Apr 1
Posted by herrysyu
BAB I
PENDAHULUAN
Sebagaimana kita ketahui,sebagian besar tubuh manusia terdiri atas cairan yang jumlahnya
berbeda-beda tergantung usia dan jenis kelamin serta banyaknya lemak di dalam tubuh.
Dengan makan dan minum tubuh mendapatkan air, elektrolit serta nutrien-nutrien yang lain.
Dalam waktu 24 jam jumlah air dan elektrolit yang masuk setara dengan jumlah yang keluar.
Pengeluaran cairan dan elektrolit dari tubuh dapat berupa urin, tinja, keringat dan uap air
pada saat bernapas.
Terapi cairan dibutuhkan bila tubuh tidak dapat memasukka air, elektrolit serta zat-zat
makanan ke dalam tubuh secara oral misalnya pada saat pasien harus berpuasa lama, karena
pembedahan saluran cerna, perdarahan banyak, syok hipovolemik, anoreksia berat, mual
muntah dan lain-lain. Dengan terapi cairan kebutuhan akan air dan elektrolit akan terpenuhi.
Selain itu terapi cairan juga dapat digunakan untuk memasukkan obat dan zat makanan secara
rutin atau juga digunakan untuk menjaga keseimbangan asam basa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
o Cairan Interstitial
Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial, sekitar 11- 12 liter pada
orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam volume interstitial.
o Cairan Intravaskular
Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah (contohnya volume plasma).
Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar 5-6L dimana 3 liternya merupakan plasma,
sisanya terdiri dari sel darah merah, sel darah putih dan platelet.
o Cairan transeluler
Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu seperti serebrospinal,
perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan sekresi saluran pencernaan. Pada keadaan
sewaktu, volume cairan transeluler adalah sekitar 1 liter, tetapi cairan dalam jumlah banyak
dapat masuk dan keluar dari ruang transeluler.
Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis zat yaitu elektrolit dan non elektrolit.
Elektrolit
Merupakan zat yang terdisosiasi dalam cairan dan menghantarkan arus listrik. Elektrolit
dibedakan menjadi ion positif (kation) dan ion negatif (anion). Jumlah kation dan anion
dalam larutan adalah selalu sama (diukur dalam miliekuivalen).
Kation : Kation utama dalam cairan ekstraselular adalah sodium (Na+), sedangkan kation
utama dalam cairan intraselular adalah potassium (K+). Suatu sistem pompa terdapat di
dinding sel tubuh yang memompa keluar sodium dan potassium ini.
Natrium
Natrium sebagai kation utama didalam cairan ekstraseluler dan paling berperan di dalam
mengatur keseimbangan cairan. Kadar natrium plasma: 135-145mEq/liter.12 Kadar natrium
dalam tubuh 58,5mEq/kgBB dimana + 70% atau 40,5mEq/kgBB dapat berubah-ubah. Ekresi
natrium dalam urine 100-180mEq/liter, faeces 35mEq/liter dan keringat 58mEq/liter.
Kebutuhan setiap hari = 100mEq (6-15 gram NaCl).
Natrium dapat bergerak cepat antara ruang intravaskuler dan interstitial maupun ke dalam dan
keluar sel. Apabila tubuh banyak mengeluarkan natrium (muntah,diare) sedangkan
pemasukkan terbatas maka akan terjadi keadaan dehidrasi disertai kekurangan natrium.
Kekurangan air dan natrium dalam plasma akan diganti dengan air dan natrium dari cairan
interstitial. Apabila kehilangan cairan terus berlangsung, air akan ditarik dari dalam sel dan
apabila volume plasma tetap tidak dapat dipertahankan terjadilah kegagalan sirkulasi.
Kalium
Kalium merupakan kation utama (99%) di dalam cairan ekstraseluler berperan penting di
dalam terapi gangguan keseimbangan air dan elektrolit. Jumlah kalium dalam tubuh sekitar
53 mEq/kgBB dimana 99% dapat berubah-ubah sedangkan yang tidak dapat berpindah
adalah kalium yang terikat dengan protein didalam sel.
Kadar kalium plasma 3,5-5,0 mEq/liter, kebutuhan setiap hari 1-3 mEq/kgBB. Keseimbangan
kalium sangat berhubungan dengan konsentrasi H+ ekstraseluler. Ekskresi kalium lewat urine
60-90 mEq/liter, faeces 72 mEq/liter dan keringat 10 mEq/liter.
Kalsium
Kalsium dapat dalam makanan dan minuman, terutama susu, 80-90% dikeluarkan lewat
faeces dan sekitar 20% lewat urine. Jumlah pengeluaran ini tergantung pada intake, besarnya
tulang, keadaan endokrin. Metabolisme kalsium sangat dipengaruhi oleh kelenjar-kelenjar
paratiroid, tiroid, testis, ovarium, da hipofisis. Sebagian besar (99%) ditemukan didalam gigi
dan + 1% dalam cairan ekstraseluler dan tidak terdapat dalam sel.
