Anda di halaman 1dari 26

REFERAT

Parese Nervus Fasialis

Oleh :
I PUTU MANANITIA

Konsulen Pembimbing :
dr Yoyo Sulaksana, Sp.THT
dr Yohanis Yan Runtung, Sp THT
dr Arroyan Wardhana, Sp THT

BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
TARUMANEGARA
2015
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas seluruh bimbingan dan kasih
karunia-Nya , sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul Parese
Nervus Fasialis.
Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas akhir kepanitraan ilmu
penyakit THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara di Rumah Sakit
Pelabuhan Jakarta, periode 9 November 2015- 12 Desember 2015. Semoga referat
ini dapat membantu proses pembelajaran di bidang THT.
Kami sebagai penulis bersyukur atas selesainya tugas ini. Hal ini tidak
terlepas dari dukungan serta keterlibatan berbagai pihak dan pada kesempatan ini
kami ingin berterima kasih kepada:

1. dr Choirul huda, Mkes, selaku koordinator kepanitraan PSPD


2. dr Yohanis Yan Runtung, Sp. THT, selaku pembimbing kepanitraan klinik di
Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta
3. dr Yoyo Sulaksana, Sp THT, selaku pembimbing kepanitraan klinik di Rumah
Sakit Pelabuhan Jakarta
4. dr. Arroyan Wardhana, Sp THT, selaku pembimbing kepanitraan klinik di
Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta
5. Suster jumiati, selaku suster yang berada di poliklinik THT di Rumah Sakit
Pelabuhan Jakarta
6. Rekan-rekan anggota kepanitraan klinik di bagian THT, di rumah sakit
pelabuhan Jakarta Periode 9 November 2015- 12 Desember 2015.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................... i
DAFTAR ISI....................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang.......................................................................... 1
1.2 Batasan Masalah....................................................................... 2
1.3 Metode Penulisan ..................................................................... 2
1.4 Tujuan Penulisan....................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA................................................................... 3
2.1 Definisi...................................................................................... 3
2.2 Epidemiologi............................................................................. 3
2.3 Anatomi dan Fisiologi Nervus Fasialis..................................... 3
2.4 Etiologi ..................................................................................... 3
2.5 Manifestasi Klinis..................................................................... 6
2.6 Klasifikasi Parese Fasialis......................................................... 11
2.7 Uji Diagnostik........................................................................... 12
2.8 Pemeriksaan Penunjang............................................................ 17
2.9 Penatalaksanaan........................................................................ 19
2.10 Komplikasi................................................................................ 21
BAB 3 PENUTUP......................................................................................... 23
3.1 Kesimpulan.................................................................................. 23
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 24
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kelumpuhan (parese) saraf fasialis merupakan kelumpuhan yang meliputi otot-
otot wajah. Kelumpuhan saraf fasialis dapat terjadi sentral dan perifer. Hal ini
berhubungan dengan lokasi lesi jaras saraf fasialis dan dapat dibedakan dengan
melihat gejala kelumpuhan yang timbul.
Saraf fasialis memiliki anatomi yang sangat komplek dan terdiri dari 7000
serat masing-masing berfungsi membawa impuls listrik ke otot-otot wajah.
Informasi yang disampaikan akan menimbulkan ekspresi fasial seperti tertawa,
menangis, tersenyum dan berbagai ekspresi fasial lainnya. Saraf fasial tidak hanya
membawa impuls ke otot-otot wajah tetapi juga ke glandula lakrimal, glandula
saliva, dan ke otot dekat tulang pendengaran (stapes) serta menstransmisikan rasa
dari bagian depan lidah. Oleh karena itu, bila terjadi kerusakan setengah atau lebih
dari serat-serat saraf ini maka akan timbul gejala lumpuh atau paralysis pada
wajah, kekeringan pada mata atau mulut, gangguan dalam pengecapan.
Kelumpuhan saraf fasialis perifer merupakan kelemahan jenis motor
neuron yang terjadi bila nucleus atau serabut distal saraf fasialis terganggu, yang
menyebabkan kelemahan otot wajah. Kelumpuhan saraf fasialis biasanya
mengarah pada suatu lesi saraf fasialis ipsilateral atau dapat pula disebabkan lesi
nucleus fasialis ipsilateral pada pons.3
Kelumpuhan saraf fasialis memberikan dampak yang besar bagi kehidupan
seseorang dimana pasien tidak dapat atau kurang dapat menggerakkan otot wajah
sehingga tampak wajah pasien tidak simetris. Dalam menggerakkan otot ketika
menggembungkan pipi dan mengerutkan dahi akan tampak sekali wajah pasien
tidak simetris. Hal ini menimbulkan suatu deformitas kosmetik dan fungsional
yang berat.1
Kelumpuhan saraf fasialis merupakan suatu gejala penyakit, sehingga
harus dicari penyebab dan ditentukan derajat kelumpuhannya dengan pemeriksaan
tertentu guna menetukan terapi dan prognosisnya. Penyebabnya dapat berupa
kelaian congenital, infeksi, trauma, tumor, idiopatik, dan penyakit-penyakit
tertentu seperti DM, hipertensi berat, dan infeksi telinga tengah. Penanganan
pasien dengan kelumpuhan saraf fasialis secara dini, baik operatif maupun secara
konservatif akan menentukan keberhasilann dalam pengobatan.1

1.2. Batasan Masalah


Referat ini membahas tentang etiologi, patogenesis, diagnosis, dan
penatalaksanaan kelumpuhan saraf fasialis.

