Anda di halaman 1dari 19

BAB 1

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Konsep Dasar Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)


1.1.1 Pengertian
Benigna Prostat Hiperplasia adalah hiperplasia kelenjer periuretra yang
mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah
(Mansjoer, 2009).
Benigna Prostat Hiperplasia adalah kelenjar prostat bila mengalami
pembesaran, organ ini dapat menyumbat uretra pars prostatika dan menyebabkan
terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli (Sudoyo, 2009).
Benigna Prostat Hiperplasia adalah kelenjar prostat mengalami,
memanjang keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan
menutupi orifisium uretra (Brunner & suddarth, 2008). Benigna Prostat
Hiperplasia adalah penyakit yang disebabkan oleh penuaan (Price, 2006)
Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) adalah pembesaran jinak kelenjar
prostat, disebabkan oleh karena hiperplasia beberapa atau semua komponen
prostat meliputi jaringan kelenjar/jaringan fibromuskuler yang menyebabkan
penyumbatan uretra pars prostatika (Lab/UPF Ilmu Bedah RSUD dr.
Sutomo, 2004).
Pendapat lain mengatakan bahwa BPH adalah pembesaran progresif
dari kelenjar prostat (secara umum pada pria lebih tua dari 60 tahun)
menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran
urinarius (DoEnges, 2000).
Dari pengertian di atas maka penulis menyimpulkan bahwa BPH adalah
pembesaran progresif dari kelenjar prostat, bersifat jinak disebabkan oleh
hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat yang mengakibatkan
penyumbatan prostatika dan umumnya terjadi pada pria dewasa lebih dari 60
tahun dan dapat menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan
aliran urinarius. Obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius artinya
terjadinya penyumbatan yang mengakibatkan hambatan buang air kecil sehingga
melebihi ukuran normal.
1.1.2 Etiologi
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti etiologi/penyebab
terjadinya BPH, namun beberapa hipotesisi menyebutkan bahwa BPH erat
kaitanya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses menua.
Terdapat perubahan mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria usia 30-40
tahun. Bila perubahan mikroskopik ini berkembang, akan terjadi perubahan
patologik anatomi yang ada pada pria usia 50 tahun, dan angka kejadiannya
sekitar 50%, untuk usia 80 tahun angka kejadianya sekitar 80%, dan usia 90 tahun
sekiatr 100% (Sudoyo, 2009).
Etiologi yang belum jelas maka melahirkan beberapa hipotesa yang diduga
menjadi penyebab timbulnya Benigna Prosat, teori penyebab BPH menurut
Sudoyo (2009) meliputi, Teori Dehidrotestosteron (DHT), teori hormon
(ketidakseimbangan antara estrogen dan testosteron), faktor interaksi stroma dan
epitel-epitel, teori berkurangnya kematian sel (apoptosis), teori sel stem.
1) Teori Dehidrotestosteron (DHT)
Dehidrotestosteron/ DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting
pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Aksis hipofisis testis dan reduksi
testosteron menjadi dehidrotestosteron (DHT) dalam sel prostad merupakan factor
terjadinya penetrasi DHT kedalam inti sel yang dapat menyebabkan inskripsi pada
RNA, sehingga dapat menyebabkan terjadinya sintesis protein yang menstimulasi
pertumbuhan sel prostat. Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT
pada BPH tidak jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja
pada BPH, aktivitas enzim 5alfa reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih
banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan sel-sel prostat pada BPH lebih sensitive
terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan
prostat normal.
2) Teori hormon ( ketidakseimbangan antara estrogen dan testosteron)
Pada usia yang semakin tua, terjadi penurunan kadar testosterone sedangkan
kadar estrogen relative tetap, sehingga terjadi perbandingan antara kadar estrogen
dan testosterone relative meningkat. Hormon estrogen didalam prostat memiliki
peranan dalam terjadinya poliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara
meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel-
sel prostat (apoptosis). Meskipun rangsangan terbentuknya sel-sel baru akibat
rangsangan testosterone meningkat, tetapi sel-sel prostat telah ada mempunyai
umur yang lebih panjang sehingga masa prostat jadi lebih besar.
3) Faktor interaksi Stroma dan epitel epitel.
Diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak langsung
dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator yang disebut Growth factor.
Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel
stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel
stroma itu sendiri intrakrin dan autokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel
parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya poliferasi sel-sel epitel maupun
sel stroma. Basic Fibroblast Growth Factor (bFGF) dapat menstimulasi sel stroma
dan ditemukan dengan konsentrasi yang lebih besar pada pasien dengan
pembesaran prostad jinak. bFGF dapat diakibatkan oleh adanya mikrotrauma
karena miksi, ejakulasi atau infeksi.
4) Teori berkurangnya kematian sel (apoptosis)
Progam kematian sel (apoptosis) pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik
untuk mempertahankan homeostatis kelenjar prostat. Pada apoptosis terjadi
kondensasi dan fragmentasi sel, yang selanjutnya sel-sel yang mengalami
apoptosis akan difagositosis oleh sel-sel di sekitarnya, kemudian didegradasi oleh
enzim lisosom. Pada jaringan normal, terdapat keseimbangan antara laju poliferasi
sel dengan kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai pada
prostat dewasa, penambahan jumlah sel-sel prostat baru dengan yang mati dalam
keadaan seimbang. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat baru dengan prostat yang
mengalami apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan
menjadi meningkat, sehingga terjadi pertambahan masa prostat.
5) Teori sel stem
Sel-sel yang telah apoptosis selalu dapat diganti dengan sel-sel baru.
Didalam kelenjar prostat istilah ini dikenal dengan suatu sel stem, yaitu sel yang
mempunyai kemampuan berpoliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini sangat
tergantung pada keberadaan hormone androgen, sehingga jika hormone androgen
kadarnya menurun, akan terjadi apoptosis. Terjadinya poliferasi sel-sel BPH
dipostulasikan sebagai ketidaktepatan aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi
yang berlebihan sel stroma maupun sel epitel.

