Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi

Merupakan penyakit sistemik berupa vaskulitis pembuluh darah kecil yang

terutama menyerang anak-anak ( ). Ditandai dengan perdarahan kulit (purpura),

pembengkakan pada sendi, nyeri perut, dan kelainan ginjal ( ).

II. Etiologi

Sampai saat ini masih belum diketahui pasti, IgA diduga berperan penting,

ditandai dengan peningkatan konsentrasi IgA serum, kompleks imun, dan deposit

IgA pada dinding pembuluh darah dan mesangium ginjal ( ).

III. Epidemiologi

Rata-rata 14 kasus per 100.000 anak usia sekolah, prevalensi tertinggi pada

usia 2-11 tahun (75%), 27% kasus ditemukan pada dewasa, jarang ditemukan

pada bayi. Lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan (rasio 2:1)

( ).

IV. Faktor resiko ( ).

1. Setelah infeksi Streptococcus grup A (20-50%), Mycoplasma, virus

Epstein Barr, virus Herpes Simplex, Parvovirus B19, Coxsackievirus,

Adenovirus, measles, mumps.

2. Vaksinasi (varicella, rubella, Hepatitis B).

4
3. Lingkungan : alergen makanan, obat-obatan, pestisida, paparan terhadap

dingin, gigitan serangga.

V. Klasifikasi (3)

Darah tepi Sumsum tulang Harapan hidup

rata2 (bulan)

Anemia refrakter Blas <1% Blas <5% 50

RA dengan cincin Blas <1% Blas <5% 50

sideroblas (RARS) Sideroblas

cincin >15%

eritroblas total

RA dengan Blas <5% Blas 5-20% 11

kelebihan blas

(RAEB)

RAEB dalam Blas >5% Blas 20-30% atau 5

transformasi terdapat batang

(RAEB-t) Auer

Leukimia Seperti salah satu Seperti salah satu 11

mielomonositik diatas dengan diatas dengan

kronik (CMML) monosit >1 promonosit

x109/L

5
Klasifikasi menurut WHO(2008) didasarkan pada penemuan genetik meskipun

asal sel dari darah tepi, aspirasi sumsum dan biopsi sumsum (3).

Old system New system

Anemia refrakter (RA) Sitopenia refrakter dengan displasia

unilineage (anemia refrakter, neutropenia

dan trombositopenia)

Anemia refrakter dengan cincin Anemia refrakter dengan cincin

sideroblas (RARS) sideroblas (RARS)

Anemia refrakter dengan cincin

sideroblas-trombositosis (RARS-t) yang

penting dalam gangguan mielodisplastik

atau mieloproliferatif dan biasanya

memiliki mutasi JAK2

Sitopenia refrakter dengan displasia

multilineage (RCMD) termasuk sitopenia

refrakter dengan displasia multilineage

dan cincin sideroblas (RCMD-RS).

RCMD termasuk pasien perubahan

patologi yang tidak terbatas pada

displasia eritroblas (seperti adanya

6
prekursor leukosit dan trombosit

megakariosit)

Anemia refrakter dengan kelebihan blas Anemia refrakter dengan kelebihan blas I

(RAEB) dan II. RAEB dibagi menjadi RAEB

I(blas 5-9%) dan RAEB II(blas 10-19%)

yang memiliki prognosis lebih buruk

daripada RAEB I. Batang Auer dapat

terlihat di RAEB II yang sulit dibedakan

dengan AML

Anemia refrakter dengan kelebihan blas Kategori ini dieliminasi karena pasien ini

transformasi (RAEB-T) dianggap menderita leukimia akut.

Sindrom 5q- dapat terlihat pada wanita

tua dengan jumlah platelet normal atau

tinggi dan delesi lengan panjang

kromosom 5 yang terisolasi pada sel

sumsum tulang yang ditambahkan dalam

klasifikasi

Leukimia mielomonositik kronik CMML dihapuskan dari klasifikasi dan

ditambahkan dalam kategori sindrom

overlap mielodisplastik-mieloproliferatif

Sindrom 5q-

7
Mielodisplasia unclassifiable ( pada

kasus displasia megakariosit dengan

fibrosis dll)

Sitopenia refrakter pada anak-anak

Beberapa kasus yang sulit dikategorikan:

1. Kasus langka dengan blas <5% dengan batang Auer

2. Kasus MDS dengan neutropenia atau trombositopenia terisolasi tanpa

anemia dan dengan perubahan displastik pada single lineage

3. Pasien dengan RA atau RAEB disertai leukositosis atau trombositosis

VI. Patofisiologi

Pada sindrom mielodisplasia terjadi disregulasi dalam proses diferensiasi sel-

sel darah, hal ini berkaitan dengan kelainan sitogenetika. Terjadinya kegagalan

sumsum tulang pada sindrom mielodisplasia dikarenakan hematopoiesis yang

tidak efektif (terkait dengan apoptosis yang berlebihan). Secara klinis,

hematopoiesis yang tidak efektif tersebut bermanifestasi sebagai anemia,

neutropenia, trombositopenia atau sitopenia yang lainnya. Seringkali, sitopenia

akan berkembang menjadi pansitopenia selama periode mingguan ke bulanan (1).

