Anda di halaman 1dari 9

EPIDEMIOLOGI VETERINER

PERAN EPIDEMIOLOGI DALAM PERATURAN KESEHATAN


HEWAN INTERNASIONAL & PENCEGAHAN PENYAKIT
YANG DITERAPKAN DALAM KASUS
CANINE TRANSMISSIBLE VENEREAL TUMOUR

OLEH :

Kadek Wijaya Kusuma 1109005058


Ida Ayu Nita Antari 1109005059
Ferbian Milas Siswanto 1109005060
Yohana Maria Febrizky Bollyn 1109005061
Hendro Sukoco 1109005062

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas Epidemiologi dengan judul Peran
Epidemiologi dalam Peraturan Kesehatan Hewan Internasional & Pencegahan
Penyakit yang Diterapkan dalam Kasus Canine Transmissible Venereal Tumour.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
penulis dalam menyelesaikan tugas Epidemiologi tepat pada waktunya.

Pada makalah ini penulis merasa banyak kekurangan baik pada teknis
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang penulis miliki.
Untuk itu kritik dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak sangat
penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini. Penulis berharap
makalah ini dapat memberi pengetahuan kepada masyarakat banyak dan semoga
juga bermanfaat bagi penulis sendiri.

Denpasar, November 2014

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i


KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 2


2.1 Faktor Inang pada Kasus CTVT .......................................................... 2
2.2 Faktor Agen pada Kasus CTVT ........................................................... 3
2.3 Faktor Lingkungan pada Kasus CTVT ................................................ 3
2.4 Manfaat Epidemiologi dalam Pengendalian CTVT ............................. 4
2.5 Peran Dokter Hewan dan Pemerintah dalam Pengendalian CTVT ..... 4

BAB III PENUTUP .......................................................................................... 5

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 6

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Peran Epidemiologi dalam Peraturan Kesehatan Hewan Internasional &


Pencegahan Penyakit yang Diterapkan dalam Kasus Canine Transmissible
Venereal Tumour (CTVT)

1. Identifikasi dan jelaskan hubungan antara faktor-faktor agen, inang, dan


lingkungan dalam kemunculan, penyebaran dan pengendalian CTVT di
Indonesia. Secara khusus,

Faktor-faktor intrinsik dan ekstrinsik apa dari inang unggas yang


mempengaruhi paparan, kerentanan dan/atau respon terhadap virus
yang menimbulkan CTVT?

Faktor-faktor agen apa yang mempengaruhi tingkat penularan dan


keparahan penyakit dalam suatu populasi unggas di Indonesia?

Unsur-unsur biologis, fisik dan sosial apa dari lingkungan yang


mempengaruhi kemunculan, penyebaran dan pengendalian/pencegahan
CTVT di Indonesia?

2. Apa nilai potensial dari pengumpulan data dan penerapan prinsip-prinsip


epidemiologis dalam pencegahan dan pengendalian CTVT di Indonesia?

3. Apa peran dokter hewan dan pemerintah tingkat kabupaten, propinsi dan
nasional Indonesia dalam perang melawan CTVT?

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Faktor Inang pada kasus CTVT


Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kabuusu, dkk (2010) pada
152 ekor anjing di kota Grenada, India, ditemukan bahwa 38 ekor anjing positif
terinfeksi Transmissible venereal tumour (TVT) dan 114 sisanya tidak terinfeksi
TVT. TVT ditemukan pada 20 (52,6%) anjing betina dan 18 (47,4%) anjing
jantan . Dari kasus TVT , 32 ( 84,2 %) anjing berusia antara 1 dan 7 tahun , 20
(52,6 %) adalah keturunan campuran, 14 (36,8 %) adalah ras pothounds
Grenadian, sementara 4 (10,6 %) adalah anjing ras deles . Karakteristik dari lesi
TVT antara lain pertumbuhan abnormal genital [OR = 96,7], perdarahan genital
[OR = 12,7] dan peradangan sekunder [OR = 4,3] . Lesi TVT ekstragenital
diamati pada 23 % ( 9/38 ) dari anjing . Peningkatan risiko terjadinya TVT
dikaitkan dengan usia anjing (1-7 tahun) anjing [OR = 12] dan ras anjing
pothound Grenadian [OR = 8,6]. Namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa
ras anjing tidak mempengaruhi resiko TVT (Karlson and Mann,

1952; Betamuzi, 1992)

TVT paling sering terjadi pada periode puncak aktivitas seksual dan anjing
ini paling berisiko pada saat anjing betina sedang menunjukkan gejala estrus.
Anjing dengan usia 2 sampai 5 tahun pada daerah endemik, memiliki resiko
terinfeksi TVT paling tinggi. Di sisi lain tumor vagina pada anjing menunjukkan
prevalensi tertinggi pada usia 10-11 tahun. TVT tidak pernah ditemukan pada
anjing betina yang infertil. Moulton (1990), Ajello (1980) and Singh, dkk (1996)
menemukan bahwa resiko anjing betina lebih tinggi untuk terinfeksi TVT
dibandingkan anjing jantan. . Kejadian metastasis paling banyak terjadi pada
anjing jantan (Pandey et al., 1989).

