Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN BBLR

1. KONSEP DASAR
A. DEFINISI
Berat badan lahir rendah adalah bayi dengan berat badan kurang dari 2500 gram
pada waktu lahir. (Huda dan Hardhi, NANDA NIC-NOC, 2013). Menurut Ribek dkk.
(2011). Berat badan lahir rendah yaitu bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari
2500 gram tanpa memperhatikan usia gestasi (dihitung satu jam setelah melahirkan).
Bayi berat badan lahir rendah adalah bayi dengan berat badan kurang dari 2500
gram pada waktu lahir. (Amru Sofian, 2012). Dikutip dalam buku Nanda, (2013).
Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat badan
kurang dari 2.500 gram tanpa memperhatikan usia gestasi (Wong, 2009). Berkaitan
dengan penanganan dan harapan hidupnya, bayi berat lahir rendah dibedakan menjadi
1. Bayi berat lahir rendah ( BBLR ), berat lahir 1500 2500 gr
2. Bayi berat lahir sangat rendah ( BBLSR ), berat lahir < 1500 gr
3. Bayi berat lahir ekstrem rendah ( BBLER ), berat lahir < 1000 gr

B. ETIOLOGI
Penyebab terbanyak terjadinya BBLR adalah kelahiran prematur. Faktor lain yang
menyebabkan BBLR dari ibu, faktor plasenta, serta faktor janin juga menjadi
penyebab terjadinya BBLR. Menurut Huda dan Hardhi dalam NANDA NIC-NOC
(2013). Penyebab kelahiran bayi berat badan lahir rendah, yaitu:
1. Faktor Ibu
Ibu merupakan salah satu faktor yang penting dalam proses perkembangan suatu
janin agar terbentuk bayi yang sehat, yang salah satu indikatornya adalah berat
badan bayi. Secara klinis, berat bayi normal saat lahir apabila beratnya berkisar
2500 sampai 4000 gram. Namun dapat dimungkinkan karena beberapa faktor dari
pihak ibu tersebut, maka terjadi kelahiran bayi dengan berat badan yang rendah.
Adapun faktor faktor dari pihak ibu tersebut meliputi:
a. Faktor penyakit
Penyakit yang berhubungan langsung dengan kehamilan, misalnya toxemia
gravidarum, perdarahan antepartum, trauma fisik (mis. Jatuh) dan psikologis
(mis. Stress). Selain itu penyakit lain seperti nefritis akut, infeksi akut dengan
gejala panas tinggi (mis.tifus abdominalis,malaria), dan dapat juga karena
faktor tumor (mis. Mioma uteri, sistoma), penyakit kronis (mis. TBC,
penyakit jantung, glomerulonefritis kronis),dll.
b. Paritas ibu (banyaknya kelahiran hidup yang dipunyai oleh seorang wanita)
Jumlah anak lebih dari 4 dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan janin
sehingga melahirkan bayi dengan berat lahir rendah dan perdarahan saat
persalinan karena keadaan rahim biasanya sudah lemah.
c. Usia
Angka kejadian tertinggi pada bayi BBLR adalah umur ibu dibawah 20 tahun
atau lebih dari 35 tahun, dan pada multigravida yang jarak kelahirannya
terlalu dekat.
Ibu-ibu yang terlalu muda seringkali secara emosional dan fisik belum
matang, selain pendidikan pada umumnya rendah, ibu yang masih muda
masih tergantung pada orang lain. Kelahiran bayi BBLR lebih tinggi pada ibu-
ibu muda berusia kurang dari 20 tahun
Faktor usia ibu bukanlah faktor utama kelahiran BBLR, tetapi kelahiran
BBLR tampak meningkat pada wanita yang berusia di luar usia 20 sampai 35
tahun.
d. Keadaan Sosial
Keadaan ini sangat berperan sekali terhadap timbulnya BBLR. Hal ini
disebabkan oleh gizi yang kurang baik karena antenatal care yang kurang
e. Kelainan bentuk uterus
Contoh kelainan bentuk uterus diantaranya uterus bikornis, inkompeten
serviks.
Uterus bikornis adalah kelainan bentuk uterus seperti bentuk hati, mempnyai
dinding di bagian dalamnya dan terbagi dua di bagian luarnya. Jika hamil,
wanita yang memiliki bentuk rahim ini akan mengalami kelainan letak, yaitu
janin sering dalam keadaan melintang atau sungsang. Namun, wanita yang
mempunyai kelainan ini masih mempunyai kesempatan melahirkan anak,
walaupun risiko tinggi untuk mengalami inkompetensia serviks keadaan leher
rahim yang lemah sehingga mudah terbuka.
f. Sebab Lain
Karena ibu perokok, peminum alkohol atau pengguna obat-obatan terlarang.
2. Faktor Janin
a. Hydrammion
Hidramnion yang kadang-kad ang disebut polihidramnion merupakan keadaan
cairan amnion yang berlebihan. Hidromnion dapat menimbulkan persalinan
sebelum kehamilan 28 minggu, sehingga dapat menyebabkan kelahiran
prematur dan dapat meningkatkan kejadian BBLR
b. Ketuban pecah dini
Ketuban dinyatakan pecah sebelum waktunya bila terjadi sebelum proses
persalinan berlangsung. Ketuban Pecah Dini (KPD) disebabkan oleh karena
berkurangnya kekuatan membran yang diakibatkan oleh adanya infeksi yang
dapat berasal dari vagina dan serviks.
c. Cacat bawaan
Bayi yang dilahirkan dengan kelainan kongenital, umumnya akan dilahirkan
sebagai Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) atau bayi kecil untuk masa
kehamilannya. Bayi Berat Lahir Rendah dengan kelainan kongenital yang
mempunyai berat kira-kira 20% meninggal dalam minggu pertama
kehidupannya.
d. Insufisiensi plasenta
kegagalan plasenta untuk memberikan nutrisi yang cukup pada janin. Hal ini
disebabkan oleh kegagalan plasenta untuk tumbuh atau berfungsi dengan baik
dan dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan janin dan berat lahir rendah

