibat blefaritis kronis dan bisa menyebar ke bagian pinggir
kelopak mata tanpa di sadari.
Ukurannya dapat berupa plakat dengan eritema, skuamasi halus
dengan pinggir yang agak keras seperti kawat dan agak
meninggi. Warnanya dapat hitam berbintik-bintik atau
homogeny.

Jenis-jenis karsinoma sel basal

29
e. Tatalaksana
Biopsi diperlukan untuk mengkonfirmasi kecurigaan secara klinis
dari karsinoma sel basal. Diagnosis yang sangat akurat bisa dijamin
jika pada setiap biopsi insisional jaringan yang akan diperiksa:
a) Mewakili keadaan lesi secara klinis
b) Ukuran yang tepat untuk pemeriksaan secara histopatologi
c) Tidak menambah trauma atau kerusakan
d) Mengikutsertakan jaringan normal di bagian pinggir sekitar daerah
yang dicurigai
Biopsi insisi merupakan salah satu prosedur yang bisa digunakan
untuk menkonfirmasi kecurigaan terhadap tumor ganas. Area dari
biopsi insisi seharusnya di potret atau di gambar dengan pengukuran
sehingga daerah asal tumor menjadi tidak sulit untuk ditemukan pada
saat prose pengangkatan tumor berikutnya.5
Biopsi eksisi bisa menjadi pertimbangan ketika lesi di kelopak
mata kecil dan tidak terlibatnya daerah di pinggir kelopak mata atau
saat lesi di pinggir kelopak mata yang berlokasi di sentral jauh dari
kantus lateral atau pungtum lakrimal. Biopsi eksisi harus diarahkan
secara vertikal sehingga tidak terjadi traksi pada kelopak mata. Jika
pinggir dari daerah kelopak mata yang di eksisi positif terdapat sel
tumor, maka area yang terlibat harus di reeksisi secara pembedahan
dengan teknik Mohs micrographic untuk mengetahui batas bawah
atau teknik frozen-section untuk mengetahui batas samping.5
Untuk menatalaksana karsinoma sel basal dapat ada beberapa
pilihan terapi, diantaranya :
A. Bedah dilakukan dengan mengeksisi tumor sampai dengan
benar-benar meninggalkan sisa. Pilihan terapi bedah :
 Eksisi dengan potong beku (frozen section)
 Bedah mikrografi Mohs
 Bedah dengan laser CO2
 Eksisi tanpa potong beku

30
Bedah merupakan pilihan terapi dari karsinoma sel basal di
kelopak mata. Bedah eksisi memberikan keuntungan dari
diangkatnya tumor secara keseluruhan dengan batas areanya
dikontrol secara histologi. Tingkat kekambuhan tumor pada terapi
bedah lebih sedikit dan lebih jarang jika dibandingkan jika diterapi
dengan modalitas terapi lain.5
Ketika karsinoma sel basal bertempat di daerah kantus
medial, sistem aliran air mata juga bisa terangkat jika dilakukan
eradikasi tumor secara komplet. Jika sistem drainase air mata telah
terangkat setelah proses eradikasi tumor, rekonstruksi sistem aliran
keluar air mata tidak bisa dilakukan sampai pasien benar-benar
bebas dari tumor. Beberapa tumor bisa menyebar ke daerah
subkutan dan tidak dapat diketahui sebelum operasi.5
Kambuhnya tumor yang sudah diangkat secara total,
infiltrasi yang lebih dalam, atau tumor tipe morphea dan tumor
yang berada di kantus medial dikelola dengan cara bedah
mikrografi Mohs. Jaringan diangkat secara lapis demi lapis dan
dibuat tipis yang dilengkapi dengan gambar 3 dimensi untuk
mengangkat tumor. Reseksi tumor secara mikrografik Mohs paling
sering digunakan untuk mengeksisi karsinoma sel basal dan
karsinoma sel skuamosa.5
Mikrografi eksisi bisa menjamin secara maksimal jumlah
jaringan yang sehat untuk tidak terlibat sehingga hanya area tumor
yang terangkat secara komplet. Kekurangan dari bedah mikrografi
Mohs ini adalah dalam mengidentifikasi batas tumor ketika tumor
sudah menginvasi daerah orbita.5
Setelah dilakukan reseksi tumor, kelopak mata seharusnya
direkonstruksi dengan prosedur okuloplastik yang terstandar.
Rekonstruksi ini penting walaupun bukan merupakan hal yang
mendesak, pembedahan awal bertujuan untuk melindungi secara
maksimal bola mata lalu diikuti dengan memperbaiki sisa kelopak

