Anda di halaman 1dari 15

Dasar Kegawatdaruratan Pada Anak dan Bayi

Pembimbing : dr. Suparto, Sp.An-KAKV

Penyusun :

Awalliantoni

112016232

KEPANITRAAN KLINIK ILMU ANASTESIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

RUMAH SAKIT FAMILY MEDICAL CENTER BOGOR

PERIODE 29 Mei 2017 17 Juni 2017


Latar Belakang

Henti jantung berdasarkan The Pediatric Utstein Guidline adalah terhentinya

aktivitas mekanik jantung yang ditentukan oleh tidak adanya respon dari perabaan pada denyut

nadi sentral, dan henti nafas 1.

Pada anak, henti jantung biasanya lebih banyak disebabkan oleh asfiksia sebagai akibat

sekunder dari henti nafas. Hal ini berbeda dengan kejadian henti jantung pada dewasa yang

sebagian besar disebabkan oleh masalah primer pada jantung. Data yang didapatkan

menyebutkan bahwa, lebih kurang 2 4 % pasien yang dirawat di Pediatric Intensive Care Unit

(PICU) mengalami henti jantung. Angka kejadian henti jantung dan nafas pada anak di Amerika

Serikat sekitar 16.000 setiap tahunnya, hanya 30 % yang menerima resusitasi jantung paru dan

sebagian besarnya terjadi pada anak dengan usia kurang dari 1 tahun 1-3.

Penelitian yang dilakukan oleh Hans Steiner dan Gerald Neligan (1975) mendapatkan

hasil bahwa lamanya henti jantung berhubungan dengan insiden kerusakan otak, semakin lama

bayi mengalami henti jantung, semakin berat kerusakan otak yang akan dialaminya 4. Hal

tersebut dikarenakan henti jantung yang lama akan menyebabkan tidak adekuatnya Cerbral

Perfusion Pressure (CPP) yang selanjutnya akan berdampak pada kejadian iskemik yang

menetap dan infark kecil di suatu bagian otak 5.

Pemberian penanganan segera pada henti nafas dan jantung berupa Cardio Pulmonary

Resuscitation (CPR) akan berdampak langsung pada kelangsungan hidup dan komplikasi yang

ditimbulkan setelah terjadinya henti jantung pada bayi dan anak1. Resusitasi jantung paru segera

yang dilakukan dengan efektif berhubungan dengan kembalinya sirkulasi spontan dan

kesempurnaan pemulihan neurologis. Hal ini disebabkan karena ketika jantung berhenti,

oksigenasi juga akan berhenti sehingga akan menyebabkan kematian sel otak yang tidak akan

dapat diperbaiki walaupun hanya terjadi dalam hitungan detik sampai beberapa menit 6.
Identifikasi masalah
Dalam mengidentifikasi masalah kesehatan pada anak dibutuhkan ketelitian yang lebih
mendalam dari pada orang dewasa. Hal ini disebabkan karena anak belum dapat mengungkapkan
masalah yang dia alami secara spesifik. Kemampuan seorang tenaga kesehatan dalam mengenali
gejala awal ketidakseimbangan antara ketersediaan dan kebutuhan oksigen sangat berperan
penting dalam kegawatdaruratan anak.7

Aspek penting yang harus dicurigai sebagai tanda anak mengalami kegawatdaruratan :

