Anda di halaman 1dari 7

Fakultas

Ilmu dan Teknologi Kebumian

Program Studi Meteorologi

PENERBITAN ONLINE AWAL


Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada
Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan
program sarjana. Karena paper ini langsung diunggah setelah
diterima, paper ini belum melalui proses peninjauan, penyalinan
penyuntingan, penyusunan, atau pengolahan oleh Tim Publikasi
Program Studi Meteorologi. Paper versi pendahuluan ini dapat
diunduh, didistribusikan, dan dikutip setelah mendapatkan izin
dari Tim Publikasi Program Studi Meteorologi, tetapi mohon
diperhatikan bahwa akan ada tampilan yang berbeda dan
kemungkinan beberapa isi yang berbeda antara versi ini dan
versi publikasi akhir.

2012 Program Studi Meteorologi Institut Teknologi Bandung


Analisis Respon Tipe Hujan di Wilayah Papua Terhadap Fenomena
ENSO

AHMAD RAFI
Program Studi Meteorologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung

ABSTRAK
Kondisi atmosfer wilayah Papua dipengaruhi oleh osilasi iklim di Samudera Pasifik. Variabilitas
interannual di Papua erat kaitannya dengan fenomena El Nio/Southern Oscillation (ENSO). Faktor lokal
yang kuat membentuk tipe hujan di wilayah Papua menyebabkan terjadinya variasi respon terhadap
osilasi di Samudera Pasifik. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan respon tipe hujan di wilayah
Papua pada tahun 1950 2007 dengan menganalisis perubahan yang terjadi pada tipe hujan saat
kondisi ENSO. Hasil yang diperoleh adalah adanya perbedaan yang jelas antara respon yang diberikan
oleh variasi tipe hujan monsunal dan variasi tipe hujan ekuatorial. Variasi tipe hujan ekuatorial
memberikan nilai perubahan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan variasi tipe hujan lainnya
terutama pada bulan Mei-Oktober yang rata-ratanya mencapai 52,6 mm, hal ini didukung oleh pola
angin utama yang didominasi oleh angin tenggara. Variasi tipe hujan monsunal memberikan nilai
perubahan yang paling kecil dengan rata-rata 23,6 mm. Pengaruh ENSO terhadap curah hujan di Papua
juga bervariasi terhadap kondisi geografis, dimana wilayah dataran rendah selatan sangat dipengaruhi
oleh ENSO.