1.3. Metode Penulisan


Metode yang dipakai dalam penulisan referat ini berupa tinjauan kepustakaan
yang merujuk kepada berbagai literature dan makalh ilmiah.

1.4. Tujuan Penulisan


Referat ini bertujuan untuk menambah pengetahuan dan pemahaman mengenai
etiologi, patogenesis, diagnosis, dan penatalaksanan kelumpuhan saraf fasialis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Kelumpuhan saraf fasialis (N VII) merupakan kelumpuhan otot-otot wajah
dimana pasien tidak atau kurang dapat menggerakkan otot wajah, sehingga wajah
pasien tidak simetris. Hal ini tampak sekali ketika pasien diminta untuk
menggembungkan pipi dan mengerutkan dahi.1

2.2 Epidemiologi
Foester melaporkan bahwa kerusakan saraf fasialis sebanyak 120 dari 3907 kasus
(3%) dari seluruh trauma kepala saat Perang Dunia I. Friedman dan Merit
menemukan sekitar 7 dari 430 kasus trauma kepala. Adapun kelumpuhan saraf
fasialis yang tidak diketahui penyebabnya (Bells Palsy) sekitar 20-30 kasus per
100.000 penduduk pertahun, sekitar 60-75% dari semua kasus merupakan
paralysis nervus fasialis unilateral.3
Insiden pada laki-laki dan perempuan sama, namun rata-rata muncul pada
usia 40 tahun meskipun penyakit ini dapat timbul di semua umur. Insiden terendah
adalah pada anak di bawah 10 tahun, meningkat pada umur di atas 70 tahun.
Frekuensi kelumpuhan saraf fasialis kanan dan kiri sama. Kausa tumor merupakan
hal yang jarang, hanya sekitar 5% dari semua kasus kelumpuhan saraf fasialis.3

2.3. Anatomi dan Fisiologi Saraf Fasialis


Saraf fasialis mempunyai 2 subdivisi , yaitu:5,6

1. Saraf fasialis propius: yaitu saraf fasialis yang murni untuk mempersarafi
otot-otot ekspresi wajah, otot platisma, stilohioid, digastrikus bagian posterior
dan stapedius di telinga tengah.
2. Saraf intermediet (pars intermedius wisberg), yaitu subdivisi saraf yang lebih
tipis yang membawa saraf aferen otonom, eferen otonom, aferen somatis.
- Aferen otonom: mengantar impuls dari alat pengecap di dua pertiga depan
lidah. Sensasi pengecapan dari 2/3 bagian depan lidah dihantar melalui
saraf lingual ke korda timpani dan kemudian ke ganglion genikulatum dan
kemudian ke nukleus traktus solitarius.
- Eferen otonom (parasimpatik eferen): datang dari nukleus salivatorius
superior. Terletak di kaudal nukleus. Satu kelompok akson dari nukleus ini,
berpisah dari saraf fasilalis pada tingkat ganglion genikulatum dan
diperjalanannya akan bercabang dua yaitu ke glandula lakrimalis dan
glandula mukosa nasal. Kelompok akson lain akan berjalan terus ke
kaudal dan menyertai korda timpani serta saraf lingualis ke ganglion
submandibularis. Dari sana, impuls berjalan ke glandula sublingualis dan
submandibularis, dimana impuls merangsang salivasi.
- Aferen somatik: rasa nyeri (dan mungkin juga rasa suhu dan rasa raba) dari
sebagian daerah kulit dan mukosa yang disarafi oleh saraf trigeminus.
Daerah overlapping (disarafi oleh lebih dari satu saraf atau tumpang
tindih) ini terdapat di lidah, palatum, meatus akustikus eksterna, dan
bagian luar membran timpani.
Inti motorik saraf VII terletak di pons. Serabutnya mengitari saraf VI, dan
keluar di bagian lateral pons. Saraf intermedius keluar di permukaan lateral pons
di antara saraf VII dan saraf VIII. Ketiga saraf ini bersama-sama memasuki
meatus akustikus internus. (lihat gambar 2) Di dalam meatus ini, saraf fasialis dan
intermediet berpisah dari saraf VIII dan terus ke lateral dalam kanalis fasialis,
kemudian ke atas ke tingkat ganglion genikulatum. Pada ujung akhir kanalis ,
saraf fasialis meninggalkan kranium melalui foramen stilomastoideus. Dari titik
ini, serat motorik menyebar di atas wajah. Dalam melakukan penyebaran itu,
beberapa melubangi glandula parotis.5,6
Gambar 1 Bagan Saraf Fasialis