1.1.3 Patofisiologi
Hiperplasia prostat adalah pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa
majemuk dalam prostat, pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian periuretral
sebagai proliferasi yang terbatas dan tumbuh dengan menekan kelenjar normal
yang tersisa. Jaringan hiperplastik terutama terdiri dari kelenjar dengan stroma
fibrosa dan otot polos yang jumlahnya berbeda-beda. Proses pembesaran prostat
terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada saluran kemih juga terjadi
secara perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat,
resistensi pada leher buli-buli dan daerah prostat meningkat, serta otot destrusor
menebal dan merenggang sehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase penebalan
destrusor disebut fase kompensasi, keadaan berlanjut, maka destrusor menjadi
lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk
berkontraksi/terjadi dekompensasi sehingga terjadi retensi urin. Pasien tidak bisa
mengosongkan vesika urinaria dengan sempurna, maka akan terjadi statis urin.
Urin yang statis akan menjadi alkalin dan media yang baik untuk pertumbuhan
bakteri (Price, 2006).
Obstruksi urin yang berkembang secara perlahan-lahan dapat
mengakibatkan aliran urin tidak deras dan sesudah berkemih masih ada urin yang
menetes, kencing terputus-putus (intermiten), dengan adanya obstruksi maka
pasien mengalami kesulitan untuk memulai berkemih (hesitansi). Gejala iritasi
juga menyertai obstruksi urin. Vesika urinarianya mengalami iritasi dari urin yang
tertahan tertahan didalamnya sehingga pasien merasa bahwa vesika urinarianya
tidak menjadi kosong setelah berkemih yang mengakibatkan interval disetiap
berkemih lebih pendek (nokturia dan frekuensi), dengan adanya gejala iritasi
pasien mengalami perasaan ingin berkemih yang mendesak/ urgensi dan nyeri saat
berkemih /disuria (Sudoyo, 2009).
Tekanan vesika yang lebih tinggi daripada tekanan sfingter dan obstruksi,
akan terjadi inkontinensia paradoks. Retensi kronik. menyebabkan refluk vesiko
ureter, hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal
dipercepat bila terjadi infeksi. Pada waktu miksi penderita harus mengejan
sehingga lama kelamaan menyebabkan hernia atau hemoroid. Karena selalu
terdapat sisa urin, dapat menyebabkan terbentuknya batu endapan didalam
kandung kemih. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan
hematuria. Batu tersebut dapat juga menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluk
akan mengakibatkan pielonefritis (Wim de jong, 2005
1.1.4 Pathway Benigna Prostat Hiperplasia

