Cetak Profil Kesehatan Revisi 11 PDF
Cetak Profil Kesehatan Revisi 11 PDF
PENDAHULUAN
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barat Tahun 2012 merupakan salah satu bentuk
dokumentasi tahunan dari produk Sistem Informasi Kesehatan yang dapat memberikan
gambaran perkembangan situasi kesehatan khususnya di Wilayah Administratif Provinsi Jawa
Barat dan juga merupakan investasi informasi untuk kebutuhan di masa yang akan datang.
Instrumen dasar untuk penyusunan Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barat mengacu
kepada Pedoman Penyusunan Profil Kesehatan Tahun 2010 yang diterbitkan oleh Pusat Data
dan Surveilans Epidemiologi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, yang memuat
berbagai indikator, variabel yang berkaitan dengan Program Pembangunan Kesehatan.
Mekanisme penyusunan Profil Kesehatan melibatkan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Barat, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Rumah Sakit dan Lintas Sektor antara lain BPS,
BKKBN, melalui kegiatan pertemuan pemutakhiran data profil, validasi data profil secara
berjenjang.
Indikator-indikator yang ditampilkan pada Profil Kesehatanantara lain Indikator Derajat
Kesehatan, Upaya Kesehatan, Sumber Daya Kesehatan. Indikator Derajat Kesehatan
merupakan indikator outcome meliputi mortalitas dan morbiditas serta Angka Harapan Hidup.
Indikator Upaya Kesehatan merupakan indikator output hasil kegiatan Pelayanan Kesehatan
Dasar maupun Rujukan. Indikator Sumber Daya Kesehatan merupakan indikator input yang
merupakan syarat pokok dalam pelaksnaan pembangunan kesehatan.
Secara umum dalam penyusunan profil kesehatan ini dilakukan analisis deskripsif,
analisis komperatif antar Kabupaten, Kota dan Provinsi. Untuk melihat trend tahunan suatu
indikator tertentu dilakukan analisis kecenderungan. Secara terbatas dilakukan juga analisis
hubungan antar faktor risiko dengan output atau outcome.
Untuk mempermudah dalam analisis, variabel indikator yang tersedia pada tabel profil
kesehatan ini, disajikan melalui tampilan tabel, gambar yang disesuaikan dengan tujuan
analisis seperti grafik garis, grafik batang, dan peta.
Profil Kesehatan diharapkan mampu memenuhi kebutuhan informasi baik sektor
kesehatan sendiri maupun sektor non kesehatan, terutama dalam proses manajemen yang
meliputi perencanaan, penggerakan, pengendalian dan monitoring serta evaluasi
pembangunan kesehatan. Untuk itu dilakukan desiminasi informasi melalui distribusi Buku
Profil Kesehatan ke berbagai unit/sektor yang berkaitan dengan Bidang Kesehatan seperti
Kemenkes.RI, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, antar Dinas Kesehatan Provinsi, Bappeda.
Beberapa keterbatasan yang mempengaruhi kecepatan dan ketepatan penyelesaian
Profil diantaranya adalah;
Agar visi tersebut dapat diwujudkan dan dapat mendorong effektifitas dan effisiensi
pemanfaatan sumber daya yang dimiliki, ditetapkan misi Provinsi Jawa Barat sebagai berikut :
1. Mewujudkan Sumber Daya Manumur Jawa Barat yang produktif dan ber Daya Saing
2. Meningkatkan Pembangunan Ekonomi Regional ber Basis Potensi Lokal
3. Meningkatkan Ketersediaan dan Kualitas Infrastuktur Wilayah
4. Meningkatkan Daya Dukung dan Daya tampung Lingkungan untuk Pembangunan
berkelanjutan
5. Meningkatkan Effektifitas Pemerintahan Daerah dan Kualitas Demokrasi
Dinas Kesehatan sebagai salah satu Satuan Kerja Perangkat Daerah Pemerintah
Provinsi Jawa Barat berkepentingan untuk menyelesaikan permasalahan yang berkaitan
dengan fenomena penting aktual yang belum dapat diselesaikan pada periode 5 tahun
sebelumnya khususnya aksesibilitas dan mutu pelayanan kesehatan masyarakat.
Maka Misi, Tujuan dan Sasaran pembangunan kesehatan adalah Misi 1 yaitu
Mewujudkan Sumber Daya Manumur Jawa Barat yang produktif dan ber Daya Saing, dengan
tujuan 1). Mendorong Tingkat pendidikan, kesehatan dan kompetisi kerja masyarakat Jawa
Barat, dan 2) Menjadikan masyarakat Jawa Barat yang sehat, berbudi pekerti luhur serta
menguasai ilmu dan teknologi, Sedangkan Sasaran utama adalah meningkatnya akses dan
mutu pelayanan kesehatan terutama ibu dan anak.
