Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA BAYI DENGAN HIPERBILIRUBIN

A. DEFINISI HIPERBILIRUBINEMIA
Ikterus adalah warna kuning yang dapat terlihat pada sklera, selaput lendir,
atau organ lain akibat penumpukan bilirubin. Ikterus fisiologis adalah ikterus yang
terjadi karena metabolisme normal bilirubin pada bayi baru lahir usia minggu
pertama. Peningkatan kadar bilirubin terjadi pada hari ke-2 dan ke-3 dan mencapai
puncaknya pada hari ke-5 sampai ke-7, kemudian menurun kembali pada hari ke-10
sampai ke-14. Pada neonatus cukup bulan, kadar bilirubin tidak lebih dari 10 mg/dL
dan pada bayi kurang bulan, kurang dari 12 mg/dL.
Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek
patologi, yang efek tersebut dapat berbeda-beda pada setiap bayi. Dan dapat diartikan
sebagai ikterus dengan konsentrasi bilirubin. Apabila kadar bilirubin tidak
dikendalikan dapat menyebabkan kernicterus. Ikterus yang dapat menjadi patologi
atau dapat dianggap sebagai hiperbilirubinemia adalah:
1. Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran
2. Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau lebih setiap 24 jam
3. Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada neonatus kurang bulan dan
12,5 mg% pada neonatus cukup bulan.
4. Ikterus yang disertai dengan proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi
enzim G6PD dan sepsis).
5. Ikterus yang disertai berat lahir kurang dari 2000 gr, masa gestasi kurang dari 36
minggu, asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan, infeksi, hipoglikemi,
hiperkapnia, hiperosmolalitas darah.

B. ETIOLOGI
Etiologi hiperbilirubin antara lain :
1. Peningkatan produksi
Hemolisis, misalnya pada inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat
ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan rhesus dan
ABO.

1
Perdarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran
Ikatan bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik yang
terdapat pada bayi hipoksia atau asidosis
Defisiensi G6PD (Glukosa 6 Phostat Dehidrogenase)
Breast milk jaundice yang disebabkan oleh kekurangannya pregnan 3 (alfa),
20 (beta), diol (steroid)
Kurangnya enzim glukoronil transferase, sehingga kadar bilirubin indirek
meningkat misalnya pada BBLR
Kelainan congenital
2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya
hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya sulfadiazine.
3. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin
yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti infeksi,
toksoplasmasis, syphilis.
4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ektra hepatic.
5. Peningkatan sirkulasi enterohepatik, misalnya pada ileus obstruktif.

C. JENIS BILIRUBIN
Menuru Klous dan Fanaraft (1998) bilirubin dibedakan menjad dua jenis yaitu:
1. Bilirubin tidak terkonjugasi atau bilirubin indirek atau bilirubin bebas yaitu
bilirubin tidak larut dalam air, berikatan dengan albumin untuk transport dan
komponen bebas larut dalam lemak serta bersifat toksik untuk otak karena bisa
melewati sawar darah otak. Nilai normal bilirubin indirek 0,3 1,1 mg/dl.
2. Bilirubin terkonjugasi atau bilirubin direk atau bilirubin terikat yaitu bilirubin
larut dalam air dan tidak toksik untuk otak. Nilai normal bilirubin direk 0,1 0,4
mg/dl.

D. METABOLISME BILIRUBIN
Meningkatnya kadar bilirubin dapat disebabkan oleh produksi yang belebihan.
Sebagian besar bilirubin berasal dari destruksi eritrosit yang menua. Pada neonatus
75% bilirubin berasal dari mekanisme ini. Zat gram hemoglobin dapat menghasilkan
bilirubin indirek (free bilirubin) dan bentuk inilah yang dapat masuk ke dalam
jaringan otak dan menyebabkan kernicterus. Kemungkinan dari sumber lain berasal

