Pengantar Redaksi
Riset & Teknologi
Kinetika Anaerobic Degestion Sebagai Dasar Design Reaktor Dari Sampah Organik
(Ramli Thahir, Alwathan, Fitriyana) 72 - 75
Pengaruh Variasi Sumber Karbon dan Waktu Fermentasi Pada Proses Pembuatan
Pupuk Cair Dari Kulit Pisang 76 - 79
(Nanik Astuti Rahman, Harimbi Setyawati)
Evaluasi Teknis dan Finansial UDPK Gadang Kota Malang Untuk Meningkatkan
Potensi Reduksi Sampah 80 - 88
(Hardianto)
PENGANTAR REDAKSI
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya Jurnal Media Perspektif
Politeknik Negeri Samarinda Volume 10 nomor 2, Desember 2010 dapat diterbitkan. Media
Perspektif Polnes memuat hasil-hasil penelitian bidang Teknologi dan karya ilmiah non
penelitian yang bermutu. Media Perspektif diterbitkan dua kali dalam satu tahun, yaitu setiap
bulan Juni dan bulan Desember.
Penerbitan Jurnal Media Perspektif edisi kali ini, menampilkan beragam artikel
penelitian dibidang teknologi. Redaksi Media Perspektif mengharapkan peran serta para
ilmuwan dan peneliti untuk memberikan kontribusi yang lebih banyak demi keberlangsungan
media ini secara khusus dan sumbangsih terhadap perkembangan sains dan teknologi pada
umumnya.
Terima kasih dan selamat kepada para penulis yang tulisannya diterbitkan pada edisi
ini. Redaksi berharap agar Media ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan pembaca
terutama civitas akademika, kalangan industri dan pemerintah. Sekali lagi kami mohon
sumbang saran para pembaca, sebab partisipasi pembaca tentu akan lebih menyempurnakan
terbitan berikutnya.
REDAKSI
Suratno
Dosen Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Samarinda
Jalan Dr.Ciptomangunkusuma Kampus Gunung Lipan Samarinda
Email: suratno_1963 @ yahoo.com
Abstrak
Bagian penting yang harus diperhatikan dari transformator daya adalah kualitas dan
pengaturan pendingin minyak transformator. Untuk mengetahui apakah minyak trafo
masih sesuai standart yang digunakan maka diambil 3 buah sampel yaitu suhu, warna,
dan kekentalan.Untuk mengetahui kualitas dari minyak transformator dan kinerja sistim
pendingin digunakan mikrokontroler dengan sensor RTD (resistant temperature
detektor) yang mendeteksi suhu yang dikonversikan kedalam perubahan tegangan
sebagai penunjukkan tingkat panas minyak transformator. Kamera digunakan untuk
mendeteksi warna minyak transformator. Sensor LDR (light dependent resistant)
digunakan untuk mendeteksi kekentalan minyak transformator dengan cara
penembakan cahaya, resistansi LDR berubah seiring dengan perubahan intensitas
cahaya yang mengenainya. Data dari sensor dikirim ke computer menggunakan
wireless yang disambungkan ke komputer. Dengan system monitoring kualitas minyak
transformator ini diharapkan dapat mengetahui waktu penggantian minyak transformator
dan mencegah terjadinya kebakaran transformator yang diakibatkan panas yang
melebihi kapasitas suhu transformator.
PENDAHULUAN
Dalam operasi penyaluran tenaga listrik trafo tenaga yang berkapasitas besar, karena
transformator dapat dikatakan sebagai jantung minyak trafo mempunyai sifat sebagai isolasi
dari transmisi dan distribusi. Dalam kondisi ini dan media pemindah, sehingga minyak trafo
suatu transformator diharapkan dapat tersebut berfungsi sebagai media pendingin dan
beroperasi secara maksimal (kalau bisa terus isolasi.
menerus tanpa berhenti). Mengingat kerja keras Pada inti besi dan kumparan-kumparan
dari suatu transformator seperti itu maka cara akan timbul panas akibat rugi-rugi besi dan rugi-
pemeliharaan juga dituntut sebaik mungkin. rugi tembaga. Bila panas tersebut
Oleh karena itu transformator harus dipelihara mengakibatkan kenaikan suhu yang berlebihan,
dengan menggunakan sistem dan peralatan akan merusak isolasi (di dalam transformator).
yang benar, baik dan tepat. Maka untuk mengurangi kenaikan suhu
Transformator daya adalah salah satu transformator yang berlebihan maka perlu
peralatan yang cukup mahal yang terpasang dilengkapi dengan alat/ sistem pendingin untuk
dipusat pembangkit dan Gardu Induk. Sebagian menyalurkan panas keluar transformator.
besar kumparan-kumparan dan inti trafo tenaga Pada cara alamiah (natural), pengaliran
direndam dalam minyak trafo, terutama trafo- media sebagai akibat adanya perbedaan suhu
MEDIA PERSPEKTIF VOL. 10 Nomor 2, DESEMBER 2010 : 60 - 114 RISET & TEKNOLOGI /60
media dan untuk mempercepat perpindahan batasan suhu transformator, apabila melebihi
panas dari media tersebut ke udara luar batas setpoint suhu maka alarm akan berbunyi
diperlukan bidang perpindahan panas yang lebih dan kipas akan berkerja dengan maksimal untuk
luas antara media (minyak-udara/gas), dengan mendinginkan transformator. Warna minyak
cara melengkapi transformator dengan sirip-sirip yang bagus berwarna kuning bening apabila
(Radiator). sudah lama pemakaian maka minyak akan
Bila diinginkan penyaluran panas yang berwarna hitam.
lebih cepat lagi, cara natural/alamiah tersebut
dapat dilengkapi dengan peralatan untuk
mempercepat sirkulasi media pendingin dengan Sensor Suhu RTD Wireless
Mikro
pompa-pompa sirkulasi minyak, udara an air. Sensor Kekentalan (LDR)
konroller Transmiter
Cara ini disebut pendingin paksa (Forced). Warna Kamera
Transformator
Kipas
Alarm Wireless
Komputer
Receiver
RISET & TEKNOLOGI /61 MEDIA PERSPEKTIFVOL. 10 Nomor 2, Desember 2010 : 60 - 114
transformator. Dengan sistem monitoring
kualitas minyak transformator ini diharapkan Start
Inialisasi Yes
Sensor
Masuk Tx
Setting RF modul
Yes
Apa data No
diterima? Proses pengiriman
Yes
data
Cek data
No Masuk RX
Apa data sesuai
protokol
Yes
Proses data
komputasi
Simpan data
Tampilkan data
End End
MEDIA PERSPEKTIF VOL. 10 Nomor 2, Desember 2010 : 60 - 114 RISET & TEKNOLOGI /62
Starti
3.1 RTD
Sensor RTd digunakan untuk mengetahui
suhu minyak transformator, dengan jenis RTD
PT 100 karena suhu yang di monitoring pada
suhu 0o-180oC
Initial I/O
Perhitungan RTD
Suhu 0o RT R0 (1 T )
Reset I//O R 100(1 0,0038 0)
T
RT 100
Suhu 180o
Suhu RTD
Tingkat 1
Kipas ON RT R0 (1 T )
RT 100(1 0,0038 180)
RT 168,4
Suhu RTD
Tingkat 2
Kipas ON Jembatan Wheatstone
R1 R2
Suhu RTD
E
Tingkat 3
Kipas ON a b RTD
R3
Suhu RTD
Kipas ON
Tingkat 4 Gambar 4. Elemen luar Wound RTD
V TH V a V b
R1
Input Data LDR Va E
Dan Kamera
R1 R 3
R2
Vb E
R 2 Rx
R1 R2
Input ke Mikro
V TH E
R 1 R 3 R 2 Rx
Suhu 0o
End
Jembatan seimbang
RISET & TEKNOLOGI /63 MEDIA PERSPEKTIFVOL. 10 Nomor 2, Desember 2010 : 60 - 114
V TH V a V b
100
V 12
100 100
a
100
V 12
100 100
b
V TH 6 6 12
V TH 0
Suhu=180o
Rx =168,4 Ohm
Gambar 5. Tampilan visual basic
V TH V a V b
100
V 12
100 100
a KESIMPULAN
100
V 12 Dari uraian tersebur diatas dapat
100 168 , 4
b
disimpulkan bahwa dengan menggunakan
6 4 , 5 12
sistem monitoring transformator daya seperti
V TH dijelaskan diatas dapat meningkatkan kualitas
V TH 18 Volt kerja dari transformator, karena kinerja normal
dari transformator daya dapat di pantau dan dapat
diberikan pendinginan paksa dengan
Indikator Penerima Data mengerjakan blower/kipas bila terjadi kenaikan
temperatur yang melebihi batas normal yang
diijinkan. Selain itu dengan metoda ini juga akan
diperoleh data yang dapat digunakan untuk
menentukan waktu penggantian minyak trafo.
DAFTAR PUSTAKA
MEDIA PERSPEKTIF VOL. 10 Nomor 2, Desember 2010 : 60 - 114 RISET & TEKNOLOGI /64
Michael Halvorson, 1999,Microsoft Visual Basic
6.0 Profesional, Step by step, Microsoft
Press.
Muhamad asror, 2009, Analisis Kegagalan
Minyak Transformator, http://
asrorymuhammad.laros.or.id
Tutorial Visual Basic Database Sistem,
diakses pada tanggal 27 Juni 2009,
oleh Imam Budi Kustatanto dari
ilmukomputer.org.
Yanuar Syaiful, 2009, efisiensi Energi listrik di
tiga lab elektro industri Gedung Baru
PENS-ITS Dengan Sensor Gerak Dan
Power Monitoring Jarak Jauh,
Surabaya.
RISET & TEKNOLOGI /65 MEDIA PERSPEKTIFVOL. 10 Nomor 2, Desember 2010 : 60 - 114
Riset & Teknologi ISSN : 1412-3819
Renny Rakhmawati
Dosen Jurusan Teknik Elektro Industri Politeknik Elektronika Negeri Surabaya ITS
Kampus ITS Sukolilo,Surabaya 60111
Email: nam_erif@yahoo.com
Abstract
Until recently the use of measuring devices is still much use of analog meters.
Discussion of this project is to create a digital meters that can read parameters include
voltage, current, Q (VAR), P (Watt), and power factor. This tool uses a microcontroller
for data processing, data is processed by the microcontroller is derived from the voltage
sensor, current sensor, and sensor phase differences. In microcontroller designed a
program to calculate the value of active power (Watts), Reactive Power (Var), and PF.
PENDAHULUAN
MEDIA PERSPEKTIF VOL. 10 Nomor 2, Desember 2010 : 60 - 114 RISET & TEKNOLOGI /66
P(dalam watt) = V x I x faktor daya Maka, karena daya nyata adalah tegangan
dikalikan dengan komponen aktif dari arus.
Faktor daya =
Jadi faktor daya dapat didefinisikan sebagai P = V Iaktif ..............................(2.5)
perbandingan antara daya nyata dalam watt P = VICos ............................................(2.6)
dengan voltampere dari rangkaian AC. Harga
faktor daya tergantung pada besarnya beda phase Oleh karena daya adalah EI dikalikan
antara arus dan tegangan. Jika arus dan dengan faktor daya, maka faktor daya suatu
tegangan sephase, daya sama dengan I V, atau rangakaian AC sama dengan kosinus dari sudut
dengan kata lain faktor daya sama dengan satu. phase. Hubungan antara daya dalam watt (P),
0
Jika arus dan tegangan berbeda phase 90 seperti voltampere (VA) dan voltampere reaktif (VAR)
dalam rangkaian kapasitif atau induktif murni, faktor dapat dinyatakan dengan segitiga seperti yang
daya sama dengan nol, sehingga daya nyata juga ditunjukkan dalam Gambar 2.2. sudut adalah
sama dengan nol. Dalam rangkaian baik yang sudut phase rangkaian. Alas segitiga
mengandung tahanan maupun reaktansi, harga menyatakan daya nyata (VA), tingginya
fakor daya berkisar mulai nol hingga satu, menyatakan daya reaktif (VAR), dan hipotunosa
tergantung pada harga relatif dari tahanan dan menyatakan daya aktif (W).
reaktansi dalam rangkaian. daya nyata ( VI cos )
Arus yang mengalir dalam rangkaian AC
dapat dianggap terdiri dari dua komponen yaitu
yang sefase dengan tegangan dan yang berbeda
daya reaktif ( VI sin )
0
phase dengan tegangan hingga 90 seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 2.19. komponen yang
sephase disebut komponen aktif karena jika harga daya aktif (VI )
ini dikalikan dengan tegangan memberikan daya
yang berguna atau daya nyata dari rangkaian.
Gambar 2. 2 Hubungan antara daya, voltampere dan
Komponen yang tidak sephase disebut komponen voltampere reaktif
reaktif atau komponen tanpa daya, karena dari
arus dan tegangan disebut daya reaktif atau Oleh karena Voltampere sama dengan VI daya
voltampere reaktif dan diukur dalam VAR suatu
nyatanya adalah VI Cos , dan voltampere
kata yang diambil dari kata voltampere reactive.
Satu kilovar (kVAR) sama dengan 1.000 var. reaktifnya VI Sin . Juga terjadi hubungan
Gambar 2.1 menunjukkan bahwa semakin besar sebagai berikut.
harga komponen reaktif dan semakin kecil harga
komponen aktif dari harga arus total yang diberikan. Daya aktif =
Dalam Gambar 2.1 kosinus sudut phase
adalah perbandingan arus aktif terhadap arus
total, atau: METODOLOGI
Sensor Arus
Cos =
Sensor arus digunakan IC ACS712x20A
yang dapat membaca nilai arus hingga 20
I aktif = I x cos
Ampere. Output dari sensor arus ACS712x20A
ini berupa tegangan yang proporsional dengan
nilai arus input yang dibaca, dengan sensitivitas
100mV / A.
Sensor arus ini adalah salah satu produk
dari allegro untuk solusi ekonomis dan presisi
dalam pengukuran arus AC maupun DC. Sensor
ini memiliki presisi, low-offset, dan rangkaian
sensor linier hall dengan konduksi tembaga yang
ditempatkan dengan permukaan dari aliran arus
Gambar 2.1 Dua komponen arus dalam rangkaian AC yang disensor. Ketika arus mengalir pada
RISET & TEKNOLOGI /67 MEDIA PERSPEKTIFVOL. 10 Nomor 2, Desember 2010 : 60 - 114
permukaan konduktor maka akan menghasilkan
medan magnet yang dirasakan oleh IC hall efect
yang terintegrasi kemudian oleh piranti tersebut
dapat dirubah ke tegangan. Sensor ini
memungkinkan untuk tidak menggunakan
optoisolator karena antara terminal input arus
dengan outputnya sudah terisolasi secara
kelistrikannya. Hal ini karena yang dirasakan atau
yang disensor adalah efek hall dari arus input
yang disensor.
Gambar 3.3 Rangkaian resistor pembagi tegangan
Vout =
Sensor Tegangan
Untuk mengambil sinyal tegangan agar
bisa dibaca oleh rangkaian phasa detector
digunakan resistor pembagi tegangan dipasang
secara paralel antara phasa dengan netral.
Fungsi resistor ini adalah untuk menurunkan
tegangan dari tegangan sumber menjadi
tegangan yang dikehendaki. Selain itu juga
penggunaan resistor tidak merubah harga beda
phasa yang terjadi pada beban induktif yang
terpasang. Gambar 3.4. Rangkaian Detektor Phasa
MEDIA PERSPEKTIF VOL. 10 Nomor 2, Desember 2010 : 60 - 114 RISET & TEKNOLOGI /68
Perangkat lunak Flowchart Program
Uraian mengenai pembuatan perangkat lunak
rancang bangun VAR, Watt , PF meter digital
satu phasa adalah sebagai berikut :
1. Inisialisasi Hardware
Inisialisasi Port A sebagai ADC internal
mikrokontroller, dan Port lainnya sebagai
output. Inisialisasai awal dari keseluruhan
system, missal apakah ada tegangan,
apakah ada arus, dan apakah ada beda
phase.
2. Pembacaan nilai tegangan, arus, dan beda
phase dari sensor-sensor yang sudah
dirancang sebelumnya.
