Anda di halaman 1dari 138

BAB I

PENDAHULUAN

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barat Tahun 2012 merupakan salah satu bentuk
dokumentasi tahunan dari produk Sistem Informasi Kesehatan yang dapat memberikan
gambaran perkembangan situasi kesehatan khususnya di Wilayah Administratif Provinsi Jawa
Barat dan juga merupakan investasi informasi untuk kebutuhan di masa yang akan datang.
Instrumen dasar untuk penyusunan Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barat mengacu
kepada Pedoman Penyusunan Profil Kesehatan Tahun 2010 yang diterbitkan oleh Pusat Data
dan Surveilans Epidemiologi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, yang memuat
berbagai indikator, variabel yang berkaitan dengan Program Pembangunan Kesehatan.
Mekanisme penyusunan Profil Kesehatan melibatkan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Barat, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Rumah Sakit dan Lintas Sektor antara lain BPS,
BKKBN, melalui kegiatan pertemuan pemutakhiran data profil, validasi data profil secara
berjenjang.
Indikator-indikator yang ditampilkan pada Profil Kesehatanantara lain Indikator Derajat
Kesehatan, Upaya Kesehatan, Sumber Daya Kesehatan. Indikator Derajat Kesehatan
merupakan indikator outcome meliputi mortalitas dan morbiditas serta Angka Harapan Hidup.
Indikator Upaya Kesehatan merupakan indikator output hasil kegiatan Pelayanan Kesehatan
Dasar maupun Rujukan. Indikator Sumber Daya Kesehatan merupakan indikator input yang
merupakan syarat pokok dalam pelaksnaan pembangunan kesehatan.
Secara umum dalam penyusunan profil kesehatan ini dilakukan analisis deskripsif,
analisis komperatif antar Kabupaten, Kota dan Provinsi. Untuk melihat trend tahunan suatu
indikator tertentu dilakukan analisis kecenderungan. Secara terbatas dilakukan juga analisis
hubungan antar faktor risiko dengan output atau outcome.
Untuk mempermudah dalam analisis, variabel indikator yang tersedia pada tabel profil
kesehatan ini, disajikan melalui tampilan tabel, gambar yang disesuaikan dengan tujuan
analisis seperti grafik garis, grafik batang, dan peta.
Profil Kesehatan diharapkan mampu memenuhi kebutuhan informasi baik sektor
kesehatan sendiri maupun sektor non kesehatan, terutama dalam proses manajemen yang
meliputi perencanaan, penggerakan, pengendalian dan monitoring serta evaluasi
pembangunan kesehatan. Untuk itu dilakukan desiminasi informasi melalui distribusi Buku
Profil Kesehatan ke berbagai unit/sektor yang berkaitan dengan Bidang Kesehatan seperti
Kemenkes.RI, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, antar Dinas Kesehatan Provinsi, Bappeda.
Beberapa keterbatasan yang mempengaruhi kecepatan dan ketepatan penyelesaian
Profil diantaranya adalah;

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 1


Banyaknya data yang harus dikumpulkan,
Banyaknya sumber data yang menyebabkan mekanisme pengelolaan data dan
infromasi menjadi berbeda.
Pemahaman definisi operasional yang berbeda, sehingga menghasilkan data menjadi
berbeda.
Belum semua variabel, indikator kesehatan yang dibutuhkan tersedia dalam sistem
pencatatan dan pelaporan rutin Sektor Kesehatan, seperti angka kematian bayi (AKB)
dan angka Kematian Ibu (AKI) .
Batasan waktu yang sudah ditetapkan untuk updatetidak dipatuhi menyebabkan data
yang sudah disepakati seringkali berubah, bahkan ketika profil sudah dicetak.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 2


BAB II
VISI MISI PEMBANGUNAN KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT

Visi Pembangunan Jawa Barat Tahun 2005-2025 sebagaimana ditetapkan dalam


Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2008 adalah Dengan Iman dan Taqwa, Provinsi Jawa Barat
Termaju di Indonesia. Visi tersebut diwujudkan melalui 5 (lima) misi pembangunan yaitu :
1. Mewujudkan kualitas Kehidupan Masyarakat yang berbudaya Ilmu dan Teknologi, Produktif
dan Berdaya Saing
2. Meningkatkan Perekonomian yang Berdaya Saing dan Berbasis Potensi Daerah
3. Mewujudkan Lingkungan Hidup yang Asri dan Lestari
4. Mewujudkan Tata Kelola Kepemerintahan yang Baik
5. Mewujudkan Pemerataan Pembangunan yang Berkeadilan

Dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, permasalahan tantangan dan peluang


serta budaya yang hidup dalam masyarakat, maka visi Pemerintah Provinsi Jawa Barat tahun
2008-2013 adalah Tercapainya Masyarakat Jawa Barat yang Mandiri, Dinamis dan Sejahtera.

Agar visi tersebut dapat diwujudkan dan dapat mendorong effektifitas dan effisiensi
pemanfaatan sumber daya yang dimiliki, ditetapkan misi Provinsi Jawa Barat sebagai berikut :
1. Mewujudkan Sumber Daya Manumur Jawa Barat yang produktif dan ber Daya Saing
2. Meningkatkan Pembangunan Ekonomi Regional ber Basis Potensi Lokal
3. Meningkatkan Ketersediaan dan Kualitas Infrastuktur Wilayah
4. Meningkatkan Daya Dukung dan Daya tampung Lingkungan untuk Pembangunan
berkelanjutan
5. Meningkatkan Effektifitas Pemerintahan Daerah dan Kualitas Demokrasi

Dinas Kesehatan sebagai salah satu Satuan Kerja Perangkat Daerah Pemerintah
Provinsi Jawa Barat berkepentingan untuk menyelesaikan permasalahan yang berkaitan
dengan fenomena penting aktual yang belum dapat diselesaikan pada periode 5 tahun
sebelumnya khususnya aksesibilitas dan mutu pelayanan kesehatan masyarakat.

Maka Misi, Tujuan dan Sasaran pembangunan kesehatan adalah Misi 1 yaitu
Mewujudkan Sumber Daya Manumur Jawa Barat yang produktif dan ber Daya Saing, dengan
tujuan 1). Mendorong Tingkat pendidikan, kesehatan dan kompetisi kerja masyarakat Jawa
Barat, dan 2) Menjadikan masyarakat Jawa Barat yang sehat, berbudi pekerti luhur serta
menguasai ilmu dan teknologi, Sedangkan Sasaran utama adalah meningkatnya akses dan
mutu pelayanan kesehatan terutama ibu dan anak.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 3


A. VISI DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT.
Dengan mempertimbangkan kesesuaian dan keterkaitan dengan Visi dan Misi
Departemen Kesehatan serta Visi Pembangunan dan Visi Pemerintah Provinsi Jawa Barat
maka telah disusun Visi Pembangunan Kesehatan Jawa Barat yaitu :Tercapainya
Masyarakat Jawa Barat yang Mandiri untuk Hidup Sehat.
Masyarakat Jawa Barat yang Mandiri untuk Hidup Sehat adalah sikap dan kondisi dimana
masyarakat Jawa Barat tahu, mau dan mampu untuk mengenali, mencegah, dan
mengatasi permasalah kesehatan yang dihadapi, sehingga dapat bebas dari gangguan
kesehatan akibat penyakit, bencana, lingkungan dan perilaku yang buruk , serta mampu
memenuhi kebutuhannya untuk lebih meningkatkan kesehatannya dengan mengandalkan
kemampuan dan kekuatan sendiri.
Dalam mewujudkan visi pembangunan kesehatan tersebut maka telah dirumuskan Visi
Dinas Kesehatan Jawa Barat sebagai berikut : Akselerator Pencapaian Masyarakat
Jawa Barat yang Mandiri untuk Hidup Sehat.
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat harus mempunyai pengetahuan,
kemampuan, kemauan, motivasi, etos kerja yang tinggi, dan menguasai teknologi untuk
menjadi pendorong, penggerak, fasilitator dan advokator untuk terjadinya akselerasi
pembangunan kesehatan di Jawa Barat yang dilaksanakan oleh pemerintah bersama
masyarakat termasuk swasta, sehingga Masyarakat Jawa Barat yang Mandiri untuk Hidup
Sehat dapat segera tercapai, dan masyarakat Jawa Barat menjadi Sehat.

B. MISI DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT.


Dalam mengantisipasi kondisi dan permasalahan yang ada serta memperhatikan
tantangan kedepan dengan memperhitungkan peluang yang dimiliki, untuk mencapai
Masyarakat Jawa Barat yang Mandiri untuk Hidup Sehat, maka rumusan Misi Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Barat telah ditetapkan dalam 4 (empat) Misi yaitu :
1. Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas
2. Mengembangkan kebijakan dan manajemen pembangunan kesehatan
3. Meningkatkan Sistem Surveilance dalam Upaya Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit
4. Menjamin ketersediaan sumber daya manumur dan fasilitas pelayanan kesehatan yang
merata, terjangkau dan berkualitas.
Adapun Tujuan dan Sasaran dari tiap Misi tersebut adalah sebagai berikut :
Misi 1 : Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang
berkualitas
Tujuan : Meningkatkan upaya kesehatan yang mampu mendukung akses
dan memberdayakan masyarakat untuk menjangkau pelayanan
kesehatan yang berkualitas
Sasaran : 1. Meningkatnya upaya untuk membudayakan Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat dan mengembangkan Upaya Kesehatan

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 4


Berbasis Masyarakat serta mendorong masyarakat untuk
memilih tempat pelayanan yang tepat.
2. Meningkatnya upaya untuk menyediakan pelayanan
kesehatan yang komprehensif bagi ibu maternal, bayi, balita,
anak sekolah/remaja, umur produktif dan umur lanjut.
3. Meningkatnya upaya untuk meningkatkan status gizi
masyarakat terutama pada ibu hamil dan balita.
4. Meningkatnya perlindungan masyarakat terhadap
ketersediaan, pemerataan, mutu, keterjangkauan dan
penggunaan obat, produk pangan, produk farmasi yang
berbahaya serta tidak memenuhi syarat.
5. Meningkatnya upaya untuk menyiapkan dan melaksanakan
penanggulangan masalah kesehatan pada saat dan pasca
bencana serta antisipasi pemanasan global
6. Meningkatnya upaya untuk meningkatkan kesehatan dan
kebugaran jasmani masyarakat.

Misi 2 : Mengembangkan kebijakan dan manajemen pembangunan kesehatan.


Tujuan : Meningkatkan ketersediaan pembiayaan, kebijakan dan
pedoman, hukum, system informasi, pemahaman public yang
positif tentang kesehatan, dan diikutinya standard mutu sarana,
prasarana dan peralatan kesehatan
Sasaran : 1. Meningkatnya Kualifikasi Rumah Sakit, Rumah Sakit khusus
dan UPTD Provinsi sebagai Center Of Excellent tingkat
Nasional/Internasional
2. Meningkatnya Kualitas dan Akuntabilitas Manajemen
Pelayananan dan Pembangunan Kesehatan meliputi
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembangunan
kesehatan yang evidence base didukung data yang akurat.
3. Terwujud dan dipatuhinya berbagai kebijakan dan regulasi
kesehatan yang pro rakyat, mengutamakan kenyamanan dan
keamanan klien/pasien serta petugas.
4. Terwujudnya pemahaman public yang posistif tentang
pembangunan kesehatan global, nasional dan local
5. Meningkatnya pelayanan kesehatan diberbagai tatanan
sesuai dengan standar mutu.
6. Meningkatnya akuntabilitas dan ketepatan pelaksanaan
bantuan keuangan Departemen Kesehatan, Gubernur
Provinsi Jawa Barat ke Kabupaten/Kota Jawa Barat.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 5


Misi 3 : Meningkatkan Sistem Surveilans dalam Upaya Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit
Tujuan : Menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan akibat
penyakit.
Sasaran : 1. Meningkatnya peran dan komitmen pemerintah daerah,
jejaring kerja LS/LP dan kemitraan dengan masyarakat
termasuk swasta dalam upaya pencegahan dan
pemberantasan penyakit
2. Meningkatnya perlindungan, penatalaksanaan kasus,
pengendalian factor resiko serta terselenggaranya system
surveillance dan kewaspadaan dini KLB/Wabah secara
berjenjang.
3. Meningkatnya upaya untuk mengembangkan sentra regional
untuk rujukan penyakit, pelatihan penanggulangan penyakit,
kesiap siagaan KLB/Wabah dan bencana maupun
kesehatan matra.
4. Mewujudkan mutu lingkungan hidup yang lebih sehat dan
menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan.

Misi 4 : Menjamin ketersediaan sumber daya manumur dan fasilitas pelayanan


kesehatan yang merata, terjangkau dan berkualitas.
Tujuan : Meningkatkan jumlah, jenis , mutu dan penyebaran tenaga serta
kesehatan, dan pemberdayaan profesi kesehatan sesuai dengan
kebutuhan pembangunan kesehatan.
Sasaran : 1. Meningkatnya ketersedian tenaga kesehatan yang
professional dan kompeten di semua sarana pelayanan
kesehatan
2. Meningkatnya ketersediaan sarana dan prasarana
pelayananan kesehatan pemerintah dan swasta yang
terjangkau dan berkualitas

C. KEBIJAKAN DAN PROGRAM


Dalam rangka mencapai Visi dan Misi yang telah dirumuskan dan dijelaskan tujuan
dan sasarannya, maka untuk memperjelas cara untuk mencapai tujuan dan sasaran
tersebut melalui strategi pembangunan kesehatan yang terdiri atas Kebijakan dan
Program sebagai berikut:
Kebijakan 1: Meningkatkan pelayanan kesehatan terutama Ibu dan Anak, yang
dilaksanakan melalui program-program sebagai berikut :
1. Program Upaya Kesehatan

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 6


Kebijakan 2 : Mengembangkan sistem kesehatan, yang dilaksanakan melalui
program-program sebagai berikut :
1. Program Manajemen Pelayanan Kesehatan
2. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Pelayanan Kesehatan
Kebijakan 3 : Meningkatkan upaya pencegahan, pemberantasan dan pengendalian
penyakit menular serta tidak menular, yang dilaksanakan melalui
program-program sebagai berikut :
1. Program Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular
Kebijakan 4 : Meningkatkan Kualitas dan Kuantitas Tenaga Kesehatan, yang
dilaksanakan melalui program-program sebagai berikut :
1. Program Sumber Daya Kesehatan

Dalam upaya menjawab tantangan dan isu strategis dalam program pembangunan
kesehatan Jawa Barat maka dilakukan upaya penajaman terhadap kegiatan sebagai
berikut :
1. Peningkatan Persalinan oleh tenaga kesehatan kompeten di fasilitas kesehatan
untuk meningkatkan Angka Harapan Hidup (UHH), menurunkan Angka
Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB)
2. Intensitas dan penyebaran penyakit
3. Peningkatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS )

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 7


BAB III
GAMBARAN UMUM DAN PERILAKU PENDUDUK

A. GAMBARAN UMUM DAN KEPENDUDUKAN


1. Gambaran Umum Wilayah
0 0
Provinsi Jawa Barat, secara geografis terletak di antara 5 50 7 50 Lintang
0 0
Selatan dan 104 48 108 48 Bujur Timur, dengan batas wilayah di sebelah Barat
berbatasan dengan Provinsi Banten, sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Jawa
Tengah di sebelah Selatan dibatasi oleh Samudera Indonesia, sedangkan di daerah
Utara adalah Laut Jawa.
Luas wilayah Provinsi Jawa Barat sebesar 37.116,54 kilometer persegi atau
sekitar 27,82% dari luas wilayah Pulau Jawa dan Madura atau 1,85% dari luas
wilayah Indonesia dan merupakan salah satu Provinsi di Indonesia di sebelah barat
Pulau Jawa.
Kondisi geografis yang strategis ini merupakan keuntungan bagi daerah Jawa
Barat terutama dari segi komunikasi dan perhubungan. Kawasan utara merupakan
daerah berdatar rendah, sedangkan kawasan selatan berbukit-bukit dengan sedikit
pantai serta dataran tinggi bergunung-gunung ada di kawasan tengah.
Kondisi topografi Jawa Barat, dibedakan atas wilayah pegunungan curam
(9,5%) yang terletak di bagian Selatan dengan ketinggian lebih dari 1.500 m di atas
permukaan laut, wilayah lereng bukit yang landai (36,48 %) yang terletak di bagian
Tengah dengan ketinggian 10-1.500 m dpl., dan wilayah daratan landai (54,02%)
yang terletak di bagian Utara dengan ketinggian 0-10 m dpl. Jawa Barat memiliki
iklim tropis dengan suhu rata-rata berkisar 17,40-30,70 C dengan kelembaban udara
73-84%.
Jawa Barat beriklim tropis dengan curah hujan tinggi, rata-rata curah hujan
dalam sebulan adalah 161 milimeter dan 7 hari hujan.Iklim demikian menunjang
adanya lahan subur yang berasal dari endapan vulkanis serta banyaknya aliran
sungai menyebabkan sebagian besar dari luas tanah yang ada dipergunakan sebagai
0 0
lahan pertanian. Suhu 9 C di Puncak Gunung Pangrango dan 34 C di Pantai Utara,
curah hujan rata-rata 2.000 mm per tahun, namun di beberapa daerah pegunungan
antara 3.000 sampai 5.000 mm per tahun
Pemerintah Provinsi Jawa Barat terdiri dari 18 kabupaten dan 9 kota,
mencakup sekitar 626 Kecamatan, 3.232 Perkotaan dan 2.659 Perdesaan dan dibagi
menjadi 5 Koordinator Wilayah yaitu :
Wilayah Bogor yang terdiri dari Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Depok,
Kabupaten Sukabumi, Kota Sukabumi, Kabupaten Cianjur.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 8


Wilayah Purwakarta terdiri dari Kabupaten Subang, Kabupaten Purwakarta,
Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi, Kabupaten Karawang.
Wilayah Cirebon terdiri dari Kabupaten Cirebon, Kota Cirebon, Kabupaten
Indramayu, Kabupaten Majelengka, Kabupaten Kuningan.
Wilayah Priangan Timur terdiri dari Kabupaten Ciamis, Kota Banjar, Kabupaten
Tasikmalaya Kota Tasikmalaya, Kabupaten Sumedang dan Kabupaten
Pangandaran.
Wilayah Priangan Barat terdiri dari Kabupaten Bandung, Kota Bandung,
Kabupaten Garut, Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat.

2. Pertumbuhan Penduduk.
Berdasarkan Estimasi Penduduk Tahun 2012, Jumlah penduduk Provinsi Jawa
Barat adalah 44.548.431 jiwa terdiri dari penduduk laki-laki sebesar 22.666.168 jiwa
(50,88%) dan penduduk perempuan adalah 21.882.263 (49,12%). Kenaikan
Penduduk Provinsi Jawa Barat kurun waktu tahun 2010-2012 terdapat peningkatan
jumlah penduduk sekitar 3,47%.
Gambar III. A. 1
Jumlah Penduduk Di Provinsi Jawa Barat
Tahun 2000 2012

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat.

Sex Ratio di Provinsi Jawa Barat tahun 2012 adalah 103,06, artinya komposisi
laki-laki lebih banyak dibandingkan komposisi perempuan, dengan pengertian ada
103 hingga 104 orang laki-laki diantara 100 orang perempuan.
Rasio jenis kelamin tiga tertinggi di Jawa Barat adalah Kabupaten Cianjur
(107,14), Kabupaten Karawang (106,39) dan Kabupaten Indramayu (106,14),
sedangkan rasio jenis kelamin tiga terendah berada di Kabupaten Ciamis (98,09),
Kota Banjar (98,35) dan Kabupaten Tasikmalaya (99,41).
Komposisi penduduk suatu wilayah dikategorikan penduduk muda bila median
umur < 20, penduduk menengah jika median umur 20-30, dan penduduk tua jika
median umur > 30 tahun. Berdasarkan kriteria tersebut, komposisi umur penduduk

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 9


Provinsi Jawa Barat pada tahun 2012 masih termasuk dalam kategori penduduk
menengah, dimana median umurnya berada pada umur 26,86 tahun.
Untuk mengetahui komposisi penduduk Provinsi Jawa Barat berdasarkan
struktur umur dan jenis kelamin berikut digambarkan piramida penduduk seperti
dibawah ini.
Gambar III. A. 2
Piramida Penduduk Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Kategori penduduk menengah tersebut sesuai dengan gambaran proporsi


jumlah penduduk terbesar di Jawa Barat yang berkisar ada pada kelompok umur 15-
64 tahun dalam kurun waktu 2005 2012, seperti terlihat dalam gambar dibawah ini.
Gambar III. A. 3
Persentase Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur di
Provinsi Jawa Barat Tahun 2005-2012

100% 5,48 5,02 4,66 4,66 4,73


90%
80%
70%
60% 66,03 65,25 66,09 66,09 66,87
50%
40%
30%
20% 29,73 29,25 29,25
28,49 28,39
10%
0%
2008 2009 2010 2011 2012
>= 65 Thn 15-64 Thn 0-14 Thn

Angka beban ketergantungan penduduk di Provinsi Jawa Barat dari tahun 2010
sebesar 52,55% mengalami penurunan menjadi 52,0% pada tahun 2012 yang artinya
bahwa setiap 100 penduduk usia produktif di Jawa Barat menanggung sekitar 52
orang penduduk usia belum/ tidak produktif.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 10


Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) Provinsi Jawa Barat dari tahun ke tahun
relatif cenderung terus menurun. Pada periode 2005 2006, LPP Provinsi Jawa Barat
mencapai 1,94%, periode berikutnya mengalami penurunan sehingga pada periode
tahun 2007-2012 mengalami fluktuasi menjadi 1,66 tahun 2012 dan lebih tinggi dari
LPP Nasional (1,19% tahun 2012). Kondisi tersebut menunjukan upaya pengendalian
penduduk di Provinsi Jawa Barat relatif cukup baik.
Gambar III. A. 4
Laju Pertumbuhan Penduduk di Provinsi Jawa Barat
Periode tahun 2005 2012

2,5
1,94
2 1,83 1,71 1,89 1,9
1,66
1,5
1
0,5
0
2005 - 2006 2006-2007 2007-2008 2000-2010 2011 2012

Sumber : Bapeda dan Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat.

Gambar III. A. 5
Laju Pertumbuhan Penduduk Menurut Kabupaten/Kota
Di Provinsi Jawa Barat Periode Tahun 2000-2010
4,69
4,30

5,00
3,48
3,13

4,00
2,56
2,37
2,06

3,00
1,99
1,99

1,89
1,86
1,76
1,73
1,60
1,22
1,21
1,15
1,14
1,10

2,00
0,96

0,84
0,88

0,68

0,47
0,53

0,46
0,40
1,00

0,00
KOTA BOGOR
KOTA BEKASI
KOTA DEPOK

KAB. BOGOR

KOTA SUKABUMI

KOTA BANDUNG
KOTA CIMAHI

KAB. SUKABUMI
KAB. BANDUNG

KAB. PURWAKARTA

KAB. TASIKMALAYA
KOTA CIREBON
KAB. CIANJUR

KAB. CIREBON
KAB. GARUT

KAB. SUBANG

KAB. MAJALENGKA
KOTA TASIKMALAYA

KAB. KUNINGAN

KAB. INDRAMAYU
KAB. SUMEDANG

KAB. CIAMIS
JAWA BARAT
KAB. BDG BARAT

KAB. KARAWANG
KAB. BEKASI

KOTA BANJAR

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat.

Laju Pertumbuhan Penduduk per Kabupaten/Kota periode tahun 2000-2010


berkisar antara 0,40% 4,69%. LPP terendah terjadi di Kabupaten Majalengka
sedangkan yang tertinggi di Kabupaten Bekasi. Proporsi Kabupaten/Kota dengan LPP
lebih rendah dari angka Jawa Barat sebesar 65,39%.
LPP di Kabupaten Bekasi mencapai 4,69 persen/tahun, menyusul Kota Depok
4,3 persen/tahun, Kota Bekasi 3,48 persen/tahun dan Kota Bandung 2,56
persen/tahun. Nilai LPP tersebut jauh di atas LPP Nasional sebesar 1,49
persen/tahun maupun LPP Jawa Barat sebesar 1,89 persen/tahun

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 11


Sedangkan proporsi kabupaten/kota dengan LPP < 1% sebesar 30,77% yaitu
Kabupaten Majalengka, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Ciamis, Kabupaten
Kuningan, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Tasikmalayan, Kabupaten Subang dan
Kota Cirebon. Secara rinci dapat dilihat pada Gambar III.A.5 .

3. Persebaran dan Kepadatan Penduduk


Luas wilayah yang tidak seimbang di antara Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa
Barat berdampak pula pada persebaran penduduk yang berakibat menjadi
kompleknya masalah kependudukan di Provinsi Jawa Barat. Kabupaten Bogor
memiliki jumlah penduduk terbesar yaitu 11,08% dari jumlahpenduduk Jawa Barat,
disusul dengan Kabupaten Bandung sebesar 7,38%. Sedangkan daerah yang
memiliki penduduk terkecil adalah Kota Banjar yanghanya sebesar 0,41% dari total
penduduk Jawa Barat
Pada tahun 2012 Kabupaten Bogor (5.122.473 jiwa) merupakan kabupaten
dengan jumlah penduduk terbesar sekitar 11,2% dari penduduk Jawa Barat.
Kabupaten/Kota lainnya dengan jumlah penduduk tertinggi adalah Kabupaten
Bandung (3,3 juta jiwa atau 7,42%), Kabupaten Bekasi (2,79 juta jiwa atau 6,26%),
Kabupaten Garut (2,48 juta atau 5,57%) dan Kota Bandung (2,46 juta jiwa atau
5,53%). Sementara itu ada 3 (tiga) wialyah yang mempunyai penduduk paling sedikit
adalah Kota Banjar (180.030 jiwa atau 0,40%), Kota Cirebon (302.772 jiwa atau
0,68%) dan Kota Sukabumi (308.508 jiwa atau 0,69%, dapat dilihat pada gambar
dibawah ini.
Gambar III. A. 6
Jumlah Penduduk Menurut Kabupaten/Kota
Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat.


Persebaran penduduk di Jawa Barat tidak merata, terjadi pemusatan penduduk
yang mempunyai kepadatan diatas 1.000 jiwa per kilometer persegi yaitu di Wilayah
Bogor (Kabupaten/Kota Bogor, Kota Depok dan Kota Sukabumi), Wilayah Purwakarta
(Kabupaten/Kota Bekasi, Kabupaten Karawang), Wilayah Cirebon (Kabupaten/Kota
Cirebon, Majalengka), Wilayah Priangan Timur (Kota Banjar dan Kota Tasikmalaya)

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 12


dan Wilayah Priangan Barat ( Kabupaten/Kota Bandung, Kabupaten Bandung Barat,
Kota Cimahi). Kemungkinan disebabkan oleh karena daerah tersebut merupakan
daerah pusat industri yang menjadi daerah tujuan utama para migran.
Kepadatan penduduk di Provinsi Jawa Barat menunjukkan perubahan dari
tahun ke tahun, terjadi peningkatan dari 972 orang per kilometer persegi pada tahun
2000 menjadi 1.130 orang perkilometer persegi di tahun 2005, pada tahun 2010
menjadi 1.160 perkilometer perseginya.dan tahun 2012 naik kembali menjadi 1.200,
dapat dilihat pada Tabel di bawah ini.
Tabel III. A.1
Kepadatan Penduduk di Provinsi Jawa BaratTahun 2007-2012
Kepadatan Penduduk Per Keterangan
Tahun
kilometer persegi Sumber Data
2007 1.167 Suseda
2008 1.187 Suseda
2009 1.233 Suseda
2010 1.160 Sensus
2011 1.182 Estimasi
2012 1.200 Estimasi
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat

Kepadatan penduduk yang paling tinggi terdapat di Kota Bandung yaitu


14.634 jiwa per kilometer persegi, diikuti oleh Kota Cimahi sebesar 13.608 jiwa per
kilometer persegi. Kabupaten yang paling jarang penduduknya adalah Kabupaten
Ciamis dengan kepadatan penduduk sebesar 565 per kilometer persegi.

3. Angka Kelahiran Kasar (CBR= Crude Birth Rate) dan Angka Kesuburan (TFR =
Total Fertility Rate)
Selama periode 2000 2010, trend Angka Kesuburan di Jawa Barat terus
mengalami penurunan. Rata-rata jumlah anak yang dilahirkan (Total Fertility Rate) di
tahun 2000 masih menunjukan angka 2,61 dan tahun 2005 mengalami
penurunanmenjadi 2,53 dan tahun berikutnya terus menurun menjadi 2,08 di tahun
2009, sedangkan tahun 2012 mengalami peningkatan menjadi 2,5. Sedangkan
berdasarkan SDKI 2012, rata-rata perempuan akan mempunyai 2,5 anak selama
hidupnya. Angka Kesuburan di Jawa Barat mengalami kenaikan menjadi 2,5 anak
selama hidupnya. Demikian juga Angka Kelahiran Kasar yang terus menunjukkan
penurunan dari tahun 2000 Angka Kelahiran Kasar sebesar 23,98 hingga pada tahun
2012 sebesar 25,00

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 13


Tabel III. A. 2
Angka Kelahiran Kasar (CBR) dan Angka Kesuburan Total (TFR)
Di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2000, 2005 2010, 2012
Total Fertility Rate (TFR) Crude Birth Rate (CBR)
Tahun
Angka Kesuburan Total Angka Kelahiran Kasar
2000 2,61 23,98
2005 2,53 25,41
2006 2,39 24,01
2007 2,30 23,10
2008 2,20 21,09
2009 2,08 20,92
2010 2,18 21,90
2012 2,50 25,00
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat, BKKBN Provinsi Jabar, SDKI 2012

B. GAMBARAN SOSIAL EKONOMI

1. Laju Pertumbuhan Ekonomi


Berdasarkan perhitungan PDRB atas dasar harga konstan 2000, ratarata Laju
Pertumbuhan ekonomi (LPE) Provinsi Jawa Barat tahun 2012 relatif meningkat. Pada
2012 Laju pertumbuhan ekonomi (LPE), sebesar 6,2 %, dengan laju inflasi antara 4,9 -
6%. Sektor yang menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang tertinggi adalah Sektor
Kontruksi, Industri, Perdagangan, sedangkan kontribusi yang paling kecil diberikan oleh
Sekror Keuangan, Persewaan dan Jasa.
PDRB atas dasar harga konstan 2000 pada tahun 2012, mengalami
peningkatan sebesar 6,21% dari tahun 2011 sebesar Rp. 343,11 trilyun menjadi Rp.
364,41 trilyun tahun 2012, sebagian besar digunakan untuk konsumsi rumah tangga
sebesar 59,08%, ekspor sebesar 36,30% dan pembentukan modal tetap bruto 19,20%.
Sedangkan pertumbuhan nilai PDRB menurut penggunaan, konsumsi Pemerintah
mengalami kenaikan sebesar 10,58%. Dari sisi lapangan usaha, perekonomian Jawa
Barat didominasi oleh peranan tiga sektor utama yakni sektor Industri Pengolahan,
sektor Perdagangan Hotel & Restoran dan sektor Pertanian.
Besarnya pendapatan yang diperoleh/diterima rumah tangga dapat
mengambarkan kesejahteraan suatu masyarakat. Namun demikian data pendapatan
yang akurat sulit diperoleh, sehingga dalam survey/ kegiatan Sosial Ekonomi Daerah
(Suseda) didekati melalui pengeluaran rumah tangga. Berdasarkan BPS Provinsi Jawa
Barat Tahun 2012, Pola rata-rata pengeluaran per-kapita rumah tangga di Provinsi
Jawa Barat menunjukan sebanyak 58,64% pengeluaran rumah tangga.

2. Penduduk Miskin
Indikator kemiskinan ditentukan dengan Nilai Rupiah yang dibelanjakan untuk
2.100 kalori per kapita per hari ditambah dengan pemenuhan kebutuhan pokok
minimum lainnya seperti perumahan, bahan bakar, sandang, pendidikan, kesehatan,

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 14


dan transportasi. Perubahan batas kemiskinan di Provinsi Jawa Barat setiap tahunnya
sesuai dengan ukuran pendapatan per kapita menurut nilai mata uang rupiah yang
sedang berlaku, Garis kemiskinan Jawa Barat bulan September 2012 sebesar
Rp.242.104,- atau mengalami peningkatan sebesar 7,01%, apabila dibandingkan
dengan garis kemiskinan bulan September 2012 (Rp. 226.097,-).
Jawa Barat masih menghadapi masalah kemiskinan yang antara lain ditandai
oleh masih tingginya proporsi penduduk miskin. Jumlah penduduk miskin pada tahun
2012 sebanyak 4.421.484 orang atau 9,89% dari jumlah penduduk Jawa Barat dan
mengalami penurunan dari tahun 2011 yang mencapai angka 10,57%. Tingkat
kemiskinan ini dipandang sebagai ketidak-mampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi
kebutuhan dasar makanan dan non makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.
Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita
perbulan dibawah Garis Kemiskinan. Dalam kurun waktu setahun terakhir penduduk
miskin yang tinggal di daerah pedesaan naik sebesar 0,07%, sedangkan di daerah
perkotaan turun sebesar 0,17 %.
Untuk daerah perkotaan garis kemiskinan sebesar Rp. 249.170,- atau naik
4,17% dari kondisi Maret 2012 (Rp. 239.189. Garis kemiskinan di daerah perdesaan
sedangkan garis kemiskinan di daerah perdesaan mengalami peningkatan yang lebih
tinggi yaitu 5,52% menjadi sebesar Rp. 228.577,- dibandingkan dengan kondisi Maret
2012 sebesar Rp. 216.610,-.
Gambar III. B. 1
Tingkat Kemiskinan Menurut Kabupaten/Kota (%),
di Provinsi Jawa Barat Tahun 2010

Keterjangkauan pelayanan kesehatan pada golongan lapisan masyarakat


tersebut diharapkan dapat menstimulus meningkatnya derajat kesehatan
masyarakat.Perluasan jangkauan dan peningkatan mutu pelayanan kesehatan

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 15


masyarakat dilakukan secara berkelanjutan dengan disertai upaya menumbuhkan
partisipasi masyarakat melaksanakan perilaku hidup sehat.
Jumlah masyarakat miskin yang mendapatkan pelayanan kesehatan Rawat
Jalan di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012 sebanyak 46,9,2% (Lampiran Tabel 56).
Apabila dibandingkan dengan tahun 2010 (42,3%) mengalami peningkatan sebesar 4,6
poin. Sedangkan Jumlah masyarakat miskin yang mendapatkan pelayanan kesehatan
Rawat Inap di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012 sebanyak 2,1% (Lampiran Tabel 56).

3. Tingkat Pendidikan
Ukuran atau indikator untuk melihat kualitas sumber daya manusia (SDM)
terkait dengan pendidikan antara lain pendidikan yang ditamatkan dan Angka Melek
Huruf (AMH). Capaian Tingkat Pendidikan untuk indikator Angka Melek Huruf (AMH)
pada Tahun 2012 sebesar 96,97% dan terjadi peningkatan capaian AMH Tahun 2012
terhadap Tahun 2007 sebesar 1,65%. Persentase AMH penduduk berusia 15 tahun ke
atas sebesar 96,97% yang berarti dari setiap 100 penduduk usia 15 tahun ke atas ada
96-97 orang yang melek huruf. Penduduk dikatakan melek huruf jika dapat membaca
dan menulis huruf latin atau huruf lainnya.
Capaian Rata-rata Lama Sekolah (RLS) pada Tahun 2012 sebesar 8,15 tahun
(angka perkiraan BPS Jawa Barat, 6 Maret 2013),Tahun 2008 sebesar 7,50 tahun
(LKPJ 2008), sedangkan capaian RLS Tahun 2007 sebesar 7,50 tahun. Dengan
demikian capaian RLS Tahun 2012 terhadap Tahun 2007 terjadi peningkatan sebesar
0,65 tahun.
Berdasarkan Susenas 2012, AMH penduduk usia 15 tahun ke atas perempuan
(94,10%) lebih rendah dibandingkan laki-laki (97,33%). AMH penduduk usia 15 tahun
ke atas di daerah perdesaan (92,75%) lebih rendah dibandingkan daerah perkotaan
(97,28%). Rendahnya AMH penduduk usia 15 tahun ke atas disebabkan oleh
rendahnya AMH penduduk usia 45 tahun ke atas. AMH penduduk usia 45 tahun ke
atas sebesar 88,09 persen. AMH penduduk usia 45 tahun ke atas perempuan (83,46
persen) lebih rendah dibandingkan laki-laki (92,67 persen).
Angka Partisipasi Sekolah (APS) menunjukkan besaran penduduk usia sekolah
yang sedang bersekolah. APS merupakan ukuran daya serap, pemerataan dan akses
terhadap pendidikan khususnya penduduk usia sekolah. APS 13-15 tahun sebesar
89,59 persen. Ini menunjukkan masih terdapat kelompok usia wajib belajar (13-15
tahun) sebesar 19,20 persen yang tidak bersekolah. APS 16-18 tahun sebesar 58,56
persen dan APS 19-24 tahun sebesar 11,78 persen. APS di perdesaan lebih rendah
dibandingkan perkotaan. Semakin tinggi kelompok umur semakin besar perbedaannya
(gap). Di perdesaan APS 7-12 tahun sebesar 94,29 persen, APS 13-15 tahun 74,83
persen, APS 16-18 tahun 33,95 persen, APS 19-24 tahun sebesar 5,41 persen. Di
perkotaan APS 7-12 tahun sebesar 95,68 persen, APS 13-15 tahun 84,17 persen, APS
16-18 tahun 49,95 persen dan APS 19-24 tahun sebesar 14,20 persen.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 16


Kualitas SDM dapat dilihat dari pendidikan yang ditamatkan.Gerakan wajib
belajar 9 tahun mentargetkan pendidikan yang ditamatkan minimal tamat SMP.
Persentase penduduk usia 5 tahun ke atas yang tidak/belum pernah sekolah sebesar
7,22 persen, tidak/belum tamat SD 17,87 persen, tamat SD/MI/sederajat 35,51 persen
dan tamat SMP/MTs/sederajat sebesar 16,29 persen. Kualitas SDM daerah perdesaan
lebih rendah dibandingkan daerah perkotaan. Pada gambar Persentase penduduk
penduduk laki-laki berpendidikan tertinggi yang ditamatkan pada jenjang SD di daerah
perkotaan sebesar 26,11% dan di perdesaan sebesar 49,26%. Dan yang berpendidikan
tertinggi SMP ada 21,64% penduduk laki-laki di daerah perkotaan dan di perdesaan
sebesar 19,61%. Secara rinci dapar dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar III. B. 2
Persentase Penduduk Usia 15 Tahun Keatas Menurut Pendidikan Tertinggi yang
Ditamatkan dan Jenis Kelamin di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012.
Persentase Penduduk Laki-laki Persentase Penduduk Perempuan

Sumber : BPS Susenas 2012

4. Status Pembangunan Manusia


Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Barat berdasarkan
penghitungan BPS dapat dilihat dalam Gambar III.B.4. Secara umum pembangunan
manusia di Jawa Barat selama periode 2008 - 2012 mengalami peningkatan sebesar
2,03 poin. Hal ini berhubungan langsung dengan perbaikan beberapa indikator sosial
ekonomi. Misalnya, angka melek huruf dewasa terus meningkat seiring dengan
meningkatnya program pemerintah dalam pengentasan buta aksara.
Indeks Kesehatan Provinsi Jawa Barat pada tahun 2012, mencapai 72,67 poin,
dan naik 0,67 poin apabila dibandingkan dengan tahun 2010 (72,00 poin), akan tetapi
pencapaian Indeks Kesehatan tersebut belum mencapai target (73,40).

