Anda di halaman 1dari 10

DESKRIPSI HASIL OBSERVASI DAN WAWANCARA

A. Identitas Klien orang dewasa

Observi I (Subjek Pertama)


Nama : Samaniyatun (SN)
Tempat, Tanggal Lahir : Pasuruan, 01 Agustus 1943
Usia : 71 thn
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Malang
Suku Bangsa : Jawa
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status Perkawinan : Menikah

Observi II (Subjek Kedua)


Nama : Kalimun (KN)
Tempat, Tanggal Lahir : Pasuruan, 30 Juni 1932
Usia : 82 thn
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Alamat : Malang
Suku Bangsa : Jawa
Pekerjaan : Buruh Tani
Status Perkawinan : Menikah

B. Permasalahan Orang dewasa

Ritme dan makna perkembangan manusia secara perlahan menuju ke masa dewasa akhir, ketika
masing-masing dari kita berdiri sendiri di pusat bumi dan tiba-tiba saja sudah menjelang petang.
Kita menanggalkan masa muda dan dilucuti oleh angin waktu kepada kenyataan. Kita belajar
bahwa hidup terus bergerak maju tetapi dipahami dengan mundur ke belakang. Kita menelusuri
jejak hubungan antara akhir dan awal hidup dan mencoba mengerti tentang arti semua
pertunjukan ini sebelum ia berakhir. Akhirnya, kita mengerti bahwa kita adalah hasil
kebertahanan kita (Santrock, 2012).
Dari penjelasan di atas, peneliti dapat mendeskripsikan bahwa setiap orang pasti akan sampai
pada rentan perkembangan akhir yang disebut dengan fase masa dewasa akhir atau lansia. Lansia
itu sendiri berarti terjadinya kemunduran fungsi sel-sel atau organ tubuh sehingga kinerja gerak,
kesehatan, pola pikir dan sebagainya mengalami penurunan. Terdapat banyak pengertian tentang
masa dewasa akhir ini. Berikut pengertian masa dewasa akhir menurut para ahli.
(1) Menurut Bernice Neugarten (1968) dan James C. Chalhoun (1995), bahwa masa tua adalah
suatu masa dimana seseorang dapat merasa puas dengan keberhasilannya.
(2) Menurut Constantinides (1994), pada masa lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi
normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan
memperbaiki kerusakan yang terjadi.
(3) Menurut Erik Erikson (1968), masa dewasa akhir memasuki tahap integrity vs despair,
yaitu kemampuan perkembangan lansia dalam mengatasi masalah psikososialnya.

