Anda di halaman 1dari 11

PERTAHANAN NEGARA INDONESIA DITINJAU DARI

SEGI MENTAL

OLEH :

1. MUH. NURHAN
2. MUHAMAD SADAN DANIEL
3. OTNIEL MOMORIBO
4. THOMAS SIEP
5. DELON OTNIEL KEY
6. PURWADI BAGUS IRIANTO
7. MOSES AIMOR
8. OTINUS MANUFANDU

JURUSAN ADMINISTRASI NEGARA


FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
INSTITUT ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK YAPIS
B I A K
2 0 1 7
KATA PENGANTAR

Segala puji senantiasa tercurah kepada tuhan semesta Alam, syukur tugas yang
berjudul Pertahanan Negara Indonesia ditinjau dari segi mental telah selesai kami buat.
Walaupun terdapat banyak kekurangan itu semua karena kekurangan dari penulis sebagai
manusia biasa dan pemilik kesempurnaan hanyalah tuhan semesta alam.

Penulis juga tidak lupa untuk mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing
yang telah banyak memberi masukan dan bimbingan terkait dengan ilmu politik.

Begitu Pula kami mohon dukungan baik saran dan kritikan yang membangun pada
teman-teman untuk melengkapi kekurangan-kekurangan dari tulisan kami ini.

Biak, 03 Mei 2017

(..)
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG

Era reformasi telah berjalan hampir dua dasawarsa, namun ternyata tidak semua
dimensi krisis bisa diatasi. Presiden Jokowidodo melihat berbagai perubahan yang
dilakukan oleh presiden-presiden sebelumnya masih fokus pada perbaikan kondisi politik,
ekonomi dan hukum. Maka sebagian masyarakat dan juga komunitas internasional yang
mendukung reformasi berpendapat perubahan-perubahan yang terjadi khususnya di bidang
politik, ekonomi dan hukum merupakan kemajuan. Namun sebagian masyarakat lainnya
berpendapat kemajuan itu tanpa arah, bahkan mungkin maju ke belakang karena semakin
menjauh dari cita-cita pendiri bangsa.

Menurut Presiden Jokowidodo, ekonomi semakin berkembang dan masyarakat


banyak semakin bertambah makmur, bahkan Bank Dunia mengatakan ekonomi Indonesia
tahun 2014 sudah masuk 10 besar dunia. Namun kemajuan-kemajuan itu justru membuat
rakyat galau, karena dicapai melalui kebijakan yang semakin menyimpang dari Tujuan
Nasional yaitu ekonomi kerakyatan berdasarkan Pancasila yang muaranya adalah terciptanya
masyarakat yang adil dalam kemakmuran serta makmur dalam keadilan.

Maka pada dasarnya gerakan revolusi mental yang dicanangkan Presiden Jokowidodo
adalah gerakan membangun kekuatan mental untuk membebaskan diri dari pengaruh
kekuatan global yang sudah merasuk ke seluruh kehidupan berbangsa dan bernegara bangsa
Indonesia.

2. TUJUAN

1. Mahasiswa mampu mengetahui pengertian dan membentuk dalam diri kekuatan mental
sebagai pertahanan Negara Indonesia
2. Membangun kekuatan mental untuk membebaskan diri dari pengaruh kekuatan global
yang sudah merasuk ke seluruh kehidupan berbangsa dan bernegara bangsa Indonesia
BAB II

KETAHAN NEGARA INDONESIA DITINJAU DARI SEGI MENTAL

Ketahanan mental adalah kemampuan kognitif dan motivasi kita untuk menghadapi
tekanan. Kehendak dan motivasi berfungsi seperti otot tubuh yang perlu dilatih untuk menjadi
kuat. Caranya adalah dengan mendisiplinkan diri untuk memecahkan persoalan dan mencari
jawaban. Memiliki optimisme yang realistis akan sangat membantu.