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 17


Gambar III. B. 3
Perkembangan IPM di Provinsi Jawa Barat Tahun 2008 2012

80,0

60,0

40,0

20,0

-
2008 2009 2010 2011 2012
IPM 71,1 71,6 72,2 72,8 73,2
Angka Harapan Hidup 67,8 68,0 68,2 68,4 68,6

Target pencapaian Indeks Pembangunan Manusia 80 tahun 2015, sesuai


dengan PERDA 9 Tahun 2008 Tentang RPJPD Provinsi Jabar Tahun 2005-2025
tercantum pada gambar dibawah ini.
Gambar III. B. 4
Skenario IPM 80 di Provinsi Jawa Barat Tahun 2005 2015

Tabel III. B.1


Capaian IPM Jawa Barat tahun 2007-2012
Tahun
Uraian 2007 2008 2009 2010 2011 2012
IPM 70,71 71,12 71,64 72,08 72,82 73,19*)
a) Indeks Pendidikan 80,21 80,35 81,14 81,67 82,55 82,75*)
- RLS (Tahun) 7,5 7,5 7,72 7,95 8,2 8,15*)
- Angka Melek Huruf (%) 95,32 95,53 95,98 96 96,48 96,97*)
b) Indeks Kesehatan 71 71,33 71,67 72 72,34 72,67*)
- Angka Harapan Hidup 67,6 67,8 68 68,2 68,4 68,60*)
c) Indeks Daya beli 60,93 61,66 62,1 62,57 63,57 64,17*)

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 18


Gambar III. B. 5
Indeks Pembangunan Manusia dan Angka Harapan Hidup Menurut
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2011

Beberapa kabupaten kota capaian IPM berada diatas rata-rata capaian IPM
Jawa Barat yaitu Kota Depok, Kota Bekasi, Kota Bandung, Kota Cimahi, Kota
Tasikmalaya, Kota Cirebon, Kota Sukabumi,Kota Bogor, Kabupaten Bandung Barat,
Kabupaten Bekasi, dan Kabupaten Bandung. Sedangkan kabupaten kota lainya berada
dibawah rata-rata IPM Jawa Barat dengan capaian terendah berada di WKPP III dan
WKPP IV yaitu Kabupaten Indramayu, Kabupaten Cirebon Dan Kabupten Cianjur.
Indeks Pendidikan Provinsi Jawa Barat tahun 2012 mencapai 82,75 atau naik
1,08 point dari tahun 2010. Beberapa komponennya yaitu rata-rata lama sekolah (RLS)
mencapai 8,20 tahun atau naik 0,25 tahun, angka melek huruf (AMH) mencapai
96,48% atau naik 0,48%, APK SD/MI mencapai 119,06% atau naik 1,88%, APK
SMP/MTs mencapai 94,03% atau naik 0,06%, serta APK SMA/SMK/MA mencapai
59,56% atau naik 2,06%. Namun demikian, disadari sepenuhnya bahwa berbagai
program yang telah kita canangkan tentunya tidak akan berhasil dengan optimal jika
tidak diiringi dengan sinergitas dan dukungan yang penuh dari segenap stakeholders
pembangunan pendidikan, khususnya untuk meningkatkan pemerataan akses
pendidikan.
Selanjutnya pada tahun 2012, pencapaian Provinsi Jawa Barat dalam Indeks
Daya Beli yang merupakan alat ukur untuk mengetahui standar kehidupan yang layak
adalah 64,17 poin. Kondisi Purchasing Power Parity atau Paritas Daya Beli LPPD
Pemerintah Provinsi Jawa Barat 2012 mencapai Rp.637.67 ribu, jika dibandingkan
dengan tahun 2010 yang mencapai Rp. 630,77 ribu, mengalami kenaikan sekitar 1,1%.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 19


Gambar III. B. 6
Peta Angka Indeks Pembangunan Manusia dan Indeks Kesehatan
di Provinsi Jawa Barat Tahun 2011

Sumber : BPS Jawa Barat

Apabila dibandingkan antara Kabupaten/Kota, dari gambar diatas terlihat


bahwa ada 13 Kabupaten/Kota yang Indeks Kesehatannya diatas angka Jawa Barat
(72,34) dan 13 Kabupaten/Kota dibawah angka Jawa Barat. Apabila dibandingkan per
Kabupaten/Kota ternyata yang tertinggi terdapat di Kota Depok (79,95) dan yang
terendah terdapat di Kabupaten Cirebon (66,95).

C. GAMBARAN LINGKUNGAN FISIK


Faktor terbesar yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat adalah
lingkungan. Gambaran beberapa faktor risiko lingkungan yang dapat disajikan dibawah ini
antara lain Cakupan Rumah Sehat, Cakupan Jamban Sehat, Cakupan Keluarga dengan
Sumber Air Minum Terlindung, Angka Bebas Jentik dan Cakupan Pengawasan Tempat
Tempat Umum Pengolahan Makanan (TTUPM).
Dalam pembahasan indikator penyehatan lingkungan ini baru dilakukan analisis
deskriftip dan dilakukan secara partial, belum dilakukan upaya untuk menghubungkan faktor
risiko dengan outcome penyakitnya.

1. Angka Bebas Jentik (ABJ)


Salah satu indikator keberhasilan pengendalian penyakit bersumber binatang
yang berkaitan dengan upaya kesehatan lingkungan adalah pemantauan faktor risiko
penyakit demam berdarah dengue (DBD), yakni Angka Bebas Jentik (ABJ).
Besaran risiko terjadinya penularan DBD bisa di identifikasi berdasarkan Angka
Bebas Jentik (ABJ). ABJ dapat memberikan indikasi berapa banyak rumah/ bangunan

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 20


yang ketika diperiksa tidak terdapat jentik nyamuk aedes aegepty penular DBD. Semakin
tinggi nilai ABJ disuatu wilayah maka semakin rendah risiko terjadinya penularan DBD di
wilayah tersebut.. Sebaliknya semakin rendah nilai ABJ maka semakin besar risiko
penularan DBD di wilayah tersebut. Nilai rujukan ABJ yang aman minimal 95 %
(kebalikan dari indikator House Index).
Gambar III. C. 1
Angka Bebas Jentik (ABJ) Menurut Kabupaten Kota
Di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012

Risiko penularan DBD di Provinsi Jawa Barat masih relatif tinggi, mengingat
ABJ Jawa Barat masih dibawah nilai standar 95%. Tahun 2012 ABJ Provinsi Jawa Barat
hanya mencapai 80%. Dari 26 kabupaten kota hanya Kota Cimahi dan Kota Banjar yang
mempunyai ABJ diatas 95%.
Berdasarkan risiko ABJ di Jawa Barat untuk wilayah administrasi kabupaten,
Kabupaten Karawang merupakan kabupaten yang mempunyai ABJ paling rendah yakni
54% dan yang tertinggi ada di Kabupaten Garut yakni 94.1%. Sedangkan untuk wilayah
administrasi kota Kota Sukabumi merupakan kota dengan ABJ terendah yakni 88.7% dan
untuk yang tertinggi ada di Kota Cimahi dengan angka 96.4%.

2. Rumah Sehat
Rumah sehat adalah bangunan rumah tinggal yang memenuhi syarat
kesehatan, yaitu rumah yang mempunyai jamban sehat, mempunyai sarana air bersih,
mempunyai tempat pembuangan sampah, mempunyai sarana pembuangan limbah,
mempunyai ventilasi rumah yang baik, memiliki kepadatan hunian rumah yang sesuai
dan mempunyai lantai rumah yang tidak terbuat dari tanah.
Rumah merupakan tempat aktifitas dan tempat berlindung keluarga, sehingga
diperlukan kondisi rumah yang dapat mengurangi/ menghilangkan risiko penghuni rumah
untuk menjadi sakit.
Berikut gambaran capaian Cakupan Rumah Sehat menurut kabupaten kota di
Jawa Barat tahun 2012.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 21


Gambar III. C. 2
Cakupan (%) Rumah Sehat Menurut Kabupaten Kota
Di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012

Gambar III. C. 3
Sebaran Cakupan (%) Rumah Sehat
Di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012

Cakupan Rumah Sehat Provinsi Jawa Barat adalah 62.8 %. Sebanyak 13


kabupaten kota (50 %) cakupannya lebih tinggi dari cakupan provinsi. Cakupan Rumah
Sehat tertinggi untuk wilayah kabupaten terdapat di Indramayu (92.4%) dan untuk kota
cakupan tertinggi dicapai oleh Kota Bekasi (89.5%). Sedangkan untuk cakupan terendah

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 22


wilayah kabupaten terdapat di Bandung Barat (38.7%) dan untuk wilayah kota terdapat di
Kota Sukabumi dengan cakupan hanya 57.8 %.
Semakin tinggi Cakupan Rumah Sehat disuatu wilayah, maka akan semakin
kecil risiko penghuni rumah tersebut menjadi sakit.
Bila dilihat dari sebaran Cakupan Rumah Sehat di Jawa Barat yang mencapai
62.8 %, maka gambar peta diatas menunjukan bahwa Cakupan Rumah Sehat di bagian
selatan Jawa Barat (kecuali Tasikmalaya) relatif lebih rendah dibanding dengan Cakupan
Rumah Sehat di bagian Utara Jawa Barat (kecuali Bekasi).

3. Jamban Sehat
Jamban Sehat adalah tempat buang air besar yang konstruksinya memenuhi
syarat-syarat kesehatan, antara lain pembuangannya tinjanya menggunakan tangki
septik.
Berdasarkan pencatatan dan pelaporan kabupaten kota, Cakupan Jamban
Sehat di Provinsi Jawa Barat tahun 2012 adalah 73.0 %, seperti diperlihatkan oleh
gambar berikut..
Gambar III. C. 4
Cakupan (%) Jamban Sehat Menurut Kabupaten Kota
Di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012

Lima belas kabupaten kota (57.7 %) di Jawa Barat Cakupan Jamban Sehatnya
sudah lebih tinggi dari cakupan provinsi. Cakupan Jamban Sehat tertinggi untuk wilayah
kabupaten terdapat di Subang (100 %) dan untuk kota cakupan tertinggi dicapai oleh
Kota Sukabumi (99.8%). Sedangkan untuk cakupan terendah wilayah kabupaten terdapat
di Cirebon (35.2%) dan wilayah kota terdapat di Kota Cimahi dengan cakupan hanya
35.2%.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 23


4. Cakupan Keluarga dengan Air Minum Terlindung
Alternatif masyarakat untuk mendapatkan sumber air minum di Jawa Barat
sangat bervariasi. Masyarakat perkotaan sebagian besar sudah menggunakan jasa
PDAM untuk memenuhi kebutuhan sumber air minum. Sedangkan masyarakat di
pedesaan relatif lebih bervariasi dari mulai yang menggunakan sumur gali, sumur pompa,
mata air, air hujan sampai yang memanfaatka badan air seperti danau, sungai untuk
memenuhi kebutuhan sumber air minumnya.
Sumber mata air tersebut ada yang terlindung ada yang tidak terlindung.
Sumber air PDAM, sumur gali, sumur pompa relatif lebih terlindung dan memenuhi
persyaratan kesehatan. Sedangkan sumber air danau, sungai, mata air relatif tidak
terlindung dan tidak memenuhi persyaratan kesehatan.
Yang dimaksud sumber air bersih yang terlindung adalah sumber air minum
keluarga yang bersumber dari sarana air bersih yang telah memenuhi persyaratan baik
biologis, kimia dan fisik (Permenkes).
Gambaran Cakupan Keluarga Dengan Air Minum Terlindung di Provinsi Jawa
Barat dapat dilihat pada gambar dibawah ini..
Gambar III. C. 5
Cakupan (%) Keluarga dengan Air Minum Terlindung Kabupaten Kota
Di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012

Cakupan Keluarga dengan Sumber Air Minum Terlindung sebesar 84.3 %.


Sebanyak 18 kabupaten kota Cakupan Keluarga dengan Sumber Air Bersih Terlindung
lebih tinggi dari cakupan provinsi.
Cakupan Keluarga dengan Sumber Air Minum Terlindung tertinggi untuk
wilayah kabupaten terdapat di Ciamis (99.8 %) dan untuk kota cakupan tertinggi dicapai
oleh Kota Bogor (99.4%). Sedangkan untuk cakupan terendah wilayah kabupaten
terdapat di Karawang (47.4 %) dan untuk wilayah kota terdapat di Kota Depok dengan
cakupan 66.0 %.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 24


5. Tempat Tempat Umum Pengolahan Makanan (TUPM)
Dalam upaya mengurangi risiko Tempat Tempat Umum (TTU) menjadi tempat
penularan / sumber penyakit, maka dilakukan pemantauan terhadap TTU tersebut.
Beberapa TTU yang rutin dilakukan pemantauan oleh kabupaten kota antara lain Hotel,
Restoran/ Rumah MakanP pasar dan Tempat Umum Pengolahan Makanan (TUPM).
Gambar III. C. 6
Cakupan (%) TUPM Menurut Kabupaten Kota
Di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012

Berdasarkan pencatatan pelaporan kabupaten kota di Jawa Barat selama


tahun 2012 tercatat 128,680 TUPM, dimana sebanyak 72.028 buah (56%) diantaranya
sudah dilakukan pengawasan dan pemeriksaan. Hal itu berarti bahwa masih terdapat 44
% TUPM lainnya yang belum dilakukan pengawasan dan pemeriksaan.
Dari 56 % TUPM yang sudah diperiksa, hanya 72,3 % yang memenuhi
persyaratan. Berarti secara keseluruhan baru 40.5 % TUPM yang sudah diketahui
kualitas lingkungannya seperti bagaimana kualitas air bersihnya, bagaimana
pembuangan limbahnya, bagaimana cara pembuangan sampahnya, dan bagaimana cara
pengolahan serta penyimpanan makanannya.

D. GAMBARAN PERILAKU MASYARAKAT


1. Perilaku Hidup Bersih dan sehat (PHBS)
Pelaksanaan Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) secara
langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap penanggulangan masalah
kesehatan melalui pencegahan terjadinya kesakitan maupun kematian. PHBS
mengisyaratkan slogan Lebih Baik Mencegah daripada Mengobati. Program PHBS
adalah upaya untuk pengalaman belajar bagi perorangan, keluarga, kelompok dan
masyarakat, untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku hidup bersih dan sehat,
yang menjadikan seseorang atau keluarga dapat turut menangani masalah di bidang
kesehatan serta berperan-aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakatnya. PHBS

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 25


mencakup tatanan Rumah Tangga, Sekolah, Tempat Kerja, Tempat Umum dan Sarana
Kesehatan.
Walaupun masih dibawah target nasional, namun persentase cakupan Rumah
Tangga Ber PHBS dari tahun ke tahun menunjukan adanya peningkatan dimana pada
periode tahun 2008-2012 mengalami kenaikan dari 32,13% menjadi 47,4% tahun 2012.
Untuk perbandingan antar Kabupaten/Kota lebih rinci dapat dilihat pada gambar di
bawah ini.
Gambar III. D. 1
Persentase Rumah Tangga Ber- Perilaku Bersih dan Sehat (PHBS)
menurut Kabupaten Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2012

Dari gambar diatas terlihat bahwa Kabupaten/Kota yang mempunyai


Persentase Rumah Tangga Ber- Perilaku Bersih dan Sehat (PHBS) tertinggi terdapat di
Kota Cirebon (91,15%) dan terendah di Kabupaten Cianjur (24,67%).
Indikator PHBS di tatanan rumah tangga mencakup aspek-aspek sebagai
beriktu yaitu : ibu bersalin oleh tenaga kesehatan, pemberian ASI untuk balita, adanya
jaminan pemeliharaan kesehatan, aktivitas fisik setiap hari, tidak merokok, makan
dengan gizi berimbang, ketersediaan air bersih, adanya jamban, tingkat kepadatan
hunian, lantai rumah bukan dari tanah, bebas jentik.
Hasil Riset kesehatan daerah di Kabupaten/Kota se-provinsi Jawa Barat tahun
2007 menunjukkan persentase keluarga PHBS yang tinggal di perkotaan lebih baik
(45,1%) dibandingkan dengan di pedesaan (31,1%). Berdasarkan tingkat pengeluaran
per-kapita keluarga, semakin sejahtera tingkat sosial ekonomi keluarga semakin besar
proporsi pencapaian keluarga bersih dan sehat.
Penerapan PHBS di rumah tangga diharapkan mengurangi risiko terjadinya
kematian bayi karena tidak ditolong oleh tenaga kesehatan, meningkatkan daya tahan
tubuh dengan ASI. Pencegahan penyakit degeneratif dengan berolah raga,
mengkonsumsi makanan bergizi. Pencegahan penyakit pernafasan dengan tidak

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 26


merokok dan tinggal di tempat yang tidak terlalu padat hunian. Ketersediaan air bersih,
jamban dan lantai mengurangi risiko kejadian penyakit berbasis lingkungan, seperti
diare, penyakit kulit, dll. Hingga saat ini penyakit Infeksi saluran Pernafasan dan Diare
masih merupakan penyebab kematian bayi yang cukup besar di Jawa Barat.
Hasil Susenas 2012, persentase penduduk 10 tahun keatas yang merokok di
Jawa Barat sebanyak 29,38%, yang terdiri dari umur 10-17 tahun sebanyak 2,93%, umur
18-24 tahun sebanyak 26,36% dan diatas 25 tahun sebanyak 37,68%. Hal ini
menunjukkan bahwa Perilaku hidup bersih dan sehat pada masyarakat masih
merupakan tantangan berat.

2. Umur Perkawinan Pertama


Umur perkawinan pertama mempunyai pengaruh yang besar terhadap tinggi
rendahnya tingkat fertilitas, karena pangjangnya masa reproduksi berkaitan dengan umur
pertama kali perempuan melakukan pernikahan. Makin muda usia perempuan pada
perkawinan pertama maka kecenderungan untuk memiliki anak lebih banyak semakin
tinggi.
Hal ini berkaitan antara usia perempuan saat perkawinan pertama dengan
faktor risiko ibu melahirkan. Semakin muda usia perkawinan pertama, semakin besar
risiko yang dihadapi bagi keselamatan kesehatan ibu maupun bayi, secara mental
perempuan muda yang cepat menikah umumnya sangat rentan perceraian karena emosi
yang belum stabil dan belum siap untuk menjalankan rumah tangga serta belum siap
menerima pengetahuan tentang kehamilan dan persalinan. Demikian pula dengan
semakin tua usia perkawinan pertama, maka risiko yang dihadapi semakin tinggi baik
pada masa kehamilan maupun pada masa melahirkan.
Pada periode tahun 2007-2012 telah dapat dilihat lebih nyata bahwa usia
perkawinan pertama pada perempuan kurang dari 15 tahun cenderung menurun
dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, dari 23,53% tahun 2007 menjadi 15,72%
tahun 2012, disisi lain usia perkawinan diatas 19 tahun cenderung mengalami
peningkatan.
Tabel III. D. 1
Penduduk Perempuan berusia 10 tahun ke atas yang pernah menikah
Menurut usia perkawinan pertama di Provinsi Jawa Barat Tahun 2007 2012
Usia Perkawinan Pertama 2007 2008 2009 2010 2011 2012
1. < 15 tahun 22,83 23,53 20,46 16,45 15,89 15,72
2. 16 - 18 Tahun 38,72 38,39 37,84 36,75 35,91 36,41
3. 19 24 tahun 31,54 30,53 33,91 36,47 38,99 38,28
4. > 25 tahun 6,91 7,55 7,79 12,07 9,21 9,60
Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 27


Perkawinan umur pertama sangat muda (10-15 Tahun) banyak terjadi pada
perempuan di daerah perdesaan, pendidikan rendah, status ekonomi termiskin dan
kelompok petani/nelayan/buruh. Semakin tinggi persentase umur perkawinan pertama
pada umur dini semakin kecil. Hal ini mengindikasikan bahwa pendidikan dapat menunda
umur perkawinan pertama pada umur dini.
Apabila dibandingkan per Kabupaten/Kota rata-rata umur perkawinan pertama
dibawah kurang 15 tahun ternyata terdapat 12 Kabupaten/Kota diatas rata-rata umur
perkawinan pertama di Jawa Barat dan yang tertinggi di Kabupaten Sukabumi (28,3%)
dan terendah di Kota Cimahi (5,0%). Secara rinci dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar III. D. 2
Persentase Umur Perkawinan Pertama Kurang Sama Dengan 15 Tahun
Menurut Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Sumber : Susenas 2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 28


BAB IV
SITUASI DERAJAT KESEHATAN

A. MORTALITAS
1. Umur Harapan Hidup Waktu Lahir (E0)
Umur Harapan Hidup Waktu Lahir (E0) (UHH) adalah salah satu indikator
derajat kesehatan yang digunakan sebagai salah satu dasar dalam menghitung Indeks
Pembangunan Manusia (IPM). UHH mencerminkan lamanya usia seorang bayi baru
lahir diharapkan hidup. Indikator ini dipandang dapat menggambarkan taraf hidup suatu
bangsa. Beberapa faktor yang mempengaruhi UHH antara lain adalah ekonomi,
pendidikan, geografis. Di Provinsi Jawa Barat angka UHH diperoleh secara tidak
langsung melalui Sensus Penduduk yang dilaksanakan setiap 10 tahun sekali dan
perhitungan setiap tahun melalui proyeksi.
Gambar IV. A.1
Umur Harapan Hidup Waktu Lahir (Eo) (UHH) di Provinsi Jawa Barat
Tahun 2000, 2005 s/d 2012
68,20 68,40 68,60
67,60 67,80 68,00
67,40
66,47
64,63

2000 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Perhitungan angka UHH Waktu Lahir (Eo) dengan Proyeksi Estimasi


didasarkan pada perubahan UHH Waktu Lahir dari tahun ke tahun serta dari hasil
sensus penduduk yang dilaksanakan setiap 10 tahun dan asumsi tingkat penurunan
kematian bayi &balita
Apabila dibandingkan per-kabupaten/kota ternyata ada 13 Kabupaten/ Kota
dibawah angka Jawa Barat dan 13 Kabupaten/Kota diatas angka Jawa Barat. Teringgi
terdapat di Kota Depok (73,22 tahun) dan terendah Kabupaten Cirebon (64,42 tahun).
Secara rinci dapat dilihat pada Gambar IV A. 1.
Peningkatan angka UHH Waktu Lahir di Provinsi Jawa Barat merupakan salah
satu tolok ukur keberhasilan dalam upaya pembangunan kesehatan, walaupun dari
hasil survei masih terdapat kesenjangan antara angka UHH dengan nilai riil hasil
proyeksi. Untuk itu, diperlukan adanya upaya kegiatan terobosan baru dalam rangka
akselerasi peningkatan UHH di Provinsi Jawa Barat yang lebih jelas dan tepat sasaran,

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 29


kegiatan tersebut dapat dilaksanakan melalui Program Pendanaan Kompetisi (PPK)
IPM.
Gambar IV. A. 2
Umur Harapan Hidup Waktu Lahir (Eo) (UHH) diperinci
menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2011

2. Kematian
a. Kematian Bayi
Angka kematian yang terjadi dalam suatu wilayah dapat menggambarkan
derajat kesehatan, maupun hal lain misalnya rawan keamanan atau bencana alam.
Pada dasarnya penyebab kematian ada yang langsung dan tidak langsung, walaupun
dalam kenyataannyaterdapat interaksi dari berbagai faktor yang mempengaruhi
terhadap tingkat kematian di masyarakat.
Berbagai faktor yang berkaitan dengan penyebab kematian maupun
kesakitan antara lain dipengaruhi oleh tingkat sosial ekonomi, kualitas lingkungan
hidup, upaya pelayanan kesehatan dan lain-lain. Di Provinsi Jawa Barat beberapa
faktor penyebab kematian dan kesakitan perlu mendapat perhatian khusus
diantaranya yang berhubungan dengan kematian ibu dan bayi yaitu besarnya tingkat
kelahiran dalam masyarakat, umur masa paritas, jumlah anak yang dilahirkan serta
penolong persalinan.
Angka Kematian Bayi (AKB) atau Infant Mortality Rate (IMR) merupakan
indikator yang sangat sensitif terhadap kwalitas dan pemanfaatan pelayanan
kesehatan terutama yang berhubungan dengan perinatal, juga merupakan tolok ukur
pembangunan sosial ekonomi masyarakat menyeluruh.
AKB dihitung dari jumlah kematian bayi dibawah usia 1 tahun pada setiap
1000 kelahiran hidup. AKB di Provinsi Jawa Barat dari 45,69 per 1000 kelahiran hidup
tahun 2000, pada tahun 2006 menurun menjadi 40,26 per 1000 kelahiran hidup.
Data hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 menunjukkan
AKB di Provinsi Jawa Barat sebesar 39 per 1000 kelahiran hidup, tahun 2010

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 30


menurun menjadi 36 26 per 1000 kelahiran hidup. dan tahun 2012 AKB di Provinsi
Jawa Barat mengalami penurunan menjadi 30 per 1000 kelahiran hidup.
Gambar berikut memetakan AKB (BPS 2010) per Kabupaten/ Kota di Provinsi
Jawa Barat tahun 2009. Tampak bahwa di daerah Pantura, yaitu Kabupaten
Indramayu dan Kabupaten Cirebon, serta di daerah Pansel yaitu Kabupaten Garut,
merupakan daerah dengan AKB masih tinggi.
Gambar IV. A. 3
Angka Kematian Bayi di Provinsi Jawa Barat
Tahun 1994, 1997, 2002, 2007 dan 2012
100,0 89,0
80,0
61,0
60,0 44,0
39,0 38,5 37,0 36,3
40,0
30,0
20,0
-
1994 1997 2002 2007 2008 2009 2010 2012
Sumber : SDKI dan BPS Jawa Barat.
Gambar IV. A. 4
Peta Angka Kematian Bayi (AKB)
Menurut Kabupaten / Kota di Provinsi Jawa Barat tahun 2010

Gambar IV. A. 5
Angka Kematian Bayi (AKB) Per 1.000 Kelahiran Hidup
Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2010

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 31


Sementara data mengenai jumlah kematian bayi di Provinsi Jawa Barat tahun
2012 sebanyak 4.803 dari 931.906 kelahiran hidup, 5 besar Kabupaten dengan angka
kematian bayi tertingggi terdapat di Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Tasikmalaya,
Kab. Indramayu, Kabupaten Majalengka, dan Kabupaten Garut, secara rinci dapat
dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar IV. A. 6
Jumlah Kematian Bayi Menurut Kabupaten / Kota
di Provinsi Jawa Barat tahun 2012

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota, tahun 2012

Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007 menunjukkan


penyebab kematian perinatal (0-6 hari) terbanyak adalah gangguan pernafasan (35,9
%), prematuritas (32,4 %) dan sepsis (12,0%) sedangkan pada usia 29 hari -< 1
tahun adalah Diare (31,4%), Pneumonia (23,8 %) dan Meningitis/Encephalitis (9,3%).

b. Kematian Balita
Angka Kematian Balita adalah jumlah kematian anak umur 0 4 tahun per
1000 kelahiran hidup. Estimasi Angka Kematian Balita di Indonesia dihitung oleh
Badan Pusat Statistik. Sementara itu di Provinsi Jawa Barat estimasi AKABA dari
tahun ke tahun menunjukan penurunan dari tahun 2006 sebesar 51,99 per-1000
kelahiran hidup, tahun 2007 sebesar 50.79 per 1000 kelahiran hidup, pada tahun
2008 sebesar 49,6 dan 38 per-1000 kelahiran hidup pada tahun 2012. Hal ini
menggambarkan bahwa masih banyak di Jawa Barat tingkat permasalahan
kesehatan serta faktor lain yang berpengaruh terhadap kesehatan anak dan balita
seperti, gizi, sanitasi, penyakit infeksi dan kecelakaan.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 32


Gambar IV. A. 7
Angka Kematian Balita per 1.000 kelahiran hidup
di Provinsi Jawa Barat Tahun 2008

Sementara data mengenai Jumlah kematian Anak Balita di Provinsi Jawa


Barat tahun 2012 sebanyak 364 dari 931.906 kelahiran hidup, 5 besar Kabupaten
dengan angka kematian Anak Balita tertingggi terdapat di Kabupaten Cirebon,
Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Majalengka. Untuk
rincinya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Gambar IV. A. 8
Jumlah Kematian Anak Balita Menurut Kabupaten/Kota
Di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota, tahun 2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 33


c. Kematian Ibu / Maternal
Indikator Angka Kematian Ibu Maternal atau Angka Kematian Ibu (AKI) atau
Maternal Mortality Rate (MMR) menunjukan jumlah kematian ibu karena kehamilan,
persalinan dan masa nifas pada setiap 1000 kelahiran hidup dalam satu wilayah pada
kurun waktu tertentu. Sampai saat ini AKI diperoleh dari survei survei terbatas
seperti yang tercantum pada Tabel berikut ini.
Tabel IV. A. 1
Angka Kematian Ibu / Maternal per 100.000 kelahiran hidup
di Provinsi Jawa Barat
Penelitian / Survei Tahun AKI

Penelitian & pencatatan di 12 RS 1977 1980 370


Penelitian UNPAD si Ujungberung 1978 1980 170
SKRT 1980 150
UNPAD di Kab Sukabumi 1982 450
SKRT 1986 450
SKRT 1992 425
SDKI 1994 390
SKRT 1995 373
BPS Provinsi Jawa Barat 2003 321,15
SDKI 2007 228
SDKI 2012 2012 359

AKI berguna untuk menggambarkan tingkat kesadaran perilaku hidup sehat,


status gizi dan kesehatan ibu, kondisi lingkungan, tingkat pelayanan kesehatan
terutama untuk ibu hamil, pelayanan kesehatan sewaktu ibu melahirkan dan masa
nifas.
Beberapa determinan penting yang mempengaruhi AKI secara langsung
antara lain, status gizi, anemia pada kehamilan, keadaan tiga terlambat dan empat
terlalu. Faktor mendasar penyebab kematian ibu maternal adalah tingkat pendidikan
ibu, kesehatan lingkungan fisik maupun budaya, keadaan ekonomi keluarga dan pola
kerja rumah tangga. Adanya pandangan masyarakat bahwa ibu hamil, melahirkan
dan menyusui adalah proses alami, menyebabkan ibu maternal tidak diperlakukan
secara khusus, seperti dibiarkan dan membiarkan diri untuk bekerja berat, makan
dengan gizi dan porsi yang kurang memadai.
Survey yang dilaksanakan Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat Tahun
2003 menunjukan bahwa AKI Provinsi Jawa Barat sebesar 321,15 per 100.000
kelahiran hidup dengan pembagian perkelompok wilayah. Pada umumnya kematian
ibu terjadi pada saat melahirkan (60,87%), waktu nifas (30,43%) dan waktu hamil
(8,70%). Hal ini sejalan dengan data mengenai jumlah kematian ibu maternal dari
laporan sarana pelayanan kesehatan. Ditinjau dari sudut pendidikannya, maka diduga
terdapat korelasi yang kuat antara pendidikan perempuan dengan besarnya Angka
Kematian ibu, seperti di daerah Pantura dimana AKI-nya tinggi dimana ternyata
perempuan berumur 10 tahun keatas yang tidak bersekolah mencapai 15,53%.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 34


Tabel IV. A. 2
Banyaknya Kelahiran dan Angka Kematian Ibu
Di Provinsi Jawa Barat, tahun 2003
Banyaknya
No Kelompok Wilayah AKI
Kelahiran
Bodebek (Kab. Bogor, Kota Bogor, Kota Depok, Kab.
1 191.106 296.17
Bekasi, Kota Bekasi)
Bandung Raya (Kab. Bandung, Kota Bandung, Kota
2 133.250 237.15
Cimahi)
Sukabumi Cianjur (Kab. Sukabumi, Kota Sukabumi,
3 96.934 364.17
Kab. Cianjur)
Priangan Timur (Kab. Garut, Kab. Tasikmalaya, Kota
4 Tasikmalaya, Kab. Ciamis, Kota Banjar, Kab. 150.992 319.88
Sumedang)
Pantura (Kab. Karawang, Kab. Purwakarta, Kab.
5 72.016 411.02
Subang)
Cirebon (Kab. Cirebon, Kota Cirebon, Kab. Indramayu,
6 120.773 366.80
Kab, Majalengka, Kab. Kuningan).
Jawa Barat 765.071 321.15

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, Survey AKI 2003.

Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten/Kota tahun 2012 jumlah kematian


ibu maternal yang terlaporkan sebanyak 818 orang (87,99/100.000 kelahiran hidup),
tertinggi terdapat di Kabupaten Sukabumi dan Cirebon dan terendah di Kota Cirebon
dan Kota Bandung.
Gambar IV. A. 9
Jumlah Kematian Ibu Maternal di Kabupaten/Kota
Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012

Sumber: Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2012

Penelitian tahun 2003 yang dilakukan oleh BPS, tidak mengungkapkan


penyebab kematian ibu maternal itu sendiri tetapi pola penyebab kematian pada
persalinan tercantum pada tabel IV.A.2.8. Penyebab kematian secara langsung pada
persalinan dengan komplikasi adalah perdarahan, pre-eklamsia dan eklamsia, infeksi
jalan lahir serta emboli, robekan jalan lahir, septik aborsi. Penyebab tidak langsung
tingginya AKI adalah faktor pendidikan ibu yang rendah, status gizi ibu yang kurang
serta terlalu muda usia ibu pada saat hamil.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 35


Tabel IV. A. 3
Penyebab Kematian Pada Persalinan Secara Langsung dan
Tidak Langsung di Provinsi Jawa Barat
TANJUNG
JAWA TENGAH UJUNG BERUNG JAWA BARAT
SARI
PENYEBAB KEMATIAN PADA PERSALINAN
1986 1987 1978 1980 1980 2004
(%) (%) (%) (%)
PENYEBAB LANGSUNG
1. PENDARAHAN 46 41 45 47,47
2. INFEKSI 20 27 15 6.78
3. EKLAMSIA DAN PRE EKLAMSIA 16 20 10 11,13
4. SEPTIK ABORSI 0 0 5 -
5. EMBOLI 0 0 0 -
6. ROBEKAN RAHIM 0 0 15 -
7. LAIN-LAIN 18 9 0 34.6

PENYEBAB TIDAK LANGSUNG ANTARA LAIN :

1. PENDIDIKAN PEREMPUAN 18 6 10 -

2. USIA PERKAWINAN PEREMPUAN

Berdasarkan laporan dari fasilitas kesehatan, penyebab langsung kematian


ibu maternal diklasifikasikan menjadi Perdarahan, infeksi, eklampsia (tekanan darah
tinggi) dan lain-lain. Perdarahan merupakan penyebab paling utama, diikuti dengan
eklampsia. Data penyebab kematian ibu maternal di provinsi Jawa Barat dari tahun
2003-2007 tercantum pada Gambar dibawah ini.
Gambar IV. A. 10
Penyebab Kematian Ibu Maternal di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2003-2008
100
90 17,99
80 39,67 36,25 39,75 36,32
13,60
70
60 9,62
10,65
50 18,88 14,91 20,00
7,47
40 5,48 6,06 5,00
30 58,79
20 45,63 39,29 38,68
35,97
10
0
2003 2004 2005 2007 2008
Lain-lain Eklampsia Infeksi Perdarahan

d. Kematian Kasar
Angka Kematian Kasar (Crude Death Rate) dapat digunakan sebagai
petunjuk umum status kesehatan masyarakat, kondisi kesehatan di dalam
masyarakat, secara tidak langsung menggambarkan kondisi lingkungan ekonomi, fisik
dan biologis. AKK menjadi dasar penghitungan laju pertambahan penduduk,
walaupun penilaian yang diberikan secara kasar dan tidak langsung.
Menurut BPS Provinsi Jawa Barat, perkiraan tingkat kematian tahun 2000-
2005 untuk perempuan berkisar sebesar 20,59 dan laki-laki 20,19.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 36


Kecenderungan penurunan AKK di Provinsi Jawa Barat dari tahun 1971
hingga 1995 dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar IV. A. 11
Angka Kematian Kasar Nasional dan Provinsi Jawa Barat Tahun 1971 1995
20

15

10

0
1971-1980 1980-1995 1985-1990 1990-1995
(BPS) (SUPAS) (SUPAS) (ESTIMASI)
NASIONAL 16,7 9,1 7,9 7,5
JAWA BARAT 13,57 11,32 9,2 8,4

B. MORBIDITAS
1. Gambaran Umum Masalah Kesehatan
Menurut SUSENAS tahun 2012 Persentase Penduduk Jawa Barat yang sakit
sebesar 14,01% dan terjadi penurunan dari tahun 2011 (14,01%). Hal ini dibawah angka
Nasional sebesar 14,49%.
Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten/ Kota tahun 2012, Pola penyakit
penderita rawat jalan usia bayi (neonatal dan < 1 tahun) di Puskesmas menunjukkan
urutan terbanyak penyakit yang ditemukan adalah penyakit saluran pernafasan
mencakup infeksi saluran pernafasan atas akut (42,47%), serta penyakit Diare dan
Gastroenteritis (13,47 %). Hal yang sama ditemukan pada pasien rawat jalan di RS,
Infeksi Saluran Pernafasan Atas Akut ( 6,76 % ) serta Tukak lambung dan Gastritis (
10,14 % ) masih mendominasi.
Untuk menggambarkan besaran permasalahan faktor risiko mana yang dominan
mempengaruhi status kesehatan masyarakat Jawa Barat tahun 2012, dilakukan
perbandingan pola penyakit yang terjadi dengan pendekatan Teori HL Bloom. Apakah
faktor risiko pola penyakit tersebut disebabkan genetik, pelayanan, perilaku atau karena
faktor lingkungan.
Untuk menggambarkan Pola penyakit secara umum di Jawa Barat tahun 2012,
dapat di diketahui dengan gambaran sepuluh besar penyakit rawat inap rumah sakit
pada semua golongan umur, seperti terlihat pada gambar berikut ini.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 37


Gambar IV. B. 1
Pola Penyakit Penderita Rawat Inap RS Semua Golongan Umur
di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012

Proporsi sepuluh besar penyakit mencakup 32,28 % dari seluruh penderita


penyakit (100 %) yang di rawat di rumah sakit. Kondisi tersebut mengindikasikan
bahwa pola penyakit yang diderita penduduk Jawa Barat 2012 sangat bervariatif,
karena masih terdapat 62,72 % penderita dengan berbagai variasi penyakit.
Berdasarkan jenis penyakit terbanyak rawat inap RS untuk semua
golongan umur ketahui bahwa sepuluh besar penyakit sebagian besar didominasi
oleh jenis penyakit infeksi (80 %) dengan faktor risiko perilaku dan lingkungan, yaitu
demam tifoid dan paratifoid, diare dan gastroenteritis, infeksi usus, pneumonia,
demam berdarah, dan tuberculosis dengan proporsi kumulatif penyakit infeksi
mencapai 21.69%. Hal tersebut memberikan gambaran bahwa permasalahan
kesehatan di Jawa Barat masih erat kaitannya dengan perilaku masyarakat dan
kualitas lingkungan dalam mendukung status kesehatan masyarakat.
Untuk mengetahui gambaran lebih rinci tentang pola penyakit di Jawa
Barat maka gambar dibawah ini bisa memberikan gambaran tentang sepuluh besar
penyakit rawat inap RS untuk golongan umur dibawah 1 tahun, golongan umur 1
tahun sampai dengan 4 tahun, golongan umur 5 tahun sampai dengan 14 tahun,
golongan umur 15 tahun sampai dengan 44 tahun dan golongan umur diatas 45
tahun.
Secara umum pola penyakit pada semua golongan umur berbeda dengan
pola penyakit pada golongan umur dibawah 1 tahun. Proporsi sepuluh besar
penyakit pada golongan umur dibawah 1 tahun mencapai 85.53 % dari seluruh
penderita penyakit (100 %) yang rawat inap di rumah sakit.
Berdasarkan jenis penyakit terbanyak rawat inap RS pada golongan umur
dibawah 1 tahun diketahui bahwa perbadingan antara jenis penyakit infeksi dengan
penyakit non infeksi adalah sama (50 %). Begitu juga bila dilihat berdasarkan
frekwensi kumulatif penyakit infeksi dan non infeksi pada sepuluh besar penyakit
tersebut relative hampir sama yaitu 42.42 % dan 43.20%. Hal tersebut bisa

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 38


mengindikasikan bahwa pola penyakit tersebut berkaitan erat dengan faktor risiko
lingkungan, perilaku dan pelayanan kesehatan. Pola penyakit pada golongan umur
dibawah 1 tahun di Jawa Barat dapat dilihat berikut ini.
Gambar IV. B. 2
Pola Penyakit Penderita Rawat Inap RS Menurut Golongan Umur < 1 Tahun
di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012

Gambaran pola penyakit pada golongan umur balita yaitu 1 tahun sampai
dengan 4 tahun dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar IV. B. 3
Pola Penyakit Penderita Rawat Inap RS Menurut Golongan Umur 1 4 Tahun
di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012

Jenis penyakit terbanyak pada sepuluh besar penyakit pada golongan umur 1
tahun sampai dengan 4 tahun adalah jenis penyakit infeksi sebesar 78,14 %.
Sedangkan penyakit non infeksi sebesar 21,86%. Hal tersebut mengindikasikan bahwa
dominan permasalahan pola penyakit pada 1 tahun sampai dengan 4 tahun masih
berkaitan dengan perilaku dan lingkungan.
Untuk mengetahui pola penyakit rawat inap di rumah sakit untuk golongan
umur 5 tahun sampai dengan 14 tahun, dapat dilihat pada gambar berikut ini.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 39


Gambar IV. B. 4
Pola Penyakit Penderita Rawat Inap RS Menurut Golongan Umur 5 - 14 Tahun
di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012

Frekwensi Kumulatif sepuluh besar penyakit pada golongan umur 5 tahun


sampai 14 tahun mencapai 60,57%. Berarti ada sekitar 39,43% terdistribusi pada
penyakit penyakit diluar sepuluh besar.
Pola penyakit pada golongan umur 5 tahun sampai dengan 14 tahun,
berdasarkan jenis penyakitnya sebagian besar disebabkan penyakit infeksi (80%)
dan penyakit non infeksi 20%. Proporsi kumulatif penyakit infeksi mencapai 45.65
%. Sedangkan penyakit non infeksi hanya 12.61 %. Hal ini mengindikasikan bahwa
pola penyakit pada golongan umur 5 tahun sampai dengan 14 tahun berkaitan
dengan perilaku dan kondisi lingkungan.
Untuk mengetahui pola penyakit rawat inap di rumah sakit untuk golongan
umur 15 tahun sampai dengan 45 tahun, dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar IV. B. 5
Pola Penyakit Penderita Rawat Inap RS Menurut Golongan Umur 15 - 45 Tahun
di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012

Berbeda dengan pola penyakit pada golongan umur sebelumnya, maka pola
penyakit pada golongan umur 15 tahun sampai dengan 44 tahun diwarnai dengan
penyakit yang berkaitan dengan proses kehamilan dan persalinan, seperti adanya

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 40


penyulit kehamilan dan persalinan, ketuban pecah dini, perawatan ibu berkaitan
dengan janin dan ketuban dan masalah persalinan serta abortus. Gambaran pola
penyakit ini cukup mengindikasikan adanya permasalahan pada pelayanan kesehatan
khususnya pada kelompok risiko wanita usia subur, selain permasalahan penyakit
infeksi.
Frekwensi Kumulatif sepuluh besar penyakit pada golongan umur 15 tahun
sampai 44 tahun mencapai 36,83%. Berarti masih terdapat 63,17% frekwensi penyakit
terdistribusi pada kelopok penyakit diluar sepuluh besar.
Perbandingan jenis penyakit pada golongan umur 15 tahun sampai dengan 44
tahun antara penyakit infeksi dan non infeksi adalah sama yakni 50 %. Frekwensi
kumulatif antara penyakit infeksi dan non infeksi pada kelompok sepuluh besar adalah
27.30 % dan 11.71 %.
Untuk mengetahui pola penyakit rawat inap di rumah sakit untuk golongan
umur diatas 45 tahun, dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar IV. B. 6
Pola Penyakit Penderita Rawat Inap RS Menurut Golongan Umur >45 Tahun
di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012

Pola penyakit pada golongan umur diatas 45 tahun, mengidentifikasi adanya


adanya penyakit generative seperi hipertensi, ginjal dan diabetes selain adanya
penyakit infeksi yang selalu ditemukan pada seluruh golongan umur. Proporsi sepuluh
besar penyakit pada golongan umur diatas 45 tahun hanya mencapai 34,91%.
Berdasarkan jenis penyakit yang masuk kedalam sepuluh besar penyakit
golongan umur diatas 45 tahun, maka jenis penyakit non infeksi lebih dominan
dibanding penyakit infeksi yaitu 70 % dengan 30 %. Meskipun kalau dilihat dari proporsi
kumulatif sepuluh besar penyakit pada golongan umur diatas 45 tahun ini masih lebih
tinggi penyakit infeksi (23.5%) dibanding penyakit non infeksi (9,6%).
Pada golongan umur diatas 45 tahun ini sudah terindikasi selain permasalahan
penyakit infeksi yang berkaitan dengan lingkungan, juga mempunyai gambaran adanya
permalahan pada pola hidup/ perilaku masyarakat.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 41


Pola penyakit rawat jalan di Puskesmas didominasi Penyakit Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (22,42%), Penyakit Sistem Pencernakan (15,47%), Penyakit Kulit Dan
Jaringan Subkutan (13,32%) dan Penyakit Sistem Muskuloskeletal dan Jaringan Ikat
(10,30%) merupakan penyakit terbanyak yang ditemukan.
Pada penderita rawat jalan usia pralansia dan lansia di puskesmas maupun di
Rumah Sakit, Penyakit Sistem Muskuloskeletal Dan Jaringan Ikat, Penyakit Sistem
Pencernakan, Penyakit Sistem Pembuluh Darah yang menjadi penyakit terbanyak yang
ditemui dan penyakit yang rawat inap terutama Diabetes Melitus, Hipetensi dan Strok.
Penyakit degeneratif yang erat kaitannya dengan gaya hidup, mencakup pola makan
yang kurang berimbang serta sedikitnya aktifitas olah raga juga menjadi mayoritas
masalah kesakitan di masyarakat.

2. Gambaran Penyakit Menular


Gambaran beberapa penyakit menular yang berjangkit di provinsi Jawa Barat,
antara lain sebagai berikut:
Gambaran beberapa penyakit menular yang berjangkit di provinsi Jawa Barat,
antara lain sebagai berikut:
a. Penyakit Menular Bersumber Binatang
1) Malaria
Penyakit Malaria di Provinsi Jawa Barat masih terfokus di Jawa Barat
bagian Selatan, terutama di Kabupaten Sukabumi, Garut, Ciamis, dan
Tasikmalaya. Kasus Malaria yang ditemukan dan dilaporkan di kabupaten lainnya
biasanya merupakan kasus malaria impor.
Indikator keberhasilan Pengendalian Penyakit Malaria digunakan indikator
Annual Parasite Index (API). Berikut gambaran API Malaria di Provinsi Jawa Barat
1997-2012.
Gambar IV. B. 7
Trend Annual Parasite Index (API) Malaria
Di Provinsi Jawa Barat, 1997 2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 42


Rerata API di Jawa Barat periode 1997-2012 sebesar 0.99 per 1000.
Angka ini mendekati standar indikator API yaitu 1 per 1000. Kontribusi terbesar
API terjadi pada tahun 2003 sebesar 3.71 per 1000. Sedangkan API terkecil terjadi
pada tahun 2000 yaitu 0.36 per 1000. Bila dilihat berdasarkan modus API berkisar
0.5 per 1000.
Pada tahun 2003 terjadi peningkatan API sebesar 2.67 per 1000, dari
1,04 per 1000 pada tahun 2002 menjadi 3,71 pada tahun 2003. Kenaikan API
tahun 2001 sd 2004 antara lain di sebabkan adanya perubahan pola surveilans
serta perbaikan sistem pencatatan pelaporan (diantaranya adanya bantuan ADB).
Dibandingkan API tahun 2011 dengan API tahun 2012 telah terjadi
peningkatan sebesar 0.20, yaitu dari 0.54/ 1000 tahun 2011 menjadi 0.70/ 1000
tahun 2012.
Gambar IV. B. 8
Annual Parasite Index (API) Malaria Kabupaten Endemis
di Provinsi Jawa Barat, 2012

Perbandingan API antar kabupaten endemis di Jawa Barat pada tahun


2012, yaitu Kabupaten Garut mempunyai nilai API tertinggi dengan 2.5/1000
peduduk. Sedangkan yang terendah terjadi di Kabupaten Tasikmalaya yaitu
sebesar 0.1/1000 penduduk. Berdasarkan perbandingan tersebut bisa
diidentifikasi bahwa permasalahan Malaria di Kabupaten Garut 25 kali lebih besar
dibandingkan dengan di Kabupaten Tasikmalaya.
Bila dilakukan analisis berdasarkan wilayah administrasi kecamatan, maka
di wilayah empat kabupaten endemis Malaria tersebut, tidak semua kecamatan
merupakan wilayah endemis. Hanya 34 kecamatan tertentu yang mempunyai
permasalahan Malaria. Tampak didalam gambar diatas semakin wilayah
kecamatan berwarna merah atau merah tua berarti wilayah tersebut mempunyai
permasalahan Malaria. Secara geografis ada kesamaan bahwa sebagian besar
wilayah kecamatan endemis Malaria merupakan wilayah yang mempunyai tepi
pantai. Dapat diketahui pula bahwa vektor penular Malaria di Provinsi Jawa Barat
lebih dominan adalah Anopheles Sundaicus.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 43


Gambar IV. B. 9
Sebaran API/1000 Malaria di Kecamatan Endemis
di Provinsi Jawa Barat, 2012

2) Demam Berdarah Dengue (DBD)


Kasus Demam Berdarah Dengue di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2012
tercatat dan dilaporkan sebanyak 19.739 orang, dengan 167 diantaranya
meninggal dunia (Case Fatality Rate 0.85%). Ini berarti terjadi peningkatan CFR 2
kali lipat dibanding dengan tingkat fatalitas tahun 2011, yaitu dari 0.42 % tahun
2011 menjadi 0.85% tahun 2012.
Begitu pula dengan angka kejadian DBD tahun 2012, bila dibandingkan
dengan tahun 2011 terjadi peningkatan sebesar 13.3, yaitu dari 31.9/100 ribu
menjadi 45/100 ribu.
Meskipun angka kejadian DBD tahun 2012 mempunyai kecenderungan
meningkat, namun angka tersebut masih lebih rendah dari standar 50/100.000.
Demikian pula hanya dengan CFR yang masih berada di bawah 1%.
Gambar IV. B. 10
Angka Kejadian per 100.000 dan Case Fatality Rate DBD
di Provinsi Jawa Barat, 2000 2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 44


Untuk mengetahui kabupaten kota mana di Jawa Barat yang berkontribusi
besar terhadap angka serangan DBD dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar IV. B. 11
Angka Kejadian DBD per 100.000 Menurut Kabupaten/Kota
di Provinsi Jawa Barat, 2012

Perbandingan angka kejadian DBD di wilayah kabupaten dengan kota


menunjukan perbedaan yang relative besar, dimana angka kejadian DBD di kota
menunjukan angka yang lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan teori DBD bahwa
angka kejadian DBD diwilayah perkotaan akan relatih lebih tinggi di bandingkan
dengan Kabupaten.
Angka kejadian DBD tertinggi pada kelompok Kabupaten terjadi di
Bandung Barat (60.8/100.000), sedangkan pada kelompok kota terjadi di Kota
Sukabumi (303.1/100.000). Sedangkan angka kejadian terendah pada kelompok
Kabupaten terjadi di Kabupaten Garut (4.9/100.000) dan pada kelompok Kota di
Kota Cirebon (33.8/100.000).
Di Jawa Barat tahun 2012 ini terdapat tujuh kabupaten kota yang angka
kejadiannya melebihi 50 per 100.000, yaitu Kota Sukabumi, Kota Bandung, Kota
Cimahi, Kota Bogor, Kota Tasikmalaya dan Kota Banjar serta di satu Kabupaten
yaitu Kabupaten Bandung Barat.
Terdapat 11 kabupaten kota yang mempunyai angka fatalitas diatas
standar 50/100.000, yaitu Kab. Majalengka, Kab. Cirebon, Kab. Indramayu, Kab.
Cianjur, Kab, Ciamis, Kab. Bogor, Kab. Kuningan, Kab. Tasikmalaya dan Kab.
Bekasi dan Kota Bekasi dan Kota Banjar.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 45


Gambar IV. B. 12
Case Fatality Rate DBD Menurut Kabupaten/Kota
di Provinsi Jawa Barat 2012

Sumbangan terbesar CFR DBD berdasarkan kabupaten kota, untuk


wilayah kabupaten terjadi di Kabupaten Majalengka (5.22%), dan untuk wilayah
kota terjadi di Kota Banjar dengan CFR 2.17%. Sedangkan angka kejadian di 3
Kabupaten/Kota dengan CFR 0% yaitu di Kab. Garut, Kab. Purwakarta, dan Kota
Cirebon. CFR di wilayah kota relative lebih rendah dibanding dengan wilayah
kabupaten. Hal ini kemungkinan menunjukan tingkat keganasan penyakit DBD
relative rendah atau tatalaksana kasus yang lebih baik.

3) Rabies
Kasus Gigitan Hewan Penular Rabies (HPR) di Provinsi Jawa Barat selama
kurun waktu 2005-2012 sebanyak 4.027 kasus dengan rerata pertahun sebesar 500
kasus gigitan.
Tabel IV. B. 1
Kasus Gigitan Hewan Penular Rabies (HPR) dan Rabies
di Provinsi Jawa Barat tahun 2005-2012
No Tahun Penderita gigitan Rabies Keterangan
1 2005 389 1 Kab. Garut
2 2006 453 2 Kab. Tasikmalaya
Kab. Garut
3 2007 528 1 Kabupaten Ciamis
4 2008 619 3 Kab. Cianjur
Kab. Sukabumi (2)
5 2009 388 2 Kab. Garut
6 2010 573 4 Kab. Garut (2)
Kab. Sukabumi (2)
7 2011 549 0 -
8 2012 528 2 Kab. Sukabumi (2)

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 46


Dari 4,027 kasus gigitan tersebut teridentifikasi 15 kasus Rabies (0.37 %),
yang tersebar di 6 Kabupaten yaitu Kabupaten Sukabumi 6 kasus, Garut 5 kasus,
Cianjur dan Tasikmalaya masing masing 1 kasus. Semua kasus Rabies terjadi di
wilayah Jawa Barat bagian Selatan.
Tatalaksana kasus Gigitan HPR antara lain dilakukan pemberian Vaksin Anti
Rabies (VAR) dan Serum Anti Rabies (SAR) untuk kasus gigitan. Namun karena
keterbatasan sumber daya terutama vaksin dan serum, belum semua kasus gigitan
bisa ditatalaksana dengan VAR SAR. Meskipun demikian pada tahunn 2012 sudah 11
kabupaten kota (42.2%) yang cakupan nya mencapai 100% itupun hanya pemberian
VAR tanpa SAR, yaitu Indramayu dan Majalengka. Sedangakan untuk Cakupan VAR
Provinsi Jawa Barat hanya mencapaia 36.6%.

4) Flu Burung (Avian Influenza)


Selama periode 2005-2012 kasus Flu Burung di Jawa Barat ditemukan
sebanyak 49 kasus. Empat puluh dua diantaranya meninggal (CFR 85.71%).
Sedangkan kejadian Flu Burung tahun 2012 hanya ditemukan dan dilaporkan
di Kabupaten Karawang dan Kabupaten Bogor masing masing 1 kasus, dengan
tingkat fatalitas 100%.
Tingginya angka fatalitas Flu Burung menunjukan bahwa tingkat keganasan
Flu Burung sangat tinggi bila dibanding dengan penyakit menular lainnya.
Gambar IV. B. 13
Sebaran Kasus Flu Burung Menurut Kabupaten Kota
di Provinsi Jawa Barat, 2009-2012
2009

2010

2011

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 47


5) Filariasis
Kumulatif penemuan kasus Filariasis Kronis periode tahun 2002-2012 di Jawa
Barat berjumlah 806 orang.
Berdasarkan hasil survey darah tepi di Provinsi Jawa Barat periode 2002-
2012 diketahui kabupaten kota dengan Mikrofilaria rate >=1% yaitu mencapai 11
kabupaten kota. Mikrofilaria rate tertinggi terjadi di Kota Bekasi 2.88% dan terendah di
Kabupaten Cianjur 0.1% Kumulatif kasus Mikrofilaria di Jawa Barat mencapai 515
kasus. Rekomendasi untuk kabupaten kota dengan Mikrofilaria rate >=1% adalah
melakukan Mass Drug Administration (MDA), yaitu pemberian obat filariasis secara
masal terhadap total populasi suatu wilayah kabupaten kota selama 5 tahun berturut-
tururt. Di beberapa kabupaten kota rekomendasi tersebut sudah dan sedang
dilaksanakan, seperti di Kabupaten Bandung dan Kabupaten Tasikmalaya.
Gambar IV. B. 14
Mikrofilaria Rate (%) Menurut Kabupaten Kota
di Provinsi Jawa Barat, 2001-2012

b. Penyakit Menular Langsung.


1) Diare.
Cakupan penemuan kasus Diare di Provinsi Jawa Barat sejak tahun 2007
hingga 2012 berkisar 61%-81%. Dibanding tahun 2011 maka Cakupan Penemuan
Kasus Diare tahun 2012 mengalami penurunan. Yaitu dari 80.2 % tahun 2011 turun
menjadi 62.2 tahun 2012.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 48


Gambar IV. B. 15
Cakupan Penemuan dan CFR (%) Kasus Diare
Di Provinsi Jawa Barat, tahun 2007 2012

Tingkat kematian akibat kasus diare ( CFR) dari waktu ke waktu menunjukkan
kecenderungan adanya penurunan yaitu dari 0,003% pada tahun 2007 menurun
hingga 0,004% pada tahun 2012. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh penemuan
dini kasus diare dan tatalaksana kasus diare yang lebih baik, terutama dalam 3 tahun
terakhir. Meskipun Cakupan Penemuan Diare tahun 2012 belum mencapai target.
Gambar IV. B. 16
Cakupan Penemuan Kasus Diare Menurut Kabupaten Kota
Provinsi Jawa Barat 2012

Pada tahun 2012 dari 26 kabupaten kota di Jawa Barat yang Cakupan
Penemuan Diare mencapai target minimal 70% hanya sebanyak sepuluh kabupaten
kota. Cakupan tertinggi dicapai Kota Cirebon untuk wilayah kota. Sedangkan untuk
wilayah kabupaten dicapai oleh Kab. Garut. Sementara Capaian terendah untuk
wilayah kota ada di Kota Depok dan Kab. Bekasi untuk wilayah kabupaten.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 49


2). Kusta.
Untuk mengetahui permasalahan Pengendalian Penyakit Kusta di Jawa
Barat 2012 berikut digambarkan dengan cakupan indikator Penemuan Kasus Kusta /
Case Detection Rate (CDR), Penemuan Penderita Kusta Cacat Tingkat 2 serta
Prevalesi Kusta.
Indikator minimal Penemuan Kasus Kusta (CDR) adalah 1/100.000. Capaian
CDR di Jawa Barat selama periode 2008 sd 2012 cenderung meningkat, terutama
periode 2009 sd 2012. Dimana padai tahun 2011 dan 2012 mencapai angka
>=5.0/100.000. Hal tersebut bisa menunjukan adanya peningkatan dalam penemuan
dan pelaporan kasus baik ditingkat puskesmas maupun dinas kesehatan kabupaten
kota.
Gambar IV. B. 17
Penemuan Penderita Kusta (CDR) di Provinsi Jawa Barat 2008-2012

Jumlah kabupaten kota dengan CDR diatas 1/100.000 di Jawa Barat baru
mencapai 77% (20 kab kota). Enam kabupaten lainnya belum mencapai, yaitu Kab.
Garut, Kab. Cianjur, Kab Bandung, Kota Cimahi, Kota Sukabumi dan Kota Bandung.
Proporsi kabupaten kota dengan CDR tertinggi di Jawa Barat dicapai
Kabupaten Indramayu yaitu sebesar 18.5 %. Sedangkan terendah di Kabupaten dan
Kota Bandung dengan cakupan 0.3/100.000.
Gambar IV. B. 18
CDR Kusta Menurut Kabupaten/Kota
di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 50


Untuk mengetahui kualitas program pengendalian Kusta dapat digambarkan
dengan indikator Penemuan kasus Kusta dengan tingkat kecacatan tingkart 2
dibawah 5%. Bila melebihi 5 % artinya penemuan kasus Kustanya terlambat.
Gambar IV. B. 19
Cakupan Penemuan Kecacatan Kusta Tingkat 2
di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Kabupaten kota di Jawa Barat dengan penemuan kasus kusta tingkat


kecacatan 2 berjumlah 20 kabupaten kota. Capaian yang tertinggi ada di Kab.
Tasikmalaya dengan 40%. Hanya 6 kabupaten kota yang capaiannya dibawah 5 %.
Yaitu Kota Tasikmalaya, Kota Cimahi, Kota Sukabumi, Kota Bogor, Kab. Cianjur dan
Kab Bandung dengan angka 0%. Sedangkan Capaian untuk tingkat Provinsi Jawa
Barat mencapai 14 %.
Untuk mengetahui gambaran besaran permasalahan kusta di masyarakat
bisa dilihat dari gabaran Prevalensi Kasus Kusta. Batas maksimal Prevalensi Kusta
di Indonesia adalah 1/100.000. Artinya kabupaten kota dianggap bermasalah/ berisiko
besar apabila mempunyai Prevalensi Kusta diatas 1/100.000.
Gambar IV. B. 20
Trend Prevalensi Rate/10.000 Penderita Kusta
Provinsi Jawa Barat 2008-2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 51


Prevalensi Kasus Kusta Provinsi Jawa Barat selama periode 2008 sd 2012
selalu berada dibawah 1/100.000. Bahkan cenderung menurun dari 0.62/100.000
tahun 2008 menjadi 0.5/100.000 pada tahun 2012. Bahkan tahun 2010 mempunyai
prevalensi yang terendah dengan angka 0.47/100.000.
Hal itu berarti besaran masalah risiko Kusta di Jawa Barat relative kecil,
mengingat prevalensinya dibawah 1/10.000. Namun meskipun demikian perlu
diwaspadai tentang masa laten penularan kasus Kusta dan sulitnya mendeteksi kasus
Kusta dimasyarakat, mengingat masih adanya stigma tentang penderita Kusta
dimasyarakat yang menyebabkan penderita Kusta atau keluarganya
menyembunyikan keberadaannya.
Gambar IV. B. 21
Prevalensi Rate/10.000 Penderita Kusta
Provinsi Jawa Barat 2008-2012

Kabupaten dengan prevalensi Kusta <1/10.000 di Jawa Barat yang


mempunyai angka prevalensi diatas 1/100.000, yaitu, Kab. Indramayu, Kab.Karawang
Kab.Cirebon dan Kab.Subang. Semua wilayah kota mempunyai prevalensi Kusta
<1/10.000.

3). Tuberkulosa
Keberhasilan Pengendalian Penyakit TB Paru dapat dilihat dari Cakupan
Indikator Penemuan Kasus BTA + dan Angka Kesembuhan. Penemuan TB Paru di
Provinsi Jawa Barat selama periode 2008-2012 cenderung meningkat, namun untuk
tahun 2012 bila dibandingkan tahun 2011 mengalami penurunan yaitu dari capaian
75.2% tahun 2011 menjadi 71.5% pada tahun 2012.
Meskipun mengalami penurunan pada tahun 2012, namun bila dilihat dari
target program Cakupan Penemuan Kasus TB Paru Provinsi Jawa Barat masih diatas
target 70%.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 52


Gambar IV. B. 22
Penemuan Kasus TB Paru (CDR %)
Provinsi Jawa Barat 2008 sd 2012

Pada tahun 2012 Jumlah kabupaten kota dengan Cakupan Peneumuan TB


Paru diatas 70 % sebanyak 17 kabupaten kota. Dimana Cakupan tertinggi untuk
wilayah kota terdapat di Kota Cirebon. Sedangkan untuk wilayah kabupaten ada di
Kabupaten Sukabumi.
Kabupaten kota dengan Cakupan Penemuan dibawah 70% adalah Kota
Depok, Kota Bekasi, Kab Garut, Kab. Tasikmalaya, Kab. Indramayu, Kab. Sumedang,
Kab. Purwakarta, Kab. Bekasi dan Kab. Bandung Barat.
Gambar IV. B. 23
CDR Penemuan Kasus TB Per Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat 2012

Indikator tentang keberhasilan pengobatan adalah indikator Kesembuhan


(Cure Rate). Standar minimal Cakupan Indikator Kesembuhan adalah 85 %. Selama
periode 2008 sd 2012 Cakupan Indikator Kesembuhan relatif tetap berkisar 85 %.
Untuk Indikator yang dilaporkan pada tahun 2012 ini merupakan angka kesembuhan
kasus TB Paru tahun sebelumnya (2011).

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 53


Gambar IV. B. 24
Angka Kesembuhan Kasus TB Tahun 2011
Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Tidak adanya perubahan keberhasilan cakupan kesembuhan secara


signifikan selama periode lima tahun tersebut menunjukan adanya kemungkinan
permasalahan dalam tatalaksana kasus TB Paru dan pencatatan pelaporan program.
Angka kesembuhan TB Paru BTA+ hasil pengobatan 2011 di Jawa Barat
berdasarkan laporan yang diterima tahun 2012 diketahui masih terdapat 6
Kabupaten/Kota yang cakupan kesembuhannya masih di bawah 85% yaitu Kota
Bekasi, Kota Cimahi, Kota Bandung, Kab. Bogor, Kab. Cirebon dan Kab. Sumedang.
Gambar IV. B. 25
Angka Kesembuhan Kasus TB Tahun 2011
Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Capaian tertinggi untuk kelompok Kabupaten di capai oleh Kab. Subang


(93.3%). Sedangkan untuk kelompok Kota dicapai oleh Kota Depok (94.%) seperti
dapat dilihat pada gambar diatas.

4) Pneumonia
Cakupan penemuan kasus Pneumoni di Provinsi Jawa Barat sejak tahun
2000 hingga 2012 berkisar antara 34%-52.7%, hal itu berarti selama 10 tahun tidak
sekalipun cakupan penemuan kasus Pneumoni mencapai target penemuan sebesar
85.6%. Bila dibandingkan dengan cakupan 2011 maka cakupan 2012 tidak berubah
yaitu berkisar di angka 44%.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 54


Kemungkinan penyebab permasalahan tersebut kemungkinan antara lain
disebabkan adanya kelemahan manajemen program dan kurangnya dukungan
sumber daya yang sesuai dengan kebutuhan program.
Gambar IV. B. 26
Cakupan Penemuan Penderita Pnemonia
Provinsi Jawa Barat 2000 sd 2012

Sama halnya dengan Cakupan Penemuan Pneumoni tingkat provinsi, maka


bila dilihat Cakupan Penemuan Pneumoni kabupaten kota pun relative tidak jauh
berbeda. Dari 26 kabupaten kota di Jawa Barat hanya empat kabupaten kota yang
dapat mencapai target 85.6%, yaitu Kabupaten Subang, Kabupaten Indramayu, Kota
Banjar dan Kota Cirebon.
Gambar IV. B. 27
Cakupan Penemuan Pneumonia Per Kabupaten/Kota
Provinsi Jawa Barat 2012

Cakupan Penemuan Pneumoni tertinggi dicapai oleh Kabupaten Subang.


Sedangkan yang terendah dicapai oleh Kabupaten Bekasi untuk wilayah kabupaten
dan Kota Depok untuk wilayah kota.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 55


5. Penyakit AIDS
Kumulatif penderita AIDS di Jawa Barat sampai tahun 2012 yaitu sebanyak
4.865 kasus. Berarti rerata setiap tahunnya di Jawa Barat ditemukan kasus AIDS
sebanyak 540 kasus. Penemuan kasus AIDS tertinggi terjadi pada tahun 2008
dengan kasus sebanyak 992 kasus. Sedangkan penemuan kasus terendah terjadi
pada tahun sebelum 2005 yaitu sebanyak 100 kasus.
Peningkatan penemuan kasus tertinggi terjadi pada tahun 2010 yaitu dari 337
kasus naik menjadi 892 kasus pada tahun 2011. Sedangkan penurunan penemuan
kasus terendah terjadi pada tahun 2011 yaitu dari penemuan sebanyak 892 kasus
turun pada tahun 2012 menjadi 461 kasus.
Gambar IV. B. 28
Kumulatif Penemuan Kasus AIDS di Provinsi Jawa Barat
Tahun 2004 sd 2012

Pada tahun 2012 terdapat sebelas kabupaten kota yang dalam laporannya
tidak menemukan kasus AIDS, yaitu Kab. Kuningan, Kab. Karawang, Kab. Garut,
Kab. Majalengka, Kab. Ciamis, Kota Cirebon, Kota Bekasi, Kota Banjar, Kota Tasik,
Kota Depok dan Kota Sukabumi.
Gambar IV. B. 29
Penemuan Kasus AIDS Per Kabupaten Kota
Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Penemuan kasus AIDS tertinggi tahun 2012 untuk wilayah kabupaten


adalah Kabupaten Subang dengan penemuan 175 kasus. Sedangkan untuk wilayah
kota adalah Kota dengan penemuan kasus sebanyak 31 kasus.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 56


Berdasarkan sebaran kasus AIDS kabupaten kota, maka sampai dengan
tahun 2012 tidak ada satu kapupaten kota di Jawa Barat yang bebas dari penyakit
AIDS. Gambar berikut dapat memperlihatkan sebaran kasus AIDS yang ditemukan di
Jawa Barat. Bila dilihat berdasarkan luas wilayah maka kepadatan kasus lebih padat
berada diwilayah perkotaan.
Gambar IV. B. 30
Sebaran Penemuan Kasus AIDS Per Kabupaten Kota
Di Provinsi Jawa Barat 2004 sd 2012

6) Penyakit Difteri.
Penyakit Diptheri merupakan salah satu penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi (PD3I). Kasus Diptheri di Jawa Barat selain jumlahnya yang mengalami
peningkatan, penyebarannya juga mengalami perluasan ke kabupaten kota yang
pada tahun sebelumnya tidak melaporkan penemuan kasus Diptheri.
Gambar dibawah ini menunjukan bahwa pada tahun 2012 jumlah kasus
Diptheri menurun dibanding tahun sebelumnya. Dari 45 kasus Diptheri tahun 2011,
menurun menjadi 31 kasus pada tahun 2012. Menurunnya penemuan kasus Diptheri
dimungkinkan dengan adanya peningkatan cakupan imunisasi Diptheri.
Gambar IV. B. 31
Penemuan Kasus Difteri di Provinsi Jawa Barat Tahun 2009-2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 57


Kasus Diptheri di Jawa Barat tahun 2012 dilaporkan terdapat di 9
kabupaten/kota, tersebar di 5 kabupaten yaitu Bogor, Bekasi, Cianjur, Bandung, dan
Tasikmalaya serta di 4 kota meliputi Kota Bekasi, Kota Bandung, Kota Tasikmalaya
dan Kota Bogor.
Kabupaten kota yang setiap tahun selalu melaporkan adanya penemuan
kasus Diptheri antara lain Kabupaten Cianjur, Kabupaten Bekasi dan Kota Bekasi.
Sedangkan kabupaten yang secara intermiten melaporkan kasus Diptheri antara lain
Kabupaten Subang dan Kabupaten Indramayu.
Berdasarkan laporan kasus Diptheri 2012, Kabupaten Bekasi merupakan
kabupaten yang paling banyak melaporkan adanya penemuan kasus Diptheri, yaitu 7
kasus. Sedangkan 19 kabupaten kota tidak melaporkan adanya penemuan kasus
Diptheri di wilayahnya, antara lain Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cirebon dan
Kab. Majalengka. Selengkapnya dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar IV. B. 32
Sebaran Penemuan Kasus Difteri di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

7) Penyakit Campak
Permasalahan Penyakit Campak di Jawa Barat dapat dilihat dari masih
adanya kasus Campak yang mengelompok dan dikategorikan sebagai Kejadian Luar
Biasa (KLB). Kejadian Luar Biasa Campak dalam periode tiga tahun ini frekwensinya
relatif meningkat,namun terjadi pada daerah kantong dengancakupan imunisasi
Campak rendah. Daerah kantong tersebut misalnya wilayah kampung, dusun, RW
bahkan RT.
Peningkatan frekwensi ini juga berkaitan dengan peningkatan pemahaman
petugas surveilans dalam KLB Campak. Surveilans Campak saat ini masuk dalam
fase Case Based Measles Surveillance (CBMS), yaitu sistem surveilans Campak
yang dilengkapi dengan metode konfirmasi laboratorium untuk setiap kasus campak
(saat ini masih dengan sampel terbatas).

