DISUSUN OLEH :
1. ARIFA NUR ROHMAH 153800009
2. ALIFFIA RICA AMBIMA 153800036
3. MEGA CAHYANI 153800031
4. RISKA DWI HERBIANTINI 153800012
5. AINUL HUDA 153800072
6. M.HADI RIDWAN 153800033
7. PERMANA SELTA HILDA Y. 153800018
8. HUSNI MUHAMMAD SADAT1538000
9. KHOIRUL SAPII 1538000
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim.
Alhamdulillah, kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat,
taufiq serta hidayah-Nya kepada kita semua sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
ini dengan sebaik-baiknya.
Sholawat serta salam semoga tetap terlimpahkan kepada beliau Nabi Muhammad
SAW yang telah membawa umatnya dari jaman jahiliah menuju jaman yang penuh cahaya,
yakni "Islam" yang senantiasa di ridhoi Allah SWT.
Dalam penyelesaian makalah ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak, maka dengan penuh santun dan hormat penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada bapak dosen dan teman-teman yang telah membantu penulis.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharap saran dan kritik yang bersifat
membangun dari berbagai pihak untuk menyempurnakan makalah akhir yang sederhana ini.
Akhir kata, penulis mohon maaf apabila ada kesalahan dan kekhilafan. Semoga
makalah ini dapat menambah khasanah atau cakrawala pemikiran penulis khususnya dan
pembaca pada umumnya. Atas perhatiannya "Jazakumullah Ahsanal Jaza' Amin".
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
2. Rumusan Masalah
3. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
1. Pengertian Poligami
2. Faktor faktor yang Mempengaruhi Poligami
3. Syarat Poligami
4. Hikmah Poligami
BAB III PENUTUP
1. Kesimpulan
2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Poligami pada masa sekarang ini merupakan sebuah fenomena sosial dalam
masyarakat, dimana fenomena poligami pada saat ini menemui puncak
kontroversinya, begitu banyak tanggapan-tanggapan dari khalayak mengenai
poligami, baik yang pro ataupun kontra. Masalah poligami bukanlah masalah baru
lagi, begitu banyak pertentangan didalamnya yang sebagian besar dinilai karena
perbedaan pandangan masyarakat dalam memberikan sudut pandang pada berbagai
hal yang terkait masalah poligami baik ketentuan, batasan, syarat, masalah hak,
kewajiban dan kebebasan serta hal-hal lainnya.
Dalam islam, masalah poligami juga tidak serta merta diperbolehkan dan
masih juga berupa perkara yang masuk dalam konteks "pertimbangan", hal ini
terbukti dalam ayat-ayat ataupun suatu riwayat yang dijadikan dasar sumber hukum
dalam perkara poligami sendiri juga terikat aturan- aturan, syarat-syarat serta
ketentuan lain berupa yang kesanggupan, keadilan dan faktor lainnya yang harus
dipenuhi dalam berpoligami. Di Indonesia sendiri juga terdapat kebijakan hukum
yang mengatur masalah poligami diantaranya terdapat dalam Undang-undang
Perkawinan (UUP) dan Kompilasi Hukum Islam (KHI).
2. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan poigami ?
2. Faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya poligami ?
3. Apa saja syarat apabila seseorang ingin melakukan poligami ?
4. Apa saja hikmah yang dapat kita ambil dari poligami ?
3. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari poligami
2. Untuk mengetahui faktor yang dapat menyebabkan terjadinya poligami
3. Untuk mengetahui syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang ketika melakukan
poligami
4. Untuk mengetahui hikmah yang dapat kita ambil dari poligami
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Poligami
Kata Monogamy dapat dipasangkan dengan poligami sebagai
antonim, Monogamy adalah perkawinan dengan istri tunggal yang artinya seorang
laki-laki menikah dengan seorang perempuan saja, sedangkan kata poligami yaitu
perkawinan dengan dua orang perempuan atau lebih dalam waktu yang sama. Dengan
demikian makna ini mempunyai dua kemungkinan pengertian; Seorang laki-laki
menikah dengan banyak laki-laki kemungkinan pertama disebut Polygini dan
kemungkinan yang kedua disebut Polyandry.Hanya saja yang berkembang pengertian
itu mengalami pergeseran sehinggah poligami dipakai untuk makna laki-laki beristri
banyak, sedangkan kata poligyni sendiri tidak lazim dipakai.