2
dari sumsum tulang dan hepar, yang terdiri dari dua komponen, yaitu komponen non-
eritrosit dan komponen eritrosit yang terbentuk dari eritropoiesis yang tidak
sempurna.
Pembentukan bilirubin diawali dengan proses oksidasi yang menghasilkan
biliverdin. Setelah mengalami reduksi biliverdin menjadi bilirubin bebas, yaitu zat
yang larut dalam lemak dan sulit larut dalam air. Bilirubin ini mempunyai sifat
lipofilik yang sulit ekskresi dan mudah melewati membran biologik seperti plasenta
dan sawar otak. Didalam plasma bilirubin bebas tersebut terikat atau bersenyawa
dengan albumin dan dibawa ke hepar. Dalam hepar terjadi mekanisme ambilan
sehingga bilirubin terikat oleh reseptor membran sel hepar dan masuk ke dalam
hepatosit. Di dalam sel, bilirubin akan terikat dan bersenyawa dengan ligandin
(protein Y), protein Z, dan glutation. S-transferase membawa bilirubin ke retikulum
endoplasma hati. Di dalam sel hepar berkat adanya enzim glukorinil transferase,
terjadi proses konjugasi bilirubin yang menghasilkan bilirubin direk, yaitu bilirubin
yang larut dalam air dan pada kadar tertentu dapat diekskresi melalui ginjal. Sebagian
besar bilirubin yang terkonjugasi diekskresikan melalui duktus hepatikus kedalam
saluran pencernaan. Selanjutnya menjadi urobilinogen dan keluar bersama feces
sebagai sterkobilin. Di dalam usus terjadi proses absorpsi enterohepatik, yaitu sebagia
kecil bilirubin direk dihidrolisis menjadi bilirubin indirek dan direabsorbsi kembali
oleh mukosa usus.
Peningkatan kadar bilirubin pada hari-hari pertama kehidupan, dapat terjadi
pada sebagan besar neonatus. Hal ini disebabkan karena tingginya kadar eritrosit
neonatus dan umur eritrosit yang lebih pendek (80-90 hari), dan fungsi hepar yang
belum matang. Hal ini merupakan keadaan yang fisiologis. Pada liquor amnion yang
normal dapat ditemukan bilirubin pada kehamilan 12 minggu, kemudian menghilang
pada kehamilan 36-37 minggu. Pada inkompatibilitas darah Rh, kadar bilirubin
amnion dapat dipakai untuk memperkirakan beratnya hemolisis. Peningkatan bilirubin
amnion juga terdapat pada obstruksi usus janin. Bagaimana bilirubin sampai ke cairan
amnion belum diketahui dengan jelas, akan tetapi kemungkinan besar melalui mukosa
saluran napas dan saluran cerna. Produksi bilirubin pada janin dan neonatus diduga
sama besarnya tetapi kesanggupan hepar mengambil bilirubin dari sirkulasi sangat
terbatas. Demikian pula kesanggupan untuk mengonjugasi. Dengan demikian, hampir
semua bilirubin pada janin dalam bentuk bilirubin indirek dan mudah melalui plasenta
ke sirkulasi ibu dan dieksekusi oleh hepar ibunya.
3
E. PATOFISIOLOGI HIPERBILIRUBINEMIA
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan.
Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin
pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan
penghancuran eritrosit, polisitemia.
Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan
kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang,
atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan
kadar bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar atau neonatus
yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan
tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut
dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini memungkinkan terjadinya efek
patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak.
Kelainan yang terjadi pada otak disebut kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa
kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin
indirek lebih dari 20 mg/dl.
Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak
hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin indirek akan mudah melalui
sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan berat badan lahir rendah , hipoksia,
dan hipoglikemia ( AH, Markum,1991).

F. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala yang jelas pada anak yang menderita hiperbilirubin adalah;
a. Tampak ikterus pada sklera, kuku atau kulit dan membran mukosa.
b. Jaundice yang tampak dalam 24 jam pertama disebabkan oleh penyakit hemolitik
pada bayi baru lahir, sepsis, atau ibu dengan diabetik atau infeksi.
c. Jaundice yang tampak pada hari ke dua atau hari ke tiga, dan mencapai puncak
pada hari ke tiga sampai hari ke empat dan menurun pada hari ke lima sampai
hari ke tujuh yang biasanya merupakan jaundice fisiologis.
d. Ikterus adalah akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit yang cenderung
tampak kuning terang atau orange, ikterus pada tipe obstruksi (bilirubin direk)

4
kulit tampak berwarna kuning kehijauan atau keruh. Perbedaan ini hanya dapat
dilihat pada ikterus yang berat.
e. Muntah, anoksia, fatigue, warna urin gelap dan warna tinja pucat, seperti dempul
f. Perut membuncit dan pembesaran pada hati
g. Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putar
h. Letargik (lemas), kejang, tidak mau menghisap
i. Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mental
j. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot, epistotonus,
kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot.