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 58


Gambar IV. B. 33
Frekwensi Kasus Campak di Jawa Barat Tahun 2009-2012

Frekwensi KLB Campak tahun 2012 menurun dibanding dengan tahun 2011
yaitu dari 47 freqwensi tahun 2011 menjadi 30 pada tahun 2012.
Gambar IV. B. 34
Sebaran Penemuan KLB Campak Menurut Kabupaten/Kota
Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Frekwensi KLB Campak tahun 2012 tertinggi pada kelompok kabupaten


berasal dari Kabupaten Garut dengan sepuluh kali kejadian. Sementara untuk
kelompok kota tidak ada laporan kejadian. Sebaran frekwensi KLB Campak
diperlihatkan pada gambar diatas.
Dari 26 kabupaten kota, 5 kabupaten melaporkan adanya KLB Campak dan
21 kabupaten kota yang tidak melaporkan adanya Kejadian Luar Biasa Campak pada
tahun 2012.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 59


Gambar IV. B. 35
Peta Insiden Rate (IR) /10000 Campak di Provinsi Jawa Barat ahun 2012

Berdasarkan dari laporan rutin STP 2012, diketahui besaran masalah Campak
yang digambarkan dengan besarnya angka kejadian Campak (IR/100.000 penduduk)
menurut kabupaten kota.
Angka kejadian Campak Provinsi Jawa Barat tahun 2012 sebesar 15.11/100 .000
penduduk. Kisaran angka kejadian Campak kabupaten kota 2012 yaitu antara 0.13
sampai dengan 65.60. Angka kejadian tertinggi terjadi di Kota Depok dan terendah di
Kabupaten Bandung Barat.
Proporsi Campak 40.11% terjadi pada usia dibawah lima tahun, dan 59.89 %
terjadi pada usia diatas lima tahun. Sedangka untuk usia dibawah 1 tahun sebesar
10.08%.

8) Penyakit Tetanus Neonatorum


Dalam rangka tercapainya eliminasi kasus Tetanus Neonatorum (TN) maka
sampai saat ini masih dilakukan kegiatan imunisasi untuk memberikan perlindungan baik
terhadap neonatus dengan DPT, terhadap anak SD dengan TT Bias, terhadap WUS
dengan TT WUS, terhadap bumil dengan TT Bumil, yang memungkinkan setiap
neonatus dan wanita mempunyai kekebalan seumur hidupnya terhadap ancaman
tetanus.
Setiap kasus tetanus neonatorum (TN) di Jawa Barat harus dilaporkan melalui
W1 ke jenjang administrasi diatasnya dan di lakukan investigasi untuk membuktikan
apakah penyebabnya TN atau bukan. Berdasarkan gambar dibawah dapat di simpulkan,
bahwa kasus TN selama 3 tahun kebelakang relatif menunjukan adanya penurunan (14
kasus).

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 60


Gambar IV. B. 36
Penemuan Kasus Tetanus Neonatorum di Jawa Barat Tahun 2009-2012

Distribusi kasus TN 2012 terdapat di 8 kabupaten, yaitu Kabupaten Sukabumi,


Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Garut, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Cirebon, Kab.
Kuningan, Kaabupaten Bandung dan Kabupaten Karawang. Kasus TN terbanyak
dilaporkan oleh Kabupaten Sukabumi yaitu 4 kasus Selengkapnya dapat dilihat pada
gambar berikut ini.
Gambar IV. B. 37
Sebaran Penemuan Kasus TN Menurut Kabupaten/Kota
di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Meskipun berdasarkan surveilans, kasus TN relatif menurun, namun TN


masih banyak dilaporkan sebagai penyebab kematian neonatus. TN sebagai
penyebab kematian neonatus relatif lebih banyak dari TN yang dilaporkan surveilans.
Berdasarkan hal tersebut dapat dipastikan bahwa masih banyak kasus TN yang tidak
terlaporkan.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 61


9) Penyakit Hepatitis klinis
Permasalahan Hepatitis 2012 digambarkan dengan besarnya angka kejadian
(IR/100.000) menurut kabupaten kota. Jumlah kasus Hepatitis yang dilaporkan
melalui laporan rutin Surveilans Terpadu Penyakit Menular adalah 1.673 terdapat
kenaikan dibanding tahun 2011 yaitu sebanyak 1.387 kasus.
Sebaran kejadian Hepatitis dilaporkan dari seluruh kabupaten kota di Provinsi
Jawa Barat dengan kisaran angka kejadian (IR/100.000) sebesar 0.0 di Kabupaten
Bekasi sampai dengan 33.15 di Kota Tasikmalaya. Sedangkan untuk tingkat Provinsi
Jawa Barat sebesar 3.71/100.000.
Gambar berikut menjelaskan sebaran angka kejadian Hepatitis menurut
kabupaten kota.
Gambar IV. B. 38
Peta Insiden Rate (IR) /10000 Hepatitis di Provinsi Jawa Barat Tahun 2011

>

10) Penyakit Pertusis


Pertusis merupakan salah satu penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi. Imunisasi yang bertujuan untuk melindungi bayi dari penyakit Pertusis
adalah Imunisasi DPT. Imunisasi DPT diberikan kepada bayi sebanyak tiga dosis.
Meskipun cakupan DPT1 DPT3 sudah cukup tinggi, namun masih setiap
tahun terdapat kabupaten kota yang masih melaporkan adanya penemuan Pertusis.
Tahun 2012 laporan Pertusis berasal dari dua belas kabupaten kota mengalami
kenaikan dari tahun 2011 yaitu tujuh kabupaten kota. Kabupaten Cianjur, Kabupaten
Garut dan Kabupaten Karawang dengan jumlah diatas seratus kasus.
Berdasarkan laporan rutin Pertusis (STP 2012), jumlah kasus 1 230 kasus
terdapat kenaikan penemuan kasus dari tahun 2011 yaitu sebanyak 887 kasus. Dua

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 62


puluh delapan persen (17.9 %) terjadi pada kelompok umur <5, dan 77.3 % terjadi
pada kelompok usia diatas 5 tahun. Hanya 4.8 % terjadi pada usia < 1 tahun.
Berdasarkan laporan yang masuk perbandingan besaran masalah Pertusis
antara kabupaten kota, dapat ditunjukan oleh adanya perbedaan angka kejadian
Pertusis terhadap semua penduduk (IR/100.000 penduduk) seperti tampak pada
gambar IV.B.26.
Angka kejadian Pertusis seluruh kelompok umur di Jawa Barat mencapai
2.7/100.000. Angka kejadian Pertusis tertinggi terdapat di Kabupaten Cianjur yakni
sebesar 30.9/100.000, 15 kali lebih tinggi dari Provinsi. Hal Ini menunjukan bahwa di
Kabupaten Cianjur masih mempunyai permasalahan Pertusis. Selain di Kabupaten
Cianjur, angka kejadian yang lebih tinggi dari rerata provinsi adalah Kabupaten
Karawang, Kabupaten Garut dan Kabupaten Subang, yaitu 11.2/1000.000,
6.9/1000.000 dan 4.1/1000.000.
Gambar IV. B. 39
Peta Insiden Rate (IR) /10000 Pertusis di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

3. Penyakit Tidak Menular


Prevalensi beberapa penyakit tidak menular di Jawa Barat masih tinggi, salah
satu diantaranya yaitu yaitu Hipertensi sebesar 95.35/10.000, rerata Prevalensi
Hipertensi tertinggi di atas Provinsi Jawa Barat terdapat di 12 kabupaten kota yaitu Kab.
Garut, Kab. Ciamis, Kab. Kuningan, Kabupaten Cirebon, Kab. Majalengka, Kab.
Sumedang, Kab. Indramayu, Kab. Bandung Barat, Kota Cirebon, Kota Depok, Kota
Tasikmalaya dan Kota Banjar. Seperti dapat di lihat pada gambar berikut ini

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 63


Gambar IV. B. 40
Peta Prevalens /10000 Hipertensi di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Penyakit tidak menular Diabetes Melitus di Provinsi Jawa Barat sebesar


14.76/10.000, dengan rerata Prevalensi Diabetes Melitus tertinggi diatas Provinsi Jawa
Barat terdapat di 13 Kabupaten Kota yaitu Kab. Garut, Kab. Cirebon, Kab. Majalengka,
Kab. Indramayu, Kab. Bandung Barat, Kota Sukabumi, Kota Cirebon, Kota Bekasi, Kota
Depok, Kota Cimahi dan Kota Banjar. Seperti dapat dilihat pada gambar di bawah ini
Gambar IV. B. 41
Peta Prevalens /10000 Diabates Melitus di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 64


BAB V
SITUASI UPAYA KESEHATAN

Upaya Kesehatan terdiri dari upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan
perorangan. Upaya kesehatan masyarakat adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh
pemerintah dan atau masyarakat serta swasta, untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan
serta mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan di masyarakat. Sedangkan
upaya kesehatan perorangan adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau
masyarakat serta swasta, untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan
menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan.
Kualitas pelayanan kesehatan ditentukan juga oleh berbagai faktor antara lain sarana
fisik, tenaga kesehatan, alat penunjang pelayanan kesehatan, obat-obatan dan standar
pelayanan kesehatan.
Berdasarkan hasil Susenas tahun 2012, persentase penduduk yang memiliki keluhan
kesehatan pada sebulan terakhir sebesar 28,45% (26,54% Laki-laki dan 26,21% Perempuan).
Lama mengeluh sakit sekitar 1- 3 hr sebesar 57,24% yang artinya 100 orang penduduk,
diantaranya 57 orang menderita sakit. Dari Penduduk yang mengalami keluhan kesehatan
tahun 2012, dengan cara berobat jalan pada perempuan (47,00%) lebih tinggi dibandingkan
laki-laki (40,25%) dan cara mengobati sendiri pada perempuan (72,26%) lebih rendah
dibandingkan laki-laki (79,58%).
Berbagai upaya pemerintah telah dilakukan untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat, antara lain melalui upaya kesehatan dasar, upaya kesehatan rujukan serta
perbaikan gizi masyarakat serta upaya kesehatan khusus.

1. PELAYANAN KESEHATAN DASAR


Upaya Pelayanan Dasar merupakan langkah penting dalam penyelenggaraan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Dengan pelayanan kesehatan dasar secara tepat
dan cepat diharapkan sebagaiab besar masalah kesehatan masyarakat dapat diatasi.
Berbagai pelayanan kesehatan dasar yang dilaksaksanakan adalah sebagai berikut ini.
1. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak
a. Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil
Pelayanan antenatal merupakan pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan
profesional kepada ibu hamil selama masa kehamilan sesuai pedoman pelayanan
antenatal yang ada dengan titik berat pada promotif dan preventif. Tujuan pelayanan
antenatal adalah mengantar ibu hamil agar dapat bersalin dengan sehat dan
memperoleh bayi yang sehat, mendeteksi dan mengantipasi dini kelainan kehamilan

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 65


dan dan kelainan janin. Hasil pelayanan antenatal dapat dilihat pada cakupan
kunjungan ibu pertama kali ibu hamil (K1) dan kunjungan ibu hamil empat kali (K4).
Indikator K1 untuk melihat sejauh mana akses pelayanan ibu hamil
memberikan gambaran besaran ibu hamil yang melakukan kunjungan pertama ke
fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendapatkan pelayanan antenatal. Dan Indikator
K4 merupakan akses/kontak ibu hamil dengan tenaga kesehatan dengan syarat
minimal satu kali kontak pada triwulan I (umur kehamilan 0-3 bulan), minimal satu kali
kontak pada triwulan II (umur kehamilan 4-6 bulan dan minimal dua kali kontak pada
triwulan III (umur kehamilan 7-9 bulan) dan sebagai indikator untuk melihat jangkauan
pelayanan antenatal dan kemampuan program dalam menggerakkan masyarakat.
Berdasarkan Profil KesehatanKabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat tahun
2012, menunjukkan bahwa cakupan pelayanan K1 sebesar 100,1% dengan kisaran
per-kabupaten/kota antara 89% sampai dengan 101%. Sedangkan cakupan K4
sebesar 90,7% dengan kisaran antara 99% dan 82%.
Gambar V. A. 1
Cakupan Pelayanan K1 dan K4
Di Provinsi Jawa Barat Tahun 20082012
100,00
80,00
60,00
40,00
20,00
-
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
K1 82,14 88,35 90,44 93,79 91,03 98,82 100,10
K4 76,37 77,75 81,01 85,95 84,95 89,93 90,70
DO (%) 7,02 12,00 10,43 8,36 6,68 9,08 9,39

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2012

Gambar V.A.1 memperlihatkan perkembangan Cakupan Pelayanan K1 dan


K4 dari tahun 2006 sampai 2012 di Provinsi Jawa Barat cenderung meningkat. Dari
gambar tersebut dapat dilihat adanya kesenjangan yang terjadi antara cakupan K1
dan K4 pada tahun 2010 sekitar 6,68% dan pada tahun 2012 mengalami kenaikan
menjadi 9,39%. Hal itu berarti semakin banyak ibu hamil yang melakukan kunjungan
pertama pelayanan antenatal diteruskan hingga kunjungan keempat pada trimester 3
sehingga kehamilannya dapat terus dipantau oleh petugas kesehatan yang memiliki
kompetensi kebidanan.
Apabila dibandingkan antar Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun
2012, terlihat bahwa persentase drop out (DO) yang berada diatas angka Jawa Barat
terdapat 11 Kabupaten/Kota dan yang tertinggi terdapat di Kabupaten Bogor (15,3%),
sedangkan yang dibawah angka Jawa Barat terdapat di 15 Kabupaten/Kota dengan
paling kecil terdapat di Kota Bekasi (3,3%). Secara rinci dapat dilihat pada lampiran
tabel 28.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 66


Gambar V. A. 2
Drop Out (%) Cakupan Pelayanan K1-K4 Di Provinsi Jawa Barat
Menurut Kabupaten/KotaTahun 2012

Sumber : Profil Kab/kota tahun 2012

Cakupan K1, dari 26 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat, hanya 1


Kabupaten/Kota yang belum mencapai target cakupan K1 (95%) yaitu Kabupaten
Bekasi (89,4%), Kota Cimahi (92,8%), dan Kabupaten Kuningan (93,2%), secara rinci
dapat dilihat pada lampiran tabel 28.
Sedangkan Cakupan ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya minimal 4
kali (K4) selama kehamilannya sampai tahun 2012 sebesar 90,7%, hal ini belum
mencapai target yang harus dicapai oleh Provinsi Jawa Barat sebesar 95%. Apabila
dilihat per-Kabupaten/Kota, cakupan K4 yang telah mencapai target terdapat 2
Kabupaten/Kota yaitu Kota Depok, Kabupaten Ciamis, sedangkan yang terendah
adalah Kabupaten Bekasi (82,1%). Untuk selengkapnya cakupan per-Kabupaten/Kota
dapat dilihat pada Gambar V.A.3. dan pada lampiran tabel 28.
Gambar V. A. 3
Cakupan Pelayanan Ibu Hamil K4 Di Provinsi Jawa Barat
Menurut Kabupaten/KotaTahun 2012

Sumber : Profil Kab/kota dan Seksi Kesga-Gizi Bid. Yankes Dinas Provinsi Jawa Barat tahun 2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 67


Berdasarkan hasil Riskesdas 2010, presentase ibu yang memeriksakan
kehamilan oleh tenaga kesehatan terdiri dari 18,9% tenaga dokter kandungan, 1,3%
dokter umum, 75,3 % bidan, 0,4% dukun, 0,4% lainnya dan 1,6% tidak diperiksa.
Untuk memantau kesehatan Ibu hamil maka KMS ibu hamil atau Buku KIA digunakan
untuk mencatat pelayanan yang sudah diterima oleh ibu selama hamil, melahirkan,
nifas serta untuk bayinya dilanjutkan dengan pertumbuhan sampai umur bayinya lima
tahun (Balita). Dalam Riskesdas 2010 dicatat ibu yang mempunyai KMS Bumil atau
buku KIA di Jawa Barat baru mencapai 75,2%.
Selain mengupayakan peningkatan cakupan pelayanan K4, harus diupayakan
pula peningkatan kualitas K4 yang sesuai standar. Salah satu pelayanan yang
diberikan saat pelayanan antenatal yang menjadi standar kualitas adalah pemberian
zat besi (Fe) 90 tablet dan imunisasi TT (Tetanus Toksoid). Dengan demikian
seharusnya ibu-ibu hamil yang tercatat sebagai cakupan K4 juga tercatat dalam
laporan pemberian Fe3 dan TT2.
Pada gambar dibawah ini terlihat bahwa Cakupan K4 pada tahun 2012
sebesar 89,93%, namun pemberian 90 tablet besi hanya sebesar 85,04%, dan
terdapat kesenjangan sebesar 4,89%. Begitu pula dengan status imunisasi TT2 pada
ibu hamil juga merupakan syarat kualitas pelayanan K4, akan tetapi seperti halnya
Fe3, imunisasi cakupan TT2 masih lebih tinggi dibandingkan dengan cakupan K4.
Hal ini ada kemungkinan sistem pelaporan ketiga variabel tersebut yang belum
terintegrasi dan bersinambungan antara program kesehatan ibu dan anak, program
gizi dan program immunisasi.
Gambar V. A. 4
Persentase Cakupan K4, Fe3 Dan Status Imunisasi TT
Di Provinsi Jawa Barat tahun 2008 2012
100,00
80,00
60,00
40,00
20,00
-
2008 2009 2010 2011 2012
K4 81,01 85,76 84,95 89,93 89,93
FE 3 76,15 75,98 82,09 85,04 85,04
TT 80,50 77,34 74,00 73,60 99,30

Sumber : Profil Kab/kota dan Seksi Kesga-Gizi Bid. Yankes Dinas Provinsi Jawa Barat tahun 2012

Pelayanan antenatal terkait dengan deteksi kehamilan berisiko, seyoganya


ibu hamil diberi penjelasan mengenai tanda-tanda bahaya kehamilan, agar ibu hamil
waspada dan apabila mengalaminya dapat segera mencari pertolongan ke tenaga
kesehatan atau fasilitas kesehatan. Menurut hasil Riskesdas tahun 2010, presentase
ibu yang mendapatkan penjelasan tanda-tanda bahaya kehamilan baru mencapai
43,8%.
Cakupan Kunjungan ibu hamil yang terdektesi sebagai ibu hamil dengan

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 68


resiko tinggi ke pelayanan kesehatan di Jawa Barat, berdasarkan Profil
Kabupaten/Kota tahun 2012 terdapat 77,7%. Dengan terdektesinya ibu hamil ini,
diharapkan persalinan dapat ditangani lebih dini atau kalaupun terjadi komplikasi
persalinan maka tidak mengakibatkan kematian. Apabila ibu hamil mempunyai resiko
yang tinggi dalam melahirkan dan keterbatasan kemampuan dalam memberikan
pelayanan di Puskesmas maupun bidan desa maka perlu dirujuk ke unit pelayanan
kesehatan yang memadai.Cakupan ibu hamil yang mempunyai resiko tinggi belum
mencapai target Provinsi Jawa Barat sebesar 80%.
Apabila dilihat per-kabupaten/kota Cakupan Ibu Hamil Resiko Tinggi yang
Ditangani terdapat 14 Kabupaten/Kota yang sudah mencapai target (80%), dan
terdapat 12 Kabupaten/Kota dibawah angka Jawa Barat (73,32%).
Gambar V. A. 5
Cakupan Ibu Hamil Resiko Tinggi yang Ditangani
Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2012

b. Pelayanan Kesehatan Ibu Bersalin


Komplikasi dan kematian ibu maternal serta bayi baru lahir sebagian besar
terjadi pada masa di sekitar persalinan, hal ini antara lain disebabkan pertolongan
tidak dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai kompetensi kebidanan.
Cakupan persalinan adalah persalinan yang ditangani oleh tenaga kesehatan, angka
cakupan ini menggambarkan tingkat penghargaan masyarakat terhadap tenaga
penolong persalinan dan manajemen persalinan KIA dalam memberikan pertolongan
persalinan secara profesional.
Dalam kurun waktu lima tahun cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan cenderung meningkat berkisar antara 74,34% 89,30%, hal ini belum
mencapai target (90%). Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan di Jawa Barat
tahun 2012 baru mencapai 89,30%, dan mengalami kenaikan sebesar 9,98 poin,
apabila dibandingkan dengan cakupan tahun 2010 sebesar 81,94%.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 69


Gambar V. A. 6
Cakupan Pertolongan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan
Di Provinsi Jawa Barat tahun 2008 2012
100 87,20 89,30
81,94
74,34
75 80,47
50

25

0
2008 2009 2010 2011 2012

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2012

Apabila dibandingkan antara Kabupaten/Kota tahun 2012, maka yang


mempunyai cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan yang telah mencapai 90%
keatas ada 12 kabupaten/kota, yang tertinggi pada Kabupaten Majelengka (99,3%),
Kota Depok (96,0%), sedangkan yang paling terendah terdapat di Kabupaten
Sukabumi (81,1%) dan terdapat 12 Kabupaten/Kota yang dibawah angka Jawa Barat
(89,3%), untuk lebih rincinya dapat dilihat pada gambar berikut ini;
Gambar V. A. 7
Cakupan Pertolongan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan
Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2012

Berdasarkan Susenas tahun 2012, Persentase balita yang ditolong pertama


kelahirannya 14,14% oleh Dokter, 61,86% oleh Bidan, tenaga paramedis sebanyak
0,34%, Famili/keluarga sebanyak 0,15%, dan 23,45% oleh Dukun serta 0,06% oleh
lain-lainnya.
Persentase tempat ibu melahirkan menurut karakteristik tempat tinggal dan
status ekonomi, di pedesaan umumnya persalinan dilakukan di rumah/lainnya,
sedangkan di perkotaan melahirkan di fasilitas kesehatan lebih banyak. Makin tinggi
status ekonomi lebih memilih tempat persalinan di fasilitas kesehatan, sebaliknya
untuk makin rendah status ekonomi, persentase persalinan di rumah makin besar.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 70


c. Pelayanan Kesehatan Ibu Nifas
Setelah melahirkan, ibu masih perlu mendapat perhatian. Masa nifas masih
berisiko mengalami pendarahan atau infeksi yang dapat mengakibatkan kematian ibu.
Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten/Kota cakupan pelayanan ibu nifas (KF)
pada tahun 2012 baru mencapai 87,35%, secara umum cakupan KF lebih tinggi di
perkotaan dibanding perdesaan. Apabila dibandingkan antar Kabupaten/Kota terdapat
19 Kabupaten/Kota yang telah mencapai target 85%. Untuk lebih jelas dapat dilihat
pada gambar dibawah ini.
Gambar V. A. 8
Cakupan Pelayanan Ibu Nifas (KF)
Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2012

Pelayanan yang diberikan kepada ibu nifas antara lain pemberian vitamin A,
berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten/Kota, terdapat 69,20% ibu nifas Provinsi
Jawa Barat yang mendapatkan kapsul vitamin A, apabila dibandingkan antar
Kabupaten/Kota terdapat 17 Kabupaten/Kota diatas angka Jawa Barat, tertinggi
terdapat di Kabupaten Majalengka (105,8%) dan terendah di Kota Sukabumi (6,80%).
Dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar V. A. 9
Cakupan Ibu Nifas Mendapatkan Kapsul Vitamin A
Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 71


d. Pelayanan Kesehatan Neonatal
Cakupan kunjungan neonatal (KN) adalah persentase neonatal (bayi kurang
dari satu bulan) yang memperoleh pelayanan kesehatan minimal dua kali dari tenaga
kesehatan satu kali pada umur 0-7 hari dan satu kali pada umur 8-28 hari. Angka ini
menunjukan kualitas dan jangkauan pelayanan kesehatan neonatal. Hal ini karena
bayi hingga umur kurang dari 1 bulan mempunyai resiko gangguan kesehatan yang
paling tinggi.
Cakupan Kunjungan Neonatal di Jawa Barat pada tahun 2012 baru mencapai
93,3% dengan kisaran per-kabupaten/kota antara 71,3% -103,8% . Bila dibandingkan
dengan selama lima tahunan pada periode 2005 2012, ternyata cakupan Kunjungan
Neonatal mengalami kenaikan 4,73% dari tahun 2010. Untuk lebih rinci dapat dilihat
pada gambar dibawah ini.
Gambar V. A. 10
Cakupan Kunjungan Neonatus (KN)
Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2005- 2012
93,3
100 82,02 86,45 82,92 87,65
77,5 76,45 80,96
80
60
40
20
0
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2012

Pencapaian persentase cakupan kunjungan neonatal per-kabupaten/ kota


pada tahun 2012 dengan kabupaten/kota yang cakupannya diatas 90 % terdapat 15
Kabupaten/Kota, dan terdapat 7 Kabupaten/Kota yang berada dibawah angka Jawa
Barat (87,65%) untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar V. A. 11
Cakupan Kunjungan Neonatus (KN Lengkap)
Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 72


Setiap bayi baru lahir sebaiknya mendapatkan semua kunjungan neonatus
sebanyak 3 kali dan dinyatakan kunjungan neonatus lengkap (KN1, KN2, KN3),
berdasarkan Riskesdas 2010, persentase kunjungan Neonatus pada umur 6-48 jam
sebanyak 67,6%, umur 3-7 hari sebanyak 65,6% dan yang umur 8-28 hari sebanyak
45,6%. Sedangkan presentase kunjungan neonatus tempat kunjungan, yaitu 67,5% di
Fasilitas Kesehatan dan 32,5% di Rumah.
Gambar V. A. 12
Presentase Tempat Kunjungan Neonatus
di Provinsi Jawa Barat Tahun 2010
RS. Puskes/Pu
Pemerintah stu
17,30% 2,50%

Rumah
RS. Swasta
32,50%
8,80%

Praktik
RSAB/RB Nakes Polindes
6,80% 30,70% 1,40%

Sumber : Riskesdas 2010

e. Pelayanan Kesehatan Bayi


Pelayanan kesehatan pada kunjungan bayi sangat penting karena berkaitan
dengan Angka Kematian Bayi di Provinsi Jawa Barat masih tinggi.
Pelayanan kesehatan bayi adalah pelayanan kesehatan sesuai standar yang
diberikan oleh tenaga kesehatan kepada bayi minimal 4 kali kunjungan selama
periode 29 hari sampai dengan 11 bulan, yaitu satu kali umur 29 hari-3 bulan, satu
kali pada umur 3-6 bulan, stu kali pada umur 6-9 bulan dan satu kali pada umur 9-11
bulan.
Berdasarkan profil kesehatan Kabupaten/Kota, cakupan kunjungan bayi tahun
2012 sebesar 90,04%, terdapat kenaikan sekitar 7,56 poin dibandingkan dengan
tahun 2010 sebesar 82,48%.
Gambar V. A.13
Cakupan Kunjungan Bayi Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2008-2012

Sumber: Profil Kesehatan kabupaten/Kotatahun 2012

Cakupan kunjungan bayi di Jawa Barat tahun 2012, apabila dibandingkan


antar Kabupaten/Kota, ternyata ada 17 Kabupaten/Kota yang telah mencapai target
(90%), dan cakupan yang tertinggi di Kabupaten Subang (101,36%) dan cakupan

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 73


yang terendah di Kota Sukabumi (71,27%). Secara rinci dapat dilihat pada gambar
V.A.12 dan lampiran tabel 37.
Gambar V. A. 14
Cakupan Kunjungan Bayi
Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota tahun 2012

f. Pelayanan Kesehatan Anak Balita


Lima tahun pertama kehidupan, pertumbuhan mental dan intelektual
berkembang pesat. Masa ini merupakan masa terbentuknya dasar-dasar kemampuan
keindraan, berfikir, berbicara serta pertumbuhan mental intelektual yang intensif dan
awal pertumbuhan moral.
Pada tahun 2012 cakupan pelayanan kesehatan anak balita (1-4) tahun
sebesar 79,8%, sementara target yang harus dicapai 90%. Pencapaian Cakupan
Pelayanan Kesehatan Anak Balita tahun 2012, ternyata sebanyak 7 Kabupaten/Kota
yang sudah mencapai target 90% dengan kisaran 99,5%-91%, sedangkan
Kabupaten/Kota dengan cakupan terendah adalah Kabupaten Ciamis (44,4%).
Cakupan pelayanan kesehatan anak balita per-Kabupaten/Kota dapat dilihat pada
gambar dibawah ini.
Gambar V. A. 15
Cakupan Pelayanan Kesehatan Anak Balita (1-4 Tahun)
Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota tahun 2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 74


2. Pelayanan Keluarga Berencana
Keberhasilan program Keluarga Berencana dapat diketahui dari beberapa
indikator ditunjukan melalui pencapaian cakupan KB Aktif dan peserta KB Baru terhadap
pasangan umur subur (PUS) dan persentase peserta KB Aktif Metode Kontrasepsi Efetif
Terpilih (MKET).
Masa subur seorang wanita memiliki peran penting bagi terjadinya kehamilan
sehingga peluang wanita melahirkan menjadi cukup tinggi. Menurut hasil penelitian,
umur subur seorang wanita biasanya antara 15 49 tahun. Oleh karena itu untuk
mengatur jumlah kelahiran atau menjarangkan kelahiran, wanita/pasangan ini lebih
diprioritaskan untuk menggunakan alat/cara KB.
Berdasarkan hasil Susenas tahun 2012, jumlah penduduk perempuan umur 10
tahun keatas yang pernah menikah terutama kurang dari 16 tahun di Provinsi Jawa Barat
sebanyak 15,72%. Sedangkan jumlah penduduk perempuan umur 10-49 tahun dan
berstatus menikah dengan status penggunaan KB hanya 73,71%. Selanjutnya untuk
kelompok perempuan umur 10-49 tahun dan berstatus kawin yang tidak pernah sama
sekali menggunakan KB di Provinsi Jawa Barat sebanyak 14,97%.
Pencapaian KB Aktif di Provinsi Jawa Barat mengalami penurunan sebesar 2,57
poin dari tahun 2010 sebanyak 78,7% menjadi 76,13% pada tahun 2012, hal ini sudah
mencapai target (70%). Jenis kontrasepsi yang tertinggi menggunakan kontrasepsi
suntik (51,20%).
Gambar V. A. 16
Persentase Penggunaan Alat Kontrasepsi pada Akseptor KB Aktif
Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
KON DOM
1,40% IUD
PIL 12,60%
26,70%
MOP
0,90%

SUNTIK MOW
51,20% 2,60%

IM PLAN
4,60%

Sumber : BKKBN Provinsi Jawa Barat

Apabila dilihat per-kabupaten/kotanya ternyata terdapat 12 Kabupaten/Kota yang


angkanya diatas Jawa Barat (99,61, dan cakup%) dan peserta KB Aktif yang tertinggi di
Kota Banjar (102,63%) dan terendah di Kota Bogor (97,68%). Secara rinci dapat dilihat
pada gambar berikut ini.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 75


Gambar V. A. 17
Persentase Cakupan Peserta KB Aktif terhadap Pasangan Umur Subur
Menurut Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Sumber: Profil Kesehatan kabupaten/Kotatahun 2012

Sedangkan pencapaian KB Baru pada tahun 2012 sebesar 22,5%, Selama kurun
waktu 2008-2012 mengalami kenaikan sebesar 5,56 poin. Perkembangan peserta
cakupan KB Baru selama 6 tahun dapat dilihat dibawah ini.
Gambar V. A. 18
Cakupan Peserta KB Baru
Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2008-2012
28,00
24,3
24,00
C 22,5
20,00
a 16,94
16,00 16,86
k 18,8
12,00
u
8,00
p
4,00
a
0,00
n
2008 2009 2010 2011 2012

Sumber: Profil Kesehatan kabupaten/Kotatahun 2012

Berdasarkan Riskesdas 2010, status penggunaan Keluarga Berencana di


Provinsi Jawa Barat adalah 59,8% masih menggunakan KB, 28,4% tidak menggunakan
lagi dan 11,8% sama sekali tidak menggunakan KB. Sedangkan tempat untuk
mendapatkan pelayanan KB lebih banyak di bidan praktik sebanyak 58,2%. Secara rinci
dapat dilihat pada gambar berikut ini.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 76


Gambar V. A. 19
Persentase Tempat Mendapatkan Pelayanan KB Di Provinsi Jawa Barat
Tahun 2010 Tahun 2012

Polinde Faskes
Puskes Tidak Pemeri
s/Poske Rumah mas Ber-KB ntah
sdes Sakit 9,00%
unmet 11,32% 35,81%
1,60% 5,20% Pustu need
Perawat 2,00% 14,97%
Praktik Lainnya
Klinik
2,10% 16,70%
2,00%

Tim KB
0,80%
Bidan
Praktik Dokter
58,20% Praktik
2,40% Faskes
Swasta
37,90%

Sumber : Riskesdas 2010 Sumber : Pendataan Keluarga 2012

3. Pelayanan Immunisasi
Program immunisasi merupakan salah satu program prioritas yang dinilai sangat
efektif untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi akibat penyakit-penyakit
yang dapat dicegah oleh immunisasi.

a. Imunisasi Bayi
Pencapaian Cakupan imunisasi di Provinsi Jawa Barat pada Tahun 2012
yaitu Immunisasi BCG sebesar 100% , Immunisasi DPT3 + HB 3 sebesar 99,4%.
Immunisasi Polio 4 sebesar 97,9% , dan Immunisasi Campak 97,7% sedangkan
untuk cakupan Hepatitis 0-7 hari sebesar 91,7%. Terdapat kenaikan cakupan
dibandingkan dengan Tahun 2011 termasuk untuk tingkat Droup Out (DO) juga
menurun sebesar 3,8%. Untuk melihat perkembangan cakupan imunisiasi secara
lengkap dapat dilihat pada tabel Tabel V.A.1 dan secara rinci menurut kabupaten/kota
dapat dilihat pada lampiran tabel 39.
Tabel V. A. 1
Cakupan Imunsiasi BCG, DPT 3, Polio 4, Hepatitis B0 dan Drop Out
Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2005 2012
Tahun BCG DPT3 + HB3 Polio4 Campak HB O DO
2005 73,68 75,55 45,56 80,67 68,53 6,79
2006 81,65 83,02 56,95 77,08 51,26 7,15
2007 90,43 87,19 82,57 78,33 82,57 6,44
2008 87,65 92,38 86,70 88,01 64,15 4,73
2009 94,12 97,23 93,29 93,87 79,48 3,45
2010 99,36 93,63 93,27 92,03 83,63 5,01
2011 99,85 95,42 92,26 94,41 86,41 3,30
2012 100,00 99,40 97,90 97,70 91,70 3,80
Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota & Bid. Bina PLPP Dinkes Prov. Jabar

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 77


b. Imunisasi Ibu Hamil
Cakupan ibu hamil yang mendapatkan Imunisasi TT1 pada tahun 2012
sebesar 79% dari sasaran Ibu Hamil sebanyak 1.044.298 orang, sedangkan cakupan
TT2 sebesar 72.5%.
Gambar V. A. 20
Cakupan Immunisasi TT1, TT2 pada Ibu Hamil
Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2006-2012

Sumber: Profil Kesehatan kabupaten/Kota tahun 2012

Apabila dibandingkan per-Kabupaten/Kota, ternyata yang mempunyai


cakupan Immunisasi TT1 yang tertinggi di Kab. Indramayu yaitu sebesar 111,4% dan
terendah di Kab. Bogor sebesar 57,4%. Immunisasi TT2 tertinggi di Kota Depok
sebesar 106,6% dan terendah di Kota Bandung yaitu sebesar 76,50%. Untuk Secara
rinci dapat dilihat pada gambar V.A.21.
Gambar V. A. 21
Cakupan Immunisasi TT2 menurut Kabupaten/Kota
Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Sumber: Profil Kesehatan kabupaten/Kota Tahun 2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 78


c. Cakupan UCI desa
Indikator program imunisasi salah satunya adalah Persentase
Desa/Kelurahan yang mencapai Universal Child Immunization (UCI). Desa yang
mencapai UCI adalah desa/kelurahan yang cakupan imunisasi dasar 80%.
Gambar V. A. 22
Cakupan Desa/Kelurahan UCI
Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2008-2012

Sumber: Profil Kesehatan kabupaten/Kota dan Bidang Bina PLPP tahun 2012

Rata-rata cakupan desa/kelurahan UCI di Provinsi Jawa Barat sejak tahun


2008 sampai dengan 2012 yaitu sebesar 81,04%, masih diatas target yaitu 80%,
Cakupan UCI tahun 2012 selengkapnya melihat UCI per-kabupaten/kota dapat dilihat
dibawah ini.
Gambar V. A. 23
Peta Cakupan Desa/Kelurahan UCI menurut Kabupaten/Kota
Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Keterangan : Sumber: Profil Kesehatan kabupaten/Kota tahun 2012