31
mata yang masih baik. Jika rekonstruksi tidak bisa dilakukan
segera, kornea harus dilindungi dengan cara menempelkan atau
sementara dengan cara menutup kelopak mata. Jika defeknya kecil,
maka granulasi jaringan secara spontan bisa menjadi alternatif
terapi.5
Untuk lesi yang nodular, angka kekambuhan jika diterapi
dengan cryotherapy lebih besar daripada setelah diterapi secara
pembedahan. Saat cryotherapy digunakan untuk menangani diffuse
sclerosing lesion, angka kekambuhan tinggi. Selain itu, secara
histologi pinggir area tidak bisa dievaluasi dengan cryotherapy.
Akibatnya, modalitas terapi ini dihindari untuk lesi yang kambuh,
lesi dengan diameter lebih dari 1 cm, dan lesi tipe morphea.
Lagipula, cryotherapy menimbulkan depigmentasi dan atropi pada
jaringan. Maka dari itu, cryotherapy untuk karsinoma sel basal
pada kelopak mata dijadikan cadangan terapi untuk pasien yang
intoleran terhadap pembedahan seperti pasien yang sangat tua yang
aktifitasnya terbatas di tempat tidur, atau pasien dengan kondisi
medis yang serius yang kontraindikasi untuk dilakukan intervensi
bedah.5
Jika tumor terbatas pada adneksa dilakukan eksisi 3-5 mm
dari batas makroskopis. Sedangkan jika tumor sudah menginvasi
orbita, maka ada dua pilihan terapi secara eksentrasi yaitu dengan
mengangkat seluruh bola mata disertai dengan adneksa mata
dengan meninggalkan bagian tulang saja, selain itu juga bisa
dilakukan radioterapi. Jika sudah menginvasi intrakranial harus
dikonsultasikan ke bagian bedah saraf.5

32
Teknik-teknik biopsi
B. Non bedah dilakukan jika lokasi cukup sulit untuk dilakukan
pembedahan, respon dari terapi non bedah cukup bagus tetapi
memiliki efek samping yang cukup banyak. Pilihan terapi non
bedah yaitu :
 Radioterapi
 Kemoterapi
 Interferon
Terapi radiasi juga bisa dipertimbangkan sebagai terapi
paliatif tetapi untuk lesi periorbita sebaiknya dihindari. Seperti
cryotherapy, terapi radiasi juga tidak bisa digunakan untuk
memantau area pinggir tumor secara histologi. Angka
kekambuhan jika diterapi dengan radiasi juga lebih tinggi jika
dibandingkan dengan terapi pembedahan. Ditambah lagi,
kekambuhan setelah radiasi sulit untuk dideteksi. Kekambuhan
ini timbulnya lebih lama setelah terapi awal dan lebih sulit untuk
menangani secara pembedahan karena telah terjadi perubahan
dari struktur jaringan yang telah diradiasi sebelumnya.5
Komplikasi yang terjadi akibat terapi radiasi diantanya
adalah timbulnya sikatrik pada kelopak mata, pembentukan scar
pada drainase air mata disertai dengan obstruksi, keratitis sica.
Radiasi juga merangsang timbulnya keganasan baru atau cedera
pada bola mata yang timbul jika bola mata tidak dilindungi
selama terapi.5