Magnesium
Magnesium ditemukan di semua jenis makanan. Kebutuhan unruk pertumbuhan + 10
mg/hari. Dikeluarkan lewat urine dan faeces.
Anion: Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl-) dan bikarbonat (HCO3-
), sedangkan anion utama dalam cairan intraselular adalah ion fosfat (PO43-).
Karbonat
Asam karbonat dan karbohidrat terdapat dalam tubuh sebagai salah satu hasil akhir daripada
metabolisme. Kadar bikarbonat dikontrol oleh ginjal. Sedikit sekali bikarbonat yang akan
dikeluarkan urine. Asam bikarbonat dikontrol oleh paru-paru dan sangat penting peranannya
dalam keseimbangan asam basa.
Non elektrolit
Merupakan zat seperti glukosa dan urea yang tidak terdisosiasi dalam cairan. Zat lainya
termasuk penting adalah kreatinin dan bilirubin.
Perpindahan air dan zat terlarut di antara bagian-bagian tubuh melibatkan mekanisme
transpor pasif dan aktif. Mekanisme transpor pasif tidak membutuhkan energy sedangkan
mekanisme transpor aktif membutuhkan energi. Difusi dan osmosis adalah mekanisme
transpor pasif. Sedangkan mekanisme transpor aktif berhubungan dengan pompa Na-K yang
memerlukan ATP.
a. Osmosis
Osmosis adalah bergeraknya molekul (zat terlarut) melalui membran semipermeabel
(permeabel selektif) dari larutan berkadar lebih rendah menuju larutan berkadar lebih tinggi
hingga kadarnya sama. Seluruh membran sel dan kapiler permeable terhadap air, sehingga
tekanan osmotik cairan tubuh seluruh kompartemen sama. Membran semipermeabel ialah
membran yang dapat dilalui air (pelarut), namun tidak dapat dilalui zat terlarut misalnya
protein.
Tekanan osmotik plasma darah ialah 285+ 5 mOsm/L. Larutan dengan tekanan osmotik kira-
kira sama disebut isotonik (NaCl 0,9%, Dekstrosa 5%, Ringer laktat). Larutan dengan
tekanan osmotik lebih rendah disebut hipotonik (akuades), sedangkan lebih tinggi disebut
hipertonik.
b. Difusi
Difusi ialah proses bergeraknya molekul lewat pori-pori. Larutan akan bergerak dari
konsentrasi tinggi ke arah larutan berkonsentrasi rendah. Tekanan hidrostatik pembuluh darah
juga mendorong air masuk berdifusi melewati pori-pori tersebut. Jadi difusi tergantung
kepada perbedaan konsentrasi dan tekanan hidrostatik.
Homeostasis cairan tubuh yang normalnya diatur oleh ginjal dapat berubah oleh stres akibat
operasi, kontrol hormon yang abnormal, atau pun oleh adanya cedera pada paru-paru, kulit
atau traktus gastrointestinal.
Pada keadaan normal, seseorang mengkonsumsi air rata-rata sebanyak 2000-2500 ml per
hari, dalam bentuk cairan maupun makanan padat dengan kehilangan cairan rata rata 250 ml
dari feses, 800-1500 ml dari urin, dan hampir 600 ml kehilangan cairan yang tidak disadari
(insensible water loss) dari kulit dan paru-paru.
1. Perubahan volume
a. Defisit volume
Defisit volume cairan ekstraselular merupakan perubahan cairan tubuh yang paling umum.
Penyebab paling umum adalah kehilangan cairan di gastrointestinal akibat muntah, penyedot
nasogastrik, diare dan drainase fistula. Penyebab lainnya dapat berupa kehilangan cairan pada
cedera jaringan lunak, infeksi, inflamasi jaringan, peritonitis, obstruksi usus, dan luka bakar.
Keadaan akut, kehilangan cairan yang cepat akan menimbulkan tanda gangguan pada
susunan saraf pusat dan jantung. Pada kehilangan cairan yang lambat lebih dapat ditoleransi
sampai defisi volume cairan ekstraselular yang berat terjadi.
Dehidrasi
Dehidrasi sering dikategorikan sesuai dengan kadar konsentrasi serum dari natrium menjadi
isonatremik (130-150 mEq/L), hiponatremik (<139 mEq/L) atau hipernatremik (>150
mEq/L). Dehidrasi isonatremik merupakan yang paling sering terjadi (80%), sedangkan
dehidrasi hipernatremik atau hiponatremik sekitar 5-10% dari kasus.