3. Setelah mendapatkan nilai parameter-
parameter yaitu tegangan, arus dan beda
phase diketahui maka tahap selanjutnya
adalah diproses dalam program dengan
memasukkan rumus berikut :
P=VxI
Q=VxI
Sensor Arus
RISET & TEKNOLOGI /69 MEDIA PERSPEKTIFVOL. 10 Nomor 2, Desember 2010 : 60 - 114
Tabel 1. Pengujian arus ACS712x20A Program
I beban(Ampere) Vout(Volt)
1 0.102
2 0.203
3 0.301
4 0.404
5 0.506
KESIMPULAN
MEDIA PERSPEKTIF VOL. 10 Nomor 2, Desember 2010 : 60 - 114 RISET & TEKNOLOGI /70
Hall effect dan memiliki linearitas yang cukup
bagus.
- Pada perancangan Zero crossing Detector
harus dipertimbangkan pemiliahan Op-Amp,
sebab akan berpengaruh terhadap sinyal
output yang berakibat kesalahan pembacaan
nilai power faktor.
DAFTAR PUSTAKA
RISET & TEKNOLOGI /71 MEDIA PERSPEKTIF VOL. 10 Nomor 2, Desember 2010 : 60 - 114
Riset & Teknologi ISSN : 1412-3819
Abstrak
Ketersedian bahan baku dari gas elpiji akan semakin menipis sedangkan kebutuhan
gas tersebut semakin meningkat seiring dengan pertabahan penduduk tiap tahun.
Gas elpiji yang sekarang dimanfaatkan umumnya berasal dari fosil yang bersifat tidak
terbarukan, oleh karena itu kita dapat memanfaatkan biogas yang berasal dari sampah
organik yang berasal dari pasar, rumah tangga atau rumah makan. Bahan bakar biogas
bersifat terbarukan dan tercipta keseimbangan lingkungan karena dapat mengurangi
pemanasan global. Penelitian ini dilakukan dengan dua tahap yaitu hydrolisis yang
berlansung secara aerob dan acetogenesis serta methagenes dilakukan secara
anaerob, kinetika proses anaerob berdasarkan Shieh at, al (1985), proses ini sangat
penting dalam proses desain bioreaktor terutama laju pertumbuhan mikroba
maksimum untuk menentukan waktu tinggal biomassa minimum. Tujuan penelitian ini
untuk mengetahui kinetika proses anaerobic degestion untuk tahap acidifikasi dan
methanasi. Pelaksanaan eksperimen dilakukan menggunakan reaktor batch skala
laboratorium dengan volume reaktor 75 liter, volume sampel 35 liter, suhu mesofilik
dengan waktu tinggal 25 hari. Penelitian ini diperoleh removed COD 94% dengan laju
pemanfaatan subtrak maksimum (K) = 0,017 gVSS/gCOD, Konstanta setengah Jenuh
(Ks) = 12,5 gram/lit, perolehan biomassa (Y) = 333 gVss/gCOD, laju kematian
mikroorganisme (Kd) = 23/hari dan laju pertumbuhan spesifik maksimum ( maks) =
5,81/hari.
PENDAHULUAN
Dewasa ini pengolahan sampah organik sekarang tidak mempunyai nilai ekonomis
belum optimum, sampah ditampung di tempat mempunyai nilai ekonomi.
pembuangan sampah akhir (TPA) setempat Penelitian ini mengacu pada proses
sehingga dapat menimbulkan polusi seperti bau kinetika anaerobic digestion yang mencakup laju
kurang enak, pencemaran tanah dan terlepasnya pertumbuhan spesifik maksimum (maks), laju
gas methane (CH4) ke atmosfir sehingga dapat pemanfaatan subtract maksimum (K),
merusak lapisan ozon yang menimbulkan Konstanta setengah jenuh (Ks), laju kematian
pemanasan global. Sampah disekitar kita dapat mikroorganisme (Kd)
dimanfaatkan untuk menghasilakan bahan bakar Proses anaerobic degestion merupakan
berupa methane (CH4) dengan proses anaerobic proses penguraian bahan organic kompleks oleh
digestion yang merupakan bahan bakar untuk mikroorganisme anaerob disertai dengan
rumah tangga atau dapat dimanfaatkan untuk pembentukan gas bio (CH4) dan karbon dioksida
bahan baku industri, sehingga sampah yang (CO 2 ) sebagai komponen utama dengan
MEDIA PERSPEKTIF VOL. 10 Nomor 2, Desember 2010 : 60 - 114 RISET & TEKNOLOGI /72
sejumlah kecil hidrogen sulfida (H2S), amoniak mekanisme reaksi biodegradadasi yakni tahap
(NH3), hidrogen (H 2), nitrogen (N 2), karbon hidrolisis. Shieh et al, (1985) telah menentukan
monoksida (CO). parameter kinetika dengan melihat proses
Pertumbuhan mikroba dapat dipandang degradasi anaerob tanpa melihat proses
sebagai suatu rangkaian yang mengendalikan hidrolisis. Parameter kinetika merupakan dasar
sintesis penyusunan biomassa yang diperoleh penting dalam desain bioreactor terutama laju
pada akhir kultur secara menyeluruh. Proses ini pertumbuhan mikroba maksimum untuk
mengikuti prinsip kekekalan massa. Oleh karena menentukan waktu tinggal biomassa minimum.
itu, pertumbuhan mikroba dapat dinyatakan Waktu tinggal biomassa minimummerupakan
dalam reaksi kimia sebagai berikut: titik kritis pengoperasian bioreactor dalam
Substrat mikroba ( biomassa) + produk proses anaerobic digestion. Parameter kinetika
(C,N,O,P,S, mineral) (metabolit, CO2, CH4, tersebut dihitung dengan menggunakan
H2O, enzim) persamaan berikut :
Pertumbuhan bakteri menyatakan jumlah
atau massa melebihi yang ada di dalam 1 X K 1 1
s x
U S o S e K Se K ................... (1)
inokulum asalnya. Pertumbuhan
mikroorganisme dapat dilihat pada gambar
1 S o S e K d 1
berikut ini:
1
C x .....................(2)
Yo Xe Y Y
Log jumlah bakteri
Maks K .Y .................................................(3)
C
hidup
B D Dengan :
K : Laju pemanfaatan subtract maksimum (hari-1)
K d : Laju kematian mikroorganisme (hari-1)
A K s : Konstanta setenga jenuh (g/l)
Se : Konsentrasi COD pada saat t=t (g/l)
Waktu So : Konsentrasi COD umpan (g/l)
U : Laju pemanfaatan subtrak spesifik (gCOD/
Gambar 1 Kurva pertumbuhan bakteri VSS.hari)
X : Konsentrasi biomassa di dalam bioreactor
(gVSS/l)
Keterangan : Xe : Konsentrasi biomassa di dalam bioreactor
A : Fase lamban (lag) pada saat t=t (gVSS/l)
B : Fase logaritma atau eksponensial Y : Perolehan biomassa sesungguhnya (gVSS/
C : Fase statis gCOD)
D : Fase penurunan atau kematian Yo : Perolehan biomassa hasil pengamatan
(gVSS/gCOD)
Studi kinetika diperlukan sebagai dasar maks : Laju pertumbuhan spesifik maksimum
untuk memahami setiap proses fermentasi. (Hari-1)
Kinetika pertumbuhan mikroba menguraikan : Waktu tinggal cairan (hari)
tentang kecepatan pertumbuhan sel (biomassa) c : Waktu tinggal sel (hari)
dan pengaruh lingkungan terhadap
kecepatannya. Pengukuran pertumbuhan dapat
diamati dari berbagai parameter dimana
parameter-parameter tersebut diperoleh dengan METODOLOGI
bantuan grafik dan diturunkan penggunaan
persamaan persamaan matematik. Limbah yang digunakan adalah sampah organic
Ahmat et al, (2001) telah melaporkan suatu yang berasal dari warung makan atau rumah
model kinetika yang disusun berdasarkan suatu tangga kemudian dihidrolisis secara aerob,
model kinetika yang disusun berdasarkan sampah yang telah dihidrolis dipompa ke
RISET & TEKNOLOGI /73 MEDIA PERSPEKTIFVOL. 10 Nomor 2, Desember 2010 : 60 - 114
fermentor anaerobic untuk proses acetogenesis Dari table 1. Di atas dibuat grafik 1/U=[ ?.X/
dan methagenesis. Variable proses yang (So-Se)] gCOD/gVSS.Hari Vs [1/Se]L/gCOD
digunakan volume sampel 35 liter, waktu diperoleh grafik berikut :
fermentasi 25 hari, analisa COD dan MLVSS
tiap 5 hari selama 25 hari. pH dipertahankan
pada kondisi 6,2 -7,5. dan temperature dibiarkan
secara alami.
MEDIA PERSPEKTIF VOL. 10 Nomor 2, Desember 2010 : 60 - 114 RISET & TEKNOLOGI /74
Dari grafik 2. Diperoleh kemiringan : Proceding Seminar Nasional Teknologi
1 Proses Kimia. Jakarta.
Kd
( Slope ) 0,068 dan Intercept 0,003 Ammary, Baashar Y., 2004, Nutrients
Y Y Requirements in Biological Industrial
Maka diperoleh nilai Y = 333 gVSS/gCOD, Wastewater Treatment, African Journal
sedangkan nilai Kd = 23/hari, dari hasil penelitian of Biotechnology, Vol. 3.
Ahmad, at, al diperoleh nilai Y = 0,395 gVSS/ Bitton, Gabriel, 1999, Waste Water
gCOD dan nilai Kd = 0,027/hari. Nilai Y sangat Microbiology 2 th .A John Willey &
besar hal ini disebabkan mikroorganisme yang Sons, Singapore.
mati terhitung sebagai konsentrasi biomassa BPLHD Propinsi Jawa Barat, 2003,Energi
dalam reaktor. Pada proses batch laju kematian Alternatif Bandung
mikroorganisme lebih lama dan biodegrasi Engineers W ithout Borders Sustainable
organic lebih cepat, sehingga waktu tinggal Development Research Competion,
sampah organic harus diperhitungkan dengan 2004,The Biogas Digester A
mengamati COD (%) removal. Sustainable Energy Production
Nilai maks tergantung dari subtract yang Technology for Rural Development of
digunakan, konsentrasi subtract yang tinggi Sub-Saharan Countries,.
memberikan nilai maks besar. Dalam penelitian Hagmann, M., Heimbrand, E., Hentschel, P.,
ini diperoleh 26,26/hari lebih besar dari penelitian 1999, Determination of Siloxanes in
Ahmad, ad,al 0,474/hari. Biogas from Landfills and Sewage
Treatment Plants, Seventh International
Waste Management and Landfill
KESIMPULAN Symposium, Italy.
Harahap, F., Apandi, M., Ginting, S., 1980,
Parameter kinetika biodegradasi anaerob Teknologi Gas Bio, Pusat Teknologi
pengolahan sampah organik untuk proses Pembangunan Institut Teknologi
acetogenesis dan methagenesis dengan Bandung, Bandung.
volume reaktor 75 liter, volume sampel 35 liter, Kadarwati, Sri, Studi Pembuatan Biogas dari
suhu mesofilik dengan waktu tinggal 25 hari kotoran Kuda dan Smapah Organik,
yakni diperoleh hasil removed COD 94% dengan Skala Laboratorium, Majalah P3TEK.
laju pemanfaatan subtrak maksimum (K) = Lovisa, 2000, Intensification Of The Biogas
0,017 gVSS/gCOD, Konstanta setengah Jenuh Process by Imroved Process
(Ks) = 12,5 gram/lit, perolehan biomassa (Y) = Monitoring and Biomass Retention,
333 gVSS/gCOD, laju kematian mikroorganisme Departement Of Biotechnology Lund
(Kd) = 23/hari dan laju pertumbuhan spesifik University Sweden.
maksimum (maks) = 5,81/hari. Dengan demikian Masjhudi, Produksi Biogas dari Tiga Jenis
parameter kinetika ini dapat dimanfaatkan untuk Kotoran Ternak pada berbagai suhu,
merancang reaktor anaerob system batch. Jurnal
Pengolahan sampah organic dengan dua Mikucki, J.A., Liu,Y., Delwiche, M., Colwell, F.S.,
tahap yaitu menghasilkan biogas yang dapat Boone, D.R., 2003, Isolation of a
digunakan sebagai energi alternative yang dapat Methanogen from Deep Sediments
meningkatkan taraf hidup masyarakat dan That Contain Methane Hydrates, and
mengurangi pemanasan global karena methane Description of Methanoculleus
(CH4) tidak terlepas ke atmosfir. submarinus sp. nov., Applied and
Environmental Microbiology.
Shieh, W. K., Li, C.T. & Chien, S.J. 1985
Performance evaluation of the
DAFTAR PUSTAKA anaerobic fluidized bed system .
http://www.vivisiomo.com
Ahmad, A., 2001, Model kinetika system http://www.tigg.com/sitemap.html
bioreactor berpenyekat anaerobic
untuk pengolahan limbah cair industry
yang mengandung minyak dan lemak,
RISET & TEKNOLOGI /75 MEDIA PERSPEKTIFVOL. 10 Nomor 2, Desember 2010 : 60 - 114
Riset & Teknologi ISSN : 1412-3819
Abstrak
Kulit pisang yang selama ini kita biarkan terbuang begitu saja ternyata mengandung
unsur kimia yang baik untuk pupuk. Pupuk cair organik dapat memperbaiki sifat fisika
tanah yaitu memperbaiki struktur tanah yang awalnya padat menjadi gembur dan
menyediakan ruang dalam tanah untuk air dan udara. Selain dapat memperbaiki sifat
fisik tanah, pupuk cair organik juga dapat bermanfaat untuk memperbaiki sifat kimia
tanah. Sifat kimia tanah terutama terkait dengan unsur hara yang terkandung dalam
tanah. Tahapan dalam penelitian ini : kulit pisang dicacah kemudian dimasukkan
kedalam kolom fermentor bersamaan dengan penambahan air, bakteri serta sumber
Karbon dan lama fermentasi yang telah ditentukan. Kemudian disaring untuk
mendapatkan pupuk cair setelah itu dianalisa. Variabel yang digunakan dalam penelitian
ini yaitu Variabel tetap dan variabel berubah. Untuk variabel tetap yang digunakan
adalah massa kulit pisang 500 g, bakteri EM-4 sebanyak 100 mL, air 500 mL, serta
sumber karbon 50 g, sedangkan untuk variabel berubahnya adalah sumber karbon
(gula pasir, gula jawa, tetes), lama fermentasi 6, 8, 10, 12, 14 hari. Hasil penelitian
didapatkan pupuk cair yang paling bagus adalah dengan penggunaan sumber Karbon
dari tetes serta lama waktu fermentasi adalah 14 hari dengan hasil % N adalah 3,745
%, P2O5 3,49 %, K2O 5,97 %.
MEDIA PERSPEKTIF VOL. 10 Nomor 2, Desember 2010 : 60 - 114 RISET & TEKNOLOGI /76
Menghasilkan Pupuk Organik Cair, dan
mendapatkan hasil pembuatan pupuk organik
cair ini melalui proses fermentasi dengan
penambahan tetes tebu dapat meningkatkan
mutu kualitas kandungan hara dalam pupuk
tersebut, terutama nitrogen (anonim, 2008)
Permasalahan yang ada saat ini adalah
bagaimana memanfaatkan kulit buah pisang
menjadi pupuk cair agar nilai ekonomis dari kulit
pisang tersebut menjadi naik dan memberikan
alternatif pemecahan masalah limbah kulit
pisang.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh perbedaan jenis sumber Karbon dan
pengaruh perbedaan waktu fermentasi terhadap
kualitas pupuk cair yang dihasilkan.
Manfaat penelitian ini adalah untuk
memberikan informasi kepada masyarakat
tentang kulit pisang yang dapat dimanfaatkan
menjadi pupuk cair yang berfungsi sebagai
sumber makanan bagi tumbuhan sehingga
unsur hara dalam tanaman dapat terpenuhi.