Kata kunci: ENSO, Tipe hujan, Papua, Variabilitas interannual

1. Pendahuluan hujan dominan dengan variasi tiap tipe hujan yang


beragam dan menghasilkan 21 klaster tipe hujan.
Indonesia merupakan negara maritim yang
Hendon (2003) memaparkan hubungan antara
terletak di daerah tropis, di antara dua samudra, yaitu
ENSO dengan curah hujan di Indonesia dengan
Hindia dan Pasifik, dan dua benua yaitu Asia dan
menggunakan analisis korelasi spasial, Chang dkk.
Australia. Musim yang terjadi di Indonesia dapat
(2004) menunjukkan bahwa pengaruh ENSO di
dibedakan menjadi dua yaitu musim penghujan dan
Indonesia bagian timur memiliki pengaruh yang
kemarau, dengan variabilitas iklim yang kompleks dan
semakin kuat setelah tahun 1970 dengan nilai korelasi
kemungkinan dipengaruhi oleh keberadaan dari dua
yang negatif. Melihat respon hujan terhadap fenomena
benua dan dua samudra tersebut. Indian Ocean Dipole
ENSO Kubota dkk. (2011) menunjukkan adanya
(IOD) dan El Nio/Southern Oscillation (ENSO)
keterkaitan variasi interannual curah hujan di
adalah dua fenomena global yang diperkirakan cukup
Indonesia dengan ENSO yang ditandai dengan
mempengaruhi variabilitas interannual di Indonesia.
perbedaan Sea Surface Temperature (SST) di Pasifik.
Curah hujan di Indonesia dibagi menjadi tiga
Aldrian dan Susanto (2003) mengatakan bahwa
wilayah tipe hujan (Aldrian dan Susanto, 2003) yang
adanya respon yang berbeda antara tipe hujan dengan
menjadi dasar dalam menentukan prakiraan musim di
SST di Indonesia, sehingga respon tipe hujan yang
Benua Maritim Indonesia (BMI), Papua yang terletak
muncul akan berbeda pada kondisi ENSO. Akan
di Indonesia bagian timur memiliki dua tipe curah
tetapi, pengaruh ENSO terhadap variabilitas iklim di
hujan berdasarkan klasifikasi tipe hujan dalam konteks
Indonesia bagian timur, khususnya Papua, belum
BMI. Berdasarkan letaknya secara geografis, Papua
dibahas secara mendalam. Studi-studi sebelumnya
berada di sebelah barat samudra Pasifik, sehingga
(Hendon, 2003; Chang dkk., 2004; Kubota, 2011)
osilasi iklim di Pasifik kemungkinan memiliki
mengindikasikan adanya kaitan yang erat antara
hubungan yang erat dengan variabilitas iklim di
variabiltas curah hujan di Papua dengan ENSO.
Papua. Selain itu, faktor lokal juga diperkirakan
Oleh karena itu perlu adanya studi lebih lanjut
memiliki pengaruh yang kuat terhadap karakter hujan
yang mengkaji dampak fenomena ENSO terhadap
yang terjadi di Papua, Rouw dkk. (2013)
variabilitas hujan di Papua guna melengkapi penelitian
mengklasifikasikan curah hujan di Papua dalam 3 tipe
yang dilakukan di Indonesia agar lebih komprehensif.

1
A terdistribusi dibawah nilai 35 mm begitu juga yang
2. Data dan Metode terjadi pada tipe hujan C-1, B-7 (Serui), dan B-8. Tipe
hujan ekuatorial B dan variasi tipe B sebagian besar
Dalam penelitian ini digunakan data curah hujan
nilai perubahan terdistribusi di atas 40 mm
bulanan yang bersumber dari Badan Meteorologi,
menunjukkan adanya perubahan intensitas curah hujan
Klimatologi, dan Geofisika. Data curah hujan yang
yang besar pada kondisi ENSO.
digunakan merupakan data dari 17 stasiun pewakil
berdasarkan penelitian oleh Rouw (2013), terdapat
beberapa periode pengamatan dari tahun 1901 2010
dengan distribusi panjang pengamatan 1 100 tahun.
Data untuk mengidintefikasi tahun-tahun kejadian
ENSO digunakan data indeks N34 yang merupakan
rata-rata area temperatur permukaan laut di daerah
Nino 3.4 (170BB-120BB dan 5LS-5LU). Data
angin ECMWF digunakan untuk mengetahui pola
angin dominan di Papu, data ECMWF yang digunakan
merupakan data angin bulanan pada tahun 1958-2001
denga level ketinggian 1000-700 mb dan resolusi grid
0.5 x 0.5. Klasifikasi tipe hujan dalam penelitian ini
berdasarkan klasifikasi tipe hujan yang telah
dilakukan oleh Rouw (2013) di wilayah Papua,
terdapat 21 klaster tipe hujan di Papua yang
merupakan variasi dari 3 tipe utama yaitu tipe
monsunal, ekuatorial, dan lokal. Gambar 3.1 Rata-rata perubahan curah hujan pada kondisi
Penelitian ini dilakukan pada periode pengamatan ENSO
antara tahun 1950-2007. Analisis respon tipe hujan
pada kondisi ENSO akan dikaji berdasarkan nilai Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.2,
perubahan intensitas curah hujan (mm) pada kondisi perubahan magnitude yang terjadi pada tipe hujan A
ENSO dari tiap tipe hujan di wilayah Papua. Curah dan variasinya membentuk pola perubahan magnitude
hujan akan dirata-ratakan menjadi rata-rata bulanan yang konstan dengan rata-rata normalnya. Adanya
pada fase El Nio dan La Nia yang kemudian akan perubahan pola magnitude yang terjadi pada tipe hujan
dibandingakn dengan rata-rata bulanan normalnya. A-4 (Gambar 3.3.a), pada pola Desember-Maret
Analisis pengaruh ENSO terhadap wilayah Papua perubahan magnitude pada fase El Nio dan La Nia
akan dilakukan dengan mengkaji parameter iklim berkebalikan dengan yang terjadi pada pola Mei-
angin dan kondisi geografis Papua, besar pengaruh Oktober, ini menunjukkan adanya variasi pengaruh
ENSO pada curah hujan akan dihitung dengan ENSO terhadap curah di Papua yang akan di bahas
membandingkan perubahan intensitas hujan yang pada Subbab 3.2
terjadi pada fase El Nio dan La Nia terhadap
intensitas hujan normalnya dan dinyatakan dalam (a) (b)
persen (%). Nilai perubahan intensitas hujan akan
dikaji secara spasial berdasarkan pola angin utama dan
kondisi geografis di wilayah Papua.