e. Inkompatibilitas ibu dan janin (faktor Rhessus)


Seseorang yang tidak memiliki faktor Rh di permukaan sel darah merahnya
memiliki golongan darah Rh-. Mereka yang memiliki faktor Rh pada
permukaan sel darah merahnya disebut memiliki golongan darah Rh+.
Kecocokan faktor Rhesus amat penting karena ketidakcocokan golongan,
misalnya donor dengan Rh+ sedangkan resipiennya Rh- dapat menyebabkan
produksi antibodi terhadap antigen Rh(D) yang mengakibatkan hemolisis.
f. Kelainan kromosom
Keainan kromosom akan menyebabkan gangguan pada muskulus arterioli
sehingga menimbulkan gangguan sirkulasi darah retroplasenter dan janin
tumbuh dalam bentuk kcil masa kehamilan (KMK) (Manuaba, 2010)
g. Infeksi (mis. Rubeolla, Syphilis, toksoplasmosis)
Infeksi hepatitis terhadap kehamilan bersumber dari gangguan fungsi hati
dalam mengatur dan mempertahankan metabolisme tubuh, sehingga aliran
nutrisi ke janin dapat terganggu atau berkurang. Oleh karena itu, pengaruh
infeksi hepatitis menyebabkan abortus atau persalinan prematuritas dan
kematian janin dalam rahim (Manuaba, 2010).
3. Faktor plasenta
a. Plasenta previa
Merupakan plasenta yang berada di bagian bawah rahim sehingga
menghalangi jalan lahir
b. Solusio plasenta
Solusio plasenta (abrubtio plasenta) adalah lepasnya sebagian atau seluruh
plasenta dimana pada keadaan normal implantasinya diatas 22 minggu dan
sebelum lahirnya anak