Dehidrasi isotonis (isonatremik): terjadi ketika kehilangan cairan hampir sama dengan
konsentrasi natrium terhadap darah. Kehilangan cairan dan natrium besarnya relatif sama
dalam kompartemen intravaskular maupun kompartemen ekstravaskular.
b. Kelebihan volume
Kelebihan volume cairan ekstraselular merupakan suatu kondisi akibat iatrogenic (pemberian
cairan intravena seperti NaCl yang menyebabkan kelebihan air dan NaCl ataupun pemberian
cairan intravena glukosayang menyebabkan kelebihan air) ataupun dapat sekunder akibat
insufisiensi renal (gangguan pada GFR), sirosis, ataupun gagal jantung kongestif.9,10
Kelebihan cairan intaseluler dapat terjadi jika terjadi kelebihan cairan tetapi jumlah NaCl
tetap atau berkurang.10
2. Perubahan konsentrasi
a. Hiponatremia
Kadar natrium normal 135-145 mEq/L, bila kurang dari 135 mEq/ L, sudah dapat dibilang
hiponatremia. Jika < 120 mg/L maka akan timbul gejala disorientasi, gangguan mental,
letargi, iritabilitas, lemah dan henti pernafasan, sedangkan jika kadar < 110 mg/L maka akan
timbul gejala kejang, koma. Hiponatremia ini dapat disebabkan oleh euvolemia (SIADH,
polidipsi psikogenik), hipovolemia (disfungsi tubuli ginjal, diare, muntah, third space losses,
diuretika), hipervolemia (sirosis, nefrosis). Keadaan ini dapat diterapi dengan restriksi cairan
(Na+ 125 mg/L) atau NaCl 3% ssebanyak (140-X)xBBx0,6 mg dan untuk pediatrik 1,5-2,5
mg/kg.12
b. Hipernatremia
Bila kadar natrium lebih dari 145 mEq/L disebut dengan hiperkalemia. Jika kadar natrium >
160 mg/L maka akan timbul gejala berupa perubahan mental, letargi, kejang, koma, lemah.
Hipernatremi dapat disebabkan oleh kehilangan cairan (diare, muntah, diuresis, diabetes
insipidus, keringat berlebihan), asupan air kurang, asupan natrium berlebihan. Terapi keadaan
ini adalah penggantian cairan dengan 5% dekstrose dalam air sebanyak {(X-140) x BB x
0,6}: 140.12
c. Hipokalemia
Jika kadar kalium < 3 mEq/L. Dapat terjadi akibat dari redistribusi akut kalium dari cairan
ekstraselular ke intraselular atau dari pengurangan kronis kadar total kalium tubuh. Tanda
dan gejala hipokalemia dapat berupa disritmik jantung, perubahan EKG (QRS segmen
melebar, ST segmen depresi, hipotensi postural, kelemahan otot skeletal, poliuria, intoleransi
glukosa. Terapi hipokalemia dapat berupa koreksi faktor presipitasi (alkalosis,
hipomagnesemia, obat-obatan), infuse potasium klorida sampai 10 mEq/jam (untuk mild
hipokalemia ;>2 mEq/L) atau infus potasium klorida sampai 40 mEq/jam dengan monitoring
oleh EKG (untuk hipokalemia berat;<2mEq/L disertai perubahan EKG, kelemahan otot yang
hebat).13 Rumus untuk menghitung defisit kalium18 :
K = K1 K0 x 0,25 x BB
d. Hiperkalemia
Terjadi jika kadar kalium > 5 mEq/L, sering terjadi karena insufisiensi renal atau obat yang
membatasi ekskresi kalium (NSAIDs, ACE-inhibitor, siklosporin, diuretik). Tanda dan
gejalanya terutama melibatkan susunan saraf pusat (parestesia, kelemahan otot) dan sistem
kardiovaskular (disritmik, perubahan EKG). Terapi untuk hiperkalemia dapat berupa
intravena kalsium klorida 10% dalam 10 menit, sodium bikarbonat 50-100 mEq dalam 5-10
menit, atau diuretik, hemodialisis.
3. Perubahan komposisi
Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang umum terjadi pada
pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor preoperatif, intraoperatif dan postoperatif.
A. Faktor-faktor preoperatif
2. Prosedur diagnostik
Arteriogram atau pyelogram intravena yang memerlukan marker intravena dapat
menyebabkan ekskresi cairan dan elektrolit urin yang tidak normal karena efek diuresis
osmotik.
3. Pemberian obat
Pemberian obat seperti steroid dan diuretik dapat mempengaruhi eksresi air dan elektrolit
4. Preparasi bedah
Enema atau laksatif dapat menyebabkan peningkatan kehilangan air dan elekrolit dari traktus
gastrointestinal.
B. Faktor-faktor intraoperatif
1. Induksi anestesi
Dapat menyebabkan terjadinya hipotensi pada pasien dengan hipovolemia preoperatif karena
hilangnya mekanisme kompensasi seperti takikardia dan vasokonstriksi.
4. Kehilangan cairan akibat evaporasi dari luka operasi (biasanya pada luka operasi yang
besar dan prosedur operasi yang berkepanjangan)
C. Faktor-faktor postoperatif
A. Jenis-Jenis Cairan
1. Cairan Kristaloid
Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler (CES = CEF). Cairan kristaloid
bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan koloid) ternyata sama efektifnya seperti
pemberian cairan koloid untuk mengatasi defisit volume intravaskuler. Waktu paruh cairan
kristaloid di ruang intravaskuler sekitar 20-30 menit.
