OLEH :
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas Epidemiologi dengan judul Peran
Epidemiologi dalam Peraturan Kesehatan Hewan Internasional & Pencegahan
Penyakit yang Diterapkan dalam Kasus Canine Transmissible Venereal Tumour.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
penulis dalam menyelesaikan tugas Epidemiologi tepat pada waktunya.
Pada makalah ini penulis merasa banyak kekurangan baik pada teknis
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang penulis miliki.
Untuk itu kritik dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak sangat
penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini. Penulis berharap
makalah ini dapat memberi pengetahuan kepada masyarakat banyak dan semoga
juga bermanfaat bagi penulis sendiri.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
3. Apa peran dokter hewan dan pemerintah tingkat kabupaten, propinsi dan
nasional Indonesia dalam perang melawan CTVT?
1
BAB II
PEMBAHASAN
TVT paling sering terjadi pada periode puncak aktivitas seksual dan anjing
ini paling berisiko pada saat anjing betina sedang menunjukkan gejala estrus.
Anjing dengan usia 2 sampai 5 tahun pada daerah endemik, memiliki resiko
terinfeksi TVT paling tinggi. Di sisi lain tumor vagina pada anjing menunjukkan
prevalensi tertinggi pada usia 10-11 tahun. TVT tidak pernah ditemukan pada
anjing betina yang infertil. Moulton (1990), Ajello (1980) and Singh, dkk (1996)
menemukan bahwa resiko anjing betina lebih tinggi untuk terinfeksi TVT
dibandingkan anjing jantan. . Kejadian metastasis paling banyak terjadi pada
anjing jantan (Pandey et al., 1989).
2
2.2 Faktor Agen pada kasus CTVT
Penyebab TVT adalah kontak antara hewan sehat dengan tumor pada
hewan sakit. Tumor ini berasal dari berbagai macam faktor (multifaktorial), dan
salah satu etiologi yang paling sering terjadi adalah karena infeksi dari retrovirus
tipe C. Hingga saat ini belum ada penelitian yang mempelajari mengenai faktor-
faktor agen yang dapat mempengaruhi kejadian TVT pada anjing.
Satu-satunya penjelasan yang ada hingga saat ini adalah penyakit TVT
akan muncul jika terjadi kontak dengan agen, dan begitu pula sebaliknya.
Namunteori mengenai faktor pendukung lain yang termasuk ke dalam kategori
host dan lingkungan telah banyak diteliti.
Perilaku seksual yang tidak terkontrol dan populasi anjing liar yang cukup
tinggi tampaknya menjadi salah satu alasan untuk suatu tingginya insiden TVT.
Maka dari itu ilmu epidemiologi ini sangat penting dalam mengendalikan kejadian
CTVT. Dengan melakukan monitoring terhadap suatu wilayah dalam populasi
3
berisiko penyakit CTVT memungkinkan untuk mengetahui seberapa besar
penyakit ini dapat menimbulkan suatu wabah. Setelah diketahui seberapa besar
penyakit ini memberikan dampak terhadap suatu populasi, maka surveilans dapat
dilakukan yaitu dengan cara pengendalian penyakit tersebut serta tindakan
bagaimana untuk mencegahnya. Salah satunya adalah surveilans terhadap
populasi anjing liar.
Dokter hewan dan pemerintah memiliki peran yang sangat penting dalam
pengendalian penyakit CTVT. Mengingat bahwa penyakit ini bukan meupakan
kategori penyakit zoonosis, namun penyakit ini perlu mendapat perhatian dengan
alasan animal walfare. Pengendalian terhadap penyebaran kasus CTVT dapat
meliputi dua pendekatan, yakni pendekatan preventif dan kuratif.
Pendekatan preventif utama yang dapat dilakukan adalah mengontrol
populasi anjing liar. Hal ini dapat didukung dengan dibentuknya program
pengendalian oleh pemerintah, baik berupa pengurangan populasi dengan metode
culling, kastrasi, maupun ovariohysterectomi. Tindakan preventif lain yang dapat
dilakukan adalah vaksinasi terhadap retrovirus. Namun mengingat CTVT
merupakan penyakit yang multikausal, maka vaksinasi masih dianggap tidak
efektif.
Pendekatan kuratif lebih ditujukan bagi dokter hewan praktisi yang
bekerja pada pemerintahan maupun swasta. Pendekatan ini menekankan pada
pengobatan penyakit yang telah terjadi. Umumnya penyakit dapat diobati dengan
menggunakan anti kanker seperti vincistrin, dengan radioterapi menggunakan
sinar gamma, maupun operasi pengangkatan tumor.
4
.BAB III
PENUTUP
5
DAFTAR PUSTAKA
Kabuusu RM, Stroup DF, Fernandez C. 2010. Risk factors and characteristics of
canine transmissible venereal tumours in Grenada, West Indies. Vet Comp
Oncol 8(1):50-5.