Anda di halaman 1dari 13

Bab II

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Pada ilmu fisika, radiasi menggambarkan setiap proses dimana energy bergerak melalui
media atau ruang, lalu diserap oleh benda lain. Kata lain yang cukup terkenal adalah istilah
radiasi ionisasi (pada senjata nuklir, reactor nuklir dan zat radioaktif), namun juga dapat
menunjuk kepada radiasi elektromagnetik (gelombang radio, infra merah, cahaya tampak, untra
violet, dan x-ray), radiasi akustik dan lain-lain. Lalu apakah yang membuat radiasi itu sendiri
adalah energy memancarkan dari suatu sumber (bergerak keluar dalam garis lurus ke segala
arah). Pada pengukuran ini secara alamiah mengarah pada sistem pengukuran dan juga unit fisik
yang sama yang berlaku untuk semua jenis radiasi. Beberapa radiasi yang dapat berbahaya.

Radiasi diukur dalam berbagai unit yang berbeda :

Roentgen ( R ) mengukur radiasi dalam udara


Gray ( G ) merupakan jumlah energy yang benar-benar diserap oleh berbagai jaringan
atau bahan yang terkena radiasi
Beberapa jenis radiasi lebih bisa menyerang organisme biologis, karena itu digunakan
aturan satuan Sievert ( Sv ) untuk menggambarkan kekuatan efek radiasi pada tubuh
dengan jumlah energy terserap.

Radiasi Pengion

Beberapa jenis radiasi memiliki energy yang cukup mengionisasi partikel. Secara umum,
hal ini melibatkan sebuah electron yang terlempar dari cangkang atom electron, yang akan
memberikan muatan (positif). Hal ini sering mengganggu dalam sistem biologi, dan dapat
menyebabkan mutasi dan kanker.

Tiga jenis utama radiasi ditemukan oleh Ernest Rutherford, Alfa, Beta, Sinar Gamma. Radiasi
tersebut ditemukan melalui percobaan sederhana.

Radiasi Alpha
Peluruhan Alpha adalah jenis peluruhan radioaktif dimana inti atom memancarkan pertikel alpha,
dan dengan demikian mengubah (meluruh) menjadi atom dengan nomor massa 4 kurang dan
nomor 2 kurang. Namun karena massa partikel yang tinggi sehingga memiliki sedikit energy dan
jarak yang rendah, partikel alfa dapat dihentikan dengan selembar kertas.

Radiasi Beta

Peluruhan beta adalah peluruhan radioaktif dimana partikel beta (electron atau positron)
dipancarkan. Radiasi ini dibagi Beta minus dan Beta plus. Yang mempunyai karakteristik yang
berbeda.

Radiasi Gamma

Sinar Gamma adalah sebuah bentuk energi dari radiasi elektromagnetik yang diproduksi oleh
radioaktivitas atau proses nuklir. Radiasi ini dapat bergerak melewati sebuah materi, maka
penyerapan radiasi gamma proporsional sesuai deangan ketebalan permukaan materi tersebut.

Radiasi Non-Pengion

Berbeda dengan radiasi pengion, jenis radiasi ini tidak membawa energi yang cukup
sampai untuk mengionisasi atom atau molekul. Dampak biologisnya terhadap makhluk hidup
sedang diteliti lebih lanjut.

Radiasi Neutron

Radiasi ini dapat terjadi spontan maupun induksi nuklir, neutron ini mudah bereaksi dengan inti
atom dari berbagai elemen, membuat isotope yang tidak stabil dank arena itu mendorong
radioaktivitas dalam materi yang sebelumnya non-radioaktif. Proses ini disebut aktivasi neutron.

Radiasi Elektromagnetik

Radiasi ini memiliki komponen medan listrik dan magnetic yang berosilasi pada fase saling
tegak lurus dan ke arah propagasi energy. Energi elektromagnetik membawa energy dan
momentum, yang dapat disampaikan ketika berinteraksi dengan materi.

