Oleh :
I PUTU MANANITIA
Konsulen Pembimbing :
dr Yoyo Sulaksana, Sp.THT
dr Yohanis Yan Runtung, Sp THT
dr Arroyan Wardhana, Sp THT
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas seluruh bimbingan dan kasih
karunia-Nya , sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul Parese
Nervus Fasialis.
Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas akhir kepanitraan ilmu
penyakit THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara di Rumah Sakit
Pelabuhan Jakarta, periode 9 November 2015- 12 Desember 2015. Semoga referat
ini dapat membantu proses pembelajaran di bidang THT.
Kami sebagai penulis bersyukur atas selesainya tugas ini. Hal ini tidak
terlepas dari dukungan serta keterlibatan berbagai pihak dan pada kesempatan ini
kami ingin berterima kasih kepada:
KATA PENGANTAR......................................................................................... i
DAFTAR ISI....................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang.......................................................................... 1
1.2 Batasan Masalah....................................................................... 2
1.3 Metode Penulisan ..................................................................... 2
1.4 Tujuan Penulisan....................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA................................................................... 3
2.1 Definisi...................................................................................... 3
2.2 Epidemiologi............................................................................. 3
2.3 Anatomi dan Fisiologi Nervus Fasialis..................................... 3
2.4 Etiologi ..................................................................................... 3
2.5 Manifestasi Klinis..................................................................... 6
2.6 Klasifikasi Parese Fasialis......................................................... 11
2.7 Uji Diagnostik........................................................................... 12
2.8 Pemeriksaan Penunjang............................................................ 17
2.9 Penatalaksanaan........................................................................ 19
2.10 Komplikasi................................................................................ 21
BAB 3 PENUTUP......................................................................................... 23
3.1 Kesimpulan.................................................................................. 23
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 24
BAB I
PENDAHULUAN
2.1. Definisi
Kelumpuhan saraf fasialis (N VII) merupakan kelumpuhan otot-otot wajah
dimana pasien tidak atau kurang dapat menggerakkan otot wajah, sehingga wajah
pasien tidak simetris. Hal ini tampak sekali ketika pasien diminta untuk
menggembungkan pipi dan mengerutkan dahi.1
2.2 Epidemiologi
Foester melaporkan bahwa kerusakan saraf fasialis sebanyak 120 dari 3907 kasus
(3%) dari seluruh trauma kepala saat Perang Dunia I. Friedman dan Merit
menemukan sekitar 7 dari 430 kasus trauma kepala. Adapun kelumpuhan saraf
fasialis yang tidak diketahui penyebabnya (Bells Palsy) sekitar 20-30 kasus per
100.000 penduduk pertahun, sekitar 60-75% dari semua kasus merupakan
paralysis nervus fasialis unilateral.3
Insiden pada laki-laki dan perempuan sama, namun rata-rata muncul pada
usia 40 tahun meskipun penyakit ini dapat timbul di semua umur. Insiden terendah
adalah pada anak di bawah 10 tahun, meningkat pada umur di atas 70 tahun.
Frekuensi kelumpuhan saraf fasialis kanan dan kiri sama. Kausa tumor merupakan
hal yang jarang, hanya sekitar 5% dari semua kasus kelumpuhan saraf fasialis.3
1. Saraf fasialis propius: yaitu saraf fasialis yang murni untuk mempersarafi
otot-otot ekspresi wajah, otot platisma, stilohioid, digastrikus bagian posterior
dan stapedius di telinga tengah.
2. Saraf intermediet (pars intermedius wisberg), yaitu subdivisi saraf yang lebih
tipis yang membawa saraf aferen otonom, eferen otonom, aferen somatis.
- Aferen otonom: mengantar impuls dari alat pengecap di dua pertiga depan
lidah. Sensasi pengecapan dari 2/3 bagian depan lidah dihantar melalui
saraf lingual ke korda timpani dan kemudian ke ganglion genikulatum dan
kemudian ke nukleus traktus solitarius.