Dalam upaya menjawab tantangan dan isu strategis dalam program pembangunan
kesehatan Jawa Barat maka dilakukan upaya penajaman terhadap kegiatan sebagai
berikut :
1. Peningkatan Persalinan oleh tenaga kesehatan kompeten di fasilitas kesehatan
untuk meningkatkan Angka Harapan Hidup (UHH), menurunkan Angka
Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB)
2. Intensitas dan penyebaran penyakit
3. Peningkatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS )
2. Pertumbuhan Penduduk.
Berdasarkan Estimasi Penduduk Tahun 2012, Jumlah penduduk Provinsi Jawa
Barat adalah 44.548.431 jiwa terdiri dari penduduk laki-laki sebesar 22.666.168 jiwa
(50,88%) dan penduduk perempuan adalah 21.882.263 (49,12%). Kenaikan
Penduduk Provinsi Jawa Barat kurun waktu tahun 2010-2012 terdapat peningkatan
jumlah penduduk sekitar 3,47%.
Gambar III. A. 1
Jumlah Penduduk Di Provinsi Jawa Barat
Tahun 2000 2012
Sex Ratio di Provinsi Jawa Barat tahun 2012 adalah 103,06, artinya komposisi
laki-laki lebih banyak dibandingkan komposisi perempuan, dengan pengertian ada
103 hingga 104 orang laki-laki diantara 100 orang perempuan.
Rasio jenis kelamin tiga tertinggi di Jawa Barat adalah Kabupaten Cianjur
(107,14), Kabupaten Karawang (106,39) dan Kabupaten Indramayu (106,14),
sedangkan rasio jenis kelamin tiga terendah berada di Kabupaten Ciamis (98,09),
Kota Banjar (98,35) dan Kabupaten Tasikmalaya (99,41).
Komposisi penduduk suatu wilayah dikategorikan penduduk muda bila median
umur < 20, penduduk menengah jika median umur 20-30, dan penduduk tua jika
median umur > 30 tahun. Berdasarkan kriteria tersebut, komposisi umur penduduk
Angka beban ketergantungan penduduk di Provinsi Jawa Barat dari tahun 2010
sebesar 52,55% mengalami penurunan menjadi 52,0% pada tahun 2012 yang artinya
bahwa setiap 100 penduduk usia produktif di Jawa Barat menanggung sekitar 52
orang penduduk usia belum/ tidak produktif.
2,5
1,94
2 1,83 1,71 1,89 1,9
1,66
1,5
1
0,5
0
2005 - 2006 2006-2007 2007-2008 2000-2010 2011 2012
Gambar III. A. 5
Laju Pertumbuhan Penduduk Menurut Kabupaten/Kota
Di Provinsi Jawa Barat Periode Tahun 2000-2010
4,69
4,30
5,00
3,48
3,13
4,00
2,56
2,37
2,06
3,00
1,99
1,99
1,89
1,86
1,76
1,73
1,60
1,22
1,21
1,15
1,14
1,10
2,00
0,96
0,84
0,88
0,68
0,47
0,53
0,46
0,40
1,00
0,00
KOTA BOGOR
KOTA BEKASI
KOTA DEPOK
KAB. BOGOR
KOTA SUKABUMI
KOTA BANDUNG
KOTA CIMAHI
KAB. SUKABUMI
KAB. BANDUNG
KAB. PURWAKARTA
KAB. TASIKMALAYA
KOTA CIREBON
KAB. CIANJUR
KAB. CIREBON
KAB. GARUT
KAB. SUBANG
KAB. MAJALENGKA
KOTA TASIKMALAYA
KAB. KUNINGAN
KAB. INDRAMAYU
KAB. SUMEDANG
KAB. CIAMIS
JAWA BARAT
KAB. BDG BARAT
KAB. KARAWANG
KAB. BEKASI
KOTA BANJAR
3. Angka Kelahiran Kasar (CBR= Crude Birth Rate) dan Angka Kesuburan (TFR =
Total Fertility Rate)
Selama periode 2000 2010, trend Angka Kesuburan di Jawa Barat terus
mengalami penurunan. Rata-rata jumlah anak yang dilahirkan (Total Fertility Rate) di
tahun 2000 masih menunjukan angka 2,61 dan tahun 2005 mengalami
penurunanmenjadi 2,53 dan tahun berikutnya terus menurun menjadi 2,08 di tahun
2009, sedangkan tahun 2012 mengalami peningkatan menjadi 2,5. Sedangkan
berdasarkan SDKI 2012, rata-rata perempuan akan mempunyai 2,5 anak selama
hidupnya. Angka Kesuburan di Jawa Barat mengalami kenaikan menjadi 2,5 anak
selama hidupnya. Demikian juga Angka Kelahiran Kasar yang terus menunjukkan
penurunan dari tahun 2000 Angka Kelahiran Kasar sebesar 23,98 hingga pada tahun
2012 sebesar 25,00
2. Penduduk Miskin
Indikator kemiskinan ditentukan dengan Nilai Rupiah yang dibelanjakan untuk
2.100 kalori per kapita per hari ditambah dengan pemenuhan kebutuhan pokok
minimum lainnya seperti perumahan, bahan bakar, sandang, pendidikan, kesehatan,
3. Tingkat Pendidikan
Ukuran atau indikator untuk melihat kualitas sumber daya manusia (SDM)
terkait dengan pendidikan antara lain pendidikan yang ditamatkan dan Angka Melek
Huruf (AMH). Capaian Tingkat Pendidikan untuk indikator Angka Melek Huruf (AMH)
pada Tahun 2012 sebesar 96,97% dan terjadi peningkatan capaian AMH Tahun 2012
terhadap Tahun 2007 sebesar 1,65%. Persentase AMH penduduk berusia 15 tahun ke
atas sebesar 96,97% yang berarti dari setiap 100 penduduk usia 15 tahun ke atas ada
96-97 orang yang melek huruf. Penduduk dikatakan melek huruf jika dapat membaca
dan menulis huruf latin atau huruf lainnya.