Poligami berarti ikatan perkawinan yang salah satu pihak (suami) mengawini
beberapa lebih dari satu istri dalam waktu yang bersamaan, bukan saat ijab qabul
melainkan dalam menjalani hidup berkeluarga, sedangkan monogamy berarti
perkawinan yang hanya membolehkan suami mempunyai satu istri pada jangka waktu
tertentu.
Poligami adalah suatu bentuk perkawinan di mana seorang pria dalam waktu
yang sama mempunyai istri lebih dari seorang wanita. Yang asli didalam perkawinan
adalah monogamy, sedangkan poligami datang belakangan sesuai dengan
perkembangan akal pikiran manusia dari zaman ke zaman.
Menurut para ahli sejarah poligami mula-mula dilakukan oleh raja-raja
pembesar Negara dan orang-orang kaya. Mereka mengambil beberapa wanita, ada
yang dikawini dan ada pula yang hanya dipergunakan untuk melampiaskan hawa
nafsunya akibat perang, dan banyak anak gadis yang diperjualbelikan, diambil sebagai
pelayan kemudian dijadikan gundik dan sebagainya. Makin kaya seseorang makin
tinggi kedudukanya, makin banyak mengumpulkan wanita. Dengan demikian
poligami itu adalah sisa-sisa pada waktu peninggalan zaman perbudakan yang mana
hal ini sudah ada dan jauh sebelum masehi.
Poligami adalah salah satu bentuk masalah yang dilontarkan oleh orang-orang
yang memfitnah Islam dan seolah-olah memperlihatkan semangat pembelaan terhadap
hak-hak perempuan. Poligami itu merupakan tema besar bagi mereka, bahwa kondisi
perempuan dalam masyarakat Islam sangat memprihatinkan dan dalam hal kesulitan,
karena tidak adanya persamaan antara laki-laki dan perempuan.
Sebagaimana dikemukakan oleh banyak penulis, bahwa poligami itu berasal dari
bahasa Yunani, kata ini merupakan penggalan kata Poli atau Polus yang artinya
banyak, dan kata Gamein atau Gamos yang berarti kawin atau perkawinan. Maka
jikalau kata ini digabungkan akan berarti kata ini menjadi sah untuk mengatakan
bahwa arti poligami adalah perkawinan banyak dan bisa jadi dalam jumlah yang tidak
terbatas.
Namun dalam Islam, poligami mempunyai arti perkawinan yang lebih dari satu
dengan batasan. Umumnya dibolehkan hanya sampai empat wanita saja.
Banyak ulama yang angkat bicara soal poligami, dari pernyataan dan komentar-
komentar yang disampaikannya, diharapkan dapat menjadi bahan renungan dan masukan bagi
kita, sekaligus menambah wawasan kita tentang fenomena poligami dan realita yang terjadi di
masyarakat.
a. Menurut Prof. Dr. Musdah Mulia, MA, dosen pasca sarjana UIN Syarif
Hidayatullah,Poligami itu haram lighairih, yaitu haram karena adanya dampak buruk dan
ekses-eskes yang ditimbulkannya.Ia juga mengaku memiliki data yang menunjukkan
bahwa praktik poligami di masyarakat telah menimbulkan masalah yang sangat krusial
dan problem sosial yang sangat besar. Begitu juga dengan tingginya Kekerasan Dalam
Rumah Tangga (KDRT), keretakan rumah tangga dan penelantaran anak-anak.
b. Prof. Dr. Quraish Shihab menyatakan, Poligami itu mirip dengan pintu darurat dalam
pesawat terbang, yang hanya boleh dibuka dalam keadaan emergency tertentu.
c. Hal senada disampaikan pula oleh Ketua PBNU KH. Hasyim Muzadi, Poligami tak
ubahnya sebuah pintu darurat (emergency exit) yang memang disediakan bagi yang
membutuhkannya. Dalam kesempatan yang lain, beliau juga mengatakan, Poligami
atau monogamy adalah sebuah pilihan yang diberikan islam untuk manusia, keduanya tak
perlu dikontradiksikan.