1. Perfusi kulit.
Pada saat tubuh mengalami hypoperfusi, organ pertama yang dikorbankan untuk
kompensasi adalah kulit.Warna kulit anak akan berubah menjadi kebiruan dan
kehilangan panas.Capillary refill test anak tersebut juga akan melambat
2. Dehidrasi
Ketika anak mengalami dehidrasi, produksi urinnya akan menurun layaknya pada
orang dewasa.Ketika menangis anak tidak mengeluarkan air mata patut dicurigai
anak tersebut mengalami dehidrasi.Mata cekung dan kelembapan kulit menurun
pada anak yang sudah mengalami dehidrasi parah.
3. Respon Menurun
Kelelahan yang meningkat pada anak menyebabkan respon anak dalam mengenali
benda atau orang tua menurun.Pada bayi yang sehat dia akan menoleh kearah
sumber suara dan dapat melihat objek secara horizontal.Pada usia lebih dari 1
tahun anak dapat melihat benda secara vertikal.
4. Bunyi dengkuran pada saat ekspirasi
Jika terdengar bunyi dengkuran pada saat anak ekspirasi kita harus mencurgai ada
hambatan pada jalan napas anak tersebut.Adanya takipnea pada anak juga wajib
dicurigai sebagai usaha anak untuk mencapai kebutuhan oksigen yang dibutukan
oleh tubuhnya. Jika anak tersebut sudah mengalami kelelahan maka takipnea akan
berubah menjadi bradipnea. Apabila ditemukan takikardi maka kita wajib
mencurigai bawah hal tersebut merupakan usaha tubuh anak untuk mencukupi
kebutuhan perfusi dalam tubuhnya.7
Epidemilogi

Angka kejadian henti jantung dan nafas pada anak-anak di Amerika Serikat

sekitar 16.000 setiap tahunnya. Kejadian lebih didominasi oleh anak berusia lebih kecil, yaitu

pada anak usia dibawah 1 tahun dan lebih banyak pada jenis kelamin laki-laki yaitu 62%. Angka

kejadian henti nafas dan jantung yang terjadi di rumah sakit berkisar antara 7,5 11,2% dari

100.000 orang setiap tahun. Sebuah penelitian di Amerika Utara menunjukkan bahwa, kejadian

henti nafas dan henti jantung lebih banyak terjadi pada bayi dibandingkan dengan anak dan

dewasa yaitu dengan perbandingan 72,7 : 3,7 : 6,3 dari 100.000 orang setiap tahunnya 1-3.

Sementara itu, angka kejadian henti nafas dan henti jantung yang terjadi di rumah sakit

berkisar antara 2 6% dari pasien yang dirawat di ICU (Intensive Unit Care). Sekitar 71-88%

terjadi pada pasien dengan penyakit kronis, yang terbanyak adalah penyakit saluran nafas,

jantung, saluran pencernaan, saraf, dan kanker. Penyebabnya hampir sama dengan henti nafas

dan henti jantung yang terjadi di luar rumah sakit di mana yang terbanyak adalah asfiksia dan

syok 1.

Etiologi

Penyebab terjadinya henti nafas dan henti jantung tidak sama pada setiap usia. Penyebab

terbanyak pada bayi baru lahir adalah karena gagal nafas, sedangkan pada usia bayi yang

menjadi penyebabnya bisa berupa :

a. Sindrom bayi mati mendadak atau SIDS ( Sudden Infant Death Syndrome )

b. Penyakit pernafasan

c. Sumbatan pada saluran pernafasan, termasuk aspirasi benda asing

d. Tenggelam

e. Sepsis
f. Penyakit neurologis

Penyebab terbanyak henti nafas dan henti jantung pada anak yang berumur diatas 1 tahun

adalah cedera yang meliputi kecelakaan lalu lintas, terbakar, cedera senjata api, dan tenggelam 6.

Evaluasi Sistem Respiratori

Kegagalan respirasi pada anak umumnya disebabkan oleh masalah pematangan pada 3

area :