Era reformasi telah berjalan hampir dua dasawarsa, namun ternyata tidak semua dimensi
krisis bisa diatasi. Presiden Jokowidodo melihat berbagai perubahan yang dilakukan oleh
presiden-presiden sebelumnya masih fokus pada perbaikan kondisi politik, ekonomi dan
hukum. Maka sebagian masyarakat dan juga komunitas internasional yang mendukung
reformasi berpendapat perubahan-perubahan yang terjadi khususnya di bidang politik, ekonomi
dan hukum merupakan kemajuan. Namun sebagian masyarakat lainnya berpendapat kemajuan
itu tanpa arah, bahkan mungkin maju ke belakang karena semakin menjauh dari cita-cita
pendiri bangsa.

Menurut Presiden Jokowidodo, ekonomi semakin berkembang dan masyarakat banyak


semakin bertambah makmur, bahkan Bank Dunia mengatakan ekonomi Indonesia tahun 2014
sudah masuk 10 besar dunia. Namun kemajuan-kemajuan itu justru membuat rakyat galau,
karena dicapai melalui kebijakan yang semakin menyimpang dari Tujuan Nasional yaitu
ekonomi kerakyatan berdasarkan Pancasila yang muaranya adalah terciptanya masyarakat yang
adil dalam kemakmuran serta makmur dalam keadilan.

Dengan memanfaatkan situasi krisis yang berkepanjangan, melalui berbagai cara, kekuatan
global telah berhasil merubah mental elite bangsa yang sedang kebingungan itu untuk
mengambil jalan pintas mengatasi krisis ekonomi dengan menggunakan cara-cara yang
menyimpang dari nilai-nilai ideologi Pancasila, UUD1945 dan Semangat Proklamasi.
Kekuatan global telah berhasil memaksakan sistem ekonomi liberal yang mengedepankan
kekuatan pasar, maka kemajuan ekonomi yang dicapai sesungguhnya adalah semu, karena telah
menjebak Indonesia sehingga tergantung pada modal asing. Sementara sumber daya alamnya
dikuras oleh perusahaan multinasional bersama para proxy Indonesia-nya.

Di bidang politik, masyarakat sudah banyak menikmati kebebasan serta hak- haknya
dibanding sebelumnya, termasuk di antaranya pergantian pemimpin secara periodik melalui
pemilu demokratis. Namun kemajuan di bidang demokrasi itupun merupakan kemajuan semu
karena dicapai melalui sistem demokrasi yang dilaksanakan semakin menyimpang dari sistem
demokrasi berdasarkan Pancasila.

Kekuatan global tanpa terasa telah merubah mental elite bangsa untuk menggunakan
sistem demokrasi liberal. Di era reformasi masyarakat kecewa dengan kinerja partai-partai
politik, yang ternyata tidak bisa menjadi wahana mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional,
tetapi malahan menjadi wahana memperjuangkan kepentingan pribadi dan golongan. Di
masyarakat timbul kesan bahwa elite politik yang menduduki Lembaga Eksekutif dan Legislatif
telah dijangkiti penyakit KKN dan money politics. Dalam melaksanakan tugas, sikap dan
perilaku elite politik masih ada yang dinilai arogan, belum dewasa dan acapkali lepas kendali
dan mengabaikan kesantunan politik serta etika kehidupan berbangsa. Upeti, gratifikasi dan
korupsi telah sering terbukti (tertangkap tangan) sehingga persepsi masyarakat mudah menarik
kesimpulan bahwa Pilkada secara langsung yang sarat dengan money politics maupun besarnya
dana yang teiah dikeiuarkan oieh seorang caion, adaiah penyebabnya. Lebih ianjut Lembaga
Yudikatifpun telah pula tertular mental korupsi.

Apabila ditelusuri, maka serangan untuk merubah mindset bangsa Indonesia sudah
dimulai sejak UUD 1945 mengalami Amandemen. Kita ketahui bersama bahwa runtuhnya Orde
Baru menyebabkan semua yang berbau Orde Baru dianggap menjijik kan, semua yang
menjanjikan perubahan dan berbeda dari Orde Baru, dari manapun datangnya dianggap mulia.
Pancasila, UUD 1945 dan Cita-cita Proklamasi yang ditanamkan oleh pemerintahan Orde Baru
melalui Program P-4, dianggap sebagai produk Orde Baru sehingga muiai dilupakan. Pada
kesempatan Negara dan Bangsa Indonesia berada dalam keadaan lemah, kehilangan arah,
kekuatan global yang sudah lama mengidam-idamkan penguasaan sepenuhnya wilayah
Nusantara melakukan penetrasi dan perluasan kepentingan khususnya dalam kehidupan politik
dan ekonomi Indonesia.