- Eferen otonom (parasimpatik eferen): datang dari nukleus salivatorius
superior. Terletak di kaudal nukleus. Satu kelompok akson dari nukleus ini,
berpisah dari saraf fasilalis pada tingkat ganglion genikulatum dan
diperjalanannya akan bercabang dua yaitu ke glandula lakrimalis dan
glandula mukosa nasal. Kelompok akson lain akan berjalan terus ke
kaudal dan menyertai korda timpani serta saraf lingualis ke ganglion
submandibularis. Dari sana, impuls berjalan ke glandula sublingualis dan
submandibularis, dimana impuls merangsang salivasi.
- Aferen somatik: rasa nyeri (dan mungkin juga rasa suhu dan rasa raba) dari
sebagian daerah kulit dan mukosa yang disarafi oleh saraf trigeminus.
Daerah overlapping (disarafi oleh lebih dari satu saraf atau tumpang
tindih) ini terdapat di lidah, palatum, meatus akustikus eksterna, dan
bagian luar membran timpani.
Inti motorik saraf VII terletak di pons. Serabutnya mengitari saraf VI, dan
keluar di bagian lateral pons. Saraf intermedius keluar di permukaan lateral pons
di antara saraf VII dan saraf VIII. Ketiga saraf ini bersama-sama memasuki
meatus akustikus internus. (lihat gambar 2) Di dalam meatus ini, saraf fasialis dan
intermediet berpisah dari saraf VIII dan terus ke lateral dalam kanalis fasialis,
kemudian ke atas ke tingkat ganglion genikulatum. Pada ujung akhir kanalis ,
saraf fasialis meninggalkan kranium melalui foramen stilomastoideus. Dari titik
ini, serat motorik menyebar di atas wajah. Dalam melakukan penyebaran itu,
beberapa melubangi glandula parotis.5,6
Gambar 1 Bagan Saraf Fasialis
2.4. Etiologi
Penyebab kelumpuhan saraf fasialis bisa disebabkan oleh kelainan congenital,
infeksi, tumor, trauma, gangguan pembuluh darah, idiopatik, dan penyakit-
penyakit tertentu.1,3
1. Kongenital
2. Infeksi
Proses infeksi di intracranial atau infeksi telinga tengah dapat
menyebabkan kelumpuhan saraf fasialis. Infeksi intracranial yang
menyebabkan kelumpuhan ini seperti pada Sindrom Ramsay-Hunt, Herpes
otikus. Infeksi Telinga tengah yang dapat menimbulkan kelumpuhan saraf
fasialis adalah otitis media supuratif kronik ( OMSK ) yang telah merusak
Kanal Fallopi.1
3. Tumor
4. Trauma
Kelumpuhan saraf fasialis bisa terjadi karena trauma kepala, terutama jika
terjadi fraktur basis cranii, khususnya bila terjadi fraktur longitudinal.
Selain itu luka tusuk, luka tembak serta penekanan forsep saat lahir juga
bisa menjadi penyebab. Saraf fasialis pun dapat cedera pada operasi
mastoid, operasi neuroma akustik/neuralgia trigeminal dan operasi
kelenjar parotis.2
Otot-otot bagian atas wajah mendapat persarafan dari 2 sisi. Karena itu, terdapat
perbedaan antara gejala kelumpuhan saraf VII jenis sentral dan perifer. Pada
gangguan sentral, sekitar mata dan dahi yang mendapat persarafan dari 2 sisi,
tidak lumpuh ; yang lumpuh ialah bagian bawah dari wajah. Pada gangguan N VII
jenis perifer (gangguan berada di inti atau di serabut saraf) maka semua otot sesisi
wajah lumpuh dan mungkin juga termasuk cabang saraf yang mengurus
pengecapan dan sekresi ludah yang berjalan bersama N. Fasialis.5
Pada lesi motor neuron, semua gerakan otot wajah, baik yang volunter
maupun yang involunter, lumpuh. Lesi supranuklir (upper motor neuron) saraf VII
sering merupakan bagian dari hemiplegia. Hal ini dapat dijumpai pada strok dan
lesi-butuh-ruang (space occupying lesion) yang mengenai korteks motorik,
kapsula interna, talamus, mesensefalon dan pons di atas inti saraf VII. Dalam hal
demikian pengecapan dan salivasi tidak terganggu. Kelumpuhan saraf VII
supranuklir pada kedua sisi dapat dijumpai pada paralisis pseudobulber. 5
Gambar 3 Persarafan Otot Wajah , Perasat Otot wajah disebabkan oleh lesi UMN dan LMN nervus
VII.