C. PATOFISIOLOGI
Menurunnya simpanan zat gizi. Hampir semua lemak, glikogen, dan mineral,
seperti zat besi, kalsium, fosfor dan seng dideposit selama 8 minggu terakhir
kehamilan. Dengan demikian bayi preterm mempunyai peningkatan potensi terhadap
hipoglikemia, rikets dan anemia. Meningkatnya kkal untuk bertumbuh. BBLR
memerlukan sekitar 120 kkal/ kg/hari, dibandingkan neonatus aterm sekitar 108
kkal/kg/hari
Belum matangnya fungsi mekanis dari saluran pencernaan. Koordinasi antara isap
dan menelan, dengan penutupan epiglotis untuk mencegah aspirasi pneumonia, belum
berkembang dengan baik sampai kehamilan 32-42 minggu. Penundaan pengosongan
lambung dan buruknya motilitas usus sering terjadi pada bayi preterm. Kurangnya
kemampuan untuk mencerna makanan. Bayi preterm mempunyai lebih sedikit
simpanan garam empedu, yang diperlukan untuk mencerna dan mengabsorbsi lemak ,
dibandingkan bayi aterm. Produksi amilase pankreas dan lipase, yaitu enzim yang
terlibat dalam pencernaan lemak dan karbohidrat juga menurun. Kadar laktase juga
rendah sampai sekitar kehamilan 34 minggu. Paru-paru yang belum matang dengan
peningkatan kerja bernafas dan kebutuhan kalori yang meningkat. Masalah
pernafasan juga akan mengganggu makanan secara oral.
Potensial untuk kehilangan panas akibat luasnya permukaan tubuh dibandingkan
dengan berat badan, dan sedikitnya lemak pada jaringan bawah kulit memberikan
insulasi. Kehilangan panas ini meningkatkan keperluan kalori.

D. PATHWAY
(terlampir)

E. KOMPLIKASI
Komplikasi langsung yang dapat terjadi pada bayi berat lahir rendah antara lain:
a) Hipotermia
b) Hipoglikemia
c) Gangguan cairan dan elektrolit
d) Hiperbilirubinemia
e) Sindroma gawat nafas
f) Paten duktus arteriosus
g) Infeksi
h) Perdarahan intraventrikuler
i) Apnea of Prematurity
j) Anemia
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan kadar glukosa
Pada bayi aterm kadar gula dalam darah 50 - 60 mg/dl dalam 72 jam
pertama.Pada bayi berat lahir rendah kadar gula darah 40 mg /dl hal ini
disebabkan karena cadangan makanan glikogen yang belum mencukupi
(hiploglikemi). Bila kadar gula darah sama dengan atau kurang dari 20 mg/ dl
2. Pemeriksan kadar bilirubin
Kadar bilirubin normal pada bayi prematur 10 mg/dl, dengan 6 mg/dl pada hari
pertamake hidupan, 8 mg/dl 1- 2hari, dan 12 mg/dl pada 3-5 hari. Hiperbilirubun
terjadi karena belum matangnya fungsi hepar.
3. Jumlah sel darah putih : 18.000 mm3, neutrofil meningkat sampai 23.000
24.000 mm3 hari pertama setelah lahir (menurun bila ada sepsis).
4. Hematokrit (Ht) : 43% - 61% (peningkatan sampai 65% atau lebih menandakaan
polisitemia, penurunan kadar menunjukan anemia atau hemoragikprenatal/
perinatal)
5. Hemoglobin (Hb) : 15 -20 gr/dl (kadar lebih rendah berhubungan dengan anemi
atau hemolisis berlebihan)
6. Destrosix : tetes glukosa pertama selama 4 -6 jam pertama setelah kelahiran ratra-
rata 40 50 mg/dl meningkat 60 -70 mg/dl pada hari ke tiga.
7. Pemantauan Elektrolit (Na, K. Cl), biasanya dalam batas normal pada awalnya.
8. Pemeriksaan Analisa gas darah.