Gambar 2 Saraf Fasialis

Sewaktu meninggalkan pons, saraf fasialis beserta saraf intermedius dan


saraf VIII masuk ke dalam tulang temporal melalui porus akustikus internus.
Dalam perjalanan di dalam tulang temporal, saraf VII dibagi dalam 3 segmen,
yaitu segmen labirin, segman timpani dan segmen mastoid.1
Segmen labirin terletak antara akhir kanal akustik internus dan ganglion
genikulatum . panjang segmen ini 2-4 milimeter.1
Segmen timpani (segmen vertikal), terletak di antara bagian distal ganglion
genikulatum dan berjalan ke arah posterior telinga tengah , kemudian naik ke
arah tingkap lonjong (venestra ovalis) dan stapes, lalu turun kemudian terletak
sejajar dengan kanal semisirkularis horizontal. Panjang segmen ini kira-kira 12
milimeter.1
Segmen mastoid ( segmen vertikal) mulai dari dinding medial dan superior
kavum timpani . perubahan posisi dari segman timpani menjadi segmen mastoid,
disebut segman piramidal atau genu eksterna. Bagian ini merupakan bagian paling
posterior dari saraf VII, sehingga mudah terkena trauma pada saat operasi.
Selanjutnya segmen ini berjalan ke arah kaudal menuju segmen stilomaoid .
panjang segmen ini 15-20 milimeter.1
Nukleus fasialis juga menerima impuls dari talamus yang mengarahkan
yang mengarahkan gerakan ekspresi emosional pada otot-otot wajah. Juga ada
hubungan dengan gangglion basalis. Jika bagian ini atau bagian lain dari sistem
piramidal menderita penyakit penyakit, mungkin terdapat penurunan atau
hilangnya ekspresi wajah (hipomimia atau amimi).6

2.4. Etiologi
Penyebab kelumpuhan saraf fasialis bisa disebabkan oleh kelainan congenital,
infeksi, tumor, trauma, gangguan pembuluh darah, idiopatik, dan penyakit-
penyakit tertentu.1,3

1. Kongenital

Kelumpuhan yang didapat sejak lahir ( congenital ) bersifat irreversible


dan terdapat bersamaan dengan anomaly pada telinga dan tulang
pendengaran.1 Pada kelumpuhan saraf fasialis bilateral dapat terjadi karena
adanya gangguan perkembangan saraf fasialis dan seringkali bersamaan
dengan kelemahan okular (sindrom Moibeus).3

2. Infeksi
Proses infeksi di intracranial atau infeksi telinga tengah dapat
menyebabkan kelumpuhan saraf fasialis. Infeksi intracranial yang
menyebabkan kelumpuhan ini seperti pada Sindrom Ramsay-Hunt, Herpes
otikus. Infeksi Telinga tengah yang dapat menimbulkan kelumpuhan saraf
fasialis adalah otitis media supuratif kronik ( OMSK ) yang telah merusak
Kanal Fallopi.1
3. Tumor

Tumor yang bermetastasis ke tulang temporal merupakan penyebab yang


paling sering ditemukan. Biasanya berasal dari tumor payudara, paru-paru,
dan prostat. Juga dilaporkan bahwa penyebaran langsung dari tumor
regional dan sel schwann, kista dan tumor ganas maupun jinak dari
kelenjar parotis bisa menginvasi cabang akhir dari saraf fasialis yang
berdampak sebagai bermacam-macam tingkat kelumpuhan. Pada kasus
yang sangat jarang, karena pelebaran aneurisma arteri karotis dapat
mengganggu fungsi motorik saraf fasialis secara ipsilateral.2

4. Trauma

Kelumpuhan saraf fasialis bisa terjadi karena trauma kepala, terutama jika
terjadi fraktur basis cranii, khususnya bila terjadi fraktur longitudinal.
Selain itu luka tusuk, luka tembak serta penekanan forsep saat lahir juga
bisa menjadi penyebab. Saraf fasialis pun dapat cedera pada operasi
mastoid, operasi neuroma akustik/neuralgia trigeminal dan operasi
kelenjar parotis.2

5. Gangguan Pembuluh Darah

Gangguan pembuluh darah yang dapat menyebabkan kelumpuhan saraf


fasialis diantaranya thrombosis arteri karotis, arteri maksilaris dan arteri
serebri media.1

6. Idiopatik ( Bells Palsy )

Parese Bell merupakan lesi nervus fasialis yang tidak diketahui


penyebabnya atau tidak menyertai penyakit lain. Pada parese Bell terjadi
edema fasialis. Karena terjepit di dalam foramen stilomastoideus dan
menimbulkan kelumpuhan tipe LMN yang disebut sebagai Bells Palsy.3
7. Penyakit-penyakit tertentu

Kelumpuhan fasialis perifer dapat terjadi pada penyakit-penyakit tertentu,


misalnya DM, hepertensi berat, anestesi local pada pencabutan gigi,
infeksi telinga tengah, sindrom Guillian Barre.3

2.5. Manifestasi Klinis

Otot-otot bagian atas wajah mendapat persarafan dari 2 sisi. Karena itu, terdapat
perbedaan antara gejala kelumpuhan saraf VII jenis sentral dan perifer. Pada
gangguan sentral, sekitar mata dan dahi yang mendapat persarafan dari 2 sisi,
tidak lumpuh ; yang lumpuh ialah bagian bawah dari wajah. Pada gangguan N VII
jenis perifer (gangguan berada di inti atau di serabut saraf) maka semua otot sesisi
wajah lumpuh dan mungkin juga termasuk cabang saraf yang mengurus
pengecapan dan sekresi ludah yang berjalan bersama N. Fasialis.5