Idiopatik, penuaan

Perubahan kseimbangan estrogen & testosteron


testosteron

Produksi testosteron metrogen menurun dan estrogen meningkat

Simulasi sel stroma


BPH Berpoliferas
yg dipengaruhi
infeksi i

Stimulasi sel stroma oleh pengaruh


GH

Pre operasi Post operasi

Pembesaran prostat Kurangnya informasi pasca bedah prostalektomi

Penyempitan uretra pars prostat


Kurangnya Kurangnya
pengetahuan perawatan Trauma
Urine terhambat Nyeri bekas insisi
BAK
Bakteri mudah
Tekanan intravesika masuk
perdarahan

retensi VU Retensi urine Destensi VU


Resiko tinggi Resiko tinggi
infeksi kekurangan
Otot2 destrusor menebal Nyeri Akut
cairan

Terbentuknya gelisah Terjadi


sakula/trabekula obstruksi

Kondisi tubuh
Kemampuan fungsi VU tdk baik Retensi urine PK Anemia

Cemas
Sensitivitas VU Intoleran
aktivitas
Gangguan pola
Upaya berkemih eliminasi urine
1.1.5 Manifestasi Klinik
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun
keluhan diluar saluran kemih. Menurut Sudoyo (2009) dan tanda dan gejala dari
BPH yaitu : keluhan pada saluran kemih bagian bawah, gejala pada saluran kemih
bagian atas, dan gejala di luar saluran kemih.
1) Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
Gejala obstruksi meliputi : Retensi urin (urin tertahan dikandung kemih
sehingga urin tidak bisa keluar), hesitansi (sulit memulai miksi), pancaran miksi
lemah, Intermiten (kencing terputus-putus), dan miksi tidak puas (menetes setelah
miksi)
a. Gejala iritasi meliputi : Frekuensi, nokturia, urgensi (perasaan ingin miksi
yang sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada saat miksi).
b. Gejala pada saluran kemih bagian atas Keluhan akibat hiperplasi prostat
pada sluran kemih bagian atas berupa adanya gejala obstruksi, seperti nyeri
pinggang, benjolan dipinggang (merupakan tanda dari hidronefrosis), atau
demam yang merupakan tanda infeksi atau urosepsis.
2) Gejala diluar saluran kemih
Pasien datang diawali dengan keluhan penyakit hernia inguinalis atau
hemoroid. Timbulnya penyakit ini dikarenakan sering mengejan pada saan miksi
sehingga mengakibatkan tekanan intraabdominal. Adapun gejala dan tanda lain
yang tampak pada pasien BPH, pada pemeriksaan prostat didapati membesar,
kemerahan, dan tidak nyeri tekan, keletihan, anoreksia, mual dan muntah, rasa
tidak nyaman pada epigastrik, dan gagal ginjal dapat terjadi dengan retensi kronis
dan volume residual yang besar.

