Anda di halaman 1dari 22

BAB 1

TINJAUAN PUSTKA

1.1 Konsep Dasar Gagal Ginjal Kronik / Chronic Renal Failure


1.1.1. Definisi Gagal Ginjal Kronik ( GGK )
Menurut Mary Baradero, (2008:124) gagal ginjal kronik terjadi apabila kedua
ginjal sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan dalam yang cocok untuk
kelangsungan hidup. Kerusakan pada kedua ginjal ireversibel, kerusakan vaskular
akibat diabetes melitus, dan hipertensi yang berlangsung terus menerus dapat
mengakibatkan pembentukan jaringan parut pembuluh darah dan hilangnya fungsi
ginjal secara progresif.
Gagal ginjal kronis (Chronic renal failure) adalah kerusakan ginjal progresif
yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (Urea dan limbah nitrogen
lainnya yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan
dialisis atau transplantasi ginjal) (Nursalam, 2009:47).
Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan
metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur
ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit (Toksik
uremik) di dalam darah (Muttaqin, 2011:166).
Menurut Muhammad, (2012:16) menyatakan gagal ginjal kronis adalah
proses kerusakan ginjal selama rentang waktu lebih dari 3 bulan.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Gagal Ginjal
Kronik (Chronic renal failure) adalah perkembangan gagal ginjal yang progresif
dan ditandai dengan fungsi nefron yang berkurang. Dapat disimpulkan pula bahwa
pada penderita gagal ginjal kronis terjadi penurunan fungsi ginjal secara perlahan-
lahan. Dengan demikian, gagal ginjal merupakan stadium terberat dari ginjal
kronis. Oleh karena itu, penderita harus menjalani terapi pengganti ginjal, yaitu
cuci darah (Hemodialisis) atau cangkok ginjal yang memerlukan biaya mahal.

1
2

1.1.2 Klasifikasi
KDOQI (Kidney Disease Outcome Quality Initiative) merekomendasikan
pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG (Laju Filtrasi
Glomerolus) :
a) Stadium 1: kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan
LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2)
b) Stadium 2: Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60 -
89 mL/menit/1,73 m2)
c) Stadium 3: kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2)
d) Stadium 4: kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2)
e) Stadium 5: kelainan ginjal dengan LFG < 15 mL/menit/1,73m2 atau gagal
ginjal terminal.

1.1.3 Etiologi
Menurut Muttaqin, (2011:166) begitu banyak kondisi klinis yang bisa
menyebabkan terjadinya gagal ginjal kronis. Akan tetapi, apa pun sebabnya,
respons yang terjadi adalah penurunan fungsi ginjal secara progresif. Kondisi
klinis yang memungkinkan dapat mengakibatkan Gagal Ginjal Kronis adalah:
a. Penyakit dari ginjal
1) Penyakit pada saringan (Glomerulus): glomerulonefritis.
2) Infeksi kuman: pyelonefritis, ureteritis.
3) Batu ginjal: nefrolitiasis.
4) Kista di ginjal: polcystis kidney.
5) Trauma langsung pada ginjal.
6) Keganasan pada ginjal.
7) Sumbatan: batu, tumor, penyempitan/striktur.
b. Penyakit umum di luar ginjal
1) Penyakit sistemik: diabetes melitus, hipertensi, kolesterol tinggi.
2) Dyslipidemis.
3) Infeksi di badan: TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis.
4) Preeklamsi.
5) Obat-obatan.
3

6) Kehilangan banyak cairan yang mendadak (Luka bakar).

1.1.4 Patofisiologi
Menurut Smeltzer (2001:1448) patofisiologi gagal ginjal kronik dimulai dari
fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah,
maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis.
Gangguan Klirens renal, banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai
akibat dari penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan
penurunan klirens substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal.
Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan
mendapatkan urin 24 jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurunnya
filtrasi glomerulus (Akibat tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin akan
menurun dan kadar kreatinin serum akan meningkat.Selain itu, kadar nitrogen
urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indikator
yang paling sensitif dari fungsi renal karena substansi ini diproduksi secara
konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga
oleh masukan protein dalam diet, katabolisme (Jaringan dan luka RBC), dan
medikasi seperti steroid.
Retensi cairan dan natrium, ginjal juga tidak mampu mengkonsentrasikan
atau mengencerkan urin secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon
ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari
tidak terjadi. Pasien sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko
terjadinya edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat
terjadi akibat aktivasi aksis renin angiotensin dan kerjasama keduanya
meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk
kehilangan garam, mencetus risiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah
dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang semakin memperburuk
status uremik.
Asidosis, dengan semakin berkembangnya penyakit renal terjadi asidosis
metabolik sering denga ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam
4