d. Dr. KH. Miftah Faridh (Direktur PUSDAI Jabar), juga memiliki pandangan yang sama,
Poligami dalam pandangan islam merupakan salah satu solusi yang dapat dilakukan
untuk memecahkan berbagai masalah sosial yang dihadapi manusia. Poligami tidak perlu
dipertentangkan , apalagi sampai menimbulkan keretakan ukhuwah Islamiyah, adapun
jika ada yang belum siap melakukannya, itu lain persoalan.
e. Pendapat yang sama, juga disampaikan oleh Prof. Huzaemah Tahido Yanggo. Ahli fikih
lulusan Universitas Al-Azhar Mesir ini menyatakan, bahwa poligami sesuai dengan
syariat islam. Menurutnya, hak poligami bagi suami telah dikompensasi dengan hak istri
untuk menuntut pembatalan akad nikah dengan jalan khulu, yaitu ketika sang suami
berbuat semena-mena terhadap istrinya. Yang jelas istri memperbolehkan suami dengan
syarat adil. Syarat ini merupakan suatu penghormatan kepada wanita, bila tidak dipenuhi
akan mengakibatkan dosa. Kalau suami tidak berlaku adil kepada istri-istrinya, berarti dia
tidak muasyarah bil maruf (bergaul dengan baik) kepada mereka.
f. Direktur utama Pusat Konsultasi Syariah, Dr. Surahman Hidayat, mengatakan , Nikah itu
baik poligami atau monogamy, tidak untuk menzalimi siapa pun. Justru untuk tegaknya
kebahagiaan, yang pada gilirannya terwujud rumah tangga yang sakinah mawaddah wa
rahman.
g. Pimpinan pesantren Darut Tauhid, KH. Abdullah Gymnastiar atau akrab dipanggil Aa
Gym, menyatakan sebelum ia berpoligami, Poligami merupakan syariat Islam yang
sangat darurat. Wacana soal poligami itu perlu diketahui dan dipahami. Oleh karena itu,
wacana poligami tidak perlu dipertentangkan oleh umat islam. Di berbagai tempat
ceramah, saya sering menyebarkan wacana tentang poligami, karena hal itu adalah ajaran
islam. Kalau saya sendiri, sampai sekarang masih belum siap berpoligami. Untuk saat ini
saya sudah merasa bahagia hidup bersama satu orang istri dan tujuh orang anak titipan
Allah Taala.Dan setelah dirinya resmi menikahi isrti keduanya, banyak pernyataan yang
beliau sampaikan. Di antaranya beliau mengatakan, Saya prihatin dengan adanya
pandangan kurang baik terhadap poligami. Seakan para pelaku poligami adalah seorang
penjahat yang telah melakukan kejahatan yang sangat besar. Namun beliau juga tidak
menganjurkan jamaahnya untuk berpoligami, Kalau tidak ada ilmunya, lebih baik
jangan, ujarnya.
3. Syarat Poligami
Syarat yang dituntut Islam dari seorang muslim yang akan melakukan poligami
adalah keyakinan dirinya bahwa ia bisa berlaku adil di antara dua istri atau istri-istrinya dalam
hal makanan, minuman, tempat tinggal, pakaian , dan nafkah. Barang siapa kurang yakin
akan kemampuannya memenuhi hak-hak tersebut dengan seadil-adilnya, haramlah baginya
menikah dengan lebih dari satu perempuan. Allah SWT berfirman :
4.
Lalu jika kalian khawatir tidak bisa adil, cukuplah satu saja. (An- Nisa : 3)
Beliau SWT juga bersabda,
Barang siapa mempunyai dua istri, sementara ia lebih condong kepada salah satu diantara
keduanya, maka pada hari kiamat nanti akan datang dengan menyeret salah satu belahan
tubuhnya yang terjatuh atau miring.
Miring yang diperingatkan dalam hadist ini adalah ketidakadilan dalam hak-haknya, bukan
sekedar kecenderungan hati, karena yang disebut terakhir ini termasuk hal yang susah
dipenuhi, bahkan dimaklumi dan dimaafkan Allah Swt.