1. Reseptor sistem saraf pusat dan pusat napas

2. Kestabilan dinding dada dan kekuatan otot pernapasan

3. Kompleks alveolus di paru paru

Pada bayi dan anak dada lebih di dominasi oleh tulang rawan, meningkatkan tekanan

intratorakal saat distress pernapasan kurang efisien untuk menaikan volume tidal.Dada yang

memendek kedalam sewaktu ekspirasi lebih dalam dibanding orang dewasa sehingga secara

tidak langsung meningkatkan usaha untuk bernapas.7

Jumlah alveoli dan ukurannya bertambah secara signifikan pada masa anak anak, dan

compliance paru juga meningkat.Tidal volume pada anak adalah 6-7 mL/kg berat badan.Volume

yang kecil namun harus tersedia dalam waktu yang cepat. Kebutuhan O2 pada bayi 2 sampai 3

kali lebih banyak dari orang dewasa.Pada bayi dengan berat badan kurang dari 5kg ,tidal volume

harus 8mL/kg berat badan.7

Hal pertama yang harus diperhatikan pada pengaturan jalan napas adalah posisi

kepala.Lakukan sniffing position untuk mencengah obstruksi jalan napas.Letakan anak pada alas

yang keras dan ekstensikan kepala kebelakang.Hati-hati saat melakukan ekstensi kepala, apabila

berlebihan dapat menyebabkan obstruksi jalan napas.Pada pasien yang dicurigai mengalami
cedera leher tidak boleh dilakukan manuver ini.Jaw-thrust manuver merupakan pilihan utama

pada pasien dengan cedera leher.7

Ketika anak tidak mendapatkan oksigen yang adekuat, akan terjadi hipoksemia dalam

waktu yang sangat cepat dan terjadi sianosis karena jumlah hemoglobin pada anak lebih sedikit

dari orang dewasa. Sianosis terjadi karena jumlah oksigen yang berikatan dengan hemoglobin

sangat sedikit sehingga kebutuhan jaringan akan oksigen tidak dapat dipenuhi.7

Penggunaan sungkup pada anak mungkin akan menyebabkan kegelisahan,karena itu kita

harus menyediakan berbagai macam alat untuk persiapan pemberian oksigen.Nasopharynx pada

bayi lebih besar,karena itu nasal kanul akan dapat memberikan udara inspirasi lebih banyak dari

pada dewasa.7

Ventilasi dengan sungkup dapat menyebabkan distensi lambung sehingga memprovokasi

muntah dan aspirasi. Penggunaan nasogastric tube mungkin akan dibutuhkan.Lidah anak

dibawah umur 2 tahun relatif sangat besar dan dapat menyebabkan obstruksi atau kesulitan

waktu melakukan intubasi.7

Pada penggunaan ventilasi mekanik pada prinsipnya sama dengan orang dewasa.Hal

yang perlu di perhatikan adalah tidal volume yang diberikan.Pada anak dengan cedera paru

diberikan 6mL/kg berat badan.Pada bayi waktu inspirasi 0,5 sampai 0,6 detik dan balita 0,6

sampai 0,8 detik.Pada anak usia sekolah diberikan waktu inspirasi 0,8 sampai 1 detik.7

Evaluasi sistem kardiovaskular.

Pada anak volume sirkulasi darah lebih tinggi dibandingkan orang dewasa,tapi volume

absolutnya kecil karena ukuran tubuh yang kecil.Toleransi kehilangan darah pada anak lebih

kecil dari pada orang dewasa. Indikasi tranfusi ketika 5% sampai 10% volume sirkulasi darah

telah hilang.7
Cardiac output yang kecil pada anak, 600mL/menit menyebabkan nadi lebih tinggi

dibandingkan orang dewasa.Hal tersebut untuk mengkompensasi kebutuhan jaringan akan

oksigen.Bradikardi harus diwaspadai pada anak karena dapat menyebabkan hipoperfusi

jaringan.7

Penyebab paling sering dari syok pada anak adalah syok hipovolemik yang disebabkan

hilangnya cairan dan elektrolit dalam jumlah besar.Riwayat kehilangan cairan seperti muntah,

diare dan menurunnya urin output dapat menjadi alarm terjadinya syok hipovolemik.Pada anak

tekanan darah lebih stabil dari pada orang dewasa, sehingga penurunan tekanan darah tidak dapat

di jadikan acuan pasien syok.7

Untuk mengkompensasi menurunnya cardiac output pada syok, dapat diberikan cairan

resusitasi berupa normal saline atau ringer laktat 20mL/Kg berat badan dan dapat diulangi

sampai 60Ml/kg berat badan pada 15 menit pertama.Pada anak dengan disfungsi jantung

diberikan 5 sampai 10mL/Kg berat badan.7

Untuk mencegah terjadinya oedem pada anak sebaiknya diberikan cairan sesuai estimasi

kebutuhan cairan dalam 24 jam. Pada anak dengan berat badan kurang dari 10kg diberikan