Gejala dan tanda klinik yang berhubungan dengan lokasi lesi . (Lihat gambar 4) 3,6
Mulut tertarik kearah sisi mulut yang sehat, makan terkumpul di antara pipi
dan gusi. Lipatan kulit dahi menghilang. Apabila mata yang terkena tidak
ditutup atau tidak dilindungi maka air mata akan keluar terus menerus.
Gejala dan tanda klinik seperti pada (1), ditambah dengan hilangnya
ketajaman pengecapan lidah (2/3 bagian depan) dan salivasi di sisi yang
terkena berkurang. Hilangnya daya pengecapan pada lidah menunjukkan
terlibatnya saraf intermedius, sekaligus menunjukkan lesi di antara pons dan
titik dimana korda timpani bergabung dengan saraf fasialis di kanalis
fasialis.
3. Lesi di kanalis fasialis lebih tinggi lagi (melibatkan muskulus
stapedius)
Gejala dan tanda klinik seperti (1) dan (2) di tambah dengan hiperakusis.
Gejala dan tanda kilinik seperti pada (1),(2),(3) disertai dengan nyeri di
belakang dan didalam liang telinga, dan kegagalan lakrimal. Kasus seperti
ini dapat terjadi pascaherpes di membrana timpani dan konka. Sindrom
Ramsay-Hunt adalah kelumpuhan fasialis perifer yang berhubungan dengan
herpes zoster di ganglion genikulatum. Tanda-tandanya adalah herpes zoster
otikus , dengan nyeri dan pembentukan vesikel dalam kanalis auditorius dan
dibelakang aurikel (saraf aurikularis posterior), terjadi tinitus, kegagalan
pendengaran, gangguan pengecapan, pengeluaran air mata dan salivasi.
Gejala dan tanda klinik seperti diatas ditambah dengan tuli akibat
terlibatnya nervus akustikus.
Gejala dan tanda klinik sama dengan diatas, disertai gejala dan tanda
terlibatnya saraf trigeminus, saraf akustikus dan kadang kadang juga saraf
abdusen, saraf aksesorius dan saraf hipoglossus.
Gambar 4. komponen serat saraf fasialis dan intermediet dan tanda-tanda kerusakan segmen
individualnya
II Disfungsi ringan Kelemahan yang sedikit yang terlihat pada inspeksi dekat, bisa
ada sedikit sinkinesis.
Pada istirahat simetri dan selaras.
Pergerakan dahi sedang sampai baik
Menutup mata dengan usaha yang minimal
Terdapat sedikit asimetris pada mulut jika melakukan
pergerakan
III Disfungsi sedang Terlihat tapi tidak tampak adanya perbedaan antara kedua sisi
Adanya sinkinesis ringan
Dapat ditemukam spasme atau kontraktur hemifasial
Pada istirahat simetris dan selaras
Pergerakan dahi ringan sampai sedang
Menutup mata dengan usaha
Mulut sedikit lemah dengan pergerakan yang maksimum
IV Disfungsi sedang Tampak kelemahan bagian wajah yang jelas dan asimetri
berat Kemampuan menggerakkan dahi tidak ada
Tidak dapat menutup mata dengan sempurna
Mulut tampak asimetris dan sulit digerakkan.