Menurut beberapa ulama, setelah meninjau ayat-ayat tentang poligami, mereka telah
menetapkan bahwa menurut asalnya, Islam sebenamya ialah monogami. Terdapat ayat yang
mengandungi urutan serta peringatan agar tidak disalah gunakan poligami itu di tempat-
tempat yang tidak wajar. Ini semua bertujuan supaya tidak terjadinya kezaliman. Tetapi,
poligami diperbolehkan dengan syarat ia dilakukan pada masa-masa terdesak untuk
mengatasi perkara yang tidak dapat diatasi dengan jalan lain. Atau dengan kata lain bahwa
poligami itu diperbolehkan oleh Islam dan tidak dilarang kecuali jikalau dikhawatirkan bahwa
kebaikannya akan dikalahkan oleh keburukannya.
Jadi, sebagaimana talaq, begitu jugalah halnya dengan poligami yang diperbolehkan karena
hendak mencari jalan keluar dari kesulitan. Islam memperbolehkan umatnya berpoligami
berdasarkan nash-nash syariat serta realiti keadaan masyarakat. Ini bererti ia tidak boleh
dilakukan dengan sewenang-wenangnya demi untuk mencapai kesejahteraan masyarakat
Islam, demi untuk menjaga ketinggian budi pekerti dan nilai kaum Muslimin.
Oleh yang demikian, apabila seorang lelaki akan berpoligami, hendaklah dia memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut;
Membatasi Jumlah Isteri Yang Akan Dikahwininya.
Syarat ini telah disebutkan oleh Allah (SWT) dengan firman-Nya;
5.
Maka berkahwinlah dengan sesiapa yang kamu ber-kenan dari perempuan-perempuan
(lain): dua, tiga atau empat. (Al-Quran, Surah an-Nisa ayat 3)
Ayat di atas menerangkan dengan jelas bahwa Allah telah menetapkan seseorang itu
berkahwin tidak boleh lebih dari empat orang isteri. Jadi, Islam membatasi kalau tidak
beristeri satu, boleh dua, tiga atau empat saja.
Pembatasan ini juga bertujuan membatasi kaum lelaki yang suka dengan perempuan agar
tidak berbuat sesuka hatinya. Di samping itu, dengan pembatasan empat orang isteri,
diharapkan jangan sampai ada lelaki yang tidak menemukan isteri atau ada pula wanita yang
tidak menemukan suami. Mungkin, kalau Islam membolehkan dua orang isteri saja, maka
akan banyak wanita yang tidak menikah. Kalau pula dibolehkan lebih dari empat, mungkin
terjadi banyak lelaki tidak memperolehi isteri.
Diharamkan bagi suami mengumpulkan wanita-wanita yang masih ada tali persaudaraan
menjadi isterinya.
Misalnya, berkahwin dengan kakak dan adik, ibu dan anaknya, anak saudara dengan emak
saudara baik sebelah ayah maupun ibu.
Tujuan pengharaman ini ialah untuk menjaga silaturrahim antara anggota-anggota keluarga.
Rasulullah (s.a.w.) bersabda, maksudnya;Sesungguhnya kalau kamu berbuat yang demikian
itu, akibatnya kamu akan memutuskan silaturrahim di antara sesama kamu.(Hadis riwayat
Bukhari & Muslim)
Kemudian dalam hadis berikut, Rasulullah (s.a.w.) juga memperkuatkan larangan ini,
maksudnya; Bahwa Urnmu Habibah (isteri Rasulullah) mengusulkan agar baginda menikahi
adiknya. Maka beliau menjawab; Sesungguhnya dia tidak halal untukku. (Hadis riwayat
Bukhari dan Nasai)
Seorang sahabat bernama Fairuz Ad-Dailamy setelah memeluk agama Islam, beliau
memberitahu kepada Rasulullah bahwa beliau mempunyai isteri yang kakak beradik. Maka
Rasulullah menyuruhnya memilih salah seorang di antara mereka dan menceraikan yang
satunya lagi. Jadi telah disepakati tentang haramnya mengumpulkan kakak beradik ini di
dalam Islam.
Disyaratkan pula berlaku adil,
sebagaimana yang difirmankan Allah (SWT);
Kemudian jika kamu bimbang tidak dapat berlaku adil (di antara isteri-isteri kamu), maka
(kawinlah dengan) seorang saja, atau (pakailah) hamba-hamba perempuan yang kaumiliki.