Capaian Rata-rata Lama Sekolah (RLS) pada Tahun 2012 sebesar 8,15 tahun
(angka perkiraan BPS Jawa Barat, 6 Maret 2013),Tahun 2008 sebesar 7,50 tahun
(LKPJ 2008), sedangkan capaian RLS Tahun 2007 sebesar 7,50 tahun. Dengan
demikian capaian RLS Tahun 2012 terhadap Tahun 2007 terjadi peningkatan sebesar
0,65 tahun.
Berdasarkan Susenas 2012, AMH penduduk usia 15 tahun ke atas perempuan
(94,10%) lebih rendah dibandingkan laki-laki (97,33%). AMH penduduk usia 15 tahun
ke atas di daerah perdesaan (92,75%) lebih rendah dibandingkan daerah perkotaan
(97,28%). Rendahnya AMH penduduk usia 15 tahun ke atas disebabkan oleh
rendahnya AMH penduduk usia 45 tahun ke atas. AMH penduduk usia 45 tahun ke
atas sebesar 88,09 persen. AMH penduduk usia 45 tahun ke atas perempuan (83,46
persen) lebih rendah dibandingkan laki-laki (92,67 persen).
Angka Partisipasi Sekolah (APS) menunjukkan besaran penduduk usia sekolah
yang sedang bersekolah. APS merupakan ukuran daya serap, pemerataan dan akses
terhadap pendidikan khususnya penduduk usia sekolah. APS 13-15 tahun sebesar
89,59 persen. Ini menunjukkan masih terdapat kelompok usia wajib belajar (13-15
tahun) sebesar 19,20 persen yang tidak bersekolah. APS 16-18 tahun sebesar 58,56
persen dan APS 19-24 tahun sebesar 11,78 persen. APS di perdesaan lebih rendah
dibandingkan perkotaan. Semakin tinggi kelompok umur semakin besar perbedaannya
(gap). Di perdesaan APS 7-12 tahun sebesar 94,29 persen, APS 13-15 tahun 74,83
persen, APS 16-18 tahun 33,95 persen, APS 19-24 tahun sebesar 5,41 persen. Di
perkotaan APS 7-12 tahun sebesar 95,68 persen, APS 13-15 tahun 84,17 persen, APS
16-18 tahun 49,95 persen dan APS 19-24 tahun sebesar 14,20 persen.
80,0
60,0
40,0
20,0
-
2008 2009 2010 2011 2012
IPM 71,1 71,6 72,2 72,8 73,2
Angka Harapan Hidup 67,8 68,0 68,2 68,4 68,6
Beberapa kabupaten kota capaian IPM berada diatas rata-rata capaian IPM
Jawa Barat yaitu Kota Depok, Kota Bekasi, Kota Bandung, Kota Cimahi, Kota
Tasikmalaya, Kota Cirebon, Kota Sukabumi,Kota Bogor, Kabupaten Bandung Barat,
Kabupaten Bekasi, dan Kabupaten Bandung. Sedangkan kabupaten kota lainya berada
dibawah rata-rata IPM Jawa Barat dengan capaian terendah berada di WKPP III dan
WKPP IV yaitu Kabupaten Indramayu, Kabupaten Cirebon Dan Kabupten Cianjur.