Larutan Ringer Laktat merupakan cairan kristaloid yang paling banyak digunakan untuk
resusitasi cairan walau agak hipotonis dengan susunan yang hampir menyerupai cairan
intravaskuler. Laktat yang terkandung dalam cairan tersebut akan mengalami metabolisme di
hati menjadi bikarbonat. Cairan kristaloid lainnya yang sering digunakan adalah NaCl 0,9%,
tetapi bila diberikan berlebih dapat mengakibatkan asidosis hiperkloremik (delutional
hyperchloremic acidosis) dan menurunnya kadar bikarbonat plasma akibat peningkatan
klorida.
Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana kristaloid akan lebih banyak
menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan dengan koloid maka kristaloid sebaiknya dipilih
untuk resusitasi defisit cairan di ruang interstitiel.
Pada suatu penelitian mengemukakan bahwa walaupun dalam jumlah sedikit larutan
kristaloid akan masuk ruang interstitiel sehingga timbul edema perifer dan paru serta
berakibat terganggunya oksigenasi jaringan dan edema jaringan luka, apabila seseorang
mendapat infus 1 liter NaCl 0,9Selain itu, pemberian cairan kristaloid berlebihan juga dapat
menyebabkan edema otak dan meningkatnya tekanan intra kranial.
2. Cairan Koloid
Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut plasma substitute atau
plasma expander. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang mempunyai berat
molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung bertahan
agak lama (waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang intravaskuler. Oleh karena itu koloid sering
digunakan untuk resusitasi cairan secara cepat terutama pada syok hipovolemik/hermorhagik
atau pada penderita dengan hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein yang banyak
(misal luka bakar).
a. Koloid alami:
Yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia ( 5 dan 2,5%). Dibuat dengan cara
memanaskan plasma atau plasenta 60C selama 10 jam untuk membunuh virus hepatitis dan
virus lainnya. Fraksi protein plasma selain mengandung albumin (83%) juga mengandung
alfa globulin dan beta globulin.
b. Koloid sintetis:
1. Dextran:
Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan Dextran 70 (Macrodex)
dengan berat molekul 60.000-70.000 diproduksi oleh bakteri Leuconostoc mesenteroides B
yang tumbuh dalam media sukrosa. Walaupun Dextran 70 merupakan volume expander yang
lebih baik dibandingkan dengan Dextran 40, tetapi Dextran 40 mampu memperbaiki aliran
darah lewat sirkulasi mikro karena dapat menurunkan kekentalan (viskositas) darah. Selain
itu Dextran mempunyai efek anti trombotik yang dapat mengurangi platelet adhesiveness,
menekan aktivitas faktor VIII, meningkatkan fibrinolisis dan melancarkan aliran darah.
Pemberian Dextran melebihi 20 ml/kgBB/hari dapat mengganggu cross match, waktu
perdarahan memanjang (Dextran 40) dan gagal ginjal. Dextran dapat menimbulkan reaksi
anafilaktik yang dapat dicegah yaitu dengan memberikan Dextran 1 (Promit) terlebih dahulu.
3. Gelatin
Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat molekul rata-rata 35.000
dibuat dari hidrolisa kolagen binatang.
Ada 3 macam gelatin, yaitu:
modified fluid gelatin (Plasmion dan Hemacell)
Urea linked gelatin
Oxypoly gelatin
Defisit cairan karena persiapan pembedahan dan anestesi (puasa, lavement) harus
diperhitungkan dan sedapat mungkin segera diganti pada masa pra-bedah sebelum induksi.
Setelah dari sisa defisit yang masih ada diberikan pada jam pertama pembedahan, sedangkan
sisanya diberikan pada jam kedua berikutnya. Kehilangan cairan di ruang ECF ini cukup
diganti dengan ciran hipotonis seperti garam fisiologis, Ringer Laktat dan Dextrose. Pada
penderita yang karena penyakitnya tidak mendapat nutrisi yang cukup maka sebaiknya
diberikan nutrisi enteral atau parenteral lebih dini lagi. Penderita dewasa yang dipuasakan
karena akan mengalami pembedahan (elektif) harus mendapatkan penggantian cairan
sebanyak 2 ml/kgBB/jam lama puasa. Defisit karena perdarahan atau kehilangan cairan
(hipovolemik, dehidrasi) yang seringkali menyertai penyulit bedahnya harus segera diganti
dengan melakukan resusitasi cairan atau rehidrasi sebelum induksi anestesi.
1. Pembedahan yang tergolong kecil dan tidak terlalu traumatis misalnya bedah mata
(ekstrasi, katarak) cukup hanya diberikan cairan rumatan saja selama pembedahan.