3. Hasil dan Pembahasan


3.1. Analisis Respon Tipe Hujan (c) (d)
Berdasarkan hasil rata-rata instensitas hujan
pada kondisi ENSO, didapatkan nilai yang bervariasi
antara tipe hujan di Papua. Tipe hujan monsunal A
yang diwakilkan oleh stasiun Merauke dan variasi dari
tipe A memberikan nilai perubahan curah hujan yang
kecil pada kondisi ENSO, berbeda dengan sebagian
besar dari variasi tipe ekuatorial B yang memberikan
perubahan yang signifikan pada kondisi ENSO. Gambar 3.2 Perubahan magnitude variasi tipe hujan
Perbedaan juga terjadi antara tipe hujan lokal C dan monsunal A, garis tegas menunjukkan curah hujan rata-
tipe C-1, pada tipe C-1 perubahan yang terjadi tidak rata normal, garis putus-putus(titik-titik) menunjukkan
besar berkebalikan dengan yang terjadi pada tipe lokal curah hujan rata-rata pada fase El Nio(La Nia). (a)
tipe hujan A (b) tipe hujan A-1 (c) tipe hujan A-2 (d)
C yang diwakili oleh stasiun Timika.
tipe hujan A-3
Gambar 3.1 menunjukkan nilai perubahan curah
hujan pada kondisi ENSO, rata-rata pada variasi tipe

2
(a) (b) rata normal, garis putus-putus(titik-titik) menunjukkan
curah hujan rata-rata pada fase El Nio(La Nia). (a)
tipe hujan B (b) tipe hujan B-1 (c) tipe hujan B-3 (d) tipe
hujan B-5 (e) tipe hujan B-6 (f) tipe hujan B-10

Pada tipe hujan lokal C terjadi perubahan


magnitude yang signifikan (Gambar 3.5) terutama
pada fase La Nia, peningkatan curah hujan yang
terjadi mencapai nilai rata-rata 101.2 mm dengan
Gambar 3.3 Perubahan magnitude variasi tipe hujan perubahan magnitude yang paling besar terjadi pada
monsunal A, garis tegas menunjukkan curah hujan rata-
pola Mei-Oktober. Sedangkan pada tipe C-1,
rata normal, garis putus-putus(titik-titik) menunjukkan
curah hujan rata-rata pada fase El Nio(La Nia). (a) perubahan magnitude yang terjadi tidak sebesar tipe
tipe hujan A-4 (b) tipe hujan A-6 hujan lokal C namun penguatan terjadi pada pola
bulanan yang sama dengan tipe C (Mei-Oktober).
Sedangkan perubahan magnitude pada variasi
tipe hujan ekuatorial B (Gambar 3.4) sebagian besar (a) (b)
terjadi dengan signifikan terutama pada tipe hujan B
(Gambar 3.4.a) dan B-3 (Gambar 3.4.c). Perubahan
magnitude yang besar cenderung terjadi pada pola
Mei-Oktober namun pada tipe hujan B-3 dan B-5
(Gambar 3.4.c dan 3.4.d) yang mewakilkan curah
hujan wilayah dereten pegunungan magnitude berubah
secara signifikan pada pola Desember-Maret dan
memiliki pola perubahan magnitude yang
berkebalikan dengan variasi tipe hujan ekuatorial B
lainnya.
(a) (b) Gambar 3.5 Perubahan magnitude variasi tipe hujan lokal C,
garis tegas menunjukkan curah hujan rata-rata normal,
garis putus-putus(titik-titik) menunjukkan curah hujan
rata-rata pada fase El Nio(La Nia). (a) tipe hujan C
(b) tipe hujan C-1