Bagian inti motorik yang mengurus wajah bagian bawah mendapat


persarafan dari korteks motorik kontralateral, sedangkan yang mengurus wajah
bagian atas mendapat persarafan dari kedua sisi korteks motorik (bilateral)
(gambar 3). Karenanya kerusakan sesisi pada upper motor neuron dari saraf VII
(lesi pada traktus piramidalis atau korteks motorik) akan mengakibatkan
kelumpuhan pada otot-otot wajah bagian bawah, sedangkan bagian atasnya tidak.
Penderitanya masih dapat mengangkat alis, mengerutkan dahi dan menutup mata
(persarafan bilateral) ; tetapi pasien kurang dapat mengangkat sudut mulut
(menyeringai, memperlihatkan gigi geligi) pada sisi yang lumpuh bila disuruh.
Kontraksi involunter masih dapat terjadi, bila penderita tertawa secara spontan,
maka sudut mulut dapat terangkat.5

Pada lesi motor neuron, semua gerakan otot wajah, baik yang volunter
maupun yang involunter, lumpuh. Lesi supranuklir (upper motor neuron) saraf VII
sering merupakan bagian dari hemiplegia. Hal ini dapat dijumpai pada strok dan
lesi-butuh-ruang (space occupying lesion) yang mengenai korteks motorik,
kapsula interna, talamus, mesensefalon dan pons di atas inti saraf VII. Dalam hal
demikian pengecapan dan salivasi tidak terganggu. Kelumpuhan saraf VII
supranuklir pada kedua sisi dapat dijumpai pada paralisis pseudobulber. 5

Gambar 3 Persarafan Otot Wajah , Perasat Otot wajah disebabkan oleh lesi UMN dan LMN nervus
VII.

Gejala dan tanda klinik yang berhubungan dengan lokasi lesi . (Lihat gambar 4) 3,6

1. Lesi di luar foramen stilomastoideus

Mulut tertarik kearah sisi mulut yang sehat, makan terkumpul di antara pipi
dan gusi. Lipatan kulit dahi menghilang. Apabila mata yang terkena tidak
ditutup atau tidak dilindungi maka air mata akan keluar terus menerus.

2. Lesi di kanalis fasialis (melibatkan korda timpani)

Gejala dan tanda klinik seperti pada (1), ditambah dengan hilangnya
ketajaman pengecapan lidah (2/3 bagian depan) dan salivasi di sisi yang
terkena berkurang. Hilangnya daya pengecapan pada lidah menunjukkan
terlibatnya saraf intermedius, sekaligus menunjukkan lesi di antara pons dan
titik dimana korda timpani bergabung dengan saraf fasialis di kanalis
fasialis.
3. Lesi di kanalis fasialis lebih tinggi lagi (melibatkan muskulus
stapedius)

Gejala dan tanda klinik seperti (1) dan (2) di tambah dengan hiperakusis.

4. Lesi ditempat yang lebih tinggi lagi (melibatkan ganglion genikulatum)

Gejala dan tanda kilinik seperti pada (1),(2),(3) disertai dengan nyeri di
belakang dan didalam liang telinga, dan kegagalan lakrimal. Kasus seperti
ini dapat terjadi pascaherpes di membrana timpani dan konka. Sindrom
Ramsay-Hunt adalah kelumpuhan fasialis perifer yang berhubungan dengan
herpes zoster di ganglion genikulatum. Tanda-tandanya adalah herpes zoster
otikus , dengan nyeri dan pembentukan vesikel dalam kanalis auditorius dan
dibelakang aurikel (saraf aurikularis posterior), terjadi tinitus, kegagalan
pendengaran, gangguan pengecapan, pengeluaran air mata dan salivasi.

5. Lesi di meatus akustikus internus

Gejala dan tanda klinik seperti diatas ditambah dengan tuli akibat
terlibatnya nervus akustikus.

6. Lesi ditempat keluarnya saraf fasialis dari pons.

Gejala dan tanda klinik sama dengan diatas, disertai gejala dan tanda
terlibatnya saraf trigeminus, saraf akustikus dan kadang kadang juga saraf
abdusen, saraf aksesorius dan saraf hipoglossus.
Gambar 4. komponen serat saraf fasialis dan intermediet dan tanda-tanda kerusakan segmen
individualnya

2.6. Klasifikasi Kelumpuhan Fasialis


Gambaran dari disfungsi motorik fasial ini sangat luas dan karakteristik
dari kelumpuhan ini sangat sulit. Beberapa sistem telah usulkan tetapi semenjak
pertengahan 1980 sistem House-Brackmann yang selalu atau sangat dianjurkan .
pada klasifikasi ini grade 1 merupakan fungsi yang normal dan grade 6
merupakan kelumpuhan yang komplit. Pertengahan grade ini sistem berbeda
penyesuaian dari fungsi ini pada istirahat dan dengan kegiatan. Ini diringkas
dalam tabel:7
Tabel 1. Klasifikasi House-Brackmann
Grade Penjelasan Karakteristik