Terapi cairan pasca bedah ditujukan terutama pada hal-hal di bawah ini:
1. Pemenuhan kebutuhan dasar/harian air, elektrolit dan kalori/nutrisi. Kebutuhan air untuk
penderita di daerah tropis dalam keadaan basal sekitar 50 ml/kgBB/24 jam. Pada hari
pertama pasca bedah tidak dianjurkan pemberian kalium karena adanya pelepasan kalium
dari sel/jaringan yang rusak, proses katabolisme dan transfusi darah. Akibat stress
pembedahan, akan dilepaskan aldosteron dan ADH yang cenderung menimbulkan retensi air
dan natrium. Oleh sebab itu, pada 2-3 hari pasca bedah tidak perlu pemberian natrium.
Penderita dengan keadaan umum baik dan trauma pembedahan minimum, pemberian
karbohidrat 100-150 mg/hari cukup memadai untuk memenuhi kebutuhan kalori dan dapat
menekan pemecahan protein sampai 50% kadar albumin harus dipertahankan melebihi 3,5
gr%. Penggantian cairan pasca bedah cukup dengan cairan hipotonis dan bila perlu larutan
garamisotonis. Terapi cairan ini berlangsung sampai penderita dapat minum dan makan.
3. Melanjutkan penggantian defisit cairan pembedahan dan selama pembedahan yang belum
selesai. Bila kadar hemoglobin kurang dari 10 gr%, sebaiknya diberikan transfusi darah untuk
memperbaiki daya angkut oksigen.
KESIMPULAN
Tubuh mengandung 60 % air yang disebut juga cairan tubuh. Cairan tubuh didalamnya
terkandung nutrisi-nutrisi yang amat penting peranannya dalam metabolisme sel, sehingga
sangat penting dalam menunjang kehidupan.
Dalam pembedahan, tubuh kekurangan cairan karena perdarahan selama pembedahan
ditambah lagi puasa sebelum dan sesudah operasi. Gangguan dalam keseimbangan cairan dan
elektrolit merupakan hal yang umum terjadi pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-
faktor preoperatif, perioperatif dan postoperatif.
Terapi cairan parenteral digunakan untuk mempertahankan atau mengembalikan volume dan
komposisi normal cairan tubuh. Dalam terapi cairan harus diperhatikan kebutuhannya sesuai
usia dan keadaan pasien, serta cairan infus itu sendiri. Jenis cairan yang bisa diberikan untuk
terapi cairan adalah cairan kristaloid dan cairan koloid.
DAFTAR PUSTAKA
Adelmen, R.D., Solhaug, M.J., 2000. Patofisiologi Cairan Tubuh dan Terapi Cairan. In:
Behrman, R.E., Kliegman, R.M., Arvin, Ann.M., Ilmu Kesehatan Anak Nelson ed 15, jilid 2.
Jakarta: EGC; 258-266
Hartanto, W.W., 2007. Terapi Cairan dan Elektrolit Perioperatif. Bagian Farmakologi Klinik
dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
Latief AS, dkk. 2002. Petunjuk praktis anestesiologi: terapi cairan pada pembedahan.
Ed.Kedua. Bagian anestesiologi dan terapi intensif, FKUI
referat terapi cairan dan tranfusi darah, co assistant SMF ANESTESI RSUD BANGKINANG
by tuti seli sugiarti s.ked
REFERAT
Oleh :
PEMBIMBING
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ABDURRAB
PEKANBARU
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan referat dengan judul Terapi Cairan Dan Darah. Referat ini diajukan sebagai
persyaratan untuk mengikuti KKS pada ilmu anastesi di RSUD Bangkinang.
Selain itu saya juga mengucapkan Terima kasih kepada dr, Lasmaria Flora Sp. An dan segenap staff
bagian anestesi RSUD Bangkinang atas bimbingan dan pertolongannya selama menjalani kepanitraan
klinik bagian anestesi dan dapat menyelasaikan penulisan dan pembahasan referat ini.
Dalam penulisan ini, penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari kesempurnaan, penulis
mohon maaf atas segala kesalahan, sehingga kritik dan saran dari pembaca yang bersifat
membangun sangat dibutuhkan untuk kesempurnaan penulisan referat berikutnya.
Penulis
Tuti Seli Sugiarti
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I PENDAHULUAN
Kesimpulan 35
Daftar pustaka 36
BAB I
PENDAHULUAN
Dengan makan dan minum tubuh kita mendapat air, elektrolit, karbohidrat, protein, lemak,
vitamin dan lain-lain nya. Dalam waktu 24 jam jumlah air dan elektrolit yang masuk dan keluar lewat
urin, tinja, keringat dan uap air pernafasan kira-kira sama, seperti tampak pada tabel 1 :
pernafasan - 400
Sebagian besar tubuh manusia terdiri dari cairan, yang berfungsi menjadi pengangkut zat
makanan ke seluruh sel tubuh dan mengeluarkan bahan sisa dari hasil metabolisme sel untuk
menunjang berlangsungnya kehidupan. Jumlah cairan tubuh berbeda-beda tergantung dari usia,
jenis kelamin, dan banyak atau sedikitnya lemak tubuh.