Berdasarkan hasil perubahan yang terjadi pada tipe


hujan di wilayah Papua terhadap fenomena ENSO,
didapatkan respon yang berbeda-beda antara tipe
hujan secara keseluruhan, namun jika ditinjau
(c) (d) berdasarkan variasi tipe hujan di Papua adanya
perbedaan yang signifikan antara tipe hujan monsunal
A beserta variasinya dengan variasi dari tipe hujan
ekuatorial B dan tipe hujan lokal C.
Terdapat pola bulanan yang dominan mengalami
perubahan magnitude yang lebih kuat pada curah
hujan di wilayah Papua yang terjadi pada pola Mei-
Oktober, perubahan magnitude tersebut dikarenakan
adanya parameter lain yang mempunyai peran yang
konsisten pada pola Mei-Oktober. Penelitian
sebelumnya oleh Hendon (2003) memaparkan curah
(e) (f) hujan pada pola Mei-Oktober di Indonesia timur
dipengaruhi oleh faktor lokal dan sea surface
temperature (SST), sedangkan pada pola Januari-
Maret SST dapat dikatakan tidak memiliki pengaruh
pada curah hujan yang terjadi. Interaksi atmosfer-laut
menjadi salah satu penyebab anomali bulanan yang
terjadi, salah satu parameter meteorologi yang
memegang peranan penting di wilayah Papua dalam
konteks tersebut adalah angin.
Ditunjukkan pada Gambar 3.6 dan 3.7 pola aliran
angin utama konsisten berasal dari tenggara pada pola
Mei-Oktober sedangkan pada pola Desember-Maret
Gambar 3.4 Perubahan magnitude variasi tipe hujan angin sudah mengalami perubahan arah pada bulan
ekutorial B, garis tegas menunjukkan curah hujan rata-
Maret.dan terjadi pertukaran arah angin utama pada

3
bulan April, sedangkan angin dari arah tenggara (b)
bertiup dengan periode yang lebih lama pada bulan
Mei-Oktober.
(a)

Gambar 3.7 Angin rata-rata di wilayah Papua. (a) Rata-rata


angin Mei (merah) dan Oktober (hitam) (b) Rata-rata
angin November
(b)
3.2 Analisis Pengaruh ENSO Berdasarkan Pola
Angin dan Kondisi Geografis

Penelitian yang berkembang di Indonesia


mencapai pada suatu kesimpulan bahwa variabilitas
interannual wilayah Indonesia timur kuat dipengaruhi
oleh perubahan di Pasifik dalam artian lain fenomena
ENSO (Hendon, 2003; Chang dkk., 2004; Kubota,
2011). Jelas pada Subbab 3.1 diketahui bahwa
perubahan curah hujan yang terjadi pada kondisi
ENSO lebih besar terjadi pada variasi tipe hujan B
sedangkan variasi tipe hujan A memberikan nilai
perubahan yang kecil (Gambar 3.1)
Namun pengaruh dari ENSO memiliki variasi
yang berbeda ditinjau dari perubahan curah hujan
yang terjadi terhadap intensitas hujan rata-rata
normalnya. Variasi pengaruh ENSO di wilayah Papua
Gambar 3.6 Angin rata-rata di wilayah Papua. (a) Rata-rata menggambarkan adanya perbedaan terhadap kondisi
angin Desember (merah) dan Maret (hitam) (b) Rata-rata geografis di Papua.
angin April

(a)