1.1.6 Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH antara lain: sering dengan
semakin beratnya BPH, dapat terjadi obstruksi saluran kemih, karena urin tidak
mampu melewati prostat. Hal ini dapat menyebabkan infeksi saluran kemih dan
apabila tidak diobati, dapat mengakibatkan gagal ginjal. (Wim de jong, 2005).
Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik
mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan
peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid.
Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang menambah
keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria
menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat menyebabkan
sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan pyelonefritis (Wim de jong, 2005).
1.1.7 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Mansjoer Arif (2009), pemeriksaan penunjang yang mesti
dilakukan pada pasien dengan BPH adalah :
1) Laboratorium
a. Sedimen Urin
Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi saluran
kemih.
b. Kultur Urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi atau sekaligus menentukan
sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan.
2) Radiologi
a. Foto polos abdomen
Mencari kemungkinan adanya batu saluran kemih atau kalkulosa prostat
dan kadang menunjukan bayangan buli-buli yang penuh terisi urin yang
merupakan tanda dari retensi urin.
b. IVP (Intra Vena Pielografi)
Mengetahui kemungkinan kelainan ginjal atau ureter berupa hidroureter
atau hidronefrosis, memperkirakan besarnya kelenjar prostat, penyakit
pada buli-buli.
c. Ultrasonografi (trans abdominal dan trans rektal)
Untuk mengetahui, pembesaran prostat, volume buli-buli atau mengukur
sisa urin dan keadaan patologi lainnya seperti difertikel, tumor.
d. Systocopy
Untuk mengukur besar prostat dengan mengukur panjang uretra
parsprostatika dan melihat penonjolan prostat ke dalam rektum.
1.1.8 Penatalaksanaan Medik
Menurut Wim de jong (2005), dalam penatalaksanaan pasien dengan BPH
tergantung pada stadium-stadium dari gambaran klinis:
1) Stadium I
Pada stadium ini biasanya belum memerlukan tindakan bedah, diberikan
pengobatan konservatif, misalnya menghambat adrenoresptor alfa seperti
alfazosin dan terazosin. Keuntungan obat ini adalah efek positif segera terhadap
keluhan, tetapi tidak mempengaruhi proses hiperplasi prostat. Sedikitpun
kekurangannya adalah obat ini tidak dianjurkan untuk pemakaian lama.
2) Stadium II
Pada stadium II merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan biasanya
dianjurkan reseksi endoskopi melalui uretra (trans uretra)
3) Stadium III
Pada stadium III reseksi endoskopi dapat dikerjakan dan apabila
diperkirakan prostat sudah cukup besar, sehinga reseksi tidak akan selesai dalam 1
jam. Sebaiknya dilakukan pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka dapat
dilakukan melalui trans vesika, retropubik dan perineal.
4) Stadium IV
Pada stadium IV yang harus dilakukan adalah membebaskan penderita dari
retensi urin total dengan memasang kateter atau sistotomi. Setelah itu, dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut amok melengkapi diagnosis, kemudian terapi definitive
dengan TUR atau pembedahan terbuka.
5) Terapi Bedah
Indikasinya adalah bila retensi urin berulang, hematuria, penurunan fungsi
ginjal, infeksi saluran kemih berulang, divertikel batu saluran kemih, hidroureter,
hidronefrosis jenis pembedahan:
a. TURP (Trans Uretral Resection Prostatectomy)
Yaitu pengangkatan sebagian atau keseluruhan kelenjar prostat melalui
sitoskopi atau resektoskop yang dimasukkan malalui uretra.
b. Prostatektomi Suprapubis
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi yang dibuat pada
kandung kemih.
c. Prostatektomi retropubis
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi pada abdomen bagian
bawah melalui fosa prostat anterior tanpa memasuki kandung kemih.
d. Prostatektomi Peritoneal
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat radikal melalui sebuah insisi diantara
skrotum dan rektum.
e. Prostatektomi retropubis radikal
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat termasuk kapsula, vesikula seminalis
dan jaringan yang berdekatan melalui sebuah insisi pada abdomen bagian bawah,
uretra dianastomosiskan ke leher kandung kemih pada kanker prostat.