yang berlebihan.Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus


ginjal untuk menyekresi amonia dan mengabsorpsi natrium bikarbonat. Penurunan
ekskresi fosfat dan asma organik lain juga terjadi.
Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat,
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecenderungan untuk
mengalami perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran
gastrointestinal. Eritropoetin, suatu substansi normal yang diproduksi oleh ginjal,
menstimulasi sum-sum tulang untuk menghasilkan sel darah merah. Pada gagal
ginjal, produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi, disertai keletihan,
angina, dan sesak napas.
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat, abnormalitas utama yang lain pada
gagal ginjal kronis adalah gangguan metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum
kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah
satunya meningkat maka yang lain akan turun. Menurunnya filtrasi melelui
glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya
penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan
sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun demikian, pada gagal ginjal
tubuh berespons secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon dan
akibatnya, kalsium ditulang menurun, menyebabkan perubahan pada tulang dan
penyakit tulang. Selain itu, metabolit aktif vitamin D yang secara normal dibuat di
ginjal menurun seiring dengan berkembang gagal ginjal. Penyakit tulang uremik,
sering disebut osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat,
dan keseimbangan parathormon. Laju penurunan fungsi ginjal dan perkembangan
gagal ginjal kronis berkaitan dengan gangguan yang mendasari, ekskresi protein
dalam urin, dan adanya hipertensi. Pasien yang mengekskresikan secara signifikan
sejumlah protein atau mengalami peningkatan tekanan darah cenderung akan
cepat memburuk dari pada mereka yang tidak mengalami kondisi ini.
5

1.1.5 Pathway Vesikuler

Infeksi Arterio Skerosis Zat Toksik Obstruksi Saluran Kemih

Reaksi Antigen Antibodi Suplai Darah Ginjal Turun Tertimbun Diginjal Retensi Urin

GFR Turun

GGK

B1 B2 B3 B4 B5 B6 Sindrom Uremia
Retensi Na

Tek. Kapiler naik Sekresi eritropoitin Vol. Intersial naik Obstruksi Ginjal Sekresi protein terganggu
Perporasi Ospaleimia

Beban Jantung Naik Produksi Hb Turun Vol. Intersial Naik Fungsi Ginjal Menurun Gangguan Keseimbangan
Asam Basa Pruritis
Tek. Vena Oksigen Hemoglobin Turun Suplai O2 jaringan turun GFR
pulmonalis Asam Lambung Naik Gangguan
Suplai O2 Timb. Asam Retensi air dan integritas kulit
Kapiler paru naik kasar turun Laktat natrium Iritasi Lambung

Edema Paru Gangguan Perfusi -Fatigue Mual, muntah


-Nyeri sendi Kelebihan
Jaringan
Volume Cairan
Gangguan Gangguan Nutrisi
pertukaran Gas Intoleransi Aktivitas

5
6

1.1.6 Manifestasi Klinis


Menurut Smeltzer (2001:1450) manifestasi klinis gagal ginjal kronik yaitu:
1) Kardiovaskuler
2) Hipertensi, pitting edema (kaki, tangan, sakrum), edema periorbital,
pembesaran vena leher.
3) Integumen
4) Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering bersisik, pruritus, ekimosis,
kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
5) Pulmoner
Krekels, sputum kental, napas dangkal, pernapasan kusmaul.
6) Gastrointestinal
7) Napas berbau amoniak, ulserasi dan perdarahan pada mulut, anoreksia,
mual dan muntah, konstipasi dan diare, perdarahan dari saluran
gastrointestinal.
8) Neurologi
9) Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan pada
tungkai, rasa panas pada telapak kaki, perubahan perilaku.
10) Muskuloskeletal
11) Kram otot, kekakuan otot hilang, dan fraktur tulang.
12) Reproduktif
13) Amenore, dan atrofi testikuler.