Yang demikian itu adalah lebih dekat (untuk mencegah) supaya kamu tidak melakukan
kezaliman. (Al-Quran, Surah an-Nisa ayat 3)
Dengan tegas diterangkan serta dituntut agar para suami bersikap adil jika akan berpoligami.
Andaikan takut tidak dapat berlaku adil kalau sampai empat orang isteri, cukuplah tiga orang
saja. Tetapi kalau itupun masih juga tidak dapat adil, cukuplah dua saja. Dan kalau dua itu
pun masih khuatir tidak boleh berlaku adil, maka hendaklah menikah dengan seorang saja.
Para mufassirin berpendapat bahwa berlaku adil itu wajib. Adil di sini bukanlah
bererti hanya adil terhadap para isteri saja, tetapi mengandungi arti berlaku adil secara
mutlak. Oleh karena itu seorang suami hendaklah berlaku adil sebagai berikut:
a. Berlaku adil terhadap dirinya sendiri.
Seorang suami yang selalu sakit-sakitan dan mengalami kesukaran untuk bekerja
mencari rezeki, sudah tentu tidak akan dapat memelihara beberapa orang isteri. Apabila dia
tetap berpoligami, ini bererti dia telah menganiayai dirinya sendiri. Sikap yang demikian
adalah tidak adil.
b. Adil di antara para isteri.
Setiap isteri berhak mendapatkan hak masing-masing dari suaminya, berupa
kemesraan hubungan jiwa, nafkah berupa makanan, pakaian, tempat tinggal dan lain-lain
perkara yang diwajibkan Allah kepada setiap suami.
Adil di antara isteri-isteri ini hukumnya wajib, berdasarkan firman Allah dalam Surah an-Nisa
ayat 3 dan juga sunnah Rasul. Rasulullah (s.a.w.) bersabda, maksudnya;
Barangsiapa yang mempunyai dua isteri, lalu dia cenderung kepada salah seorang di
antaranya dan tidak berlaku adil antara mereka berdua, maka kelak di hari kiamat dia akan
datang dengan keadaan pinggangnya miring hampir jatuh sebelah. (Hadis riwayat Ahmad
bin Hanbal)
c. Adil memberikan nafkah.
Dalam soal adil memberikan nafkah ini, hendaklah si suami tidak mengurangi nafkah
dari salah seorang isterinya dengan alasan bahwa si isteri itu kaya atau ada sumber
kewangannya, kecuali kalau si isteri itu rela. Suami memang boleh menganjurkan isterinya
untuk membantu dalam soal nafkah tetapi tanpa paksaan. Memberi nafkah yang lebih
kepada seorang isteri dari yang lain-lainnya diperbolehkan dengan sebab-sebab tertentu.
Misalnya, si isteri tersebut sakit dan memerlukan biaya rawatan sebagai tambahan.
Prinsip adil ini tidak ada perbezaannya antara gadis dan janda, isteri lama atau isteri baru,
isteri yang masih muda atau yang sudah tua, yang cantik atau yang tidak cantik, yang
berpendidikan tinggi atau yang buta huruf, kaya atau miskin, yang sakit atau yang sihat, yang
mandul atau yang dapat melahirkan. Kesemuanya mempunyai hak yang sama sebagai isteri.
d. Adil dalam menyediakan tempat tinggal.
Selanjutnya, para ulama telah sepakat mengatakan bahwa suami bertanggungjawab
menyediakan tempat tinggal yang tersendiri untuk tiap-tiap isteri berserta anak-anaknya
sesuai dengan kemampuan suami. Ini dilakukan semata-mata untuk menjaga kesejahteraan
isteri-isteri, jangan sampai timbul rasa cemburu atau pertengkaran yang tidak diingini.
e. Adil dalam giliran,
Demikian juga, isteri berhak mendapat giliran suaminya menginap di rumahnya sama
lamanya dengan waktu menginap di rumah isteri-isteri yang lain. Sekurang-kurangnya si
suami mesti menginap di rumah seorang isteri satu malam suntuk tidak boleh kurang. Begitu
juga pada isteri-isteri yang lain. Walaupun ada di antara mereka yang dalam keadaan haidh,
nifas atau sakit, suami wajib adil dalam soal ini. Sebab, tujuan perkahwinan dalam Islam
bukanlah semata-mata untuk mengadakan hubungan seks dengan isteri pada malam giliran
itu, tetapi bermaksud untuk menyempumakan kemesraan, kasih sayang dan kerukunan
antara suami isteri itu sendiri. Hal ini diterangkan Allah dengan firman-Nya;
6.