METODOLOGI PENELITIAN
RISET & TEKNOLOGI /77 MEDIA PERSPEKTIF VOL. 10 Nomor 2, Desember 2010 : 60 - 114
akan bersatu dengan mikroba selama
penghancuran material organik. Karena tetes
mengandung komponen nitrogen yang lebih
besar dari pada gula pasir dan gula jawa, disertai
berbagai nutrien yang diperlukan jasad renik
maka akan dapat meningkatkan kecepatan
proses produksi pupuk dalam waktu yang
singkat.
MEDIA PERSPEKTIF VOL. 10 Nomor 2, Desember 2010 : 60 - 114 RISET & TEKNOLOGI /78
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
RISET & TEKNOLOGI /79 MEDIA PERSPEKTIFVOL. 10 Nomor 2, Desember 2010 : 60 - 114
Riset & Teknologi ISSN : 1412-3819
Hardianto
Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang
Email: hardianto_itn@yahoo.com
Abstraks
Unit Daur Ulang dan Produksi Kompos (UDPK) Gadang belum maksimal dalam
menanggulangi akumulasi timbulan sampah. Kapasitas olah UDPK sebesar 154,5 m 3/hari belum
maksimal dalam operasionalnya karena masih menghasilkan produksi kompos sebesar 350,08
kg/bulan, atau sekitar 0,16%. Penelitian ini bertujuan menentukan besarnya potensi reduksi
sampah, melakukan evaluasi kemampuan UDPK dalam mereduksi sampah, dan kajian finansial
dari usaha tersebut. Pengumpulan data primer pada aspek teknis dilakukan dengan metode
sampling. Pengukuran berat jenis sampah dengan metode SNI 19-3964-1995. Sedangkan untuk
menentukan komposisi sampah dilakukan dengan metode perempatan. Pengumpulan data
sekunder dilakukan dengan cara wawancara maupun laporan instansi. Pengumpulan data sekunder
pada aspek finansial dilaksanakan dengan metode deskriptif dan eksploratif meliputi alokasi dana
untuk persampahan, penghasilan unit usaha, pemasaran dan harga kompos, serta harga barang
lapak. Analisis teknis dengan pengambilan sampel pada TPS diperoleh data bahwa volume timbulan
sampah sebesar 3,9 m3/hari, dan berat timbulan sampah sebesar 793,49 kg/hari. Sedangkan
komposisi sampah terbesar adalah sampah basah. Perhitungan neraca massa didapatkan potensi
UDPK Gadang mampu mereduksi timbulan sampah sebesar 170,91 kg/hr. Analisis finansial
dengan NPV, B/C ratio, dan PBP hasilnya bahwa UDPK kurang layak dikembangkan bila tidak
ditambah dengan bahan baku dan daya olahnya. Evaluasi kemampuan mereduksi sampah, perlu
optimalisasi lahan pengomposan.
Kata Kunci : Evaluasi teknis dan finansial, UDPK Gadang, potensi reduksi sampah
MEDIA PERSPEKTIF VOL. 10 Nomor 2, Desember 2010 : 60 - 114 RISET & TEKNOLOGI /80
Dalam usaha menanggulangi akumulasi sampah yang dapat didaur ulang dan
sampah yang akan diangkut ke TPA yang dimulai produksi kompos.
sejak tahun 1998 Dinas Kebersihan dan 2. Melakukan evaluasi kemampuan UDPK
Pertamanan (DKP) Kota Malang Tlogomas dalam mereduksi sampah
mengembangkan konsep Unit Daur Ulang dan domestik yang dapat didaur ulang dan
Produksi Kompos (UDPK). UDPK adalah unit produksi kompos.
usaha komersial skala kecil yang mengolah 3. Melakukan kajian finansial dari unit usaha.
sampah kota dengan 2 fungsi sekaligus. Fungsi Berdasarkan UU RI No: 18 Tahun 2008,
pertama adalah pengolahan dan penjualan hasil Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari
daur ulang sampah basah (daun-daunan, sisa manusia dan/atau proses alam yang berbentuk
makanan, sampah dapur) yang diproses padat. Sedangkan timbulan sampah adalah
menjadi kompos. Sedangkan fungsi kedua yaitu banyaknya sampah yang timbul dari masyarakat
daur ulang dan penjualan sampah kering yang dalam satuan volume maupun berat per kapita
mempunyai nilai ekonomis (misalnya kertas, perhari, atau perluas bangunan, atau perpanjang
plastik, besi dan sebagainya). Tepatnya tanggal jalan (SNI 19-2454-2002). Metode pengukuran
16 September 1999 bangunan komposting timbulan sampah antara lain : Load-count
pertama yang berlokasi di bekas TPA Gadang analysis/ analisis perhitungan beban, Weight-
tersebut resmi difungsikan. UDPK ini kemudian volume analysis/ analisis berat-volume,
diikuti pembangunan di Manyar, Tlogomas, Material-balance analysis/ analisis
Muria, dan Velodrom, yang sekaligus berfungsi kesetimbangan bahan. Sedangkan sampah
sebagai TPS. Sampai Tahun 2010 jumlah mempunyai komposisi fisik, kimia, dan biologis
UDPK sedang ditambah dan mulai berjalan (Tchobanoglous, Theisen dan Vigil, 1993).
menjadi total 11 lokasi UDPK. Pengetahuan akan sifat-sifat ini sangat penting
Beberapa UDPK yang sudah berjalan untuk perencanaan dan pengelolaan sampah
seperti UDPK Gadang di Jln. Kol. Sugiono Gg. secara terpadu.
1, beroperasi sejak tahun 1999. UDPK Gadang Daur ulang atau recycling adalah
dengan luas bangunan 425 m2, dengan daya olah mengembalikan limbah suatu proses ke dalam
sampah sebesar 154,5 m3/hari menghasilkan sistem produksi yang sama, seperti
produksi kompos sebesar 350,08 kg/bulan (DKP, mengembalikan limbah kertas untuk membuat
2010). Bila berat jenis sampah di TPS sebesar kertas. Oleh karena itu daur ulang meliputi
203,46 kg/m 3 (Hardianto, 2007) maka berat kegiatan :
sampah yang dapat diolah sebesar 31.434,57 - Pemilahan sampah untuk memperoleh
kg/hari. Bila sampah tersebut terdiri dari 70 % barang-barang yang masih berguna dan
sampah basah (Damanhuri, 2006), maka dapat di daur ulang.
sampah yang menjadi bahan baku kompos - Pengolahan guna menjadikan barang-barang
sebesar 22.004,2 kg/hari. Dengan recovery hasil pemilahan diatas memiliki nilai manfaat.
factor sebesar 80 % maka bahan baku kompos Kompos adalah bentuk akhir dari bahan
menjadi 17.603,36 kg/hari. Pada proses organik setelah mengalami pembusukan.
pengomposan, terjadi penyusutan berat hingga Sedangkan pengomposan atau pembuatan
50 % (Yuwono, 2005), sehingga berat kompos kompos merupakan suatu proses biologis pula,
rata-rata yang bisa dihasilkan sebesar 8.801,68 yang terjadi karena adanya kegiatan jasad renik.
kg/hari x 25 hari kerja = 220.042 kg/bulan. Hasil Dalam proses ini berbagai jasad renik turut
perhitungan tersebut terdapat deviasi produksi berperan. Mereka ini bekerja secara serentak
kompos yang dihasilkan. Kapasitas olah UDPK dalam habitatnya masing-masing, tergantung
sebesar 154,5 m3/hari belum maksimal dalam pada suhu (temperatur). Perubahan suhu akan
operasionalnya karena masih menghasilkan mempengaruhi jenis jasad renik yang hidup
produksi kompos sebesar 350,08 kg/bulan, atau (Anonim, 1992). Ada dua mekanisme proses
sekitar 0,16%. Sehingga sisa sampah di TPS pengomposan, yakni pengomposan secara
tidak dilakukan pengelolaan, dan langsung aerobik dan anaerobik yang keduanya dibedakan
diangkut ke TPA. berdasarkan ketersediaan oksigen bebas
Tujuan dari penelitian ini adalah : (Simamora dan Salundik, 2006).
1. Menentukan besarnya potensi reduksi California Goverment (2001 dalam
sampah berdasarkan persentase komposisi Oktaviana, 2003) menyatakan bahwa biaya
RISET & TEKNOLOGI /81 MEDIA PERSPEKTIF VOL. 10 Nomor 2, Desember 2010 : 60 - 114
UDPK/MRF (Material recovery Facility) METODE PENELITIAN
tergantung dari jenisnya, fasilitas yang terdapat
didalamnya dan jumlah sampah yang akan Tahap-tahap penelitian yang dilakukan
dikelola. Biaya ini terbagi atas beberapa beban dapat dilihat pada gambar 2.1.
biaya dan pendapatan antara lain :
1. Biaya kapital. Biaya kapital terdiri atas biaya Evaluasi Teknis dan Finansial UDPK Gadang Kota Malang
Untuk Meningkatkan Potensi Reduksi Sampah
kontruksi, penempatan lahan, teknis dan biaya
peralatan yang dapat dijabarkan dalam jangka
waktu tahunan dengan menggunakan faktor Studi Pustaka
recovery kapital dari buku dan tingkat diskon.
2. Biaya operasional dan pemeliharaan. Biaya Pengumpulan Data
operasi dan pemeliharaan meliputi upah,
administrasi, pemeliharaan peralatan dan ASPEK TEKNIS ASPEK FINANSIAL
gedung serta utilitas. Data Primer : Data Sekunder :
3. Biaya pembuangan residu. Residu dalam -Timbulan sampah -Alokasi dana untuk
MRF akibat dari efisiensi pemilahan yang -Komposisi sampah persampahan
kurang dari seratus persen dan recovery Data Sekunder : -Penghasilan unit usaha
-Peta Lokasi -Pemasaran
barang recycle yang kurang dari seratus -Data TPS dan UDPK -Harga kompos
persen. -Teknik pengelolaan -Harga barang lapak
4. Pendapatan dari penjualan barang-barang sampah eksisting
recycle. Barang-barang recycle yang - Kondisi UDPK
terecovery di MRF menghasilkan pendapatan
yang dapat membantu biaya MRF.
ANALISIS TEKNIS ANALISIS FINANSIAL
Dalam analisis investasi terdapat -Prosentase berat dan -Biaya investasi
beberapa metode yang dapat digunakan antara volume sampah -Biaya operasional dan
lain: -Kesetimbangan massa pemeliharaan
sampah -Potensi peningkatan
a. NPV (Net Present Value) -Potensi sampah yang bisa pendapatan UDPK
direduksi -Pemasaran dan harga
Dengan metode NPV akan dapat
-Kondisi UDPK dan produk
digunakan acuan bahwa apabila nilai NPV positif pengembangannya -Potensi pasar
menunjukkan bahwa investasi yang telah -Kualitas produk
dikeluarkan akan memberikan keuntungan/
manfaat dan sebaliknya apabila bernilai negatif
maka akan mengalami kerugian.
Kesimpulan dan Saran
b. B/C ratio
Indikasi untuk metode B/C ratio apabila nilai Gambar 2.1. Tahap-tahap penelitian
yang dihasilkan adalah e 1 maka dapat
dikatakan proyek mengalami keuntungan atau
nilai manfaatnya lebih besar sehingga dapat Volume sampah yang masuk ke TPS
direalisasikan pelaksanaannya. Gadang rata-rata = 117 m3/bulan. Berat timbulan
sampah di TPS Gadang rata-rata adalah = 3,9
c. PBP (Payback Period) m 3 /hr x 203,46 kg/m 3 = 793,49 kg/hari.
Metode payback period digunakan untuk Berdasarkan volume dan berat timbulan sampah
menganalisis waktu pengembalian modal yang tersebut dapat dihitung berat dan volume
telah dikeluarkan apabila lebih besar dari waktu sampah yang masuk ke TPS. Berat dan volume
perencanaan atau sebaliknya. Apabila payback sampah yang masuk ke TPS dapat dilihat pada
period yang dihasilkan lebih kecil dari waktu tabel berikut.
perencanaan maka dapat dianggap modal awal
sudah dapat dikembalikan sebelum proyek Tabel 3.1. Berat dan Volume Sampah yang
berakhir masa ekonomisnya. masuk ke UDPK Gadang
MEDIA PERSPEKTIF VOL. 10 Nomor 2, Desember 2010 : 60 - 114 RISET & TEKNOLOGI /82
Komposisi % Berat % Volume Berat Vol.
Rata-rata Rata-rata Sampah Sampah
(kg/hr) (m3/hr)
Sampah 37,66
basah 69,13 548,54 1,47
Plastik 15,59 37,50 123,71 1,46
Kertas 9,69 17,53 76,89 0,68
Gelas/Kaca 1,38 1,14 10,95 0,04
Logam 1,31 1,46 10,39 0,06
Kayu 1,22 1,46 9,68 0,06
Kain/Tekstil 1,09 2,11 8,65 0,08
Karet/Kulit 0,59 1,14 4,68 0,04
Total 100 100 793,49 3,9
Berdasarkan perhitungan berat dan volume neraca massa sampah. Hasil perhitungan
sampah yang masuk ke TPS dapat dihitung neraca massa dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel tersebut dapat digunakan untuk 194,44 kg/hari. Sehingga total residu yang akan
membuat skema reduksi sampah dari seluruh dibuang ke TPA sebasar 21,54 % dari total
sampah yang masuk dan diolah di TPS tersebut. sampah yang masuk ke TPS, atau sekitar
Berdasarkan berat sampah yang masuk ke TPS, 170,91 kg/hari. Sehingga dengan perhitungan ini
sampah yang dapat dijadikan bahan baku potensi reduksi sampah sebesar 78,46 %.
kompos sebesar 428,14 kg/hari. Sedangkan Skema reduksi sampah di TPS dapat dilihat pada
sampah kering yang dapat didaur ulang sebesar gambar berikut.
RISET & TEKNOLOGI /83 MEDIA PERSPEKTIFVOL. 10 Nomor 2, Desember 2010 : 60 - 114
Sampah yang masuk ke TPS
793,49 kg/hr
(100%)
Bandar Lapak
Produksi Kompos
214,07 kg/hr
(26,98%)
TPA
170,91 kg/hr
(21,54%)
Berdasarkan kondisi eksisting UDPK lapak, gudang penyimpanan barang lapak dan
Gadang, dapat diketahui kemampuan UDPK kompos.
tersebut dalam usahanya. Untuk menentukan - Komponen pendukung: area parkir kendaran
optimalisasi UDPK Gadang dalam melakukan pengangkut sampah, kantor, toilet, gudang
usaha daur ulang dan produksi kompos perlu peralatan.
dilakukan redesain fasilitas UDPK dengan Berdasarkan perhitungan yang telah
memperhatikan potensi sampah yang ada.Adapun dilakukan, dapat diketahui luas optimum lahan
komponen yang diperlukan pada UDPK antara lain: berdasarkan potensi sampah. Dengan dikurangi
- Komponen utama: lahan pemilahan, lahan luas eksisting maka dapat diketahui luas lahan
pengomposan, lahan pengemasan bahan yang perlu dikembangkan.
RISET & TEKNOLOGI /85 MEDIA PERSPEKTIFVOL. 10 Nomor 2, Desember 2010 : 60 - 114
Tabel 3.5. Rincian Modal Tetap
MEDIA PERSPEKTIF VOL. 10 Nomor 2, Desember 2010 : 60 - 114 RISET & TEKNOLOGI /86
Tabel 3.7. Jumlah Pemasukan Tiap Tahun
Uraian Pendapatan Pendapatan
per bulan (Rp) per tahun
(Rp)
Penjualan barang lapak 3.541.050 42.492.600
Penjualan kompos 5.000.000 60.000.000
Total 102.492.600
RISET & TEKNOLOGI /87 MEDIA PERSPEKTIFVOL. 10 Nomor 2, Desember 2010 : 60 - 114
Timbulan dan Komposisi Sampah Tesis, Program Magister, Jurusan
Perkotaan, Departemen Pekerjaan Teknik Lingkungan, ITS Surabaya.
Umum, Republik Indonesia.Anonim, Hardianto, Trihadiningrum (2007), Kajian Peran
(2002) SNI 19-2454-2002, Tata Cara UDPK Tlogomas Dalam Menunjang
Teknik Operasional Pengelolaan Upaya Reduksi Sampah Di Kota Malang,
Sampah Perkotaan, Departemen Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana
Pekerjaan Umum, Republik Indonesia. VII - 2007, Surabaya, 2Agustus 2007.