1.1.7 Komplikasi
Menurut Smeltzer (2001:1449), komplikasi gagal ginjal kronik yang
memerlukan pendekatan kolaboratif dalam perawatan mencakup:
1) Hiperkalemia
Diakibatkan penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme, dan
masukan diet berlebihan.
2) Perikarditis
Efusi perikardial, dan temponade jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
7

3) Hipertensi
Disebabkan oleh retensi cairan dan natrium, serta malfungsi sistem renin
angioaldosteron.
4) Anemia
Disebabkan oleh penurunan eritroprotein, rentang usia sel darah merah, dan
pendarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin, dan kehilangan darah
selama hemodialisa.
5) Penyakit Tulang
Hal ini disebabkan oleh retensi fosfat kadar kalium serum yang rendah,
metabolisme vitamin D, abnormal, dan peningkatan kadar aluminium.

1.1.8 Pemeriksaan Diagnostik


Menurut Muttaqin (2011:172), pemeriksaan diagnostik pada pasien dengan
gagal ginjal kronik adalah:
1) Laju Endap Darah: meninggi yang diperberat oleh adanya anemia,dan
hipoalbuminemia. Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit
yang rendah.
2) Uremia dan kreatinin: meninggi, biasanya perbandingan antara ureum dan
kreatinin kurang lebih 20:1. Ingat perbandingan bisa meninggi oleh karena
perdarahan saluran cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan steroid, dan
obstruksi saluran kemih. Perbandingan ini berkurang: ureum lebih kecil dari
kreatinin, pada diet rendah protein, dan tes Klirens Kreatinin yang menurun.
3) Hiponatremia: umumnya karena kelebihan cairan. Hiperkalemia: biasanya
terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan menurunnya diuresis.
4) Hipokaslemia dan hiperfosfatemia: terjadi karena berkurangnya sintesis
vitamin D3 pada GGK.
5) Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolisme karbohidrat pada
gagal ginjal (Resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer).
6) Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan
peninggian hormon insulin dan menurunya lipoprotein lipase.
7) Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukan pH yang
menurun, BE yang menurun disebabkan retensi asam-asam organik pada
gagal ginjal.
8

8) Foto polos abdomen


Untuk menilai bentuk dan besar ginjal (Adanya batu atau adanya suatu
obstruksi). Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal, oleh sebab itu
penderita diharapkan tidak puasa.
9) Intra Vena Pielografi (IVP)
Untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter. Pemeriksaan ini mempunyai
risiko penurunan faal ginjal pada keadaan tertentu, misalnya: usia lanjut,
diabetes melitus, dan nefropati asam urat.
10) USG
Untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan
parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter proksimal, kandungan
kemih, dan prostat.
11) Renogram
Untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan (Vaskular,
parenkim, ekskresi), serta sisa fungsi ginjal.
12) EKG
Untuk melihat kemungkinan: hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (Hiperkalemia).

1.1.9 Penatalaksanaan Medis


Menurut Muttaqin (2011:173), tujuan dari penatalaksanaan medis pada
pasien dengan gagal ginjal kronik untuk menjaga keseimbangan cairan elektrolit
dan mencegah komplikasi.
1) Dialisis
Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal yang
serius, seperti hiperkalemia, perikarditis dan kejang. Dialisis memperbaiki
abnormalitas biokimia; menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat
dikonsumsi secara bebas; menghilangkan kecenderungan perdarahan dan
membantu penyembuhan luka.
2) Koreksi hiperkalemi
Mengendalikan kalium darah sangat penting karena hiperkalemi dapat
menimbulkan kematian mendadak. Hal yang pertama harus diingat adalah
9

jangan menimbulkan hiperkalemia. Selain dengan pemeriksaan darah,


hiperkalemia juga dapat di diagnosis dengan EEG dan EKG. Bila terjadi
hiperkalemia, maka pengobatannya adalah dengan mengurangi intake
kalium, pemberian Na Bikarbonat, dan pemberian infus glukosa.
3) Koreksi anemia
Usaha pertama harus di tunjukan untuk mengatasi faktor defisiensi,
kemudian mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat diatasi.
Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat meninggikan Hb.
Transfusi darah hanya dapat diberikan bila ada indikasi yang kuat, misalnya
ada insufisiensi koroner.
4) Koreksi asidosis
Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus di hindari.natrium
bikarbonat dapat di berikan peroral atau perenteral. Pada permulaan 100
mEq natrium bikarbonat diberi intravena perlahan-lahan, jika diperlukan
dapat diulang. Hemodialisis dan dialisis peritoneal dapat juga mengatasi
asidosis.
5) Pengendalian hipertensi
Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa, dan vasodilator dilakukan
mengurangi intake garam dalam mengendalikan hipertensi harus hati-hati
karena tidak semua gagal ginjal disertai retensi natrium.
6) Transplantasi ginjal
Dengan pencangkokan ginjal yang sehat ke pasien GGK, maka seluruh faal
ginjal dengan ginjal yang baru.