Dan di antara tanda-tanda yang membuktikan kekuasaan-Nya, dan rahmat-Nya, bahwa la
menciptakan untuk kamu (wahai kaum lelaki), isteri-isteri dari jenis kamu sendiri, supaya
kamu bersenang hati dan hidup mesra dengannya, dan dijadikan-Nya di antara kamu (suami
isteri) perasaan kasih sayang dan belas kasihan. Sesungguhnya yang demikian itu
mengandungi keterangan-keterangan (yang menimbulkan kesedaran) bagi orang-orang yang
berfikir. (Al-Quran, Surah ar-Ruum ayat 21)
Andaikan suami tidak bersikap adil kepada isteri-isterinya, dia berdosa dan akan
menerima seksaan dari Allah (SWT) pada hari kiamat dengan tanda-tanda berjalan dalam
keadaan pinggangnya miring. Hal ini akan disaksikan oleh seluruh umat manusia sejak Nabi
Adam sampai ke anak cucunya.
Firman Allah (SWT) dalam Surah az-Zalzalah ayat 7 hingga 8;
-
Maka sesiapa berbuat kebajikan seberat zarrah, nescaya akan dilihatnya (dalam surat
amalnya)! Dan sesiapa berbuat kejahatan seberat zarrah, nescaya akan dilihatnya (dalam
surat amalnya).
Anak-anak juga mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan, pemeliharaan serta kasih
sayang yang adil dari seorang ayah.
Oleh itu, disyaratkan agar setiap suami yang berpoligami tidak membeda-bedakan
antara anak si A dengan anak si B. Berlaku adil dalam soal nafkah anak-anak mestilah
diperhatikan bahwa nafkah anak yang masih kecil berbeda dengan anak yang sudah besar.
Anak-anak perempuan berbeda pula dengan anak-anak lelaki. Tidak kira dari ibu yang mana,
kesemuanya mereka berhak memiliki kasih sayang serta perhatian yang seksama dari bapa
mereka. Jangan sampai mereka diterlantarkan karena kecenderungan si bapa pada salah
seorang isteri serta anak-anaknya saja.
Keadilan juga sangat dituntut oleh Islam agar dengan demikian si suami terpelihara
dari sikap curang yang dapat merosakkan rumah tangganya. Seterusnya, diharapkan pula
dapat memelihara dari terjadinya cerai-berai di antara anak-anak serta menghindarkan rasa
dendam di antara sesama isteri.
Sesungguhnya kalau diperhatikan tuntutan syara dalam hal menegakkan keadilan antara
para isteri, nyatalah bahwa sukar sekali didapati orang yang sanggup menegakkan keadilan
itu dengan sewajarnya.
Bersikap adil dalam hal-hal menzahirkan cinta dan kasih sayang terhadapisteri-isteri,
adalah satu tanggung jawab yang sangat berat. Walau bagaimanapun, ia termasuk perkara
yang berada dalam kemampuan manusia. Lain halnya dengan berlaku adil dalam soal kasih
sayang, kecenderungan hati dan perkara-perkara yang manusia tidak berkesanggupan
melakukannya, mengikut tabiat semula jadi manusia.
Hal ini sesuai dengan apa yang telah difirmankan Allah dalam Surah an-Nisa ayat 129 yang
berbunyi;
Dan kamu tidak sekali-kali akan sanggup berlaku adil di antara isteri-isteri kamu sekalipun
kamu bersungguh-sungguh (hendak melakukannya); oleh itu janganlah kamu cenderung
dengan melampau-lampau (berat sebelah kepada isteri yang kamu sayangi) sehingga kamu
biarkan isteri yang lain seperti benda yang tergantung (di awang-awang).