A no ni m , ( 20 0 4) S NI 1 9 - 7 03 0- 20 04 , Petunjuk Teknis No: CT/S/Ba-TC/002/98, Tata
Spesifikasi Kompos dari Sampah Cara Pembangunan UDPK,
O r g an i k Do m es ik , D ep ar t e m e n Departemen Pekerjaan Umum,
P ek er j a a n Um um , R ep ub li k Republik Indonesia.
Indonesia. Oktaviana, R,M, (2003), Studi Literatur Material
BAPPEDA Kota Malang, (2007), Penyusunan Recovery Facility, Laporan Tugas Akhir,
Master Plan Kota Malang, Kota Malang. Jurusan Teknik Lingkungan, ITS
BAPPEDA Kota Malang, (2010), Basis Data Surabaya.
Kota Malang, Kota Malang. Pujawan, I.N, (1995), Ekonomi Teknik, Edisi 1,
Damanhuri, E., (2006), Perolehan Kembali Penerbit : PT Guna Widya, Jakarta.
Materi-Energi Dari Sampah, Prosiding Petunjuk Teknis No: CT/S/Op-TC/003/98, Tata
Seminar Nasional Teknologi Cara Pengoperasian UDPK,
Lingkungan IV, Surabaya, 25 Juli 2006. Departemen Pekerjaan Umum,
Damanhuri,E., Padmi, (2004), Pengelolaan Republik Indonesia.
Sampah, Diktat Kuliah ITB Bandung. Simamora, S., Salundik (2006), Meningkatkan
DKP Kota Malang, (2010), Profil UPT Kualitas Kompos, Agromedia Pustaka,
Pengolahan Sampah dan Air Limbah, Jakarta.
Dinas Kebersihan dan Pertamanan Tchobanoglous, George & Hillary Theisen &
Kota Malang. Samuel A. Vigil, (1993), Integrated solid
Djajadiningrat, S,T, (1997), Pengantar Ekonomi Waste Management-Engineering
Lingkungan, LP3ES, Jakarta. Principles and Management Issues,
Giatman, M, (2006), Ekonomi Teknik, New York: McGraw-Hill.
RajaGrafindo Persada, Jakarta. UU RI No.18 Tahun 2008, tentang Pengelolaan
Hardianto, Trihadiningrum (2007), Evaluasi Sampah.
Pengoperasian UDPK Tlogomas UU RI No.32 Tahun 2009, tentang Perlindungan
Dalam Menunjang Upaya Reduksi dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Sampah Di Kota Malang, Laporan Yuwono,D. (2005), Kompos, Swadaya, Jakarta.
MEDIA PERSPEKTIF VOL. 10 Nomor 2, Desember 2010 : 60 - 114 RISET & TEKNOLOGI /88
Riset & Teknologi ISSN : 1412-3819
Abstrak
Ketergantungan terhadap penggunaan bahan bakar minyak yang berasal dari fosil
menunjukkan peningkatan, hal ini tidak di imbangi dengan jumlah cadangan minyak
fosil yang kian tahun kian menurun serta harga minyak mentah yang melambung tinggi.
Di lain hal perkembangan kemajuan teknologi di bidang sumber daya alam mengalami
peningkatan, salah satunya biodiesel sebagai pengganti minyak solar yang di produksi
dari minyak nabati dengan proses esterifikasi. Minyak nabati yang digunakan dalam
penelitian ini adalah minyak dari biji kepayang (Pangium Edule REINW). Penelitian ini
dilakukan dengan cara memisahkan padatan dan minyak dengan pengepresan
kemudian minyak direaksikan bersama metanol dan katalis KOH dengan perbandingan
mol metanol minyak 1:6. Suhu, konsentrasi katalis dan waktu reaksi di variasikan untuk
mencapai kondisi terbaik dalam penelitian ini. Setelah dilakukan penelitian diperoleh
kondisi terbaik. Pada penggunaan katalis 1% diperoleh yield produk sebesar 79,83%,
pada suhu 60C diperoleh yield produk sebesar 84,52% dan waktu reaksi selama 90
menit diperoleh yield produk sebesar 84,11%. Produk tersebut dianalisis berdasarkan
ASTM D 6751 yaitu meliputi viskositas, flash point dan angka asam. Pada analisa
angka asam hasil yang diperoleh tidak memenuhi standar ASTM D 6751. Sedangkan
penentuan densitas dilakukan berdasarkan standarisasi SNI 04-7182-2006.
PENDAHULUAN
RISET & TEKNOLOGI /89 MEDIA PERSPEKTIFVOL. 10 Nomor 2, Desember 2010 : 60 - 114
Penelitian biodiesel dari minyak nabati
telah dilakukan oleh berbagai peneliti diantaranya
adalah Soerawidjaja dan Adrisman (2003),
mensintetis biodiesel dengan bahan baku
minyak kelapa sawit dengan metanol dan
menggunakan katalis NaOH. Purwanto (2003)
membuat biodiesel dari minyak kelapa.
Demikian juga biodiesel yang diproduksi dalam
skala industri oleh PT. Energi Alternatif Indonesia
di Tanjung Priok menggunakan bahan baku
minyak sawit. Kendalanya adalah minyak kelapa
dan minyak sawit (crude palm oil) termasuk
minyak-lemak pangan (edible fatty oil) sehingga Gambar 1 : Biji buah kepayang sebelum dan
kebutuhan untuk konsumsi sebagai bahan sesudah pengupasan
pagan lebih diutamakan.
Salah satu tanaman yang mengandung Biodiesel mempunyai sifat-sifat fisik yang
minyak adalah kepayang (Pangium edule hampir serupa dengan solar biasa, walaupun
REINW). Biji kepayang atau yang lebih dikenal pada beberapa sifat, biodiesel perlu diperbaiki
dengan sebutan kluwak yang telah dikeringkan dengan penambahan zat aditif yang sedapat
memiliki kandungan asam lemak yang yang mungkin diperoleh dari sumber yang dapat
cukup tinggi yaitu sebesar 43,61% terdiri dari diperbaharui, sehingga dapat setara dengan
Palmitat: 2,64 %, Linoleat : 20,75 % dan Oleat solar. Sifat-sifat fisika dan kimia solar dan
23,89 %. biodiesel dapat dilihat pada tabel 1
Sumber: Pertamina,1999
Biodiesel memiliki beberapa keuntungan 1. Biodiesel dapat mengurangi emisi gas CO,
dibandingkan solar, selain sumbernya dapat total hidrokarbon, partikel, dan gas SO 2.
diperbaharui, biodiesel juga ramah lingkungan Partikel 14%, total hidrokarbon 13%, gas CO
karena tidak mengandung senyawa aromatik 7% dan SO2 20%.
dan sulfur, sehingga mudah terurai 2. Energi yang dihasilkan oleh biodiesel relatif
(Biodegadable) serta tidak beracun, selain itu sama dengan energi petroleum diesel sekitar
biodiesel sebagai bahan bakar pada mesin 50% dari kandungan petroleum diesel,
diesel memiliki beberapa keuntungan sehingga Engine Torque dan Horse Power
dibandingkan solar, diantaranya: yang dihasilkan juga relatif sama.
MEDIA PERSPEKTIF VOL. 10 Nomor 2, Desember 2010 : 60 - 114 RISET & TEKNOLOGI /90
3. Bilangan setana yang lebih tinggi dari
petroleum diesel
4. Pencampuran biodiesel dan petroleum diesel
dapat meningkatkan biodegadability
petroleum diesel sampai 50% dan tidak
beracun (Purwiyanto, 2003)
RISET & TEKNOLOGI /91 MEDIA PERSPEKTIFVOL. 10 Nomor 2, Desember 2010 : 60 - 114
Penentuan asam lemak bebas (FFA) 200 - 250 rpm, dengan refluks dan
1) Sebanyak 5 gram minyak dimasukkan ke termometer setting yang diset pada suhu
dalam erlenmeyer dan ditambahkan 10 mL yang divariasikan dengan menggunakan oil
alkohol netral yang panas dan 3 tetes bath.
indikator pp. 2) Metanol pekat 32,06 gram (perbandingan mol
2) Dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N. minyak dan metanol 1 : 6) dan katalis KOH
3) Asam lemak bebas dinyatakan dalam % FFA dengan konsentrasi yang divariasikan dari
berat minyak, dipanaskan pada erlenmeyer
ml NaOH N BM. asam lemak asah yang dilengkapi refluks pada suhu yang
FFA 100% variasikan, hingga membentuk kalium
Berat Minyak 1000 metoksida.
3) Setelah cairan kalium metoksida mencapai
BM asam lemak dinyatakan sebagai laurat, suhu yang telah divariasikan, maka segera
palmitat dan oleat berikut, dimasukkan ke dalam reaktor dan suhu dijaga
Asam laurat = 200 g/mol konstan dengan waktu reaksi yang
Asam palmitat = 256 g/mol divarisikan.
Asam oleat = 282 g/mol 4) Campuran didinginkan hingga mencapai
suhu kamar, kemudian dimasukkan ke dalam
Biji Kepayang corong pisah, dipisahkan kedua campuran
dari corong pisah, fase atas adalah produk
2-3 jam Perebusan biodiesel dan fase bawah adalah hasil
samping (gliserol)
Pengupasan tempurung 5) Dipanaskan aquadest hingga suhu 40C.
6) Dilakukan pencucian dengan aquadest,
24 jam Perendaman
perbandingan volume pencuci 1 : 4 agar
terjadi pemisahan sempurna selama satu
hari.
Pengeringan
7) Dipisahkan kedua campuran dari corong
pisah, fase atas adalah produk biodiesel dan
Pemisahan fase bawah adalah hasil samping (gliserol,
metanol, katalis, air)
8) Dipindahkan produk ke dalam gelas kimia.
Kemudian dilakukan pemanasan pada suhu
Minyak Kepayang Ampas 105C selama 20 menit agar air sisa
pencucian menguap.
9) Produk didinginkan pada suhu kamar.
Penyaringan
10)Dihitung yield produk.
Berat BiodieselyangDihasilkan
Minyak bersih % Yield x 100%
BeratTotalSampel
Analisa
11)Percobaan dilakukan dengan cara yang
sama untuk variasi
- Perbandingan pereaksi KOH : 1%, 1.5,
Kadar asam lemak 2%, 2.5, 3% dari berat minyak
- Suhu reaksi: 50, 60, 70C
Gambar 3. Bagan Isolasi Minyak Kepayang - Waktu reaksi : 60, 90, 120 menit
MEDIA PERSPEKTIF VOL. 10 Nomor 2, Desember 2010 : 60 - 114 RISET & TEKNOLOGI /92
2) Campuran dididihkan selama 1 jam dalam Analisa Titik Nyala
erlenmeyer yang dilengkapi refluks. Analisa titik nyala dengan menggunakan flash
3) Setelah didinginkan, ditambah beberapa tetes point tester.
indikator pp. Akhir titrasi tercapai apabila - Sampel yang akan di uji dimasukkan ke dalam
terbentuk warna merah muda yang tidak wadah hingga tanda batas.
hilang selama selama 30 detik. - Dinyalakan pemanasnya dan diatur hingga
kenaikan suhu sampel perlahan-lahan.
ml KOH x N KOH x 56,1 Setelah suhu sampel terukur pada
Angka Asam = termometer mencapai 70C, dibuka penutup
Berat Minyak lubang uap dan disulut lalu ditutup kembali.
- Dilakukan berulang-ulang hingga ada nyala
Analisa viskositas api dan mencatat suhunya.
1) Mengisi viskometer ostwald dengan
aquadest, menghitung waktu alir aquadest Minyak Kepayang
dari tanda atas sampai tanda bawah (t air) Reaktor
2) Mengganti aqudest dengan produk
(biodiesel) dan mencatat waktu alirnya
Metanol
dengan perlakuan yang sama (t sampel). Pemisahan
(KOH Metanol)
Produk dinamik
= k x Sg x t produk
Lapisan Atas Lapisan Bawah
produk dinamik (Biodiesel)
Produk kinematik = (Gliserol)
produk 40 0 C
Pencucian Aquadest 40oC
Ket : (k) = Konstanta kalibrasi (g/cm.s2)
(Sg) = Spesific gravity Metanol Air
(t) = Waktu (s) Pemisahan Gliserol
Katalis
Analisa densitas
1) Penentuan volume piknometer Pemanasan
- Menimbang piknometer kosong, bersih dan dengan hotplate
kering T = 105C
- Mengisi piknometer dengan aquadest yang
telah diketahui densitasnya dari literatur
- Menimbang piknometer yang berisi air Produk akhir
- Menghitung berat aquadest Biodiesel murni
- Menghitung volume aquadest
RISET & TEKNOLOGI /93 MEDIA PERSPEKTIFVOL. 10 Nomor 2, Desember 2010 : 60 - 114
proses transesterifikasi. Dari hasil penelitian Pengaruh Variasi Suhu Terhadap Produk
yang dilakukan bahwa kadar asam lemak bebas Yang Dihasilkan
dari minyak biji kepayang yang telah di analisa Suhu operasi divariasikan untuk
telah memenuhi spesifikasi standar mutu mendapatkan suatu operasi yang optimal
minyak yang dapat digunakan dalam pembuatan menurut persamaan ahenius. Apabila suhu
biodiesel. Adapun kadar asam lemak bebas yang diperbesar kecepatan molekul rektan bertambah
diperoleh sebesar 0,709 % berat. sehingga kemungkinan terjadinya tumbukan
semakin besar pula, dan hasil semakin banyak.
Pengaruh Variasi Katalis Terhadap Produk Suhu operasi yang digunakan tidak boleh lebih
Yang Dihasilkan tinggi dari titik didih salah satu komponen. Variasi
Katalis yang digunakan pada penelitian ini suhu yang digunakan adalah 50C, 60C, dan
adalah katalis basa yaitu KOH yang berfungsi 70C.
untuk mengaktifkan gugus alkohol sehingga Dari hasil yang diperoleh diketahui bahwa
mempercepat terjadinya reaksi. Katalis KOH % yield pada suhu 60C adalah sebesar
yang digunakan apabila dibandingkan dengan 84,52%. Sedangkan pada suhu 70C, persen
NaOH, racun pada KOH lebih sedikit, selain itu yield yang diperoleh lebih kecil yaitu 79,83%. Dari
KOH bekerja lebih baik pada reaksi grafik diatas dapat dilihat bahwa suhu optimum
transesterifikasi. yang diperoleh pada suhu 60C, sedangakan
Variasi konsentrasi katalis yang digunakan pada suhu 70C terjadi penurunan hasil produk
pada penelitian ini yaitu 1%, 1.5%, 2%, 2.5%, sebab titik didih dari metanol telah tercapai yaitu
dan 3% dari jumlah berat minyak kepayang yang pada suhu 65C, sedangkan pada suhu 50C
digunakan. Dari hasil penelitian diketahui bahwa rendemen yang terbentuk sebasar 77,74 %
%yield maksimal diperoleh pada penggunaan dikarenakan belum optimalnya molekul-molekul
konsentrasi katalis sebanyak 1%. Hal ini terlihat yang bertumbukan pada suhu 50C.
pada grafik ( 4.1.1 ) dimana penggunaan katalis
1% akan menghasilkan %yield sebesar 79,83%.