C. Hasil Observasi
1. Perkembangan Fisik
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, peneliti melihat terjadinya perubahan fisik pada
kulit SN dan KN yang sudah mulai mengkerut atau kendur. Ini membuktikan bahwa terjadinya
perubahan sel-sel yang mulai menurun sehingga membuat kulit menjadi tidak kencang lagi. Hal
ini dapat dilihat pada foto peneliti bersama SN dan KN dalam lampiran yang telah peneliti
sajikan.
Tidak hanya kulit yang terjadinya perubahan fisik, ini terlihat pada rambut serta gigi SN dan KN.
Rambut SN dan KN berubah menjadi putih atau beruban dan gigi-gigi yang dimiliki oleh SN dan
KN sudah mulai hilang karena penurunan sel-sel tersebut. Perubahan ini membuat peneliti dapat
mendeskripsikan bahwa rentan usia seseorang akan mempengaruhi kondisi fisiknya.
Tidak hanya itu, peneliti dapat mendeskripsikan bahwa secara fisik SN masih terlihat sehat
walaupun dalam berjalan SN sudah agak tertatih-tatih karena penurunan fisik yang sudah pada
waktunya. Kesehatan SN yang menyangkut pergerakannya dalam berdiri, berjalan dan
sebagainya tergolong cukup lambat dan mulai terjadi kemunduran yang signifikan jika
dibandingkan dengan suami SN yaitu KN yang usianya lebih tua dibandingkan dengan usia SN.
KN masih cukup gesit dan dapat bergerak dengan normal dalam melakukan aktifitasnya. Hal ini
didukung oleh data wawancara dari peneliti bahwa KN setiap harinya melakukan aktifitas
layaknya olahraga yang membuat fisik KN menjadi lebih sehat dibandingkan dengan fisik SN.
Aktifitas-aktifitas yang dilakukan oleh KN yaitu berkebun, berternak, dan aktif dalam kegiatan
gotong royong di lingkungan tempat tinggalnya. Sedangkan SN setiap harinya hanya melakukan
aktifitas-aktifitas kecil saja di dalam rumah. Misalnya mengambil barang atau sesuatu, makan,
minum, beribadah, dsb.
Dilihat dari hasil observasi dan wawancara perkembangan sensori SN dan KN yang mencakup
penglihatan, pendengaran, penciuman, peraba, dan perasa, peneliti dapat mendeskripsikan bahwa
SN masih mampu melihat dan mendengar dengan baik. Terbukti dari hasil wawancara, peneliti
bertanya apakah SN dapat memasukkan benang ke dalam jarum. SN menjawab ya dan SN
membuktikan pertanyaan peneliti. Hasilnya, SN berhasil memasukkan benang ke dalam jarum
tanpa adanya kesulitan. Ini membuktikan bahwa penglihatan SN masih cukup tajam. Peneliti
juga mencoba untuk mengecilkan suara dalam proses wawancara untuk menguji indera
pendengaran SN. Ternyata SN masih mampu mendengar dengan baik, terbukti dari jawabannya
yang tepat saat peneliti mengecilkan suara.
Untuk indera peraba, penciuman, dan perasa, ternyata telah terjadi penurunan terhadap SN.
Terbukti dari hasil observasi dan wawancara, peneliti menguji ketiga aspek tersebut. Dari hasil
pengujian, ditemukan data bahwa SN memiliki indera peraba yang agak kasar dibandingkan
dengan indera peraba dewasa awal. Indera penciuman dan perasa SN sudah memiliki penurunan
yang signifikan. Terbukti dari hasil pengujian, ditemukan data bahwa SN tidak terlalu
memikirkan atau merasakan makanan yang ia makan.
Sedangkan hasil perkembangan sensori KN dalam indera penglihatan dan pendengaran terdapat
kemiripan dan perbedaan dengan SN. Terbukti dari hasil pengujian peneliti yang sama dengan
pengujian KN, dapat ditemukan data bahwa penglihatan KN sudah cukup menurun karena KN
sudah tidak dapat memasukkan benang ke dalam jarum. Namun untuk pendengaran, KN masih
mampu mendengar dengan baik. Hal ini terbukti dari hasil pengujian peneliti yang melakukan
wawancara dengan mencoba untuk mengecilkan suara peneliti saat bertanya kepada KN.
Untuk indera peraba, penciuman, dan perasa, ternyata terdapat kesamaan yang terjadi pada KN
dan SN. Hal ini membuat peneliti menjadi penasaran dan bertanya faktor apa yang menyebabkan
terjadinya perkembangan sensori yang menurun tersebut. Dari hasil wawancara tersebut, peneliti
menemukan data bahwa lingkungan, pola makan, kebiasaan, dan dengan berdoa atau beribadah
merupakan faktor penting dalam setiap perkembangan dan kesehatan KN dan SN.
Perkembangan kesehatan SN dan KN juga telah terjadi penurunan. Terbukti dari hasil
wawancara peneliti terhadap anak dari SN dan KN bernama Siti Romlah (SR), ditemukan data
bahwa SN memiliki penyakit kencing manis (diabetes) dan KN memiliki penyakit prostat. Dari
data tersebut, peneliti dapat mendeskripsikan bahwa SN di masa mudanya menyukai makanan
yang manis-manis sedangkan KN hanya karena efek kelelahan dan juga faktor usia.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara peneliti terhadap SN dan KN, ditemukan data baru
tentang kelekatan atau keharmonisan mereka. Dimana SN dan KN sudah mulai tidak lagi
seharmonis atau seromantis anak muda sekarang ini. Hal ini terbukti dari kedekatan mereka yang
sudah kurang romantis dan harmonis. Berdasarkan data tersebut, peneliti bisa mendeskripsikan
bahwa tingkat seksualitas SN dan KN juga sudah mulai menurun.