< 80 %
= 80 %
> 80 %

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 79


B. PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN
Dengan meningkatnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang pentingnya
kesehatan serta meningkatnya kemampuan sosial ekonomi, maka kemampuan masyarakat
untuk memilih pelayanan kesehatan yang memuaskan akan meningkat di tahun-tahun
mendatang. Upaya pelayanan kesehatan di rumah sakit harus ditingkatkan mutunya. Upaya
pelayanan kesehatan di rumah sakit tersebut meliputi pelayanan rawat jalan, rawat inap,
rujukan serta pelayanan kesehatan lainnya.
Untuk mengetahui kualitas upaya pelayanan kesehatan di Rumah Sakit, telah
dilakukan pengembangan sistem akreditasi Rumah Sakit. Sejak 1996 telah dilakukan
akreditasi terhadap Rumah Sakit, baik Rumah Sakit Pemerintah maupun Swasta. Rumah
Sakit Pemerintah terdiri dari Rumah Sakit Pemerintah Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota,
Vertikal, TNI/Polri, BUMN dan FKG. Berikut hasil akreditasi Rumah Sakit tahun 2012,
Tabel V. B. 1
Jumlah Akreditasi Rumah Sakit
Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
Status Akreditasi
Rumah Sakit Jml RS
5 Pelayanan 12 Pelayanan 16 Pelayanan Jumlah %
Pemerintah 71 26 15 3 44 61.97
Swasta 201 16 13 6 35 17.41
Total Jabar 272 42 28 9 79 29.04
Sumber : Bidang Bina Registrasi dan Kebijakan Kesehatan Dinkes Provinsi Jabar

Dari 272 buah Rumah Sakit di Jawa Barat, hanya 79 rumah sakit (29,04%) yang
terakrediatasi. Berarti 193 Rumah Sakit (70,96%) belum terakreditasi. Untuk Rumah Sakit
Umum dan Khusus dengan status kepemilikan pemerintah Pusat maupun Daerah akreditasi
baru mencakup 44 Rumah Sakit (61,97%). Akreditasi diberikan untuk 26 Rumah Sakit
dengan 5 jenis pelayanan, 15 Rumah Sakit dengan 12 pelayanan dan 3 Rumah Sakit untuk
16 jenis pelayanan. Rumah Sakit Pemerintah yang belum terakreditasi sebanyak 27 Rumah
Sakit (9,9%).
Untuk Rumah Sakit swasta akreditasi baru diberikan terhadap 35 Rumah Sakit
(17,41%), dengan kategori akreditasi 9 jenis pelayanan untuk 16 Rumah Sakit, akreditasi 12
pelayanan untuk 13 Rumah Sakit dan akreditasi 16 pelayanan untuk 6 Rumah Sakit.
Sebanyak 122 rumah sakit (60,7%) belum terakreditasi.

a. Kunjungan Rawat Jalan di Rumah Sakit


Kunjungan rawat jalan baik kasus baru maupun kasus lama pada seluruh
Rumah Sakit di Jawa Barat tahun 2012 berjumlah 12.208.365 kunjungan. Dibanding
tahun 2010 jumlah kunjungan 2012 menunjukan Kenaikan sebanyak 5.404.170
kunjungan (79,42%). Untuk mengetahui trend kunjungan rawat jalan di Rumah Sakit
dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 80


Gambar V. B. 1
Kunjungan Pasien Rawat Jalan Di Rumah Sakit
Di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2007 -2012

Sumber: Profil Kesehatan kabupaten/Kota tahun 2012

b. Kunjungan Rawat Inap di Rumah Sakit


Penilaian tingkat keberhasilan pelayanan di rumah sakit biasanya dilihat dari
berbagai segi yaitu tingkat pemanfaatan sarana, mutu dan tingkat efisiensi pelayanan.
Beberapa indikator standar terkait dengan pelayanan kesehatan di rumah sakit yang
dipantau antara lain pemanfaatan tempat tidur (Bed Occupancy Rate/BOR), rata-rata
lama hari perawatan (Length of Stay/LOS), rata-rata tempat tidur dipakai (Bed Turn
Over/BTO), rata-rata selang waktu pemakaian tempat tidur (Turn of Interval/TOI),
persentase pasien keluar yang meninggal (Gross Death Rate/GDR) dan persentase
pasien keluar yang meninggal 48 jam perawatan (Net Death Rate/NDR).
Indikator-indikator tersebut merupakan indikator luaran dan proses pada rumah
sakit. Indikator ini hanya memperlihatkan sejauh mana rumah sakit dimanfaatkan oleh
masyarakat pengguna dan sejauh mana tempat tidur rumah sakit dapat dipergunakan
seoptimal mungkin. Kinerja Rumah Sakit di Provinsi Jawa Barat dapat dilihat dari
indikator yang ada didalam gambar dibawah ini :
Gambar V. B. 2
Trend Kinerja Rumah Sakit di Provinsi Jawa BaratbTahun 2008 s/d 2012

Sumber : - Profil Kesehatan Kabupaten/Kota


- Laporan SP2RS

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 81


Dilihat dari gambar V.B.2. Di Rumah Sakit sebagai pelayanan rujukan belum
berfungsi secara optimal. Hal ini dapat dilihat bahwa Tingkat Hunian (BOR) pada tahun
2012 baru mencapai 46% yang masih dibawah standar 60%-85%. Demikian juga dengan
indikator lama rawatan seorang pasien (LOS) dari 3% (tahun 2008) menjadi 3,2 (tahun
2012) yang menunjukan bahwa efektifitas pelayanan semakin membaik. Turn Over
IntervaI (TOI) dari 3,1 (tahun 2008) menjadi 3,7 pada tahun 20112, masih lebih lama
dari kondisi ideal TOI yaitu antara 1-3 hari.
Tabel V. B. 2
Indikator Pelayanan Rumah Sakit menurut Pemilik
Di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012

PEMILIK RS JML RS TT BOR LOS TOI

RSU Pemerintah (Kemenkes) 2 1.802 18 2,0 9,6


RSU Pemerintah (Pemda) 38 8.004 69 3,8 1,7
RSU Swasta 143 14.006 39 2,8 4,6
RS Khusus Swasta 58 2.221 29 2,1 5,1
RS Khusus Pemerintah 9 822 57 4,6 3,4
RS TNI/Polri 17 1.777 50 4,1 4,2
RS BUMN 5 427 61 3,2 2,0
RS di Jawa Barat 272 29.059 46 3,2 3,7

Kunjungan rawat inap di seluruh Rumah Sakit Provinsi Jawa Barat pada tahun
2012 mencapai 1.283.651 kunjungan. Untuk mengetahui gambaran pelayanan yang
diberikan rumah sakit, dapat diukur dari dari indikator yang mengindikasikan tingkat
pemanfaatan sarana pelayanan, mutu pelayanan dan tingkat efisiensi pelayanan.
Capaian kinerja pelayanan rumah sakit menurut status dan kepemilikan rumah
sakit dapat di lihat berdasarkan tabel klasifikasi dibawah ini. Pencapaian BOR tertinggi
terjadi pada rumah sakit milik Pemerintah Kabupaten Kota 69%. Walaupun belum
mencapai BOR ideal yakni 75-85% namun hal ini menunjukan pada umumnya RSU
Pemda lebih dimanfaatkan oleh masyarakat dibandingkan dengan yang lain. Sedangkan
yang terendah terjadi pada RSU Kemankes dengan cakupan 18%.
Cakupan LOS tertinggi terjadi pada rumah sakit vertikal pusat dengan 14 hari.
Sedangkan yang paling rendah terjadi pada rumah sakit umum swasta 2,1 hari. Hampir
seluruh rumah sakit mencapai nilai ideal LOS 3-12 hari kecuali RS Swasta dan RS
Khusus Swasta yang hanya mencapai sekitar 2 hari.
Batasan ideal untuk TOI adalah 1 sd 3 hari. Itu berarti hanya RSU Pemda,
Swasta dan BUMN yang TOI nya ideal. Sedangkan TOI rumah sakit lainnya belum
masuk pada interval TOI ideal. Bahkan RS Vertikal Pemeirintah Pusat mencapai TOI
47,4 hari.
BTO tertinggi pada RSU Pemda mencapai 70 kali, terendah RSU Vertikal Pusat
6 kali. Rata-rata rumah sakit telah mencapai kondisi ideal >30 kali kecuali RS Vertikal
Pusat 6 kali dan RS Khusus Pemeritah 18 kali.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 82


Untuk mengetahui efisiensi pengelolaan pelayanan rumah sakit disajikan analisis
dengan metode grafik Barber Johnson selama tahun 2012.
Metode Barber Johnson merupakan komposit dari 4 indikator pelayanan rawat
inap rumah sakit yang dipakai untuk mengetahui tingkat pemanfaatan, mutu, dan
efisiensi pelayanan rawat inap suatu rumah sakit, yakni. BOR (Bed Occupancy Ratio),
AVLOS (Average Length of Stay), TOI (Turn Over Interval), BTO (Bed Turn Over).
Grafik ini terdiri dari 4 garis, yaitu garis BOR, AvLOS, TOI, dan garis BTO. Biasanya
didalam grafik barber johnson terdapat sebuah area yang biasa disebut daerah efisien.
Daerah Efisien ditentukan dengan nilai-nilai standar dari ke-empat parameter
tersebut. Nilai-nilai Standar keempat parameter tersebut adalah : BOR : 75%, AvLOS : 3-
9 hari, TOI : 1-3 hari,BTO : 30 kali.Daerah efisien digunakan untuk membantu pembaca
untuk menentukan apakah dengan nilai-nilai keempat parameter tersebut, pemakaian
tempat tidur di sebuah rumah sakit sudah efisien atau tidak. Apabila titik temu keempat
garis tersebut berada pada daerah efisien, maka pemanfaatan tempat tidur sudah
efisien, begitu pula sebaliknya.
Gambar V. B. 3 Berdasarkan pencatatan dan pelaporan
Pemanfaatan Tempat Tidur RSU
yang masuk dari rumah sakit dan dinas
di Provinsi Jawa Barat, 2012
kesehatan kabupaten kota di Jawa
Barat selama periode 2012, diketahui
bahwa tingkat efisiensi pengelolaan
rumah sakit di Provinsi Jawa Barat
belum mencapai tingkat efisiensi yang
ideal.
Pada Grafik Barber Johnson disamping
tampak bahwa titik perpotongan antara
indikator LOS, TOI BOR dan BTO
berada diluar daerah efisien.
Keempat indikator tersebut saling
berkaitan sehingga memerlukan upaya
menyeluruh bila ingin meningkatkan
efisiensi pengelolaan RS.
Rendahnya BOR antara lain disebabkan
indikator LOS berkurang dan indikator
TOI cukup tinggi. TOI tinggi antara lain
disebabkan karena pengorganisasian
kurang baik, kurangnya perimntaan
tempat tidur.
Bila pengorganisasian bisa diperbaiki maka TOI bisa diturunkan. Antara lain
dengan upaya promosi, peningkatan pelayanan dan realokasi tempat tidur, serta
perbaikan penatalaksanaan bagian penerimaan pasien.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 83


Gambar V. B. 4
Pemanfaatan Tempat Tidur RSU Berdasarkan Kepemilikan
di Provinsi Jawa Barat, 2012
RSU Vertikal Kemkes RI RSU Pemda RSU Swasta

RS TNI POLRI RS BUMN RSK Pemerintah & Swasta

Ketererangan : Metode Grafik Barber Johnson

Bagaimana tingkat efisiensi rumah sakit dalam pemanfaatan tempat tidur, dapat
dilihat pada gambar Grafik Barber Johnson diatas yang disajikan berdasarkan RS
Vertikal, RS Pemda, RS Swasta, RS TNI Polri, RS BUMN dan RS Khusus.
Berdasarkan visualisasi Grafik Barber Johnson diatas, tampak tidak ada satupun
kelompok rumah sakit di Jawa Barat yang mempunyai tingkat efisiensi pengelolaan
rumah sakit yang optimal (efisien bila perpotongan garis LOS dan TOI berada di daerah
yang efisien).

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 84


Secara umum yang mendekati daerah efisien adalah Rumah Sakit Umum
Pemerintahan Daerah dan Rumah Sakit BUMN. Berikutnya Rumah Sakit Vertikal dan
Rumah Sakit TNI Polri. Sedangkan untuk gambaran Rumah Sakit Umum Swasta relatif

hampir sama dengan Rumah Sakit Khusus.

2. Angka Kematian di Rumah Sakit


Jumlah kematian di rumah sakit adalah merupakan indikator dampak dari proses
pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit. Pada umumnya kematian pasien di rumah
sakit dikelompokan dalam Gross Death Rate (Angka Kematian Kasar di Rumah Sakit)
dan Net Death rate (Angka Kematian Bersih).
Untuk mengetahui mutu pelayanan rumah sakit di Jawa Barat selama tahun
2012 dapat diketahui dari indikator GDR (Groos Death Rate) dan NDR (Net Death Rate),
seperti pada tabel dibawah ini.
Tabel V. B. 3
Angka Kematian Kasar dan Kematian Bersih
Menurut Pemilikan Rumah Sakit Di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012
RUMAH SAKIT GDR NDR
RSU Pemerintah (Kemenkes) 4,5 3,1
RSU Pemerintah (Pemda) 3,4 1,6
RSU Swasta 1,7 0,8
RS Khusus Swasta 0,4 0,1
RS Khusus Pemerintah 2,1 1,3
RS TNI/Polri 2,9 1,6
RS BUMN 2,7 1,2
Jawa Barat 2,4 1,2

Sumber : - Profil Kesehatan Kabupaten/Kota


- Laporan SP2RS

Indikator mutu pelayanan rumah sakit GDR bisa memberikan gambaran secara
umum tentang kematian yang terjadi di rumah sakit, tanpa mempertimbangkan
kematian pasien yang baru tiba atau sampai di rumah sakit (dibawah 48 jam).
Kematian yang terjadi pada pasien yang datang kerumah sakit sebelum 48 jam.
Indikator GDR menunjukkan mutu pelayanan Rumah Sakit. Pada tahun 2012 di Provinsi
Jawa Barat sebesar 2,4%, masih dibawah standar yaitu tidak lebih dari 45 per 1000
penderita keluar.
Berdasarkan pencatatan dan pelaporan yang diterima, indikator GDR seluruh RS
di Jawa Barat rerata nya adalah 24/1000. GDR tertinggi terjadi di RS Vertikal Pusat,
dengan 45/1000. Hal ini wajar karena RS tersebut merupakan rumah sakit rujukan
tertinggi di Jawa Barat, yang banyak menerima pasien dengan kondisi yang sudah kritis/
kompleks. Capaian indikator GDR RS Pemerintah ini sama dengan nilai standar indikator
GDR, yakni 45/1000. Sedangkan yang terendah ada di RS Khusus Swasta dengan nilai
4/1000.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 85


Ukuran indikator mutu pelayanan rumah sakit yang lebih sensitif bisa dilihat dari
indikator NDR. NDR hanya menghitung kematian yang sudah dalam penanganan rumah
sakit atau sudah ada di RS lebih dari 48 jam.
Rerata NDR untuk seluruh rumah sakit di Jawa Barat sebesar 12/1000. Relatif
sudah lebih rendah dibanding standar NDR yang dipersyaratkan yakni 25/1000. Sama
halnya dengan indikator GDR maka untuk NDR yang tertinggi terjadi juga di RS Vertikal
Pusat. Demikian juga terendah ada di RS Khusus Swasta dengan NDR 1/1000.

C. PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT


Masalah gizi penduduk merupakan masalah yang tersembunyi, yang berdampak
pada tingginya angka kesakitan dan kematian. Kurang asupan dan absorbsi gizi mikro dapat
menimbulkan konsekuensi pada status kesehatan, pertumbuhan, mental dan fungsi lain
(kognitif, sistim imunitas, reproduksi, dan lain-lain). Timbulnya masalah gizi dapat
disebabkan karena kualitas dan kuantitas dari intake makanan (terutama energi dan
protein), dimana secara kronis bersama-sama dengan faktor penyebab lainnya dapat
mengakibatkan maramus atau kwashiorkor.
Sesungguhnya telah banyak upaya penanggulangan masalah gizi yang dilakukan,
akan tetapi, keberhasilan upaya tersebut masih dirasakan belum optimal. Upaya perbaikan
gizi masyarakat merupakan upaya untuk menangani permasalahan gizi yang dihadapi
masyarakat . Indikator gizi masyarakat antara lain status gizi, anemia gizi besi, vitamin A
dan gangguan akibat kekurangan yodium.

1. Status Gizi
Masalah gizi penduduk merupakan masalah yang tersembunyi, yang berdampak
pada tingginya angka kesakitan dan kematian. Kurang asupan dan absorbsi gizi mikro
dapat menimbulkan konsekuensi pada status kesehatan, pertumbuhan, mental dan
fungsi lain (kognitif, sistim imunitas, reproduksi, dan lain-lain). Timbulnya masalah gizi
dapat disebabkan karena kualitas dan kuantitas dari intake makanan (terutama energi
dan protein), dimana secara kronis bersama-sama dengan faktor penyebab lainnya
dapat mengakibatkan maramus atau kwashiorkor.
Sesungguhnya telah banyak upaya penanggulangan masalah gizi yang
dilakukan, akan tetapi, keberhasilan upaya tersebut masih dirasakan belum optimal.

a. Status Gizi Penduduk Dewasa (15 Tahun Keatas)


Sekitar 63 % penduduk termasuk dalam kategori IMT normal, 15 % kurus
sedangkan 22 % termasuk Obesitas umum /gemuk (Berat Badan Lebih dan obese).
Prevalensi obesitas pada wanita 29 % dan pria 14,3 %. Persentase obesitas ini lebih
tinggi daripada angka nasional (19 %). Prevalensi obesitas sentral (lingkar perut > 80
cm) di Jawa Barat 20,3 % lebih tinggi dari nasional , 18,8 %. Obesitas perlu

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 86


diwaspadai mengingat keadaan tersebut merupakan faktor predisposisi penyakit
sirkulasi darah maupun penyakit degeneratif.
Berdasarkan Riskesdas Tahun 2010, Prevalensi Status Gizi umur 16-18
Tahun (IMT/U) di Jawa Barat untuk 2 % Status Gizi Sangat Kurus, 8% Kurus, 88%
Normal dan 2,1% Gemuk.

b. Status Gizi Balita


Gizi buruk balita merupakan salah satu faktor risiko yang berdampak pada
lemahnya sumber daya manusia di masa mendatang (lost generation). Tabel berikut
mencantumkan status gizi balita di Provinsi Jawa Barat.
Tabel V. C. 1
Status Gizi Balita di Provinsi Jawa Barat Tahun 2008 2012
Status Gizi Balita ( % )
Tahun
Lebih Baik Kurang Buruk
2008 1,73 86,67 10,58 1,02
2009 1.87 87.56 9.66 0.92
2010 1,71 89,40 7,98 0,91
2011 2,44 89.59 7,16 0,82
2012 2,26 89,91 7,01 0,83

Sumber: Bulan Penimbangan Balita

Berdasarkan data bersumber bulan penimbangan balita (BPB) pada tahun


2012, bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya terlihat adanya peningkatan
dimana sebagian besar balita di Jawa Barat 89,91% berstatus gizi baik, namun balita
dengan gizi kurang masih cukup banyak 7,01 % dan gizi buruk sebanyak 0,83 %.
Di lain pihak, data bersumber komunitas dari Riset Kesehatan Dasar tahun
2010 menunjukkan status gizi balita di Provinsi Jawa Barat adalah Prevalensi balita
Gizi Buruk menurun sebanyak 13,33% yaitu dari 15,0%n pada tahun 2007 menjadi
13% pada tahun 2010. Demikian pula halnya dengan prevalensi balita pendek yang
menurun sebanyak 5,35% yaitu dari 35,5% pada tahun 2007 menjadi 33,6% pada
tahun 2010, sedangkan prevalensi balita kurus menurun sebanyak 0,3 persen yaitu
dari 9 % pada tahun 2007 menjadi 11 % pada tahun 2010.
Gambar V. C. 1
Status Gizi Balita Buruk, Pendek dan Kurus
Di Provinsi Provinsi Jawa Barat Tahun 2007, 2010
40,0 35,5
33,6
35,0

30,0

25,0 2007
20,0
2010
15,0
13,0
15,0 11,0
9,0
10,0

5,0

Gizi Buruk Balita Pendek Balita Kurus


Sumber : Riskesdas Tahun 2007, 2010

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 87


Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten/Kota tahun 2012, Persentase Balita
Gizi Buruk, apabila dibandingkan per-kabupaten/kota terdapat 13 Kabupaten/Kota
yang berada di atas angka Jawa Barat, yang tertinggi di Kabupaten Cirebon,
sedangkan 3 kabupaten/Kota yang terrendah di Provinsi Jawa Barat yaitu Kota
Bekasi (0,28%), Kabupaten Ciamis (0,31%), Kota Sukabumi (0,35%).
Gambar V. C. 2
Persentase Balita Gizi Buruk Hasil Bulan Penimbangan Balita
menurut Kabupaten/Kota, Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

2. Anemia Gizi
Upaya penanggulangan anemia gizi diprioritaskan kepada kelompok rawan yaitu
ibu hamil, balita, anak usia sekolah dan wanita usia subur termasuk remaja putri dan
pekerja wanita.
Terjadinya defisiensi besi pada wanita, antara lain disebabkan jumlah zat besi
yang di absorbsi sangat sedikit, tidak cukupnya zat besi yang masuk karena rendahnya
bioavailabilitas makanan yang mengandung besi atau kenaikan kebutuhan besi selama
hamil, periode pertumbuhan dan pada waktu haid Penanganan defisiensi besi dengan
pemberian suplementasi tablet besi merupakan cara yang paling efektif untuk
meningkatkan kadar Fe/besi dalam jangka waktu yang pendek. Pemerintah melalui
Departemen Kesehatan telah melaksanakan penanggulangan anemia defisiensi besi
pada ibu hamil dengan memberikan tablet besi folat (Tablet Tambah Darah/TTD) yang
mengandung 60 mg elemental besi dan 250 ug asam folat) setiap hari satu tablet selama
90 hari berturut-turut selama masa kehamilan.
Selama ini upaya penangulangan anemia gizi difokuskan ke sasaran ibu hamil
dengan suplemen besi. Cakupan Pemberian tablet besi (Fe) pada ibu hamil dengan
mendapatkan 90 tablet Besin(Fe3) pada tahun 2012 sebesar 90,32%, apabila cakupan
ini dibandingkan tahun 2010 (82,09%) mengalami kenaikan sebesar 8,23 point, angka ini
sudah mencapai target (90%).

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 88


Apabila dibandingkan per-Kabupaten/Kota tahun 2012 ternyata terdapat 13
Kabupaten/Kota yang sudah mencapai target dan 13 Kabupaten/Kota yang dibawah
angka Jawa Barat.
Gambar V. C. 3
Persentase Cakupan Pemberian Tablet Besi (Fe3) Ibu Hamil
Menurut Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Sumber: Profil Kesehatan kabupaten/Kotatahun 2012

3. Kurang Vitamin A
Hasil analisis vitamin A dalam serum mengungkapkan bahwa 50% status vitamin
A anak balita masih rendah atau marjinal. Hal ini menggambarkan bahwa untuk
mencegah terjadinya kembali prevalensi xerophthalmia yang tinggi, program
penanggulangan kurang vitamin A perlu diteruskan dengan dukungan konsumsi
makanan sumber vitamin A bagi anak balita.Penanggulangan defisiensi vitamin A pada
anak balita dapat dilakukan dengan cara pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi
(200.000 IU) setiap 6 bulan sekali, pendidikan gizi ibu di posyandu, fortifikasi bahan
makanan yang banyak dikonsumsi anak balita dengan vitamin A (1.800 IU). Pemberian
satu kapsul vitamin A pada ibu sehabis melahirkan bertujuan untuk meningkatkan kadar
vitamin A dalam ASI bagi ibu dalam 1-2 minggu, disamping itu pula kepada ibu
menyusui dapat diberikan pendidikan gizi di posyandu tentang pentingnya konsumsi
makanan sumber vitamin A.
Buta senja adalah salah satu gejala kurang vitamin A (KVA). Kurang Vitamin A
tingkat berat dapat mengakibatkan keratomalasia dan kebutaan. Vitamin A berperan
pada integritas sel epitel,imunitas danreproduksi. KVA pada anak balita dapat
mengakibatkan risiko kematian sampai 20-30%. Upaya penanggulangan masalah kurang
vitamin A masih bertumpu pada pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi pada anak
Balita, Bayi dan ibu Nifas.
Persentase Anak Balita mendapatkan vitamin A di Provinsi Jawa Barat pada
tahun 2012 sebesar 81,4%, berkisar antara 103% 70,9%, cakupan ini apabila
dibandingkan dengan tahun 2009 sebesar 93,35%, mengalami penurunan sekitar
12,80%.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 89


Apabila dibandingkan per-kabupaten/kota ternyata terdapat 16 Kabupaten/Kota
yang diatas pencapaian Jawa Barat, dan yang terendah terdapat di Kota Bekasi
(70,9%). Secara rinci dapat dilihat pada gambar dibawah ini dan lampiran tabel 32.
Gambar V. C. 4
Persentase Cakupan Anak Balita Mendapatkan Vitamin A
Menurut Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Sumber: Profil Kesehatan kabupaten/Kotatahun 2012

E. PELAYANAN KESEHATAN KHUSUS


1. Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
Pelayanan kesehatan gigi dan mulut di provinsi Jawa Barat menunjukkan adanya
peningkatan kasus penyakit gigi dan mulut pada masyarakat dari tahun ke tahun.
Indikator yang ditetapkan berupa ratio tumpatan dengan pencabutan dengan target 1:1
belum terpenuhi.
Hasil RISKESDAS tahun 2007, seperempat penduduk Jawa Barat mengalami
masalah gigi mulut (gimul) dan sepertiganya menerima perawatan dari tenaga medis.
Meskipun menggosok gigi penduduk Jawa Barat sudah cukup tinggi (95,8%)
Perbandingan antara tumpatan yang kurang dari pencabutan (79:100)
menggambarkan bahwa kesadaran masyarakat untuk memeriksakan penyakit gigi sejak
dini masih rendah sehingga kerusakan gigi yang terjadi tidak dapat ditanggulangi dengan
penambalan, tetapi harus dilakukan pencabutan. Data secara rinci tercantum pada tabel
dibawah ini.
Tabel V. E. 1
Hasil Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut di Provinsi Jawa Barat,
Tahun 2005-2012
Jumlah Tumpatan Jumlah Pencabutan Rasio
Tahun Jumlah Total
Gigi Tetap Gigi Tetap Tambal/Cabut
2005 136.553 238.579 375.132 0,57
2006 225.008 242.114 467.122 0,93
2007 166.174 274.275 440.449 0,61
2008 176.048 236.406 412.454 0,74
2009 145.621 232.980 378.601 0,63
2010 152.208 208.360 360.568 0,73
2011 162.103 227.578 389.681 0,71
2012 142.566 179.853 322.419 0,79
Sumber: Profil Kesehatan Kabupaten/Kota

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 90


2. Pelayanan Kesehatan Jiwa
Berdasarkan Riskesdas Tahun 2007, bahwa Prevalensi gangguan jiwa berat di
Provinsi Jawa Barat 0,2% (kisaran 0,1 0,7%), tertinggi di Kota Banjar, terdapat di
semua kabupaten/kota, kecuali di Kabupaten Subang.
Prevalensi Gangguan Mental Emosional di Jawa Barat (20,0%) lebih tinggi
dibandingkan prevalensi nasional (11,6%). Di antara kabupaten/kota, prevalensi tertinggi
di Kabupaten Purwakarta (31,9%) dan terendah di Kabupaten Kuningan (11,2%).
Prevalensi Gangguan Mental Emosional meningkat sejalan dengan pertambahan
umur. Berdasarkan umur, prevalensi tertinggi pada kelompok umur 75 tahun ke atas
(41,6%) dan terendah pada kelompok umur 15-24 tahun (16,5%). Kelompok yang rentan
mengalami gangguan mental emosional adalah perempuan (24,3%), kelompok yang
memiliki pendidikan rendah (paling tinggi pada kelompok tidak sekolah, yaitu 32,0%),
kelompok yang tidak bekerja (27,6%), tinggal di desa (21,3%), serta kelompok tingkat
pengeluaran per kapita rumah tangga terendah (pada Kuintil 1: 23,6%). Menurut jenis
kelamin gangguan mental emosional pada perempuan lebih tinggi daripada laki-laki.
Keterbatasan SRQ hanya dapat mengungkap gangguan mental emosional atau
distres emosional sesaat. Individu yang dengan alat ukur ini dinyatakan mengalami
gangguan mental emosional akan lebih baik dilanjutkan dengan wawancara psikiatri
dengan dokter spesialis jiwa untuk menentukan ada tidaknya gangguan jiwa yang
sesungguhnya serta jenis gangguan jiwanya.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 91


BAB VI
SUMBER DAYA KESEHATAN

Penentuan keberhasilan pembangunan kesehatan adalah ketersedian sumber daya


kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan baik secara kuantitas maupun secara kualitas.
Sumber daya kesehatan yang diperlukan didalam pembangunan kesehatan antara lain tenaga,
dana, sarana dan prasarana serta teknologi.

A. SUMBER DAYA MANUSIA


Sesuai Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1996 yang
termasuk tenaga kesehatan adalah tenaga medis meliputi dokter dan dokter gigi, Tenaga
keperawatan meliputi tenaga perawat dan bidan. Tenaga kefarmasian meliputi apoteker,
analis farmasi, asisten apoteker, Tenaga kesehatan masyarakat meliputi epidemiologi
kesehatan, entomologi kesehatan, mikrobiolog kesehatan, penyuluh kesehatan,
administrator kesehatan dan sanitarian.Tenaga gizi meliputi nutrisionis dan dietisien.Tenaga
keterapian fisik meliputi fisioterapis, okupasiterapis dan terapis wicara.Tenaga keteknisian
medis meliputi radiografer, radioterapis, teknisi gigi, teknisi elektromedis, analis kesehatan,
refraksionis optisien, otorik prostetik, teknisi transfusi dan perekam medis.
Pada tahun 2012 jumlah tenaga kesehatan dan non kesehatan di Jawa Barat
sebanyak 76.826 orang. Dengan sebaran tenaga meliputi 47,2% bekerja di Puskesmas,
bekerja di Rumah Sakit 47,3 %, bekerja disarana kesehatan lainnya 1.50% dan berkerja di
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota 3,5% serta bekerja di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Barat 0,51% (Dinas Kesehatan, BP4, BKMM, BKPM).
Proporsi tenaga kesehatan lebih besar dari pada tenaga kesehatan non kesehatan
terdapat di unit kerja Puskesmas dan jaringannya, Rumah Sakit, Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, sarana Kesehatan lainnya dan Dinas Kesehatan Provinsi
Gambar VI. A.1
Sebaran Tenaga Kesehatan dan Non Kesehatan
di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 92


Dengan proporsi tenaga kesehatan 79,5% dan non kesehatan 20,5%, perbandingan
tenaga kesehatan dengan non kesehatan di Jawa Barat mencapai kira-kira 4:1. Sebaran
tenaga kesehatan dan non kesehatan berdarakan jenis tenaga sebagai berikut:
Gambar VI. A. 2
Presentase Proporsi Tenaga Kesehaatn Menurut Jenis Tenaga
Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

BIDAN
PERAWAT
18,10%
38,20%

MEDIS
10,90%

TENAGA NON
KES.
20,50% KEFARMASIA
N
KETEKNISAN 3,40%
KETEKNISAN KESMAS
FISIK MEDIS GIZI
0,40% 2,40% SANITASI 2,10%
2,20% 1,80%

Pada Tabel dibawah ini menunjukkan rasio jenis tenaga kesehatan yang bekerja
diseluruh unit kerja terhadap jumlah penduduk tahun 2012 yaitu sebesar 172,46 per-100.000
penduduk.
Tabel VI. A. 1
Ratio Tenaga Kesehatan Terhadap 100.000 Penduduk
Menurut Jenis Tenaga Kesehatan di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Rasio Tenaga Kesehatan


Jenis Tenaga Kesehatan Jumlah
Per -100.000 penduduk

1. Dr. Spesialis 3.329 7,50


2. Dr. Umum 3.831 8,60
3. Dr. Gigi 1.235 2,77
4. Perawat 29.324 65,82
5. Bidan 13.878 31,15
6. Kefarmasian 2.637 5,92
7. Gizi 1.874 4,21
8. Kesmas 1.603 3,60
9. Sanitarian 1.357 3,05
10. Keteknisan Medis 1.695 3,80
11. Keteknisan Fisik 278 0,62
12. Tenaga Non Kesehatan 15.785 35,43
Jumlah 76.826 172,46

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 93


1. Tenaga di Puskesmas
Jumlah tenaga di Puskesmas di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2012 sebanyak
36.266 orang terdiri dari tenaga kesehatan 87,4% dan tenaga non kesehatan 12,6%.
Tenaga kesehatan terdiri dari tenaga medis 7,5%, tenaga Perawat 29,3%, tenaga Bidan
39,8%, tenaga kefarmasia 1,8%, tenaga kesehatan masyarakat 1,9%, tenaga sanitasi 2,3%,
tenaga gizi 3,6%, tenaga keteknisan medis 1,2%, tenaga keteknisan fisik 0,1% dan tenaga
non kesehatan 12,6%.
Rasio tenaga medis terhadap puskesmas 2,58, ini menunjukkan bahwa rata-rata
puskesmas di Provinsi Jawa Barat mempunyai tenaga medis 2-3 orang (idealnya 3 per
puskesmas). Sedangkan rasio tenaga medis terhadap penduduk 5-7 orang per 100.000
penduduk.
Rasio tenaga keperawatan terhadap puskesmas 8,43 ini menunjukkan bahwa
rata-rata puskesmas sudah mempunyai tenaga keperawatan sebanyak 8-9 orang.
Sedangkan rasio tenaga keperawatan terhadap penduduk 19-20 orang per 100.000
penduduk. Bila rasio jenis tenaga kesehatan ini hanya memperhitungkan tenaga kesehatan
yang hanya bekerja di pelayanan puskesmas dan jaringannya, maka gambaran rasio
sebagai berikut:
Tabel VI. A. 2
Rasio Tenaga Menurut Jenis Tenaga Kesehatan di Puskesmas
Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Ratio Tenaga Kesehatan


Jenis Tenaga Jumlah % Per- Per-100.000
Puskesmas penduduk
A. Tenaga Kesehatan 31.691 87,38 30,2 71,1
1. Medis 2.704 7,46 2,6 6,1
2. Keperawatan 25.067 69,12 23,9 56,3
3..Kefarmasian 649 1,79 0,6 1,5
4.Gizi 1.298 3,58 1,2 2,9
5.Kesmas 682 1,88 0,6 1,5
6. Sanitarian 834 2,30 0,8 1,9
7.Keteknisan Medis 420 1,16 0,4 0,9
8.Keteknisan Fisik 37 0,10 0,0 0,1
B. Tenaga Non Kesehatan 4.575 12,62 4,4 10,3
J u m l ah 36.266 100,00 34,5 81,4

a. Tenaga Medis
Proporsi tenaga medis yang bekerja di Puskesmas pada Tahun 2012 sebanyak
2.704 orang yang meliputi Dokter Umum sebesar 70,49%, Dokter Gigi 28,81%, dan
Dokter Spesialis 0,70%
Di Provinsi Jawa Barat rata-rata terdapat 1-2 orang dokter umum bekerja di
puskesmas. Penyebarannya masih belum merata sehingga masih ada puskesmas yang
tidak mempunyai dokter. Sedangkan ratio tenaga medis terhadap penduduk ternyata 1
dokter umum melayani 16.475 orang.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 94


Rasio dokter gigi terhadap puskesmas sebesar 0,74, artinya belum semua
puskesmas mempunyai tenaga dokter gigi. Bahkan dapat dikatakan seorang dokter gigi
untuk 2 sampai dengan 3 puskesmas. Disamping jumlah yang masih sedikit, faktor
penyebaran masih merupakan masalah, sehingga rasio dokter gigi dengan puskesmas
pun masih belum merata. Rasio tenaga medis terhadap penduduk ternyata 1 orang
dokter gigi melayani 57.187 orang. Pada lampiran Tabel 74 dapat dilihat jumlah tenaga
medis dan sebaran di unit kerja.
Tabel VI. A. 3
Rasio Tenaga Dokter Umum dan Dokter Gigi di Puskesmas
Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Rasio Dokter Rasio Dokter Rasio Dokter Rasio Dokter