1.1.10 Penatalaksanaan Keperawatan


Menurut Price (2005:965) prinsip-prinsip dasar penatalaksanaan konservatif
sangat sederhana dan didasarkan pada pemahaman mengenai batas-batas ekskresi
yang dapat dicapai oleh ginjal yang terganggu. Selain itu, terapi diarahkan pada
pencegahan dan pengobatan komplikasi yang terjadi, yaitu:
1) Pengaturan diet protein
Pengaturan diet penting sekali pada pengobatan gagal ginjal kronik.
Pembatasan asupan protein telah terbukti menormalkan kembali kelainan
10

dan memperlambat terjadinya gagal ginjal. Kemungkinan mekanisme yang


terkait dengan fakta bahwa asupan rendah protein mengurangi beban
ekskresi sehingga menurunkan hiperfiltrasi glomerulus, tekanan
intraglomerulus, dan cedera sekunder pada nefron intak.
2) Pengaturan diet kalium
Hiperkalemia umumnya menjadi masalah dalam gagal ginjal lanjut, dan
juga menjadi penting untuk membatasi asupan kalium dalam diet. Tindakan
yang harus dilakukan adalah dengan tidak memberikan obat-obatan atau
makanan yang tinggi kandungan kalium. Makanan atau obat-obatan ini
mengandung tambahan garam (Yang mengandung amonium klorida dan
kalium klorida), ekspektoran, kalium sitrat, dan makanan seperti sup, pisang
dan jus buah murni. Pemberian makanan atau obat-obatan yang tidak
diperkirakan akan menyebabkan hiperkalemia yang berbahaya.
3) Pengaturan diet natrium dan cairan
Pengaturan Natrium dalam diet memiliki arti penting dalam gagal ginjal.
Asupan yang terlalu bebas dapat menyebabkan terjadinya retensi cairan,
edema perifer, edema paru, hipertensi, dan gagal jantung kongestif. Asupan
cairan membutuhkan regulasi yang hati-hati dalam gagal ginjal lanjut,
karena rasa haus pasien merupakan panduan yang tidak dapat diyakini
mengenai keadaan hidrasi pasien. Asupan yang terlalu bebas dapat
menyebabkan kelebihan beban sirkulasi, edema, dan intoksikasi cairan.
Asupan yang kurang optimal dapat menyebabkan dehidrasi, hipotensi, dan
pemburukan fungsi ginjal. Aturan umum untuk asupan cairan adalah
keluaran urine dalam 24 jam lebih dari 500 ml.

1.2 Manajemen Keperawatan


1.2.1 Pengkajian
Menurut Doenges (1999:626) pengkajian pada pasien gagal ginjal adalah
sebagai berikut:
1. Aktivitas/Istirahat
Gejala: Kelelahan ekstrem, kelemahan,malaise.
Gangguan tidur (Insomnia/gelisah atau somnolen)
11

Tanda: Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.


2. Sirkulasi
Gejala: Riwayat hipertensi lama atau berat
Palpitasi : nyeri dada (Angina)
Tanda : Hipertensi: nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki,
telapak, tangan, disritmia jantung, nadi lemah halus, hipertensi
ortostatik menunjukkan hipovolemia, yang jarang pada penyakit
tahap akhir, pucat (kulit coklat kehijauan, kuning) dan
kecenderungan perdarahan.
3. Integritas Ego
Gejala: Faktor stres, contoh finansial, hubungan, dan sebagainya Perasaan
tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan.
Tanda: Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan
kepribadian.
4. Eliminasi
Gejala: Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (Gagal tahap lanjut).
Abdomen kembung, diare, atau konstipasi.
Tanda: Perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat,
berawan. Oliguria, dapat menjadi anuria.
5. Makanan/Cairan
Gejala: Peningkatan berat badan cepat (Edema), penurunan berat badan
(Malnutrisi) Anoreksia. Nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik
tak sedap pada mulut (Pernapasan amonia).
Tanda: Distensi abdomen/asites, pembesaran hati (Tahap akhir)
Perubahan turgor kulit/kelembaban.
Edema (Umum, tergantung).
Ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah.
Penurunan otot, penurunan lemak subkutan, penampilan tak
bertenaga.
6. Neurosensori
Gejala: Sakit kepala, penglihatan kabur.
Tanda: Gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian.
12