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksana setelah lahir :
1. Resusitasi untuk bayi dengan asfiksia
2. Suhu tubuh dijaga dan dipertahankan setinggi suhu rektal bayi dengan berat badan
kurang dari 200 gram dirawat di incubator
3. Pemberian makanan
Bila bayi dapat makan per oral, berikan ASI/PASI dini (2-4 jam setelah lahir)
dengan volume disesuaikan dengan keperluan dan bila reflek menelan dan
menghisap belum ada berikan lewat NGT
a. Hari I : 50-65 ml/kgbb/hari, dalam 10-12 kali pemberian
b. Selanjutnya dinaikkan secara bertahap, sesuai dengan keadaan bayi, misal
5ml/kali pemberian
Bila bayi tidak dapat minum peroral diberikan melalui infuse
a. Hari I : D 10%
b. Hari II dan III D 10 S
Bila setelah hari ketiga belum, dapat diberikan nutrisi parenteral dengan
menggunakan Aminofusin 2-5 ml/kgbb/hr
4. Menghindari Infeksi
a. Cara kerja aseptic
b. Antibiotik profilaksis dengan indikasi BBLR, bayi resiko tinggi infeksi (KPD,
ketuban keruh, banyak tindakan)
Ampisillin : 50-100 mg/kgbb/hari, dalam 2 kali pemberian selama 3-5
hari, secara IV atau IM
Gentamisin : 5 mg/kgbb/hari, dalam 2 kali pemberian, selama 3-5 hari
secara IV atau IM.

Penatalaksanaan Perawatan Bayi Baru Lahir


Yang perlu diperhatikan adalah pengaturan suhu lingkungan, pemberian oksigen,
pemberian makanan dan pencegahan infeksi. Pada bayi BBLR makin pendek masa
kehamilan makin sulit dan banyak persoalan yang dihadapi serta makin tinggi angka
kematian.
1. Pengaturan suhu lingkungan
Bayi dimasukkan dalam inkubator dengan suhu di atur dan bayi dalam keadaan
telanjang. Bayi kurang dari 2000 gram 35oC. Suhu inkubator diturunkan 1oC,
setiap minggu sampai bayi dapat ditempatkan pada suhu lingkungan sekitar 24-27
o
C. Adapun keuntungan bayi dirawat dalam keadaan telanjang adalah
memungkinkkan adanya pernafasan yang tidak terhalang, anak bergerak tanpa
dibatasi pakaian, observasi lebih mudah dan menghindarkan manipulasi secara
berlebihan saat mengenakan pakaian.
2. Pemberian Oksigen
Konsentrasi oksigen yang dianjurkan sekitar 30-35 % pemberian dengan head box
6 liter/menit.
3. Pemberian nutrisi
ASI merupakan pilihan pertama bila bayi dapat menghisap, bila belum perlu
dilakukan pemasangan NGT begitu juga bila ASI belum keluar dapat diberikan
susu formula. Pada hari I diberikan 50-65 ml/kgbb/hari dan seterusnya dapat
meningkat sesuai kondisi bayi.
4. Pencegahan infeksi
Bayi BBLR mempunyai sistem imunologi yang kurang oleh karena itu fungsi
perawatan yang terlibat harus mempunyai tujuan dasar perlindungan bayi
terhadap infeksi. Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah merawat bayi,
memakai masker, gunakan gaun (jas), lepaskan semua aksesoris dan tidak
seorangpun masuk di kamar bayi dalam keadaan infeksi.

2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN
Hal hal yang perlu dikaji pada bayi dengan berat badan lahir rendah :
1. Aktivitas / istirahat
Bayi mungkin sadar 2-3 jam. Kemudian pada beberapa hari pertama, tidur sehari
rata-rata 20 jam.
2. Pernafasan
Takipnea sementara dapat dilihat, khususnya setelah persalinan SC atau presentasi
bokong. Pola nafas diafragmatik dan abdominal dengan gerakan sinkron dari dada
dan abdomen, perhatikan adanya secret yang mengganggu pernafasan, mengorok
dan pernafasan cuping hidung.
3. Makanan dan cairan
Berat badan rata-rata 2500-4000 gram, kurang dari 2500 gram menunjukkan kecil
untuk usia gestasi, pemberian nutrisi harus diperhatikan. Bayi dengan dehidrasi
harus diberi infus. Beri minum dengan tetes ASI /sonde karena refleks menelan
BBLR belum sempurna, kebutuhan cairan untuk bayi baru lahir 120-150
ml/kg/BB/hari.
4. Berat badan
Bayi dengan BBLR memiliki berat badan kurang dari 2500 gram
5. Suhu
BBLR mudah terjadi hipotermi, oleh karena itu suhu tubuh BBLR harus selalu di
jaga dan di pantau.
6. Integumen
Pada BBLR biasanya terdapat tanda-tanda kulit tampak mengkilat dan kering