Kekuatan Global tahu persis bahwa, kekuatan mental bangsa Indonesia sesungguhnya ada
pada pokok-pokok pikiran yang terkandung pada 4 alinea Pembukaan UUD 1945. Pada pokok-
pokok pikiran tersebut terkandung ideologi Pancasila sebagai pandangan hidup dan etika
kehidupan berbangsa dan bernegara merupakan suatu rumusan yang bersumber dari ajaran
agama, yang bersifat universal, dan nilai-nilai luhur budaya bangsa, oleh Karena itu Preambul
atau Pembukaan UUD 1945 itu tidak mungkin dirubah. Maka serangan untuk merubah mental
bangsa dilakukan dengan mengamandemen pasal-pasal pada batang tubuhnya dan
menghilangkan penjelasannya.

Para elite bangsa yang sudah terpengaruh kekuatan asing kemudian melakukan
amandemen terhadap UUD 1945. Tidak heran bila UUD 1945 yang di amandemen pasal-
pasalnya kemudian mengakomodasi berbagai kepentingan asing khususnya di bidang politik dan
ekonomi. Maka sudah barang tentu amandemen UUD dan munculnya berbagai peraturan per-
UU-an derivasinya diwarnai semangat yang tidak lagi berdasarkan nilai-nilai luhur Pancasila,
dan nilai-nilai yang terkandung pada Pembukaan UUD 1945 dan Semangat Proklamasi
Kemerdekaan tgl. 17 Agustus 1945. Tercatat dari hasil wawancara dengan anggota DPR pada
tahun 2012 sekitar 80% undang-undang yang ada pro asing. Dengan kata lain, amandemen
UUD 45 justru semakin menjauhkan kondisi mental bangsa dari nilai-nilai yang telah disepakati
pendiri bangsa.

Maka pada dasarnya gerakan revolusi mental yang dicanangkan Presiden Jokowidodo
adalah gerakan membangun kekuatan mental untuk membebaskan diri dari pengaruh kekuatan
global yang sudah merasuk ke seluruh kehidupan berbangsa dan bernegara bangsa Indonesia.

Seperti pada masa perang kemerdekaan yang lalu, gerangan revolusi mental merupakan
bagian dari perang semesta yang melibatkan seluruh rakyat, sipil maupun militer, dengan segala
cara sipil ataupun militer, di semua bidang kehidupan berbangsa dan bernegara itu sebagai aksi
perang karena menyangkut kedaulatan, keutuhan dan keselamatan bangsa dan negara, maka
pada dasarnya dalam menjalani setiap detik kehidupannya setiap anak bangsa sudah langsung
terlibat daiam perang mental itu.

Intinya adalah bahwa di era perang semesta tanpa batas, bangsa Indonesia militer atau
sipil, di segala tingkat usia tua dan muda, seluruh komponen lembaga masyarakat, partai politik
dan organisasi masa, dimanapun berada, setiap saat selalu berada dalam keadaan perang.
Serangan mental adalah serangan nonfisik untuk merubah mindset ideologi, politik, ekonomi,
sosial budaya dan informasi anak bangsa, bisa dilancarkan setiap saat, di mana saja bahkan bisa
merasuk sampai ke dalam kamar tidur melalui televisi, tilpon genggam, komputer tanpa
mengenal batas usia. Contohnya, NIIS tanpa perlu menyerang secara fisik bisa langsung
merubah mental beratus-ratus anak bangsa untuk bergabung dengan NIIS dengan hanya iming-
iming imbalan materi, kehidupan di alam baka yang lebih baik, dsb.