Penambahan jumlah katalis tidak lagi Tabel 4. Pengaruh variasi suhu terhadap Produk
menambah jumlah konversi produk yang
No Suhu Berat (gram) Katalis Waktu Produk
dihasilkan. % yield
(C) Minyak Metanol (%) (menit) Biodiesel(g)
1 50 47 32,06 1 120 61,46 77,74
Tabel 3. Pengaruh variasi katalis terhadap 2 60 47 32,06 1 120 66,82 84,52
Produk 3 70 47 32,06 1 120 63,11 79,83
78.15 77.97
78 Gambar 5. Grafik Hubungan antara suhu
77 terhadap % Yield
76 76.42 75.99
75
1.0% 1.5% 2.0% 2.5% 3.0% Pengaruh Variasi Waktu Terhadap produk
Katalis Yang Dihasilkan
Selain suhu dan jumlah katalis, waktu
Gambar 4. Grafik Hubungan antara Katalis Vs operasi juga sangat mempengaruhi jumlah
% Yield produk yang dihasilkan. Pencapaian waktu
MEDIA PERSPEKTIF VOL. 10 Nomor 2, Desember 2010 : 60 - 114 RISET & TEKNOLOGI /94
optimum reaksi transesterifikasi dilakukan untuk analisa densitas, viskositas, flash point, dan
memberikan kesempatan pada molekul-molekul angka asam.
saling bertumbukan sehingga tercapainya Penelitian ini menunjukkan massa jenis
keadaan setimbang. Penelitian yang dilakukan dari produk yang diperoleh antara 0,84891 g/ml
pada suhu 60oC dan konsentrasi katalis 1 % hingga 0,89583 g/ml akan tetapi jika nilai
menunjukkan bahwa untuk memperoleh kondisi densitas produk biodiesel ini dibandingankan
optimum diperlukan waktu 90 menit yang dapat dengan standar yang ada 0,850 0,890 g/mL
menghasilkan produk sebesar 84,11%. (SNI-04-7182-2006) maka nilai densitas yang
Grafik pengaruh waktu terhadap % yield diperoleh untuk produk biodiesel masih dalam
menunjukan tidak terjadinya pengaruh yang tahap kewajaran (lulus dalam syarat uji
sangat signifikan antara variasi waktu 90 menit densitas), sehingga dapat dikatakan bahwa
dengan 120 menit, dimana % yield yang produk biodiesel tersebut sudah layak untuk
dihasilkan hampir sama, hal ini terjadi karena dipergunakan pada mesin diesel. Sedangkan
tumbukan antara molekul untuk membentuk viskositas kinematik yang diperoleh berkisar
metil ester telah mendekati kesetimbangan antara 4,5394 5,47266 mm2/s, berkisar 1,9
reaksi, kenaikan % yield yang diperoleh untuk 6,0 mm2/s (standar ASTM D 6751).
120 menit hanya berkisar 0,41% saja apabila Penentuan flash point atau titik kilat
dibandingkan dengan waktu reaksi 60 menit. dilakukan agar waktu yang dibutuhkan produk
Penambahan waktu reaksi tidak menguntungkan untuk menghasilkan energi dalam mesin dapat
apabila kesetimbangan reaksi telah tercapai berlangsung cepat, penentuan flash point ini juga
dalam proses transesterifikasi. berkaitan dengan keamanan dalam
penyimpanan dan penanganan produk Standar
titik nyala yang ditetapkan berdasarkan metode
Tabel 5. Pengaruh Variasi Waktu Terhadap ASTM D 6751 adalah minimal 130oC, Dari hasil
Produk yang diperoleh produk telah dapat digunakan
Berat Hasil sebagai bahan bakar diesel. Titik nyala tertinggi
Waktu Suhu diperoleh pada suhu 153oC dan terendah pada
No Minyak Metanol Katalis Biodiesel % yield
(Menit) (C)
(g) (g) (g) (g) suhu 141oC.
1 120 47 32,06 1% 60 66,82 84,52 Standar bilangan asam juga digunakan
2 90 47 32,06 1% 60 66,49 84,11 sebagai indikator produk yang dihasilkan masih
3 60 47 32,06 1% 60 61,77 78,14 mengandung asam lemak bebas. Angka asam
yang tinggi akan menimbulkan kerak atau jelaga
pada mesin diesel dan dapat menghambat
85 84.11 84.52 pembentukan produk yang optimal. bilangan
84
83
asam yang diperoleh masih melampaui standar
82 biodiesel yang ditentukan berdasarkan metode
% Y i el d
RISET & TEKNOLOGI /95 MEDIA PERSPEKTIFVOL. 10 Nomor 2, Desember 2010 : 60 - 114
Kons. katalis Densitas Viskositas Flash Point Bilangan Asam DAFTAR PUSTAKA
No
(%) (g/ml) (mm2/s) (C) (mg KOH/g)
1 1,0 0,85539 4,92901 147 0,9534 Arsyadi. 2002. Biodiesel Kelapa Sawit. (online).
2 1,5 0,85008 5,13741 149 0,7850 (http:// www.Google.com.hk., diakses 5
3 2,0 0,84891 5,33675 147 0,8414 Januari 2006)
4 2,5 0,89583 4,72968 142 0,7846 Balai Penelitian dan Pengembangan industri.
5 3,0 0,85778 4,88371 153 1,1204
1990. Peneliti dan Pemanfaatan Biji
Kluwak.
Tabel 7 Pengaruh variasi suhu terhadap analisa Darmawan, R. 2005. Peluang Besar di Balik
produk Kendala.Trubus 433 (XXXVI): 120-122.
Suhu Densitas Viskositas Flash Point Bilangan Asam Fessemen and Fessenden. 1986. Kimia
No
(C) (g/ml) (mm2/s) (C) (mg KOH/g) Organik. Edisi 3. JIlid 2. Jakarta :
1 50 0,85653 5,40923 148 0,9534 Erlangga.
2 60 0,85418 5,47266 141 0,9460 Fitriani, V. 2005. Minyak Nabati Harapan Dunia.
3 70 0,85539 4,92901 147 0,9534 Trubus 433 (XXXVI) : 123 - 125.
Hambali, E. dkk. 2006. Jarak Pagar Tanaman
Penghasil Biodiesel. Jakarta. Penebar
Tabel 8 Pengaruh variasi waktu terhadap analisa Swadaya.
produk Joko, S. 2002. Biodiesel, Harapan Baru dari
Waktu Densitas Viskositas Flash Point Bilangan Asam Minyak Nabati. (online). (http://www
No
(menit) (g/ml) (mm2/s) (C) (mg KOH/g) Google.com, diakses 7 Januari 2006).
1 60 0,86952 5,17365 146 1,0630 Pasae, Y. 2005. Bahan Bakar Alternatif
2 90 0,85418 4,53940 147 0,9494 Terbaharukan dan Ramah Lingkungan.
3 120 0,85539 5,47266 141 0,9460 (Ypasae@yahoo.com, diakses tanggal
16 Juli 2005).
Pertamina Direktorat PPDN. 1999. Kutipan
Spesifikasi Dirjen Migas: Bahan
KESIMPULAN BakarMinyak. Bahan Bakar Khusus.
Dari percobaan yang telah dilakukan dari hasil Bahan Bakar Elpiji dan Lampiran.
analisis yang diperoleh, maka disimpulkan Prakoso,T. 2003. Potensial Biodiesel Indonesia.
bahwa : (online). (www.google.com, diakses
1. Kondisi optimum dalam proses tanggal 15 Januari 2006).
pembuatan biodiesel dari minyak biji Prihandana,R. dkk. 2006. Menghasilkan
kepayang dicapai pada penggunaan Biodiesel Murah. Jakarta. Agomedia
katalis 1 %, suhu 60oC dengan waktu Pustaka.
produksi selama 90 menit, perbandingan Soepomo, GT.,1993. Taksonomi Tumbuhan
mol minyak kepayang dan metanol yang (Spermatophyta) Edisis IV. Jakarta;
digunakan adalah 1 : 6 dengan rendemen Gadjahmada Univercity Press.
yield sebesar 84,11 %. Soerawidjaja,T.H., 2003. Biodiesel dan Bioetanol,
2. Produk biodiesel yang telah di analisa Sumber Bahan Bakar Masa Depan.
dengan menggunakan standart ASTM D (online). (http//www.hangtuah.or.id,
6751 memenuhi beberapa kriteria diakses tanggal 24 Desember 2005).
diantaranya viskositas rata-rata 5,0921 Sunanto, H. 1992. Budidaya Pucung. Yogyakarta
mm2/s, dan flash point rata-rata 146,18oC, ; Kanisius.
Sedangkan bilangan asam rata-rata 0,9233 Syah, Andi. 2006. Biodiesel Jarak Pagar.
mgKOH/g melampaui standar yang telah Jakarta; Agomedia Pustaka.
ditentukan sebesar 0,80 (min). Pada
analisa densitas digunakan standarisasi
SNI 04-7182-2006 dan hasil yang diperoleh
memenuhi kriteria yang ditetapkan 0,850-
0,890 g/mL, densitas rata-rata yang di
peroleh 0,8593 g/mL.
MEDIA PERSPEKTIF VOL. 10 Nomor 2, Desember 2010 : 60 - 114 RISET & TEKNOLOGI /96
Riset & Teknologi ISSN : 1412-3819
Abstrak
Pemanfaatan batu bara peringkat rendah (lignit) saat ini belum maksimal, dikarenakan
nilai kalornya rendah, dan kadar abu serta sulfurnya tinggi. Diperlukan pengolahan
lebih lanjut agar batu bara peringkat rendah ini memiliki nilai guna lebih tinggi. Salah
satu alternatif yang dapat dilakukan adalah mengolah bahan ini menjadi karbon aktif.
Pemilihan batu bara lignit untuk dijadikan karbon aktif dalam penelitian ini adalah karena
cadangan bahan tersebut sangat melimpah di KalimantTimur, disisi lain kegunaan
karbon aktif cukup luas dan memegang peranan penting terutama digunakan dalam
proses-proses pemurnian. Dalam penelitian ini telah diperoleh temperatur aktivasi
fisika dan konsentrasi NaOH pada aktivasi kimia, dalam pembuatan karbon aktif dari
batu bara lignit. Bahan baku berukuran 10 mesh, yang berasal dari PT KPUC Separi
Tenggarong, diaktivasi secara fisika selama 2 jam dengan cara dipanaskan pada
variasi temperatur 500oC, 600oC, 700oC, 800oC dan 900oC, kemudian diaktivasi
secara kimia melalui proses perendaman menggunakan aktivator NaOH dengan
konsentrasi 1% berat selama 2 jam. Perlakuan ini memberikan hasil proses aktivasi
fisika terbaik pada temperatur 800oC dengan karateristik karbon aktif sebagai berikut
: kadar air 9,13%, kadar abu 20,1%, bagian yang hilang pada pemanasan 950oC
3,82%, dan daya jerap iod 14,78%. Pengolahan dilanjutkan dengan melakukan aktivasi
kimia pada variasi konsentrasi NaOH 3% dan 5% berat guna meningkatkan daya
jerap iod, sedangkan aktivasi fisika dilakukan pada temperatur 800oC. Proses ini
memberikan hasil terbaik pada konsentrasi NaOH 5% dengan nilai kadar air 8,05%,
kadar abu 16,70%, bagian yang hilang pada pemanasan 950oC 9,92% dan daya jerap
iod 24,88%. Rendemen dasar kering rata-rata yang dihasilkan pada penelitian ini adalah
15,24%
Kata Kunci : aktivator NaOH, batu bara peringkat rendah, karbon aktif.
PENDAHULUAN
Pada masa mendatang, produksi batu 305,52 juta ton batu bara peringkat rendah (lignit)
bara Indoseia, khususnya Kalimantan Timur, di Kalimantan Timur yang selama ini belum
akan terus meningkat untuk memenuhi dimanfaatkan. Kadar fixed karbon yang cukup
kebutuhan energi dalam negeri maupun luar tinggi pada batu bara lignit, yaitu sekitar 27%,
negeri. Batu bara yang dihasilkan dari proses mendorong berkembangnya gagasan untuk
penambangan beragam jenisnya, mulai dari batu memanfaatkan bahan ini menjadi karbon aktif.
bara dengan nilai kalor sangat tinggi hingga Karbon aktif telah dikenal luas sebagai adsorben
rendah, yaitu berturut-turut batu bara jenis dalam prose-proses pemurnian pada indistri
antrasit, bituminus, sub-bituminus dan lignit pangan, farmasi maupun industri-indusri lain.
(brown coal). Pusat Sumber Daya Geologi pada Karbon aktif adalah suatu bahan yang
tahun 2006 menyebutkan bahwa terdapat berupa karbon yang sudah diaktifkan sehingga
RISET & TEKNOLOGI /97 MEDIA PERSPEKTIFVOL. 10 Nomor 2, Desember 2010 : 60 - 114
pori-porinya terbuka dengan daya jerap yang direndam dengan bahan kimia untuk melebarkan
tinggi, berwarna hitam, tidak berbau dan tidak pori-pori. Bahan kimia atau aktivator yang
berasa. Bahan ini berbentuk granular atau digunakan antara lain : HNO3, H3PO4, Sianida,
bubuk, bentuk granular ditandai dengan CaCl2, Ca3 (PO4)2, NaOH, Na2SO4, SO2, ZnCl2,
permukaan dalam yang besar dan pori-pori yang NaCO3 dan uap air pada suhu tinggi. Untuk
kecil sedangkan bentuk bubuk yang baik mempertahanakan besar pori-pori yang ada di
dihubungkan dengan diameter pori-pori yang dalam arang tadi maka pemanasan dilakukan
besar tetapi permukaan dalam yang besar. kembali (impregnasi) pada suhu berkisar 400-
Bahan baku karbon aktif berasal dari 600 oC. Selain itu juga dengan pemanasan
berbagai bahan berkarbon seperti serbuk gergaji kembali akan mengeraskan karbon aktif serta
kayu, batu bara lignit, gambut, kayu, arang mengaktifkan kinerja dalam proses penjerapan
tempurung kelapa dan biji buah-buahan (Austin, nantinya. Dengan demikian akan dihasilkan
1996). Namun pada dasarnya dapat dikatakan karbon aktif dengan kualitas dan daya kerja yang
bahwa karbon aktif dapat dibuat dari semua baik.
bahan yang mengandung karbon baik itu dari Penelitian ini bertujuan untuk
hewan, tumbuh-tumbuhan, limbah ataupun menentukan temperatur aktivasi fisika dan
mineral yang mengandung karbon. konsentrasi NaOH pada aktivasi kimia, dalam
Proses aktivasi merupakan hal yang pembuatan karbon aktif dari batu bara lignit.
penting diperhatikan disamping bahan baku yang
digunakan. Aktivasi adalah suatu perlakuan
terhadap bahan yang bertujuan untuk METODOLOGI PENELITIAN
memperbesar pori yaitu dengan cara
memecahkan ikatan hidrokarbon atau Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium
mengoksidasi molekulmolekul permukaan Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri
sehingga karbon mengalami perubahan sifat, Samarinda, sedangkan sampel batu bara lignit
baik fisika maupun kimia, yaitu luas yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan
permukaannya bertambah besar dan karbon aktif merupakan limbah batu bara yang
berpengaruh terhadap daya adsorpsi. Secara diambil dari PT KPUC Separi Tenggarong-Kutai
umum metoda aktivasi yang umum digunakan Kartanegara. Hasil analisa awal bahan baku
dalam pembuatan karbon aktif dibagi menjadi terhadap parameter-parameter kadar air, kadar
dua tahap yaitu: Karbonisasi atau aktivasi fisika, abu, bagian yang hilang pada pemanasan 950oC
yaitu proses pemutusan rantai karbon dari dan daya jerap iod berturut-turut adalah 11,92%,
senyawa organik dengan bantuan panas, uap 19,71%, 33,56% dan 6,7%. Parameter
dan CO2. Karbonisasi melibatkan panas tinggi pendukung yang lain adalah nilai kalor 4431 cal/
untuk menguraikan zat arang atau karbon yang g dan kadar fixed karbon sebesar 26,77%.