G. PENILAIAN IKTERUS MENURUT KHAMER


Ikterus dimulai dari kepala, leher dan seterusnya. Untuk penilaian ikterus,
Khamer membagi tubuh bayi baru lahir dalam lima bagian yang dimulai dari kepala
dan leher, dada sampai pusat, pusat sampai bagian bawah sampai tumit, tumit-
pergelangan kaki dan bahu pergelanagn tangan dan kaki seta tangan termasuk telapak
kaki dan telapak tangan.
Cara pemeriksaannya ialah dengan menekan jari telunjuk ditempat yang
tulangnya menonjol seperti tulang hidung, tulang dada, lutut dan lain-lain. Kemudian
penilaian kadar bilirubin dari tiap-tiap nomor disesuaikan dengan angka rata-rata
didalam gambar di bawah ini :

5
Tabel hubungan kadar bilirubin dengan ikterus

Derajat Daerah Ikterus Perkiraan kadar Bilirubin (rata-rata)


Ikterus
Aterm Prematur

1 Kepala sampai leher 5,4 -

2 Kepala, badan sampai dengan 8,9 9,4


umbilicus

3 Kepala, badan, paha, sampai 11,8 11,4


dengan lutut

4 Kepala, badan, ekstremitas 15,8 13,3


sampai dengan tangan dan
kaki

5 Kepala, badan, semua


ekstremitas sampai dengan
ujung jari

H. PENANGANAN IKTERUS FISIOLOGIS


Ikterus fisiologis tidak memerlukan penanganan yang khusus, kecuali
pemberian minum sendiri mungkin dengan jumlah cairan dan kalori yang mencukupi.
Pemberian minum sendiri mungkin akan meningkatkan motilitas usus dan juga
menyebabkan bakteri diintroduksi ke usus dan juga menyebabkan bakteri diintoduksi
ke usus. Bakteri dapat mengubah bilirubin direk menjadi urobilin yang tidak dapat
diabsorpsi kembali. Dengan demikian, kadar bilirubin serum akan turun. Menetapkan
bayi dibawah sinar matahari selama 15-20 menit, iini dilakukan setiap hari antara
pukul 06.30-08.00. selama ikterus masih terlihat, perawat harus mempertahankan
pemberian minum dengan jumlah cairnan dan kalori yang mencukupi dan pemantauan
perkembangan ikterus. Apabila ikterus makin meningkat intensitasnya, harus segera
dicatat dan dilaporkan karena mungkin diperlukan penanganan yang khusus.