Pada tiap gerakan dari ke 10 otot tersebut, kita bandingkan antara kanan
dan kiri :
a. Untuk gerakan yang normal dan simetris dinilai dengan angka tiga
(3)
b. Sedikit ada gerakan dinilai dengan angka satu ( 1 )
c. Diantaranya dinilai dengan angka dua ( 2 )
d. Tidak ada gerakan sama sekali dinilai dengan angka nol ( 0 )
Seluruh otot ekspresi tiap sisi muka dalam keadaan normal akan
mempunyai nilai tiga puluh ( 30 ).1
2. Tonus
Pada keadaan istirahat tanpa kontraksi maka tonus otot menentukan
terhadap kesempurnaan mimic / ekspresi muka. Freyss menganggap
penting akan fungsi tonus sehingga mengadakan penilaian pada setiap
tingkatan kelompok otot muka, bukan pada setiap otot. Cawthorne
mengemukakan bahwa tonus yang jelek memberikan gambaran
prognosis yang jelek. Penilaian tonus seluruhnya berjumlah lima belas
(15) yaitu seluruhnya terdapat lima tingkatan dikalikan tiga untuk setiap
tingkatan. Apabila terdapat hipotonus maka nilai tersebut dikurangi satu
(-1) sampai minus dua (-2) pada setiap tingkatan tergantung dari
gradasinya.1
3. Gustometri
Sistem pengecapan pada 2/3 anterior lidah dipersarafi oleh n. Korda
timpani, salah satu cabang saraf fasialis.1 Kerusakan pada N VII
sebelum percabangan korda timpani dapat menyebabkan ageusi
(hilangnya pengecapan).2
Pemeriksaan dilakukan dengan cara penderita disuruh
menjulurkan lidah, kemudian pemeriksa menaruh bubuk gula, kina,
asam sitrat atau garam pada lidah penderita. Hali ini dilakukan secara
bergiliran dan diselingi istirahat. Bila bubuk ditaruh, penderita tidak
boleh menarik lidahnya ke dalam mulut, sebab bubuk akan tersebar
melalui ludah ke sisis lidah lainnya atau ke bagian belakang lidah yang
persarafannya diurus oleh saraf lain. Penderita disuruh untuk
menyatakan pengecapan yang dirasakannya dengan isyarat, misalnya 1
untuk rasa manis, 2 untuk rasa pahit, 3 untuk rasa asin, dan 4 untuk
rasa asam.2
Pada pemeriksaan fungsi korda timpani adalah perbedaan
ambang rangsang antara kanan dan kiri. Freyss menetapkan bahwa
beda 50% antara kedua sisi adalah patologis.1
4. Salivasi
Pemeriksaan uji salivasi dapat dilakukan dengan melakukan kanulasi
kelenjar submandibularis. Caranya dengan menyelipkan tabung
polietilen no 50 kedalam duktus Wharton. Sepotong kapas yang telah
dicelupkan kedalam jus lemon ditempatkan dalam mulut dan
pemeriksa harus melihat aliran ludah pada kedua tabung. Volume dapat
dibandingkan dalam 1 menit. Berkurangnya aliran ludah sebesar 25 %
dianggap abnormal. Gangguan yang sama dapat terjadi pada jalur ini
dan juga pengecapan, karena keduanya ditransmisi oleh saraf korda
timpani.2
6. Refleks Stapedius
Untuk menilai reflex stapedius digunakan elektoakustik impedans
meter, yaitu dengan cara memberikan ransangan pada muskulus
stapedius yang bertujuan untuk mengetahui fungsi N. stapedius cabang
N.VII.
7. Uji audiologik
Setiap pasien yang menderita paralisis saraf fasialis perlu menjalani
pemeriksaan audiogram lengkap. Pengujian termasuk hantaran udara
dan hantaran tulang, timpanometri dan reflex stapes. Fungsi saraf
cranial kedelapan dapat dinilai dengan menggunakan uji respon
auditorik yang dibangkitkan dari batang otak. Uji ini bermanfaat dalam
mendeteksi patologi kanalis akustikus internus. Suatu tuli konduktif
dapat memberikan kesan suatu kelainan dalam telinga tengah, dan
dengan memandang syaraf fasialis yang terpapar pada daerah ini, perlu
dipertimbangkan suatu sumber infeksi. Jika terjadi kelumpuhan saraf
ketujuh pada waktu otitis media akut, maka mungkin gangguan saraf
pada telinga tengah. Pengujian reflek dapat dilakukan pada telinga
ipsilateral atau kontralateral dengan menggunakan suatu nada yang
keras, yang akan membangkitkan respon suatu gerakan reflek dari otot
stapedius. Gerakan ini mengubah tegangan membrane timpani dan
menyebabkan perubahan impedansi rantai osikular. Jika nada tersebut
diperdengarkan pada belahan telinga yang normal, dan reflek ini pada
perangsangan kedua telinga mengesankan suatu kelainan pada bagian
aferen saraf kranialis.2
8. Sinkinesis
Sinkinesis menetukan suatu komplikasi dari kelumpuhan saraf fasialis
yang sering kita jumpai. Cara mengetahui ada tidaknya sinkinesis
adalah sebagai berikut :1
9. Hemispasme
Hemispasme merupakan suatu komplikasi yang sering dijumpai pada
penyembuhan kelumpuhan fasialis yang berat. Diperiksa dengan cara
penderita diminta untuk melakukan gerakan-gerakan bersahaya seperti
mengedip-ngedipkan mata berulang-ulang maka bibir akan jelas
tampak gerakan otot-otot pada sudut bibir bawah atau sudut mata
bawah. Pada penderita yang berat kadang-kadang otot-otot platisma di
daerah leher juga ikut bergerak. Untuk setiap gerakan hemispasme
dinilai dengan angka (-1).1
Fungsi motorik otot-otot tiap sisi wajah orang normal
seluruhnya berjumlah lima puluh (50) atau 100%. Gradasi paresis
fasialis dibandingkan dengan nilai tersebut dikalikan dua untuk
persentasenya.1
2. Elektroneuronografi (ENOG)
ENOG memberi informasi lebih awal dibandingkan dengan EMG.