33
2. Karsinoma Sel Skuamosa
Merupakan tumor ganas kelopak mata tersering kedua.
Insidensinya hanya 5% jauh lebih kecil dari insidensi karsinoma sel basal.
Umumnya sering muncul dari batas kelopak mata (gabungan kulit dengan
mukosa) pada pasien yang tua. Dapat mengenai kelopak mata atas dan
bawah.2
Gejala klinis dapat muncul dalam 2 bentuk yaitu sebuah luka
dengan batas tinggi dan keras yang paling sering. Kedua adalah bentuk
seperti jamur atau polip verukosa tanpa ada luka, tetapi jarang muncul.2
Karsinoma sel skuamosa dapat bermetastatis ke kelenjar getah
bening preaurikular dan submandibular. Penemuan histologinya ditandai
dengan proliferasi tidak teratur dari sel epidermis turun ke sel dermis.
Dalam bentuk sempurnanya, sel ganas ini berbentuk lingkaran seperti
mutiara yang tengahnya terdiri dari lapisan keratin yang tipis.2
Untuk pengobatan karsinoma sel skuamosa sama dengan
pengobatan karsinoma sel basal.

3. Karsinoma kelenjar sebasea


A. Epidemiologi dan Etiologi
Etiologi dari karsinoma kelenjar sebasea adalah idiopatik. Jarang
muncul pada anak-anak, dengan frekuensi tertinggi muncul pada orang
dengan umur 60-79 tahun. Karsinoma kelenjar sebasea merupakan
keganasan keempat pada daerah kelopak mata di Amerika Serikat
(Karsinoma sel basal, Karsinoma sel skuamosa, dan melanoma

34
merupakan 3 kasus tertinggi) dan merupakan keganasan tertinggi
kedua di Cina (Karsinoma sel basal kasus tertinggi).14
Insiden karsinoma sel sebasea adalah 3,2% diantara tumor ganas
dan 0,8% dari seluruh tumor palpebra. Angka kematiannya berkisar
sekitar 22%. Karsinoma sel sebasea paling sering terjadi pada
perempuan dibandingkan lelaki, terutama pada usia 70 tahun keatas.15
B. Gejala dan Tanda
Karsinoma kelenjar sebasea bisa menunjukkan gambaran klinis
berspektrum luas. Biasanya, berbentuk nodul yang kecil, keras seperti
khalazion. Sering terlihat seperti khalazion yang tidak khas atau
berulang, menunjukkan konsistensi yang kenyal. Beberapa pasien
dengan karsinoma kelenjar Meibom mempunyai penebalan berbentuk
plak yang difus dari tarsus atau sebuah pertumbuhan berbentuk jamur
atau papilloma menyerupai papilloma sel skuamosa atau karsinoma sel
skuamosa papilla. 15
Tempat predileksinya terdapat pada palpebra superior dan terlihat
massa bewarna kuning yang berisi lemak, massa ini juga dapat berupa
papil-papil. Tumor pada pinggir palpebra bisanya menyebabkan
hilangnya bulu mata. Biasanya, lesi tidak nyeri, berindurasi atau
berulkus diikuti dengan hilangnya silia pada daerah khalazion
berulang.15
Pada kondisi inflamasi seperti blepharoconjungtivitis atau
keratokonjungtivitis juga dapat menyertai karsinoma sel sebasea.15

35
C. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosa pasti dari karsinoma sel sebasea ini
dilakukan biopsi.14
D. Diagnosis banding
Diagnosis banding karsinoma sel sebasea dapat dibagi menjadi
dua. Yaitu, menurut gejala klinis dapat di diagnosa banding dengan
chalazion, blepharoconjungtivitis atau keratokonjungtivitis. Secara
histopatologis dapat didiagnosa banding dengan karsinoma sel basal,
karsinoma mukoepidermoid dan hemangioma.14
E. Tatalaksana
Pada penatalaksanaan karsinoma sel sebasea dilakukan terapi
bedah. Pengobatan bertujuan untuk mengangkat lesi yang ganas untuk
mencegah penyebaran local ataupun sistemik. Pengobatan dari
karsinoma kelenjar sebasea adalah operasi eksisi yang adekuat, dengan
batasan operasi yang luas dengan control potongan beku segar untuk
menggambarkan pinggiran tumor. Evaluasi nodul limfatik diperlukan
untuk menilai metastase.14,16
Jika terdapat keterlibatan difus dari kedua bola mata atas dan
bawah, diperlukan tindakan eksentrasi. Buatkan biopsy pada area
konjungtiva yang hyperemia yang dicurigai karsinoma kelenjar
sebasea pada waktu operasi.14