Cahaya
Cahaya adalah radiasi elektromagnetik dari panjang gelombang yang terlihat oleh manusia skitar
400 700 nm. Menurut para peneliti cahaya dianggap sebagai radiasi elektromagnetik dari
semua panjang gelombang, baik yang terlihat maupun tidak terlihat.

Radiasi termal

Radiasi jenis ini adalah proses dimana permukaan benda memancarkan energy panas dalam
bentuk gelombang elektromagnetik. Radiasi infra merah dari radiator rumah tangga biasa atau
pemanas listrik adalah contoh radiasi termal, contoh lain juga adalah panas yang dihasilkan bola
lampu pijar bercahaya.

Radiasi Terhadap Aspek Keselamatan Kerja

Untuk bekerja dengan aman, maka oleh Komisi Internasional Proteksi Radiologi (ICRP)
dan Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) telah dilakukan penelitian yang menghasilkan
Nilai-Nilai Batas Yang Diizinkan. Nilai tersebut digunakan sebagai pegangan dalam perumusan
ketentuan kerja yang akan dikeluarkan oleh instansi yang berwenang.

Keselamatan Kerja terhadap radiasi diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
No.11 tahun 1975 dimana pada Bab 1 Pasal 1 Ketentuan Umum dijelaskan bahwa :

1. Dosis Radiasi : adalah jumlah energy yang dipindahkan dengan jalan ionisasi kepada
suatu volume tertentu atau kepala seluruh tubuh, yaitu biasanya disamakan dengan
jumlah energi yang diserap oleh jaringan atau zat lainnya tiap satuan massa pada tempat
pengukuran, sedangkan satuannya ialah radiasi ekuivalen dengan jumlah energy yang
diserap sebesar 100 erg tiap gram zat yang terkena radiasi itu.
2. Nilai Batas yang diizinkan : adalah dosis radiasi yang masih dapat diterima oleh
seseorang tanpa menimbulkan kelainan-kelainan genetik atau somatic yang berarti
menurut tingkat kemajuan / pengetahuan pada dewasa ini, tidak termasuk tujuan
kedokteran.
3. Petugas Proteksi Radiasi : adalah petugas yang ditunjuk oleh Penguasa Instalasi Atom
dan oleh Instansi. Yang berwenang dinyatakan mampu melaksanakan pekerjaan-
pekerjaan yang berhubungan dengan persoalan proteksi radiasi.
4. Ahli Proteksi Radiasi : adalah seseorang yang telah mendapat pendidikan khusus dalam
keselamatan kerja terhadap terhadap radiasi yang menurut penilaian Instansi yang
berwenang dianggap mempunyai cukup keahlian dan kemampuan untuk menyelesaikan
persoalan-persoalan yang berhubungan dengan proteksi radiasi dan diangkat oleh
Depnakertrans atas usul instansi yang berwenang.
5. Pekerja Radiasi: adalah setiap orang yang karena jabatannya atau tugasnya selalu
berhubungan dengan medan radiasi dan oleh Instansi Yang Berwenang senantiasa
memperoleh pengamatan tentang dosis-dosis radiasi yang diterimanya.
6. Penguasa Instalasi Atom: adalah Kepala /Direktur Instalasi Atom atau orang lain yang
ditunjuk untuk mewakilinya.
7. Kecelakaan: adalah suatu kejadian di luar dugaan yang memungkinkan timbulnya bahaya
radiasi, dan kontaminasi, baik bagi pekerja radiasi maupun, bukan pekerja radiasi.
8. Sampah Radioaktif: adalah zat-zat radioaktif dan bahan-bahan serta peralatan yang telah
terkena zat-zat radioaktif atau menjadi radioaktif karena operasi-operasi nuklir dan tidak
dapat dipergunakan lagi.
9. Instansi Yang Berwenang: adalah Badan Tenaga Atom Nasional.