2
2.2 Faktor Agen pada kasus CTVT

Penyebab TVT adalah kontak antara hewan sehat dengan tumor pada
hewan sakit. Tumor ini berasal dari berbagai macam faktor (multifaktorial), dan
salah satu etiologi yang paling sering terjadi adalah karena infeksi dari retrovirus
tipe C. Hingga saat ini belum ada penelitian yang mempelajari mengenai faktor-
faktor agen yang dapat mempengaruhi kejadian TVT pada anjing.

Satu-satunya penjelasan yang ada hingga saat ini adalah penyakit TVT
akan muncul jika terjadi kontak dengan agen, dan begitu pula sebaliknya.
Namunteori mengenai faktor pendukung lain yang termasuk ke dalam kategori
host dan lingkungan telah banyak diteliti.

2.3 Unsur Lingkungan pada kasus CTVT


Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kejadian TVT adalah
manajemen transportasi anjing. Selain itu , penelitian yang dilakukan oleh
Strakova dan Murchison (2014) menunjukkan adanya korelasi negatif antara rata-
rata prevalensi CTVT dengan status sosial ekonomi yang dilihat dari oleh Gross
Domestic Product (GDP) nilai per kapita untuk setiap negara (korelasi Pearson, r
= -0,504). Penelitian ini juga menganalisis korelasi negatif antara prevalensi
CTVT dan jarak area populasi dari khatulistiwa (korelasi Pearson r = -0,416).
Penjelasan yang paling memungkinkan untuk dua faktor resiko ini adalah
keterkaitannya dengan liarnya anjing dan bebasnya lalu lintas antar daerah
(Strakova dan Murchison, 2014).

2.4 Manfaat Epidemiologi dalam Pengendalian CTVT

Perilaku seksual yang tidak terkontrol dan populasi anjing liar yang cukup
tinggi tampaknya menjadi salah satu alasan untuk suatu tingginya insiden TVT.
Maka dari itu ilmu epidemiologi ini sangat penting dalam mengendalikan kejadian
CTVT. Dengan melakukan monitoring terhadap suatu wilayah dalam populasi

3
berisiko penyakit CTVT memungkinkan untuk mengetahui seberapa besar
penyakit ini dapat menimbulkan suatu wabah. Setelah diketahui seberapa besar
penyakit ini memberikan dampak terhadap suatu populasi, maka surveilans dapat
dilakukan yaitu dengan cara pengendalian penyakit tersebut serta tindakan
bagaimana untuk mencegahnya. Salah satunya adalah surveilans terhadap
populasi anjing liar.

2.5 Peran Dokter Hewan dan Pemerintah dalam Pengendalian CTVT

Dokter hewan dan pemerintah memiliki peran yang sangat penting dalam
pengendalian penyakit CTVT. Mengingat bahwa penyakit ini bukan meupakan
kategori penyakit zoonosis, namun penyakit ini perlu mendapat perhatian dengan
alasan animal walfare. Pengendalian terhadap penyebaran kasus CTVT dapat
meliputi dua pendekatan, yakni pendekatan preventif dan kuratif.
Pendekatan preventif utama yang dapat dilakukan adalah mengontrol
populasi anjing liar. Hal ini dapat didukung dengan dibentuknya program
pengendalian oleh pemerintah, baik berupa pengurangan populasi dengan metode
culling, kastrasi, maupun ovariohysterectomi. Tindakan preventif lain yang dapat
dilakukan adalah vaksinasi terhadap retrovirus. Namun mengingat CTVT
merupakan penyakit yang multikausal, maka vaksinasi masih dianggap tidak
efektif.
Pendekatan kuratif lebih ditujukan bagi dokter hewan praktisi yang
bekerja pada pemerintahan maupun swasta. Pendekatan ini menekankan pada
pengobatan penyakit yang telah terjadi. Umumnya penyakit dapat diobati dengan
menggunakan anti kanker seperti vincistrin, dengan radioterapi menggunakan
sinar gamma, maupun operasi pengangkatan tumor.

4
.BAB III

PENUTUP

TVT merupakan neoplasma yang paling tinggi prevalensinya pada genital


eksternal anjing di daerah tropis dan subtropis. Etiologi dari transplantasi sel dari
anjing yang terinfeksi. Biasanya pemilik menemukan adanya lendir dengan
hemoragi. Diagnosis berdasarkan tipe fisik dan temuan sitologikal . Penggunaan
vincristine IV secara mingguan merupakan pengobatan paling efektif dan praktis.

Pada analisis epidemiologi, terdepat beberapa faktor resiko yang dapat


mempengaruhi kejadian penyakit TVT pada anjing. Faktor-faktor ini meliputi
faktor inang (jenis kelamin, umur, siklus reproduksi, dll) dan faktor lingkungan
(manajemen, distribusi anjing, keadaan sosial ekonomi, dan lokasi wilayah
populasi hewan suspect)

5
DAFTAR PUSTAKA

A. Chikweto, P. McNeil, M. I. Bhaiyat, D. Stone, and R. N. Sharma. 2011.


Neoplastic and Nonneoplastic Cutaneous Tumors of Dogs in Grenada, West
Indies. ISRN Vet Sci. 2011; 2011: 416435.

Kabuusu RM, Stroup DF, Fernandez C. 2010. Risk factors and characteristics of
canine transmissible venereal tumours in Grenada, West Indies. Vet Comp
Oncol 8(1):50-5.

Strakova A, Murchison EP. 2014. The changing global distribution and


prevalence of canine transmissible venereal tumour. BMC Vet Res
3;10(1):168.

Anda mungkin juga menyukai