I Normal Fungsi fasial normal

II Disfungsi ringan Kelemahan yang sedikit yang terlihat pada inspeksi dekat, bisa
ada sedikit sinkinesis.
Pada istirahat simetri dan selaras.
Pergerakan dahi sedang sampai baik
Menutup mata dengan usaha yang minimal
Terdapat sedikit asimetris pada mulut jika melakukan
pergerakan

III Disfungsi sedang Terlihat tapi tidak tampak adanya perbedaan antara kedua sisi
Adanya sinkinesis ringan
Dapat ditemukam spasme atau kontraktur hemifasial
Pada istirahat simetris dan selaras
Pergerakan dahi ringan sampai sedang
Menutup mata dengan usaha
Mulut sedikit lemah dengan pergerakan yang maksimum

IV Disfungsi sedang Tampak kelemahan bagian wajah yang jelas dan asimetri
berat Kemampuan menggerakkan dahi tidak ada
Tidak dapat menutup mata dengan sempurna
Mulut tampak asimetris dan sulit digerakkan.

V Disfungsi berat Wajah tampak asimetris


Pergerakan wajah tidak ada dan sulit dinilai
Dahi tidak dapat digerakkan
Tidak dapat menutup mata
Mulut tidak simetris dan sulit digerakkan

VI Total parese Tidak ada pergerakkan

2.7. Uji Diagnostik


Diagnosis ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan fungsi saraf fasialis. Tujuan
pemeriksaan fungsi saraf fasialis adalah untuk menentukan letak lesi dan
menentukan derajat kelumpuhannya.1
1. Pemeriksaan fungsi saraf motorik
Terdapat 10 otot-otot utama wajah yang bertanggung jawab untuk
terciptanya mimic dan ekspresi wajah seseorang. Adapun urutan ke-10
otot-otot tersebut dari sisi superior adalah sebagai berikut :
a. M. Frontalis : diperiksa dengan cara mengangkat
alis ke atas.
b. M. Sourcilier : diperiksa dengan cara mengerutkan
alis
c. M. Piramidalis : diperiksa dengan cara mengangkat
dan mengerutkan hidung ke atas
d. M. Orbikularis Okuli : diperiksa dengan cara memejamkan
kedua mata kuat-kuat
e. M. Zigomatikus : diperiksa dengan cara tertawa lebar
sambil memperlihatkan gigi
f. M. Relever Komunis : diperiksa dengan cara
memoncongkan mulut kedepan
sambil memperlihatkan gigi
g. M. Businator : diperiksa dengan cara
menggembungkan kedua pipi
h. M. Orbikularis Oris : diperiksa dengan cara menyuruh
penderita bersiul
i. M. Triangularis : diperiksa dengan cara menarik kedua
sudut bibir ke bawah
j. M. Mentalis : diperiksa dengan cara
memoncongkan mulut yang tertutup
rapat ke depan

Pada tiap gerakan dari ke 10 otot tersebut, kita bandingkan antara kanan
dan kiri :

a. Untuk gerakan yang normal dan simetris dinilai dengan angka tiga
(3)
b. Sedikit ada gerakan dinilai dengan angka satu ( 1 )
c. Diantaranya dinilai dengan angka dua ( 2 )
d. Tidak ada gerakan sama sekali dinilai dengan angka nol ( 0 )

Seluruh otot ekspresi tiap sisi muka dalam keadaan normal akan
mempunyai nilai tiga puluh ( 30 ).1

2. Tonus
Pada keadaan istirahat tanpa kontraksi maka tonus otot menentukan
terhadap kesempurnaan mimic / ekspresi muka. Freyss menganggap
penting akan fungsi tonus sehingga mengadakan penilaian pada setiap
tingkatan kelompok otot muka, bukan pada setiap otot. Cawthorne
mengemukakan bahwa tonus yang jelek memberikan gambaran
prognosis yang jelek. Penilaian tonus seluruhnya berjumlah lima belas
(15) yaitu seluruhnya terdapat lima tingkatan dikalikan tiga untuk setiap
tingkatan. Apabila terdapat hipotonus maka nilai tersebut dikurangi satu
(-1) sampai minus dua (-2) pada setiap tingkatan tergantung dari
gradasinya.1

3. Gustometri
Sistem pengecapan pada 2/3 anterior lidah dipersarafi oleh n. Korda
timpani, salah satu cabang saraf fasialis.1 Kerusakan pada N VII
sebelum percabangan korda timpani dapat menyebabkan ageusi
(hilangnya pengecapan).2
Pemeriksaan dilakukan dengan cara penderita disuruh
menjulurkan lidah, kemudian pemeriksa menaruh bubuk gula, kina,
asam sitrat atau garam pada lidah penderita. Hali ini dilakukan secara
bergiliran dan diselingi istirahat. Bila bubuk ditaruh, penderita tidak
boleh menarik lidahnya ke dalam mulut, sebab bubuk akan tersebar
melalui ludah ke sisis lidah lainnya atau ke bagian belakang lidah yang
persarafannya diurus oleh saraf lain. Penderita disuruh untuk
menyatakan pengecapan yang dirasakannya dengan isyarat, misalnya 1
untuk rasa manis, 2 untuk rasa pahit, 3 untuk rasa asin, dan 4 untuk
rasa asam.2
Pada pemeriksaan fungsi korda timpani adalah perbedaan
ambang rangsang antara kanan dan kiri. Freyss menetapkan bahwa
beda 50% antara kedua sisi adalah patologis.1
4. Salivasi
Pemeriksaan uji salivasi dapat dilakukan dengan melakukan kanulasi
kelenjar submandibularis. Caranya dengan menyelipkan tabung
polietilen no 50 kedalam duktus Wharton. Sepotong kapas yang telah
dicelupkan kedalam jus lemon ditempatkan dalam mulut dan
pemeriksa harus melihat aliran ludah pada kedua tabung. Volume dapat
dibandingkan dalam 1 menit. Berkurangnya aliran ludah sebesar 25 %
dianggap abnormal. Gangguan yang sama dapat terjadi pada jalur ini
dan juga pengecapan, karena keduanya ditransmisi oleh saraf korda
timpani.2