Ancaman terhadap mental bangsa tidak hanya datang dari luar negeri. Di dalam negeri
lingkup ancaman juga semakin semesta, tidak hanya terbatas pada upaya untuk mengambil alih
kekuasaan secara tidak sah. Para koruptor yang menghancurkan ekonomi negara, para mafia
narkoba yang menghancurkan mental generasi muda, para mafia pangan yang menghancurkan
ketahanan pangan, mafia energi yang mengakibatkan ketergantungan energi pada asing.
Mungkin tidak banyak yang memandang serius bahwa mafia olah raga yang mengatur-atur hasil
pertandingan olah raga demi keuntungan pribadi sesungguhnya telah menyebabkan terpuruknya
harkat dan martabat bangsa Indonesia di dunia internasional. Misalnya, olah raga sepak bola
dewasa ini adalah olah raga bergengsi yang hasilnya mencerminkan kekuatan mental suatu
bangsa. Kekalahan kesebelasan Indonesia yang penduduknya sekitar 230 jutaan melawan
kesebelasan negara lain yang berpenduduk hanya belasan juta sungguh sangat mrendahkan
martabat bangsa, ibaratnya bangsa Indonesia adalah Goliath yang dungu melawan David yang
cerdik.

Meskipun mafia-mafia itu melakukan upaya untuk kepentingannya sendiri tanpa bertujuan
menguasai negara secara de facto ataupun de jure (kudeta), namun ditinjau dari aspek pertahanan
negara, aksi mereka merusak mental anak bangsa sendiri sesungguhnya adalah aksi
pengkhianatan yang pada akhirnya membahayakan kedaulatan, keutuhan wilayah, dan
keselamatan bangsa dan negara. Ketidak sadaran anak bangsa terhadap hal tersebut
menunjukkan bahwa system pertahanan bangsa Indonesia sama sekali tidak siap menghadapi
serangan terhadap mental bangsa.

Sistem pertahanan nonmiliter adalah system pertahanan yang hanya bisa dibangun
bersamaan dengan upaya pembangunan mental, yaitu upaya untuk menumbuhkembangkan jiwa
kebangsaan pada setiap warga negara sehingga timbul kesadaran akan hak dan kewajiban bela
negara sebagai suatu kehormatan dan kebanggaan. Revolusi Mental di tinjau dari aspek
pertahanan rakyat semesta adalah upaya untuk membangun kekuatan mental seluruh anak bangsa
yang melibatkan banyak aktor, banyak cara, dilakukan di berbagai dimensi medan perang, dan
tidak mudah untuk dideteksi. Maka agar ditengah belantara kesemestaan tanpa batas bisa lebih
fokus, aksi revolusi mental dimulai dengan upaya-upaya yang mendasar dan universal menjawab
pertanyaan-pertanyaan sbb.:

Siapa, yang menjadi obyek dan subyek revolusi mental ?

Apa, yang harus dilakukan ?

Bilamana, revolusi harus dilakukan ?

Di mana, revolusi dilakukan ?

Siapa yang menjadi obyek dan subyek revolusi mental

Pertahanan nonmiliter adalah pertahanan yang dilakukan oleh masyarakat sipil (bukan
personil militer), dengan menggunakan cara berjuang sipil (bukan cara militer maupun para
militer) untuk menghadapi utamanya segala ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan (athg)
nonmiliter. Maka kepada masyarakat sipil Indonesialah penyelenggaraan pertahanan mental
Bangsa dan NKRI dipercayakan dan dipertaruhkan.

Obyek revolusi mental adalah masyarakat sipil Indonesia yaitu warga negara Indonesia
yang memiliki adab, tradisi dan semangat perjuangan bangsa Indonesia dalam menegakkan,
membela, dan mempertahankan cita-cita kemerdekaan. Sikap tersebut harus seiaiu tampii daiam
bentuk tindakan dan upava nvata melawan cellars bentuk penindasan dan penjajahan oleh
kekuatan bangsa lain yang selalu terbukti mengakibatkan kemelaratan, keterbelakangan, serta
penderitaan rakyat Indonesia.