Pada bayi prematur jumlahnya sebesar 80% dari berat badan, bayi normal sebesar 70-75%
dari berat badan, sebelum pubertas 65-70% dari berat badan, orang dewasa normal sekitar 50-60%
dari berat badan. Kandungan air di dalam sel lemak lebih rendah dari pada kandungan air di dalam
sel otot, sehingga cairan total pada orang gemuk lebih rendah dari pada mereka yang tidak gemuk.
Cairan dalam tubuh dibagi dalam dua kompartemen utama yaitu cairan ekstrasel dan intra
sel. Dalam dua kompartemen cairan tubuh ini terdapat solute berupa kation dan anion (elektrolit)
yang penting dalam mengatur keseimbangan cairan dan fungsi sel.
Gangguan keseimbangan cairan adalah adanya ketidakseimbangan antara air yang masuk
dan keluar dari tubuh, ketidakseimbangan antara cairan intra dan ekstrasel serta ketidakseimbangan
antara cairan interstisium dan intravaskular.
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang umum terjadi pada
pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor preoperatif, perioperative dan postoperatif..
Terapi cairan terutama dibutuhkan jika tubuh tidak mendapatkan masukan air, elektrolit dan
zat-zat makanan lain secara oral, misalnya pada keadaan pasien yang harus puasa lama karena
persiapan pembedahan, atau keadaan lain seperti perdarahan banyak, syok hipovolemik, anoreksia
berat, diare berat, mual muntah tak berkesudahan dan lain-lain.
Pada saat melakukan terapi cairan, perlu diperhatikan pula jenis cairan yang digunakan
untuk penggantinya. Cairan tersebut dapat berupa kristaloid atau koloid yang masing-masing
mempunyai keuntungan tersendiri yang diberikan sesuai dengan kondisi pasien. Dalam keadaan
tertentu adanya terapi cairan dapat pula digunakan sebagai tambahan untuk memasukkan obat dan
zat makanan secara rutin atau dapat juga untuk menjaga keseimbangan asam basa.
BAB II
PEMBAHASAN
Kandungan air dalam tiap organ tidak seragam seperti terlihat pada tabel 2 dibawah ini:
Jaringan Persentase Air
Otak 84
Ginjal 83
Otot lurik 76
Kulit 72
Hati 68
Tulang 22
Lemak 10
Komponen Intraselular 5
Komponen intraseluler merupakan cadangan cairan tubuh yang terbesar, dan berhubungan
dengan cairan dalam sel. Komposisi ionnya berbeda dengan komponen ekstraseluler karena
mengandung ion kalium dalam konsentrasi tinggi (140-150 mmol/liter) dan ion natrium dalam
konsentrasi rendah (8-10 mmol/liter) dan ion klorida (3mmol/liter). Jadi jika air diberikan bersama
natrium dan klorida, maka cenderung mengisi komponen ekstraseluler. Air yang diperlukan dalam
bentuk larutan glukosa akan didistribusikan kesemua bagian tubuh dan glukosa akan dimetabolisme.
Air murni tidak pernah diberikan secara intravena karena dapat menyebabkan hemolisis masif.
Komponen Ekstraselular 5
Komponen ekstraseluler dapat dibagi menjadi intravaskuler dan intertitial.
Komponen Intravaskuler
Volume darah normal kira-kira 70 ml/kgbb pada dewasa dan 85-90 ml/kgbb pada neonatus.
Selain darah, komponen intravskuler juga terdiri dari protein plasma dan ion, terutama natrium
(138-145 mmol/liter), klorida (97-105 mmol/liter) dan ion bikrbonat. Hanya sebagian kecil kalium
tubuh berada di dalam plasma (3,5-4,5 mmol/liter), tetapi konsentrasi kalium ini mempunyai
pengaruh besar terhadap fungsi jantung dan neuromuskuler.
Komponen Interstitial
Komponen interstitial lebih besar dari pada komponen intravaskuler. Jumlah total cairan
ekstraseluler (intravaskuler ditambah interstitial) bervariasi antara 20-35% dari berat badan dewasa
dan 40-45% pada neonatus. Air dan elektolit dapat bergerak bebas di antara darah dan ruang
interstitial, yang mempunyai komposisi ion yang sama, tetapi protein plasma tidak dapat bergerak
bebas keluar dari ruang intravaskuler kecuali bila terdapat cedera kapiler misalnya pada luka bakar
atau syok septik.
Jika terdapat kekurangan cairan dalam darah atau volume darah yang menurun dengan cepat,
maka air dan elektrolit akan ditarik dari komponen interstitial ke dalam darah untuk mengatasi
kekurangan volume intravaskuler, yang diprioritaskan secara fisiologis. Pemberian cairan intravena
yang terutama mengandung ion natrium dan klorida, seperti NaCl fisiologis (9 g/liter atau 0,9%) atau
larutan Hartman (larutan ringer laktat), dapat bergerak bebas kedalam ruang intertitial sehingga
efektif untuk meningkatkan volume intervaskuler dalam waktu singkat.