Indeks Pendidikan Provinsi Jawa Barat tahun 2012 mencapai 82,75 atau naik
1,08 point dari tahun 2010. Beberapa komponennya yaitu rata-rata lama sekolah (RLS)
mencapai 8,20 tahun atau naik 0,25 tahun, angka melek huruf (AMH) mencapai
96,48% atau naik 0,48%, APK SD/MI mencapai 119,06% atau naik 1,88%, APK
SMP/MTs mencapai 94,03% atau naik 0,06%, serta APK SMA/SMK/MA mencapai
59,56% atau naik 2,06%. Namun demikian, disadari sepenuhnya bahwa berbagai
program yang telah kita canangkan tentunya tidak akan berhasil dengan optimal jika
tidak diiringi dengan sinergitas dan dukungan yang penuh dari segenap stakeholders
pembangunan pendidikan, khususnya untuk meningkatkan pemerataan akses
pendidikan.
Selanjutnya pada tahun 2012, pencapaian Provinsi Jawa Barat dalam Indeks
Daya Beli yang merupakan alat ukur untuk mengetahui standar kehidupan yang layak
adalah 64,17 poin. Kondisi Purchasing Power Parity atau Paritas Daya Beli LPPD
Pemerintah Provinsi Jawa Barat 2012 mencapai Rp.637.67 ribu, jika dibandingkan
dengan tahun 2010 yang mencapai Rp. 630,77 ribu, mengalami kenaikan sekitar 1,1%.
Risiko penularan DBD di Provinsi Jawa Barat masih relatif tinggi, mengingat
ABJ Jawa Barat masih dibawah nilai standar 95%. Tahun 2012 ABJ Provinsi Jawa Barat
hanya mencapai 80%. Dari 26 kabupaten kota hanya Kota Cimahi dan Kota Banjar yang
mempunyai ABJ diatas 95%.
Berdasarkan risiko ABJ di Jawa Barat untuk wilayah administrasi kabupaten,
Kabupaten Karawang merupakan kabupaten yang mempunyai ABJ paling rendah yakni
54% dan yang tertinggi ada di Kabupaten Garut yakni 94.1%. Sedangkan untuk wilayah
administrasi kota Kota Sukabumi merupakan kota dengan ABJ terendah yakni 88.7% dan
untuk yang tertinggi ada di Kota Cimahi dengan angka 96.4%.
2. Rumah Sehat
Rumah sehat adalah bangunan rumah tinggal yang memenuhi syarat
kesehatan, yaitu rumah yang mempunyai jamban sehat, mempunyai sarana air bersih,
mempunyai tempat pembuangan sampah, mempunyai sarana pembuangan limbah,
mempunyai ventilasi rumah yang baik, memiliki kepadatan hunian rumah yang sesuai
dan mempunyai lantai rumah yang tidak terbuat dari tanah.
Rumah merupakan tempat aktifitas dan tempat berlindung keluarga, sehingga
diperlukan kondisi rumah yang dapat mengurangi/ menghilangkan risiko penghuni rumah
untuk menjadi sakit.
Berikut gambaran capaian Cakupan Rumah Sehat menurut kabupaten kota di
Jawa Barat tahun 2012.
Gambar III. C. 3
Sebaran Cakupan (%) Rumah Sehat
Di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012
3. Jamban Sehat
Jamban Sehat adalah tempat buang air besar yang konstruksinya memenuhi
syarat-syarat kesehatan, antara lain pembuangannya tinjanya menggunakan tangki
septik.
Berdasarkan pencatatan dan pelaporan kabupaten kota, Cakupan Jamban
Sehat di Provinsi Jawa Barat tahun 2012 adalah 73.0 %, seperti diperlihatkan oleh
gambar berikut..
Gambar III. C. 4
Cakupan (%) Jamban Sehat Menurut Kabupaten Kota
Di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012
Lima belas kabupaten kota (57.7 %) di Jawa Barat Cakupan Jamban Sehatnya
sudah lebih tinggi dari cakupan provinsi. Cakupan Jamban Sehat tertinggi untuk wilayah
kabupaten terdapat di Subang (100 %) dan untuk kota cakupan tertinggi dicapai oleh
Kota Sukabumi (99.8%). Sedangkan untuk cakupan terendah wilayah kabupaten terdapat
di Cirebon (35.2%) dan wilayah kota terdapat di Kota Cimahi dengan cakupan hanya
35.2%.
A. MORTALITAS
1. Umur Harapan Hidup Waktu Lahir (E0)
Umur Harapan Hidup Waktu Lahir (E0) (UHH) adalah salah satu indikator
derajat kesehatan yang digunakan sebagai salah satu dasar dalam menghitung Indeks
Pembangunan Manusia (IPM). UHH mencerminkan lamanya usia seorang bayi baru
lahir diharapkan hidup. Indikator ini dipandang dapat menggambarkan taraf hidup suatu
bangsa. Beberapa faktor yang mempengaruhi UHH antara lain adalah ekonomi,
pendidikan, geografis. Di Provinsi Jawa Barat angka UHH diperoleh secara tidak
langsung melalui Sensus Penduduk yang dilaksanakan setiap 10 tahun sekali dan
perhitungan setiap tahun melalui proyeksi.