Selanjutnya Siti Aisyah (r.a.) menerangkan, maksudnya;
Bahwa Rasulullah (s.a.w.) selalu berlaku adil dalam mengadakan pembahagian antara isteri-
isterinya. Dan beliau berkata dalam doanya: Ya Allah, inilah kemampuanku membahagi apa
yang ada dalam milikku. Ya Allah, janganlah aku dimarahi dalam membahagi apa yang
menjadi milikku dan apa yang bukan milikku
Menurut Prof. Dr. Syeikh Mahmoud Syaltout; Keadilan yang dijadikan syarat
diperbolehkan poligami berdasarkan ayat 3 Surah an-Nisa. Kemudian pada ayat 129 Surah
an-Nisa pula menyatakan bahwa keadilan itu tidak mungkin dapat dipenuhi atau dilakukan.
Sebenarnya yang dimaksudkan oleh kedua ayat di atas ialah keadilan yang dikehendaki itu
bukanlah keadilan yang menyempitkan dada kamu sehingga kamu merasakan keberatan
yang sangat terhadap poligami yang dihalalkan oleh Allah. Hanya saja yang dikehendaki ialah
jangan sampai kamu cenderung sepenuh-penuhnya kepada salah seorang saja di antara para
isteri kamu itu, lalu kamu tinggalkan yang lain seperti tergantung-gantung.
Kemudian Prof. Dr. T.M. Hasbi Ash-Shidieqy pula menerangkan; Orang yang boleh
beristeri dua ialah yang percaya benar akan dirinya dapat berlaku adil, yang sedikit pun tidak
akan ada keraguannya. Jika dia ragu, cukuplah seorang saja.
Adil yang dimaksudkan di sini ialah kecondongan hati. Dan ini tentu amat sulit untuk
dilakukan, sehingga poligami adalah suatu hal yang sukar untuk dicapai. Jelasnya, poligami
itu diperbolehkan secara darurat bagi orang yang benar-benar percaya dapat berlaku adil.
Selanjutnya beliau menegaskan, jangan sampai si suami membiarkan salah seorang
isterinya terkatung-katung, digantung tak bertali. Hendaklah disingkirkan sikap condong
kepada salah seorang isteri yang menyebabkan seorang lagi kecewa. Adapun condong yang
dimaafkan hanyalah condong yang tidak dapat dilepaskan oleh setiap individu darinya,yaitu
condong hati kepada salah seorangnya yang tidak membawa kepada mengurangkan hak
yang seorang lagi.
Afif Ab. Fattah Tabbarah dalam bukunya Ruhuddinil Islami mengatakan; Makna adil
di dalam ayat tersebut ialah persamaan; yang dikehendaki ialah persamaan dalam hal
pergaulan yang bersifat lahir seperti memberi nafkah, tempat tinggal, tempat tidur, dan
layanan yang baik, juga dalam hal menunaikan tanggungjawab sebagai suami isteri.
4. Hikmah Poligami
Poligami adalah syariat yang Allah pilihkan pada umat islam intuk
kemaslahatan mereka. Seorang wanita terkadang mengalami sakit, haid dan nifas.
Sedangkan seorang lelki selalu siap untuk menjadi penyebab bertambahnya umat ini.
Dengan adanya syariat poligami ini, tentunya manfaat ini tidak akan hilang sia-sia.
(Syaikh Muhammad Asy Syanqithi dalam Adhwaul Bayaan 3/377 inukil dari
JmiAhkamin Nisaa 3/443-3445). Jumlah lelaki yang lebih sedikit dibanding wanita
dan lelaki lebih banyak menghadapi sebab kematian dalam hidupnya. Jika tidak ada
syariat poligai sehingga seorang lelaki hanya diizinkan menikahi seorang wanita maka
akan banyak wanita yang tidak mendapatkan suami sehingga dikhawatirkan
terjerumus dalam perbuatan kotor dan brpaling dari petunjuk Al-Quran dan Sunnah.