Gambar 3.8 Grafik pengaruh ENSO terhadap curah hujan di


Papua

4
Dapat diketahui pada Gambar 4.9, pengaruh ENSO hujan di Papua. Pada area geografis selatan penguatan
pada area geografis selatan lebih kuat daripada yang pengaruh ENSO terjadi dari tipe hujan monsunal A
terjadi di area geografis utara. Adanya variasi sampai tipe ekuatorial B, kemudian terus melemah
pengaruh ENSO terhadap curah hujan disebabkan oleh pada tipe hujan lokal C sampai tipe A-6 dan kembali
topografi pegunungan di Papua yang bersifat sebagai menguat pada wilayah kepulauan dengan tipe hujan B-
sekat alami memisahkan dataran rendah menjadi dua 10 dan C-1. Sedangkan yang terjadi pada area
area geografis yang memiliki karakter yang berbeda geografis selatan pengaruh ENSO terus meningkat
namun saling berkaitan. dari tipe hujan A-2 sampai B-7(Biak) yang kemudian
Gambar 3.9 menunjukkan perubahan curah hujan melemah dengan drastis pada tipe hujan B-7(Serui)
secara spasial pada kondisi ENSO, dapat terlihat dan kembali terjadi peningkatan kuat pada wilayah B-
dengan jelas pada area geografis selatan yang terletak 6, pengaruh tersebut kembali melemah secara konstan
di selatan deretan pegununan tengah memberikan nilai sampai pada tipe A-4. Pengaruh ENSO di deretan
perubahan yang besar mencapai 25% pada fase El pegunungan menunjukkan perbedaan yang lebih
Nio dan 30% pada fase La Nia. Pengaruh ENSO di kompleks dibandingkan dengan yang terjadi di dataran
Papua lebih didominasi pada fase La Nia, sebagian rendah.
besar wilayah Papua mengalami perubahan curah Variasi pengaruh ENSO yang ditinjau dari nilai
hujan lebih dari 15% (batas normal = 15%). korelasi curah hujan terhadap indeks N3.4
(a) menunjukkan bahwa efek perubahan di Pasifik
(ENSO) terhadap curah hujan di Papua memiliki
variasi waktu. Dapat diketahui dari Gambar 3.10 besar
lag-time pada curah hujan yang berkorelasi dengan
perubahan di Pasifik (ENSO) membentuk suatu
pengelompokan berdasarkan area geografisnya,
sehingga jelas bahwa kondisi geografis Papua
menciptakan variasi terhadap pengaruh ENSO dimana
pengaruh tersebut akan mengalami penguatan atau
melemahkan dampaknya pada curah hujan.
(a)

(b)

(b)

Gambar 3.9 Perubahan curah hujan rata-rata spasial (a) fase


El Nio (b) fase La Nia

Seperti yang dikatakan pada Subbab 4.1 bahwa


perubahan magnitude yang terjadi lebih dominan pada
pola Mei-Oktober, area geografis selatan lebih kuat
dipengaruhi oleh ENSO karena aliran angin utama
pada pola Mei-Oktober lebih mendominasi area
Gambar 3.10 Peta korelasi dan lag-time curah hujan wilayah
geografis selatan (Gambar 3.7). Berdasarkan aliran Papua terhadap indeks N.34. (a) (korelasi < 0.35);
angin utama yang mengalir melewati Papua, dapat (korelasi >= 0.35). Warna merah(biru) bernilai
dilihat variasi dari pengaruh ENSO terhadap curah