Masyarakat sipil Indonesia adalah masyarakat yang sepanjang sejarahnya selalu setia
kepada ideologi Pancasila, kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai UUD 1945, serta di dalam
dirinya selalu terkandung semangat proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945. Kesetiaan itu
mewujud dalam setiap sikap, perilaku sehari-hari karena kecintaan kepada tanah air, bangsa dan
negaranya. Rasa cinta itu sedemikian mendalam sehingga setiap saat selalu siap untuk
mengorbankan harta dan bahkan jiwanya guna membela negara dan bangsanya.

Dalam kenyataannya, tidak semua bangsa Indonesia adalah masyarakat sipil Indonesia,
yang dalam menjalani kehidupannya di bidang apapun, selalu setia kepada nilai-nilai yang
terkandung pada ideologi Pancasila, UUD 1945 dan semangat Proklamasi. Ada yang mengaku
mewakili masyarakat sipil, tetapi masyarakat sipil global. Ada yang mengaku masyarakat sipil
pejuang demokrasi, tetapi demokrasi liberal. Ada yang mengaku pejuang HAM, tetapi
sesungguhnya HAM internasional, bukan HAM yang berakar pada sejarah perjuangan bangsa.
Ditinjau dari aspek pertahanan negara, revolusi mental pada dasarnya merupakan upaya
untuk membentuk, merevitalisasi jati diri dan karakter bangsa dan memberdayakan mental
bangsa Indonesia menjadi masyarakat sipil Indonesia. Maka obyek dari revolusi mental adalah
warga negara Indonesia yang sikap dan perilaku kehidupannya belum mencerminkan nilai-nilai
ideologi Pancasila UUD 1945 serta Semangat Proklamasi. Dengan adanya pemisahan seperti
itu maka akan jelas, siapa yang bertanggung jawab untuk menyelenggarakan revolusi dan siapa
yang menjadi sasaran revolusi.

Demi terselenggaranya revolusi mental dengan efektif dan efisien. perlu dipilih dari
kalangan masyarakat sipil Indonesia yang berkedudukan dan berperanan strategis yang bisa
menghasilkan dampak ganda (multftier effect) yang tinggi untuk menjadi subyek revolusi
mental, seperti: elit politik; insan pers; anggota legislatif, eksekutif dan yudikatif pusat dan
daerah; tokoh agama, pendidik, cendekiawan, pemuda, wanita, adat dan masyarakat; pengusaha.
Mereka diharapkan bisa menjadi change agent dalam mengimplementasikan nilai-nilai yang
terkandung pada ideologi, konstitusi, dan politik Bangsa.

Demi adanya kesamaan persepsi dalam menjalankan fungsinya sebagai change agent
revolusi mental, kepada seluruh komponen bangsa yang menjadi obyek-subyek revolusi mental
perlu diberikan petunjuk, pedoman, pendidikan dan pelatihan yang menyeluruh tentang
pelaksanaannya. Untuk penyusunan petunjuk, pedoman, pendidikan dan pelatihan serta
pembangunan mental bangsa (termasuk perencanaan dan evaluasi implementasinya) perlu
dibentuk suatu badan negara yang terdiri dari para tokoh masyarakat, dan para pakar
pembangunan karakter bangsa di bidang ipoleksosbudag. Badan tersebut mempunyai tugas dan
tanggung jawab melaksanakan pengkajian dan pembangunan kehidupan bernegara Indonesia.
Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya badan tersebut bertanggung jawab kepada Presiden
selaku Kepala Negara.

Apa yang harus dilakukan?

Pada dasarnya landasan mental bangsa telah digali oleh pendiri bangsa dan dirumuskan
dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke 4 yaitu nilai-nilai Pancasila. Namun di era reformasi,
sebagai akibat pengaruh globalisasi UUD 1945 telah mengalami amandemen sedemikian rupa
sehingga batang tubuhnya mengakomodir berbagai kepentingan global sehingga
implementasinya memberikan peiuang untuk terjadinya penyimpangan dari nilai-nilai yang
terkandung pada batang tubuhnya. Sampai sekarang reformasi telah beriangsung seiama 13
tahun, bangsa Indonesia merasakan betapa adab sikap dan perilakunya semakin menjauh dari
nilai-nilai dasar Pancasila, UUD 1945 dan semangat Proklamasi. Demokrasi liberal, ekonomi
kapitalistik, individualisme, hedonisme, kekerasan dan budaya materialisme semakin merajalela.