Kelainan kromosom sering ditemukan pada sindrom mielodisplasia, walaupun

hubungan kausal keduanya masih belum dapat dijelaskan. Kelainan kromosom

yang paling umum melibatkan kromosom 5, 7, dan 8. Selain itu, risiko terjadinya

8
sindrom mielodisplasia ini juga meningkat pada sindrom genetik tertentu yaitu

sindrom Shwachman-Diamond, sindrom Diamond-Blackfan, dyskeratosis

congenital, anemia Fanconi, neurofibromatosis (NF), dan neutropenia kongenital

berat (sindrom Kostmann) (1,7,8).

MDS disebabkan paparan lingkungan seperti radiasi dan benzene yang

merupakan faktor resikonya. MDS sekunder terjadi pada toksisitas lama akibat

pengobatan kanker biasanya dengan kombinasi radiasi dan radiomimetik

alkylating agent seperti busulfan, nitrosourea atau procarbazine ( dengan masa

laten 5-7 tahun) atau DNA topoisomerase inhibitor (2tahun). Baik anemia aplastik

yang didapat yang diikuti dengan pengobatan imunosupresif maupun anemia

Fanconis dapat berubah menjadi MDS (1).

MDS diperkirakan berasal dari mutasi pada sel sumsum tulang yang

multipoten tetapi defek spesifiknya belum diketahui. Diferensiasi dari sel

prekursor darah tidak seimbang dan ada peningkatan aktivitas apoptosis sel di

sumsum tulang. Ekspansi klonal dari sel abnormal mengakibatkan sel yang telah

kehilangan kemampuan untuk berdiferensiasi. Jika keseluruhan persentasi dari

blas sumsum berkembang melebii batas (20-30%) maka ia akan bertransformasi

menjadi AML. Pasien MDS akan menderita sitopenia pada umumnya seperti

anemia parah. Tetapi dalam beberapa tahun pasien akan menderita kelebihan besi.

Komplikasi yang berbahaya bagi mereka adalah pendarahan karena kurangnya

trombosit atau infeksi karena kurangnya leukosit (1).

9
Beberapa penlitian menyebutkan bahwa hilangnya fungsi mitokondria

mengakibatkan akumulasi dari mutasi DNA pada sel stem hematopoietik dan

meningkatkan insiden MDS pada pasien yang lebih tua. Dan adanya akumulasi

dari besi mitokondria yang berupa cincin sideroblas merupakan bukti dari

disfungsi mitokondria pada MDS (1).

VII. Manifestasi klinis

Pasien dengan mielodisplasia dapat memperlihatkan gejala kegagalan

hematopoietik seperti infeksi, perdarahan, memar, kelelahan, penurunan berat

badan dan dispneu. Pada 20% anak tidak memperlihatkan gejala selain

sitopenia dan splenomegali. Tiga perempat dari pasien memiliki jumlah

trombosit di bawah 150.000, sedangkan pada pasien dengan anemia kadar

hemoglobinnya kurang dari 10 g / dL tercatat sekitar setengah dari anak-anak

yang mengalami sindrom mielodisplasia. Jumlah sel darah putih juga

menurun pada banyak pasien, dan neutropenia berat tercatat sekitar 25%.

(1,9).

VIII. Diagnosis

Pada sindrom mielodisplasia diagnosis dapat ditegakkan jika klinis atau

laboratorium menuju ke arah sindrom tersebut, ditambah dengan temuan morfologi

yang mendukung, tapi terkadang temuan morfologi dapat tidak sesuai hal ini

disebabkan oleh kekurangan gizi, obat-obatan, racun, peradangan, infeksi,

10
hiperselularitas sumsum tulang atau mielofibrosis yang dapat mengaburkan proses

penyakit yang mendasarinya (10).

Aspirasi sumsum tulang merupakan alat diagnostik yang penting pada sindrom

mielodisplasia, kriteria morfologi yang minimal untuk mendiagnosis sindrom

mielodisplasia yaitu minimal terdapat 10% sel-sel mieloid (eritroid, granulositik,

megakariositik) yang menunjukkan adanya displasia. Selain itu biopsi sumsum tulang

juga harus dilakukan untuk menilai selularitas dan arsitektur sumsum tulang tersebut.

Sumsum tulang pada pasien dengan sindrom mielodisplasia bisa normoselular atau

hiposelular, tetapi pada anak-anak kebanyakan menunjukkan hiperselularitas (11).

IX. Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan adalah mengontrol gejala, meningkatkan kualitas hidup (Qol),

meningkatkan survival, dan mengurangi transformasi menjadi AML (1).