BAHAYA RADIASI

Cedera jaringan dapat terjadi dari akibat pemaparan singkat radiasi tingkat tinggi atau
pemaparan jangka panjang radiasi tingkat rendah. Beberapa efek yang merugikan dari radiasi
hanya berlangsung singkat, sedangkan efek lainnya bisa menyebabkan penyakit menahun atau
kronik. Efek dini dari radiasi dosis tinggi akan tampak jelas dalam waktu beberapa menit atau
beberapa hari. Efek lanjut mungkin baru tampak beberapa minggu, bulan atau bahkan bertahun-
tahun kemudian yang belum tentu dapat diprediksi. Mutasi / perubahan bahan genetik dari sel-sel
organ kelamin akan tampak jelas hanya jika korban pemaparan radiasi memiliki anak, dimana
anaknya mungkin terlahir dengan kelainan genetic atau bawaan.

Efek kerusakan yang terjadi tergantung pada hal berikut :

a. Jumlah (dosis)
Dosis tunggal yang diberikan dalam waktu singkat bisa berakibat fatal, tetapi dosis yang
sama yang diberikan selama beberapa minggu atau beberapa bulan bisa hanya
menimbulkan efek yang ringan.
b. Lamanya pemaparan
c. Kecepatan pemaparan.
Jumlah dosis total dan kecepatan pemaparan menentukan efek radiasi terhadap bahan
genetik pada sel tubuh.
d. Banyaknya bagian tubuh yang terkena radiasi
Jika disebarluaskan ke seluruh permukaan tubuh, radiasi yang lebih besar dari 6 Gray
biasanya menyebabkan kematian, tetapi jika hanya diarahkan kepada sebagian kecil
permukaan tubuh (seperti yang terjadi pada terapi kanker), maka 3-4 kali jumlah tersebut
bisa diberikan tanpa menimbulkan efek yang berbahaya bagi tubuh.
e. Penyebarluasan radiasi di dalam tubuh
Bagian tubuh dimana sel-sel membelah dengan cepat (misalnya usus dan sumsum
tulang), lebih mudah mengalami kerusakan akibat radiasi daripada sel-sel yang
membelah secara lebih lambat (misalnya otot dan tendo). Oleh sebab itu, selama
menjalani terapi radiasi untuk kanker, diusahakan agar bagian tubuh yang lebih peka
terhadap radiasi dilindungi sehingga bisa digunakan radiasi dosis tinggi.

Kecepatan dosis adalah jumlah radiasi yang diterima seseorang selama periode waktu tertentu.
Kecepatan dosis radiasi dari lingkungan yang tidak dapat dihindari adalah rendah, yaitu sekitar
1-2 miligray/tahun (1 miligray sama dengan 1/1,000 gray), yang tidak menimbulkan efek pada
tubuh. Efek radiasi bersifat kumulatif, setiap pemaparan baru akan ditambahkan kepada
pemaparan sebelumnya untuk menentukan dosis total dan kemungkinan efeknya pada tubuh.
Semakin tinggi kecepatan dosis atau dosis totalnya, maka semakin besar kemungkinan timbulnya
risiko.

GEJALA

Pemaparan radiasi menyebabkan 2 jenis cidera, yaitu akut (segera) dan kronik (menahun).

Sindroma radiasi akut bisa menyerang berbagai organ yang berbeda:

Sindroma otak terjadi jika dosis total radiasi sangat tinggi (lebih dari 30 gray) dan selalu
berakibat fatal. Gejala awal berupa mual dan muntah, lalu diikuti oleh lelah, ngantuk dan
kadang koma. Gejala ini kemungkinan besar disebabkan oleh adanya peradangan otak.
Beberapa jam kemudian akan timbul tremor (gemetar), kejang, tidak dapat berjalan dan
kematian.
Sindroma saluran pencernaan terjadi akibat dosis total radiasi yang lebih rendah (tetapi
tetap tinggi, yaitu 4 gray atau lebih). Gejalanya berupa mual hebat, muntah dan diare,
yang menyebabkan dehidrasi berat. Pada awalnya gejala timbul akibat kematian sel-sel
yang melapisi saluran pencernaan. Gejala tetap ada akibat lepasnya lapisan saluran
pencernaan secara progresif dan akibat infeksi bakteri. Pada akhirnya, sel-sel yang
menyerap zat gizi dihancurkan seluruhnya dan darah merembes dari daerah yang terluka
ke dalam usus. Mungkin akan tumbuh sel-sel yang baru, biasanya dalam waktu 4-6 hari
setelah pemaparan. Tetapi meskipun terjadi pertumbuhan sel yang baru, penderita
sindroma ini kemungkinan akan meninggal karena adanya gagal sumsum tulang, yang
biasanya terjadi 2-3 minggu kemudian.
Sindroma hematopoeitik menyerang sumsum tulang, limpa dan kelenjar getah bening,
yang kesemuanya merupakan tempat pembentukan sel-sel darah yang utama. Sindroma
ini terjadi jika dosis total mencapai 2-10 gray dan diawali dengan berkurangnya nafsu
makan, apati, mual dan muntah. Gejala yang paling berat terjadi dalam waktu 6-12 jam
setelah pemaparan dan akan menghilang dalam waktu 24-36 jam setelah pemaparan.
Selama periode bebas gejala, sel penghasil darah di dalam limpa, kelenjar getah bening
dan sumsum tulang, mulai berkurang sehingga sel-sel darah merah dan putih pun sangat
berkurang. Kekurangan sel darah putih seringkali menyebabkan terjadinya infeksi yang
berat. Jika dosis total lebih dari 6 gray, maka biasanya kelainan fungsi hematopoietik dan
saluran pencernaan akan berakibat fatal.

GANGGUAN HEMATOLOGI AKIBAT RADIASI

Mengevaluasi disabilitas pada penderita dengan gangguan hematologi lebih kompleks


daripada mengevaluasi disabilitas pada gangguan organ tubuh lainnya. Dimana bila seseorang
dengan gangguan hematologi akan berlanjut dengan mengalami gangguan fungsi organ tubuh
lainnya dan mempengaruhi kemampuannya dalam beraktifitas dan bekerja.

Gangguan hematologi dikelompokkan berdasarkan gangguan yang ditimbulkan pada tubuh yang
berdampak terhadap aktifitas sehari hari Activities of Daily Living (ADLs),yaitu Red blood cell
diseases, White blood cells diseases, Coagulation diseases, thrombosis dan AIDS.

Pada makalah ini akan dijelaskan gangguan hematologi terbanyak yang disebabkan oleh radiasi
yaitu yaitu Red blood cell diseases,White blood cells diseases, beserta penetapan kecacatan yang
ditimbulkannya.
a. Red blood cell diseases

Anemia didefinisikan sebagai penurunan jumlah sel darah merah dengan berkurangnya
hemoglobin (Hb) yang menyebabkan gangguan yang disebabkan menurunnya kapasitas sel darah
merah mengikat oksigen.

Penyebab dari anemia sangat bermacam-macam, bagaimanapun tingkat gangguan lebih


berhubungan dengan keparahan anemianya sendiri daripada etiologinya.

Tanda dan gejala Anemia diantaranya :

1. Sesak dan sulit bernafas


2. Pusing
3. Berdebar debar/Palpitasi
4. Mudah lelah/fatique
5. Kulit terlihat pucat/anemis
6. Takikardi
7. Systolic Ejection murmur

Gangguan pada RBC atau sel darah merah akan menyebabkan anemia, dimana terjadi
penurunan kemampuan membawa oksigen yang akan menyebabkan cepat lelah dan fatique.
Mekanisme yang terjadi terdiri dari gangguan produksi di sumsum tulang (seperti pada
leukemia), meningkatnya destruksi sel darah merah (Anemia Hemolytics), atau perdarahan
(gangguan sistem pembekuan). Apapun penyebabnya anemia akan menyebabkan kesakitan dan
penurunan fungsi tubuh ataupun kecacatan yang berarti .

Cardiopulmonary Exercise Stress Test (CPEST) sangat berguna untuk mengukur disabilitas yang
disebabkan oleh anemia. Kemampuan exercise maksimum seseorang bisa dihitung dan
dibandingkan dengan jenis pekerjaannya berdasarkan energi yang terpakai untuk setiap
aktifitasnya.