Maka pertama-tama yang harus dilakukan adalah merevitalisasi ideologi Pancasila,


system kenegaraan berdasarkan UUD 1945 serta semangat perjuangan dan patriotisme
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Keputusan MPR RI No. 4/MPR/2014 tentang
rekomendasi MPR RI Masa Jabatan 2009 -2014 pasal 1 butir 1,3,4 dan 6 perlu segera ditindak
lanjuti karena :

Merupakan langkah strategis untuk menghadapi serangan kekuatan global maupun oknum-
oknum di dalam negeri yang bermaksud merubah mental bangsa sesuai kepentingannya
Meskipun langkah tersebut di atas belum terwujud, namun setidaknya butir-butir
rekomendasinya bisa dijadikan pedoman dalam kegiatan revolusi mental
Dengan demikian maka tidak ada lagi keraguan bagi anak bangsa dalam melaksanakan aksi
gerakan nasional revolusi mental, bahwa revolusi mental harus dimulai dari revitalisasi nilai-nilai
Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika secara melembaga, melaiui semua tingkat
pendidikan nasional dalam rangka pembangunan karakter bangsa.

Hal kedua yang perlu dilakukan adalah menyusun dan memasukkan perencanaan dan
strategi pembangunan karakter bangsa yang berkelanjutan dan terintegrasi dengan rencana
pembangunan nasional sebagai bagian dari rencana pembangunan manusia seutuhnya. Rencana
pembangunan mental mencakup semua sektor pemerintahan, meliputi semua kementerian
sektoral dan semua sekretariat lembaga- lembaga tinggi negara. Menteri sektoral bertanggung
jawab penuh atas mental, sikap dan perilaku sumber daya manusia yang bekerja di lingkungan
organisasinya.

Hal ketiga adalah implementasi dan evaluasi terhadap hasil yang sudah dicapai daiam
iingkup nasional.. implementasi dan evaluasi secara menyeluruh dilakukan oleh Badan
Pengkajian dan Pembangunan Kehidupan Bernegara Indonesia.

Bigaimana revolusi mental dilakukan ?

Seharusnya revolusi mental sudah harus dimulai segera setelah pemerintahan era reformasi
terbentuk, namun elite politik yang mengambil alih kekuasaan dari Orde Baru belum mempunyai
kekuatan politik yang cukup untuk memulai gerakan revolusi secara nasional. Padahal kita
semua sadar bahwa tuntutan-tuntutan reformasi yang intinya adalah : 1. Penegakkan supremasi
hukum; 2. Pemberantasan KKN; 3. Mengadili Soeharto dan kroni-kroninya; 4.
Mengamandemen Konstitusi; 5. Pencabutan Dwifungsi TNI/POLRI; 6. Pemberian Otonomi
Daerah seluas-luasnya, tidak mungkin tercapai apabila kekuatan politiknya masih didominasi
kekuatan politik Orde Baru, dan penyelenggara negara serta mesin birokrasinya masih orang
lama yang mentalnya telah terbentuk selama 30 tahun lebih pemerintahan Orde Baru.

Mesin birokrasi Orde Baru adalah mesin birokrasi yang telah terbiasa dengan kemapanan
dalam jangka panjang, padahal situasi dan kondisi lingkungan strageis berubah cepat seiring
dengan dinamika kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi. Di era reformasi, hanya
dalarn satu dasawarsa saja pemerintahan berganti sampai empat kali. Sementara itu para elite
bangsa tokoh-tokoh reformasi masih sibuk dengan perebutan kekuasaan, kekuatan global yang
mempunyai kepentingan menggunakan setiap kesempatan mendukung proxynya untuk
menguasai Indonesia (orang Indonesia) agar berhasil menguasai kekuatan poltik dan ekonomi di
dalam negeri. Pada kenyataannya, pengaruh kekuatan global dengan sistem politik, ekonomi,
sosial budaya yang cenderung beraliran liberalisme, kapitalisme, individualisme Barat yang baru
saja memenangkan perang dingin kemudian mendominasi kekuatan politik di Indonesia.