Kabupaten/kota
Umum/penddk Umum/Puskesmas Gigi/penddk Gigi/Puskesmas

Kab. Bogor 24.581 2,0 68.355 0,7


Kab. Sukabumi 32.991 1,3 96.334 0,4
Kab. Cianjur 42.096 1,2 97.005 0,5
Kab. Bandung 30.067 1,8 70.370 0,8
Kab. Garut 26.969 1,4 155.072 0,2
Kab. Tasikmalaya 24.607 1,8 68.901 0,6
Kab. Ciamis 19.536 1,5 97.680 0,3
Kab. Kuningan 15.533 1,8 66.017 0,4
Kab. Cirebon 22.448 1,6 81.160 0,5
Kab. Majalengka 23.317 1,6 91.476 0,4
Kab. Sumedang 24.454 1,4 53.567 0,7
Kab. Indramayu 27.813 1,2 84.830 0,4
Kab. Subang 39.408 1,0 71.310 0,5
Kab. Purwakarta 19.191 2,3 44.140 1,0
Kab. Karawang 23.393 1,9 54.974 0,8
Kab. Bekasi 33.174 2,2 79.618 0,9
Kab. Bdg Barat 32.571 1,5 67.973 0,7
Kota Bogor 10.076 4,1 21.943 1,9
Kota Sukabumi 15.425 1,3 19.282 1,1
Kota Bandung 20.688 1,6 36.205 0,9
Kota Cirebon 6.055 2,3 12.111 1,1
Kota Bekasi 18.833 4,2 27.821 2,8
Kota Depok 21.599 2,7 42.697 1,3
Kota Cimahi 13.349 3,2 32.980 1,3
Kota Tasik 18.660 1,8 43.539 0,8
Kota Banjar 11.252 1,6 90.015 0,2
Jawa Barat 23.373 1,8 57.187 0,7

b. Tenaga Keperawatan
Proporsi tenaga keperawatan yang bekerja di Puskesmas pada Tahun 2012
meliputi BIdan sebesar 33,43% dan Perawat sebesar 30,25%
Di Provinsi Jawa Barat rata-rata tenaga keperawatan terdapat 8-9 orang yang
bekerja di puskesmas. Penyebarannya masih belum merata sehingga masih ada
puskesmas kekurangan tenaga keperawatan dengan 1 orang tenaga keperawatan harus
melayani 5,116 orang
Rasio Bidan terhadap puskesmas terdapat 9-10 bidan bekerja di puskesmas.
Disamping jumlah yang masih sedikit, faktor penyebarannya masih merupakan masalah,
sehingga rasio bidan dengan puskesmas pun masih belum merata. Rasio tenaga bidan
terhadap jumlah penduduk yaitu 1 orang bidan maelayani 4.631 orang. Rasio tenaga
bidan dan perawat di puskesmas disajikan pada Tabel VI.A.4 dibawah:

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 95


Tabel VI. A. 4
Rasio Tenaga Bidan dan Perawat di Puskesmas
Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Rasio Rasio Bidan Rasio Rasio


Kabupaten/kota
Bidan/Pddk /Puskesmas Perawat/Pddk Perawat/Puskesmas

Kab. Bogor 6.430 7,7 6.455 7,7


Kab. Sukabumi 6.051 6,9 5.060 8,2
Kab. Cianjur 4.516 11,0 3.840 12,9
Kab. Bandung 5.208 10,2 7.128 7,5
Kab. Garut 3.252 11,7 1.828 20,9
Kab. Tasikmalaya 2.857 15,1 2.331 18,5
Kab. Ciamis 2.847 10,6 2.135 14,1
Kab. Kuningan 2.147 13,3 2.545 11,2
Kab. Cirebon 2.500 14,8 1.434 25,8
Kab. Majalengka 2.360 15,8 1.903 19,5
Kab. Sumedang 2.914 12,1 2.604 13,5
Kab. Indramayu 3.096 11,2 1.816 19,1
Kab. Subang 3.365 11,1 1.525 24,6
Kab. Purwakarta 3.210 13,8 3.603 12,3
Kab. Karawang 2.968 14,8 2.624 16,8
Kab. Bekasi 6.348 11,3 4.568 15,6
Kab. Bdg Barat 3.958 12,7 5.076 9,9
Kota Bogor 7.900 5,2 4.202 9,8
Kota Sukabumi 4.169 4,9 1.090 18,9
Kota Bandung 9.927 3,4 5.595 6,0
Kota Cirebon 2.365 5,8 1.143 12,0
Kota Bekasi 11.387 6,9 5.734 13,8
Kota Depok 10.674 5,4 8.620 6,7
Kota Cimahi 10.194 4,2 5.497 7,8
Kota Tasik 2.502 13,1 1.950 16,8
Kota Banjar 2.433 7,4 1.242 14,5
Jawa Barat 4.187 10,1 3.088 13,7

2. Tenaga di Rumah Sakit


Jumlah tenaga yang bekerja di Rumah Sakit Tahun 2012 sebanyak 36.362 orang
atau sebesar 47,2% dari seluruh tenaga kesehatan di Jawa Barat. Proporsi tenaga
kesehatan di Rumah Sakit terdiri dari 73,8% tenaga kesehatan dan 26,2% tenaga non
kesehatan.
Proporsi tenaga kesehatan di Rumah Sakit meliputi tenaga medis 14,8% tenaga
keperawatan 48,3%, kefarmasian 4,8%, tenaga Kesehatan masyarakat 0,8%, tenaga
sanitarian 0,5%, tenaga gizi 1,0%, tenaga keterapian fisik 0,6%, dan tenaga keteknisan
medis 3,0%, tenaga non kesehatan 26,2%. Pada Tabel VI.A5 dapat dilihat jenis tenaga dan
rasio tenaga kesehatan di Rumah Sakit per-100.000 penduduk.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 96


Tabel VI. A. 5
Jumlah Tenaga di Rumah Sakit di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Ratio Tenaga Kesehatan


Jenis Tenaga Jumlah % Per- Rumah Per-100.000
Sakit penduduk
Tenaga Kesehatan 26.821 73,76 98,61 60,21
1. Dokter Spesialis 3.286 9,04 12,08 7,38
2. Dokter Umum 1.703 4,68 6,26 3,82
3. Dokter Gigi 393 1,08 1,44 0,88
4. Perawat 14.456 39,76 53,15 32,45
5. Bidan 3.089 8,5 11,36 6,93
6. Kefarmasian 1.736 4,77 6,38 3,9
7. Gizi 375 1,03 1,38 0,84
8. Kesmas 294 0,81 1,08 0,66
9. Sanitarian 193 0,53 0,71 0,43
10. Keteknisan Medis 1.073 2,95 3,94 2,41
11. Keteknisan Fisik 223 0,61 0,82 0,5
Tenaga Non Kesehatan 9.541 26,24 35,08 21,42
J u m l ah 36.362 100 133,68 81,62

3. Tenaga di Dinas Kesehatan


Jumlah tenaga yang bekerja di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tahun 2012
sebanyak 2.668 orang atau 3,94% dari seluruh tenaga kesehatan di Jawa Barat. Proporsi
tenaga kesehatan Kabupaten/Kota terdiri dari tenaga medis 7,38%, tenaga Keperawatan
15,89%, kefarmasian 4,5%, tenaga Kesehatan masyarakat 19,64%, tenaga sanitarian 6%,
tenaga gizi 4,24%, dan tenaga keteknisan medis 0,6%, tenaga non kesehatan 41,75%.
Pada lampiran Tabel 75 disajikan jumlah dan sebaran tenaga kesehatan di unit kerja di
Jawa Barat.
Tabel VI. A. 6
Jumlah Tenaga di Dinas Kabupaten/Kota
Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
Ratio Tenaga Kesehatan
Jenis Tenaga Jumlah % Per- Rumah Per-100.000
Sakit penduduk
Tenaga Kesehatan 1.554 58,25 59,77 3,49
1. Medis 197 7,38 7,58 0,44
2. Bidan 124 4,65 4,77 0,28
3. Perawat 300 11,24 11,54 0,67
4. Kefarmasian 120 4,5 4,62 0,27
5. Gizi 113 4,24 4,35 0,25
6. Kesmas 524 19,64 20,15 1,18
7. Sanitarian 160 6 6,15 0,36
8. Keteknisan Medis 16 0,6 0,62 0,04
9. Keteknisan Fisik 0 0 0 0
Tenaga Non Kesehatan 1.114 41,75 42,85 2,5
J u m l ah 2.668 100 102,62 5,99

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 97


b. SARANA KESEHATAN
1. Sarana Pelayanan Kesehatan Dasar
Jumlah Puskesmas di Provinsi Jawa Barat tahun 2012 tercatat sebanyak 1.050
buah. Terdiri dari 874 puskesmas tanpa perawatan dan 176 puskesmas dengan
perawatan. Proporsi Puskesmas terhadap penduduk di Jawa Barat sebesar 1 : 42.427
atau 2,4 per 100.000 penduduk, hal ini masih dibawah target nasional sebesar 1 :
25.000. Sedangkan jumlah Puskesmas Pembantu tercatat sebanyak 1.579 buah, dengan
Rasio terhadap Puskesmas sebesar 1,52. Untuk Puskesmas kelilingnya terdapat 789
unit (Roda 4), sehingga masih ada puskesmas (261) yang belum mempunyai puskesmas
keliling roda 4.
Jumlah posyandu tahun 2012 berjumlah 50,298 buah, bertambah 4.067 buah
dibanding kondisi 2008. Hal ini mengindikasikan adanya peningkatan peran masyarakat
dalam upaya promotif dan preventif, karena rata rata penambahan jumlah posyandu
periode 2008-2011 hanya 813 buah.
Jumlah puskesmas dan jejaring puskesmas selengkapnya dapat dilihat pada
tabel berikut ini.
Tabel VI. B. 1
Jumlah Puskesmas dan Jejaring Puskesmas
Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2008-2012

SARANA 2008 2009 2010 2011 2012

Puskesmas 1.017 1.029 1.039 1.045 1.050

Pusk Pembantu 1.534 1.572 1.579 1.579 1.579

Pusk Keliling (R4) 713 768 781 789 789

Posyandu 46.231 47.215 50.046 50.266 50.298

Tabel VI. B. 2
Rasio Puskesmas Terhadap Wilayah Administrasi dan Penduduk
di Provinsi Jawa Barat, Tahun 20082012

Rasio Fasilitas Kesehatan 2.008 2.009 2.010 2.011 2.012


Puskesmas/Kecamatan 1,2 1,2 1,3 1,3 1,3
Penduduk/Puskesmas 41.490 41.491 41.438 41.978 42.427
Posyandu/Puskesmas 45,5 45,9 48,2 48,1 47,9
Sumber : Profil Kesehatan Kab/Kota se Jawa Barat

Berdasarkan ratio puskesmas terhadap kecamatan, di Provinsi Jawa Barat di


setiap kecamatan sudah ada puskesmas. Bahkan ada yang sudah mempunyai 2
puskesmas (ratio 1.3). Perbandingan puskesmas terhadap kecamatan selama lima tahun
relatif tidak berubah, meskipun jumlah puskesmasnya meningkat. Hal ini dimungkinkan
jumlah penduduknya juga bertambah.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 98


Perbandingan puskesmas berdasarkan penduduk menurut kabupaten yang
paling mendekati kondisi ideal (standar 1 puskesmas untuk 25 ribu penduduk) adalah
Kuningan (28.548), sedangkan yang paling jauh daerah kabupaten dari kondisi ideal
adalah Kabupaten Bekasi (71.452). Sedangkan untuk wilayah kota, Kota Cirebon
merupakan kota dengan tingkat perbandingan terkecil yaitu satu puskesmas hanya
melayani 13.762 orang. Perbandingan terbesar untuk kota terjadi di Kota Bekasi, satu
puskesmas harus melayani 78.977 orang.
Gambar VI. B. 1
Rasio Puskesmas terhadap Penduduk Menurut Kabupaten/Kota
Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

2. Sarana Pelayanan Kesehatan Rujukan


a. Jumlah Rumah Sakit
Jumlah rumah sakit di Jawa Barat tahun 2012 sebanyak 272 buah, yang
mencakup rumah sakit umum dan khusus milik pusat, pemerintah daerah provinsi,
kabupaten kota, TNI/Polri, BUMN dan swasta (Tabel V.B.3).
Dibanding tahun 2010, pada tahun 2012 terjadi peningkatan jumlah rumah
sakit sebesar 4,6% (12 buah). Proporsi peningkatan rumah sakit terjadi pada rumah
sakit swasta 87,5% dan rumah sakit Pemda sebesar 12,5%. Peningkatan rumah sakit
Pemda yaitu RSUD Kab. Tasikmalaya dan RS Gigi dan Mulut Kota Bandung.
Peningkatan rumah sakit swasta antara lain disebabkan adanya peningkatan rumah
sakit ibu/ bersalin menjadi rumah sakit umum, kemudahan proses perijinan rumah
sakit, peningkatan peran swasta dan masyarakat dalam pelayanan kesehatan.
Tabel VI. B. 3
Jumlah Rumah Sakit berdasarkan kepemilikan
Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
PEM.KAB/
RUMAH SAKIT KEMENKES PEM.PROV TNI/POLRI BUMN SWASTA JUMLAH
KOTA
RUMAH SAKIT UMUM 2 2 37 17 5 142 205
RUMAH SAKIT JIWA 0 1 0 0 0 1 2
RUMAH SAKIT BERSALIN 0 0 1 0 0 53 54
RUMAH SAKIT KHUSUS LAINNYA 3 2 1 0 0 5 11
JUMLAH 5 5 39 17 5 201 272

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 99


Rumah sakit khusus di Provinsi Jawa Barat tahun 2012 tercatat sebanyak 272
buah. Jenis pelayanan rumah sakit khusus antara lain Pelayanan Kesehatan Jiwa,
Paru, Mata, Bedah, Ginjal, Gigi serta Ibu dan anak. Proporsi Rumah Sakit Khusus
terbanyak adalah rumah sakit yang melayani kesehatan ibu dan anak (78.33%).
Proporsi terkecil Rumah Sakit Khusus Mata dan Rumah Sakit Ginjal (masing-masing
1.59%), yaitu Rumah Sakit Mata Cicendo dan Rumah Sakit Ginjal Habibie.
Selengkapnya bisa di lihat pada tabel dibawah ini.
Tabel VI. B. 4
Jumlah Rumah Sakit Khusus berdasarkan Jenis Pelayanan
Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2008 sd Tahun 2012

2008 2009 2010 2011 2012


RSK
Jml % Jml % Jml % Jml % Jml %
Jiwa 3 5,36 3 5,08 2 3,17 2 3,33 2 3,33
Paru 3 5,36 3 5,08 3 4,76 3 5 3 5
Mata 1 1,79 1 1,69 1 1,59 1 1,67 1 1,67
Bedah 7 12,5 7 11,86 5 7,94 4 6,67 4 6,67
Ginjal 1 1,79 1 1,69 1 1,59 1 1,67 1 1,67
Gigi - - - 2 3,33 2 3,33
RSIA/RSB 41 73,21 44 74,58 51 80,95 51 78,33 51 78,33
Total 56 100 59 100 63 100 64 100 64 100
Sumber : Laporan SIRS & Profil Kabupaten/Kota,Tahun 2008 s/d 2012

b. Jumlah Sarana Tempat Tidur


Kecenderungan jumlah tempat tidur (TT) rumah sakit mulai tahun 2008 sd
2012 meningkat. Kondisi 2012 Jawa Barat mempunyai tempat tidur di rumah sakit
sebanyak 29.059 buah. Dari tahun ke tahun terdapat kenaikan jumlah tempat tidur
rumah sakit, pada tahun 2012 terdapat kenaikan sebanyak 2.628 buah (9,94%). Hal
ini sesuai dengan adanya perkembangan pembangunan ruangan perawatan
dibeberapa rumah sakit di Jawa Barat.
Gambar VI. B. 2
Jumlah Tempat Tidur Di Rumah Sakit Umum dan Khusus
Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2008 sd 2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 100


Tahun 2012 Rumah Sakit Umum Swasta merupakan rumah sakit yang
memberikan kontribusi tertinggi untuk penyediaan tempat tidur, yakni sebesar
(48,2%), disusul oleh RSU Pemerintah Daerah sebesar 27,5%. Kontribusi terkecil
berasal dari Rumah Sakit BUMN (1,5%). Selengkapnya dapat dilihat pada tabel
dibawah ini.
Gambar VI. B. 3
ProporsiTempat Tidur berdasarkan Status Kepemilikan Rumah Sakit
Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Rumah Sakit Jml TT % TT


RSU Pemerintah (Kemkes) 1.802 6,2
RSU Pemerintah (Pemda) 8.004 27,5
RSU Swasta 14.006 48,2
RS Khusus Swasta 2.221 7,6
RS Khusus Pemerintah 822 2,8
RS TNI/Polri 1.777 6,1
RS BUMN 427 1,5
TOTAL 29.059 100

c. Ratio Tempat Tidur Rumah Sakit Umum Terhadap Penduduk.


Total tempat tidur di rumah sakit umum pusat, pemda, swasta, TNI/ Polri dan
BUMN sebanyak 29.059 tempat tidur. Perbandingan jumlah tempat tidur dengan
penduduk di Jawa Barat tahun 2012 adalah 1 berbanding 1.533, itu berarti satu
tempat tidur untuk melayani 1.533 orang. Hal ini masih dibawah target (1:1000).

3. Sarana Pelayanan Kesehatan Lainnya


Provinsi Jawa Barat merupakan daerah yang memiliki sarana produksi dan
distribusi, perbekalan farmasi yang sangat tinggi. Penambahan jumlah sarana dari tahun
ke tahun terus meningkat. Sarana produksi dan distribusi sediaan farmasi dan alat
kesehatan dapat digunakan untuk melihat kemampuan ketersediaan obat dan alat
kesehatan bagi masyarakat. Selama kurun waktu 5 tahun terakhir terlihat adanya
peningkatan jumlah sarana produksi kefarmasian dan alat kesehatan. Hal tersebut dapat
dilihat pada gambar berikut ini.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 101


Gambar VI. B. 4
Jumlah Sarana Produksi Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Tahun 2008 2012

Dari data tersebut diatas terlihat perkembangan sarana distribusi dari tahun ke
tahun menunjukkan peningkatan. Hal tersebut menunjukkan bahwa Pembinaan dan
pengawasan harus ditingkatkan. Tujuan pembinaan dan pengawasan yang dilakukan
adalah untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh penggunaan
sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan mutu atau
keamanan.

C. PEMBIAYAAN KESEHATAN
1. Pembiayaan Kesehatan
Pembiayaaan kesehatan memegang peranan yang sangat penting dalam
pencapaian suatu tujuan disetiap kegiatan pembangunan kesehatan di Provinsi Jawa
Barat.
Sumber dana pembangunan kesehatan di Provinsi Jawa Barat berasal dari
APBN, APBD Provinsi, Hibah Luar Negeri dan lain-lain.
Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2012, pembiayaan
kesehatan terdiri dari APBD Kabupaten/ kota sebesar 71,26% dari total anggaran
pembiayaan kesehatan, sedangkan APBD Provinsi sebesar 8,84% dari total anggaran
pembiayaan kesehatan, APBN sebesar 15,52% dari total anggaran pembiayaan
kesehatan, Pinjaman/ Hibah Luar Negeri sebesar 0,18 % dari total anggaran
pembiayaan kesehatan dan Sumber Pemerintah Lain sebesar 4,19% dari total
pembiayaan kesehatan. Persentase keseluruhan anggaran APBD Kesehatan terhadap
anggaran APBD di Provinsi Jawa Barat baru mencapai 7,96%. Dengan Anggaran
kesehatan per-kapita mengalami kenaikan sebesar 38,39% dari tahun 2010 sebesar Rp.
62,220,51,- menjadi Rp 111.598,- pada tahun 2012.
Apabila dibandingkan antar Kabupaten/Kota, persentase APBD anggaran
kesehatan terhadap APBD Kabupaten/Kota yang tertinggi berada di Kabupaten Cirebon
(25,92%). Secara rinci dapat dilihat di gambar berikut ini.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 102


Gambar VI. C. 1
Persentase APBD Anggaran Kesehatan Terhadap APBD Kabupaten/Kota Menurut
Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

2. Jaminan Pelayanan Kesehatan Masyarakat


Tujuan penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) yaitu
untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan terhadap seluruh masyarakat
miskin dan hampir miskin agar tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal
secara efektif dan efisien. Melalui Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat
diharapkan dapat menurunkan angka kematian ibu, menurunkan angka kematian bayi
dan balita serta menurunkan angka kelahiran di samping dapat terlayaninya kasus-kasus
kesehatan bagi masyarakat miskin umumnya. Program ini telah berjalan lima tahun, dan
telah memberikan banyak manfaat bagi peningkatan akses pelayanan kesehatan
masyarakat miskin dan hampir miskin di puskesmas dan jaringannya serta pelayanan
kesehatan di rumah sakit
Peserta Jamkesmas mendapatkan pelayanan kesehatan komprehensif dan
berjenjang dari pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas dan jaringannya hingga
pelayanan kesehatan rujukan di RS.
Berdasarkan SUSENAS tahun 2012 persentase Rumah Tangga yang
mendapatkan pelayanan kesehatan gratis melalui Jamkesmas sebanyak 60,47%, 5,36%
Kartu Sehat, 7,35% Surat Miskin dan 26,82% lainnya.
Cakupan kepesertaan jaminan pemeliharaan kesehatan di Provinsi Jawa Barat
pada tahun 2012 baru mencapai 42,1%, yang meliputi 5,4% Askes, 0,80 Jamsostek,
24,0% Jamkesmas , dan 11,9% Jamkesda dan asuransi lain-lainnya.
Apabila dibandingkan antar kabupaten/kota, ternyata terdapat 10 Kabupaten
yang angka diatas angka Jawa Barat dan kabupaten/kota yang tertinggi cakupan
kepersertaan jaminan kesehatan ada di Kabupaten Tasikmalaya (67%), dan yang
terendah terdapat di Kota Bekasi (16,80%).

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 103


Gambar VI. C. 2
Cakupan Peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Menurut Kabupaten/Kota
Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Peserta Jamkesmas yang mendapatkan pelayanan kesehatan komprehensif dan


berjenjang dari pelayanan dasar di Puskesmas dan jaringannya hingga pelayanan
kesehatan rujukan di Rumah Sakit. Secara keseluruhan Masyarakat miskin yang
mendapatkan peserta Jamkesmas baru mencapai 46,9% dan yang dilayani pelayanan
kesehatan rawat Jalan sebanyak 41,3% dan Rawat Inap sebesar 1,3%. untuk lebih rinci
dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar VI. C. 3 Gambar VI. C. 4
Persentase Jamkesmas yang Persentase Jamkesmas yang
Mendapat Pelayanan Kesehatan Mendapat Pelayanan Kesehatan
Rawat Jalan Menurut Rawat Inap Menurut
Kabupaten/Kota Tahun 2012 Kabupaten/Kota Tahun 2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 104


BAB VII
PERBANDINGAN PROVINSI DENGAN PROVINSI
DI PULAU JAWA DAN BALI

Gambaran perbandingan data/informasi kesehatan antara Provinsi Jawa Barat dengan


Provinsi lain di Indonesia, terutama dengan Provinsi di Jawa dan Bali yang kondisi alam dan
demografinya hampir sama.

A. KEADAAN UMUM DAN PERILAKU PENDUDUK


1. Keadaan Umum Wilayah
Luas wilayah Jawa Barat 1,9% dari luas Indonesia yang termasuk yang
terbesar akan tetapi pembagian wilayah Administrasi di Jawa Barat masih ketinggalan
dibandingkan dengan Jawa Tengah yang luas wilayah lebih kecil dan Jawa Timur yang
luas wilayah hampir sama.
Secara Administratif wilayah Indonesia terbagi atas 33 provinsi 399 Kabupaten
dan 98 Kota yang meliputi 6.694 Kecamatan, 77.465 Kelurahan/Desa. Provinsi Jawa
Barat (26) menduduki urutan ke 3 setelah Jawa Tengah (35), Jawa Timur (38).
Tabel VII. A. 1.
Luas Wilayah, Jumlah Kabupaten/Kota, Kecamatan, Desa/Kelurahan
Menurut Provinsi di Pulau Jawa dan Bali Tahun 2012.
Luas Wilayah Desa/
Provinsi Kab Kota Kec
(Km2) Kelurahan
1. DKI Jaya 664 1 5 44 267
2. Jawa Barat 37.116 17 9 625 5.891
3. Jawa tengah 32.801 29 6 573 8.589
4. DI.Yogyakarta 3.133 4 1 78 438
5. Jawa Timur 47.800 29 9 662 8.523
6. Banten 9.663 4 4 154 1.535
7. Bali 5.780 8 1 57 714
Indonesia 1.910.931 399 98 6.694 77.465

Sumber : Profil kesehatan Indonesia Tahun 201

2. Kependudukan
Perkiraan jumlah penduduk Indonesia tahun 2012 sebesar 245,138 juta jiwa
Diantara Provinsi-Provinsi di Indonesia, Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang
paling besar jumlah penduduknya, yang diikuti dengan Provinsi Jawa Timur dan Jawa
Tengah. Jumlah penduduk Provinsi Jawa Barat mencapai 44.548.431 jiwa, dengan
ratio jenis kelamin (sex ratio) penduduk Indonesia sebesar 101.
Angka ketergantungan penduduk Indonesia sebesar 52,15, yang artinya setiap
penduduk usia produktif (15-64 tahun) menanggung 52 orang penduduk usia tidak

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 105


produktif (0-14 tahun). Semakin besar angka ketergantungan, maka semakin besar
pula beban yang ditanggung penduduk usia produktif, semakin besar pula hambatan
atas upaya perkembangan daerah.
Tabel VII. A. 2.
Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk di Provinsi-Provinsi
di Pulau Jawa dan Bali Tahun 2012
Provinsi Jumlah Penduduk Kepadatan Penduduk
1. DKI Jaya 9.869.690 14.852
2. Jawa Barat 44.548.431 1.242
3. Jawa tengah 32.586.588 998
4. DI.Yogyakarta 3.525.870 1.120
5. Jawa Timur 38.006.413 792
6. Banten 11.219.087 1.133
7. Bali 4.055.360 685
Indonesia 245.138.000 127
Sumber : BPS, 2012

Komposisi penduduk Indonesia menurut kelompok umur, menunjukan bahwa


penduduk yang berumur muda (0-14 tahun) sebesar 28,10%, yang berumur produktif
(15-64 tahun) sebesar 66,80%, dan yang berumur tua (>65 tahun) sebsar 5,10%.
Dengan demikian Angka Beban Tanggungan (dependency Ratio) penduduk Indonesia
pada tahun 2012 sebesar 46,8%, sedangkan Provinsi Jawa Barat sebesar 46,3%.
Berdasarkan tipe daerah, angka beban tanggungan di pedesaan lebih besar
dibandingkan perkotaan yaitu 58,49% berbanding 48,02%.
Demikian pula untuk indikator kependudukan lainnya seperti Angka Kesuburan
(TFR), angka Jawa Barat menunjukan ke -2 yang paling tinggi diantara Provinsi-
Provinsi yang ada di Jawa dan Bali. Berikut ini dapat dilihat perbandingan TFR antara
Provinsi di Jawa dan Bali.
Tabel VII. A.3
Perbandingan Angka Kesuburan (TFR) Menurut Provinsi di Pulau Jawa-Bali
PeriodeTahun 2004, 2005, 2007-2010 dan 2012
Angka Kesuburan (TFR)
Provinsi
2004 2005 2007-2010 2012
1. DKI. Jakarta 2,2 2,2 1,5 2,3
2. Jawa Barat 2,8 2,8 2,2 2,5
3. Jawa Tengah 2,1 2,1 2,0 2,5
4. DI. Yogya 1,9 1,9 1,4 2,1
5. Jawa Timur 2,1 2,1 1,7 2,3
6. Banten 2,6 2,6 2,3 2,5
7. Bali 2,1 2,1 1,7 2,3
Indonesia 2,6 2,6 2,2 2,6

Sumber : BPS, 2012

Dari Riskesdas 2010 dapat diketahui usia perempuan menikah pertama, seperti
terlihat pada Gambar 5.14. Perempuan Indonesia, sudah menikah pada usia yang

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 106


sangat muda, 10 tahun, selanjutnya pada usia berikutnya proporsi perempuan menikah
pertama ini semakin meningkat sampai dengan usia 19 tahun. Dari Gambar 5.15 dapat
dilihat sekitar 46,4 persen perempuan di Indonesia sudah menikah sebelum menginjak
usia 20 tahun .
Gambar. VII. A. 1
Proporsi Perempuan Umur 10-54 tahun menurut Umur Menikah Pertama,
Di Indonesia dan Antara Provinsi Di Jawa-Bali Tahun 2012

3. Ekonomi
Kondisi perekonomian merupakan salah satu aspek yang diukur dalam
menentukan keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi nasional
menunjukan bahwa pada tahun 2009 sebesar 4,5% mengalami peningkatan
dibandingkan tahun 2010 sebesar 6,10% dan tahun 2011 meningkat lagi menjadi
6,50%. Pertumbuhan ini didukung oleh semua komponen PDB pengguna, yakni
konsumsi rumah tangga sebesar 5,0%, konsumsi pemerintah sebesar 3,9%,
pembentukan modal tetap bruto sebesar 9,2% serta ekport mapun impor barang dan
jasa sebesar 16,9%.
Berdasarkan data jumlah penduduk miskin menurut provinsi dari BPS terdapat
persebaran penduduk miskin antar pulau yang nyata perbedaannya. Lebih dari separuh
penduduk miskin di Indonesia berada di Pulau Jawa yaitu 57,1% tahun 2008 dan
menjadi 55,7% tahun 2011. Selebihnya tersebar di Sumatera 21,5%, Sulawesi 7,2%,
Kalimantan 3,2%, Bali dan Kepulauan Nusa Tenggara 6,9%, Maluku dan Papua 5,5%
(tahun 2011). Jumlah penduduk miskin dan persentase penduduk miskin di Pulau Jawa
dan Bali Tahun 2012 dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 107


Tabel VII. A. 4
Persentase Penduduk Miskin
Menurut Provinsi di Pulau Jawa-Bali Tahun 2008-2012
Persentase Penduduk Miskin
Provinsi
2008 2009 2010 2011 2012
1. DKI. Jakarta 4,3 3,6 3,5 3,8 3,7
2. Jawa Barat 13 12 11,3 10,7 9,9
3. Jawa Tengah 19,2 17,7 16,6 15,8 15
4. DI. Yogya 18,3 17,2 16,8 16,1 5,9
5. Jawa Timur 18,5 16,7 15,3 14,2 13,1
6. B a l i 8,2 7,6 7,2 6,3 5,7
7. Banten 6,2 5,1 4,9 4,2 4
Indonesia 15,4 14,2 13,3 12,5 11,7

Sumber : BPS 2012

Apabila melihat tabel diatas persentase penduduk miskin mengalami


penurunan yang signifikan dari 15,4% penduduk miskin Indonesia tahun 2008 menjadi
11,7% penduduk miskin. Jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Barat pada tahun
2012 sebesar 9,9% menduduki urutan ke 4 setelah Provinsi DI. Yogyakarta (5,9%) dan
dibawah angka Indonesia. Sekitar 15,72% penduduk Miskin di Indonesia berada di
pedesaan dan 9,23% di perkotaan, sedangkan di Jawa Barat 9,09% berada di
perkotaan dan 13,39% di pedesaan.
Pembangunan ekonomi yang diupayakan diharapkan mampu mendorong
kemajuan, baik fisik, sosial, mental dan spiritual di segenap pelosok negeri terutama
wilayah yang tergolong daerah tertinggal. Suatu daerah dikategorikan menjadi daerah
tertinggal karena beberapa faktor penyebab, yaitu geografis, sumber daya alam,
sumber daya manusia, prasarana dan sarana, daerah rawan bencana dan konflik
sosial, dan kebijakan pembangunan. Keterbatasan prasarana terhadap berbagai
bidang termasuk di dalamnya kesehatan menyebabkan masyarakat di daerah tertinggal
mengalami kesulitan untuk melakukan aktivitas ekonomi dan sosial.
Menurut data Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal, jumlah
kabupaten tertinggal ditetapkan terdapat 199 kabupaten dari 465 kabupaten/kota di
seluruh Indonesia (42,8%). Jumlah kabupaten tertinggal di Provinsi Jawa Barat
terdapat 2 kabupaten tertinggal yaitu Kabupaten Garut dan Kabupaten Sukabumi.
Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) diharapkan
dapat meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan terhadap seluruh
masyarakat miskin dan hampir miskin agar tercapai derajat kesehatan masyarakat
yang optimal secara efektif dan efisien. Melalui Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Masyarakat diharapkan dapat menurunkan angka kematian ibu, menurunkan angka
kematian bayi dan balita serta menurunkan angka kelahiran di samping dapat
terlayaninya kasus-kasus kesehatan bagi masyarakat miskin umumnya.
Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) Jamkesmas terdiri dari pelayanan
kesehatan dasar dan pelayanan kesehatan tingkat lanjut. Pemberi pelayanan

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 108


kesehatan dasar Jamkesmas adalah seluruh puskesmas dan jaringannya (pustu,
polindes/ poskesdes, pusling) yang berjumlah 8.234 unit. Sedangkan pemberi
pelayanan kesehatan Jamkesmas tingkat lanjut berjumlah 920 dengan rincian sebagai
berikut: 56% rumah sakit pemerintah, 7% rumah sakit TNI/POLRI, 33% rumah sakit
swasta, dan 4% balai pengobatan seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini.
Gambar. VII. A. 2
Pemberi Pelayanan Kesehatan Jamkesmas di Indonesia

7%

33% RS TNI Polri


RS Depkes/Pemda
Balai-Balai
4% 56% RS Swasta

Sumber : Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2011

Secara nasional, persentase golongan pengeluaran penduduk per kapita


yang terbesar berkisar 200.000-299.999 rupiah selama sebulan (30,71%), diikuti
dengan golongan pengeluaran 300.00-499.999 rupiah selama sebulan (24,27%) dan
golongan pengeluaran 150.000-199.999 rupiah selama sebulan (19,31%).
Adapun persentase golongan pengeluaran terbesar di Provinsi Jawa Barat ,
untuk golongan pengeluaran 200.000-299.999 rupiah sebesar 31,14%, diikuti dengan
golongan pengeluaran 300.00-499.999 rupiah selama sebulan (26,67%) dan golongan
pengeluaran 150.000-199.999 rupiah selama sebulan (16,86%).