Anemia paling sering terjadi pada penderita leukemia akut, dan sering pula terjadi pada penderita
leukemia kronis. Tingkat hemoglobin dalam darah biasanya berhubungan dengan level fatique,
walaupun kadang ada perbedaan antar individu untuk suatu jenis pekerjaan yang sama dan level
anemia yang sama.
Klasifikasi yang dianjurkan untuk penentuan ADLs untuk gangguan hematologi terdapat pada
tabel di bawah ini, dengan mengambil riwayat penyakit penderita, pemeriksa menentukan
kemampuan pekerja sebelum sakit dan membandingkannya dengan aktivitas pada saat evaluasi
dengan kadar hemoglobin yang rendah.

Klasifikasi Fungsional Gangguan Sistem Hematologi

Kelas Deskripsi

I ( None ) Tidak ada tanda/gejala, hasil lab (+), dapat bekerja


seperti biasa

II (Minimal) Tanda/ Gejala (+), ada sedikit kesulitan dan melakukan


pekerjaan biasa

III (Moderate) Tanda/ Gejala (+), kadang kadang membutuhkan


bantuan dalam melakukan pekerjaan sehari hari

IV (Marked) Tanda/ Gejala (+), membutuhkan bantuan dalam


melakukan pekerjaan sehari hari hampir setiap waktu

Petunjuk dari AMA, edisi 5 juga menggunakan pengelompokan berdasarkan transfusi


darah untuk menentukan tingkat impairment. Frekwensi transfusi darah yang diperlukan seorang
penderita Anemia digolongkan dari penyebab anemianya. Anemia Hemolitik dan anemia yang
disebabkan perdarahan akut akan memerlukan transfusi yang lebih sering, sedangkan anemia
yang lebih stabil seperti Sickle cell anemia and hemoglobinopathy lainnya lebih jarang.

Maka dari itu, bagaimanapun mekanisme terjadinya anemia, setelah keadaan hematologinya
stabil, dengan menentukan CPEST, frekwensi transfusi dan Tabel Klasifikasi Fungsional
Gangguan Hematologi maka pemeriksa dapat membuat assessment ketidakmampuannya.
Parameter yang digunakan untuk menunjukkan tingkat gangguan/impairment ditunjukkan oleh
tabel di bawah ini:

Kriteria Rating Gangguan Fungsi Permanent yang disebabkan Anemia

Kelas I : 0% - 10 % Kelas II : 11% -30% Kelas III : 31% Kelas IV : 11%


gangguan fungsi gangguan fungsi -70% gangguan -30% gangguan
pada seseorang pada seseorang fungsi pada fungsi pada
seseorang seseorang
Gejala (-) Gejala minimal Gejala moderate Gejala moderate -
severe

Hemoglobin 10-12 Hemoglobin 8-10 Hemoglobin 5-8 g/dl Hemoglobin 5-8 g/dl
g/dl g/dl

Tidak diperlukan Tidak diperlukan Transfusi 2-3 U Transfusi 2-3 U


transfusi transfusi diperlukan tiap 4-6 diperlukan tiap 2
minggu minggu

Cara yang paling mudah untuk mengestimasi gangguan/impairment secara klinis ialah dengan
skala kemampuan yang dibuat untuk pasien dengan kanker.

b. White Blood Cell Diseases

Keabnormalitasan proliferasi dari sel darah putih (leukosit) menyebabkan apa yang
disebut Leukemia. Dimana penderita Leukemia akan lebih mudah mengalami infeksi. Sebuah
infeksi sederhana akan mematikan bagi penderita Leukemia.

Leukemia dibagi menjadi, akut dan kronik, myeloid, lymphoid dan monisitoid.

Leukemia Akut timbul secara cepat dan apabila tidak diobati secara tuntuas dapat berakibat
kematian dalam beberapa bulan. Leukemia kronik lebih tidak nyata saat timbulnya dan individu
tersebut bisa terus bekerja. Sampai remisi total dicapai, orang dengan Leukemia tetap dianggap
belum mampu.