Serangan terhadap mental bangsa oleh kekuatan global telah dilakukan dengan cerdik
sehingga tanpa terasa mental masyarakat di semua bidang kehidupan berbangsa dan bernegara
telah tergiring ke arah yang semakin menjauh dari nilai-nilai yang terkandung pada Pancasila,
UUD 1945 dan Semangat Proklamasi. Serangan terhadap mental bangsa diawali dengan upaya
mengabsahkan perubahan yang diinginkan kekuatan global melalui amandemen UUD ebagai
akibatnya system demokrasi berubah kea rah demokrasi liberal, system ekonomi bergerak kea
rah ekonomi pasar bebas, system sosial budaya terus menerus didorong ke arah budaya
materialistic, individualistic, dan sarat kekerasan. Dapat dikatakan bahwa sekarang NKRI
memamng nampak merdeka dan berdaulat, namun de facto di segala bidang kehidupannya
dicengkeram dan dikendalikan oleh kekuatan asing.

Oleh sebab itu, gerakan revolusi mental meskipun secara apa adanya sudah harus dimulai,
dan hanya berakhir apabila cita-cita pendiri bangsa sebagaimana dikemukakan pada UUD 1945
tercapai. Apabila gerakan revolusi mental bisa dianggap sebagai suatu perang mental, maka
gerakan revolusi mental adalah gerakan perang kemerdekaan dari penjajahan mental asing yang
tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, UUD 1945 dan Semangat Proklamasi 17 Agustus 1945.

Dimana gerakan revolusi mental dilakukan ?

Diketahui bahwa teknologi telah menjadikan perang semakin semesta. Perang semesta
yang kita hadapi sekarang adalah perang semesta yang di dominasi oleh perang informasi yang
tidak lagi mengenal batas-batas wilayah medan peperangan. Kesemestaan wilayah dalam arti
tidak hanya keseluruhan dimensi spatial fisikal (darat, taut dan udara) tetapi juga wilayah
dalam arti nonfisik (psikologis/rohaniah). Medan peperangan mental yang eksis di semua
dimensi kehidupan manusia menuntut dibangunnya kekuatan mental di semua dimensi
kehidupan manusia. Medan peperangan tanpa batas adalah sesuatu yang tidak bertepi, dan di luar
kemampuan insani untuk bisa mencakup keseluruhannya. Disamping itu dinamika perubahan
kondisi lingkungan strategis menuntut pula dilakukan percepatan dalam perubahan mental
bangsa yang oleh Presiden Jokowidodo disebut sebagai revolusi mental. Agar sasaran revolusi
mental tidak menjadi terlalu luas tak bertepi, dan agar bisa dilakukan percepatan dengan efisiensi
dan efektivitas maksimal dalam pelaksanaannya diperlukan strategi. Diperlukan strategi dalam
menentukan prioritas ruang, waktu dan dimensi di mana revolusi mental dilakukan.

Mengingat nilai-nilai mental yang kita sepakati sebagaimana yang telah dirumusan oleh
pendiri bangsa adalah nilai-nilai yang terkandung pada ideologi Pancasila dan Pembukaan UUD
1945 yang penjabarannya ditentukan oleh elite politik yang berasal dari parpol dan Ormas, maka
yang menjadi prioritas pertama untuk direvolusi mentalnya adalah Orpol dan Ormas, utamanya
yang mewakili mereka di seluruh lembaga-lembaga tinggi negara yang menjalankan kedaulatan
rakyat. Selanjutnya prioritas kedua adalah mesin birokrasi yang menjalankan pemerintahan di
pusat maupun daerah karena merekalah yang menjadi inisiator dan ujung tombak dalam kegiatan
perang mental sehari hari dalam rangka revolusi mental di seluruh masyarakat. Penyelenggara
negara dan mesin birokrasi perlu diprioritaskan karena dalam tahap revolusi selanjutnya
merekalah yang akan berperan sebagai subyek revolusi mental seluruh bangsa.