5
positif(negatif) (b) (lag 0 4 bulan); (lag 5 9) Pengaruh ENSO terhadap curah hujan di Papua
(lag > 10 bulan) memiliki variasi terhadap kondisi geografis di Papua.
Tipe hujan B-6 (dataran rendah utara); B-3 (deretan
Secara keseluruhan wilayah Papua dipengaruhi pegunungan); A, B, B-1, dan C (dataran rendah
kuat oleh fenomena ENSO, namun dapat diketahui selatan) dipengaruhi kuat oleh ENSO, perubahan yang
adanya respon yang berbeda antara tipe hujan di terjadi berada diatas batas normal (15%) pada kondisi
Papua. Beberapa variasi dari tipe hujan A memberikan ENSO (fase El Nio dan La Nia) sehingga dapat
perubahan magnitude yang lebih besar diantara variasi disimpulkan bahwa area geografis di dataran rendah
tipe hujan A lainnya, ini disebabkan oleh perbedaan selatan lebih kuat dipengaruh oleh ENSO.
intensitas curah hujan rata-rata tahunan yang terjadi
dimana secara keseluruhan perubahan yang diberikan REFERENSI
oleh variasi tipe hujan A lebih kecil dibandingkan
variasi dari tipe hujan B dan C pada kondisi ENSO.
Aldrian, E., dan Susanto, R. D. (2003). Identification of
4 Kesimpulan Three Dominant Rainfall Region Within Indonesia
and Their Relationship to Sea Surface Temperature.
International Journal of Climatology .
Dari hasil pengolahan dan analisis yang
dilakukan, didapatkan bahwa curah hujan di Papua Chang, C.-P., Wang, Z., Ju, J., dan Li, T. (2004). On the
dipengaruhi kuat oleh fenomena ENSO. Analisis yang Relationship between Western Maritime Continent
dilakukan menggunakan data indeks N3.4 Monsoon Rainfall and ENSO during Northern Winter.
menghasilkan respon yang berbeda antara tipe hujan Journal of Climate .
terhadap fenomena ENSO yaitu :
a. Variasi Tipe Hujan Monsunal A (tipe A, A-1, Hamada, J.-I., Manabu, D. Y., Jun, M., Shoichiro, F.,
Paulus, A. W., dan Tien, S. (2002). Spatial and
A-2, A-3, A-4, A-6) Temporal Variations of the Rainy Season over
Indonesia and their Link to ENSO. Journal of the
Perubahan yang diberikan oleh variasi tipe A Meteorological Society of Japan .
merupakan yang paling kecil diantara tipe
hujan lainnya, rata-rata perubahan curah Hendon, H. H. (2003). Indonesian Rainfall Variability:
hujan yang terjadi pada kondisi ENSO Impact of ENSO and Local Air-Sea Interaction.
mencapai 23.6 mm. Journal of Climate .
b. Variasi Tipe Hujan Ekuatorial B (tipe B, B-1,
Kubota, H., Shirooka, R., dan Hamada, J.-I. (2011).
B-3, B-5, B-6, B-7, B-8, B-10) Interannual Rainfal Variability over the Eastern
Maritime Continent. Journal of the Meteorological
Variasi tipe ekuatorial B di Papua Society of Japan .
memberikan perubahan curah hujan yang
besar diantara variasi tipe lainnya pada Lestari, R. K. (2010). Mechanisms of Seasonal March of
kondisi ENSO. Rata-rata perubahan intensitas Precipitation over Maritime Continent. VDM Verlag
hujan pada kondisi ENSO mencapai 52.6 Dr. Muller Aktiengesellschaft & Co. KG.
mm. Perubahan magnitude yang besar
umumnya terjadi pada pola Mei-Oktober Philander, S. (1990). El Nio, La Nia, and the Southern
untuk variasi tipe B pada dataran rendah, Oscillation. Cambridge journals .
sedangkan variasi tipe B yang berada pada
Rouw, A., Hadi, T. W., Hadi, S., dan Tjasyono, B. H. (2013,
deretan pegunungan memberikan perubahan April 17). Pola hujan di Papua (West New Guinea),
magnitude yang besar hampir pada semua Indonesia berdasarkan analisis data curah hujan
pola bulanan terutama pada Januari-Juni. observasi stasiun hujan.
c. Variasi Tipe Hujan Lokal C (tipe C dan C-1)
Curah hujan dengan tipe lokal C di wilayah
Papua mempunyai perubahan magnitude
yang besar terutama pada fase La Nia.
Sedangkan pada tipe C-1 perubahan yang
terjadi pada kondisi ENSO tidak memberikan
nilai yang signifikan. Sehingga respon yang
diberikan belum tegas dalam menyatakan
variasi dari tipe hujan lokal C.

Perubahan yang diberikan oleh variasi tipe hujan


di Papua terhadap ENSO lebih kuat didominasi pada
pola Mei-Oktober disebabkan oleh angin tenggara
yang lebih dominan bertiup pada Mei-Oktober.

Anda mungkin juga menyukai