B. DIAGNOSA
Diagnosa yang dapat ditegakkan oleh seorang perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan pada bayi dengan BBLR, yaitu :
1. Pola nafas yang tidak efektif yang berhubungan dengan imaturitas pusat
pernapasan, keterbatasan perkembangan otot penurunan otot atau kelemahan, dan
ketidakseimbangan metabolic
2. Resiko termoregulasi inefektif yang berhubungan dengan SSP imatur (pusat
regulasi residu, penurunan massa tubuh terhadap area permukaan, penurunan
lemak sebkutan, ketidakmampuan merasakan dingin dan berkeringat, cadangan
metabolik buruk)
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan penurunan
simpanan nutrisi, imaturitas produksi enzim, otot abdominal lemah, dan refleks
lemah.
4. Resiko kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan usia dan berat
ekstrem, kehilangan cairan berlebihan (kulit tipis), kurang lapisan lemak, ginjal
imatur/ kegagalan mengonsentrasikan urine.
5. Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan imobilitas,
kelembaban kulit.
6. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi penyakit bayinya ditandai
dengan orang tua klien tampak cemas dan khawatir malihat kondisi bayinya, dan
berharap agar bayinya cepat sembuh.
C. INTERVENSI
1. Pola nafas yang tidak efektif berhubungan dengan imaturitas pusat pernapasan,
keterbatasan perkembangan otot penurunan otot atau kelemahan, dan
ketidakseimbangan metabolik
Tujuan : setelah dilakukan tindakan, pola napas kembali efektif
Kriteria hasil:
a. Neonatus akan mempertahankan pola pernapasan periodik
b. Membran mukosa merah muda
Intervensi:
1) Kaji frekuensi dan pola pernapasan, perhatikan adanya apnea dan perubahan
frekuensi jantung
2) Isap jalan napas sesuai kebutuhan
3) Posisikan bayi pada abdomen atau posisi telentang dengan gulungan popok
dibawah bahu untuk menghasilkan hiperekstensi
4) Tinjau ulang riwayat ibu terhadap obat-obatan yang akan memperberat
depresi pernapasan pada bayi
Kolaborasi :
1) Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi
2) Berikan oksigen sesuai indikasi
Rasional :
Mandiri :
1) Membantu dalam membedakan periode perputaran pernapasan normal dari
serangan apnetik sejati, terutama sering terjadi pad gestasi minggu ke-30
2) Menghilangkan mukus yang neyumbat jalan napas
3) Posisi ini memudahkan pernapasan dan menurunkan episode apnea,
khususnya bila ditemukan adanya hipoksia, asidosis metabolik atau
hiperkapnea
4) Obat obatan yang memperberat depresi pernapasan bayi akan memperburuk
pernabasan pada bayi dengan berat lahir rendah. Magnesium sulfat dan
narkotik menekan pusat pernapasan dan aktifitas SSP
Kolaborasi :
1) Hipoksia, asidosis metabolik, hiperkapnea, hipoglikemia, hipokalsemia dan
sepsis memperberat serangan apnetik
2) Perbaikan kadar oksigen dan karbondioksida dapat meningkatkan fungsi
pernapasan