2. Perkembangan Kognitif
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, peneliti berhasil mendapatkan data bahwa terjadi
penurunan pada perkembangan kognitif SN dan KN. Hal ini terbukti dari hasil pengujian peneliti
yang menanyakan berapa usia SN dan KN saat itu, ternyata SN menjawab bahwa usianya sudah
62 tahun sedangkan KN hanya mengatakan bahwa KN lupa dengan usianya sekarang. Dari
jawaban SN dan KN, peneliti dapat mendeskripsikan bahwa daya ingat SN dan KN telah
mengalami kemunduran. Hal ini disebabkan oleh lingkungan SN dan KN yang sudah tidak lagi
memperhatikan usia mereka. Tidak seperti anak muda yang hampir selalu merayakan hari
lahirnya, sedangkan untuk SN dan KN sudah tidak memperdulikan hal itu lagi.
Peneliti juga bertanya tentang pendidikan terakhir yang telah SN dan KN tempuh hingga saat
ini, ternyata SN dulunya tidak pernah sekolah sedangkan KN pernah menempuh rana pendidikan
hingga SMP. Namun KN lupa akan nama sekolahnya dulu dan tahun berapa KN lulus dari
sekolah itu. Hal ini membuktikan bahwa daya ingat KN telah mengalami penurunan. Walaupun
begitu, SN dan KN masih bisa mengingat dan menceritakan tentang kejadian-kejadian yang
pernah mereka alami. Misalnya SN menceritakan tentang kejadian yang lucu dimasa lampau,
dimana SN menertawakan saat cucunya melakukan perjalanan jauh dari Lawang ke Purwodadi
tanpa menaiki kendaraan. Sedangkan KN menceritakan tentang kegiatan yang pernah KN
lakukan, yaitu saat bergotong royong dengan warga dan sebagainya.
Dari data observasi dan wawancara tersebut, peneliti dapat mendeskripsikan bahwa daya ingat
SN dan KN masih cukup bagus dalam mengingat kejadian-kejadian yang pernah mereka lalui.
Namun kejadian-kejadian yang mereka ceritakan merupakan kejadian-kejadian jangka pendek.
Dari data tersebut dapat dibuktikan bahwa ingatan jangka pendek SN dan KN masih sangat
bagus. Sedangkan untuk ingatan jangka panjang SN dan KN, telah mengalami kemunduran dan
penurunan.
Tidak hanya daya ingat yang mengalami kemunduran, hal ini dapat ditinjau dari hasil observasi
dan wawancara bahwa tingkat kreativitas dan pola pikir SN dan KN telah mengalami
kemunduran juga. Terbukti dari hasil wawancara yang menyakan tentang apa yang SN dan KN
inginkan atau harapkan untuk kehidupan kedepannya. SN dan KN hanya menjawab untuk hidup
biasa-biasa saja dan lebih mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Dari jawaban SN dan KN,
peneliti dapat mendeskripsikan bahwa SN dan KN sudah tidak memainkan imajinasi atau
kreativitas mereka saat menjawab pertanyaan dari peneliti. Terbukti dari jawaban SN dan KN
bahwa mereka sudah tidak memikirkan apa yang mereka inginkan kedepannya pada kehidupan
di dunia ini, namun SN dan KN lebih fokus terhadap kehidupan selanjutnya (akhirat) yang akan
mereka hadapi nantinya.
Dari data di atas, peneliti dapat mendeskripsikan bahwa hal tersebut sejalan dengan tingkat
perkembangan usia SN dan KN yang memang sudah waktunya untuk memikirkan hal itu.
Lingkungan, pekerjaan, dan kesehatan SN dan KN ternyata membawa pengaruh yang cukup
besar pada perkembangan kognitif mereka sekarang. Hal ini terbukti dari lingkungan SN dan KN
yang begitu religius, sehingga pemikiran SN dan KN tidak lagi berfokus pada tujuan atau
keinginan di kehidupan dunia ini tetapi lebih fokus kepada kehidupan yang akan mereka jalani
kelak. Pekerjaan SN dan KN juga sangat mempengaruhi tingkat kognitif mereka dimana
pekerjaan merupakan gabungan dari tiga aspek yaitu fisik, kognitif, dan sosioemosi. Dalam
bekerja, SN dan KN hanya melakukan pekerjaan-pekerjaan yang mereka harus lakukan. Hal ini
membuktikan bahwa kreativitas dan pola pikir SN dan KN telah menurun berdasarkan pekerjaan
yang mereka lakukan sesuai dengan tingkat kesehatan SN dan KN.