5. Schimer Test atau Naso-Lacrymal Reflex


Dianggap sebagai pemeriksaan terbaik untuk pemeriksaan fungsi
serabut-serabut pada simpatis dari saraf fasialis yang disalurkan
melalui saraf petrosus superfisialis mayor setinggi ganglion
genikulatum. Kerusakan pada atau di atas saraf petrosus mayor dapat
menyebabkan berkurangnya produksi air mata.1,2
Tes Schimer dilakukan untuk menilai fungsi lakrimasi dari mata.
Cara pemeriksaan dengan meletakkan kertas hisap atau lakmus lebar
0,5 cm panjang 5-10 cm pada dasar konjungtiva. Setelah tiga menit,
panjang dari bagian strip yang menjadi basah dibandingkan dengan sisi
satunya. Freys menyatakan bahwa kalau ada beda kanan dan kiri lebih
atau sama dengan 50% dianggap patologis.1,2

6. Refleks Stapedius
Untuk menilai reflex stapedius digunakan elektoakustik impedans
meter, yaitu dengan cara memberikan ransangan pada muskulus
stapedius yang bertujuan untuk mengetahui fungsi N. stapedius cabang
N.VII.

7. Uji audiologik
Setiap pasien yang menderita paralisis saraf fasialis perlu menjalani
pemeriksaan audiogram lengkap. Pengujian termasuk hantaran udara
dan hantaran tulang, timpanometri dan reflex stapes. Fungsi saraf
cranial kedelapan dapat dinilai dengan menggunakan uji respon
auditorik yang dibangkitkan dari batang otak. Uji ini bermanfaat dalam
mendeteksi patologi kanalis akustikus internus. Suatu tuli konduktif
dapat memberikan kesan suatu kelainan dalam telinga tengah, dan
dengan memandang syaraf fasialis yang terpapar pada daerah ini, perlu
dipertimbangkan suatu sumber infeksi. Jika terjadi kelumpuhan saraf
ketujuh pada waktu otitis media akut, maka mungkin gangguan saraf
pada telinga tengah. Pengujian reflek dapat dilakukan pada telinga
ipsilateral atau kontralateral dengan menggunakan suatu nada yang
keras, yang akan membangkitkan respon suatu gerakan reflek dari otot
stapedius. Gerakan ini mengubah tegangan membrane timpani dan
menyebabkan perubahan impedansi rantai osikular. Jika nada tersebut
diperdengarkan pada belahan telinga yang normal, dan reflek ini pada
perangsangan kedua telinga mengesankan suatu kelainan pada bagian
aferen saraf kranialis.2
8. Sinkinesis
Sinkinesis menetukan suatu komplikasi dari kelumpuhan saraf fasialis
yang sering kita jumpai. Cara mengetahui ada tidaknya sinkinesis
adalah sebagai berikut :1

a. Penderita diminta untuk memenjamkan mata kuat-kuat kemudian


kita melihat pergerakan otot-otot pada daerah sudut bibir atas. Kalau
pergerakan normal pada kedua sisi dinilai dengan angka dua (2).
Kalau pergerakan pada sisi paresis lebih (hiper) dibandingkan
dengan sisi normal nilainya dikurangi satu (-1) atau dua (-2),
tergantung dari gradasinya.
b. Penderita diminta untuk tertawa lebar sambil memperlihatkan gigi,
kemudian kita melihat pergerakan otot-otot pada sudut mata bawah.
Penilaian seperti pada (a).
c. Sinkinesis juga dapat dilihat pada waktu penderita berbicara
(gerakan emosi) dengan memperhatikan pergerakan otot-otot sekitar
mulut. Nilai satu (1) kalau pergerakan normal. Nilai nol (0) kalau
pergerakan tidak simetris.