terkandung di dalam material, penghancuran Penelitian tahap pertama dilakukan
kandungan non karbon serta memproduksi dengan memvariasikan temperatur aktivasi
karbon yang diharapkan dan struktur pori-pori fisika yaitu 500oC, 600oC, 700oC, 800oC dan
yang bersifat elementer. Proses ini pada 900 oC. Bahan baku berukuran 10 mesh
umumnya dilaksanakan pada pemanas yang sebanyak 50 g diletakkan dalam cawan crucible
berputar atau tungku (furnace) pada temperatur untuk diaktivasi secara fisika dalam furnace
800-900 o C. Meskipun dengan semakin Wisetherm tipe FH-03 yang temperaturnya
bertambahnya temperatur daya jerap karbon dapat dikontrol. Setelah dipanaskan selama 2
aktif akan semakin baik, masih diperlukan jam, bahan tersebut didinginkan di dalam
pembatasan temperatur yaitu tidak melebihi desikator. Selanjutnya bahan direndam dalam
1000 oC, karena hal ini menyebabkan NaOH 1 % berat pada gelas kimia 250 mL
terbentuknya abu yang tinggi sehingga menutupi selama 2 jam. Bahan kemudian dipisahkan dari
pori-pori yang berfungsi untuk mengadsorpsi. aktivator NaOH dengan cara disaring,
Sebagai akibatnya daya jerap karbon aktif akan selanjutnya dicuci dengan aquadest sebanyak
menurun. Tahap kedua adalah aktivasi secara 250 mL, disaring kembali dan ditiriskan pada
kimia, yaitu proses pemutusan rantai karbon suhu kamar. Perlakuan terakhir adalah
dari senyawa organik dengan pemakaian bahan memanaskan kembali bahan pada temperatur
kimia. Bahan baku yang telah berbentuk arang 400oC selama 1 jam dalam furnce kemudian
MEDIA PERSPEKTIF VOL. 10 Nomor 2, Desember 2010 : 60 - 114 RISET & TEKNOLOGI /98
didinginkan dalam desikator untuk selanjutnya hanya saja pada tahap ini variabel yang
ditimbang guna mengetahui rendemen karbon divariasikan adalah konsentrasi NaOH yaitu 3%
aktif yang dihasilkan. Bahan yang telah menjadi dan 5% berat, sedangkan temperatur aktivasi
karbon aktif selanjutnya dianalisa kadar air, kadar fisika adalah 800oC.
abu, bagian yang hilang pada pemanasan 950oC
dan daya jerap iod, dengan metode analisa yang
digunakan berturut-turut adalah ASTM D 3173, HASIL DAN PEMBAHASAN
ASTM D 3174, ASTM D, 3175 dan Dahlius A,
dkk, 1983. Penelitian yang telah dilakukan pada tahap
Penelitian tahap kedua dilakukan dengan pertama memberikan hasil sebagaimana
metode yang sama dengan tahap pertama, disajikan pada tabel berikut :
4. Daya Jerap Iod Min 20% 7,83 7,90 12,76 14,78 16,42
Rendemen
5. - 15,61 15,55 15,33 15,07 14,81
(Dasar Kering)
Arang Arang Arang Arang Arang
Kenampakan
6. - berbentuk berbentuk berbentuk berbentuk berbentuk
Fisik
granular granular granular granular granular
*Standar Industri Indonesia untuk karbon aktif
Pada tabel 1. dapat dilihat karateristik batu adalah membentuk pori-pori dengan cara
bara setelah diaktivasi. Semakin tinggi memecahkan rantai hidrokarbon menjadi arang.
temperatur aktivasi maka kadar air semakin Konsekuensi dari hal ini tersebut menyebabkan
rendah. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi kemapuan penjerapan karbon aktif akan
temperatur, maka semakin banyak air pada semakin baik. Dampak lain yang ditimbulkan
bahan yang teruapkan, terutama air yang berada oleh semakin baiknya daya jerap karbon aktif
pada permukaan arang (unbounded water) adalah semakin banyaknya alkali Na yang
disamping sebagian air terikat (bounded water). terjerap pada pori saat perendaman dengan
Dari hasil penelitian diperoleh fakta NaOH. Dengan demikian kadar abu pada karbon
bahwa kadar abu cenderung meningkat aktif akan bertambah, karena salah satu unsur
terhadap kenaikan temperatur. Korelasi yang dapat menyebabkan abu adalah unsur-
temperatur terhadap kadar abu sebenarnya tidak unsur alkali yang membentuk silikat seperti
dapat dikaitkan secara langsung, namun hal ini silikat dari natrium (Na) atau kalsium (K). Namun
dapat dijelaskan bersama-sama dengan terbentuknya abu yang semakin tinggi tidak
penjelasan daya jerap iod. Daya jerap iod berakibat terlalu buruk pada daya jerap karbon
meningkat dengan naikknya temperatur. aktif, karena kemampuan penjerapan karbon aktif
Peningkatan temperatur aktivasi fisika terhadap iod masih menunjukkan kecendrungan
menyebabkan pori-pori karbon yang terbentuk meningkat, walaupun kadar abu bertambah.
semakin banyak karena fungsi aktivasi fisika Karakter bahan baku yang digunakan turut pula
RISET & TEKNOLOGI /99 MEDIA PERSPEKTIFVOL. 10 Nomor 2, Desember 2010 : 60 - 114
mempengaruhi kada abu. Hasil analisa kadar batu bara lignit, maka tahap ketiga baru tercapai
abu pada batu bara lignit menunjukkan bahan pada kisaran temperatur 500 oC-700 o C,
baku ini memang sudah memiliki kadar abu yang sehingga pada kisaran temperatur tersebut
tinggi yaitu sebesar 19,71%. terjadi kehilangan massa yang cukup besar. Di
Pada analisa bagian yang hilang, tampak atas temperatur 700oC proses aktivasi fisika
bahwa parameter ini akan semakin rendah telah berlangsung sempurna dan menghasilkan
dengan perlakuan aktivasi fisika pada struktur karbon aktif yang lebih stabil berupa
temperatur yang lebih tinggi. Hal tersebut struktur C (Karbon) dalam bentuk amorf atau
dikarenakan gas-gas seperti H2, CO2, CH4, yang bisa digolongkan sebagai struktur intan (grafit),
awalnya terperangkap pada bahan dapat yaitu susunan atom dua karbon heksagonal
terlepas lebih banyak dari bahan pada proses dimana lapisan atom karbon tersusun secara
aktivasi fisika dengan temperatur yang lebih teratur satu diatas lainnya. Struktur ini
tinggi. Hal menarik terlihat pada aktivasi fisika merupakan struktur yang lebih stabil dan lebih
pada temperatur 500oC, 600oC dan 700oC, keras. Oleh karenanya jika batu bara lignit
Ketiga variasi temperatur tersebut menunjukkan diaktivasi secara fisika pada temperatur di atas
kehilangan massa yang cukup besar. Gejala 700oC karbon aktif yang dihasilkan tidak akan
tersebut dapat dijelaskan melalui pemahaman lagi mengalami kehilangan massa yang besar
proses aktifasi fisika, dimana sebenarnya pada jika dianalisa melalui parameter bagian yang
aktivasi fisika terjadi tahap-tahap proses sebagi hilang.
berikut : Tahap pertama yaitu penghilangan kadar Hasil percobaan pada tahap pertama
air. Tahap kedua yaitu penghilangan gas-gas belum menghasilkan karbon aktif yang sesuai
yang terperangkap seperti CO, CO2, CH4, H2 standar karena belum memenuhi syarat karbon
serta sedikit sisa air. Tahap ketiga yaitu karbonasi aktif yang ditetapkan SII No. 0258-79 yaitu pada
atau pemutusan ikatan hidrokarbon membentuk parameter kadar abu dan daya jerap iod. Namun
arang disertai terbentuknya tar yang cukup demikian aktivasi fisika pada temperatur 800oC
banyak. Pada tahap ketiga ini akan terjadi memberikan hasil karbon aktif terbaik dengan
kehilangan massa yang cukup besar nilai parameter kadar air, kadar abu, bagian yang
dikarenakan pemutusan rantai hidrokarbon. hilang pada pemanasan 950oC, dan daya jerap
Tahap keempat yaitu karbonasi lanjut dimana iod berturut-turut adalah 9,13%, 20,1%, 950oC
arang yang terbentuk semakin banyak 3,82%, dan 14,78%.
sedangkan tar yang dihasilkan lebih sedikit. Untuk memperbaiki daya jerap iod
Melalui pemahaman ini dapat diperkirakan dilakukan percobaan tahap kedua dengan hasil
bahwa jika bahan baku yang digunakan berupa sebagaimana disajikan pada tabel berikut:
MEDIA PERSPEKTIF VOL. 10 Nomor 2, Desember 2010 : 60 - 114 RISET & TEKNOLOGI /100
Kadar air cenderung meningkat terhadap dihasilkan proses aktivasi fisika terbaik adalah
peningkatan konsentrasi NaOH. Pada dasarnya pada temperatur 800 oC dan konsentrasi
proses perendaman dengan bahan pengaktif aktivator NaOH terbaik adalah 5% berat dan
dilakukan untuk mengurangi kadar tar, sehingga menghasilkan karbon aktif dengan kualitas
semakin pekat bahan pengaktif yang digunakan kadair air 8,05%, kadar abu 16,70%, bagian yang
maka tar yang ada pada bahan dan terbentuk hilang pada pemanasan 950oC 9,92% dan daya
pada proses aktivasi fisika akan semakin mudah jerap iod 24,88%. Meskipun demikian kadar abu
larut sehingga mengurangi kadar tar pada belum memenuhi SII No. 0258-79 karena masih
karbon. Akibatnya pori-pori yang terdapat pada di atas 2,5%.
karbon aktif semakin terbuka dan menyebabkan
luas permukaan aktif menjadi semakin
bertambah. Bertambahnya luas permukaan
karbon aktif tersebut akan meningkatkan sifat DAFTAR PUSTAKA
higroskopis, sehingga penjerapan air dari udara
oleh karbon aktif itu sendiri menjadi semakin Anonim, 1970, Mutu Dan Daya Uji Karbon Aktif,
meningkat, akibatnya kadar air pada karbon aktif Standar Indutri Indoneia, No. 0258-79".
tersebut juga meningkat. Departemen Perindutrian.
Kadar abu menunjukkan kecendrungan Austin, T.G, Shreves, 1996, Chemical Process
menurun terhadap peningkatan konsentrasi Industries, Fifth Edition, Mc. Graw-Hill
NaOH. Konsentrasi NaOH yang semakin tinggi Book Company, New York.
mampu melarutkan lebih banyak abu yang Ilyas M., Lusiana R., dkk., 2006, Pengaruh
awalnya memang sudah terkandung pada Aktivator Pada Karbon Aktif Tempurung
bahan baku batu bara lignit. Kelapa Untuk Adsorpsi Logam Berat Pb
Parameter bagian yang hilang (II), Jurusan Kimia Universitas
menunjukkan hal sebaliknya. Peningkatan Diponegoro, Semarang.
konsentrasi NaOH justru meningkatkan nilai Jankowska H, dan Swistkowsky A, 1991, Active
parameter ini. Namun peningkatan nilai Carbon, Edisi pertama, Ellis Hordword
parameter ini tidak terlalu signifikan. Limined, Warsawa.
Untuk parameter daya jerap iod terlihat Mc Cabe, 1993, Operasi Teknik Kimia, Jilid 2,
bahwa semakin tinggi konsentrasi aktivator yang Erlangga, Jakarta.
digunakan maka semakin besar pula daya jerap Muninghar, Nuke, 2008, Pengaruh Perlakuan
terhadap iod. Gejala ini dapat dijelaskan anlog (NH4)2CO 3) Dan Variasi Temperatur
seperti gejala yang ditunjukkan pada kadar air. Pada Pembuatan Karbon Aktif Dari
Konsentrasi aktivator NaOH terbaik Tempurung Kelapa, Jurusan Kimia
adalah 5% dengan kualitas karbon aktif sebagai FMIPA UGM, Yogyakarta.
berikut : Kadair air 8,05%, kadar abu 16,70%, Oktania S. Indriyani, 2008, Penentuan
bagian yang hilang pada pemanasan 950oC Temperatur Optimum Pada Proses
9,92% dan daya jerap iod 24,88%. Namun Aktivasi Pembuatan Arang Aktif dari
demikian kadar abu belum memenuhi SII No. Batu Bara Peringkat Rendah,
0258-79 karena masih di atas 2,5%. Samarinda: Jurusan Teknik Kimia
Rendemen dasar kering yang dihasilkan Politeknik Negeri Samarinda.
dari percobaan ini rata-rata berkisar pada nilai Pujiarti Rini, Sutapa Gentur JP., 2005, Mutu
15,24%. Hal ini mengindikasikan pengaruh Arang Aktif Dari Limbah Kayu Mahoni
temperatur dan konsentrasi aktivator NaOH tidak Sebagai Bahan Penjernih Air. Jurnal
signifikan terhadap rendemen dasar kering. Ilmu & Teknologi Kayu Tropis, Volume
3, Nomor 2.
KESIMPULAN
RISET & TEKNOLOGI /101 MEDIA PERSPEKTIFVOL. 10 Nomor 2, Desember 2010 : 60 - 114
Riset & Teknologi ISSN : 1412-3819
Yuliani. HR
Jurussan Teknik Kimia Politeknik Negeri Ujung Pandang, Makassar
Email: yulihr07@yahoo.com
Abstrak
Pembuangan limbah deterjen oleh jasa pencucian komersial secara langsung
ke lingkungan dapat menyebabkan terjadinya pencemaran air. Untuk itu perlu dilakukan
usaha untuk menanggulanginya melalui pengolahan menggunakan metode adsorpsi.
Salah satu bahan yang dapat digunakan sebagai sebagai alternatif adsorben adalah
ampo yang dimodifikasi melalui metode pilarisasi. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh pilarisasi ampo, yaitu variasi OH/Fe dalam penjerapan deterjen
dalam air dan membandingkan terhadap ampo tanpa modifikasi. Pembuatan ampo
terpilar diawali dengan pencucian ampo kemudian pembuatan suspensi ampo, tahap
selanjutnya pembuatan larutan pemilar pada perbandingan OH/Fe 0,5; 1; 1,5; 2 dan
2,5 sambil diaduk sampai jernih kemudian didiamkan selama 24 jam. Tahap kedua
dilakukan pemilaran ampo, penyaringan dan pencucian serta pengeringan selanjutnya
dikeringkan pada 400oC selama 4 jam. Produk ampo terpilar dan ampo tanpa pilar
hasil dikalsinasi digunakan untuk menjerap deterjen dalam air. Hasil penelitian
menunjukkan pilarisasi ampo dapat meningkatkan kinerja ampo pada penjerapan
deterjen dalam air. Penjerapan paling tinggi diperoleh pada Fe/ampo 2 dan OH/Fe 2
dengan kapasitas maksimum adsorpsi tertinggi ampo tanpa pilar sebesar 17,24 mg
MBAS/g. Ampo tanpa terpilar mempunyai kapasitas maksimum adsorpsi sebesar
11,76 mg MBAS/g.
PENDAHULUAN
MEDIA PERSPEKTIF VOL. 10 Nomor 2, Desember 2010 : 60 - 114 RISET & TEKNOLOGI /102
Deterjen merupakan salah satu zat
pembersih seperti halnya sabun dan air yang (1)
memiliki sifat dapat menurunkan tegangan
permukaan sehingga digunakan sebagai bahan Perhitungan kapasitas maksimum
pembersih kotoran yang menempel pada adsorpsi uintuk pada ampo tanpa pilar dan ampo
benda. Bahan baku pembuatan deterjen adalah terpilar dihitung dengan menggunakan
bahan kimia sintetik, meliputi surfaktan, bahan persamaan Langmuir dinyatakan pada
pembentuk, bahan pengisi dan bahan Persamaan 2 (Do, 1998)
tambahan. Menurut struktur kimianya, molekul
surfaktan dibedakan menjadi dua yaitu rantai q m b.C e
bercabang (alkyl benzene sulfonat atau ABS) qe 2)
dan rantai lurus (linier alkyl sulfonat atau LAS).