3. Perkembangan Sosioemosi
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, peneliti melihat terjadinya penurunan pada tingkat
perkembangan sosioemosi SN dan KN. Hal ini terbukti dari hasil observasi peneliti bahwa SN
dan KN dalam aktifitas kehidupan sehari-harinya telah mengalami kemunduran dibandingkan
dengan pada masa dewasa madya apalagi dewasa awal. Aktifitas-aktifitas yang dilakukan oleh
SN berbeda dengan aktifitas-aktifitas yang dilakukan oleh KN. Dimana SN hanya melakukan
aktifitas-aktifitas kecil di dalam rumah, sedangkan KN setiap harinya melakukan aktifitas-
aktifitas diluar rumah dan bersosialisasi dengan warga disekitarnya.
Dari data tersebut, peneliti dapat mendeskripsikan bahwa relasi KN lebih besar dibandingkan
dengan relasi SN. Hal ini membuat KN lebih merasa senang dan bahagia pada tingkat emosi
dibandingkan dengan tingkat emosi pada SN. Ini membuktikan bahwa relasi terhadap
masyarakat di lingkungan sekitar akan mempengaruhi perkembangan sosioemosi pada setiap
orang terutama pada masa lansia seperti SN dan KN.
Dari tingkat emosi pada kepribadian SN dan KN berdasarkan observasi dan wawancara peneliti,
ditemukan data bahwa kondisi emosional SN dan KN cukup stabil. Dimana SN dan KN
bukanlah tipikal pemarah atau bersikap layaknya anak-anak seperti apa yang peneliti pikirkan
sebelumnya. Hal ini membuat peneliti menjadi penasaran dan bertanya tentang faktor-faktor apa
saja yang membuat tingkat emosional SN dan KN tetap stabil. Ternyata peneliti menemukan
jawaban akan hal tersebut dari hasil observasi dan wawancara yang menyatakan bahwa
lingkungan SN dan KN begitu mempengaruhi tingkat emosional mereka.
Lingkungan SN dan KN tergolong pada budaya yang religius. Sehingga peneliti dapat
mendeskripsikan bahwa hal ini yang membuat tingkat emosi pada SN dan KN lebih terkontrol.
Peneliti juga menemukan hasil bahwa dukungan masyarakat dan keluarga SN dan KN juga
mempengaruhi sosioemosi mereka. Hal ini terbukti dari hasil observasi dan wawancara peneliti
hingga peneliti menemukan data bahwa tingkat religius lingkungan, dukungan masyarakat dan
keluarga membuat tingkat emosional SN dan KN lebih terkontrol.
D. Konsep Teori