Larutan yang mengandung molekur yang lebih besar, misalnya plasma, darah lengkap, dekstran,
poligelin, hidroksietil, gelatin, lebih efektif untuk mempertahankan sirkulasi jika diberikan secara
intravena karena komponen ini lebih lama berada dalam komponen intravaskuler. Cairan ini
biasanya disebut sebagai plasma ex-panders.
Cairan transseluler 3
Merupakan cairan yang terkandung di dalam rongga khusus dari tubuh. Contoh (CTS) meliputi
cairan serebrospinal, perikardial, pleural, sinovial, dan cairan intraokular serta sekresi lambung
dengan jumlah hamper mendekati angka 1 L, namun sejumlah besar cairan bergerak kedalam dan
keluar ruang transelular setiap harinya. Sebagai contoh, saluran gastro-intestinal (GI) secara normal
mensekresi dan mereabsorbsi sampai 6-8 L per-hari.
Dalam dua kompartemen cairan tubuh ini terdapat solute berupa kation dan anion (elektrolit)
yang penting dalam mengatur keseimbangan cairan dan fungsi sel. Ada dua kation yang penting
yaitu natrium dan kalium. Keduanya mempengaruhi tekanan osmotik cairan ektrasel dan intrasel
serta langsung berhubungan dengan fungsi sel. Kation dalam cairan ekstrasel adalah natrium (kation
utama) dan kalium, kalsium, magnesium. Untuk menjaga netralitas (elektronetral) didalam cairan
ekstrasel terdapat anion-anion seperti klorida, bikarbonat dan albumin. Kation utama dalam cairan
intrasel adalah kalium dan anion utama adalah fosfat.
Tabel 3 : menunjukkan jumlah dan jenis kation dan anion dalam tiap kompartemen : 4
Ca 5 2,5 2
Mg 3 1,5 27
HCO3 27 30 10
HPO4 2 2 100
SO4 1 1 20
As Organik 5 5 0
Protein 16 0 63
Demam ( 12% tiap kenaikan suhu 1C ) Hipotermi ( 12% tiap penurunan suhu 1C )
Dehidrasi
Dehidrasi merupakan keadaan dimana kurangnya cairan tubuh dari jumlah normal akibat
kehilangan cairan, asupan yang tidak mencukupi atau kombinasi keduanya. Dengan manifestasi
klinis seperti pada tabel 5 : 1
Keadaan Umum Baik, Compos Gelisah, rewel ,lesu Letargik, tak sadar
Mentis
Normal
Pemeriksaan laboratorium pada keadaan dehidrasi yang menunjukakan kelainan antara lain:
Kondisi yang telah ada Induksi anestesi Stres akibat operasi dan
Prosedur diagnostik Kehilangan darah yang nyeri pasca operasi.
Pemberian obat abnormal. Peningkatan katabolisme
Preparasi bedah Kehilangan abnormal cairan jaringan.
Penanganan medis terhadap ekstraselular ke third space Penurunan volume sirkulasi
kondisi yang telah ada Kehilangan cairan akibat yang efektif.
Restriksi cairan preoperatif evaporasi dari luka operasi Risiko atau adanya ileus
Defisit cairan yang telah ada postoperatif.
sebelumnya
a) Cairan hipotonik
Cairan hipotonik osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi ion Na+ lebih rendah
dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan menurunkan osmolaritas serum. Maka cairan
ditarik dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari
osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan
pada keadaan sel mengalami dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah (dialisis) dalam terapi
diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetik.
Komplikasi yang membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke
sel, menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan intrakranial (dalam otak) pada
beberapa orang. Contohnya adalah NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.
b) Cairan Isotonik
Cairan Isotonik osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian cair dari
komponen darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang
mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun). Memiliki
risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit gagal jantung kongestif dan
hipertensi. Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat (RL), dan normal saline/larutan garam fisiologis
(NaCl 0,9%).
c) Cairan hipertonik
Cairan hipertonik osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga menarik cairan dan
elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan darah,
meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak). Penggunaannya kontradiktif dengan
cairan hipotonik. Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5% + Ringer-Lactate,
Dextrose 5% + NaCl 0,9%, produk darah (darah), dan albumin.
Terapi rumatan dapat diberikan infus cairan elektrolit dengan kandungan karbohidrat atau infus
yang hanya mengandung karbohidrat saja. Larutan elektrolit yang juga mengandung karbohidrat
adalah larutan KA-EN, dextran + saline, DGAA, Ringer's dextrose, dll. Sedangkan larutan rumatan
yang mengandung hanya karbohidrat adalah dextrose 5%. Tetapi cairan tanpa elektrolit cepat keluar
dari sirkulasi dan mengisi ruang antar sel sehingga dextrose tidak berperan dalam hipovolemik.
Pada pembedahan akan menyebabkan cairan pindah ke ruang ketiga, ke ruang peritoneum, ke luar
tubuh. Untuk menggantinya tergantung besar kecilnya pembedahan, yaitu :
Selular
Darah utuh (whole blood)
Sel darah merah pekat (packed red blood cell)
Sel darah merah pekat dengan sedikit leukosit (packed red blood cell leukocytes reduced)
Sel darah merah pekat cuci (packed red blood cell washed)
Sel darah merah pekat beku (packed red blood cell washed)
Trombosit konsentrat (concentrate platelets)
Granulosit feresis (granulocytes pheresis)
Non selular
Kontraindikasi
Sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan anemia kronik yang normovolemik atau yang
bertujuan meningkatkan sel darah merah.