100mL/kg/hari.Apabila berat anaknya 15-20kg diberikan 1000mL + 50ml/kg berat badan diatas

10kg.Untuk anak dengan berat badan lebih dari 20kg diberikan 1500 mL + 20 mL / kg berat bada

diatas 20kg.7
Pediatric Assasment Triangle (PAT)

Tiga komponen PAT adalah penampilan anak, upaya napas, dan sirkulasi kulit

1. Penampilan anak

Penampilan anak dapat dinilai dengan berbagai skala. Metoda tides meliputi penilaian tonus

(T=tone), interaksi (I=interactive), konsolabilitas (C=consolability), cara melihat (L=look/gaze)

dan berbicara atau menangis (S=speech/cry).

Tabel 1. Penilaian dengan metode Ticles (TICLS)8

Karakteristik Hal yang dinilai

Tone Apakah anak bergerak aktif atau menolak pemeriksaan

dengan kuat? Apakah tonus ototnya baik atau lumpuh?

Interactiveness Bagaimana kesadarannya? Apakah suara

mempengaruhinya? Apakah dia mau bermain dengan

mainan atau alat pemeriksaan? Apa anak tidak bersemangat

berinteraksi dengan pengasuh atau pemeriksa?

Consolability Apakah dia dapat ditenangkan oleh pengasuh atau

pemeriksa? Atau anak menangis terus atau terlihat agitas

sekalipun dilakukan pendekatan yang lembut?

Look/gaze Apakah memfokuskan penglihatan pada muka? Atau

pandangan kosong?

Speech/cry Apakah anak berbicara atau menangis dengan kuat atau

lemah atau parau?


Tabel 2. Penilaian upaya nafas8

Karakteristik Hal yang dinilai

Suara napas yang tidak normal Mengorok, parau, stridor, merintih, mengi

Posisi tubuh yang tidak normal Sniffing, tripoding, menolak berbaring

Retraksi Supraklavikula, interkosta, substernal, head bobbing

Cuping hidung Napas cuping hidung

Tabel 3. Penilaian sirkulasi kulit8

Karakteristik Hal yang dinilai

Pucat Kulit atau mukosa tampak kurang merah karena kurangnya

aliran darah ke daerah tersebut

Mottling Kulit berbercak kebiruan akibat vasokonstriksi

Sianosis Kulit dan mukosa tampak biru


Penampilan (Normal) Upaya napas ( ) Distress pernapasan

Sirkulasi kulit (Normal)

Penampilan (Abnormal) Upaya napas ( / ) Gagal napas

Sirkulasi kulit (Normal/ )

Penampilan (Abnormal) Upaya napas (Normal) Syok

Sirkulasi kulit ( )

Penampilan (Abnormal) Upaya napas (Normal) Gangguan metabolik atau

gangguan primer SSP

Sirkulasi kulit (Normal)

Gambar 1. Penggunaan PAT secara ringkas 8


Mengeluarkan benda asing

Obstruksi karena aspirasi benda asing dapat menyebabkan sumbatan ringan atau berat,

jika sumbatannya ringan maka korban masih dapat bersuara dan batuk, sedangkan jika

sumbatannya sangat berat maka korban tidak dapat bersuara ataupun batuk. Jika terdapat

sumbatan karena benda asing maka pada bayi < 1 tahun dapat dilakukan teknik 5 kali back blows

(back slaps) di interskapula, namun jika tidak berhasil dengan teknik tersebut dapat dilakukan

teknik 5 kali chest thrust di sternum, 1 jari di bawah garis imajiner intermamae (seperti

melakukan kompresi jantung luar untuk bayi usia < 1 tahun) 9.