2. Resiko termoregulasi inefektif yang berhubungan dengan SSP imatur (pusat


regulasi residu, penurunan massa tubuh terhadap area permukaan, penurunan
lemak subkutan, ketidakmampuan merasakan dingin dan berkeringat, cadangan
metabolik buruk).
Tujuan : termoregulasi menjadi efektif sesuai dengan perkembangan
Kriteria hasil : Mempertahankan suhu kulit atau aksila (35 37,5 derajat C)
Intervensi :
1) Kaji suhu dengan memeriksa suhu rektal pada awalnya, selanjutnya periksa
suhu aksila atau gunakan alat termostat dengan dasar terbuka dan penyebar
hangat.
2) tempatkan bayi pada inkubator atau dalam keadaan hangat
3) pantau sistem pengatur suhu , penyebar hangat (pertahankan batas atas pada
98,6F, bergantung pada ukuran dan usia bayi)
4) kaji haluaran dan berat jenis urine
5) pantau penambahan berat badan berturut-turut. Bila penambahan berat badan
tidak adekuat, tingkatkan suhu lingkungan sesuai indikasi.
6) Perhatikan perkembangan takikardia, warna kemerahan, diaforesis, letargi,
apnea atau aktifitas kejang.
Kolaborasi :
1) pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi (GDA, glukosa serum,
elektrolit dan kadar bilirubin)
2) berikan obat-obat sesuai dengan indikasi fenobarbital
Rasional :
Mandiri :
1) Hipotermia membuat bayi cenderung merasa stres karena dingin, penggunaan
simpanan lemak tidak dapat diperbaruai bila ada dan penurunan sensivitas
untuk meningkatkan kadar CO2 atau penurunan kadar O2.
2) Mempertahankan lingkungan termonetral, membantu mencegah stres karena
dingin
3) Hipertermi dengan peningkatan laju metabolisme kebutuhan oksigen dan
glukosa serta kehilangan air dapat terjadi bila suhu lingkungan terlalu tinggi.
4) Penurunan keluaran dan peningkatan berat jenis urine dihubungkan dengan
penurunan perfusi ginjal selama periode stres karena rasa dingin
5) Ketidakadekuatan penambahan berat badan meskipun masukan kalori
adekuat dapat menandakan bahwa kalori digunakan untuk mempertahankan
suhu lingkungan tubuh, sehingga memerlukan peningkatan suhu lingkungan.
6) Tanda-tanda hipertermi ini dapat berlanjut pada kerusakan otak bila tidak
teratasi.
Kolaborasi :
1) Stres dingin meningkatkan kebutuhan terhadap glukosa dan oksigen serta
dapat mengakibatkan masalah asam basa bila bayi mengalami metabolisme
anaerobic, bila kadar oksigen yang cukup tidak tersedia. Peningkatan kadar
bilirubin indirek dapat terjadi karena pelepasan asam lemak dari metabolisme
lemak coklat dengan asam lemak bersaing dengan bilirubin pada bagian ikatan
di albumin.
2) Membantu mencegah kejang berkenaan dengan perubahan fungsi SSP yang
disebabkan hipertermi. Memperbaiki asidosis yang dapat terjadi pada
hiportemia dan hipertermia

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan penurunan


simpanan nutrisi, imaturitas produksi enzim, otot abdominal lemah, dan refleks
lemah.
Tujuan : nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhan
Kriteria hasil :
a. Bayi mendapat kalori dan nutrien esensial yang adekuat
b. Mempertahankan pertumbuhan dan peningkatan berat badan dalam kurva
normal dengan penambahan berat badan tetap, sedikitnya 20-30 gram/hari.
Intervensi :
1) Kaji maturitas refleks berkenaan dengan pemberian makan (misalnya :
mengisap, menelan, dan batuk)
2) Auskultasi adanya bising usus, kaji status fisik dan status pernapasan
3) Kaji berat badan dengan menimbang berat badan setiap hari, kemudian
dokumentasikan pada grafik pertumbuhan bayi
4) Pantau masukan dan pengeluaran. Hitung konsumsi kalori dan elektrolit setiap
hari
5) Kaji tingkat hidrasi, perhatikan fontanel, turgor kulit, berat jenis urine, kondisi
membran mukosa, fruktuasi berat badan.
6) Kaji tanda-tanda hipoglikemia; takipnea dan pernapasan tidak teratur, apnea,
letargi, fruktuasi suhu, dan diaphoresis. Pemberian makan buruk, gugup,
menangis, nada tinggi, gemetar, mata terbalik, dan aktifitas kejang.
Kolaborasi :
1) Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi
a) Glukas serum
b) Nitrogen urea darah, kreatin, osmolalitas serum/urine, elektrolit urine
2) Berikan suplemen elektrolit sesuai indikasi misalnya kalsium glukonat 10%
Rasional :
Mandiri :
1) Menentukan metode pemberian makan yang tepat untuk bayi
2) Pemberian makan pertama bayi stabil memiliki peristaltik dapat dimulai 6-12
jam setelah kelahiran. Bila distres pernapasan ada cairan parenteral di
indikasikan dan cairan peroral harus ditunda
3) Mengidentifikasikan adanya resiko derajat dan resiko terhadap pola
pertumbuhan. Bayi SGA dengan kelebihan cairan ekstrasel kemungkinan
kehilangan 15% BB lahir. Bayi SGA mungkin telah mengalami penurunan
berat badan dealam uterus atau mengalami penurunan simpanan
lemak/glikogen.
4) Memberikan informasi tentang masukan aktual dalam hubungannya dengan
perkiraan kebutuhan untuk digunakan dalam penyesuaian diet.
5) Peningkatan kebutuhan metabolik dari bayi SGA dapat meningkatkan
kebutuhan cairan. Keadaan bayi hiperglikemia dapat mengakibatkan diuresi
pada bayi. Pemberian cairan intravena mungkin diperlukan untuk memenuhi
peningkatan kebutuhan, tetapi harus dengan hati-hati ditangani untuk
menghindari kelebihan cairan
6) Karena glukosa adalah sumber utama dari bahan bakar untuk otak,
kekurangan dapat menyebabkan kerusakan SSP permanen.hipoglikemia
secara bermakna meningkatkan mobilitas mortalitas serta efek berat yang
lama bergantung pada durasi masing-masing episode.
Kolaborasi :
1) Hipoglikemia dapat terjadi pada awal 3 jam lahir bayi SGA saat cadangan
glikogen dengan cepat berkurang dan glukoneogenesis tidak adekuat karena
penurunan simpanan protein obat dan lemak.
2) Mendeteksi perubahan fungsi ginjal berhubungan dengan penurunan
simpanan nutrien dan kadar cairan akibat malnutrisi.
3) Ketidakstabilan metabolik pada bayi SGA/LGA dapat memerlukan suplemen
untuk mempertashankan homeostasis.