4. Lingkungan
Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kondisi
kesehatan masyarakat. Untuk mengambarkan keadaan lingkungan, dipengaruhi
beberapa indikator seperti: persentase rumah tangga terhadap akses air minum,
persentase rumah tangga menurut sumber air minum dan sumber air minum dan
persentase rumah tangga menurut kepemilikan fasilitasi buang air besar.
Berdasarkan Riskesdas Tahun 2010, persentase rumah tangga yang
mempunyai akses terhadap sumber air minum sesuai MDGs secara nasional sebesar
66,7%, dan Provinsi Jawa Barat baru mencapai 65,7%.Sedangkan persentase rumah
tangga menurut Akses terhadap air minum berkualitas secara nasional sebesar 67,5
dan Provinsi Jawa Barat sebesar 70,4%.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 109


Tabel VII. A. 5
Persentase Rumah Tangga Akses Terhadap Air Minum (MDGs), Air Minum
Berkualitas,Kualitas Fisik Air Minum yang Baik Menurut Provinsi
di Pulau Jawa-Bali Tahun 2010
Persentase Rumah Tangga Akses Terhadap
Provinsi Air Minum Air Minum Kualitas Fisik Air
(MDGs) Berkualitas Minum yang Baik
1. DKI. Jakarta 91,4 87,0 92,4
2. Jawa Barat 65,7 70,4 92,6
3. Jawa Tengah 65.2 74,0 94,1
4. DI. Yogya 68,2 76,8 94,3
5. Jawa Timur 64,2 75,1 93,8
6. Banten 69,0 74.2 90,5
7. B a l i 88,8 79,7 95,7
Indonesia 66,7 67,5 90,0

Sumber : Riskesdas Tahun 2010

Kategori sumber air minum yang digunakan rumah tangga menjadi 2


kelompok besar, yaitu sumber air minum terlindungi dan tidak terlindungi. Sumber air
minum terlindungi terdiri dari air kemasan, ledeng, pompa, mata air terlindungi, sumur
terlindungi dan air hujan, sedangkan sumber air minum tidak terlindungi terdiri dari
sumur ta, air sungai tak terlindungi, mata air tak terlindung dan lainnya. Secara
Nasional Proporsi rumah tangga yang akses terhadap sumber air minum terlindung
adalah 66,7% dan di Provinsi Jawa Barat baru mencapai sebesar 65,7%. Sedangkan
persentase rumah tangga menurut kualitas fisik air minum yang baik secara nasional
sebesar 90% dan di Provinsi Jawa Barat baru mencapai 92,6%.
Persentase rumah tangga menurut sumber air minum layak di Indonesia
sebesar 41,66% dan jika dibandingkan antar Prrovinsi Pulau Jawa dan Bali, Jawa Barat
(30,37%) menduduki ranking ke tiga dari bawah setelah DKI Jakarta, dapat pada
gambar dilihat dibawah ini
Gambar. VII. A. 3
Persentase Rumah Tangga Dengan Akses Ke Sumber Air Minum Layak
Menurut Provinsi di Pulau Jawa-Bali Tahun 2012

Sumber : Susenas 2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 110


Secara Nasional sekitar 69,7% rumah tangga menggunakan fasilitas tempat
buang air besar (BAB) milik sendiri, dan 15,8% rumah tangga yang tidak mempunyai
fasilitas tempat BAB. Apabila dibandingkan provinsi di Jawa-Bali, ternyata Presentase
rumah tangga yang menggunakan fasilitas tempat BAB ,ilik sendiri di Provinsi Jawa
Barat (73,5%) menduduki urutan ke-3 setelah Provinsi DI Yogyakarta (75,5%) dan DKI
Jakarta (77%). Presentase rumah tangga yang menggunakan jenis kloset Leher Angsa
secara nasional sebesar 77,58% dan tempat pembuangan tinja sebagian besar rumah
tangga di Indonesia 59,3% menggunakan tanki septik. Apabila dibandingkan antara
provinsi di Jawa-Bali, Presentase rumah tangga yang menggunakan jenis kloset Leher
Angsa Provinsi Jawa Barat sebesar 77,39% menduduki urutan ke 5, dan tempat
pembuangan tinja menggunakan tanki septik di Provinsi Jawa Barat menduduki urutan
terakhir. Presentase rumah tangga menurut Akses terhadap Pembuangan Tinja Layak
sesuai MDGs di Indonesia sebesar 55,%%. Lebih jelas dapat dilihat pada tabel
dibawah ini.
Tabel VII. A. 6
Persentase Rumah Tangga Menggunakan Fasilitas Tempat Buang Air Besar
(BAB), Jenis Kloset Leher Angsa , Pembuangan Tinja Tanki Septik, Pembuangan
Tinja Layak sesuai MDGs Menurut Provinsi di Pulau Jawa-Bali Tahun 2010
Persentase Rumah Tangga Akses Terhadap
Fasilitas Jenis Kloset Pembuangan Pembuangan
Provinsi
Tempat Buang Leher Angsa Tinja Tanki Tinja Layak
Air Besar Septik Sesuai MDGs
1. DKI. Jakarta 99,7 94,14 90,6 82,7
2. Jawa Barat 92,3 77,39 56,7 54,3
3. Jawa Tengah 84,4 80,46 62,4 58,9
4. DI. Yogya 95,5 87,96 76,1 79,2
5. Jawa Timur 81,2 74,94 58,0 54,3
6. Banten 78,1 85,31 67,0 61,2
7. B a l i 87,0 94,82 73,1 71,8
Indonesia 84,2 77,58 59,3 55,5

Sumber : Riskesdas Tahun 2010

Secara nasional Presentase rumah tangga menggunakan tempat


pembuangan Air Limbah (SPAL) sebesar 13,5% dan 41,3% air limbah rumah tangga
dibuang langsung ke sungai/ parit/ got dan 18,9% dibuang ke tanah (tanpa
penampungan). Menurut tempat tinggal, presentase rumah tangga tertinggi yang
memiliki SPAL lebih tinggi di perkotaan (18,7%) dibandingkan di pedesaan (7,9%), dan
berdasarkan tingkat pengeluaran rumah tangga per kapita menunjukan behwa semakin
tinggi tingkat pengeluarannya, maka semakin besar presentase rumah tangga yang
memiliki SPAL. Akan tetapi pada umumnya rumah tangga di Indonesia masih
melakukan pembuangan limbah langsung ke got/sungai (41,3%). Apabila dibandingkan
antara provinsi di Jawa-Bali, ternyata untuk Presentase rumah tangga menggunakan
tempat pembuangan Air Limbah (SPAL) tertinggi di Provinsi DI. Yogyakarta, sedangkan

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 111


Provinsi Jawa Barat (13,9%) menduduki urutan ke 3. Dapat dilihat pada tabel berikut
ini.
Tabel VII.A. 7
Persentase Rumah Tangga Menurut Tempat Penampungan Air Limbah Dan
Provinsi di Pulau Jawa-Bali Tahun 2010
SARANA PEMBUANGAN AIR LIMBAH
Penampungan Penampungan Tanpa
Provinsi Tempat Pembuangan Penampungan Di Langsung ke
Tertutup di Terbuka di Penampungan
Air Limbah (SPAL) Luar Perkarangan Got/Sungai
Perkarangan Perkarangan (ditanah)
1. DKI. Jakarta 17,0 3,1 0,9 1,1 0,5 77,4
2. Jawa Barat 13,9 7,2 9,6 6,3 4,8 58,3
3. Jawa Tengah 12,5 7,3 17,2 3,8 16,0 43,3
4. DI. Yogya 28,1 17,0 14,8 1,4 15,2 23,4
5. Jawa Timur 11,4 9,1 20,2 5,7 17,4 36,2
6. Banten 9,4 4,5 13,8 6,8 11,9 53,6
7. B a l i 7,4 13,4 9,0 3,8 21,4 45,0
Indonesia 13,5 6,4 14,9 5,0 18,9 41,3
Sumber : Riskesdas Tahun 2010

Menurut tempat tinggal, di perkotaan cara penanganan sampah tertinggi


dengan cara diangkut petugas (42,9%), sedangkan di pedesaan yang paling umum
adalah dengan cara dibakar (64,1%). Penanganan sampahnya dibuat kompos sangat
sedikit baik di perkotaan (0,5%) maupun di pedesaan (1,7%).
Untuk penanganan sampah umumnya rumah tangga di Indonesia dilakukan
dengan cara dibakar (52,1%) dan diangkut oleh petugas (23,4%), sedangkan
penanganan sampah di Provinsi Jawa Barat umumnya dilakukan dengan cara dibakar
(47,9%) menduduki urutan ke 4. Lebih jelas dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel VII. A. 8
Persentase Rumah Tangga Menurut Cara Penanganan Sampah Dan
Provinsi di Pulau Jawa-Bali Tahun 2010
Cara Penanganan Sampah
Provinsi Diangkut Ditimbun Dibuat Dibuang Ke Dibuang
Dibakar Kali /Parit/
Petugas Dalam Tanah Kompos Sembarang
1. DKI. Jakarta 82,2 1,9 0,1 9,4 Laut
3,4 2,9
2. Jawa Barat 28,6 3,5 0,6 47,9 12,8 6,7
3. Jawa Tengah 17,3 6,2 2,1 57,5 10,5 6,5
4. DI. Yogya 33,1 8,2 3,0 48,6 4,7 2,4
5. Jawa Timur 20,9 6,1 1,3 58,3 7,5 5,9
6. Banten 30,5 2,6 0,4 45,1 7,2 14,2
7. Bali 28,6 5,0 6,9 45,2 5,9 8,3
Indonesia 23,4 4,2 1,1 52,1 10,2 9,0
Sumber : Riskesdas Tahun 2010

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 112


Berdasarkan Profil Kesehatan Nasional Tahun 2012, hanya 68,69% rumah
penduduk di Indonesia yang tergolong Rumah Sehat dan lebih tinggi jika dibandingkan
dengan target nasional yang ditetapkan sebesar 60%. Pada Gambar. VII. A. 4, pencapaian
tertinggi rumah sehat terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Barat sebesar 98,99%, Maluku
sebesar 96,54% dan Bali sebesar 85,11%. Capaian terendah rumah sehat terdapat di
Sulawesi Tenggara sebesar 18,35%, Kalimantan Tengah sebesar 35,1% dan Kalimantan
Selatan sebesar 43%. Dan Provinsi Jawa Barat masih dibawah angka Indonesia yaitu
sebesar 63,68%. Persentase tempat tinggal yang memenuhi kriteria rumah sehat di
perkotaan (32,5%) lebih tinggi dibandingkan di pedesaan (16,8%). Apabila dibandingkan
antara Provinsi yang ada di Jawa-Bali, Provinsi Jawa Barat urutan ke dua setelah Provinsi
Banten (57,66%), untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Gambar. VII. A. 4
Persentase Pencapaian Rumah Sehat Menurut Di Provinsi di Pulau Jawa-Bali
Indonesia Tahun 2012

Sumber : Profil Kesehatan Nasional 2012

Rumah tangga kumuh merupakan indikator komposit yang disusun dari


banyaknya rumah tangga dengan kategori air minum tidak layak (bobot 15%), sanitasi
tidak layak (bobot 15%), sufficient living area (bobot 35%) dan durability of housing
(bobot 35%). Suatu rumah tangga dinyatakan sebagai rumah tangga kumuh apabila
nilai hasil penghitungan indikator komposit rumah tangga lebih dari 35%. Sufficient
living area adalah luas lantai hunian per kapita > 7,2m2 (Peraturan Menteri Perumahan
Rakyat). Durability of housing dihitung dari rumah tangga yang menghuni bangunan
dengan kriteria: (i) jenis atap terluas terbuat ijuk/rumbia dan lainnya, (ii) jenis dinding
terluas dari bambu dan lainnya, (iii) jenis lantai terluas tanah. Apabila minimal 2 kriteria
terpenuhi, maka rumah tangga tersebut dapat dikategorikan sebagai rumah tangga
kumuh. Persentase rumah tangga kumuh di Indonesia sebesar 14,60%. Jawa Barat
masih dibawah rata-rata Nasional.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 113


Gambar. VII. A. 5
Persentase Rumah Tangga Persentase Rumah Tangga Kumuh
Menurut Provinsi Di Pulau Jawa-Bali Tahun 2012

Sumber : Susenas 2012

Berdasarkan jumlah, lokasi STBM terbanyak ada di Jawa Timur dengan


jumlah desa/kelurahan mencapai 2.838 desa/kelurahan, Jawa Tengah dengan
jumlah lokasi STBM 1.423 desa/kelurahan. Jumlah terkecil lokasi STBM terkecil
terdapat di DKI Jakarta sejumlah 2 desa/kelurahan dan Bali dengan jumlah 10
desa/kelurahan. Rincian menurut provinsi dapat dilihat.
Gambar. VII. A. 6
Persentase Desa/Kelurahan Yang Melaksanakan Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat Menurut Provinsi Di Pulau Jawa-Bali Tahun 2012

5. Keadaan Perilaku Masyarakat


Untuk menggambarkan keadaan perilaku masyarakat yang berpengaruh
terhadap derajat kesehatan salah satunya adalah persentase penduduk yang berobat
jalan selama sebulan yang lalu menurut tempat/cara berobat, dan indikator yang
berkaitan dengan perilaku antara lain Perilaku Bersih Hidup Sehat (PHBS).
PHBS di rumah tangga adalah upaya untuk memberdayakan anggota rumah
tangga agar tahu, mau dan mampu mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat
serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat. Untuk mencapai rumah
tangga berPHBS, terdapat 10 perilaku hidup bersih dan sehat yang dipantau, yaitu: (1)

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 114


persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan, (2) memberi ASI ekslusif, (3) menimbang
balita setiap bulan, (4) menggunakan air bersih, (5) mencuci tangan dengan air bersih
dan sabun, (6) menggunakan jamban sehat, (7) memberantas jentik di rumah sekali
seminggu, (8) makan buah dan sayur setiap hari, (9) melakukan aktivitas fisik setiap
hari, dan (10) tidak merokok di dalam rumah . Pada tahun 2012 ditargetkan sebanyak
60% rumah tangga telah melaksanakan PHBS. Hasil kegiatan pada tahun 2012
menunjukkan sebanyak 56,70% rumah tangga telah melaksanakan PHBS atau 94,5%
dibandingkan target. Secara nasional persentase pencapaian rumah tangga yang ber-
PHBS mencapai 56,70%
Berdasarkan hasil SUSENAS tahun 2012, penduudk yang mempunyai
keluhan kesehatan selama sebulan terakhir sebesar 28,57%. Jika dibandingkan antara
daerah tempat tinggal perkotaan sebesar 28,59% dan di pedesaan 28,55%. Ada 3 jenis
keluhan yang paling banyak, yaitu batuk (44,96%), Pilek (43,29%), Panas (33,41%)
dan keluhan lainnya (43,29%), sedangkan menurut jenis kelamin persentase laki-laki
yang mengalami keluhan kesehatan lebih besar dibandingkan perempuan untuk ketiga
jenis penyakit tersebut.
Hasil Susenas 2012, persentase penduduk Indonesia yang memiliki keluhan
kesehatan dan memutuskan untuk berobat jalan ke tempat berobat sebesar 45,21%,
yang paling banyak dikunjungi adalah Puskesmas/Pustu sebesar 29,97%, diikuti oleh
praktek Dokter sebesar 26,09% dan Petugas Kesehatan sebesar 26,91%, sementara
jika dilihat daerah tempat tinggal, penduduk pedesaan lebih banyak memanfaatkan
praktek petugas kesehatan sebesar 36,89% dan Puskesmas/Pustu sebasar 31,88%,
sedangkan penduduk perkotaan lebih banyak memanfaatkan fasilitas praktek
dokter/poliklinik sebesar 33,71 dan puskesmas/pustu sebesar 28,08%.
Penduduk yang mengalami keluhan kesehatan banyak yang mengobati
sendiri dalam upaya pemulihan kesehatannya yaitu sebesar 67,71%, diantaranya
pernah menggunakan obat modern sebesar 71,33%, dan 24,33% obat tradisional serta
4,34% dengan cara pengobatan lainnya.
Secara nasional persentase pencapaian rumah tangga yang ber-PHBS
mencapai 53,89%. Provinsi Jawa Barat berada dibawah angka Nasional yaitu sebesar
45,90%. Apabila Provinsi Jawa Barat dibandingkan dengan Provinsi yang ada di Pulau
Jawa Bali, menduduki rangking 3 teratas setelah Provinsi Jawa Tengah (77,83) dan
DKI Jakarta (70,90%).

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 115


B. DERAJAT KESEHATAN
1. Mortalitas
a. Angka Kematian Bayi (AKB)
Berdasarkan perhitungan BPS , Angka Kematian Bayi (AKB) di Provinsi
Jawa Barat tahun 2007 sebesar 39 per seribu kelahiran hidup dan jika
dibandingkan dengan Provinsi lain Jawa Barat menduduki urutan ke 12.
Sedangkan Angka Kematian yang paling kecil adalah Provinsi DKI Jakarta (28 per
seribu kelahiran hidup) .
Gambar VII. B. 1
Angka Kematian Bayi (AKB) Provinsi di Pulau Jawa dan Bali
Pada Tahun 2002-2003, 2007, 2005-2010, 2012

Sumber : BPS

Angka kematian neonatal periode 5 tahun terakhir mengalami stagnasi.


Berdasarkan laporan SDKI 2007 dan 2012 diestimasikan sebesar 19 per 1.000
kelahiran hidup. Kematian neonatal menyumbang lebih dari setengahnya kematian
bayi (59,4%), sedangkan jika dibandingkan dengan angka kematian balita,
kematian neonatal menyumbangkan 47,5%. Hasil estimasi angka kematian
neonatal di atas merupakan AKN dalam periode 5 tahun terakhir sebelum survei,
misalnya pada SDKI tahun 2012 menggambarkan AKN untuk periode 5 tahun
sebelumya yaitu tahun 2008-2012 yang sebesar 19 per 1.000 kelahiran hidup.
Keadaan kematian neonatal sejak tahun 1991 diperlihatkan pada gambar dibawah
ini.
Gambar VII. B. 2
Angka Kematian Neonatal (AKN) di Indonesia
Pada Tahun 2002-2003, 2007, 2005-2010, 2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 116


Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007, Penyebab kematian untuk
semua umur telah terjadi pergeseran, dari penyakit menular ke penyakit tidak
menular. Penyebab kematian perinatal (0-7hari) yang terbanyak adalah
respiratory disorders (35,9%) dan premature (32,3%), sedangkan untuk usia (7-
28hari) penyebab kematian yang terbanyak adalah sepsis neonatorum (20,5%)
dan congenital malformations (18,1%). Penyebab kematian bayi yang terbanyak
adalah diare (31,4%) dan pnemonia (23,8%). Sedangkan untuk penyebab
kematian anak balita sama dengan bayi, yaitu terbanyak adalah diare (25,2%)
dan pnemonia (15,5%). Sedangkan untuk usia > 5 tahun, penyebab kematian
yang terbanyak adalah stroke, baik di perkotaan maupun diperdesaan.
Penanganan bayi baru lahir harus terfokus pada peningkatan kemampuan bidan
desa untuk menangani asfiksia pada bayi baru lahir atau menunjukan
penanganan bayi prematur belum memuaskan, atau karena alasan lain seperti
terlambat membawa atau terlambat menerima pelayanan kesehatan.
Untuk kematian perinatal, faktor kesehatan ibu ketika ia hamil dan
bersalin kemungkinan berkontribusi terhadap kondisi kesehatan bayi yang
dikandungnya. Dengan mengetahui penyakit/gangguan kesehatan ibu ketika
hamil, maka tindakan pencegahan maupun pengobatan harus ditujukan
terhadap ibu ketika hamil. Bayi yang dilahirkan dengan lahir mati/still birth atau
yang mengalami kematian neonatal dini (umur 0-6 hari), pewawancara
menanyakan apakah ibu bayi tersebut mengalami gangguan kesehatan ketika
mengandung bayi tersebut.
Tabel VII. B. 1
Proporsi Penyebab Kematian Kelompok Umur 0-6 Hari dan 7-28 Hari
Di Indonesia Tahun 2007
Umur 0 6 Hari Umur 7 28 Hari
No.
Jenis Penyakit % Jenis Penyakit %
1. Gangguan/Kelainan Pernafasan 35,90 Sepsis 20,50
2.
Prematuritas 32,40 Malformasikongenital 18,10
3.
Sepsis 12,00 Pneumonia 15,40
4.
Hipotermi 6,30 Sindromgawatpernafasan(RDS) 12,80
5.
Kelainan Perdarahan dan Kuning 5,60 Prematuritas 12,80
6.
Postmatur 2,80 Kuning 2,60
7.
Malformasi Kongenitas 1,40 Cederalahir 2,60
8.
Tetanus 2,60
9.
Defisiensinitrisi 2,60

10. Sindrom kematian bayi mendadak 2,50


Sumber : Riskesdas tahun 2007.

Dari sejumlah 217 kasus kematian perinatal, 96,8% ibu dari perinatal
terganggu kesehatannya ketika hamil. Penyakit yang banyak dialami ibu hamil
pada bayi yang lahir mati adalah hipertensi maternal(24%), komplikasi ketika
bersalin (partus macet) sebesar 17,5%, sedangkan gangguan kesehatan ibu hamil

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 117


dari bayi meninggal adalah ketuban pecah dini (23%) dan hipertensi maternal
(22%).
Tabel VII. B. 2
Proporsi Faktor Utama Ibu terhadap Lahir Mati dan
Kematian Bayi 0 6 Hari di Indonesia Tahun 2007
Lahir Mati Kematian Bayi 0 6 Hari
No.
Jenis Penyakit % Jenis Penyakit %
1 Hipertensi maternal 23,60 Ketuban pecah dini 23,00
2 Komplikasi kehamilan dan kelahiran 17,50 Hipertensi maternal 21,80

3 Ketuban pecah dini 12,70 Komplikasi kehamilan dan kelahiran 16,00


4 Perdarahan ante partum 12,70 Kelainan nutrisi maternal 10,30
5 Cedera maternal 10,90 Multi ple pregnancy 6,90
6 Persalinan sungsang 5,50 Perdarahan ante partum 6,90
7 Kehamilan ganda 3,60 Persalinan sungsang 5,70
8 Kelainan letak lain selama kehamilan 3,60 Infeksi intra partum 3,40
dan kelahiran
9 Infeksi intra partum 3,60 Lilitan tali pusat 2,30
10 Lilitan tali pusat 1,80 Kelainan letak lain selama kehamilan 1,10
dan kelahiran
Sumber : Riskesdas tahun 2007.

b. Angka Kematian Balita (AKABA)


Angka Kematian Balita di Jawa Barat pada Tahun 2007 adalah sebesar
49 per seribu kelahiran hidup. Apabila dibandingkan dengan Provinsi yang berada
di Jawa dan Bali, ternyata Angka Kematian Balita di Provinsi Jawa Barat
merupakan angka ke-dua tertinggi, dan yang terendah adalah di Provinsi DI.
Yogyakarta sebesar 22 perseribu kelahiran hidup, hal ini dapat dilihat pada table
dibawah ini.

Gambar VII. B. 3
Angka Kematian (AKABA) Provinsi di Pulau Jawa dan Bali
Tahun 2000, 2002, 2007 dan 2012

Sumber : Riskesdas

Proporsi penyakit penyebab kematian pada balita yang terbesar


dikarenakan penyakit Diare dan Pneumonia. Untuk bayi post neonatal penyebab
kematian yang juga perludi perhatikan adalah kelainan kongenital jantung dan

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 118


hidrocefallus (6%), sedangkan untuk anak balita penyebab kematian yang perlu
diperhatikan adalah karena campak 6%, tenggelam 5%, TB 4%.

Tabel VII. B. 3
Proporsi Penyebab Kematian pada Anak Berumur 29 Hari - 4 Tahun
Di Indonesia Tahun 2007
29 Hari 11 Bulan 1 4 Tahun
No.
Jenis Penyakit % Jenis Penyakit %
1. Diare 31,4 Diare 25,2
2. Pneumonia 23,8 Pneumonia 15,5
3. Meningitis/ensefalitis 9,3 NecroticansEnteroCollitis(NEC) 10,7
4. Kelainansaluranpencernaan 6,4 Meningitis/ensefalitis 8,8
Kelainan Jantungcongenital
5. 5,8 Demamberdarahdengue 6,8
dan hidrosefalus
6. Sepsis 4,1 Campak 5,8
7. Tetanus 2,9 Tenggelam 4,9
8. Malnutrisi 2,3 TB 3,9
9. TB 1,2 Malaria 2,9
10. Campak 1,2 Leukemia 2,9
Sumber : Riskesdas tahun 2007.

c. Angka Kematian Ibu (AKI)


Angka Kematian Ibu Maternal berguna untuk mengetahui tingkat
kesadaran perilaku hidup sehat,status gizi dan kesehatan ibu, kondisi kesehatan
lingkungan, tingkat pelayanan kesehatan terutama untuk Ibu hamil, Ibu waktu
melahirkan dan masa nifas. Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
tahun 2012 menunjukan adanya kenaikan dari 228 per 100.000 kelahiran hid 359
kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup di tahun 2012. Secara rinci dapat dilihat
pada gambar berikut ini.
Gambar VII. B. 4
Angka Kematian Ibu Maternal (AKI) per 100.000 kelahiran hidup
Tahun 1994 - 2012

d. Umur Harapan Hidup (Eo)


Umur Harapan Hidup tahun 2012 di Jawa Barat adalah 68,6 tahun, jika
dibandingkan dengan umur harapan hidup di Provinsi yang berada di Pulau Jawa
dan Bali ternyata ranking ke dua dari bawah dapat dilihat pada Gambar VII. B. 4.
Berdasarkan BPS Estimasi Umur Harapan Hidup pada periode tahun 2000 di

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 119


Indonesia mencapai 68,23 tahun, sedangkan Jawa Barat diperkirakan mencapai
68,16 Tahun.

Gambar VII. B. 5
Angka Umur Harapan Hidup Waktu Lahir (Eo) Menurut
Provinsi di Pulau Jawa Bali Tahun 2010-2012

Sumber : BPS 2010-2012

Dari diatas terlihat bahwa umur harapan hidup dari tahun 2012 mengalami
peningkatan, dan umur harapan hidup yang tertinggi di Provinsi Jawa - Bali adalah
Provinsi DKI Jakarta (73,5 tahun), sedangkan terendah di Provinsi Banten (65,2 tahun).

2. Morbiditas
Angka kesakitan penduduk yang berasal dari masyarakat (community based
data) yang diperoleh melalui studi morbiditas, dan hasil pengumpulan data dari Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota serta dari sarana pelayanan kesehatan (facility based data)
yang diperoleh melalui sistem pencatatan dan pelaporan.Hasil Susenas 2012,
persentase penduduk yang menderita sakit selama bulan terakhir sebanyak 14,49%,
lebih rendah dari tahun 2011 sebanyak 15,02%, dengan rata-rata lama sakit yang
terbanyak sekitar 1-3 hari sebanyak 58,69% dan lama sakit 4-7 hari sebanyak 30,36%.

a. Penyakit Menular
Penyakit Diare masih merupakan penyebab utama kematian pada balita.
Angka kesakitan yang dilaporkan dari sarana kesehatan dan kader per-1000
penduduk terlihat bahwa Provinsi Jawa Barat menempati urutan keempat terbesar
bila dibandingkan dengan Provinsi di Pulau Jawa-Bali. Angka kesakitan Diare
masih mengalami Fluktuasi, mengingat banyaknya faktor-faktor yang
mempengaruhi dan masih memerlukan waktu untuk peningkatan seperti sanitasi
lingkungan, sosial ekonomi & sosial budaya serta faktor gizi.
Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007, Prevalensi diare klinis secara
nasional sebesar 9% (rentang 4,2% - 18,9%), tertinggi di Provinsi NAD dan
terendah di DI. Yogyakarta. Kasus Diare di sebagian besar provinsi (75%)
terdeteksi berdasarkan diagnosa tenaga kesehatan. Sedangkan Provinsi Jawa

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 120


Barat mempunyai prevalensi diare klinis > 9% yaitu 10,2%. Dan penyakit Diare
merupakan penyebab kematian nomor satu pada bayi (31,4%) dan pada balita
(25,2%), sedangkan pada golongan semua umur merupakan penyebab kematian
yang ke empat (13,2%).
Dehidrasi merupakan salah satu komplikasi penyakit diare yang dapat
menyebabkan kematian. Secara nasional proporsi responden diare klinis yang
mendapatkan oralit adalah 42,2%, dan Provinsi Jawa Barat sebanyak 35,7%.
Penyakit Diare tersebar di semua kelompok umur dengan prevalensi tertinggi pada
Balita (16,7%). Prevalensi diare 13 % lebih banyak di pedesaan dibandingkan di
perkotaan.
Angka Prevalensi Nasional TB cenderung meningkat bila dibandingkan
antara hasil Riskesdas 2007 Angka Prevalensi TB sebesar 0,4% dan hasil
Riskesdas 2010 sebesar 0,7%. Berdasarkan jenis kelamin prevalensi pada laki-
laki sebesar 0,8 persen dan pada perempuan 0,6 persen. Berdasarkan
pendidikan prevalensi tertinggi pada kelompok yang tidak pernah sekolah
sebesar 1,1 persen dan terendah pada kelompok tamat SMA sebesar 0,5
persen. Berdasarkan pekerjaan prevalensi tertinggi dapat ditemukan pada
kelompok dengan pekerjaan pertani, nelayan, dan buruh sebesar 0,9 persen dan
terendah pada kelompok yang sedang sekolah dan kelompok dengan pekerjaan
TNI/Polri/Pegawai sebesar 0,4 persen.
Gambar VII. B. 6
Angka Prevalensi Tuberkulosis Paru
Provinsi di Pulau Jawa Bali Tahun 2007 dan 2010

Sumber : Riskesdas 2007, 2010

Jumlah kasus baru BTA+ yang ditemukan pada tahun 2012 sebanyak
202.301 kasus. Jumlah tersebut sedikit lebih rendah bila dibandingkan kasus baru
BTA+ yang ditemukan tahun 2011 yang sebesar 197.797 kasus. Jumlah kasus
tertinggi yang dilaporkan terdapat di provinsi dengan jumlah penduduk yang tinggi
yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Kasus baru di tiga provinsi
tersebut sekitar 40% dari jumlah seluruh kasus baru di Indonesia.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 121


Tabel VII. B. 4
Cakupan Penemuan BTA Positif dan Case Detection Rate (CDR)
Menurut Provinsi di Pulau Jawa-Bali Tahun 2012
Perkiraan Kasus Menular BTA Positif Case Detection Rate (CDR) %
Provinsi
Laki Perempuan L + P Laki Perempuan L + P Laki Perempuan L + P
1. DKI. Jakarta 16.265 11.471 27.736 5.631 3.621 9.252 122,64 74,94 98,18
2. Jawa Barat 33.765 27.038 60.803 19.309 14.170 33.479 88,72 66,03 77,45
3. Jawa Tengah 21.219 17.256 38.475 11.414 8.865 20.279 68,49 52,57 60,48
4. DI. Yogya 1.510 1.152 2.662 742 478 1.220 40,93 26,57 33,91
5. Jawa Timur 23.346 19.358 42.704 14.270 11.315 25.585 76,06 59,40 67,66
6. Banten 8.864 6.664 15.528 5.140 3.568 8.708 98,62 69,70 84,29
7. Bali 1.681 1.204 2.885 827 614 1.441 44,93 33,96 39,49
Indonesia 187.110 136.976 324.086 117.081 80.366 197.447 97,62 67,11 82,38
Sumber : Profil Kesehatan Indonesia, Ditjen PPPL Tahun 2012

Untuk Angka Insidens Demam Berdarah Dengue (DBD) mengalami


peningkatan hal ini disebabkan antara lain dengan tingginya mobilitas dan
kepadatan penduduk, nyamuk penular penyakit DBD tersebar di seluruh pelosok
dan masih banyak menggunakan tempat-tempat penampungan air tradisional
(tempayan,bal,drum dll).
Pada tahun 2012, jumlah penderita DBD di Indoenesia yang dilaporkan
sebanyak 90.245 kasus dengan jumlah kematian 816 orang (Incidence
Rate/Angka kesakitan= 37,11 per100.000 penduduk dan CFR= 0,90%). Terjadi
peningkatan jumlah kasus pada tahun 2012 dibandingkan tahun 2011 yang
sebesar 65.725 kasus dengan IR 27,67.
Apabila dilihat menurut Provinsi yang berada di Pulau Jawa-Bali, maka
terlihat bahwa Provinsi DKI Jakarta menempati urutan pertama tertinggi dengan
Angka IR 64,48 per 100.000 penduduk pada tahun 2012. Sedangkan Angka
Insidence Rate DBD Jawa Barat mengalami penurunan menjadi 44,85 per
100.000 penduduk.
Angka Kesakitan Malaria sejak empat tahun terakhir menunjukan
kecenderungan yang cukup mengkhawatirkan, hal ini diakibatkan antara lain
adanya perubahan lingkungan seperti penebangan hutan bakau, mobilitas
penduduk dari Pulau Jawa ke Luar Jawa yang sebagian besar masih merupakan
daerah endemis malaria dan obat malaria yang resisten yang semakin meluas.
Secara nasional angka kesakitan malaria selama tahun 2005 2012
cenderung menurun yaitu dari 4,1 per 1.000 penduduk berisiko pada tahun 2005
menjadi 1,69 per 1.000 penduduk pada tahun 2012.
Untuk wilayah Jawa dan Bali, API tertinggi adalah Provinsi DI.
Yogyakarta sebesar 0,06 per 1.000 penduduk diikuti Jawa Tengah sebesar 0,03
per 1.000 penduduk. Sedangkan yang terendah terdapat di Provinsi Bali dan DKI
Jakarta. Rincian API dan AMI menurut provinsi Jawa Bali tahun 2012 dapat dilihat
pada tabel dibawah ini.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 122


Tabel VII. B. 5
Annual Parasite Incidence (API) Malaria Provinsi
Di Jawa-BaliTahun 2008-2012
Annual Parasite Incidence (API) Per 1.000
Provinsi
2008 2009 2010 2011 2012
1. DKI. Jakarta - - - 0,05 0,00
2. Jawa Barat 0,58 0,36 0.43 0,47 0,01
3. Jawa Tengah 0,07 0,08 0.10 0,01 0,03
4. DI. Yogya 0,03 0,03 0.01 0,00 0,06
5. Jawa Timur 0,71 0,71 0.10 0,01 0,02
6. Banten 0,17 0,14 0.03 0,03 0,02
7. B a l i 0,03 0,02 0.03 0,00 0,00
Indonesia 0,16 1,85 1.96 1,75 1,69
Sumber : Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2012

Perkembangan penyakit AIDS terus menunjukan peningkatan. Meskipun


berbagai upaya pencegahan dan penanggulangan terus dilakukan. Semakin
tingginya mobilitas penduduk antar wilayah, menyebarnya sentra-sentra
pembangunan ekonomi di Indonesia, meningkatnya perilaku seksual yang tidak
aman, dan meningkatnya penyalahgunaan NAPZA melalui suntikan, secara
simultan telah memperbesar tingkat risiko penyebaran AIDS. Saat ini di Indonesia
telah digolongkan sebagai negara tingkat epidemi dengan prevalensi lebih dari
5%. Jumlah penderita AIDS di Indonesia sebenarnya belum diketahui dengan
pasti. Jumlah kumulatif kasus AIDS yang dilaporkan pada tahun 2012 sebanyak
42.887 kasus dan 3.846 kasus diantaranya meninggal dunia.
HIV/AIDS memiliki beberapa faktor risiko, yaitu hubungan seksual lawan jenis
(heteroseksual), hubungan sejenis melalui Lelaki Seks Lelaki (LSL), penggunaan
Narkoba suntik secara bergantian, transfusi darah dan perinatal. Berikut ini
disajikan persentase kasus kumulatif menurut faktor risiko. Berdasarkan jenis
kelamin, proporsi kasus kumulatif AIDS laki-laki lebih besar terhadap perempuan
yaitu 73,7% berbanding 25,8%.
Gambar VII. B. 7
Jumlah Kasus Baru Penderita AIDS
10 Provinsi Tertinggi Di Indonesia Tahun 2012

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 123


Menurut provinsi, Jawa Timur merupakan provinsi dengan penemuan
kasus baru AIDS tertinggi pada tahun 2012, yaitu sebesar 822 kasus, diikuti oleh
Jawa Tengah dan Bali yang masing-masing sebesar 798 dan 650 kasus.
Menurut jenis kelamin, persentase kasus baru AIDS tahun 2012 pada kelompok
laki-laki lebih besar dibandingkan persentase pada kelompok perempuan yaitu
sebesar 51,6% berbanding 33,0%.
Hasil SDKI 2012 menunjukan bahwa persentase wanita umur 15-49
tahun yang pernah mendengar tentang HIV AIDS sebesar 76,7%. Sedangkan pria
kawin umur 15-54 tahun yang pernah mendengar tentang HIV AIDS sebesar
82,3%.
Avian Influenza atau flu burung disebabkan oleh infeksi virus influenza
tipe A (H5N1) yang umumnya menginfeksi unggas dan sedikit kemungkinan
menginfeksi babi. Penyakit ini bisa menular kepada manusia dan dapat
menimbulkan penyakit flu yang berakibat kematian. Jumlah kasus flu burung terus
menurun dari tahun ke tahun dari 55 pada tahun 2006 menjadi 9 kasus pada tahun
2012. Secara kumulatif jumlah kasus flu burung pada manusia dari tahun 2005
sampai Desember 2012 sebanyak 192 kasus dengan 160 di antaranya meninggal
(rata-ratacase fatality rate sebesar 83,3%). Menurut jenis kelamin, sebanyak
57,4% (105 orang) terkonfirmasi berjenis kelamin perempuan dan 45,3% (87
orang) pada jenis kelamin laki-laki. Perbedaan sekitar 10% ini perlu diteliti lebih
lanjut apakah jenis kelamin mempengaruhi kekuatan imunitas seseorang terhadap
virus Flu Burung.
Menurut riwayat kontak penderita AI sebanyak 48,9% mempunyai
riwayat keterpaparan secara langsung dengan unggas sakit, mati atau dengan
produk unggas lainnya, 37,23% riwayat keterpaparannya dengan lingkungan,
2,19% keterpaparannya dengan pupuk dan 11,68% kasus riwayat
keterpaparannya tidak jelas.

b. Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Immunisasi


Bedasarkan data laporan Sistem Surveilans Terpadu (SST), keadaan
kasus penyakit yang dapat dicegah dengan immunisasi, apabila dibandingkan
dengan Provinsi di Pulau Jawa dan Bali, maka Penyakit Difteri, Tetanus
Neonatorum dan Campak di Jawa Barat menempati urutan ke 2, 3, 1 terbesar di
Pulau Jawa-Bali, jika dibandingkan secara Nasional Penyakit Tetanus Neonatorum
di Jawa Barat menempati urutan ke-7 terbesar, Penyakit Campak menduduki
urutan ke-2 setelah Provinsi Jawa Tengah. Kasus AFP di Indonesia sebanyak
1951 kasus diantaranya 337 Kasus ada di Jawa Barat.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 124


Tabel VII. B. 7
Jumlah Kasus Penyakit Menular yang Dapat Dicegah dengan Immunisasi (PD3I)
Di Provinsi Jawa Bali Tahun 2012
Provinsi Difteri Tetanus Neonatorum Campak AFP
1. DKI. Jakarta 0 0 1.895 65
2. Jawa Barat 31 14 2.618 337
3. Jawa Tengah 32 0 490 198
4. DI. Yogya 2 0 1.093 40
5. Jawa Timur 954 29 1.207 240
6. Banten 13 32 1.846 83
7. B a l i 2 0 31 26
Indonesia 1.192 119 15.987 1.951
Sumber : Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2012

c. Penyakit Tidak Menular


Semakin meningkatnya arus globalisasi di segala bidang, perkembangan
teknologi dan industri telah banyak membawa perubahan pada perilaku dan gaya
hidup masyarakat, serta situasi lingkungan misalnya perubahan pola konsumsi
makanan, berkurangnya aktivitas fisik dan meningkatnya polusi lingkungan.
Perubahan tersebut tanpa disadari telah berpengaruh terhadap transisi
epidemiologi sehingga semakin meningkatnya kasus-kasus penyakit tidak menular
diantaranya seperti Penyakit Jantung, Tumor, Diabetes, Hipertensi, Gagal Ginjal
dan sebagainya.
Berdasarkan Riskesdas tahun 2007, Prevalensi, Prevalensi penyakit
jantung di Indonesia sebesar 7,2%, berdasarkan wawancara, sementara
berdasarkan riwayat di diagnosis tenaga kesehatan hanya ditemukan sebesar
0,9%. Cakupan kasus jantung yang sudah di diagnosis oleh tenaga kesehatan
sebesar 12,5% dari semua responden yang mempunyai gejala subjektif
menyerupai gejala penyakit jantung. Prevalensi penyakit jantung Menurut
provinsi, berkisar antara 2,6% di Lampung sampai 12,6% di NAD. Terdapat 16
provinsi dengan prevalensi penyakit jantung lebih tinggi dari angka nasional,
termasuk Provinsi Jawa Barat 8,2%.
Prevalensi penyakit DM diIndonesia berdasarkan diagnosis oleh tenaga
kesehatan adalah 0,7% sedangkan prevalensi DM (D/G) sebesar 1,1%. Data ini
menunjukkan cakupan diagnosis DM oleh tenaga kesehatan mencapai 63,6%,
lebih tinggi dibandingkan cakupan penyakit asma maupun penyakit jantung.
Prevalensi DM Menurut provinsi, berkisar antara 0,4% di Lampung hingga 2,6%
di DKI Jakarta. Terdapat 17 provinsi yang mempunyai prevalensi DM lebih tinggi
dari angka nasional, termasuk Provinsi Jawa Barat 1,3.
Prevalensi penyakit tumor berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan di
Indonesia sebesar 4,3. Prevalensi Menurut provinsi, berkisar antara 1,5 di
Maluku hingga 9,6 di DI Yogyakarta. Terdapat 11 provinsi yang mempunyai
prevalensi tumor lebih tinggi dari angka nasional, termasuk Provinsi Jawa Barat

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 125


5,5%. Prevalensi penyakit tumor tertinggi pada kelompok ibu rumah tangga dan
tumor terendah pada kelompok responden yang masih sekolah.
Prevalensi penyakit asma secara nasional sebesar 1,9% dan Provinsi
Jawa Barat sebesar 2,5%, Menurut jenis pekerjaan utama, prevalensi penyakit
asma tertinggi terdapat pada kelompok tidak bekerja, disusul kelompok petani/
nelayan/ buruh.
Prevalensi Jantung di Indonesia sebesar 0,9% dan Provinsi Jawa Barat
sebesar 1%. Prevalensi penyakit jantung paling tinggi ditemukan pada kelompok
ibu rumah tangga, diikuti kelompok petani/ nelayan/ buruh dan tidak bekerja
Prevalensi penyakit Hipertensi di Jawa Barat sebesar 9,5% lebih besar dari
pada angka Nasional sebesar 7,2%.
Prevalensi gangguan jiwa berat di Indonesia adalah sebesar 4,6.
Prevalensi tertinggi terdapat di Provinsi DKI Jakarta (20,3) yang kemudian
secara berturut turut diikuti oleh Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (18,5),
Sumatera Barat (16,7), dan Prevalensi terendah terdapat di Maluku (0,9),
sedangkan Provinsi Jawa Barat 2,2 dibawah angka Nasional.
Prevalensi cedera secara keseluruhan antara 3.8%-12.9% dengan
rerata 7.5%. Prevalensi tertinggi terdapat pada Provinsi Nusa Tenggara
Timur(12.9%), sedangkan yang terendah terdapat pada Provinsi Sumatera Utara
(3.8%). Ada 15 provinsi yang prevalensi cederanya di atas angka prevalensi
Nasional antara lain Nusa Tenggara Timur (12.9%), Kalimantan Selatan (12.0%),
Gorontalo (11.1%), Sulawesi Tengah (10.2%), DKI Jakarta (10.1%), dan Papua
Barat (10.1%), dan Provinsi Jawa Barat 9,5%, selebihnya dibawah 10%. Urutan
penyebab cedera terbanyak adalah jatuh, kecelakaan transportasi darat dan
terluka benda tajam/ tumpul. Sedangkan untuk penyebab cedera yang lain
bervariasi tetapi prevalensi nyarata rata kecil atau sedikit .