Hitung leukosit biasanya belum meningkatkan resiko terkena infeksi sampai jumlahnya turun
dibawah 5000/cc. Penurunan Hitung Leukosit biasanya terjadi pada keganasan (Leukemia),
reaksi obat (agranulositosis),idiopatik atau karena bahan kimia (anemia aplastik).

Leukemia kronik pembagiannya tergantung pada derajat ketidakmampuan yang dimiliki oleh
masing masing orang. Beberapa pasien dengan CML (Chronic Lymphocytic Leukemia)
memerlukan intervensi yang lama. Dan oleh sebab itu ketidakmampuan pada Leukemia Kronik
terbatas pada periode perawatan intensif yang diperlukan atau pada stage akhir ketika sudah
sampai keadaan terminal.

Beberapa parameter yang digunakan untuk untuk menilai ketidak mampuan pada penderita
gangguan White Blood Cell (Sel Darah Putih).
Kriteria Rating Gangguan Fungsi Permanent yang disebabkan Gangguan Sel Darah Putih

Kelas I :0% - 15 % Kelas II : 16% -30% Kelas III : 31% Kelas IV : 56%
gangguan fungsi gangguan fungsi -55% gangguan -100% gangguan
pada seseorang pada seseorang fungsi pada fungsi pada
seseorang seseorang

Gejala (+) Gejala (+) Gejala (+) Gejala (+)


abnormalitas leukosit abnormalitas leukosit abnormalitas leukosit abnormalitas leukosit

Tidak memerlukan Bisa melakukan Kemampuan Memerlukan


perawatan kegiatan sehari hari melakukan kegiatan perawatan
namun memerlukan sehari hari kadang berkelanjutan
perawatan terganggu dan
Bisa melakukan berkelanjutan memerlukan bantuan Mengalami kesulitan
hamper seluruh untuk melakukan
kegiatan sehari hari kegiatan sehari
hari,memerlukan
bantuan dari orang
lain.

Walaupun penyebab leukemia belum sepenuhnya diketahui, sejumlah faktor terbukti


berpengaruh dan dapat menyebabkan leukemia, baik faktor intrinsik (host) ataupun faktor
ekstrinsik (lingkungan).

A. Faktor intrinsik

Keturunan

Leukemia tidak diwariskan, tetapi sejumlah individu memiliki faktor predisposisi untuk
mendapatkannya. Risiko terjadinya leukemia meningkat pada kembar identik penderita
luekemia akut, demikian pula walaupun jarang, pada saudara lainnya.

Kelainan kromosom

Kejadian leukemia meningkat pada penderita dengan kelainan fragilitas kromosom


(Sindrom Bloom dan Anemia Fanconi) atau pada penderita dengan jumlah kromosom
yang abnormal seperti pada Sindrom Down, Klinefelter dan Turner.

Defisiensi imun
Sistim imunitas tubuh kita memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi sel yang
berubah menjadi sel ganas. Gangguan pada sistim tersebut dapat menyebabkan beberapa
sel ganas lolos dan selanjutnya berproliferasi hingga menimbulkan penyakit.

Disfungsi sumsum tulang, seperti sindrom mielodisplastik, mieloproliferatif, anemia


aplastik dan hemoglobinuria nokturnal paroksismal.

B. Faktor Lingkungan

Radiasi

Adanya efek leukemogenik dan ionisasi radiasi, dibuktikan dengan tingginya insidens
leukemia pada ahli radiologi (sebelum ditemukannya alat pelindung), penderita dengan
pembesaran kelenjar timus, ankilosing spondilitis, dan penyakit Hodgkin yang mendapat
terapi radiasi. Diperkirakan 10 persen penderita leukemia memiliki latar belakang radiasi.
Bukti yang kuat adalah tingginya insidens leukemia setelah peristiwa pemboman
Hiroshima dan Nagasaki.

Bahan kimia dan obat-obatan

Pemaparan terhadap benzen dalam jumlah besar dan berlangsung lama dapat
menimbulkan leukemia. Kejadian ini akan sangat meningkat pada penderita anemia
aplastik. Demikianpula halnya setelah pengobatan dengan obat golongan antrasiklin.