Gambar IV. A.1
Umur Harapan Hidup Waktu Lahir (Eo) (UHH) di Provinsi Jawa Barat
Tahun 2000, 2005 s/d 2012
68,20 68,40 68,60
67,60 67,80 68,00
67,40
66,47
64,63
2. Kematian
a. Kematian Bayi
Angka kematian yang terjadi dalam suatu wilayah dapat menggambarkan
derajat kesehatan, maupun hal lain misalnya rawan keamanan atau bencana alam.
Pada dasarnya penyebab kematian ada yang langsung dan tidak langsung, walaupun
dalam kenyataannyaterdapat interaksi dari berbagai faktor yang mempengaruhi
terhadap tingkat kematian di masyarakat.
Berbagai faktor yang berkaitan dengan penyebab kematian maupun
kesakitan antara lain dipengaruhi oleh tingkat sosial ekonomi, kualitas lingkungan
hidup, upaya pelayanan kesehatan dan lain-lain. Di Provinsi Jawa Barat beberapa
faktor penyebab kematian dan kesakitan perlu mendapat perhatian khusus
diantaranya yang berhubungan dengan kematian ibu dan bayi yaitu besarnya tingkat
kelahiran dalam masyarakat, umur masa paritas, jumlah anak yang dilahirkan serta
penolong persalinan.
Angka Kematian Bayi (AKB) atau Infant Mortality Rate (IMR) merupakan
indikator yang sangat sensitif terhadap kwalitas dan pemanfaatan pelayanan
kesehatan terutama yang berhubungan dengan perinatal, juga merupakan tolok ukur
pembangunan sosial ekonomi masyarakat menyeluruh.
AKB dihitung dari jumlah kematian bayi dibawah usia 1 tahun pada setiap
1000 kelahiran hidup. AKB di Provinsi Jawa Barat dari 45,69 per 1000 kelahiran hidup
tahun 2000, pada tahun 2006 menurun menjadi 40,26 per 1000 kelahiran hidup.
Data hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 menunjukkan
AKB di Provinsi Jawa Barat sebesar 39 per 1000 kelahiran hidup, tahun 2010
Gambar IV. A. 5
Angka Kematian Bayi (AKB) Per 1.000 Kelahiran Hidup
Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2010
b. Kematian Balita
Angka Kematian Balita adalah jumlah kematian anak umur 0 4 tahun per
1000 kelahiran hidup. Estimasi Angka Kematian Balita di Indonesia dihitung oleh
Badan Pusat Statistik. Sementara itu di Provinsi Jawa Barat estimasi AKABA dari
tahun ke tahun menunjukan penurunan dari tahun 2006 sebesar 51,99 per-1000
kelahiran hidup, tahun 2007 sebesar 50.79 per 1000 kelahiran hidup, pada tahun
2008 sebesar 49,6 dan 38 per-1000 kelahiran hidup pada tahun 2012. Hal ini
menggambarkan bahwa masih banyak di Jawa Barat tingkat permasalahan
kesehatan serta faktor lain yang berpengaruh terhadap kesehatan anak dan balita
seperti, gizi, sanitasi, penyakit infeksi dan kecelakaan.
1. PENDIDIKAN PEREMPUAN 18 6 10 -
d. Kematian Kasar
Angka Kematian Kasar (Crude Death Rate) dapat digunakan sebagai
petunjuk umum status kesehatan masyarakat, kondisi kesehatan di dalam
masyarakat, secara tidak langsung menggambarkan kondisi lingkungan ekonomi, fisik
dan biologis. AKK menjadi dasar penghitungan laju pertambahan penduduk,
walaupun penilaian yang diberikan secara kasar dan tidak langsung.
Menurut BPS Provinsi Jawa Barat, perkiraan tingkat kematian tahun 2000-
2005 untuk perempuan berkisar sebesar 20,59 dan laki-laki 20,19.
15
10
0
1971-1980 1980-1995 1985-1990 1990-1995
(BPS) (SUPAS) (SUPAS) (ESTIMASI)
NASIONAL 16,7 9,1 7,9 7,5
JAWA BARAT 13,57 11,32 9,2 8,4
B. MORBIDITAS
1. Gambaran Umum Masalah Kesehatan
Menurut SUSENAS tahun 2012 Persentase Penduduk Jawa Barat yang sakit
sebesar 14,01% dan terjadi penurunan dari tahun 2011 (14,01%). Hal ini dibawah angka
Nasional sebesar 14,49%.
Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten/ Kota tahun 2012, Pola penyakit
penderita rawat jalan usia bayi (neonatal dan < 1 tahun) di Puskesmas menunjukkan
urutan terbanyak penyakit yang ditemukan adalah penyakit saluran pernafasan
mencakup infeksi saluran pernafasan atas akut (42,47%), serta penyakit Diare dan
Gastroenteritis (13,47 %). Hal yang sama ditemukan pada pasien rawat jalan di RS,
Infeksi Saluran Pernafasan Atas Akut ( 6,76 % ) serta Tukak lambung dan Gastritis (
10,14 % ) masih mendominasi.
Untuk menggambarkan besaran permasalahan faktor risiko mana yang dominan
mempengaruhi status kesehatan masyarakat Jawa Barat tahun 2012, dilakukan
perbandingan pola penyakit yang terjadi dengan pendekatan Teori HL Bloom. Apakah
faktor risiko pola penyakit tersebut disebabkan genetik, pelayanan, perilaku atau karena
faktor lingkungan.
Untuk menggambarkan Pola penyakit secara umum di Jawa Barat tahun 2012,
dapat di diketahui dengan gambaran sepuluh besar penyakit rawat inap rumah sakit
pada semua golongan umur, seperti terlihat pada gambar berikut ini.
Gambaran pola penyakit pada golongan umur balita yaitu 1 tahun sampai
dengan 4 tahun dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar IV. B. 3
Pola Penyakit Penderita Rawat Inap RS Menurut Golongan Umur 1 4 Tahun
di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012
Jenis penyakit terbanyak pada sepuluh besar penyakit pada golongan umur 1
tahun sampai dengan 4 tahun adalah jenis penyakit infeksi sebesar 78,14 %.
Sedangkan penyakit non infeksi sebesar 21,86%. Hal tersebut mengindikasikan bahwa
dominan permasalahan pola penyakit pada 1 tahun sampai dengan 4 tahun masih
berkaitan dengan perilaku dan lingkungan.
Untuk mengetahui pola penyakit rawat inap di rumah sakit untuk golongan
umur 5 tahun sampai dengan 14 tahun, dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Berbeda dengan pola penyakit pada golongan umur sebelumnya, maka pola
penyakit pada golongan umur 15 tahun sampai dengan 44 tahun diwarnai dengan
penyakit yang berkaitan dengan proses kehamilan dan persalinan, seperti adanya
3) Rabies
Kasus Gigitan Hewan Penular Rabies (HPR) di Provinsi Jawa Barat selama
kurun waktu 2005-2012 sebanyak 4.027 kasus dengan rerata pertahun sebesar 500
kasus gigitan.
Tabel IV. B. 1
Kasus Gigitan Hewan Penular Rabies (HPR) dan Rabies
di Provinsi Jawa Barat tahun 2005-2012
No Tahun Penderita gigitan Rabies Keterangan
1 2005 389 1 Kab. Garut
2 2006 453 2 Kab. Tasikmalaya
Kab. Garut
3 2007 528 1 Kabupaten Ciamis
4 2008 619 3 Kab. Cianjur
Kab. Sukabumi (2)
5 2009 388 2 Kab. Garut
6 2010 573 4 Kab. Garut (2)
Kab. Sukabumi (2)
7 2011 549 0 -
8 2012 528 2 Kab. Sukabumi (2)
2010
2011
Tingkat kematian akibat kasus diare ( CFR) dari waktu ke waktu menunjukkan
kecenderungan adanya penurunan yaitu dari 0,003% pada tahun 2007 menurun
hingga 0,004% pada tahun 2012. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh penemuan
dini kasus diare dan tatalaksana kasus diare yang lebih baik, terutama dalam 3 tahun
terakhir. Meskipun Cakupan Penemuan Diare tahun 2012 belum mencapai target.
Gambar IV. B. 16
Cakupan Penemuan Kasus Diare Menurut Kabupaten Kota
Provinsi Jawa Barat 2012
Pada tahun 2012 dari 26 kabupaten kota di Jawa Barat yang Cakupan
Penemuan Diare mencapai target minimal 70% hanya sebanyak sepuluh kabupaten
kota. Cakupan tertinggi dicapai Kota Cirebon untuk wilayah kota. Sedangkan untuk
wilayah kabupaten dicapai oleh Kab. Garut. Sementara Capaian terendah untuk
wilayah kota ada di Kota Depok dan Kab. Bekasi untuk wilayah kabupaten.
Jumlah kabupaten kota dengan CDR diatas 1/100.000 di Jawa Barat baru
mencapai 77% (20 kab kota). Enam kabupaten lainnya belum mencapai, yaitu Kab.
Garut, Kab. Cianjur, Kab Bandung, Kota Cimahi, Kota Sukabumi dan Kota Bandung.