1.2 Konsep Dasar Keperawatan


1.2.1 Pengkajian
Pengkajian fokus keperawatan yang perlu diperhatikan pada penderita BPH
merujuk pada teori menurut (Brunner & Suddarth, 2008) ada berbagai macam,
meliputi :
1) Demografi
BPH kebanyakan menyerang pada pria berusia diatas 60 tahun. Hal ini
dapat dikaitakan dengan keberadaan hormonal laki-laki (androgen yaitu
testosteron). Hal ini, didasarkan pada fakta bahwa BPH terjadi ketika seorang
laki-laki hormon estrogen meningkat dan kadar hormon testosteron menurun, dan
ketika jaringan prostat menjadi lebih sensitif terhadap estrogen serta kurang
responsif terhadap : Dihydrotestoterone (DHT) yang merupakan testosteron
eksogen.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Pada pasien BPH keluhan keluhan yang ada adalah frekuensi, nokturia,
urgensi, disuria, pancaran melemah, rasa tidak puas sehabis miksi, hesistensi (sulit
memulai miksi), intermiten (kencing terputus-putus), dan waktu miksi memanjang
dan akhirnya menjadi retensi urine (Brunner & Suddarth, 2008).
3) Riwayat penyakit dahulu
Kaji apakah memilki riwayat infeksi saluran kemih (ISK). Infeksi saluran
kemih dapat terjadi akibat stasis urin, dimana sebagian urin tetap berada dalam
saluran kemih dan berfungsi sebagai media untuk organisme aktif.
4) Pola kesehatan fungsional
a. Eliminasi
Pola eliminasi kaji tentang pola berkemih, termasuk frekuensinya, ragu -
ragu, menetes, pasien harus bangun pada malam hari untuk berkemih (nokturia),
kekuatan sistem perkemihan. Tanyakan pada pasien apakah mengedan untuk
mulai atau mempertahankan aliran kemih.
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Gejala generalisata juga mungkin tampak pada pasien BPH termasuk
keletihan, anoreksia, mual dan muntah dan rasa tidak nyaman pada epigastrik.
c. Pola persepsi dan konsep diri
Meliputi informasi tentang perasaan atau emosi yang dialami atau dirasakan
pasien sebelum pembedahan dan sesudah pembedahan. Apakah pasien cemas
karena kurangnya pengetahuan terhadap prosedur tindakan operasi.
1.2.2 Pemeriksaan Fisik
a. Tekanan darah, nadi dan pernapasan dipantau dan dibandingkan dengan
nilai dasar tanda-tanda vital pre operasi untuk mendeteksi hipotensi.
Perawat juga mengamati pasien terhadap adanya prilaku gelisah, keringat
dingin, pucat, dan setiap peningkatan nadi.
b. Pemeriksaan dilakukan yang berkaitan dengan seperti nyeri pinggang, nyeri
punggung dan rasa tidak nyaman pada abdomen atau suprapubis.
Kemungkinan penyebabnya adalah infeksi, retensi, dan kemungkinan kolik
renalis.
c. Rectal touch / pemeriksaan colok dubur bertujuan untuk menentukan
konsistensi sistem persarafan unit vesiko uretra dan besarnya prostat.
Dengan rectal toucher dapat diketahui derajat dari BPH, yaitu :
a) Derajat I : Beratnya 20 gram.
b) Derajat II : Beratnya antara 20 40 gram.
c) Derajat III : Beratnya > 40 gram.
1.2.3 Diagnosa Keperawatan
1) Retensi urine (akut/ kronik) berhubungan dengan obstruksi mekanik
pembesaran prostat, dekompensasi otot destruktor ketidakmampuan
kandung kemih untuk berkontraksi dengan adekuat.
2) Nyeri (akut) berhubungan dengan iritasi mukosa, distensi kandung kemih.
3) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan pasca obstruksi diuresia
dan drainase cepat kandung kemih yang terlalu distensi secara kronis.
4) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif,
kateter, trauma jaringan, insisi bedah
1.2.4 Intervensi Keperawatan
1) Retensi urine (akut/ kronik) berhubungan dengan obstruksi mekanik pembesaran prostat, dekompensasi otot destruktor
ketidakmampuan kandung kemih untuk berkontraksi dengan adekuat