7. Nyeri/Kenyamanan
Gejala: Nyeri panggul, sakit kepala;kram otot/nyeri kaki (Memburuk saat
malam hari)
Tanda: Perilaku berhati-hati/distraksi,gelisah
8. Pernapasan
Gejala: Napas pendek; dispnea noktural paroksimal; batuk dengan/tanpa
sputum kental dan banyak
Tanda: Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi/kedalaman (Pernapasan
kusmaul), Batuk produktif dengan sputum merah muda encer
(Edema paru).

1.2.2 Diagnosa Keperawatan


Menurut Smeltzer, (2001:1451-1456) pasien gagal ginjal kronis
memerlukan asuhan keperawatan yang tepat untuk menghindari komplikasi akibat
menurunnya fungsi renal dan stress serta cemas dalam menghadapi penyakit yang
mengancam jiwa ini. Diagnosa keperawatan potensial untuk pasien-pasien ini
mencakup yang berikut:
1) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin, diet
berlebih dan retensi cairan serta natrium.
2) Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran
mukosa mulut.
3) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan uremia.
4) Kurang pengetahuan tentang kondisi dan program penanganan.
5) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialisis.
6) Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan peran,
perubahan pada citra diri dan disfungsi seksual.
7) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, pemasangan jarum
infus dan jarum cimino/hemodialisa.
13

1.2.3 Intervensi
Menurut Smeltzer, (2001:1452-1454) perencanaan keperawatan dari
diagnosa diatas adalah:
1) Diagnosa keperawatan: Kelebihan volume cairan berhubungan dengan
penurunan haluaran urin, diet berlebih dan retensi cairan serta natrium.
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan.
Kriteria hasil:
Klien tidak sesak napas, edema ekstrimitas berkurang, produksi urine >600
ml/hari.
Intervensi:
1. Kaji status cairan:
1) Timbang berat badan harian.
2) Keseimbangan masukan dan haluaran.
3) Turgor kulit dan adanya edema.
4) Distensi vena leher.
5) Tekanan darah, denyut dan irama nadi.
Rasional: Pengkajian merupakan dasar dan data dasar berkelanjutan
untuk memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi.
2. Batasi masukan cairan.
Rasional: Pembatasan cairan akan menentukan berat badan ideal,
haluaranurin, dan respon terhadap alergi.
3. Identifikasi sumber potensial cairan:
1) Medikasi dan cairan yang di gunakan.
2) Makanan
Rasional:Sumber kelebihan cairan yang tidak diketahui dapat
diidentifikasi.
4. Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan.
Rasional: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga
dalam pembatasan cairan.
5. Bantu pasien dalam menghadapi ketidaknyamanan akibat pembatasan
cairan.
14

Rasional: Kenyamanan pasien meningkatkan kepatuhan terhadap


pembatasan diet.
6. Tingkatkan dan dorong higiene oral dengan sering.
Rasional: Hygiene oral mengurangi kekeringan mebran mukosa
mulut.
3) Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran
mukosa mulut.
Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat.
Kriteria hasil:
Asupan nutrisi tubuh pasien terpenuhi dengan baik. .
Intervensi:
1. Kaji status nutrisi:
a. Perubahan berat badan.
b. Pengukuran antropometrik.
c. Nilai laboratorium (elektrolit serum,BUN, kreatinin, protein,
tranferin, dan kadar besi).
Rasional: Menyediakan data dasar untuk memantau perubahan dan
mengevaluasi intervensi.
2. Kaji pola diet nutrisi pasien:
Riwayat diet.
1) Makanan kesukaaan.
2) Hitung kalori.
Rasional: Pola diet dahulu dan sekarang dapat dipertimbangkan dalam
menyusun menu.
3. Kaji faktor yang berperan dalam merubahmasukan nutrisi:
a. Anoreksia, mual atau muntah.
b. Diet yang tidak menyenangkan bagi pasien.
c. Depresi.
d. Kurang memahami pembatasan diet.
e. Stomatitis.
15