Proporsi kabupaten kota dengan CDR tertinggi di Jawa Barat dicapai
Kabupaten Indramayu yaitu sebesar 18.5 %. Sedangkan terendah di Kabupaten dan
Kota Bandung dengan cakupan 0.3/100.000.
Gambar IV. B. 18
CDR Kusta Menurut Kabupaten/Kota
di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
3). Tuberkulosa
Keberhasilan Pengendalian Penyakit TB Paru dapat dilihat dari Cakupan
Indikator Penemuan Kasus BTA + dan Angka Kesembuhan. Penemuan TB Paru di
Provinsi Jawa Barat selama periode 2008-2012 cenderung meningkat, namun untuk
tahun 2012 bila dibandingkan tahun 2011 mengalami penurunan yaitu dari capaian
75.2% tahun 2011 menjadi 71.5% pada tahun 2012.
Meskipun mengalami penurunan pada tahun 2012, namun bila dilihat dari
target program Cakupan Penemuan Kasus TB Paru Provinsi Jawa Barat masih diatas
target 70%.
4) Pneumonia
Cakupan penemuan kasus Pneumoni di Provinsi Jawa Barat sejak tahun
2000 hingga 2012 berkisar antara 34%-52.7%, hal itu berarti selama 10 tahun tidak
sekalipun cakupan penemuan kasus Pneumoni mencapai target penemuan sebesar
85.6%. Bila dibandingkan dengan cakupan 2011 maka cakupan 2012 tidak berubah
yaitu berkisar di angka 44%.
Pada tahun 2012 terdapat sebelas kabupaten kota yang dalam laporannya
tidak menemukan kasus AIDS, yaitu Kab. Kuningan, Kab. Karawang, Kab. Garut,
Kab. Majalengka, Kab. Ciamis, Kota Cirebon, Kota Bekasi, Kota Banjar, Kota Tasik,
Kota Depok dan Kota Sukabumi.
Gambar IV. B. 29
Penemuan Kasus AIDS Per Kabupaten Kota
Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
6) Penyakit Difteri.
Penyakit Diptheri merupakan salah satu penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi (PD3I). Kasus Diptheri di Jawa Barat selain jumlahnya yang mengalami
peningkatan, penyebarannya juga mengalami perluasan ke kabupaten kota yang
pada tahun sebelumnya tidak melaporkan penemuan kasus Diptheri.
Gambar dibawah ini menunjukan bahwa pada tahun 2012 jumlah kasus
Diptheri menurun dibanding tahun sebelumnya. Dari 45 kasus Diptheri tahun 2011,
menurun menjadi 31 kasus pada tahun 2012. Menurunnya penemuan kasus Diptheri
dimungkinkan dengan adanya peningkatan cakupan imunisasi Diptheri.
Gambar IV. B. 31
Penemuan Kasus Difteri di Provinsi Jawa Barat Tahun 2009-2012
7) Penyakit Campak
Permasalahan Penyakit Campak di Jawa Barat dapat dilihat dari masih
adanya kasus Campak yang mengelompok dan dikategorikan sebagai Kejadian Luar
Biasa (KLB). Kejadian Luar Biasa Campak dalam periode tiga tahun ini frekwensinya
relatif meningkat,namun terjadi pada daerah kantong dengancakupan imunisasi
Campak rendah. Daerah kantong tersebut misalnya wilayah kampung, dusun, RW
bahkan RT.
Peningkatan frekwensi ini juga berkaitan dengan peningkatan pemahaman
petugas surveilans dalam KLB Campak. Surveilans Campak saat ini masuk dalam
fase Case Based Measles Surveillance (CBMS), yaitu sistem surveilans Campak
yang dilengkapi dengan metode konfirmasi laboratorium untuk setiap kasus campak
(saat ini masih dengan sampel terbatas).
Frekwensi KLB Campak tahun 2012 menurun dibanding dengan tahun 2011
yaitu dari 47 freqwensi tahun 2011 menjadi 30 pada tahun 2012.
Gambar IV. B. 34
Sebaran Penemuan KLB Campak Menurut Kabupaten/Kota
Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
Berdasarkan dari laporan rutin STP 2012, diketahui besaran masalah Campak
yang digambarkan dengan besarnya angka kejadian Campak (IR/100.000 penduduk)
menurut kabupaten kota.
Angka kejadian Campak Provinsi Jawa Barat tahun 2012 sebesar 15.11/100 .000
penduduk. Kisaran angka kejadian Campak kabupaten kota 2012 yaitu antara 0.13
sampai dengan 65.60. Angka kejadian tertinggi terjadi di Kota Depok dan terendah di
Kabupaten Bandung Barat.
Proporsi Campak 40.11% terjadi pada usia dibawah lima tahun, dan 59.89 %
terjadi pada usia diatas lima tahun. Sedangka untuk usia dibawah 1 tahun sebesar
10.08%.