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Hasil
Retensi urine (akut/ kronik) NOC: NIC : 1. Indikator keseimbangan cairan dan kebutuhan
berhubungan dengan Urinary elimination Urinary Retention Care penggantian pada irigasi kandung kemih,
obstruksi mekanik Urinary Contiunence 1. Monitor intake dan output awasi pentingnya perkiraan kehilangan darah
pembesaran prostat, Setelah dilakukan 2. Monitor penggunaan obat dan secara akurat mengkaji haluaran urine.
dekompensasi otot tindakan keperawatan antikolinergik 2. Diberikan untuk melawan infeksi. Mugkin
destruktor ketidakmampuan selama . retensi urin 3. Monitor derajat distensi bladder digunakan secara profilaksis. Efek samping
kandung kemih untuk pasien teratasi dengan 4. Instruksikan pada pasien dan demam.
berkontraksi dengan kriteria hasil: keluarga untuk mencatat output 3. Membantu dan evakuasi duktus kelenjar
adekuat. Kandung kemih urine. untuk menghilangkan kongesti/inflamasi.
DS: kosong secarapenuh 5. Kateterisaai jika perlu Kontraindikasi bila infeksi terjadi.
- Disuria Tidak ada residu urine 6. Monitor tanda dan gejala ISK 4. Retensi urin meningkatkan tekanan dalam
- Bladder terasa penuh >100-200 cc (panas, hematuria, perubahan saluran perkemihan atas, yang dapat
Intake cairan dalam bau dan konsistensi urine) mempengaruhi fungsi ginjal.
DO : rentang normal 5. Menghilangkan/mencegah retensi urin dan
- Distensi bladder Bebas dari ISK mengesampingkan adanya struktur uretral.
- Terdapat urine residu Tidak ada spasme 6. Meningkatkan output urine sehingga resiko
- Inkontinensia tipe luapan bladder terjadi ISK dikurangi dan mempertahankan
Balance cairan fungsi ginjal. Dapat mengenali infeksi saluran
- Urin output sedikit/tidak
seimbang kemih secara dini dan melakukan pengobatan
ada secepatnya
2) Nyeri (akut) berhubungan dengan iritasi mukosa, distensi kandung kemih.

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Hasil
Nyeri (akut) berhubungan NOC : NIC :
dengan iritasi mukosa, Pain Level, 1. Lakukan pengkajian nyeri secara 1. Untuk menentukan suatu pengkajian dasar
distensi kandung kemih. pain control, komprehensif termasuk lokasi, rencana perawatan.
DS: comfort level karakteristik, durasi, frekuensi, 2. Untuk meningkatkan rasa kendalinya,
- Laporan secara verbal Setelah dilakukan kualitas dan faktor presipitasi mengurangi isolasi, dan menumbuhkan rasa
DO: tinfakan keperawatan 2. Observasi reaksi nonverbal dari percaya.
- Posisi untuk menahan selama . Pasien tidak ketidaknyamanan 3. Untuk memfasilitasi pengkajian yang akurat
nyeri mengalami nyeri, dengan 3. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk tentang tingkat nyeri pasien.
- Tingkah laku berhati-hati kriteria hasil: menentukan intervensi 4. Meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali
- Gangguan tidur (mata Mampu mengontrol 4. Ajarkan tentang teknik non perhatian, dan dapat meningkatkan kemampuan
sayu, tampak capek, sulit nyeri (tahu penyebab farmakologi: napas dala, koping.
atau gerakan kacau, nyeri, mampu relaksasi, distraksi, kompres 5. Obat yang diberikan sesuai indikasi dapat
menyeringai) menggunakan tehnik hangat/ dingin menyakinkan untuk pengurangan nyeri yang
- Terfokus pada diri sendiri nonfarmakologi untuk 5. Berikan analgetik untuk adekuat.
- Fokus menyempit mengurangi nyeri, mengurangi nyeri. 6. Meningkatkan relaksasi otot, penurunan edema,
(penurunan persepsi mencari bantuan) 6. Tingkatkan istirahat dan dapat meningkatkan upaya berkemih.
waktu, kerusakan proses Melaporkan bahwa 7. Berikan informasi tentang nyeri 7. Memungkinkan pasien untuk menerima
berpikir, penurunan nyeri berkurang dengan seperti penyebab nyeri, berapa kenyataan dan menguatkan kepercayaan pada
interaksi dengan orang menggunakan lama nyeri akan berkurang dan pemberi perawatan dan pemberian informasi.
dan lingkungan) manajemen nyeri antisipasi ketidaknyamanan dari
- Tingkah laku distraksi, Mampu mengenali prosedur
contoh : jalan-jalan, nyeri (skala, intensitas,
menemui orang lain
dan/atau aktivitas, frekuensi dan tanda
aktivitas berulang-ulang) nyeri)
- Respon autonom (seperti Menyatakan rasa
diaphoresis, perubahan nyaman setelah nyeri
tekanan darah, perubahan berkuranganda vital
nafas, nadi dan dilatasi dalam rentang normal
pupil) Tidak mengalami
- Perubahan autonomic gangguan tidur
dalam tonus otot
(mungkin dalam rentang
dari lemah ke kaku)
- Tingkah laku ekspresif
(contoh : gelisah,
merintih, menangis,
waspada, iritabel, nafas
panjang/berkeluh kesah)
- Perubahan dalam nafsu
makan dan minum
3) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan pasca obstruksi diuresia dan drainase cepat kandung kemih yang terlalu distensi
secara kronis.