a. Perkembangan Fisik
Dimasa dewasa akhir, perubahan penampilan fisik yang mulai terjadi di usia pertengahan sudah
lebih terlihat jelas. Kerutan dan bercak penuaan adalah perubahan yang terlihat paling jelas
(Santrock, 2012). Hal ini sesuai dengan hasil observasi dan wawancara peneliti terhadap SN dan
KN. Peneliti juga telah menjelaskan pada bab 1 dan memberikan bukti berupa gambar pada
lampiran dari laporan ini tentang perubahan yang terlihat paling jelas seperti yang dikatakan oleh
(Santrock dalam bukunya yang berjudul Life-Span Development, 2012).
Berdasarkan hasil penelitian Widyantoro, Rosdiana, dan Fasitasari (2012) dalam Hubungan
antara Senam Lansia dan Range of Motion (ROM) Lutut pada Lansia yang menyatakan bahwa
senam lansia berhubungan terhadap ROM lutut pada lansia. Lansia yang melakukan senam
lansia menunjukkan ROM yang lebih baik dibandingkan yang tidak. Hal itu terbukti bahwa
lansia yang melakukan senam lansia dapat meningkatkan otot dan berpengaruh meningkatkan
keseimbangan, kekuatan, daya tahan, dan kelenturan sendi, sehingga dapat memperbaiki sistem
muskuloskeletal yang menurun. Muskuloskeletal adalah sistem kompleks yang melibatkan otot-
otot dan kerangka tubuh, termasuk sendi, ligamen, tendon, dan saraf.
Dari hasil penelitian dan penjelasan yang dilakukan oleh Widyantoro, dkk. (2012) tersebut,
peneliti dapat mendeskripsikan bahwa subjek SN dan KN sesuai dengan teori penelitian tersebut.
Hal ini dapat dibuktikan kembali berdasarkan penjelasan peneliti pada bab 1 yang menjelaskan
tentang aktifitas-aktifitas pergerakan yang dilakukan oleh SN dan KN. Dimana keseimbangan,
kekuatan, daya tahan, dan kelenturan sendi yang dialami SN mengalami penurunan karena tidak
adanya senam lansia yang dilakukan oleh SN. Bisa dikatakan bahwa pergerakan atau aktifitas-
aktifitas SN hanyalah merupakan aktifitas kecil, sehingga pergerakan SN dalam beraktifitas
sudah tertatih-tatih atau mengalami kemunduran.
Berbeda dengan SN yang sudah tertatih-tatih dalam bergerak, KN justru masih dapat bergerak
normal dalam melakukan aktifitasnya. Hal ini disebabkan oleh aktifitas-aktifitas KN setiap
harinya yang bisa dikatakan hampir sama dengan senam lansia pada penelitian Widyantoro, dkk.
(2012). Dengan begitu, peneliti dapat mendeskripsikan bahwa aktifitas gerak yang sering
dilakukan oleh KN merupakan bagian dari olahraga senam lansia. Sehingga wajar saja jika KN
masih bisa bergerak dengan lancar dalam melakukan aktifitas setiap harinya. Dalam hal ini
peneliti juga telah menjelaskannya pada bab 1.
Peneliti juga sependapat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ibrahim (2010) dalam
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Lansia yang menyatakan bahwa kiat sehat di
usia senja, yaitu dengan strategi yang dapat kita lakukan sebagai berikut: hindari stress, cukup
istirahat, rekreasi dan olahraga, makan cukup gizi dan berimbang, mempertahankan berat badan
ideal, hindari merokok dan alkohol, hindari polutan, relaksasi, meditasi, visualisasi, konsumsi
vitamin/mineral, dan omega 3, serta omega 6.
Penjelasan dari hasil penelitian Ibrahim (2010) sesuai dengan subjek peneliti yaitu SN dan KN.
Dimana berdasarkan hasil observasi dan wawancara peneliti, ditemukan data bahwa SN dan KN
tergolong sehat karena menghindari stress dengan beribadah secara rutin yang mana juga
termasuk dalam golongan relaksasi dan meditasi. Hal ini telah peneliti jelaskan pada bab 1,
bahwa tingkat religius mereka yang tinggi membuat mereka dapat hidup dengan bahagia.
Berdasarkan penelitian Afida, Wahyuningsih, dkk. (2005) dalam Hubungan Antara Pemenuhan
Kebutuhan Berafiliasi dengan Tingkat Depresi pada Lanjut Usia di Panti Wredha menjelaskan
bahwa kemunduran ini cenderung menimbulkan anggapan bahwa orang lanjut usia sudah tidak
produktif lagi, sehingga perannya dalam kehidupan sosial dan kemasyarakatan semakin
berkurang dan secara emosional menjadi kurang terlibat. Akibat perubahan fisik yang semakin
menua, maka perubahan ini akan sangat berpengaruh terhadap peran dan hubungan dirinya
dengan lingkungannya. Dengan begitu, seseorang secara bertahap mulai melepaskan diri dari
kehidupan sosialnya karena berbagai keterbatasan yang dimilikinya. Keadaan inilah yang
mengakibatkan interaksi sosial para lansia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitasnya.
Sehingga hal ini secara perlahan mulai mengakibatkan terjadinya kehilangan dalam berbagai hal,
yaitu kehilangan peran di tengah masyarakat, hambatan kontak fisik, dan berkurangnya
komitmen.
Dari hasil penjelasan penelitian tersebut, peneliti tidak sependapat dengan teori yang
dikemukakan oleh Afida, Wahyuningsih, dkk. (2005) yang menyatakan bahwa peran orang
lanjut usia dalam kehidupan sosial dan kemasyarakatan semakin berkurang dan secara emosional
menjadi kurang terlibat dikarenakan akibat perubahan fisik yang semakin menua. Hal ini dapat
dibuktikan dari penjelasan peneliti pada bab 1, dimana KN masih memiliki peran yang penting
dalam kehidupan sosial dan kemasyarakatan. Salah satu contohnya yaitu KN masih mengikuti
kegiatan gotong royong yang dilakukan oleh lingkungan sekitarnya. Sedangkan SN walau tidak
begitu membantu dalam kegiatan gotong royong, SN masih memiliki kedekatan kepada
masyarakat sekitar walaupun perannya dalam kehidupan sosial dan kemasyarakat telah
berkurang. Hal ini disebabkan oleh pergerakan SN yang tidak selincah seperti pergerakan KN.
Dari penjelasan dan keterangan yang peneliti deskripsikan di atas, ditemukan sebuah rumusan
baru bahwa teori penelitian yang dilakukan oleh Afida, Wahyuningsih, dkk (2005) hanya sesuai
pada lansia yang berada pada panti werdha atau dengan kata lain sebuah tempat yang terisolasi.
Hal ini dapat dibuktikan dari jurnal Afida, Wahyuningsih, dkk (2005) yang meneliti tentang
Hubungan Antara Pemenuhan Kebutuhan Berafiliasi dengan Tingkat Depresi pada Lanjut Usia
di Panti Wredha. Pada penelitian tersebut, Afida, Wahyuningsih, dkk. (2005) hanya meneliti
para lansia yang tinggal pada tempat yang bisa dikatakan terisolasi tanpa menghubungkan atau
mencari data pembanding dari lansia yang tinggal di tempat masyarakat pada umumnya.