36
F. Prognosis
Karsinoma kelenjar sebasea dari kelopak mata dapat berhubungan
dengan bagian yang agresif dan prognosa yang buruk. Identifikasi
faktor-faktor risiko dengan pasti membantu menemukan pasien-pasien
yang mungkin memperoleh keuntungan dari terapi yang lebih
agresif.14,15
Indikator-indikator prognosa buruk, keterlibatan kelopak mata atas,
durasi gejala lebih dari 6 bulan, bentuk pertumbuhan yang infiltrative,
diferensiasi sebasea sedang sampai buruk, asal multisentrik, karsinoma
intraepitel (penyebaran pagetoid), invasi vascular dan saluran limfatik,
invasi ke orbita, ukuran lebih dari 10 mm.14
Dengan eksisi luas dan tanpa bukti metastase, hasil operasi dapat
mencegah keganasan. Meskipun demikian, lesi-lesi sebasea
mempunyai insiden kekambuhan dan metastase.14

4. Melanoma Maligna Palpebra


A. Epidemiologi
Melanoma adalah tumor palpebra berpigmen yang jarang yang
harus dibedakan dari Nevi dan karsinoma sel basal. Terdapat
peningkatan 4% kejadian melanoma maligna yang didiagnosa setiap
tahun. Ada 51.400 kasus baru melanoma didiagnosa pada tahun 2002
dengan 7.800 kematian. 25% pasien melanoma maligna dijumpai pada
umur di bawah 40 tahun.17
Meloma hanya ditemukan 1% dari keseluruhan lesi palpebra.
Kenyataannya, walaupun hanya 3% dari semua kanker kulit
melanoma, ini sangat penting karena lebih dari dua pertiga dari semua
kematian akibat kanker kulit yang disebabkan melanoma maligna.
Oleh karena itu, penting untuk mengenali lesi jinak dan ganas kelopak
mata, terutama ketika berpigmen.18

37
B. Faktor Risiko
Mereka yang paling berisiko untuk berkembangnya melanoma
adalah kelompok yang mempunyai riwayat melanoma dalam keluarga
dan pasien dengan nevus displastik. Kelompok berisiko tinggi adalah
pasien dengan xeroderma pigmentosa, pasien dengan limfoma non-
Hodgkin, dan pasien dengan transplantasi organ atau AIDS. Pasien
melanoma memiliki risiko tinggi lima kali lipat untuk mengidap
melanoma kedua.17

C. Diagnosis
Ciri khas dari melanoma maligna adalah pigmentasi variabel (yaitu
sebuah lesi dengan tingkat warna coklat, merah, putih, biru atau hitam
gelap) batas tidak tegas, ulserasi dan perdarahan. Melanoma palpebra
yang melibatkan konjungtiva biasanya lebih agresif daripada yang
terbatas di kulit palpebra.18
Perubahan tampilan pada lesi berpigmen memerlukan biopsi eksisi
pada lesi. Evaluasi sistemik untuk metastasis regional atau jauh
diperlukan bila didiagnosis melanoma.18
Clark dan Breslow membagi kedalaman invasi ke dalam lima
tingkat anatomis:18
 Tingkat 1 hanya terbatas pada epidermis (in situ).
 Tingkat 2 menembus papiler dermis.
 Tingkat 3 mengisi papila dermis.
 Tingkat 4 meluas ke reticular dermis.
 Tingkat 5 tumor meluas ke dalam jaringan subkutan.