C. STATUS GIZI
Secara nasional prevalensi balita gizi buruk menurun sebanyak 0,5 persen
yaitu dari 18,4 persen pada tahun 2007 menjadi 17,9 persen pada tahun 2010. Demikian
pula halnya dengan prevalensi balita pendek yang menurun sebanyak 1,2 persen yaitu
dari 36,8 persen pada tahun 2007 menjadi 35,6 persen pada tahun 2010, dan prevalensi
balita kurus menurun sebanyak 0,3 persen yaitu dari 13,6 persen pada tahun 2007
menjadi 13,3 persen pada tahun 2010.
Prevalensi Provinsi Jawa Barat untuk gizi buruk dan kurang BB/U adalah 13%,
bila dibandingkan dengan prevalensi secara nasional maka Jawa Barat sudah terlampaui.
Demikian juga apabila mengacu pada target MDG (18,5%) dan target pencapaian
program perbaikan gizi pada RPJM tahun 2015 (20%), Jawa Barat sudah melampaui
target tersebut.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 126


Salah satu indikator untuk menentukan anak yang harus dirawat dalam
manajemen gizi buruk adalah keadaan sangat kurus yaitu dengan nilai Z-score < 3,0 SD.
Menurut UNHCR masalah kesehatan masyarakat sudah dianggap serius bila prevalensi
BB/TB kurus antara 10,1% - 15%, dan dianggap kritis bila diatas 15%.
Status Gizi berdasarkan inikator BB/TB, prevalensi Sangat Kurus di kalangan
balita di Provinsi Jawa Barat adalah 4,6% sedangkan nasional prevalensi sangat kurus
sebesar 6%. Apabila dibandingkan dengan Provinsi di Jawa Bali, prevalensi Sangat
Kurus di Jawa Barat urutan ke 3 setelah provinsi DI Yogyakarta (2,6%) dan DKI Jakarta
(4,4%).
Berdasarkan kelompok umur, persentase gizi buruk terbesar berdasarkan
hasilRiskesdas 2010 adalah pada kelompok umur 0-5 bulan. Sedangkan berdasarkan
jeniskelamin, gizi buruk pada laki-laki sedikit lebih tinggi dibandingkan perempuan.
Indeka Massa Tubuh (IMT) sangat kurus pada anak umur 6-12 tahun sebesar
4,6%, gizi kurus 7,6%. untuk di kawasan Jawa Bali paling tinggi Jawa Tengah (5,3%)
dan Jawa Timur (5,3%), sedangkan Jawa Barat sebesar 3,5% dibawah angka nasional.
Demikian juga secara nasional prevalensi kekurusan pada anak umur 13-15 tahun adalah
10,1% terdiri dari 2,7% sangat kurus dan 7,4% kurus, sedangkan prevalensi kekurusan
pada anak umur 13-15 tahun di Jawa Barat sebesar 8,8% yang terdiri dari 2 % sangat
kurus dan 8% kurus.
Prevalensi kekurusan pada remaja umur 16-18 tahun secara nasional sebesar
8,9% terdiri dari 1,8% sangat kurus dan 7,1% kurus, sedangkan prevalensi kekurusan
pada remaja umur 16-18 tahun di Jawa Barat sebesar 10% yang terdiri dari 2,8% sangat
kurus dan 6% kurus.
Gambar VII. C. 1
Status Gizi Balita Di Provinsi Jawa Bali Tahun 2010

Status Gizi BB/U Status Gizi TB/U

16,0 25,0

14,0 13,0
DKI Jakarta
20,0 18,5 DKI Jakarta
12,0 17,1
Jawa Barat 16,6 17,1
Jawa Barat
9,9
10,0 Jawa Tengah 15,0
Jawa Tengah
8,0 DI Yogyakarta
DI Yogyakarta
10,0
6,0 4,9 Jawa Timur
Jawa Timur

4,0 3,1 Banten 5,0 Banten

2,0
Bali
Bali
-
Indonesia
- Indonesia
Sangat Pendek Pendek
Gizi Buruk Gizi Kurang

Status Gizi BB/TB

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 127


9,0

8,0 7,3
7,0 6,4
6,0 DKI Jakarta
6,0
Jawa Barat
5,0 4,6
Jawa Tengah
4,0
DI Yogyakarta
3,0
Jawa Timur
2,0

1,0 Banten

- Bali
Sangat Kurus Kurus
Indonesia

Sumber : Riskesdas Tahun 2010

Rata-rata kecukupan konsumsi energi perempuan umur 15-49 tahun (usia


reproduksi) secara nasional yang mempunyai risiko sebesar 40,7%. Prevalensi tersebut
lebih tinggi di daerah pedesaan (41,4%), dari pada perkotaan (40,1%) dan Rata-rata
kecukupan konsumsi energi perempuan umur 15-49 tahun (usia reproduksi) di Jawa Barat
sebesar 43,3%. Berdasarkan tingkat pendidikan secara nasional menunjukan pada tingkat
pendidikan terendah (tidak sekolah dan tidak tamat SD), cenderung lebih tinggi
dibandingkan tingkat pendidikan tertinggi (tamat PT), demikian juga cenderung tinggi pada
kelompok pengeluaran rumah tangga yang terendah.
Berdasarkan Riskesdas 2007, Persentase rumah tangga yang mempunyai
garam cukup iodium (> 30 ppm) secara nasional sebesar 62,3%, sedangkan Jawa Barat
sebesar 58,3 % dibawah nasional. Hal ini masih jauh dari target nasional 2010 yaitu 90 %
rumah tangga menggunakan garam cukup iodium.

D. UPAYA KESEHATAN
Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat. Diantaranya adalah memberikan penyuluhan kesehatan, menyediakan
berbagai fasilitas kesehatan, juga program dana kesehatan untuk masyarakat miskin.
Upaya pelayanan kesehatan dasar merupakan langkah awal yang sangat
penting dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Dengan pemberian
pelayanan kesehatan dasar secara tepat dan cepat, diharapkan sebagaian besar masalah
kesehatan masyarakat sudah dapat diatasi.
Persentase penduduk yang berobat jalan selama 1 tahun secara nasional
sebanyak 29,26%. Dengan penilaian terhadap pelayanan kesehatan oleh tenaga
kesehatan yang tidak puas sebanyak 0,19%. Dan Provinsi Jawa Barat peringkat ke-dua
tertinggi di antara kawasan Jawa-Bali. Secara rinci dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 128


Tabel VII. D. 1
Persentase Penduduk Yang Berobat Jalan Terakhir Terhadap Pelayanan Kesehatan
Selama 1 Tahun Menurut Provinsi Jawa-Bali,
Penilaian terhadap Pelayanan Kesehatan
No Provinsi Sangat Cukup Kurang Tidak
Puas Jumlah
Puas Puas Puas Puas
1 DKI Jakarta 16,39 58,92 21,68 2,70 0,31 100
2 Jawa Barat 5,79 49,87 40,33 3,76 0,25 100
3 Jawa Tengah 6,29 56,30 35,37 1,97 0,07 100
4 DI Yogyakarta 9,33 67,90 20,24 2,33 0,21 100
5 Jawa Timur 9,79 56,44 32,36 1,31 0,11 100
6 Banten 6,46 37,99 47,74 7,59 0,22 100
7 Bali 10,40 64,85 23,11 1,64 - 100
Indonesia 8,34 55,34 32,98 3,15 0,19 100
Sumber : BPS, Statistik Kesehatan 2004

Sedangkan penilaian terhadap pelayanan kesehatan di Rawat Inap selama 5


tahun terakhir secara nasional yang tidak puas 0.91% dan Provinsi Jawa Barat dibawah
angka nasional. Secara rinci dapat dilihat perbandingan antara Provinsi di Jawa-Bali
berikut ini.
Tabel VII. D. 2
Persentase Penduduk Yang Menjalani Rawat Inap Terhadap Pelayanan Kesehatan
Selama 5 Tahun Terakhir Menurut Provinsi di Pulau Jawa-Bali
Penilaian Pelayanan Kesehatan
No Provinsi Sangat Cukup Kurang Tidak
Puas
Puas Puas Puas Puas
1 DKI Jakarta 13,42 53,02 26,85 4,70 2,01
2 Jawa Barat 4,22 39,71 43,90 11,64 0,53
3 Jawa Tengah 7,77 52,09 35,61 4,12 0,41
4 DI Yogyakarta 5,89 64,63 26,51 1,90 1,07
5 Jawa Timur 9,66 52,71 28,68 7,88 1,06
6 Banten 6,03 46,59 45,37 2,01 -
7 Bali 7,59 57,98 29,14 4,38 0,91
Indonesia 8,22 50,46 33,21 7,29 0,82

Berdasarkan Riskesdas 2007, Kemudahan akses ke sarana pelayanan


kesehatan berhubungan dengan beberapa faktor, antara lain jarak tempat tinggal dan
waktu tempuh ke sarana pelayanan kesehatan, serta status social ekoomi dan budaya.
Sebanyak 94,1 % rumah tangga di Indonesia berada kurang atau sama
dengan 5 km dari sarana pelayanan kesehatan, untuk Provinsi Jawa Barat 96,3% rumah
tangga berada kurang atau sama dengan 5 km dari sarana pelayanan kesehatan dengan
waktu tempuh < 15 menit sebanyak 72,2%. Berdasarkan tingkat pengeluaran rumah tangga
perkapita, terdapat kecenderungan semakin tinggi tingkat pengeluaran rumah tangga
semakin dekat jarak dan semakin singkat waktu tempuh ke sarana pelayanan kesehatan.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 129


Tabel VII. D. 3
Persentase Rumah Tangga Menurut Jarak dan Waktu Tempuh
Ke Sarana Pelayanan Kesehatan dan Ke Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat
Di Provinsi Pulau Jawa-Bali Tahun 2007
Sarana Kesehatan UKBM
Jarak Jarak Waktu
Waktu Tempuh
No Provinsi Tempuh Tempuh Tempuh
5 5 15 16 1 1 15 16
km km Menit Menit km km Menit Menit
1 DKI Jakarta 58,0 42,0 69,0 31,0 86,8 13,2 88,6 11,4
2 Jawa Barat 48,1 51,9 72,2 27,8 90,9 9,1 93,1 6,9
3 Jawa Tengah 51,4 48,6 75,0 25,0 86,2 13,8 91,3 8,7
4 DI Yogyakarta 47,4 52,6 76,2 23,8 87,6 12,4 93,7 6,3
5 Jawa Timur 47,7 52,3 72,3 27,7 82,2 17,8 89,7 10,3
6 Banten 47,9 52,1 66,3 33,7 93,0 7,0 90,9 9,1
7 Bali 49,5 50,5 75,0 25,0 81,5 18,5 89,3 10,7
Indonesia 47,6 52,4 67,2 32,8 78,9 21,1 85,4 14,6
Sumber : Riskesdas tahun 2007

Berdasarkan Riskesdas Tahun 2010, presentase rumah tangga yang


memanfaatkan Unit Pelayanan Kesehatan di Indonesia terbanyak ke Puskesmas/Pustu
63,3%, Praktek Bidan 36,8% sedangkan di Provinsi Jawa Barat yang terbanyak ke
Puskesmas/Pustu 65,8%, Praktek Dokter 39,4%. Apabila dibandingkan antara Provinsi di
Jawa-Bali presentase rumah tangga memanfaatkan unit pelayanan kesehatan ke
Puskesmas/Pustu yang terbanyak di Provinsi Jawa Barat, sedangkan yang ke Praktek
Dokter terbanyak di Provinsi DKI Jakarta. Lebih jelas dapat dilihat di tabel dibawah ini.
Tabel VII. D. 4
Persentase Rumah Tangga yang Memanfaatkan Unit Pelayanan Kesehatan
Di Provinsi Pulau Jawa-Bali Tahun 2010
Memanfaatkan (%)
No Provinsi Rumah Puskes/ Praktek Praktek Polin Poskes Posyan
Sakit Pustu Dokter Bidan des des du
1 DKI Jakarta 41.9 53.5 44.1 19.8 0.3 0.2 17.5
2 Jawa Barat 30.2 65.8 39.4 33.3 2.3 2.5 26.2
3 Jawa Tengah 30.2 61.0 35.7 44.4 7.4 4.2 24.4
4 DI Yogyakarta 45.3 63.3 45.1 24.6 0.7 0.5 29.0
5 Jawa Timur 29.3 60.3 30.5 42.9 8.8 3.2 22.2
6 Banten 32.2 61.5 34.1 42.3 2.0 1.2 30.5
7 Bali 38.6 57.7 54.8 44.7 0.6 0.6 19.6
Indonesia 31.8 63.3 33.1 36.8 6.3 3.9 23.8
Sumber : Riskesdas tahun 2010

Persentase rumah tangga yang memanfaatkan pelayanan posyandu atau


poskesdes, secara keseluruhan di Indonesia sebanyak 27,7% rumah tangga
memanfaatkan pelayanan di posyansu dan poskesdes. Sedangkan Provinsi Jawa Barat
hanya 28,7% Berdasarkan tipe daerah, di perkotaan alas an jenis layanan
posyandu/poskesdes tidak lengkap lebih dominan, sedangkan di pedesaan alas an yang
banyak karena letaknya jauh.
Persentase rumah tangga yang memanfaatkan pelayanan Polindes/Bidan di
desa di Indonesia adalah 3,9%. Provinsi Jawa Barat baru 2,5% yang memanfaatkan
pelayanan Polindes/Bidan di desa.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 130


Apabila menurut jenis pelayanan, banyak dimanfaatkan untuk pengobatan
(82,9%), adapun pelayanan KIA yang terbanyak adalah pemeriksaan bayi/balita (29,2%),
pemeriksaan kehamilan (22,5%). Menurut tipe daerah jenis pelayanan di perkotaan lebih
banyak memanfaatkan polindes/ bidan di desa untuk pelayanan KIA, sedangkan di
pedesaan lebih banyak memanfaatkan untuk pengobatan.
Tabel VII. D. 5.
Persentase Rumah Tangga yang Memanfaatkan Polindes/Bidan di Desa
Menurut Jenis Pelayanan Di Provinsi Pulau Jawa-Bali Tahun 2007
Pemeriksaan Pengo
No Provinsi
Kehamilan Persalinan Ibu Nifas Neonatus Bayi/Balita batan
1 DKI Jakarta 38,2 14,2 14,0 12,6 34,7 56,6
2 Jawa Barat 23,2 10,2 10,3 9,7 29,4 78,8
3 Jawa Tengah 15,6 6,4 6,0 5,6 20,5 84,7
4 DI Yogyakarta 33,5 21,3 20,9 17,5 36,2 78,6
5 Jawa Timur 38,2 24,2 24,8 6,2 34,4 85,8
6 Banten 24,6 10,7 11,0 11,7 30,8 82,5
7 Bali 72,0 26,3 16,7 15,8 47,2 85,2
Indonesia 22,5 9,8 9,2 8,2 29,2 82,9
Sumber : Riskesdas tahun 2007

Pencapaian Universal Child Immunization (UCI) pada dasarnya merupakan


proksi terhadap cakupan atas imunisasi dasar secara lengkap pada bayi (0 -11 bulan).
Desa UCI merupakan gambaran desa/kelurahan dengan 80% jumlah bayi yang ada di
desa tersebut sudah mendapatkan imunisasi dasar lengkap dalam waktu satu tahun.
Pencapaian UCI Indonesia sebesar 79,32%, dan Provinsi DI.Yogya dan DKI Jakarta
memiliki capaian tertinggi sebesar 100%, diikuti oleh Jawa Tengah sebesar 98,8%,
sedangkan Provinsi Jawa Barat menduduki urutan ke 5 dibandingkan antara provinsi di
Jawa-Bali, dapat dilihat pada gambar VII.D.1. Sementara Drop Out Rate imunisasi
DPT/HB1-Campak pada tahun 2012 sebesar 3,6%. Angka ini lebih rendah dibandingkan
tahun 2011 sebesar 4,4%. Kecenderungan menurun sejak tahun 2006 sampai tahun 2012
artinya semakin sedikit bayi yang tidak mendapatkan imunisasi dasar secara lengkap. DO
rate DPT/HB1-campak diharapkan agar tidak melebihi 5%.
Gambar VII. D. 1
Persentase Cakupan Desa/Kelurahan Universal Child Immunization (UCI)
Menurut Provinsi di Pulau Jawa-Bali Tahun 2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 131


Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2010, Cakupan immunisasi lengkap di
Indonesia sebesar 53,8% , dengan cakupan immunisasi lengkap di perkotaan lebih tinggi
(59,1%) dibandingkan di pedesaan (48,3%) dan masih terdapat 12,7% anak 12-23 bulan
yang belum diimunisasi sama sekali. Makin tinggi tingkat pendidikan kepala keluarga makin
tinggi cakupan imunisasi lengkap, demikian juga makin tinggi pengeluaran per kapita makin
tinggi cakupan imunisasi lengkapnya. Menurut pekerjaan kepala keluarga, tertinggi
cakupan imunisasi lengkap pada kepala keluarga sebagai pegawai negeri/TNI/Polri
(57,7%) dan terendah pada kelompok petani/nelayan/buruh (47,2%). Untuk Persentase
anak umur 12-23 bulan yang mendapatkan immunisasi lengkap di Provinsi Jawa Barat
sebesar 52,3%. Tidak semua balita dapat diketahui status imunisasi, hal ini disebabkan
karena beberapa alasan, yaitu ibu lupa anaknya sudah diimunisasi atau belum, ibu lupa
berapa kali sudah diimunisasi, ibu tidak mengetahui secara pasti jenis imunisasi, catatan
dalam KMS tidak lengkap/tidak terisi, catatan dalam Buku KIA karena hilang atau tidak
disimpan oleh ibu.
Tabel VII. D. 6
Persentase Anak Umur 12-23 tahun yang Mendapatkan Immunisasi Dasar
Menurut Provinsi di Pulau Jawa-Bali Tahun 2010
Immunisasi Dasar
No Provinsi
Lengkap Tidak Lengkap Tidak Sama Sekali
1. DKI Jakarta 53.2 41.1 5.7
2. Jawa Barat 52.3 37.2 10.4
3. Jawa Tengah 69.0 27.3 3.8
4. DI Yogyakarta 91.1 8.9 0.0
5. Jawa Timur 66.0 25.8 8.2
6. Banten 48.8 38.6 12.6
7. Bali 66.1 28.6 5.4
Indonesia 53.8 33.6 12.7
Sumber : Riskesdas tahun 2010

Pemantauan kesehatan ibu hamil dilakukan pelayanan K1 sebagai aksesibiltas


ibu hamil terhadap pelayanan kesehatan dan K4 yang dianggap sebagai mutu pelayanan
kesehatan terhadap ibu hamil. Persentase cakupan K4 ibu hamil di Indonesia tahun 2012
sebesar 90,18%, sedangkan Provinsi Jawa Barat 93,30% sudah melewati target SPM
(85%). Dinyatakan pelayanan K4 (berkualitas) berarti secara paripurna ibu telah
mendapatkan pelayanan immunisasi TT-2 dan mendapatkan Fe-3. Akan tetapi selama
beberapa tahun terakhir ini tidak terlihat keterkaitan atau sinkronisasi antar varibel tersebut.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 132


Tabel VII. D. 7
Persentase Cakupan Pelayanan Ibu Hamil Meliputi K-1, K-4, TT-2, Fe-3
Menurut Provinsi di Pulau Jawa-Bali Tahun 2012
PROVINSI K1 K4 PN TT2 FE 3
1. DKI. Jakarta 99,85 96,37 89,85 77,09 101,90
2. Jawa Barat 99,68 93,30 97,34 107,63 89,30
3. Jawa Tengah 98,89 95,65 98,62 76,46 91,10
4. DI. Yogya 100,00 90,46 89,12 51,10 89,60
5. Jawa Timur 96,99 90,87 85,87 23,01 83,80
6. Banten 99,60 84,43 95,82 84,04 87,20
7. Bali 97,58 94,45 88,89 100,02 92,70
Indonesia 96,84 90,18 88,64 71,19 85,00
Sumber : Profil Kesehatan Indonesia 2012

Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, cakupan pertolongan persalinan oleh
tenaga kesehatan antar 43,54% - 97,95%. Persentase persalinan yang ditolong tenaga
kesehatan terlatih (cakupan Pn) di Indonesia pada tahun 2012 mencapai 88,64%. Angka
ini telah berhasil memenuhi target Tahun 2012 sebesar 88% .Cakupan pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan menurut provinsi di Pulau Jawa-Bali tahun 2012,
dengan cakupan tertinggi terdapat di Provinsi Jawa Barat (97,34%) dan terendah di
Provinsi Jawa Timur (85,87%).
Persentase Tempat Ibu melahirkan menurut tempat persalinan lima tahun
terakhir di Indonesia, ternyata 55,4% ibu melahirkan di fasiltas sarana kesehatan, 43,2% di
rumah dan 1,4% di Polindes/Poskesdes. Sedangkan di Provinsi Jawa Barat, Ibu yang
melahirkan terbanyak di Fasilitas Kesehatan sebesar 53,4%. Apabila dibandingkan antara
Provinsi di Jawa-Bali, tertinggi ibu melahirkan di falisitas kesehatan adalag di Provinsi DI
Yogjakarta (94,5%), dan terendah di Provinsi Jawa Barat , secara rinci dapat dilihat pada
tabel dibawah ini.
Tabel VII. D. 8
Persentase Ibu Melahirkan Anak Terakhir Menurut Tempat Persalinan
Lima Tahun Terakhir Dan Provinsi di Pulau Jawa-Bali Tahun 2010
Pelayanan Kesehatan
No Provinsi Fasilitasi Polindes/
Rumah/Lainnya
Kesehatan Poskesdes
1 DKI Jakarta 94,4 0 5,6
2 Jawa Barat 53,4 0,3 46,3
3 Jawa Tengah 67,6 0,4 32
4 DI Yogyakarta 94,5 0,3 5,2
5 Jawa Timur 81,3 2,8 15,8
6 Banten 55,9 0 44,1
7 Bali 89,3 1,6 9,1
Indonesia 55,4 1,4 43,2
Sumber : Riskesdas Tahun 2010

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 133


Pemeriksaan neonatus dalam Riskesdas 2010 sebanyak 60,6 persen neonatus
umur 3-7 hari (KN1) dan 37,7 persen neonatus umur 8-28 hari (KN3) mendapatkan
pemeriksaan dari tenaga kesehatan. Hasil tersebut lebih baik bila dibandingkan dengan
hasil Riskesdas tahun 2007 sebesar 57,6 persen dan 33,5 persen. Menurut tipe daerah,
pemeriksaan neonatos pada tahun 2010 di perkotaan lebih tinggi dibanding di perdesaan.
Terdapat hubungan positif antara pemeriksaan neonatus dengan tingkat pendidikan
kepala keluarga maupun tingkat pengeluaran per kapita. Semakin tinggi tingkat pendidikan
kepala rumah tangga maupun pengeluaran per kapita, semakin tinggi persentase cakupan
pemeriksaan kesehatan pada neonatus.
Tabel VII. D. 9
Persentase Kunjungan Neonatus Menurut Provinsi
Di Pulau Jawa-Bali Tahun 2010
Kunjungan Neonatus KN
No Provinsi
6 - 48 jam 3 - 7 hari 8 - 28 hari Lengkap
1 DKI Jakarta 84,70 72,80 59,20 52,80
2 Jawa Barat 67,60 65,60 45,60 37,80
3 Jawa Tengah 82,60 71,00 48,00 40,20
4 DI Yogyakarta 96,20 83,70 77,10 71,20
5 Jawa Timur 77,70 74,30 49,00 41,60
6 Banten 61,80 55,70 37,10 30,40
7 Bali 86,70 66,70 58,20 48,80
Indonesia 71,40 61,30 38,00 31,80
Sumber : Riskesdas Tahun 2010

Proporsi wanita umur 10-49 berstatus kawin yang sedang menggunakan/


memakai alat KB di Indonesia, menurut Riskesdas tahun 2010 sebesar 55,8%, Proporsi
wanita berumur 15-49 tahun yang berstatus kawin yang pernah menggunakan/memakai
alat KB 25,7%. Apabila dibandingkan antara Provinsi di Pulau Jawa-Bali, cakupan wanita
yang sedang menggunakan alat KB, tertinggi pada Provinsi Bali (65,4%), diikuti dengan
Provinsi Jawa Barat (59,8%).
Tabel VII. D. 10
Proporsi Wanita Umur 10-49 Menurut Status Penggunaan/Memakai Alat KB Dan
Provinsi di Pulau Jawa-Bali Tahun 2010
Wanita Umur 10-49 Berstatus Kawin
No Provinsi Sedang Yang Pernah
Tidak Pernah
Menggunakan/ Menggunakan/
Sama Sekali
Memakai Alat KB Memakai Alat KB
1 DKI Jakarta 51,2 28,5 20,3
2 Jawa Barat 59,8 28,4 11,8
3 Jawa Tengah 59,4 25,2 15,4
4 DI Yogyakarta 55,3 27,1 17,6
5 Jawa Timur 59,4 22,9 17,7
6 Banten 56,8 28,8 14,5
7 Bali 65,4 18,0 16,6
Indonesia 55,8 25,7 18,4
Sumber : Riskesdas Tahun 2010

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 134


E. SUMBER DAYA KESEHATAN
Secara Nasional, pada periode tahun 2008-2011, jumlah Puskesmas (termasuk
Puskesmas Perawatan) terus meningkat dari 8.548 unit pada tahun 2008 menjadi 9.321
unit pada tahun 2011. Dalam periode tahun itu, rasio Puskesmas terhadap 100.000
penduduk berada dalam kisaran 2,06 15,99 per 100.000 penduduk, ini berarti bahwa
pada periode tahun itu setiap 100.000 penduduk rata-rata dilayani oleh 2-15 unit. Terdapat
5 lima provinsi dengan rasio Puskesmas per 100.000 penduduk berada di bawah 3,0 yaitu
Provinsi Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Bali. Angka tersebut
menunjukkan bahwa satu Puskesmas di 5 provinsi tersebut rata-rata melayani lebih dari
30.000 penduduk.
Jika dilihat Tabel dibawah ini terlihat bahwa Provinsi Jawa Barat mempunyai
angka Puskesmas per-100.000 penduduk yang terendah ke-kedua (2,34) baik secara
Nasional maupun dibandingkan antar Provinsi di Pulau Jawa-Bali. Apabila dibandingkan
dengan Provinsi yang berada di Jawa dan Bali, Jawa Barat menempati urutan ke-lima.
Tabel VII. E. 1.
Jumlah Puskesmas dan
Rasio Puskesmas per-100.000 Penduduk
Menurut Provinsi di Pulau Jawa-Bali Tahun 2008-2012
Jumlah Puskesmas Rasio Puskesmas per-100.000
Provinsi
2008 2009 2010 2011 2012 2008 2009 2010 2011 2012
1. DKI Jakarta 351 339 341 341 340 3,84 3,68 3.55 3.50 3,44
2. Jawa Barat 1.017 1.029 1.039 1.045 1.050 2,44 2,43 2.43 2.38 2,34
3. Jawa Tengah 842 849 867 867 873 2,58 2,58 2.68 2.67 2,68
4. DI Yogyakarta 120 119 121 121 121 3,46 3,40 3.50 3.47 3,43
5. Jawa Timur 940 944 946 955 960 2,53 2,53 2.52 2.53 2,53
6. Banten 194 196 217 225 228 2,02 2,00 2.04 2.06 2,03
7. Bali 114 114 114 114 118 3,24 3,21 2.93 2.87 2,91
Indonesia 8.548 8.737 9.005 9.321 9.510 3,25 3,78 3.79 3.86 3,89

Sumber : Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2012

Jumlah Puskesmas perawatan pada tahun 2011 sebanyak 3.019 unit meningkat
menjadi 3.152 unit pada tahun 2012. Puskesmas yang melaksanakan Pelayanan Obstetrik
dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED) sampai tahun 2012 tercatat berjumlah 2.570 unit
terdiri dari Puskesmas perawatan 1.960 unit (76,41%) dan Puskesmas non perawatan 605
unit (23,59%).
Demikian juga dalam rangka meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat berbagai upaya dilakukan memanfaatkan potensi dan sumber daya yang ada
di masyarakat. Upaya kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM) diantaranya
Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu), Polindes (Poliklinik Desa), Toga (Tanaman Obat
Keluarga, POD (Pos Obat Desa dan sebagainya. Secara nasional Rasio Posyandu
terhadap Desa/Kelurahan adalah 3,47 atau rata-rata pada tiap desa/kelurahan terdapat 3-4
Posyandu. Dan Provinsi Jawa Barat Rasio Posyandu terhadap Desa/Kelurahan sebesar
7,83. Rasio Desa Siaga di Indonesia terhadap desa/kelurahan adalah 0,32. Apabila
dibandingkan antara Provinsi di Pulau Jawa Bali, ternyata Rasio Desa Siaga terhadap

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 135


desa/kelurahan terbesar adalah di Provinsi DKI Jakarta (4,4) dan terendah terdapat di
Provinsi Banten (0,33).

Tabel VII. E. 2.
Rasio Sarana Usaha Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat (UKBM) Terhadap
Desa/Kelurahan Menurut Provinsi di Pulau Jawa-Bali Tahun 2011
Rasio Sarana UKBM terhadap
Provinsi Desa/Kelurahan
Posyandu Desa Siaga
1. DKI Jakarta 15,88 4,02
2. Jawa Barat 7,78 0,68
3. Jawa Tengah 5,56 0,10
4. DI Yogyakarta 12,24 0,57
5. Jawa Timur 5,35 0,78
6. Banten 6,63 0,31
7. Bali 6,61 0,92
Indonesia 3,47 0,32
Sumber : Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2011

Pada tahun 2011, jumlah rumah sakit di seluruh Indonesia sebanyak 1.721 buah,
yang terdiri dari 35,74% Rumah Sakit yang dikelola atas milik Kemenkes/ Pemerintah,
7,78% milik TNI/Polri, 4,47% milik Departemen lain/BUMN dan 52,01% milik Swasta.
Tabel VII. E. 3
Jumlah Rumah Sakit Menurut Kepemilikan
Di Provinsi Pulau Jawa-Bali Tahun 2011
Depkes/ TNI/ Departemen Semua
Provinsi Swasta
Pemda POLRI Lain/BUMN RS
1. DKI Jakarta 16 9 7 100 132
2. Jawa Barat 44 13 6 137 200
3. Jawa Tengah 59 11 3 152 225
4. DI Yogyakarta 9 2 1 39 51
5. Jawa Timur 58 21 14 94 187
6. Banten 9 2 2 33 46
7. Bali 12 2 0 29 43
Indonesia 615 134 77 895 1.721
Sumber : Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2011

Pada tahun 2000 2011, rasio tempat tidur rumah sakit per 100.000 penduduk
relatif berkisar antara 54 - 55 per 100.000 penduduk dan rasio Tempat Tidur di Rumah
Sakit terhadap penduduk Jawa Barat adalah 1 : 1.430 artinya 1 tempat tidur diperuntukkan
bagi 1.430 penduduk. Angka ini jauh lebih rendah dari Provinsi-Provinsi lain di Jawa dan
Bali. Apabila dibandingkan secara Nasional, Provinsi Jawa Barat menduduki urutan ke-
enam. Apabila dibandingkan dengan Provinsi di Jawa-Bali, Provinsi Jawa Barat ke-dua
terakhir dan dibawah nasional.
Rasio Tenaga kesehatan terhadap 100.000 penduduk secara nasional adalah
195,88 dan apabila dibandingkan antara Provinsi di Jawa-Bali, ternyata Provinsi Jawa
Barat menduduki urutan ke-empat dari bawah yaitu sebesar 114,40.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 136


Tabel VII. E. 4.
Jumlah Sumber Daya Manusia Menurut Provinsi di Pulau Jawa-Bali Tahun 2012
Non
Dokter Dokter Dokter Kefarma Jumlah
Provinsi Bidan Perawat Lain-lain Kesehata
Spesialis Umum Gigi sian Tenaga
n
1. DKI Jakarta 4.339 2.382 1.211 1.775 2.165 13.667 2.278 11.061 38.878
2. Jawa Barat 3.503 3.804 1.535 2.387 11.578 22.003 6.253 15.738 66.801
3. Jawa Tengah 3.529 4.786 1.205 3.801 15.494 21.728 9.732 22.136 82.411
4. DI Yogyakarta 1.231 1.289 431 1.689 1.539 5.114 1.947 5.840 19.080
5. Jawa Timur 4.258 4.117 1.591 4.335 14.547 27.152 8.549 25.834 90.383
6. Banten 1.058 1.146 525 664 3.099 5.694 1.979 3.279 17.444
7. Bali 925 929 263 524 2.038 4.609 2.508 4.641 16.437
Indonesia 27.333 37.364 11.826 31.223 126.276 235.496 97.904 139.812 707.234

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 137


BAB VIII
PENUTUP

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barat tahun 2012 ini merupakan gambaran situasi
kesehatan masyarakat di Jawa Barat. Sampai saat ini Pembangunan Kesehatan masih
merupakan kebutuhan masyarakat yang akan makin meningkat terus menerus, sesuai dengan
perkembangan pembangunan khususnya di Jawa Barat. Untuk itu upaya-upaya bidang
kesehatan perlu ditingkatkan dalam rangka mendukung Visi Jawa Barat yaitu Tercapainya
Masyarakat Jawa Barat yang Mandiri, Dinamis dan Sejahtera Tahun 2008 - 2013
Diharapkan keberadaan profil kesehatan tersebut dapat dijadikan sebagai sumber
informasi kesehatan di era desentralisasi dan otonomi daerah dan dapat sebagai alat
pemantau keberhasilan Indikator Provinsi Jawa Barat Sehat Tahun 2012 serta sebagai bahan
perencanaan, pengambilan kebijakan dan perumusan di bidang kesehatan untuk terwujudnya
pelayanan yang bermutu dan berkualitas serta adil dan merata, sehingga dapat meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat, yang akan berdampak pada peningkatan Indek Pembangunan
Manusia di Provinsi Jawa Barat.
Harapan kami, saran dan kritik yang membangun untuk penyempurnaan buku ini
sangat kami harapkan.

Bandung, November 2013

TTD

Tim Penyusun Profil Kesehatan


Provinsi Jawa Barat tahun 2013

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 138

Anda mungkin juga menyukai