b. Perkembangan Kognitif
Terdapat bukti yang mendukung pendapat bahwa kemampuan-kemampuan mental menurun
seiring dengan usia bertambah. Contohnya, orang-orang dewasa tua didapati berkinerja lebih
buruk ketimbang dengan orang-orang dewasa muda dalam tugas-tugas kognitif Piagetian
(Blackburn & Papalia, 1992 dalam Upton, 2012). Dari teori serta contoh yang diberikan tersebut,
peneliti sependapat dengan hal tersebut. Hal ini terbukti dari hasil observasi dan wawancara
bahwa dalam proses mengingat, telah terjadi penurunan pada SN dan KN. Peneliti telah
menjelaskan pada bab 1 dimana SN salah dalam mengingat usianya dan KN tidak menjawab
berapa usianya. Hal menjelaskan bahwa proses informasi SN dan KN telah mengalami
kemunduran.
Berdasarkan hasil penelitian (Hoyer dan Roodin (2003), dalam Hutapea, 2011) yang meneliti
tentang Emotional Intelegence dan Psychological Well-Being pada Manusia Lanjut Usia
Anggota Organisasi Berbasis Keagamaan di Jakarta menyatakan bahwa subjective well-being
akan semakin meningkat seiring dengan semakin meningkatnya level interaksi sosial. Hal ini
sejalan dengan hasil penelitian Lee dan McCormick (2004) bahwa orang dengan higher levels of
quality of life, life satisfaction, dan subjective well-being akan mengalami peningkatan level
kualitas dan kekayaan kontak sosial, berupa jumlah teman dan frekuensi interaksi dengan teman.
Peneliti sependapat dengan hasil penelitian di atas karena berdasarkan hasil observasi dan
wawancara peneliti terhadap SN dan KN, ditemukan data bahwa semakin meningkatnya
interaksi sosial maka akan semakin well-being dan mengalami peningkatan level kualitas, dan
kekayaan kontak sosial berupa jumlah teman dan frekuensi interaksi dengan teman. Hal ini
terbukti dari penjelasan peneliti pada bab 1, dimana KN lebih memiliki interaksi sosial yang
tinggi dibandingkan dengan SN. Sehingga peneliti dapat mendeskripsikan bahwa subjective
well-being KN semakin meningkat seiring dengan semakin meningkatnya level interaksi sosial.