1. Pada sindrom mielodisplastik resiko rendah

Pasien yang memiliki jumlah sel blas kurang dari 5% dalam sumsum

tulang didefinisikan sebagai penderita sindrom mielodisplastik resiko

rendah. Sehingga ditangani dengan konservatif dengan transfusi eritrosit,

trombosit, atau pemberian antibiotik sesuai keperluan. Upaya

memperbaiki fungsi sumsum dengan faktor pertumbuhan hemopoietik

sedang dilakukan. Eriotropoietin dosis tinggi dapat meningkatkan


11
konsentrasi Hb sehingga transfusi tidak perlu dilakukan. Siklosporin atau

globulin antilimfosit (GAL) kadang membuat pasien lebih baik terutama

pasien dengan sumsum hiposelular. Untuk jangka panjang penimbunan

besi transfusi berulang harus diatasi dengan chelasi besi setelah mendapat

transfusi 30-50unit. Pada pasien usia muda kadang transplantasi alogenik

dapat memberikan kesembuhan permanen.

Perlu diperhatikan pada pasien yang memerlukan banyak transfusi

RBC adalah level serum ferritin yang dapat berakibat disfungsi organ dan

harus dikontrol <1000mcg/L. Dan ada 2 macam chelasi besi seperti

deferoxamine IV dan deferasirox per oral. Pada kasus yang jarang,

deferasirox dapat menyebabkan gagal ginjal dan hati yang berakhir pada

kematian.

2. Pada sindrom mielodisplastik resiko tinggi

Pada pasien yang memiliki jumlah sel blas lebih dari 5% dalam sumsum

dapat diberi beberapa terapi

a. Perawatan suportif umum sesuai diberikan untuk pasien usia tua

dengan masalah medis mayor. Transfusi eritrosit dan trombosit,

terapi antibiotik dan obat anti jamur diberikan sesuai kebutuhan.

12
b. Kemoterapi agen tunggal hidroksiurea, etopasid, merkaptopurin,

azasitidin, atau sitosin arabinosida dosis rendah dapat diberikan

dengan sedikit manfaat pada pasien CMML atau anemia refrakter

dengan kelebihan sel blas (RAEB) atau RAEB dalam

transformasi dengan jumlah leukosit dalam darah yang tinggi

c. Kemoterapi intensif seperti pada AML. Kombinasi fludarabin

dengan sitosin arabinosida (ara-C) dosis tinggi dengan faktor

pembentuk koloni granulosit (G-CSF)(FLAG) dapat sangat

bermanfaat untuk mencapai remisi pada MDS. Topetecan, ara-C,

dan G-CSF(TAG) juga dapat membantu. Remisi lengkap lebih

jarang dibandingkan pada AML de novo dan resiko pembeerian

kemoterapi intensif seperti untuk AML lebih besar karena dapat

terjadi pansitopenia berkepajangan pada beberapa kasus tanpa

regenerasi hemopoietik yang normal, diperkirakan karena tidak

terdapat sel induk yang normal

d. Transplantasi sel induk. Pada pasien berusia lebih muda (kurang

dari 50-55tahun) dengan saudara laki-laki atau perempuan yang

HLA nya sesuai atau donor yang tidak berkerabat tetapi sesuai

HLAnya. SCT memberikan prospek kesembuhan yang lengkap

dan biasanya dilakukan pada MDS tanpa mencapai remisi

lengkap dengan kemoterapi sebelumnya, walaupun pada kasus

13
resiko tinggi dapat dicoba kemoterapi awal untuk mengurangi

proporsi sel blas dan resiko kambuhnya MDS. SCT hanya dapat

dilaksanakan paa sebagian kecil pasien karena umumnya pasien

MDS berusia tua.

Tiga agen yang diterima oleh FDA sebagai pengobatan MDS :

1. 5-azacytidine: rata-rata bertahan hidup 21 bulan.

2. Decitabine: Respons komplit dilaporkan setinggi 43% dan pada AML

decitabine lebih efektif apabila dikombinasika dengan asam valproate.

3. Lenalidomide: efektif dalam mengurangi transfusi sel eritrosit pada pasien

MDS dengan delesi kromosom 5q.

X. Komplikasi (1).

1. Infeksi

Pasien dengan sindrom myelodysplasia meningkatkan risiko terjadinya

infeksi karena tertekannya sebagian besar fungsi granulosit. Bahkan dalam

kasus dengan neutrofil normal, neutrofil mungkin dapat menunjukkan

penurunan myeloperoxidase dan aktivitas mikrobisidal. Granulosit

mungkin menunjukkan penurunan adhesi, kemotaksis, fagositosis, dan

penurunan aktivitas mikrobisidal. Pasien sangat rentan terhadap bakteri

gram negatif dan jamur yang mengancam jiwa.

2. Perdarahan

14
Pasien sering mengalami trombositopenia dan akhirnya menyebabkan

perdarahan. Disfungsi trombosit dapat terjadi pada sindrom

myelodysplasia. Pasien akan semakin sering memerlukan transfusi apabila

sumsum tulang menjadi semakin hypoplasia.

3. Anemia

Pada kondisi yang jarang, pasien dapat mengalami kelebihan zat besi yang

merupakan komplikasi dari transfusi sel darah merah yang kronis dan

mungkin memerlukan terapi khelasi zat besi.

XI. Prognosis (1).

Pada pasien dengan usia muda kurang dari 2 tahun dan hemoglobin F yang lebih

dari 10% akan memperburuk prognosis pada pasien dengan sindrom

mielodisplasia.

15

Anda mungkin juga menyukai