Blok 20 Herbal 1
Blok 20 Herbal 1
Tahap Seleksi Sebelum memulai penelitian, perlu dilakukan pemilihan jenis obat
tradisional/obat herbal yang akan diteliti dan dikembangkan. Jenis obat tradisional/obat herbal
yang diprioritaskan untuk diteliti dan dikembangkan adalah :
1. Diharapkan berkhasiat untuk penyakit yang menduduki urutan atas dalam angka kejadiannya
(berdasarkan pola penyakit)
2. Berdasarkan pengalaman berkhasiat untuk penyakit tertentu
3. Merupakan alternatif jarang untuk penyakit tertentu, seperti AIDS dan kanker.
Uji Toksisitas
Uji toksisitas dibagi menjadi uji toksisitas akut, sub- kronik, kronik, dan uji toksisitas khusus
yang meliputi uji teratogenisitas, mutagenisitas, dan karsinogenisitas. Uji toksisitas akut
dimaksudkan untuk menentukan LD50 (lethal dose50) yaitu dosis yang mematikan 50% hewan
coba, menilai berbagai gejala toksik, spektrum efek toksik pada organ, dan cara kematian. Uji
LD50 perlu dilakukan untuk semua jenis obat yang akan diberikan pada manusia. Untuk
pemberian dosis tunggal cukup dilakukan uji toksisitas akut. Pada uji toksisitas subkronik obat
diberikan selama satu atau tiga bulan, sedangkan pada uji toksisitas kronik obat diberikan
selama enam bulan atau lebih. Uji toksisitas subkronik dan kronik bertujuan untuk mengetahui
efek toksik obat tradisional pada pemberian jangka lama. Lama pemberian sediaan obat pada
uji toksisitas ditentukan berdasarkan lama pemberian obat pada manusia
Tabel. Hubungan Lama Pemberian Obat pada Manusia dan Lama Pemberian Obat pada Hewan
Coba pada Uji Toksisitas
Uji toksisitas khusus tidak merupakan persyaratan mutlak bagi setiap obat tradisional agar
masuk ke tahap uji klinik. Uji toksisitas khusus dilakukan secara selektif bila :
1. Obat tradisional berisi kandungan zat kimia yang potensial menimbulkan efek khusus
seperti kanker, cacat bawaan
2. Obat tradisional potensial digunakan oleh perempuan usia subur
3. Obat tradisional secara epidemiologik diduga terkait dengan penyakit tertentu misalnya
kanker.
4. Obat digunakan secara kronik
Uji Farmakodinamik
Penelitian farmakodinamik obat tradisional bertujuan untuk meneliti efek farmakodinamik dan
menelusuri mekanisme kerja dalam menimbulkan efek dari obat tradisional tersebut. Penelitian
dilakukan secara in vitro dan in vivo pada hewan coba. Cara pemberian obat tradisional yang
diuji dan bentuk sediaan disesuaikan dengan cara pemberiannya pada manusia. Hasil positif
secara in vitro dan in vivo pada hewan coba hanya dapat dipakai untuk perkiraan ke- mungkinan
efek pada manusia
Efek samping obat tradisional relatif kecil jika digunakan secara tepat, yang melliputi :
1. Kebenaran bahan : lempuyang emprit dan gajah berkhasiat sebagai penambah nafsu
makan, lempuyang wangi berkhasiat sebagai pelangsing.
2. Ketetapan dosis : Takaran yang tepat dalam penggunaan obat tradisional memang belum
banyak didukung oleh data hasil penelitian. Peracikan secara tradisional menggunakan
takaran sejumput, segenggam atau pun seruas yang sulit ditentukan ketepatannya.
Penggunaan takaran yang lebih pasti dalam satuan gram dapat mengurangi kemungkinan
terjadinya efek yang tidak diharapkan karena batas antara racun dan obat dalam bahan
tradisional amatlah tipis. Dosis yang tepat membuat tanaman obat bisa menjadi obat,
sedangkan jika berlebih bisa menjadi racun.
3. Ketetapan waktu penggunaan : Kunyit diketahui bermanfaat untuk mengurangi nyeri haid
dan sudah turun-temurun dikonsumsi dalam ramuan jamu kunir asam yang sangat baik
dikonsumsi saat datang bulan. Akan tetapi jika diminum pada awal masa kehamilan
beresiko menyebabkan keguguran. Hal ini menunjukkan bahwa ketepatan waktu
penggunaan obat tradisional menentukan tercapai atau tidaknya efek yang diharapkan.
4. Ketetapan cara penggunaan : Satu tanaman obat dapat memiliki banyak zat aktif yang
berkhasiat di dalamnya. Masing-masing zat berkhasiat kemungkinan membutuhkan
perlakuan yang berbeda dalam penggunaannya. Sebagai contoh adalah daun Kecubung jika
dihisap seperti rokok bersifat bronkodilator dan digunakan sebagai obat asma. Tetapi jika
diseduh dan diminum dapat menyebabkan keracunan / mabuk
5. Ketetapan telaah informasi
6. Tanpa penyalahgunaan
7. Ketetapan pemilihan obat untuk indikasi tertentu.
Sumber : lusia O, 2006, pemanfaatan obat tradisional dengan pertimbangan manfaat dan
keamanannya, vol III no I,staf pengajar prog studi farmasi univ jember, majalah ilmu
kefarmasian, jember.
c.Pengeringan
Pengeringan dilakukan agar memperoleh simplisia yang tidak mudah rusak,
sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lama. Pengeringan dapat dilakukan dengan
dua cara, yaitu pengeringan secara alami dan secara buatan. Pengeringan alami
dilakukan dengan memanfaatkan sinar matahari baik secara langsung maupun ditutupi
dengan kain hitam. Sedangkan pengeringan secara buatan dilakukan dengan oven.