Rasional: Menyediakan informasi mengenal faktor lain yang dapat


diubah atau dihilangkan untuk meningkatkan masukan diet.
4. Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam batas-batas diet.
Rasional: Mendorong peningkatan masukan diet.
5. Tingkatkan masukan protein yang mengandung nilai biologis tinggi:
telur, produk susu, daging.
Rasional: Protein lengkap di berikan untuk mencapai keseimbangan
nitrogen yang di perlukan untuk pertumbuhan dan penyembuhan.
6. Anjurkan camilan tinggi kalori, rendah protein, rendah natrium diantara
waktu makan.
Rasional: Mengurangi makanan dari protein yang dibatasi dan
menyediakan kalori untuk energi, membagi protein untuk pertumbuhan
dan penyembuhan jaringan.
7. Ubah jadwal medikasi sehingga medikasi ini tidak segera diberikan
sebelum makan.
Rasional: Ingesti medikasi sebelum makan menyebabkan anoreksia
dan rasa kenyang.
8. Jelaskan rasional pembatasan diet dan hubungannya dengan penyakit
ginjal dan peningkatan urea dan kadar kreatinin.
Rasional: Meningkatkan pemahaman pasien tentang hubungan antara
diet, urea, kadar kreatinin dengan penyakit renal.
9. Sediakan daftar makanan yang dianjurkan secara tertulis dan anjuran
untuk memperbaiki rasa tanpa menggunakan natrium dan kalium.
Rasional: Daftar yang dibuat menyediakan pendekatan positif terhadap
pembatasan diet dan merupakan referensi untuk pasien dan keluarga
yang dapat digunakan dirumah.
10. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan selama waktu makan.
Rasional: Faktor yang tidak menyenangkan yang berperan dalam
menimbulkan anoreksia dihilangkan.
11. Timbang berat badan harian.
Rasional: Untuk memantau status cairan dan nutrisi.
12. Kaji bukti adanya masukan protein yang tidak adekuat.
16

a. Pembentukan edema.
b. Penyembuhan yang lambat.
c. Penurunan kadar albumin serum.
Rasional: Masukan protein yang tidak adekuat dapat menyebabkan
penurunan albumin dan protein lain, pembentukan edema, dan
perlambatan penyembuhan.
4) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan uremia.
Tujuan: Tidak terjadi kerusakan integritas kulit.
Kriteria hasil: Kulit tidak lecet, kulit lembab, dan kulit pasien tidak gatal.
Intervensi:
1) Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, perhatikan kemerahan,
eksoriasi.
Rasional: Menandakan area sirkulasi buruk, yang dapat menimbulkan
dekubitus.
2) Kaji keadaan kulit terhadap kemerahan dan adanya eksoriasi.
Rasional: Sirkulasi darah darah yang kurang menyebabkan kulit mudah
rusak dan memudahkan timbulnya dekubitus/infeksi.
3) Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit, membran mukosa.
Rasional: Deteksi adanya dehidrasi yang mempengaruhi integritas
jaringan pada tingkat seluler.
4) Ganti posisi tiap 2 jam sekali beri bantalan pada tonjolan tulang,
pelindung siku dan tumit.
Rasional: Mengurangi/menurunkan tekanan pada daerah yang edema.
Daerah yang perfusinya kurang baik untuk mengurangi/menurunkan
iskemia jaringan.
5) Jaga keadaan kulit tetap kering dan bersih.
Rasional: Kulit yang basah terus-menerus memicu terjadinya
dekubitus.
6) Anjurkan pada klien untuk menggunakan pakaian tipis dan kering yang
menyerap keringat dan bebas keriput.
Rasional: Mencegah iritasi kulit dan meningkatkan evaporasi.
7) Anjurkan pasien gunakan kompres lembab dan dingin.
17

Rasional: Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan resiko


cedera.
8) Kolaborasi dalam pemberian foam dan tempat tidur angin.
Rasional:Mencegah penekanan yang terlalu lama pada jaringan yang
dapat membatasi perfusi seluler, sehingga dapat mengurangi iskemik
jaringan.
5) Kurang pengetahuan tentang kondisi dan penanganan.
Tujuan: Meningkatkan pengetahuan mengenal kondisi dan penanganan
yang bersangkutan.
Kriteria hasil:
Pasien mengetahui tentang kondisi dan penanganan yang diberikan dan
terpenuhinya informasi kesehatan.
Intervensi:
1. Kaji pemahaman mengenai penyebab gagal ginjal, konsekuensinya, dan
penanganannya:
a. Penyebab gagal ginjal pasien.
b. Pengertian gagal ginjal.
c. Pemahaman tentang fungsi renal.
d. Hubungan antara cairan, pembatasan diet dengan gagal ginjal.
e. Rasional penanganan (Hemodialisis, dialisis peritoneal,
transplantasi).
Rasional: Merupakan instruksi dasar untuk penjelasan dan penyuluhan
lebih lanjut.
2. Jelaskan fungsi renal dan konsekuensi gagal ginjal sesuai dengan
tingkat pemahaman dan kesiapan pasien untuk belajar.
Rasional: Pasien dapat belajar tentang gagal ginjal dan penanganan
setelah mereka siap untuk memahami dan menerima diagnosis dan
konsekuensinya.
3. Bantu pasien untuk mengidentifikasi cara-cara untuk memahami
berbagai perubahan akibat penyakit dan penanganan yang
mempengaruhi hidupnya.
18