ENOG melakukan stimulasi pada satu titik dan pengukuran EMG
pada satu titik yang lebih distal dari saraf. Kecepatan hantaran saraf
dapat diperhitungkan. Bila terdapat reduksi 90% pada ENOG bila
dibandingkan dengan sisi lainnya dalam sepuluh hari, maka
kemungkinan sembuh juga berkurang secara bermakna. Fisch Eselin
melaporkan bahwa suatu penurunan sebesar 25 persen berakibat
penyembuhan tidak lengkap pada 88 persen pasien mereka, sementara
77 persen pasien yang mampu mempertahankan respons di atas angka
tersebut mengalami penyembuhan normal saraf fasialis.2
3. Uji Stimulasi Maksimal
Uji stimulasi merupakan suatu uji dengan meletakkan sonde
ditekankan pada wajah di daerah saraf fasialis. Arus kemudian
dinaikkan perlahan-lahan hingga 5 ma, atau sampai pasien merasa
tidak nyaman. Dahi, alis, daerah periorbital, pipi, ala nasi, dan bibir
bawah diuji dengan menyapukan elektroda secara perlahan. Tiap
gerakan di daerah-daerah ini menunjukkan suatu respons normal.
Perbedaan respons yang kecil antara sisi yang normal dengan sisi yang
lumpuh dianggap sebagai suatu tanda kesembuhan. Penurunan yang
nyata adalah apabila terjadi kedutan pada sisi yang lumpuh dengan
besar arus hanya 25 persen dari arus yang digunakan pada sisi yang
normal. Bila dibandingkan setelah 10 hari, 92 persen penderita Bells
Palsy kembali dapat melakukan beberapa fungsi. Bila respon elektris
hilang, maka 100 persen akan mengalami pemulihan fungsi yang tidak
lengkap. Statistik menganjurkan bahwa bentuk pengujian yang paling
dapat diandalkan adalah uji fungsi saraf secara langsung.2
2.9. Penatalaksanaan
Pengobatan terhadap kelumpuhan saraf VII dapat dikelompokkan dalam 3
bagian:1,2,8
1. Pengobatan terhadap kelumpuhan saraf fasialis
A. Fisioterapi
1. Heat Theraphy, Face Massage, Facial Excercise
Basahkan handuk dengan air panas, setelah itu handuk diperas dan
diletakkan dimuka hingga handuk mendingin. Kemudian pasien
diminta untuk memasase otot-otot wajah yang lumpuh terutama
daerah sekitar mata, mulut dan daerah tengah wajah.Masase
dilakukan dengan menggunakan krim wajah dan idealnya juga
dengan menggunakan alat penggetar listrik. Setelah itu pasien
diminta untuk berdiri didepan cermin dan melakukan beberapa
latihan wajah seperti mengangkat alis mata, memejamkan kedua
mata kuat-kuat, mengangkat dan mengerutkan hidung, bersiul,
menggembungkan pipi dan menyeringai.3,8Kegiatan ini dilakukan
selama 5 menit 2 kali sehari.3
2. Electrical Stimulation
Stimulasi energi listrik dengan aliran galvanic berenergi lemah. 2
Tindakan ini bertujuan untuk memicu kontraksi buatan pada otot-
otot yang lumpuh dan juga berfungsi untuk mempertahankan aliran
darah serta tonus otot.8
B. Farmakologi
Obat-obatan yang dapat diberikan dalam penatalaksanaan kelumpuhan
saraf fasialis antara lain8:
1. Asam Nikotinik
Pada kelumpuhan saraf fasialis yang dikarenakan iskemiaAsam
nikotinik dan obat-obatan yang bekerja menghambat ganglion
simpatik servikal digunakan untuk memicu vasodilatasi sehingga
dapat meningkatkan suplai darah ke saraf fasialis.