1 b Ce
ABS merupakan jenis surfaktan yang pertama Pada penelitian ini akan dibuat adsorben
kali digunakan secara luas sebagai bahan untuk menjerap deterjen dalam air dengan
pembersih yang berasal dari minyak bumi. menggunakan bahan dasar ampo. Pemilihan
Jenis ini mempunyai sifat yang tidak mudah ampo sebagai bahan adsorben didasarkan atas
diuraikan oleh bahan-bahan alami seperti kemampuannya dalam menjerap dan
mikroorganisme, matahari, dan air. Banyaknya ketersediaannya di alam banyak serta harganya
percabangan ABS ini menyebabkan kadar murah. Ampo merupakan bahan galian yang
residu ABS sebagai penyebab terjadinya mengandung lempung (tanah liat) dan kalsium
pencemaran air. Sedangkan untuk deterjen LAS karbonat. Ampo dapat diperoleh dengan harga
merupakan jenis surfaktan yang lebih mudah yang murah di beberapa daerah di Indonesia
diuraikan oleh bakteri. Meskipun hampir semua antara lain di Yogyakarta, Wonosobo, Tegal,
deterjen yang beredar di pasaran menggunakan Wonogoiri, dan Nusa Tenggara Barat. Salah
surfaktan LAS, tetapi akan menyebabkan satu modifikasi yang dapat dilakukan untuk
pencemaran apabila keberadaan deterjen memperbaiki sifat ampo adalah menggunakan
melebihi batas kemampuan lingkungan untuk pilarisasi. Pilarisasi merupakan proses
menguraikannya. Kadar LAS pada deterjen penyisipan kation ke dalam antarlapis material
dalam air dapat diturunkan menggunakan berlapis yang terdapat pada ampo dengan tidak
beberapa metode, antara lain oksidasi merusak struktur lapisan tersebut. Kation
elektrokimia, teknologi membrane, pengendapan tersebut bertugas menggantikan kation yang
secara kimia, degradasi fotokatalitik, pengolahan berada di antara lapisan seperti Na+, K+, dan Ca+,
biologis dan adsorpsi. Menurut Schouten dkk. yang umumnya tidak kuat terikat sehingga
(2007) adsorpsi merupakan metode yang paling sangat mudah ditukarkan. Berbagai macam
mudah dan murah digunakan untuk kation yang digunakan sebagai agen pemilar
menurunkan kadar deterjen dalam air antara lain ion alkilamonium, kation amina bisiklis
dibandingkan metode yang lain. dan kation kompleks logam seperti logam kation
Adsorpsi adalah proses penyerapan polihidroksi. Kation logam polihidroksi dibuat
solute dari fluida ke permukaan aktif padatan, dengan mentitrasi garam logam menggunakan
fenomena ini terjadi karena terdapat gaya-gaya basa. Pada penelitian ini dilakukan pilarisasi
yang tidak seimbang pada batas antar menggunakan cara pilarisasi pada lempung.
permukaan. Pada penelitian ini adsorpsi Pemilar yang digunakan adalah kation
deterjen dalam air dilakukan dengan sistem polihidroksi besi untuk menghasilkan pilar oksida
batch, yaitu dengan mencelupkan sejumlah besi (Fe2O3). Proses pilarisasi ini bertujuan
tertentu ampo terpilar ke dalam wadah yang untuk memberikan tiang atau pilar pada antara
berisi larutan deterjen yang konsentrasinya lapisan mineral penyusun ampo agar ampo tidak
diketahui kemudian digojok dalam shaker water mengembang apabila berada di dalam air dan
bath. Setelah terjadi kesetimbangan, konsentrasi menyusut setelah dikeringkan.
larutan di atas adsorben diukur. Jumlah deterjen
yang terjerap dihitung menggunakan
Persamaan 1 berdasarkan konsentrasi deterjen METODOLOGI PENELITIAN
yang dianalisis menggunakan metode MBAS Bahan yang digunakan dalam penelitian
(Schouten dkk., 2007). ini dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu bahan untuk
RISET & TEKNOLOGI /103 MEDIA PERSPEKTIFVOL. 10 Nomor 2, Desember 2010 : 60 - 114
pilarisasi ampo dan adsorpsi deterjen. Pada penyaring vakum kemudian dicuci beberapa kali
modifikasi ampo dengan pilarisasi digunakan dengan aquades sampai bebas ion klorida.
bahan baku ampo yang berasal dari desa Pencucian dihentikan jika filtrate yang diuji
Kalibawang kecamatan Wadas Lintang menggunakan larutan AgNO3 tidak membentuk
kabupaten Wonosobo dengan kandungan endapan putih dari AgCl. Ampo terpilar yang telah
mineral quartz, calcium carbonate, dicuci kemudian dikeringkan dalam oven pada
montmorillonite, nontronite, magneium chloride temperature 800C. Setelah diperoleh ampo hasil
hydroxide. Berdasarkan analisis yang dilakukan, pilarisasi kering selanjutnya dihaluskan sampai
komposisi montmorillonite dalam ampo terdiri halus kemudian diayak dengan ukuran lolos
dari SiO2 49,2%; Al2O3; MgO 2,13%; CaO ayakan 20 mesh tertahan ayakan 30 mesh.
1,95%; Na2O 0,45% dan H2O 22,7%. Bahan Ampo terpilar yang telah kering kemudian
pemilar FeCl3.6H2O diperoleh dari toko Alfa dikalsinasi pada temperature 400oC selama 4
Kimia, NaOH dan aquades yang diperoleh dari jam.
Laboratorium Teknologi Pangan dan Bioproses. Percobaan adsorpsi dilakukan dengan
Pada adsorpsi deterjen digunakan deterjen yang sistem batch. Air yang mengandung deterjen
diperoleh dari supermarket. dengan konsentrasi sesuai variabel dimasukkan
Ampo dari penambangan dikecilkan ke dalam erlemeyer. Ampo terpilar seberat 0,15
ukurannya dan dikeringkan kemudian dicuci. gram kemudian dimasukkan ke dalam
Pengecilan ukuran dimaksudkan untuk erlenmeyer yang berisi larutan deterjen dengan
mempermudah proses pencucian dan volume 50 ml. Sampel kemudian dimasukkan
mencampurkan ampo sehingga memiliki ke dalam automatic shaker yang telah di set pada
komposisi yang lebih homogen. Pencucian suhu 30 oC dan kecepatan pada skala 4.
dilakukan dengan mendispersikan ampo ke Penggojogan dilakukan sampai terjadi
dalam aquadest kemudian diaduk menggunakan kesetimbangan. Adsorpsi dilakukan
pengaduk magnet. Selanjutnya suspensi ampo menggunakan adsorben ampo terpilar pada OH/
yang diperoleh disaring dengan penyaring Fe dengan berbagai variasi konsentrasi deterjen
vakum. Ampo yang telah disaring kemudian . Percobaan adsorpsi deterjen dengan berbagai
dikeringkan dalam oven pada temperature 100oC variasi konsentrasi juga dilakukan dengan
sampai diperoleh kadar air 14%. Ampo kering menggunakan adsorben ampo tanpa pilar.
selanjutnya dihaluskan dan diayak
menggunankan ayakan 100 mesh. Ampo yang
telah dicuci, dikeringkan dan dihaluskan HASIL DAN PEMBAHASAN
didispersikan ke dalam aquades sambil diaduk
selama 24 jam pada suhu kamar. Suspensi yang 1. Pengaruh Pilarisasi pada Penjerapan
dihasilkan mengandung 5% berat ampo. Deterjen dalam air
Pembuatan larutan pemilar diawali Pengaruh pilarisasi ampo terhadap
dengan pembuatan larutan FeCl3.6H2O 0,2 M penjerapan deterjen dalam air disajikan dalam
dan NaOH 0,2 M. Larutan pemilar dibuat dengan Tabel 2.
menambahkan NaOH 0,2 M ke dalam larutan.
FeCl 3.6H 2O 0,2 M. Penambahan NaOH Tabel 1. Penjerapan deterjen dalam air
dilakukan sedikit demi sedikit sambil diaduk menggunakanampoterpilar dantanpapilar
menggunakan pengaduk magnet. Setelah
diperoleh larutan yang jernih, pengadukan Kapasitas maksimum adsorpsi
dihentikan. Pengadukan dilakukan pada suhu
kamar. Tahap selanjutnya adalah mendiamkan Ampo terpilar 2.0,5.400 14,0805
larutan pemilar selama 24 jam. Ampo terpilar 2.1.400 15,4088
Pilarisasi ampo dilakukan dengan Ampo terpilar 2.1,5.400 16,0595
menambahkan larutan pemilar ke dalam Ampo terpilar 2.2.400 17,2461
suspense ampo sambil diaduk. Penambahan Ampo terpilar 2.2,5.400 16,6219
larutan pemilar dilakukan pada berbagai variasi
perbandingan Fe/ampo dan OH/Fe. Tabel 1 menunjukkan bahwa penjerapan
Pengadukan dilakukan selama 4 jam pada suhu deterjen dalam air yang dalam hal ini dinyatakan
kamar. Hasil pilarisasi dipisahkan dengan dengan kapasitas maksimum adsorpsi
MEDIA PERSPEKTIF VOL. 10 Nomor 2, Desember 2010 : 60 - 114 RISET & TEKNOLOGI /104
menggunakan ampo tanpa pilar lebih rendah menginterkalasi kation pada antarlapis ampo.
dari pada ampo terpilar pada semua parameter Ukuran molekul pemilar terbentuk karena
pilarisasi. Ampo tanpa pilar mampu menjerap adanya hidrolisis basa dengan garam Fe.
deterjen dalam air sebanyak 11,7631 mg/g ampo Pada nilai perbandingan OH/Fe antara 0,5
sedangkan ampo terpilar pada semua sampai 2, semakin besar nilai perbandingan OH/
parameter pilarisasi berkisar antara 12,8027 Fe , maka pH larutan semakin besar dan molekul
sampai 17,2461 mg/g ampo. Hal ini disebabkan pemilar yang terbentuk semakin besar sehingga
oleh adanya sifat fisik ampo terpilar besi oksida kemampuan untuk menggantikan kation yang
yang lebih baik dari pada ampo ampo tanpa berada pada antar lapisan semakin besar.
pilar. Akibatnya pilar yang terbentuk semakin besar
sehingga kemampuan untuk menjerap deterjen
2. Pengaruh variasi OH/Fe terhadap dalam air akan semakin besar pula. Sedangkan
penjerapan deterjen dalam air pada perbandingan OH/Fe lebih besar dari 2,
Keberhasilan pilarisasi disamping pH larutan terlalu tinggi dan struktur oligomer
dipengaruhi oleh parameter perbandingan Fe/ yang terbentuk terlalu besar sehingga
ampo juga dipengaruhi oleh proses hidrolisis kemampuan untuk menggantikan kation pada
pada pembuatan larutan pemilar. Parameter antar lapisan menjadi kecil. Akibatnya pilar yang
yang menggambarkan kondisi hidrolisis adalah terbentuk rendah dan luas permukaan
variasi perbandingan OH/Fe. Pengaruh spesifiknya rendah sehingga kemampuan
perbandingan OH/Fe terhadap penjerapan menjerap deterjen dalam air juga rendah.
deterjen dalam air disajikan pada Gambar 1.
KESIMPULAN
RISET & TEKNOLOGI /105 MEDIA PERSPEKTIFVOL. 10 Nomor 2, Desember 2010 : 60 - 114
M =Berat molekul adsorbat, g/mol and Mixed Oxide Pillars Prepared from
N =Bilangan advogadro , molekul/mol Two Different Bentonites. A
N1 =Jumlah molekul adsorben per luas, Comparative Study, Microporous and
molecules/cm 2 Mesoporous, 29, 267-281.
N2 =Jumlah molekul adsorbat per luas, Do, D.D., 1998, Adsorption Analysis: Equilibria
molecules/cm 2 and Kinetics, Series on Chemical
P =tekanan uap dalam keadaan Engineering, Vol 2, Imperial College, 13
kesetimbangan, mmHg 16.
P 0 =tekanan uap dalam keadaan jenuh, mmHg Frydman, S., Talensnick, M. Geffen, S. and
qe =jumlah deterjen terjerap per massa Shvarrzman, 2007, Landslides and
adsorben pada kesetimbangan, mg/g Residual Strength in Marl Profiles in
q m =kapasitas adsorpsi maksimum pada Israel, Engineering Geology, 89, 36-46.
adsorben, mg/g Goenadi, D.H., 1982, Dasar-dasar Kimia Tanah,
V =volume larutan, L Terjemahan dari Tan, K.H, Edisi
W =massa gas yang terjerap pada tekanan pertama, 93- 193, Gadjah Mada
relatif, g PUniversity Press, Yogyakarta.
Wa =massa adsorben, g Hutson, N.D., Hoekstra, M.J. and Yang, R.T.,
W m =massa gas yang terjerap, yang 1999, Control of Microporosity of Al2O3-
membentuk monolayer, g Pillared Clays: Effect of pH, Calcination
W s =Berat sampel, g Temperature and Clay Cation
s =Jarak rata-rata adsorbat dan adsorben, A2/ Exchange Capacity, Microporous
molekul Material 28, 447-459.
s 1 =Jarak inti molekul pada energi interaksi nol Karamis, D. and Assimakopolus, P.A., 2007,
o
untuk sistem adsorbat-adsorben, A Effiensi of Alumunium-Pillared
s 2 =Jarak inti molekul pada energi interaksi nol Montmorillonite on The Removal of
o
untuk sistem adsorbat-adsorbat, A Cesium and Copper from Aqeuous
Solution, Water Research, 1897-1906.
Knaebel, K.S., 2008, adsorbent Selection,
DAFTAR PUSTAKA Adsorption Research, Inc, Dublin,
Ohio.
Arfaoui, S., Frini-Srasra, N., and Srasra, E., Mohamed, A.M.O., 2000, The role of clay
2005, Application of Clays to Treatment minerals in marly soils on its stability,
of Tennary sewages, Desalination,185, Engineering Geology, 57.
419-426. Negara, S.I., 2005, Preparasi Komposit Krom
Arfaoui, S., Frini-Srasra, N., and Srasra, E., Oksida-Montmorillonit dan Aplikasinya
2007, Modelling of The Adsorption of untuk sorpsi Benzena, Tesis S2 Ilmu
The Chromium Ion by Modified Clays, Kimia, UGM, Yogyakarta.
Desalination, 222, 474-481. Ouhadi, V.R. and Yong, R. N., 2003, The Role of
Bhattacharyya, K. G and Gupta, S. S, Clay Fractions of Marly Soils on Their
Adsorption of a few heavy metals on Post Stabilization Failur, Engineering
natural and modified kaolinite and Geology, 70, 365-375.
montmorillonite: A review, Advance in Rightor, E.G.Tsou, Pinnavaia, M., T.J.,1991, Iron
Colloid and Interface Sience, 140, 114 Oxide Pillared Clay with large gallery
131. height: Synthesis and Properties as a
Budhiyantoro, A., Rita, H., Kartika, D., 2003, Fischer-Tropsch catalyst, Journal of
Pillarisasi Bentonit dengan Logam Al Catalyst, I, 130.1.
dan Aplikasinya dalam Adsorpsi Limbah Saib, N.B., Khouli, K. and Mohammedi, O., 2007,
Warna Industri Tekstil, Prosiding Preparation and Characterization of
Seminar Nasional Teknik Kimia Pillared Montmorilonite: Application in
Indonesia, Yogyakarta. Adsorption of Cadmium, Desalination,
Canizares, P., Valverde, J.L., Kou, M.R.S. and 217, 282-290.
Molina, C.B., 1999, Synthesis and Sanabria, N., Alvarez, A., Molina, R. and Moreno,
Characterisation of PILCs with Single S., 2008, Synthesis of Pillared
MEDIA PERSPEKTIF VOL. 10 Nomor 2, Desember 2010 : 60 - 114 RISET & TEKNOLOGI /106
Bentonite starting from the Al-Fe
Polymeric Precursor in Solid state ,
and its evaluation in the Phenol
Oxidation Reaction, Catalysis Today,
133-135, 530-533.
Schouten, N., Ham, V. D. L.G.J., Euverink, G.J.
and Haan, A., 2007, Selection and
Evaluation of Adsorben for Removal of
Anionic Surfactans from Laundry
Rinsing Water, Water Research, 41,
4233 4241.
Simpen, N.I., 2001, Preparasi dan karakterisasi
lempung montmorilonit teraktivasi
asam terpilar TiO2, Tesis S2 Ilmu
Kimia, UGM, Yogyakarta.
Sutanto R., 2005, Dasar-dasar Ilmu
Tanah,Kanisius, Yogyakarta.
Sychev, M., Shubina, T., Rozwadowski, M.,
Sommen, A.P.B., Beer, V.H.J.D. and
Santen, R.A.V., 2000, Characterization
of Microposity of Chromia an Titania-
Pillared Montmorillonite Differing in
Pillar Density. I Adsorption of Nitrogen,
Microporous and Mesoporous Material,
37,
Wijaya, K., Sugiharto, E., Mudasir, Tahir, I. dan
Liawati, I., 2004, Sintesis Komposit
Oksida- Besi Montmorillonit san Uji
Stabilitas Strukturnya Terhadap Asam
Sulfat, Indonesian Journal 0f
Chemistry, 4, 33-42.