c. Perkembangan Sosioemosi
Teori-teori sosial mengenai penuaan menurut Santrock (2012) ada 3 hal yang menonjol, yaitu:
1. Teori Pemisahan (disangagement theory)
Teori pemisahan menyatakan bahwa orang-orang dewasa lanjut usia secara perlahan-lahan
menarik diri dari masyarakat (Cumming & Henry (2002) dalam Santrock). Menurut teori ini,
orang-orang dewasa lanjut atau lebih dikenal dengan masa lansia mengembangkan suatu
kesibukan terhadap dirinya sendiri (self-preoccupation), mengurangi hubungan emosional
dengan orang lain, dan menunjukkan penurunan ketertarikan terhadap berbagai persoalan
kemasyarakatan. Jadi, penurunan interaksi sosial dan peningkatan kesibukan terhadap dirinya
sendiri dianggap mampu meningkatkan kepuasan hidup di kalangan orang-orang dewasa lanjut
usia, rendahnya semangat juang akan mengiringi aktifitas yang tinggi, dan pemisahan tidak dapat
dihindari bahkan dicari-cari oleh orang usia lanjut. Akan tetapi, serangkaian penelitian gagal
mendukung penelitian ini (Maddox, 1968; Neugarten,Havighurst,& Tobin, 1968; Reichard,
Levson,& Peterson, 1962). Ketika individu terus hidup secara aktif, energik, dan produktif
sebagai orang dewasa lanjut usia, kepuasan hidup mereka tidak menurun dan sering kali tetap
meningkat.
2. Teori Aktifitas (activity theory)
Teori aktifitas menyatakan bahwa semakin orang-orang dewasa lanjut usia aktif dan terlibat
dalam sesuatu, semakin kecil kemungkinan mereka merasa menjadi renta dan semakin besar
kemungkinan mereka merasa puas dengan kehidupannya. Menurut teori ini, individu-individu
seharusnya melanjutkan peran-peran masa dewasa tengahnya disepanjang masa dewasa akhir.
Jika peran-peran itu diambil dari mereka seperti dalam PHK, penting bagi mereka untuk
menemukan peran-peran pengganti yang memelihara keaktifan dan keterlibatan mereka di dalam
aktifitas-aktifitas kemasyarakatan.
3. Teori Rekonstruksi Gangguan Sosial (social breakdwown-reconstruction theory)
Teori rekonstruksi gangguan sosial menyatakan bahwa penuaan dikembangkan melalui fungsi
psikologis negatif yang dibawa oleh pandangan-pandangan negatif tentang dunia sosial dari
orang-orang dewasa lanjut usia yang tidak memadainya penyediaan layanan untuk mereka.
Rekonstruksi sosial dapat terjadi dengan mengubah pandangan dunia sosial dari orang-orang
pada masa dewasa akhir dan dengan menyediakan sistem-sistem yang mendukung mereka.
Gangguan sosial dimulai dengan pandangan dunia sosial yang negatif dan diakhiri dengan
identifikasi, serta pemberian label seseorang sebagai individu yang tidak mampu.
Dari ketiga aspek di atas, peneliti dapat mendeskripsikan teori per teori tersebut. Bahwa pada
teori pemisahan (disangagement theory), peneliti menemukan kesesuaian data yang terjadi pada
SN dan KN. Dimana SN lebih kepada pemisahan atau menarik diri perlahan-lahan dari
masyarakat, sedangkan KN terus hidup secara aktif, energik, dan produktif sebagai orang dewasa
lanjut usia, kepuasan hidup mereka tidak menurun dan sering kali tetap meningkat.
Untuk teori aktifitas (activity theory), peneliti menemukan kesesuaian dan ketidaksesuaian data.
Yang mana terjadi pada kasus KN yang masih aktif dan terlibat dalam suatu hal bermasyarakat,
sehingga KN lebih merasa puas akan hidupnya (sesuai). Berbeda dengan KN yang sesuai, SN
malah tidak sesuai. Terbukti bahwa SN juga merasa puas dalam hidupnya disebabkan nilai
agama atau religius yang SN yakini dan percayai.
Terakhir pada teori rekonstruksi gangguan sosial (social breakdwown-reconstruction theory),
peneliti kembali menemukan kesesuaian data. Dimana pada kasus SN dan KN, belum
tersedianya layanan dukungan untuk mereka. Hal ini terlihat jelas bahwa sistem untuk
mendukung mereka belum ada. Masyarakat hanya menggunakan nilai sebagai tolak ukur dalam
mendukung SN dan KN.