38
D. Penatalaksanaan
Terapi bedah dapat dilakukan untuk alasan kosmetik atau
kecurigaan keganasan pada lesi jinak berpigmen. Prosedur pilihan
untuk pengobatan melanoma maligna kulit kelopak mata adalah eksisi
bedah lebar dengan 1 cm margin kulit dikonfirmasi oleh histologi.
Pemotongan kelenjar getah bening regional harus dilakukan untuk
tumor yang lebih besar dari 1,5 mm secara mendalam dan / atau untuk
tumor yang menunjukkan bukti penyebaran vaskular atau limfatik.19
Laser dapat digunakan untuk lesi berpigmen kelopak mata tertentu,
sebuah penelitian terbaru telah menunjukkan kasus uveitis bilateral
setelah terapi laser pada lesi kelopak mata berpigmen.19

39
DAFTAR PUSTAKA

1. American Academi of Opthalmologi Palpebral Tumours. 2012,


http://www.americanacademi.com/wpcontent/,uploads/2012/10/OS_Chapter-
12-Palpebral-tumours.pdf.
2. Khurana AK. Comprehensive Ophtalmology ed.4rd. New Delhi: New age
international ; 2007.
3. Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum ed.17.
Terj.Brahm UP. Jakarta: ECG; 2013.
4. American Academy of Ophtalmology, 2012. Orbital Anatomy, In: Orbit,
Eyelids, and Lacrimal System. Chapter 1. Section 7. American Academy of
Ophtalmology, 5-19.
5. American Academy of Ophtalmology. Orbit, Eyelids, and Lacrimal System.
Basic and Clinical Science Course, Section 7. The Foundation of AAO. San
Fransisco: American Academy of Ophtalmology.
6. Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS. Dermal Neoplasms. In: Skuta GL, Cantor
LB, Weiss JS. Basic and Clinical Science Course: Ophthalmic Pathology and
Intraocular Tumors 2011-2012. Singapore: American Academy of
Ophthalmology; 2011. p. 219-20
7. Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS. Benign Tumors. In: Skuta GL, Cantor LB,
Weiss JS. Basic and Clinical Science Course: Pediatric Ophthalomology and
Strabismus 2011-2012. Singapore: American Academy of Ophthalmology;
2011. p. 338-41.
8. Hamzah M. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2005. Hal 242-4
9. Marchuk DA. Pathogenesis of Hemangioma. Journal Clinical Investigations
Vol.107; 2001
10. Mulliken J.B. Vascular Anomalies. In: Aston S, Beasley R, Thorne C, Editors.
Grabb and Smith’s Plastic Surgery. 5th ed. Philadelphia : Lippincot-Raven
Publ; 1997. p. 191-200

40
11. Jiyo Shin, MD. Case Report: Sebaceous Cell Carcinoma of the Upper Eyelid
in an Older Patient. Avalaible at :
http://www.aafp.org/afp/2010/1101/p1046.html
12. Nurchaliza Hazaria Siregar. Karsinoma Kelenjar Sebasea. Avalaible at :
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/15599/1/mkn-mar2006-%20(8).pdf
13. Sukmawati, T.T., Gabriela, R. Diagnosis dan Tatalaksana Karsinoma Sel
Basal. Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran
Universitas Tarumanagara, Jakarta, Indonesia.
14. Mark R. Levine, MD, FACS. Malignant Melanoma of the Eyelids an
Increasing Threat. 2003.
Available from: URL: http://www.osnsupersite.com/view.aspx?rid=6622.
15. Mounir Bashour, MD, CM, FRCS(C), PhD, FACS. Pigmented Lesions of the
Eyelid. 2008. Available from: URL: http://emedicine.medscape.com/.
Accessed 17 Agustus, 2012.
16. Rahmadani, A. dan Rizky, O. 2012. Referat Tumor Palpebra dan
Penatalaksanaannya. Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Surakarta. Surakarta.
17. Hasan Q, Tan T.S, Gush J, Peters S, Davis P. Steroid Therapy of a
Proliferating Hemangioma: Histochemical and Molecular Changes. J Pediatr
2000; 105: 117-20.
18. Oski F, Deangelis C, Feigen R. Hemangioma. In: Julia A. McMillan,
Catherine D. Deangelis, Ralph D, editors. Principle and Practice of Pediatrics.
2nd edition. Philadelphia : WB Saunders Co; 1999. p.802-12
19. Jerry A, Carol, Shield, Orbital Dermoid Cyst, in jonathan W, Anne jacobs,
editors. Eyelid, conjungtival and orbital tumors 2nd edition. Philadelphia :
Wolters Klowers 2008, p.476-489.

41

Anda mungkin juga menyukai