Rasional: Pasien dapat melihat bahwa kehidupannya tidak harus


berubah akibat penyakit.
4. Sediakan informasi baik tertulis maupun secara oral dengan tepat
tentang:
1) Fungsi dan kegagalan renal.
2) Pembatasan cairan dan diet.
3) Medikasi.
4) Melaporkan masalah, tanda dan gejala.
5) Jadwal tindak lanjut.
6) Sumber dikomunitas.
7) Pilihan terapi.
Rasional: Pasien memiliki informasi yang dapat digunakan untuk
klarifikasi selanjutnya di rumah.
6) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialisis.
Tujuan:Berpatisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi.
Kriteria hasil:
Pasien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat dilakukan sendiri.
Intervensi:
1. Kaji faktor yang menimbulkan keletihan:
a. Anemia.
b. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
c. Retensi produk sampah.
d. Depresi.
Rasional: Menyediakan informasi tentang indikasi tingkat keletihan.
2. Tingkatkan kemandirian dalam aktivitas perawatan diri yang dapat di
toleransi; bantu jika keletihan terjadi.
Rasional: Meningkatkan aktivitas ringan/sedang dan memperbaiki
harga diri.
3. Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat.
Rasional: Mendorong latihan dan aktivitas dalam batas-batas yang
dapat ditoleransi dan istirahat yang adekuat.
19

4. Anjurkan untuk beristirahat setelah dialisis.


Rasional: Istirahat yang adekuat di anjurkan setelah dialisis, yang bagi
banyak pasien sangat melelahkan.
7) Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan
peran, perubahan pada citra diri dan disfungsi seksual.
Tujuan: Memperbaiki konsep diri.
Kriteria hasil:
Mekanisme koping yang diterapkan positif dan pasien tidak rendah diri.
Intervensi:
1. Kaji respon dan reaksi pasien dan keluarga terhadap penyakit dan
penanganan.
Rasional: Menyediakan data tentang masalah pada pasien dan keluarga
terhadap penyakit dan penanganan.
2. Kaji hubungan antara pasien dengan anggota keluarga terdekat.
Rasional: Penguatan dan dukungan terhadap pasien diidentifikasi.
3. Kaji pola koping pasien dan anggota keluarga.
Rasional: Pola koping yang telah efektif di masa lalu mungkin
potensial destruktif ketika memandang pembatasan yang ditetapkan
akibat penyakit dan penanganan.
4. Ciptakan diskusi terbuka tentang perubahan yang terjadi akibat
penyakit dari penanganan:
1) Perubahan peran.
2) Perubahan gaya hidup.
3) Perubahan dalam pekerjaan.
4) Perubahan seksual.
5) Ketergantungan pada tim tenaga kesehatan.
Rasional: Pasien dapat mengidentifikasi masalah dan langkah-langkah
yang diperlukan untuk menghadapinya.
5. Gali cara alternatif untuk ekspresi seksual lain selain hubungan seksual.
Rasional: Bentuk alternatif ekspresi seksual dapat diterima.
6. Diskusikan peran memberi dan menerima cinta, kehangatan, dan
kemesraan.
20

Rasional: Seksualitas mempunyai arti yang berbeda bagi tiap individu,


tergantung pada tahap maturitasnya.
8) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (Jarum infus, jarum
cimino/hemodialisa).
Tujuan: Pasien tidak mengalami infeksi.
Kriteria hasil:
Leukosit dalam batas normal dan pasien tidak mengalami infeksi.
Intervensi:
1. Lakukan teknik aseptik saat melakukan tindakan invasif baik itu infus
dan jarum cimino (Jarum hemodialisa).
Rasional: Tindakan aseptik merupakan tindakan preventif terhadap
kemungkinan terjadi infeksi.
2. Observasi tanda-tanda vital.
Rasional: Menetapkan data dasar pasien, terjadi peradangan dapat di
ketahui dari penyimpangan tanda-tanda vital.
3. Observasi daerah pemasangan infus dan jarum cimino (Jarum
hemodialisa) apakah adanya tanda-tanda infeksi.
Rasional: Mengetahui tanda- tanda infeksi rubor, dolor, kalor, tumor
dan fungsio laesa.