Gambar 2. Teknik Back Blow pada bayi dan anak 9

Pada anak > 1 tahun yang masih sadar dapat dilakukan teknik Heimlich maneuver yaitu

korban di depan penolong kemudian lakukan hentakan sebanyak 5 kali dengan menggunakan 2

kepalan tangan di antara prosesus xifoideus dan umbilikus hingga benda yang menyumbat dapat

dikeluarkan, sedangkan pada anak yang tidak sadar, dilakukan teknik Abdominal thrusts dengan

posisi korban terlentang lakukan 5 kali hentakan dengan menggunakan 2 tangan di tempat seperti
melakukan teknik Heimlich manuever. Setelah itu buka mulut korban, lakukan cross finger

manuever untuk melihat adanya obstruksi dan finger sweeps manuever untuk mengeluarkan

benda asing yang tampak pada mulut korban, namun jangan melakukan teknik tersebut pada

anak yang sadar, karena dapat merangsang gag reflex dan menyebabkan muntah.9

Gambar 3. Teknik Heimlich Manuver 9

Gambar 4. Teknik Chest Thrust 9 Gambar 5. Teknik Abdominal Thrust 9


Pediatric BLS Heathcare Provider

Gambar 6. Resusitasi berdasarkan AHA 2010 9


Kesimpulan

Mengenali tanda tanda kegawatdaruratan pada bayi dan anak menuntu pemahaman dan

analisa yang mendalam terhadap gejala klinis yang ditampakan oleh anak maupun bayi.Hal

tersebut disebabkan oleh kemampuan bayi dan anak dalam mengungkapkan masalah yang

mereka alami tidak sebaik orang dewasa.

Ketidakmampuan tenaga kesehatan dalam mengenali gejala awal dari kedaruratan pada

anak dan bayi dapat menyebabkan buruknya prognosis pada sebuah kasus. Tenaga kesehatan

juga dituntut untuk mengetahui cara resusitasi yang baik pada anak dan bayi.

Memantau jalan nafas, memberikan nafas yang adekuat serta pemberian cairan yang baik

dapat menstabilkan status hemodinamik pada anak atau bayi.


DAFTAR PUSTAKA

1. Tress, Erika E et al. Cardiac Arrest in Children. Journal of Emergencies, Trauma, and

Shock 2010; 3(III), 267-77

2. Rusmaladewi A, Leksana E, Nurcahyo WI. Monitoring Kardiovaskuler pada Pediatric

Intensive Care. Jurnal Anestesiologi Indonesia 2010; 3(II), 180-98.

3. Kleinman, ME et al. Pediatric Advanced Life Support : 2010 American Heart Association

Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care.

Circulation 2010; 122: 875-908

4. Steiner, H ; Neligan, G. Perinatal Cardiac Arrest-Quality of The Survivors. Archives of

Disease in Childhood 1975; 50: 696-702

5. Nolan JP. Post Cardiac Arrest Syndrome. Resuscitation 2008; 79: 350-79

6. Hakim DDL. Resusitasi Jantung Paru pada Bayi dan Anak. Dalam: Pudjiadi AH, Latief A,

Budiwardhana N, penyunting. Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat. Jakarta: Badan penerbit

IDAI 2013. h. 207-290.

7. Abraham,PE et all. Fundamental Critical Care Support fourth edition.Society of Critical

Care Medicine 2017. h : 16-1 16-12

8. Kumpulan Materi Pelatihan Resusitasi Pediatri Tahap Lanjut. UKK PGD IDAI 2008.

9. American Heart Association. Part 6: Pediatric Basic and Advanced Life Support.

Circulation 2005; 112: III 73-90.

Anda mungkin juga menyukai