9. Hemispasme
Hemispasme merupakan suatu komplikasi yang sering dijumpai pada
penyembuhan kelumpuhan fasialis yang berat. Diperiksa dengan cara
penderita diminta untuk melakukan gerakan-gerakan bersahaya seperti
mengedip-ngedipkan mata berulang-ulang maka bibir akan jelas
tampak gerakan otot-otot pada sudut bibir bawah atau sudut mata
bawah. Pada penderita yang berat kadang-kadang otot-otot platisma di
daerah leher juga ikut bergerak. Untuk setiap gerakan hemispasme
dinilai dengan angka (-1).1
Fungsi motorik otot-otot tiap sisi wajah orang normal
seluruhnya berjumlah lima puluh (50) atau 100%. Gradasi paresis
fasialis dibandingkan dengan nilai tersebut dikalikan dua untuk
persentasenya.1

2.8. Pemeriksaan Penunjang


Salah satu pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mengetahui
kelumpuhan saraf fasialis adalah dengan uji fungsi saraf. Terdapat beberapa uji
fungsi saraf yang tersedia antara lain Elektromigrafi (EMG), Elektroneuronografi
(ENOG), dan uji stimulasi maksimal.2
1. Elektromiografi (EMG)
EMG sering kali dilakukan oleh bagian neurologi. Pemeriksaan ini
bermanfaat untuk menentukan perjalanan respons reinervasi pasien.
Pola EMG dapat diklasifikasikan sebagai respon normal, pola
denervasi, pola fibrilasi, atau suatu pola yang kacau yang
mengesankan suatu miopati atau neuropati. Namun, nilai suatu EMG
sangat terbatas kurang dari 21 hari setelah paralisis akut. Sebelum 21
hari, jika wajah tidak bergerak, EMG akan memperlihatkan potensial
denervasi. Potensial fibrilasi merupakan suatu tanda positif yang
menunjukkan kepulihan sebagian serabut. Potensial ini terlihat
sebelum 21 hari.2

2. Elektroneuronografi (ENOG)
ENOG memberi informasi lebih awal dibandingkan dengan EMG.
ENOG melakukan stimulasi pada satu titik dan pengukuran EMG
pada satu titik yang lebih distal dari saraf. Kecepatan hantaran saraf
dapat diperhitungkan. Bila terdapat reduksi 90% pada ENOG bila
dibandingkan dengan sisi lainnya dalam sepuluh hari, maka
kemungkinan sembuh juga berkurang secara bermakna. Fisch Eselin
melaporkan bahwa suatu penurunan sebesar 25 persen berakibat
penyembuhan tidak lengkap pada 88 persen pasien mereka, sementara
77 persen pasien yang mampu mempertahankan respons di atas angka
tersebut mengalami penyembuhan normal saraf fasialis.2
3. Uji Stimulasi Maksimal
Uji stimulasi merupakan suatu uji dengan meletakkan sonde
ditekankan pada wajah di daerah saraf fasialis. Arus kemudian
dinaikkan perlahan-lahan hingga 5 ma, atau sampai pasien merasa
tidak nyaman. Dahi, alis, daerah periorbital, pipi, ala nasi, dan bibir
bawah diuji dengan menyapukan elektroda secara perlahan. Tiap
gerakan di daerah-daerah ini menunjukkan suatu respons normal.
Perbedaan respons yang kecil antara sisi yang normal dengan sisi yang
lumpuh dianggap sebagai suatu tanda kesembuhan. Penurunan yang
nyata adalah apabila terjadi kedutan pada sisi yang lumpuh dengan
besar arus hanya 25 persen dari arus yang digunakan pada sisi yang
normal. Bila dibandingkan setelah 10 hari, 92 persen penderita Bells
Palsy kembali dapat melakukan beberapa fungsi. Bila respon elektris
hilang, maka 100 persen akan mengalami pemulihan fungsi yang tidak
lengkap. Statistik menganjurkan bahwa bentuk pengujian yang paling
dapat diandalkan adalah uji fungsi saraf secara langsung.2

Gambar 5 Ekspresi Wajah Penderita Kelumpuhan Saraf Fasialis

2.9. Penatalaksanaan
Pengobatan terhadap kelumpuhan saraf VII dapat dikelompokkan dalam 3
bagian:1,2,8
1. Pengobatan terhadap kelumpuhan saraf fasialis
A. Fisioterapi
1. Heat Theraphy, Face Massage, Facial Excercise
Basahkan handuk dengan air panas, setelah itu handuk diperas dan
diletakkan dimuka hingga handuk mendingin. Kemudian pasien
diminta untuk memasase otot-otot wajah yang lumpuh terutama
daerah sekitar mata, mulut dan daerah tengah wajah.Masase
dilakukan dengan menggunakan krim wajah dan idealnya juga
dengan menggunakan alat penggetar listrik. Setelah itu pasien
diminta untuk berdiri didepan cermin dan melakukan beberapa
latihan wajah seperti mengangkat alis mata, memejamkan kedua
mata kuat-kuat, mengangkat dan mengerutkan hidung, bersiul,
menggembungkan pipi dan menyeringai.3,8Kegiatan ini dilakukan
selama 5 menit 2 kali sehari.3
2. Electrical Stimulation
Stimulasi energi listrik dengan aliran galvanic berenergi lemah. 2
Tindakan ini bertujuan untuk memicu kontraksi buatan pada otot-
otot yang lumpuh dan juga berfungsi untuk mempertahankan aliran
darah serta tonus otot.8
B. Farmakologi
Obat-obatan yang dapat diberikan dalam penatalaksanaan kelumpuhan
saraf fasialis antara lain8:
1. Asam Nikotinik
Pada kelumpuhan saraf fasialis yang dikarenakan iskemiaAsam
nikotinik dan obat-obatan yang bekerja menghambat ganglion
simpatik servikal digunakan untuk memicu vasodilatasi sehingga
dapat meningkatkan suplai darah ke saraf fasialis.
2. Vasokonstriktor, Antimikroba
Obat ini diberikan pada kelumpuhan saraf fasialis yang disebabkan
oleh kompresi saraf fasialis pada kanal falopi. Obat ini bekerja
mengurangi bendungan , pembengkakkan, dan inflamasi pada
keadaan diatas.
3. Steroid
Obat ini diberikan untuk mengurangi proses inflamasi yang
menyebabkan Bells Palsy.
4. Sodium Kromoglikat
Diberikan pada kelumpuhan saraf fasialis jika dipikirkan adanya
reaksi alergi.
5. Antivirus
Baru-baru ini antivirus diberikan dengan atau tanpa penggunaan
prednisone secara simultan.