Ket :
Ket :
Terapi yang perlu diberikan ialah antihistamin, dan transfusi harus disetop.
c) Reaksi Non Imunologi
1. Reaksi yang disebabkan oleh volume yang berlebihan
2. Reaksi karena darah transfusi terkontaminasi
3. Virus hepatitis, Malaria, sifilis, virus CMG dan virus Epstein-Barr parasit serta bakteri
4. AIDS
Karena sebagian besar reaksi ketidakcocokan terjadi dalam15 menit pertama, maka pada awal
prosedur, resipien harus diawasi secaraketat. Setelah itu, petugas dapat memeriksa setiap 30- 45
menit dan jika terjadi reaksi ketidakcocokan, maka transfusi harus dihentikan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara ataupun mengganti cairan tubuh dengan pemberian
cairan infus kristaloid (elektrolit) atau koloid (plasma ekspander) secara intravena untuk mengatasi
berbagai masalah gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, meliputi mengantikan volume
cairan yang hilang akibat perdarahan, dehidrasi atau syok.
Terapi cairan perioperative meliputi tindakan terapi yang dilakukan pada masa pra-bedah,
selama pembedahan, dan pasca bedah. Dalam pembedahan dengan anestesia yang memerlukan
puasa sebelum dan sesudah pembedahan, maka terapi cairan berfungsi untuk mengganti cairan saat
puasa sebelum dan sesudah pembedahan, mengganti kebutuhan rutin saat pembedahan, mengganti
perdarahan yang terjadi, dan mengganti cairan yang pindah ke rongga ketiga.
Sedangkan Tranfusi darah pada hakekatnya adalah pemberian darah atau komponen darah dari
satu individu (donor) ke individu lainnya (resipien), dimana dapat menjadi penyelamat nyawa, tetapi
dapat pula berbahaya dengan berbagai komplikasi yang akan terjadi sehingga tranfusi darah
hendaklah dilakukan dengan indikasi yang jelas dan tepat sehingga diperoleh manfaat yang jauh
lebih besar dari pada risiko yang mungkin terjadi.
Transfusi darah dapat berupa darah lengkap atau hanya komponen-komponen darah yang
dibutuhkan saja misalkan preparat sel darah merah atau trombosit, tergantung indikasi resipien.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo W. A., Setiyohadi.B., dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Ed.5. Jilid 1. Internal
Publishing: Jakarta
2. Guyton AC dan Hell JE. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed.11. Jakarta : EGC.
3. Sherwood L .2009. Fisiologi manusia dari sel ke sistem edisi ke 6. Jakarta:EGC
4. Latief AS, dkk. 2001 petunjuk praktis anestesiologi : terapi cairan pada pembedahan, ed.2 bagian
anestesiologi dan terapi intensif, FK UI.
5. Dobson, Michel B. 2012. Penuntun praktis Anestesi. Prinsip terapi cairan dan elektrolit. Jakarta :
EGC.
6. Kaswiyan U. 2010. Terapi cairan perioperatif. Bagian Anestesiologi dan Reanimasi.Fakultas
Kedokteran Universitas padjajaran.
7. Mulyono, I. 2009. Jenis-jenis Cairan, dalam Symposium of Fluid and Nutrition Therapy in Traumatic
Patients, Bagian Anestesiologi FK UI/RSCM, Jakarta.
8. Grethlein, Sara J. 2012. Blood Substitutes . journal of emedicine medscape.
9. Kardon, Eric M . 2014. Transfusion Reactions In Emergency Medicine. journal of emedicine
medscape.
10. Adriansyah, Rizky dkk. 2009. Reaksi Hemolitik Akibat Transfusi. Majalah Kedokteran Indonesia, Vol:
59, No: 8. Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
11. Hanafie, Achsanuddin. 2009. Anemia dan Transfusi Sel Darah Merah pada Pasien Kritis. Majalah
Kedokteran Nusantara Vol. 39, No. 3. SMF-Anestesi dan Reanimasi FK-USU/RSUP Haj Adam Malik,
Medan, RSU Dr. Pirngadi Medan
12. WHO. 2013. the clinical use of blood in general medicine obstetric pediatrics surgery & anaesthasia
trauma and Bums.
13. Ario, Dewangga dkk. 2011. Kebutuhan Optimal Cairan Ringer Laktat untuk Resusitasi Terbatas
(Permissive Hypotension) pada Syok Perdarahan Berat yang Menimbulkan Kenaikan Laktat Darah
Paling Minimal. Journal of Emergency Vol. 1. No. 1. Departemen/SMF Ilmu Bedah, Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga/RSUD Dr. Soetomo Surabaya