(Syaikh Muhammad Asy Syanqithi dalam Adhwaul Bayaan 3/377 inukil dari
JmiAhkamin Nisaa 3/443-3445). Secara umum, seluruh wanita siap menikah
sedangkan lelaki banyak yang belum siap menikah karena kefakirannya sehingga
lelaki yang siap menikah lebih sedikit dibandingkan dengan wanita. (Sahih Fiqih
Sunnah3/217). Syariat poligami dapat mengangkat derajat seorang wanita yang
ditinggal atau dicerai oleh suaminya dan ia tidak memiliki seorang pun keluarga yang
dapat menanggungnya sehingga dengan poligami, ada yang bertanggung jawab atas
kebutuhannya. Kami tambahkan, betapa banyak manfaat ini telah dirasakan bagi
pasangan yng berpoligami,Alhamdulillah. Poligami merupajan cara efektif
menundukkan pandangan, memelihara kehormatan dan memperbanyak keturunan.
Kami tambahkan, betapa telah terbaliknya pandangan banyak orang sekarang ini,
banyak wanita yang lebih rela suaminya berbuat zina daripada berpoligami, Laa haula
wa laa quwwata illa billah. Memperbanyak jumlah kaum muslimin sehingga memiliki
sumber daya manusia yang cukup untuk menghadapi musuh-musuhnya dengan
berjihad. Kami ta,bahkan, kaum muslimin dicekoki oleh program Keluarga Berencana
atau yang semisalnya agar jumlah mereka semakin sedikit, sementara jika kita melihat
banyak orang- orang kafir yang justru memperbanyak jumlah keturunan mereka.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
a. Hukum poligami adalah mubah dan bersyarat.
b. Islam memperbolehkan poligami dengan syariat adil, dan jika ditemukan adanya
kekurangan yang signifikan (menonjol) pada istri sebelumnya, serta terpenuhi
beberapa kondisi tertentu untuk menghindari jatuhnya sang suami kedlam
perzinaan, sehingga sebagai jalan keluarnya diperbolehkan berpoligami.
c. Syarat adil merupakan suatu penghormatan kepada wanita yang bila tidak
dipenuhi akan mendatangkan dosa.
d. Konsep keadilan merupakan landasan dalam melakukan pernikahan baik itu
monogami dan poligami. Keadilan itu bukan dalam perspektif perempuan saja,
tapi perempuan harus mampu berlaku adil terhadap suami yang mampu dan ingin
berpoligami dengan syarat mampu berlaku adil dan tidak melakukan aniaya
terhadap isteri dan dirinya sendiri.
e. Islam lebih mengutamakan sistem monogami ( karena inilah yang mendekati
keadilan ). Tetapi pada saat yang sama islam memperbolehkan poligami dalam
keadaan tertentu, dengan seperangkat persyaratan tertentu, yang bertujuan
mewujudkan keadilan.
2. Saran
a. Banyak orang yang menantang syariat poligami dikarenakan kurangnya pemahaman
akan hal ini, anehnya para penentang poligami baik pria maupun wanita mayoritas
mereka tidak mengerti tata cara wudhu dan sholat yang benar, tapi dalam masalah
poligami mereka merasa sebagai ulama besar .
b. Hendaknya mereka lebih banyak dan lebih dalam mempelajari ajaran agama Allah
SWT kemudian mengamalkannya sampai mereka menyadari bahwa sesungguhnya
aturan Allah SWT akan membawa kebahagiaan didunia dan akhirat.
c. Jangan mudah terintervensi oleh media dan orang-orang yang sengaja ingin
menjatuhkan islam melalui berbagai cara termasuk maslah poligami yang diberitakan
secara negatif dan berlebihan.
d. Boleh jadi kita tidak suka sesuatu, namun padahal itu baik bagi kita, dan mungkin kita
suka sesuatu padahal itu tidak baik bagi kita, yang Maha Mengetahui sesuatu itu baik
atau tidak hanyalah Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA
http://rahmatyudistiawan.wordpress.com/2013/01/23/hukum-poligami-jumlah-
istri-dan-syarat-adil-dalam-poligami-oleh-rahmat-yudistiawan/
Sudrajat,Ajat dan Amir Syamsudin.2008.Din Al-Islam. Yogyakarta: UNY
Press
http://marhamahsaleh.wordpress.com
http://hukum.kompasiana.com/2013/01/05/poligami-dalam-hukum-islam-
522592.html
http://gumilar69.blogspot.com/2013/12makalh-poligami-bab-ii.html