E. Pembahasaan

Berdasarkan uraian dan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa perkembangan manusia
pada akhirnya akan sampai pada fase dewasa akhir atau lansia. Masa dewasa akhir atau lansia
merupakan periode penutup dimana seseorang individu telah mencapai kematangan dalam proses
kehidupan, serta telah menunjukkan kemunduran fungsi organ tubuh sejalan dengan berjalannya
waktu. Terdapat tiga aspek penting yang mengalami perkembangan pada setiap masanya
termasuk pada masa lansia, yaitu perkembangan fisik, perkembangan kognitif, dan
perkembangan sosioemosi.
Perkembangan fisik pada fase lansia telah mengalami penurunan. Hal ini terbukti berdasarkan
hasil observasi dan wawancara peneliti yang menemukan data bahwa terjadinya penuaan fisik
yang tampak seperti kulit yang mulai keriput, rambut yang mulai putih atau beruban, gigi yang
sudah mulai hilang, gerakan yang sudah melambat, dan perkembangan sensori (semua indera)
yang mulai menurun. Hal ini disebabkan oleh faktor sel-sel dalam organ tubuh yang telah
mengalami kemunduran.
Perkembangan kognitif juga mulai menurun pada fase lansia ini. Peneliti menemukan data
bahwa aspek-aspek yang mulai menurun pada perkembangan kognitif ini yaitu kecepatan
pemrosesan, pola pikir, daya ingat, dan intelegensi. Terdapat pula faktor yang mempengaruhi
perkembangan kognitif pada masa lansia ini selain dari faktor usia, yaitu kesehatan, pendidikan
dan sosioemosi.
Perkembangan sosioemosi juga mulai menurun dalam beberapa aspek, dimana pada kurva
perkembangan dijelaskan bahwa masa lansia ini perkembangannya kembali menurun seperti
pada masa anak-anak. Namun pola pikir dan juga lingkungan mempengaruhi tingkat sosioemosi
para lansia. Jadi dapat disimpulkan bahwa aktifitas sosialisasi, keadaan emosi, kepribadian,
dukungan keluarga dan masyarakat merupakan faktor penyebabnya.
Pada masa lansia ini, individu harus sudah berfikir tentang kematian. Walaupun sebenarnya
kematian datang pada setiap fase kehidupan. Mulai dari prenatal, bayi, anak-anak awal, anak-
anak pertengahan dan akhir, remaja, dewasa awal, dewasa madya, dan dewasa akhir. Faktor
kematian dari setiap fase juga berbeda dan kadang misteri. Berdasarkan hasil observasi dan
wawancara terhadap subjek yang religius, paneliti mendapatkan sebuah ilmu pengetahuan bahwa
dalam Surah Ali-Imran ayat 185 berbunyi tiap-tiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati.
Sehingga dalam setiap individu haruslah bisa menerima kematian dirinya kelak dan kematian
orang yang disayanginya.

DAFTAR PUSTAKA

Afida, N., Wahyuningsih, S., dkk.. (2000). Hubungan Antara Pemenuhan Kebutuhan Berafiliasi
dengan Tingkat Depresi pada Lanjut Usia di Panti Wredha. Anima Indonesia Psychological
Journal. Vol. 15 No. 2. Surabaya: Fakultas Psikologi Universitas Surabaya.
Anonim. Pengertian Mati atau Maut. http://www.referensimakalah.com/2013/01/pengertian-
mati-atau-maut.html di akses pada tanggal 11 Desember 2014
Hutapea, B.. (2011). Emotional Intelegence dan Psychological Well-Being pada Manusia Lanjut
Usia Anggota Organisasi Berbasis Keagamaan di Jakarta. INSAN, Vol. 13, No. 02. Jakarta:
Fakultas Psikologi Universitas Persada.

Anda mungkin juga menyukai