Dalam arti bahwa revolusi mental adalah revolusi pemahaman dan keyakinan maka
medan peperangan mental dewasa ini didominasi oleh adu kekuatan teknologi elektronika dan
informasi. Medan peperangan mental yang didominasi oleh perang informasi berada di dunia
maya. Medan perang dagang adalah kompetisi di pasar perdagangan, medan perang olah raga
prestisius adalah di event-event olah raga, dst Serangan dapat dilancarkan dari satu ruangan
komputer, atau dari gedung bursa saham ke negara mana saja, atau dari kalangan para petaruh
dan penjudi yang mengatur hasil pertandingan olah raga. Prajurit-prajuritnya adalah sipil yang
profesinya bisa pialang saham, atau penyusun perangkat lunak komputer, atau makelar proyek,
pengusaha konglomerat sampai pedagang kaki lima, dan banyak lagi. Merekalah yang menjadi
sasaran utama revolusi mental.
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Dengan memperhatikan kegagalan-kegagalan upaya operasionalisasi melalui


indoktrinasi seperti pada masa pemerintahan Presiden Soekarno yang didasarkan pada
Tujuh Bahan Pokok Indoktrinasi dan pada masa pemerintahan Presiden Suharto yang
diselenggarakan melalui Penataran P-4 perlu disusun Pedoman Implementasi Pancasila
yang baru dengan metoda dan materi yang lebih tepat, disesuaikan dengan dinamika
perkembangan lingkungan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi Informasi dan
komunikasi. Tanpa pemahaman oleh masyarakat luas secara mendalam terhadap konsep,
prinsip dan nilai yang terkandung di dalamnya, disertai dengan sikap, kemauan dan
kemampuan untuk mengembangkan dan mengantisipasi perkembangan zaman, Pancasila
akan memudar dan tidak dapat bertahan. Maka setiap upaya pengembangannya melalui
implementasi Pancasila perlu dilaksanakan secara benar dan tepat, sehingga masyarakat
dapat bersikap dan bertindak secara tepat dan memperkokoh dan mempertahankan Pancasila.

Untuk itu diperlukan suatu pedoman yang dapat digunakan oleh masyarakat sebagai
pegangan mengimplementasikan Pancasila dengan baik dan benar dalam berbagai kehidupan
berbangsa dan bernegara. Pedoman revolusi mental bisa terdiri dari pedoman umum dan
pedoman khusus. Pedoman umum dimaksudkan agar konsep, prinsip dan nilai-nilai mental
Pancasila dapat diaktualisasikan setiap warga negara dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Pedoman umum tersebut dapat digunakan sebagai acuan dalam perumusan
berbagai kebijakan publik, agar tujuan implementasi mental Pancasila dalam segenap
kehidupan masyarakat dalam berbangsa dan bernegara dapat terwujud. Untuk penerapan
pedoman umum secara langsung pada setiap pemecahan permasalahan aktual yang
berkembang, perlu disiapkan pedoman khusus sebagai turunan dari pedoman umum yang
disesuaikan dengan sasaran, kebijakan, strategi dengan melibatkan lembaga yang
berkompeten dan terkait dengan permasalahannya. Untuk penyusunan pedoman-pedoman
tersebut diperlukan suatu Lembaga Pengkajian yang terdiri dari para pakar, tokoh masyrakat,
tokoh nasional, mantan pejabat negara yang berkompeten maupun memiliki pengaiaman
sesuai bidang profesinya. Dengan demikian maka revolusi mental tidak hanya merupakan
gerakan yang diinisiasi oleh pemerintah (top-down) tetapi juga merupakan gerakan dari
seluruh rakyat (bottom-up).
DAFTAR PUSTAKA

http://amn1964.com/2016/11/15/gerakan-nasional-revolusi-mental/

https://hikmatpembaharuan.wordpress.com/2012/07/14/5-aspek-ketahanan-hidup/

Anda mungkin juga menyukai