1.2.4 Implementasi
Tahap awal tindakan keperawatan menuntut perawat mempersiapkan segala
sesuatu yang diperlukan dalam tindakan. Persiapan tersebut meliputi kegiatan-
kegiatan: Review tindakan keperawatan yang diidentifikasi pada tahap
perencanaan,menganalisa pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang
diperlukan, mengetahui komplikasi dari tindakan keperawatan yang mungkin
timbul,menentukan dan mempersiapkan peralatan yang diperlukan,
mempersiapkan lingkungan yang konduktif sesuai dengan yang akan
dilaksanankan mengidentifikasi aspek hukum dan etik terhadap resiko dari
potensial tindakan.
21

1.2.5 Evaluasi
Evaluasi memuat keberhasilan proses dan keberhasilan tindakan
keperawatan. Keberhasilan proses dapat dilihat dengan membandingkan antara
proses dengan pedoman atau rencana proses tersebut (Mubaraq, 2006:88).
1) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin, diet
berlebih dan retensi cairan serta natrium.
Kriteria hasil: Tidak sesak napas, edema ekstremitas berkurang, produksi
urine >600 ml/hari.
2) Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran
mukosa mulut.
Kriteria hasil: Masukan nutrisi dapat terpenuhi dengan baik.
3) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan uremia.
Kriteria hasil: Kulit tidak lecet, kulit lembab, dan kulit pasien tidak gatal.
4) Kurang pengetahuan tentang kondisi dan program penanganan.
Kriteria hasil: Pasien mengetahui tentang kondisi dan penanganan yang
diberikan dan terpenuhinya informasi kesehatan.
5) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialisis.
Kriteria hasil: Pasien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat
dilakukan sendiri.
6) Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan peran,
perubahan pada citra diri dan disfungsi seksual.
Kriteria hasil: Mekanisme koping yang diterapkan positif dan pasien tidak
rendah diri.
7) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (Jarum infus, jarum
cimino/hemodialisa).
Kriteria hasil: Leukosit dalam batas normal dan pasien tidak mengalami
infeksi.
22

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E. 1999.Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk


Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta:EGC

Marry Baradero. 2008. Klien Gangguan Ginjal. Jakarta:EGC.

Muttaqin, Arif. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.


Jakarta:Salemba Medika.

Nursalam. 2009. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem


Perkemihan. Jakarta:Salemba Medika.

Sibuea, Herdin. 2009. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:PT Rineka Cipta.

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &


Suddarth. Jakarta:EGC.

Wahid Iqbal Mubarak. 2006. Ilmu Keperawatan Komunitas 2. Jakarta: Sagung


Seto.

Anda mungkin juga menyukai

  • Leaflet Fix
    Leaflet Fix
    Dokumen2 halaman
    Leaflet Fix
    melitindan altalista
    Belum ada peringkat
  • Penge Sah An
    Penge Sah An
    Dokumen3 halaman
    Penge Sah An
    melitindan altalista
    Belum ada peringkat
  • Satuan Acara Penyuluha1
    Satuan Acara Penyuluha1
    Dokumen5 halaman
    Satuan Acara Penyuluha1
    melitindan altalista
    Belum ada peringkat
  • BAB 1 BPH
    BAB 1 BPH
    Dokumen19 halaman
    BAB 1 BPH
    melitindan altalista
    Belum ada peringkat
  • COVER
    COVER
    Dokumen1 halaman
    COVER
    melitindan altalista
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen22 halaman
    Bab 1
    melitindan altalista
    Belum ada peringkat
  • BAB 1 BPH
    BAB 1 BPH
    Dokumen19 halaman
    BAB 1 BPH
    melitindan altalista
    Belum ada peringkat
  • COVER
    COVER
    Dokumen1 halaman
    COVER
    melitindan altalista
    Belum ada peringkat