2. Vasokonstriktor, Antimikroba
Obat ini diberikan pada kelumpuhan saraf fasialis yang disebabkan
oleh kompresi saraf fasialis pada kanal falopi. Obat ini bekerja
mengurangi bendungan , pembengkakkan, dan inflamasi pada
keadaan diatas.
3. Steroid
Obat ini diberikan untuk mengurangi proses inflamasi yang
menyebabkan Bells Palsy.
4. Sodium Kromoglikat
Diberikan pada kelumpuhan saraf fasialis jika dipikirkan adanya
reaksi alergi.
5. Antivirus
Baru-baru ini antivirus diberikan dengan atau tanpa penggunaan
prednisone secara simultan.
C. Pengobatan Psikofisikal
Akupuntur, biofeedback, dan electromyographic feedback
dilaporkan dapat membantu pentembuhan Bells Palsy.8
2. Pengobatan Sekuele ( Gejala Sisa )
Pengobatan terhadap gejala sisa yang dapat dilakukan antara lain 8:
A. Depresi
Pasien dengan kelumpuhan saraf fasialis memiliki ketakutan bahwa
mereka memiliki penyakit yang mengancam jiwa ataupun penyakit
yang melibatkan pembuluh darah otak. Konseling dan terapi
kelompok yang melibatkan penderita dengan usia yang sama terbukti
efektif untuk mengatasi depresi tersebut.
B. Nyeri
Sebagian pasien dengan Bells Palsy dan hampir seluruh pasien
dengan Herpes Zooster Cephalic merasakan nyeri. Nyeri ini dapat
diatasi dengan analgesic non-narkotik. Dapat diberikan steroid dengan
dosis awal 1 mg/ kg BB/ hari dan tapering off setelah 10 hari
penggunaan.
C. Perawatan Mata
Secara umum, Perawatan mata ditujukan untuk menjaga kelembaban
mata agar tidak terjadi keratitis dan kerusakan kornea. Pasien diminta
untuk mengedipkan mata 2 sampai 4 kali permenit disamping
penggunaan obat tetes mata.
2.10. Komplikasi
Setelah kelumpuhan fasial perifer, regenerasi saraf yang rusak, terutama serat
otonom dapat sebagian atau pada arah yang salah. Serat yang terlindung mungkin
memberikan akson baru yang tumbuh ke dalam bagian yang rusak. Persarafan
baru yang abnormal ini, dapat menjelaskan kontraktur atau sinkinesis (gerakan
yang berhubungan) dalam otot-otot mimik wajah6.
Sindrom air mata buaya (refleks gastrolakrimalis paradoksikal) tampaknya
didasarkan oleh persarafan baru yang salah. Di perkirakan bahwa serat sekretoris
untuk kelenjar air liur tumbuh ke dalam selubung Schwann dari serat yang cedera
yang berdegenerasi dan pada asalnya serat tersebut bertanggung jawab untuk
glandula lakrimalis6.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kelumpuhan saraf fasialis merupakan kelumpuhan yang meliputi otot-otot wajah,
dapat terjadi sentral dan perifer. Kelumpuhan dapat diakibatkan oleh kelainan
congenital, infeksi, tumor, trauma, gangguan pembuluh darah, idiopatik, dan
penyakit-penyakit tertentu yang dapat mengakibatkan deformitas kosmetik dan
fungsional yang berat. Kelainan ini dapat diobati dengan fisioterapi, farmakologi,
dan psikofisikal serta operasi.
DAFTAR PUSTAKA