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Hasil
Kekurangan volume cairan NOC: NIC :
berhubungan dengan pasca Fluid balance 1. Pertahankan catatan intake dan 1. Membandingkan keluaran aktual dan yang
obstruksi diuresia dan drainase Hydration output yang akurat diantisipasi membanu dalam evaluasi adanya
cepat kandung kemih yang Nutritional Status : 2. Monitor status hidrasi kerusakan ginjal
terlalu distensi secara kronis. Food and Fluid Intake (kelembaban membran mukosa, 2. Indikator hidrasi/volume sirkulasi dan
DS : Setelah dilakukan nadi adekuat, tekanan darah kebutuhan intervensi
- Haus tindakan keperawatan ortostatik), jika diperlukan 3. Pembesaran prostat (obstruksi) secara nyata
DO: selama.. defisit volume 3. Monitor hasil lab yang sesuai menyebabkan dilatasi saluran perkemihan atas
- Penurunan turgor cairan teratasi dengan dengan retensi cairan (BUN , Hmt (ureter dan ginjal ), berpotensi merusak fungsi
kulit/lidah kriteria hasil: , osmolalitas urin, albumin, total ginjal dan menimbulkan uremia.
- Membran mukosa/kulit Mempertahankan protein ) 4. Memampukan deteksi dini/intervensi
kering urine output sesuai 4. Monitor vital sign setiap 15menit hipovolemik sistemik.
- Peningkatan denyut nadi, dengan usia dan BB, 1 jam 5. Menggantikan kehilangan cairan dan natrium
penurunan tekanan darah, BJ urine normal, 5. Kolaborasi pemberian cairan IV untuk mencegah/ memperbaiki hipovolemia
penurunan Tekanan darah, nadi, 6. Monitor status nutrisi 6. Meningkatkan penyembuhan dan mencegah
volume/tekanan nadi suhu tubuh dalam 7. Berikan cairan oral komplikasi, menurunkan resiko perdarahan
- Pengisian vena menurun batas normal pasca operasi.
- Perubahan status mental Tidak ada tanda tanda 7. Mempertahankan keseimbangan cairan untuk
- Konsentrasi urine dehidrasi, Elastisitas homeostatis juga tindakan mencuci yang
meningkat turgor kulit baik, dapat membilas batu keluar. Dehidrai dan
- Temperatur tubuh membran mukosa ketidakseimbangan elektrolit dapat terjadi
meningkat lembab, tidak ada rasa sekunder terhadap kehilangan cairan berlebih
- Kehilangan berat badan haus yang berlebihan (muntah dan diare).
secara tiba-tiba Orientasi terhadap
- Penurunan urine output waktu dan tempat
- HMT meningkat baik
- Kelemahan Jumlah dan irama
pernapasan dalam
batas normal
Elektrolit, Hb, Hmt
dalam batas normal
pH urin dalam batas
normal
Intake oral dan
intravena adekuat
4) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, kateter, trauma jaringan, insisi bedah