C. Pengobatan Psikofisikal
Akupuntur, biofeedback, dan electromyographic feedback
dilaporkan dapat membantu pentembuhan Bells Palsy.8
2. Pengobatan Sekuele ( Gejala Sisa )
Pengobatan terhadap gejala sisa yang dapat dilakukan antara lain 8:
A. Depresi
Pasien dengan kelumpuhan saraf fasialis memiliki ketakutan bahwa
mereka memiliki penyakit yang mengancam jiwa ataupun penyakit
yang melibatkan pembuluh darah otak. Konseling dan terapi
kelompok yang melibatkan penderita dengan usia yang sama terbukti
efektif untuk mengatasi depresi tersebut.
B. Nyeri
Sebagian pasien dengan Bells Palsy dan hampir seluruh pasien
dengan Herpes Zooster Cephalic merasakan nyeri. Nyeri ini dapat
diatasi dengan analgesic non-narkotik. Dapat diberikan steroid dengan
dosis awal 1 mg/ kg BB/ hari dan tapering off setelah 10 hari
penggunaan.
C. Perawatan Mata
Secara umum, Perawatan mata ditujukan untuk menjaga kelembaban
mata agar tidak terjadi keratitis dan kerusakan kornea. Pasien diminta
untuk mengedipkan mata 2 sampai 4 kali permenit disamping
penggunaan obat tetes mata.

3. Indikasi Untuk Operasi


Pada kasus dengan gangguan hantaran berat atau sudah terjadi denervasi
total, tindakan operatif segera harus dilakukan dengan teknik dekompresi
saraf fasialis transmastoid.1

2.10. Komplikasi
Setelah kelumpuhan fasial perifer, regenerasi saraf yang rusak, terutama serat
otonom dapat sebagian atau pada arah yang salah. Serat yang terlindung mungkin
memberikan akson baru yang tumbuh ke dalam bagian yang rusak. Persarafan
baru yang abnormal ini, dapat menjelaskan kontraktur atau sinkinesis (gerakan
yang berhubungan) dalam otot-otot mimik wajah6.
Sindrom air mata buaya (refleks gastrolakrimalis paradoksikal) tampaknya
didasarkan oleh persarafan baru yang salah. Di perkirakan bahwa serat sekretoris
untuk kelenjar air liur tumbuh ke dalam selubung Schwann dari serat yang cedera
yang berdegenerasi dan pada asalnya serat tersebut bertanggung jawab untuk
glandula lakrimalis6.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Kelumpuhan saraf fasialis merupakan kelumpuhan yang meliputi otot-otot wajah,
dapat terjadi sentral dan perifer. Kelumpuhan dapat diakibatkan oleh kelainan
congenital, infeksi, tumor, trauma, gangguan pembuluh darah, idiopatik, dan
penyakit-penyakit tertentu yang dapat mengakibatkan deformitas kosmetik dan
fungsional yang berat. Kelainan ini dapat diobati dengan fisioterapi, farmakologi,
dan psikofisikal serta operasi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjarifuddin, Bashiruddin J, Bramantyo B. Kelumpuhan Nervus Fasialis


Perifer. Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
Leher. 6th ed. Jakarta : Balai Penerbit FK-UI, 2007: Hal. 114-117
2. Maisel R, Levine S. Gangguan Saraf Fasialis. Dalam Boies Buku Ajar
Penyakit THT edisi 6. Jakarta : EGC, 1997.
3. K.J.Lee. Essential Otolaryngology and Head and Neck Surgery. IIIrd Edition,
Chapter 10 : Facial Nerve Paralysis, 2006.
4. Facial Nerve Anatomy : Diakses dari http/facialparalysisinstitute.com. Mei 2012
5. SM. Lumbantobing. Neurologi Klinik, Pemeriksaan Fisik dan Mental.
Jakarta : Balai Penerbit FK-UI, 2006.
6. Peter Duus. Diagnosis Topik Neurologi Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala.
Jakarta : Balai Pustaka, 1996.
7. John YS Kim. Facial Nerve Paralysis. Diakses dari
www.emedicine.com/plastic/topic522.htm. Mei 2012
8. May, Mark and Barry M. Schaizkin. The Facial Nerve. New York : Thieme,
2000.

Anda mungkin juga menyukai