Infeksi

Belum dapat dibuktikan bahwa penyebab lekemia pada manusia adalah virus, walaupun
ada beberapa penelitian yang menyokong teori tersebut antara lain dengan ditemukannya
enzim reverse transcriptase dalam darah penderita leukemia.

KEGANASAN AKIBAT RADIASI

Ketidakmampuan yang disebabkan oleh keganasan bisa terjadi akibat dari kanker primer,
proses metastase, atau efek toksik dari radiasi, kemoterapi dan imunoterapi.
Radiasi yang yang dihasilkan dari radioterapi dihubungkan dengan terjadinya fatigue, perubahan
warna kulit, fibrosis jaringan, supresi sumsum tulang. Efek ini biasanya sementara, namun pada
beberapa orang bisa menetap lama.

Daripada itu pasien dengan keganasan dapat memiliki ketidakmampuan sementara, parsial, atau
permanent tergantung pada multifaktor, timbulnya penyakit pertama kali, derajat perluasan
penyakit, toksisitas yang timbul dari terapi, dan respons keseluruhan terhadap terapi.

Dua skala yang umum digunakan untuk status performance adalah Karnofsky Scale dan Eastern
Cooperative Oncology Group Performance Status Scale. Hal ini merujuk pada level kapasitas
kemampuan individu tersebut.

Pada skala Karnofsky, pasien dengan status performans 90-100% (atau ECOG skala 0) harusnya
bisa bekerja pada sefala jenis pekerjaan., pasien dengan status performa 80% (atau ECOG skala
1) bisa melakukan minimal pekerjaan di kantor. Sementara pasien dengan status performa
dibawah 70% dan ECOG diatas 2 biasanya tidak mampu untuk bekerja.

Eastern Cooperative Oncology Group Performance Status Scale

Grade Tingkat aktifitas

0 Sangat aktif, dapat melakukan pekerjaan apa saja tanpa pantangan (Karnofsky 90-100%)

1 Dilarang untuk melakukan aktivitas yang memberatkan, aktifitas ringan masih


diperbolehkan contoh pekerjaan rumah yang ringan dan pekerjaan kantor (Karnofsky 70-
80%)

2 Mampu untuk mengurus diri sendiri, namun tidak dapat melakukan aktivitas lebih dari
12 jam sehari (Karnofsky 50-60%)

3 Mampu mengurus diri namun terbatas,berada di tempat tidur atau kursi lebih dari 12 jam
sehari. (Karnofsky 30-40%)

4 Tidak mampu melakukan kegiatan apa apa, berada di tempat tidur atau kursi sepanjang
hari (Karnofsky 10-20%)

DAFTAR PUSTAKA
1. Syukri Syahab dkk, Pedoman Diagnosis dan penilaian Cacat Karena Kecelakaan dan
Penyakit Akibat Kerja, Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional (DK3N),
Jakarta, 2007.
2. Disability Evaluation, American Medical Assosiation, Chapter 32: Hematologic and
Oncologic Impairment.
3. Disability Evaluation, American Medical Assosiation, Chapter 66: Hematological and
Oncological Disability.
4. Radiasi, diambil dari : http://id.wikipedia.org/wiki/Radiasi
5. Cedera Karena Radiasi, diambil dari
http://medicastore.com/penyakit/989/Cedera_Karena_Radiasi.html
6. Ambar W. Roestam, Penilaian Kecacatan Kerja, Bahan Kuliah Magister Kedokteran
Kerja,2011.
7. Permenakertrans RI No.Per.25/MEN/XII/2008: tentang Pedoman Diagnosis Dan
Penilaian Cacat Karena Kecelakaan Dan Penyakit Akibat Kerja.
8. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor: 22 tahun 1993 tentang Penyakit
Yang Timbul Karena Hubungan Kerja.
9. Mohammad Mustakim (Jamsostek), Hubungan Industrial, Jakarta, 2011.
10. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 11 tahun 1975 tentang Keselamatan Kerja
Pekerja Radiasi

Anda mungkin juga menyukai