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Risiko infeksi berhubungan NOC : NIC :
dengan prosedur invasif, kateter, Immune Status 1. Pertahankan teknik aseptif 1. Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi lanjut.
trauma jaringan, insisi bedah Knowledge : Infection 2. Gunakan baju, sarung 2. Mencegah introduksi organisme penyebab infeksi.
Faktor-faktor risiko : control tangan sebagai alat 3. Cairan garam faal/dekstrosa, elektrolit, dan NaHCO3
- Prosedur Infasif Risk control pelindung mungkin diinfuskan dalam sisi vena hemofolter
- Kerusakan jaringan dan Setelah dilakukan tindakan 3. Ganti letak IV perifer dan CAV bila kecepatan ultrafiltrasi tinggi digunakan
peningkatan paparan keperawatan selama 37 dressing sesuai dengan untuk membuang cairan ekstraseluler dan cairan
lingkungan jam pasien tidak mengalami petunjuk umum toksik.
- Malnutrisi infeksi dengan kriteria hasil: 4. Gunakan kateter 4. Menurunkan resiko infeksi asenden.
- Peningkatan paparan Klien bebas dari tanda intermiten untuk 5. Meningkatkan penyembuhan dan mencegah
lingkungan patogen dan gejala infeksi menurunkan infeksi komplikasi, menurunkan resiko perdarahan pasca
- Imonusupresi Menunjukkan kandung kencing operasi.
- Tidak adekuat pertahanan kemampuan untuk 5. Tingkatkan intake nutrisi 6. Pengobatan cepat infeksi dapat mengamankan jalan
sekunder (penurunan Hb, mencegah timbulnya 6. Berikan terapi antibiotik masuk, mencegah sepsis.
Leukopenia, penekanan infeksi 7. Dorong masukan cairan 7. Peningkatan aliran cairan mempertahankan perfusi
respon inflamasi) Jumlah leukosit dalam 8. Dorong istirahat ginjal dan membersihkan ginjal dan kandung kemih
- Penyakit kronik batas normal 9. Ajarkan pasien dan dari pertumbuhan bakteri.
- Imunosupresi Menunjukkan perilaku keluarga tanda dan gejala 8. Meningkatkan relaksasi otot, penurunan edema, dan
- Malnutrisi hidup sehat infeksi dapat meningkatkan upaya berkemih.
- Pertahan primer tidak adekuat Status imun, 9. Membantu pasien dan keluarga memahami tujuan
(kerusakan kulit, trauma gastrointestinal, dari apa yang dilakukan dan mengurangi masalah
jaringan, gangguan peristaltik) genitourinaria dalam karena ketidaktahuan. Namun kelebihan informasi
batas normal tidak membantu dan dapat meningkatkan ansietas.

Anda mungkin juga menyukai

  • Leaflet Fix
    Leaflet Fix
    Dokumen2 halaman
    Leaflet Fix
    melitindan altalista
    Belum ada peringkat
  • Penge Sah An
    Penge Sah An
    Dokumen3 halaman
    Penge Sah An
    melitindan altalista
    Belum ada peringkat
  • Satuan Acara Penyuluha1
    Satuan Acara Penyuluha1
    Dokumen5 halaman
    Satuan Acara Penyuluha1
    melitindan altalista
    Belum ada peringkat
  • BAB 1 BPH
    BAB 1 BPH
    Dokumen19 halaman
    BAB 1 BPH
    melitindan altalista
    Belum ada peringkat
  • COVER
    COVER
    Dokumen1 halaman
    COVER
    melitindan altalista
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen22 halaman
    Bab 1
    melitindan altalista
    Belum ada peringkat
  • COVER
    COVER
    Dokumen1 halaman
    COVER
    melitindan altalista
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen22 halaman
    Bab 1
    melitindan altalista
    Belum ada peringkat