6
I. ASUHAN KEPERAWATAN HIPERBILIRUBINEMIA
PENGKAJIAN DASAR DATA KLIEN
1. Aktivitas/istirahat
Latergi/malas.
2. Sirkulasi
Mungkin pucat, mendadak anemia.
Bertempat tinggal diatas ketinggian 5000 ft.
3. Eliminasi
Bising usus hipoaktif.
Pasase mekonium mungkin lambat.
Feses mungkin lunak/coklat kehijauan selama pengeluaran bilirubin.
Urine gelap pekat, jika hitam kecoklatan merupakan sindrome bayi bronze.
4. Makanan/cairan
Riwayat perlambatan/ makanan oral buruk, lebih mungkin disusui daripada
menyusu botol.
Palpasi abdomen dapat menunjukan pembesaran limpa, hepar.
5. Neurosensori
Sefalohematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua tulang parietal yang
berhubungan dengan trauma kelahiran/kelahiran ekstraksi vakum.
Edema umum, hepatosplenomegali, atau hidrops fetalis mungkin ada dengan
inkompatibilitas Rh berat.
Kehilangan reflek moro mungkin terlihat.
Opistotonus dengan kekakuan lengkung punggung, fontanel menonjol, menangis
lirih, aktivitas kejang (tahap krisis)
6. Pernapasan
Riwayat asfiksia
Krekels, mukus bercak merah muda (edema pleural, hemoragi pulmonal)
7. Keamanan
Riwayat positif infeksi/sepsis neonatus.
Dapat mengalami eksimosis berlebihan, petekie, perdarahan intrakranial.
Dapat tampak ikterik pada awalnya wajah dan berlanjut pada bagiann distal
tubuh, kulit hitam kecoklatan (sindrom bayi bonze) sebagia efek samping
fisioterapi.
8. Seksualitas
7
Mungkin praterm, bayi kecil untuk usia gestasi (SGA), bayi dengan retardasi
pertumbuhan intrauterus (IUGR), atau bayi besar untuk usia gestasi (LGA),
seperti bayi dengan ibu DM.
Trauma kelahiran dapat terjadi berkenaan dengan stres dingin, asfiksia, hipoksia,
asidosis, hipoglikemi, hipoproteinemia.
Terjadi lebih serng pada bayi laki-laki dari pada bayi perempuan.
9. Pemeriksaan diagnostik
Tes coomb pada tali pusat bayi baru lahir:
Hasil positif tes coomb indirek menandakan adanya antibodi Rh-positif, anti-A,
atau anti-B dalam darah ibu. Hasil pasitif dari tes coomb direk menandakan
adanya sensitisasi (Rh-positif, anti-A, anti-B) SDM dari neonatus.
Golongan darah ibu dan bayi:
Mengidentifikasi inkompatibilitas ABO.
Bilirubin total:
Kadar direk (terkonjogasi) bermakna jika melebihi 1,0-1,5 mg/dl, yang mungkin
dihubungkan dengan sepsis. Kadar indirek (tidak terkonjugasitidak boleh
melebihi peningkatan 5 mg/dl dalam 24 jam, atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl
pada bayi cukup buln atau 15 mg/dl pada bayi praterm (tergantung pada berat
badan).
Protein serum total:
Kadar kurang dari 3,0 mg/dl menandakan penurunan kapasitas ikatan, terutama
bayi praterm.
Hitung darah lengkap:
Hemoglobin mungkin lebih rendah <14 gr/dl karena hemolisis. Hematokrit
mungkin meningkat >65 % pada polositemia, penurunan <45 % dengan hemolisis
dan anemia berlebihan.
Glukosa:
Kadar dextrostix mungkin kurang dari 45% glukosa darah lengkap kurang dari 30
mg/dl, atau tes glukosa serum kurang dari 40 mg/dl bila bayi baru lahir
hipoglikemi dan mulai menggunakan simpanan lemak dan menunjukan
hemolisis.
Daya ikat karbondioksida:
Penurunan kadar menunjukan adanya hemolisis.
Meter ikterik transkutan:
8
Mengidentifikasi bayi yang memerlukan penentuan bilirubin serum.
Jumlah retikulosit:
Peningkatan retikulosit menunjukan adanya peningkatan produksi SDM dalam
respons terhadap hemolisis yang berkenaan dengan penyakit RH.
Smear darah perifer:
Dapat menunjukan SDM abnormal atau imatur, eritroblastisis pada penyakit Rh,
atau sferositis pada inkompabilitas ABO.
Tes bekte-kleihauer
Evaluasi smear darah maternal terhadap eritrosit janin.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kurangnya volume cairan sehubungan dengan tidak adekuatnya intake cairan,
fototherapi, dan diare.
2. Gangguan suhu tubuh (hipertermi) sehubungan dengan efek fototerapi
3. Gangguan integritas kulit sehubungan dengan hiperbilirubinemia dan diare
4. Gangguan parenting sehubungan dengan pemisahan
5. Kecemasan meningkat sehubungan dengan therapi yang diberikan pada bayi.
6. Potensial trauma sehubungan dengan efek fototherapi
7. Potensial trauma sehubungan dengan tranfusi tukar

INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Diagnosa Keperawatan : Kurangnya volume cairan sehubungan dengan tidak
adekuatnya intake cairan, fototherapi, dan diare.
Tujuan : Cairan tubuh neonatus adekuat
Intervensi : Catat jumlah dan kualitas feses, pantau turgor kulit, pantau intake
output, beri air diantara menyusui atau memberi botol.
2. Diagnosa Keperawatan : Gangguan suhu tubuh (hipertermi) sehubungan dengan
efek fototerapi
Tujuan : Kestabilan suhu tubuh bayi dapat dipertahankan
Intervensi : Beri suhu lingkungan yang netral, pertahankan suhu antara 35,5
37 C, cek tanda-tanda vital tiap 2 jam.
3. Diagnosa Keperawatan : Gangguan integritas kulit sehubungan dengan
hiperbilirubinemia dan diare
Tujuan : Keutuhan kulit bayi dapat dipertahankan
9
Intervensi : Kaji warna kulit tiap 8 jam, pantau bilirubin direk dan indirek , rubah
posisi setiap 2 jam, masase daerah yang menonjol, jaga kebersihan kulit dan
kelembabannya.
4. Diagnosa Keperawatan : Gangguan parenting sehubungan dengan pemisahan
Tujuan : Orang tua dan bayi menunjukan tingkah laku Attachment , orang tua
dapat mengekspresikan ketidak mengertian proses Bounding.
Intervensi : Bawa bayi ke ibu untuk disusui, buka tutup mata saat disusui, untuk
stimulasi sosial dengan ibu, anjurkan orangtua untuk mengajak bicara anaknya,
libatkan orang tua dalam perawatan bila memungkinkan, dorong orang tua
mengekspresikan perasaannya.
5. Diagnosa Keperawatan : Kecemasan meningkat sehubungan dengan therapi yang
diberikan pada bayi.
Tujuan : Orang tua mengerti tentang perawatan, dapat mengidentifikasi gejala-
gejala untuk menyampaikan pada tim kesehatan
Intervensi :
Kaji pengetahuan keluarga klien, beri pendidikan kesehatan penyebab dari
kuning, proses terapi dan perawatannya. Beri pendidikan kesehatan mengenai
cara perawatan bayi dirumah.
6. Diagnosa Keperawatan : Potensial trauma sehubungan dengan efek fototherapi
Tujuan : Neonatus akan berkembang tanpa disertai tanda-tanda gangguan akibat
fototherapi
Intervensi :
Tempatkan neonatus pada jarak 45 cm dari sumber cahaya, biarkan neonatus
dalam keadaan telanjang kecuali mata dan daerah genetal serta bokong ditutup
dengan kain yang dapat memantulkan cahaya; usahakan agar penutup mata tida
menutupi hidung dan bibir; matikan lampu, buka penutup mata untuk mengkaji
adanya konjungtivitis tiap 8 jam; buka penutup mata setiap akan disusukan; ajak
bicara dan beri sentuhan setiap
7. Diagnosa Keperawatan : Potensial trauma sehubungan dengan tranfusi tukar
Tujuan : Tranfusi tukar dapat dilakukan tanpa komplikasi
Intervensi :
Catat kondisi umbilikal jika vena umbilikal yang digunakan; basahi umbilikal
dengan NaCl selama 30 menit sebelum melakukan tindakan, neonatus puasa 4
jam sebelum tindakan, pertahankan suhu tubuh bayi, catat jenis darah ibu dan
10
Rhesus serta darah yang akan ditranfusikan adalah darah segar; pantau tanda-
tanda vital; selama dan sesudah tranfusi; siapkan suction bila diperlukan; amati
adanya ganguan cairan dan elektrolit; apnoe, bradikardi, kejang; monitor
pemeriksaan laboratorium sesuai program.

EVALUASI KEPERAWATAN
a. Tidak terjadi kernikterus pada neonatus
b. Tanda vital dan suhu tubuh bayi stabil dalam batas normal.
c. Keseimbangan cairan dan elektrolit bayi terpelihara.
d. Integritas kulit baik/utuh.
e. Bayi menunjukan partisipasi terhadap rangsangan visual.
f. Terjadi interaksi antara bayi dengan orang tua.

11
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E, Mary frances Moorhouse, 2001, Rencana Perawatan Maternal/Bayi :


Pedonman untuk Perencanaan dan Dokumentasi Perawatan Klien Ed. 2, Jakarta: EGC
Surasmi, Asrining, siti Handayani, & Heni nur Kusuma, 2003, Perawatan Bayi Resiko
Tinggi, Jakarta: EGC
Aryo, 07 Juni 2010, Hiperbilirubinemia, diakses pada tanggal 22 Januari 2015 pada pukul
11.30 wib
Askep Pada Kasus Bayi Hiperbilirubinemia, WordPress.com, diakses pada tanggal 22
Januari 2015 pada pukul 11.30 wib
Guntur, Prasetyo, 07 April 2013, Keperawatan: LP Hiperbilirubin, diakses pada tanggal 22
Januari 2015 pada pukul 11.30 wib
Isna, 21 Juni 2014, bilirubin adalah : Pengertian dan Definisi, diakses pada tanggal 22
Januari 2015 pada pukul 11.30 wib

12

Anda mungkin juga menyukai