TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
II. Etiologi
Sampai saat ini masih belum diketahui pasti, IgA diduga berperan penting,
ditandai dengan peningkatan konsentrasi IgA serum, kompleks imun, dan deposit
III. Epidemiologi
Rata-rata 14 kasus per 100.000 anak usia sekolah, prevalensi tertinggi pada
usia 2-11 tahun (75%), 27% kasus ditemukan pada dewasa, jarang ditemukan
pada bayi. Lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan (rasio 2:1)
( ).
4
3. Lingkungan : alergen makanan, obat-obatan, pestisida, paparan terhadap
V. Klasifikasi (3)
rata2 (bulan)
cincin >15%
eritroblas total
kelebihan blas
(RAEB)
(RAEB-t) Auer
x109/L
5
Klasifikasi menurut WHO(2008) didasarkan pada penemuan genetik meskipun
asal sel dari darah tepi, aspirasi sumsum dan biopsi sumsum (3).
dan trombositopenia)
6
prekursor leukosit dan trombosit
megakariosit)
Anemia refrakter dengan kelebihan blas Anemia refrakter dengan kelebihan blas I
dengan AML
Anemia refrakter dengan kelebihan blas Kategori ini dieliminasi karena pasien ini
klasifikasi
overlap mielodisplastik-mieloproliferatif
Sindrom 5q-
7
Mielodisplasia unclassifiable ( pada
fibrosis dll)
VI. Patofisiologi
sel darah, hal ini berkaitan dengan kelainan sitogenetika. Terjadinya kegagalan
yang paling umum melibatkan kromosom 5, 7, dan 8. Selain itu, risiko terjadinya
8
sindrom mielodisplasia ini juga meningkat pada sindrom genetik tertentu yaitu
merupakan faktor resikonya. MDS sekunder terjadi pada toksisitas lama akibat
laten 5-7 tahun) atau DNA topoisomerase inhibitor (2tahun). Baik anemia aplastik
MDS diperkirakan berasal dari mutasi pada sel sumsum tulang yang
prekursor darah tidak seimbang dan ada peningkatan aktivitas apoptosis sel di
sumsum tulang. Ekspansi klonal dari sel abnormal mengakibatkan sel yang telah
menjadi AML. Pasien MDS akan menderita sitopenia pada umumnya seperti
anemia parah. Tetapi dalam beberapa tahun pasien akan menderita kelebihan besi.
9
Beberapa penlitian menyebutkan bahwa hilangnya fungsi mitokondria
mengakibatkan akumulasi dari mutasi DNA pada sel stem hematopoietik dan
meningkatkan insiden MDS pada pasien yang lebih tua. Dan adanya akumulasi
dari besi mitokondria yang berupa cincin sideroblas merupakan bukti dari
badan dan dispneu. Pada 20% anak tidak memperlihatkan gejala selain
menurun pada banyak pasien, dan neutropenia berat tercatat sekitar 25%.
(1,9).
VIII. Diagnosis
yang mendukung, tapi terkadang temuan morfologi dapat tidak sesuai hal ini
10
hiperselularitas sumsum tulang atau mielofibrosis yang dapat mengaburkan proses
Aspirasi sumsum tulang merupakan alat diagnostik yang penting pada sindrom
megakariositik) yang menunjukkan adanya displasia. Selain itu biopsi sumsum tulang
juga harus dilakukan untuk menilai selularitas dan arsitektur sumsum tulang tersebut.
Sumsum tulang pada pasien dengan sindrom mielodisplasia bisa normoselular atau
IX. Penatalaksanaan
Pasien yang memiliki jumlah sel blas kurang dari 5% dalam sumsum
besi transfusi berulang harus diatasi dengan chelasi besi setelah mendapat
RBC adalah level serum ferritin yang dapat berakibat disfungsi organ dan
deferasirox dapat menyebabkan gagal ginjal dan hati yang berakhir pada
kematian.
Pada pasien yang memiliki jumlah sel blas lebih dari 5% dalam sumsum
12
b. Kemoterapi agen tunggal hidroksiurea, etopasid, merkaptopurin,
HLA nya sesuai atau donor yang tidak berkerabat tetapi sesuai
13
resiko tinggi dapat dicoba kemoterapi awal untuk mengurangi
proporsi sel blas dan resiko kambuhnya MDS. SCT hanya dapat
X. Komplikasi (1).
1. Infeksi
2. Perdarahan
14
Pasien sering mengalami trombositopenia dan akhirnya menyebabkan
3. Anemia
Pada kondisi yang jarang, pasien dapat mengalami kelebihan zat besi yang
merupakan komplikasi dari transfusi sel darah merah yang kronis dan
Pada pasien dengan usia muda kurang dari 2 tahun dan hemoglobin F yang lebih
mielodisplasia.
15