4. Resiko kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan usia dan berat
ekstrem, kehilangan cairan berlebihan (kulit tipis), kurang lapisan lemak, ginjal
imatur/ kegagalan mengonsentrasikan urine.
Tujuan : cairan terpenuhi
Kriteria hasil :
a. bebas dari tanda dehidrasi.
b. Menunjukkan penambahan berat badan 20-30 gram/hari.
Intervensi :
1) Bandingkan masukan dan pengeluaran urine setiap shift dan keseimbangan
kumulatif setiap periodik 24 jam
2) Pantau berat jenis urine setiap selesai berkemih atau setiap 2-4 jam dengan
menginspirasi urine dari popok bayi bila bayi tidak tahan dengan kantong
penampung urine.
3) Evaluasi turgor kulit, membran mukosa, dan keadaan fontanel anterior.
4) Pantau tekanan darah, nadi, dan tekanan arterial rata-rata (TAR)
Kolaborasi :
1) Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai dengan indikasi Ht
2) Berikan infus parenteral dalam jumlah lebih besar dari 180 ml/kg, khususnya
pada PDA, displasia bronkopulmonal (BPD), atau entero coltis nekrotisan
(NEC)
3) Berikan tranfusi darah
Rasional :
1) Pengeluaran harus 1-3 ml/kg/jam, sementara kebutuhan terapi cairan kira-kira
80-100 ml/kg/hari pada hari pertama, meningkat sampai 120-140 ml/kg/hari
pada hari ketiga postpartum. Pengambilan darah untuk tes menyebabkan
penurunan kadar Hb/Ht.
2) Meskipun imaturitas ginjal dan ketidaknyamanan untuk mengonsentrasikan
urine biasanya mengakibatkan berat jenis yang rendah pada bayi preterm (
rentang normal1,006-1,013). Kadar yang rendah menandakan volume cairan
berlebihan dan kadar lebih besar dari 1,013 menandakan ketidakmampuan
masukan cairan dan dehidrasi.
3) Kehialangan atau perpindahan cairan yang minimal dapat dengan cepat
menimbulkan dehidrasi, terlihat oleh turgor kulit yang buruk, membran
mukosa kering, dan fontanel cekung.
4) Kehilangan 25% volume darah mengakibatakan syok dengan TAR < 25
mmHg menandakan hipotensi.
5) Dehidrasi meningkatkan kadar Ht diatas normal 45-53% kalium serum
6) Hipoglikemia dapat terjadi karena kehilangan melalui selang nasogastrik diare
atau muntah.
7) Penggantian cairan darah menambah volume darah, membantu
mengenbalikan vasokonstriksi akibat dengan hipoksia, asidosis, dan pirau
kanan ke kiri melalui PDA dan telah membantu dalam penurunan komplikasi
enterokolitis nekrotisan dan displasia bronkopulmonal.
8) Mungkin perlu untuk mempertahankan kadar Ht/Hb optimal dan
menggantikan kehilangan darah.

5. Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan imobilitas, kelembaban


kulit.
Tujuan: bayi mempertahanmkan integritas kulit
Kriteria hasil:
a. Kulit tetap bersih dan utuh
b. Tidak terlihat adanya tanda-tanda terjedinya iritasi
Intervensi :
1) Observasi tekstur dan warna kulit.
2) Jaga kebersihan kulit bayi.
3) Ganti pakaian setiap basah.
4) Jaga kebersihan tempat tidur.
5) Lakukan mobilisasi tiap 2 jam.
Rasional :
1) Untuk mengetahui adanya kelainan pada kulit secara dini
2) Meminimalkan kontak kulit bayi dengan zat-zat yang dapat merusak kulit pada
bayi
3) Untuk meminimalisir terjadinya iritasi pada kulit bayi
4) Untuk mencegah kerusakan kulit pada bayi

6. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi penyakit bayinya ditandai


dengan orang tua klien tampak cemas dan khawatir malihat kondisi bayinya, dan
berharap agar bayinya cepat sembuh.
Tujuan: keluarga mendapat informasi tentang kemajuan kondisi bayinya
Kriteria hasil:
Orang tua/ keluarga mengekpresikan perasaan dan keprihatinan mengenai bayi dan
prognosis serta memperlihatkan pemahaman dan kjeterlibatan dalan asuhan
Intervensi :
1) Kaji tingkat pemahaman klien berikan instruksi /informasi pada klien maupun
keluarga tentang penyakitnya, baik tertulis atau lisan.
2) Jelaskan proses penyakit individu. Dorong orang terdekat menanyakan
pertanyaan
3) Jelaskan tentang dosis obat, frekwensi, tujuan pengobatan dan alasan tentang
pemberian obat kepeda keluarga
4) Kaji potensial efek samping pengobatan
Rasional :
1) Belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik dan diingatkan pada tahapan
individu
2) Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan partisipasi pada
rencana pengobatan.
3) Meningkatkan kerjasama dalam program pengobatan dan mencegah
penghentian obatsesuai perbaikan kondisi pasien.
4) Mencegah/menurunkan ketidaknyaman sehubungan dengan terapi dan
meningkatkan kerjasam dalam program
DAFTAR PUSTAKA

Fishman, Marvin A. 2007. Buku Ajar Pediatri, Volume 3 Edisi 20. Jakarta:EGC.

Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosis Keperawatan: Difinisi Dan Klasifikasi 2012-

2014/Editor,T. Heather Herdman; Alih Bahasa, Made Suwarwati Dan Nike Budhi

Subekti. Jakarta: EGC.

Huda, Nuratif dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan

Diagnosa NANDA NIC-NOC. Jakarta: Media Action.

Manuaba,I.B.G. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana

untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC.

Ribek, Nyoman dkk. 2011. Aplikasi Perawatan Bayi Resiko Tinggi Berdasarkan

Kurikulum Berbasis Kompetensi Program Keperawatan: Digunakan Sebagai

Bahan Pembelajaran Praktek Klinik dan Alat Uji Kompetensi. Denpasar: Poltekkes

Denpasar Jurusan Keperawatan.

Sofian, Amru. 2012. Rustam Mochtar Sinopsis Obstetri: Obstetri Operatif Obstetri Sosial

Edisi 3 Jilid 1 & 2. Jakarta: EGC

Wong, D.L,dkk. 2009. Pedoman Klinik Keperawatan Pediatrik. Jakarta. Buku

Kedokteran

Anda mungkin juga menyukai