Yang, R.T., 2003, Adsorbents Fundamentals and
Applications, John Wiley and Sons,
USA.
Yoesfile, 2007, The Magic of Lempong (AMPO),
www. World press.com.
Yazici, B., 1999, Electrooxidation of Linear Alkyl
Benzene Sulfonate (LAS) on Pt
Electrodes, Turkey Journal Chemistry,
23, 73-81.
RISET & TEKNOLOGI /107 MEDIA PERSPEKTIFVOL. 10 Nomor 2, Desember 2010 : 60 - 114
Riset & Teknologi ISSN : 1412-3819
Harjanto
Staf Pengajar Jurusan Teknik Kimia Polnes
Email : harjanto_harjanto@yahoo.com
Abstrak
Spektrofotometri serapan atom (SSA) adalah salah satu metode analisa
kuantitatif untuk penentuan kadar logam. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui kinerja SSA pada setiap panjang gelombang resonansi besi. Larutan
standar besi dengan konsentrasi 0; 2; 4; 6; 8; 10; 15; 20;25; 30; 40; 50; 60; 70; 80; 90
dan 100 ppm diukur absorbansinya dengan spektofotometer Varian Spectra-220 pada
25 panjang gelombang resonansi besi. Panjang gelombang resonansi yang dapat
digunakan untuk analisa besi adalah 248,3; 252,3; 271,9; 296,7; 302,1 ; 372,0; dan
386,0 nm dengan sensitivitas berturut-turut 0,0406; 0,0243; 0.0116; 0,0046; 0,0121;
0,0075; dan 0,0041 serta batas deteksi berturut-turut 0,0824; 0,1792; 0,0116; 0,0028;
0,0465; 0,0623;dan 0,2472 ppm. Untuk konsentrasi rendah dapat digunakan panjang
gelombang 248,3; 252,3; 271,9; dan 302,1 nm, sedangkan panjang gelombang 296,7;
372,0; dan 386,0 nm dapat digunakan sampai konsentrasi tinggi. Panjang gelombang
259,9; 278,8; 281,3; 332,4; 334,6; 337,8; 352,1; 357,0; 363,2; 404,6 dan 438,4 nm,
tidak dapat digunakan untuk analisa besi karena menghasilkan presisi yang rendah.
Sedangkan panjang gelombang 344,1; 358,2; 373,7; 374,6; 382,1;382,6; dan 388,7
nm sebaiknya tidak digunakan karena sensitivitasnya rendah.
Kata kunci : Absorbansi, besi, panjang gelombang resonansi, sensitivitas dan SSA
PENDAHULUAN
Analisa kuantitatif logam dengan metode dipakai; adalah absorpsivitas molar, besarnya
spektrofotometri serapan atom (SSA) sudah konstan tergantung pada jenis logam dan
biasa dilakukan. Prinsip dasar dari metode ini panjang gelombang yang diserap; dan c adalah
adalah penyerapan atau absorpsi cahaya oleh konsentrasi logam yang menyerap.
atom. Cahaya yang dipakai berada pada daerah
UV-Sinar tampak sesuai selisih energi eksitasi A A
elektron dalam atom. Sesuai prinsip absorpsi
cahaya maka berlaku Hukum Lambert-Beer
yang dirumuskan di bawah ini.
A = . b. c
Dimana, A adalah absorbansi yang dapat diukur c c
dengan spektrofotometer; b adalah panjang (a) (b)
lintasan sinar pada sampel yang besarnya Gambar 1. Grafik Hukum LambertBeer dan
konstan spesifik sesuai spektrofotometer yang Penyimpangan Hukum LambertBeer
MEDIA PERSPEKTIF VOL. 10 Nomor 2, Desember 2010 : 60 - 114 RISET & TEKNOLOGI /108
Dengan membuat kurva kalibrasi, yaitu antara lain : jenis dan laju alir bahan bakar
kurva antara absorbansi (A ) melawan atomizer nyala api; waktu per pengukuran dan
konsentrasi (c) seperti pada Gambar 1.(a), maka waktu tunda 5 s; lebar celah keluaran
akan didapat garis lurus (linier) dengan . b monokromator; serta sumber cahaya lampu
sebagai slope nya. Hukum Lambert-Beer akan katoda berlubang dan panjang gelombang
mengalami penyimpangan pada konsentrasi resonansi yang dipilih.
yang tinggi seperti ditunjukan pada Gambar Panjang gelombang resonansi atom
1.(b), dimana kurva akan membelok pada besi yang biasa digunakan adalah 248,3; 372,0;
konsentrasi tertentu sehingga tidak linier lagi. dan 386,0 nm sesuai yang direkomendasikan
Konsentrasi dimana kurva mulai tidak linier pembuat alatnya. Pada percobaan pendahuluan
disebut batas linieritas. ditemukan 25 panjang gelombang yang
Hasil pengukuran konsentrasi diatas batas dihasilkan lampu katoda berlobang besi dengan
linieritas kurang akurat dan biasanya tidak dapat intensitas yang relative besar. Duapuluh lima
diterima. (D.L.Skoog, 1995). Batas linieritas panjang gelombang itu adalah 248,3; 252,3;
merupakan salah satu parameter kinerja metode 259,9; 271,9; 278,8; 281,3; 296,7; 302,1; 332,4;
analisa SSA dan analisa instrumen pada 334,6; 337,8; 344,1; 352,1; 357,0; 358,2; 363,2;
umumnya. 372,0; 373,7; 374,6; 382,1; 382,6; 386,0; 388,7;
Selain batas linieritas, parameter kinerja 404,6 dan 438,4 nm. Apakah semua panjang
yang lain adalah presisi, sensitivitas dan batas gelombang tersebut dapat dipakai untuk analisa
deteksi (limit of detection, LOD). Presisi adalah kuantitatif?
ukuran yang menunjukkan derajat kesamaan
antara hasil analisa dari pengambilan sampel
yang dilakukan berulang kali pada metode yang METODOLOGI PENELITIAN
sama. Presisi diukur sebagai simpangan baku
(SD) dan simpangan baku relatif (RSD) yang Untuk mendapatkan nilai parameter kinerja
merupakan besaran statistik umum. Kriteria SSA pada analisa besi maka dibuat larutan
penerimaan presisi jika metode memberikan standar besi dengan konsentrasi 0; 2; 4; 6; 8;
simpangan baku relatif (RSD) < 10 %. 10; 15; 20;25; 30; 40; 50; 60; 70; 80; 90 dan 100
Sensitivitas (m) suatu metode uji ppm dengan cara mengencerkan larutan standar
merupakan ukuran kualitas metode yang 1000 ppm. Larutan 1000 ppm dibuat dengan
menggambarkan kemampuan metode ini untuk menimbang logam besi murni, yang telah dicuci
mendeteksi adanya perbedaan konsentrasi dengan HCl encer dan dicuci dengan akuades,
sampel yang berbeda. Nilai sensitivitas dilihat sebanyak 1,000 gram dan dilarutkan tepat
dari besarnya kemiringan (slope) kurva kalibrasi dengan1000 ml akuades.
yang diperoleh dari persamaan regresi linier Masing-masing larutan standar tersebut
yang dengan mudah dapat diperoleh dengan diukur absorbansinya dengan 5 kali pengulangan
aplikasi MS Excell. Batas linieritas juga dapat menggunakan spektrofotometer serapan atom
ditentukan dengan melihat koefisien korelasi (R2) Varian seri Spectra AA-220 pada 25 panjang
pada regresi linier harus lebih besar dari 0,99 gelombang yang berbeda berturut-turut 248,3;
pada konsentrasi yang bersangkutan. 252,3; 259,9; 271,9; 278,8; 281,3; 296,7; 302,1;
Batas deteksi (LOD), yaitu konsentrasi 332,4; 334,6; 337,8; 344,1; 352,1; 357,0; 358,2;
minimum yang dapat diukur dengan presisi yang 363,2; 372,0; 373,7; 374,6; 382,1; 382,6; 386,0;
dapat diterima, dihitung dengan rumus : 388,7; 404,6 dan 438,4 nm. Selain panjang
gelombang yang divariasi tersebut kondisi
operasi spektrofotometer lainya dibuat tetap
LOD = yaitu: atomizer nyala api memakai bahan bakar
udara-asetilen dengan kecepatan alir udara 11
ml /menit dan asetilen 2 ml /menit; waktu per
dimana adalah absorbansi rerata blanko, SD0 pengukuran 3 s dan waktu tunda 5 s; sumber
adalah standar deviasi blanko dan m adalah cahaya lampu katoda berlubang Fe; lebar celah
sensitivitas. keluaran monokromator 0,5 nm.
Banyak faktor operasi yang mempengaruhi Absorbansi hasil pengukuran di atas
kinerja metode spektrofotometri serapan atom ditabulasi tiap panjang gelombang dengan
RISET & TEKNOLOGI /109 MEDIA PERSPEKTIFVOL. 10 Nomor 2, Desember 2010 : 60 - 114
aplikasi MS Excell untuk dihitung rerata, diketahui.
simpangan baku dan RSD tiap pengulangan
pengukuran sebagai parameter presisi. HASIL DAN PEMBAHASAN
Selanjutnya dari tabel dibuat kurva regresi linier
untuk mendapatkan sensitivitas. Batas linieritas Rerata, simpangan baku dan RSD dari
didapatkan dengan mengukur koefisien korelasi absorbansi hasil pengukuran larutan standar
R2 untuk konsentrasi disekitar kurva mulai pada 25 panjang gelombang yang berbeda
berbelok. Sedangkan batas deteksi LOD dapat dihitung dan sebagian hasil perhitungan tersebut
dihitung setelah harga presisi dan sensitivitas ditampilkan pada Tabel 1. Berikut ini :
Dari Tabel 1. Rerata dan RSD absorbansi kalibrasi pada Gambar 2. menunjukkan garis
untuk beberapa panjang gelombang, diperoleh kecenderungan data asli absorbansi larutan
11 panjang gelombang yang presisinya sangat standar pada panjang gelombang 259,9 nm.
rendah yang ditunjukkan dengan RSD sangat Data dari 11 panjang gelombang tersebut, yaitu:
besar (> 10%). Seperti yang ditunjukkan pada 259,9; 278,8; 281,3; 332,4; 334,6; 337,8; 352,1;
table 1, pada panjang gelombang 259,9 dan 357,0; 363,2; 404,6 dan 438,4 nm, tidak dapat
281,3 nm. Hal ini ditegaskan dengan kurva digunakan untuk analisa.
MEDIA PERSPEKTIF VOL. 10 Nomor 2, Desember 2010 : 60 - 114 RISET & TEKNOLOGI /110
Gambar 2. Kurva Kalibrasi pada Panjang Gelombang 259.9nm
Sedangkan 14 panjang gelombang yang untuk panjang gelombang 271,9nm., didapat nilai
lain, yaitu 248,3; 252,3; 271,9; 296,7; 302,1; sensitivitas dan koefisien korelasinya. Hasil
344,1; 358,2; 372,0; 373,7; 374,6; 382,1;382,6; perhitungan sensitivitas, batas deteksi dan
386,0 dan 388,7 nm, memiliki presisi yang tinggi linieritas ditabulasi pada Tabel 2. Dari tabel
dengan RSD yang dapat diterima. Sebagai tersebut terlihat bahwa sensitivitas tertinggi
contoh dapat dilihat pada panjang gelombang didapat pada panjang gelombang 248,3 nm
248,3 dan 372,0 nm pada Tabel 1. Kurva kalibrasi tetapi batas liniernya hanya 15 ppm. Hasil ini
gabungan 14 panjang gelombang tersebut konsisten dengan penelitian terdahulu karena
ditunjukkan pada Gambar 3., yang menunjukan panjang gelombang inilah yang selama ini
perbandingan secara umum sensitivitas dan digunakan secara luas karena sensitivitasnya
kelinierannya. tinggi. Tetapi dari hasil batas liniernya yang
Untuk mendapatkan sensitivitas pada hanya 15 ppm perlu diingat bahwa diatas 15
masing-masing panjang gelombang dibuat ppm sensitivitasnya akan menurun sesuai
regresi linier pada setiap kurva kalibrasinya. berbeloknya kurva kalibrasi.
Sebagai contoh dapat dilihat pada gambar 4,
Tabel 2 Hasil Pembacaan Parameter Metode Analisa Pada Setiap Panjang Gelombang Fe
RISET & TEKNOLOGI /111 MEDIA PERSPEKTIFVOL. 10 Nomor 2, Desember 2010 : 60 - 114
Panjang gelombang yang selama ini 0,0041 layak untuk digunakan, sedangkan
dianjurkan oleh pembuat alat adalah 248,3; panjang gelombang 344,1; 358,2; 373,7; 374,6;
372,0; dan 386,0 nm mempunyai sensitivitas 382,1;382,6; dan 388,7 nm sebaiknya tidak
berturut-turut 0,0406; 0,0075 dan 0,0041. digunakan.
Sedangkan batas deteksinya berturut-turut Dengan melihat batas liniernya panjang
0,0824; 0,0623 dan 0,2472 ppm. Sensitivitas gelombang 248,3; 252,3; 271,9; dan 302,1 nm
terendah dari ketiga panjang gelombang tersebut hanya dapat digunakan untuk konsentrasi
adalah 0,0041 untuk 386,0 nm. Jadi panjang rendah, sedangkan panjang gelombang 296,7;
gelombang 252,3; 271,9; 296,7; dan 302,1 nm 372,0; dan 386,0 nm dapat digunakan sampai
yang mempunyai sensitivitas lebih tinggi dari konsentrasi tinggi.
Pada gambar 3. kurva kalibrasi gabungan pada setiap panjang gelombang memiliki tingkat
seluruh panjang gelombang menunjukan presisi yang tinggi, dimana berada pada nilai pa-
perbandingan secara umum sensitivitas dan rameter metode analisa yang telah ditetapkan yaitu
kelinierannya yang menunjukkan bahwa panjang RSD < 10%. Sedangkan pada panjang gelombang
panjang gelombang tersebut dapat digunakan 248,3 nm memiliki sensivitas yang baik dan untuk
untuk analisa kuantitatif logam Fe karena param- batas deteksi terendah adalah 0,0028 ppm
eter presisi nilai simpangan baku relative (RSD) ditunjukkan pada panjang gelombang 296,7 nm.
MEDIA PERSPEKTIF VOL. 10 Nomor 2, Desember 2010 : 60 - 114 RISET & TEKNOLOGI /112
Gambar 4. Kurva Kalibrasi Pada Panjang Gelombang 271,9 nm
RISET & TEKNOLOGI /113 MEDIA PERSPEKTIFVOL. 10 Nomor 2, Desember 2010 : 60 - 114
Sedimen Sungai Code (Indonesia),
Centre of Accelerator Technology and
Material Process, National Nuclear
Energy Agency, Yogyakarta.
Supriyanto, C, Samin, dan Zainul Kamal, 2007,
Analisis Cemaran Logam Berat Pb,
Cu dan Cd pada Ikan Air Tawar dengan
Metode Spektrofotometri Serapan
Atom (SSA), Semindar Nasional III,
Pusat Teknologi Akselerator dan
Proses Bahan, Yogyakarta.
Syamsiah, 2008, Pemanfaatan Limbah Alumina
dan Sandblasting PT. Pertamina UP IV
Cilacap Sebagai Bahan Pembuatan
Wall Panel, Tugas Akhir, Jurusan
Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil
dan Perencanaan, Universitas Islam
Indonesia, Yogyakarta.
Underwood & R.A Day, 1986, Analisis Kimia
Kuantitatif, Erlangga, Jakarta.
Vogel, 1990, Buku Teks Analisis Anorganik
Kualitatif Makro dan Semimikro, PT.
Kalman Media Pustaka, Jakarta.
MEDIA PERSPEKTIF VOL. 10 Nomor 2, Desember 2010 : 60 - 114 RISET & TEKNOLOGI /114