Bahan simplisia dapat dikeringkan pada suhu 50-60c
Standardisasi Simplisia
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai bahan obat, kecuali
dipergunakan sebagai bahan obat, kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang telah
dinyatakan lain berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia terdiri dari simplsiia
nabati, hewani dan mineral. nabati, hewani dan mineral. Simplisia nabati adalah
simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman. Yang di
maksud eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari selnya atau zat-
zat nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya. Simplisia
hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh atau zat-zat yang berguna yang
dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni. Simplisia pelikan atau
mineral adalah simplisia yang berupa bahan pelikan atau mineral yang belum diolah
dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni. Untuk menjamin
keseragaman senyawa aktif, keamanan maupun kegunaan simplisia harus memenuhi
persyaratan minimal untuk standardisasi simplisia. Standardisasisimplisia mengacu
pada tiga konsep antara lain sebagai berikut:
1. Kebenaran simplisia
Pemeriksaan mutu simplisia dilakukan dengan cara organoleptik,
makroskopik dan mikroskopik. Pemeriksaan organoleptik dan makroskopik dilakukan
dengan menggunakan indera manusia dengan memeriksa kemurnian dan mutu
simplisia dengan mengamati bentuk dan ciri-ciri luar serta warna dan bau simplisia.
Sebaiknya pemeriksaan mutu organoleptik dilanjutkan dengan mengamati ciri-ciri
anatomi histologi terutama untuk menegaskan keaslian simplisia.
a. Parameter non spesifik
Parameter non spesifik meliputi uji terkait dengan pencemaran yang
disebabkan oleh pestisida, jamur, aflatoxin, logam berat, penetapan kadar abu, kadar
air, kadar minyak atsiri, penetapan susut pengeringan.
b. Parameter spesifik
Parameter ini digunakan untuk mengetahui identitas kimia dari simplisia.Uji
kandungan kimia simplisia digunakan untuk menetapkan kandungan senyawa tertentu
dari simplisia. Biasanya dilkukan dengan analisis kromatografi lapis tipis.
Standardisasi Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif
dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,
kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang
diperoleh diperlukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan.
Standardisasi ekstrak tidak lain adalah serangkaian parameter yang dibutuhkan
sehingga ekstrak persyaratan produk kefarmasian sesuai dengan persyaratan yang
berlaku.
Ekstrak terstandar berarti konsistensi kandungan senyawa aktif dari setiap batch
yang diproduksi dapat dipertahankan, dan juga dapat mempertahankan pemekatan
kandungan senyawa aktif pada ekstrak sehingga dapat mengurangi secara signifikan
volume permakaian per dosis, sementara dosis yang diinginkan terpenuhi, serta ekstrak
yang diketahui kadar senyawa aktifnya ini dapat dipergunakan sebagai bahan
pembuatan formula lain secara mudah seperti sediaan cair , kapsul, tablet, dan lain-lain.
1.Parameter Non Spesifik
a. Susut Pengeringan
Susut pengeringan merupakan pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada
temperatur 105oC selama 30 menit atau sampai konstan, yang dinyatakan dalam
porsen. Dalam hal khusus (jika bahan tidak mengandung minyak menguap/atsiri dan
sisa pelarut organik) identik dengan kadar air, yaitu kandungan air karena berada di
atmosfer/lingkungan udara terbuka
b. Bobot Jenis
Parameter bobot jenis ekstrak merupakan parameter yang mengindikasikan spesifikasi
ekstrak uji. Parameter ini penting, karena bobot jenis ekstrak tergantung pada jumlah
serta jenis komponen atau zat yang larut didalamnya
c. Kadar air
Kadar air adalah banyaknya hidrat yang terkandung zat atau banyaknya air yang diserap
dengan tujuan untuk memberikan batasan minimal atau rentang tentang besarnya
kandungan air dalam bahan
d. Kadar abu
Parameter kadar abu merupakan pernyataan dari jumlah abu fisiologik bila simplisia
dipijar hingga seluruh unsur organik hilang. Abu fisiologik adalah abu yang diperoleh
dari sisa pemijaran.
2.Parameter Spesifik
A. Identitas
Identitas ekstrak dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Deskripsi tata nama:
Nama Ekstrak (generik, dagang, paten)
Nama latin tumbuhan (sistematika botani
Bagian tumbuhan yang digunakan (rimpang, daun, buah,)
Nama Indonesia tumbuhan
Ekstrak dapat mempunyai senyawa identitas artinya senyawa tertentu yang
menjadi petunjuk spesifik dengan metode tertentu. Parameter identitas ekstrak
mempunyai tujuan tertentu untuk memberikan identitas obyektif dari nama dan
spesifik dari senyawa identitas
B. Organoleptik
Parameter oranoleptik digunakan untuk mendeskripsikan bentuk, warna, bau,
rasa menggunakan panca indera dengan tujuan pengenalan awal yang sederhana
dan seobyektif mungkin.
C. Kadar sari
Parameter kadar sari digunakan untuk mengetahui jumlah kandungan senyawa
kimia dalam sari simplisia. Parameter kadar sari ditetapkan sebagai parameter uji
bahan baku obat tradisional karena jumlah kandungan senyawa kimia dalam sari
simplisia akan berkaitan erat dengan reproduksibilitasnya dalam aktivitas
farmakodinamik simplisia tersebut
D. Pola kromatogram
Pola kromatogram mempunyai tujuan untuk memberikan gambaran awal
komponen kandungan kimia berdasarkan pola kromatogram kemudian
dibandingkan dengan data baku yang ditetapkan terlebih dahulu.