>
Upaya Kesehatan terdiri dari upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan
perorangan. Upaya kesehatan masyarakat adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh
pemerintah dan atau masyarakat serta swasta, untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan
serta mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan di masyarakat. Sedangkan
upaya kesehatan perorangan adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau
masyarakat serta swasta, untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan
menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan.
Kualitas pelayanan kesehatan ditentukan juga oleh berbagai faktor antara lain sarana
fisik, tenaga kesehatan, alat penunjang pelayanan kesehatan, obat-obatan dan standar
pelayanan kesehatan.
Berdasarkan hasil Susenas tahun 2012, persentase penduduk yang memiliki keluhan
kesehatan pada sebulan terakhir sebesar 28,45% (26,54% Laki-laki dan 26,21% Perempuan).
Lama mengeluh sakit sekitar 1- 3 hr sebesar 57,24% yang artinya 100 orang penduduk,
diantaranya 57 orang menderita sakit. Dari Penduduk yang mengalami keluhan kesehatan
tahun 2012, dengan cara berobat jalan pada perempuan (47,00%) lebih tinggi dibandingkan
laki-laki (40,25%) dan cara mengobati sendiri pada perempuan (72,26%) lebih rendah
dibandingkan laki-laki (79,58%).
Berbagai upaya pemerintah telah dilakukan untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat, antara lain melalui upaya kesehatan dasar, upaya kesehatan rujukan serta
perbaikan gizi masyarakat serta upaya kesehatan khusus.
Sumber : Profil Kab/kota dan Seksi Kesga-Gizi Bid. Yankes Dinas Provinsi Jawa Barat tahun 2012
Sumber : Profil Kab/kota dan Seksi Kesga-Gizi Bid. Yankes Dinas Provinsi Jawa Barat tahun 2012
25
0
2008 2009 2010 2011 2012
Pelayanan yang diberikan kepada ibu nifas antara lain pemberian vitamin A,
berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten/Kota, terdapat 69,20% ibu nifas Provinsi
Jawa Barat yang mendapatkan kapsul vitamin A, apabila dibandingkan antar
Kabupaten/Kota terdapat 17 Kabupaten/Kota diatas angka Jawa Barat, tertinggi
terdapat di Kabupaten Majalengka (105,8%) dan terendah di Kota Sukabumi (6,80%).
Dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar V. A. 9
Cakupan Ibu Nifas Mendapatkan Kapsul Vitamin A
Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
Rumah
RS. Swasta
32,50%
8,80%
Praktik
RSAB/RB Nakes Polindes
6,80% 30,70% 1,40%
SUNTIK MOW
51,20% 2,60%
IM PLAN
4,60%
Sedangkan pencapaian KB Baru pada tahun 2012 sebesar 22,5%, Selama kurun
waktu 2008-2012 mengalami kenaikan sebesar 5,56 poin. Perkembangan peserta
cakupan KB Baru selama 6 tahun dapat dilihat dibawah ini.
Gambar V. A. 18
Cakupan Peserta KB Baru
Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2008-2012
28,00
24,3
24,00
C 22,5
20,00
a 16,94
16,00 16,86
k 18,8
12,00
u
8,00
p
4,00
a
0,00
n
2008 2009 2010 2011 2012
Polinde Faskes
Puskes Tidak Pemeri
s/Poske Rumah mas Ber-KB ntah
sdes Sakit 9,00%
unmet 11,32% 35,81%
1,60% 5,20% Pustu need
Perawat 2,00% 14,97%
Praktik Lainnya
Klinik
2,10% 16,70%
2,00%
Tim KB
0,80%
Bidan
Praktik Dokter
58,20% Praktik
2,40% Faskes
Swasta
37,90%
3. Pelayanan Immunisasi
Program immunisasi merupakan salah satu program prioritas yang dinilai sangat
efektif untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi akibat penyakit-penyakit
yang dapat dicegah oleh immunisasi.
a. Imunisasi Bayi
Pencapaian Cakupan imunisasi di Provinsi Jawa Barat pada Tahun 2012
yaitu Immunisasi BCG sebesar 100% , Immunisasi DPT3 + HB 3 sebesar 99,4%.
Immunisasi Polio 4 sebesar 97,9% , dan Immunisasi Campak 97,7% sedangkan
untuk cakupan Hepatitis 0-7 hari sebesar 91,7%. Terdapat kenaikan cakupan
dibandingkan dengan Tahun 2011 termasuk untuk tingkat Droup Out (DO) juga
menurun sebesar 3,8%. Untuk melihat perkembangan cakupan imunisiasi secara
lengkap dapat dilihat pada tabel Tabel V.A.1 dan secara rinci menurut kabupaten/kota
dapat dilihat pada lampiran tabel 39.
Tabel V. A. 1
Cakupan Imunsiasi BCG, DPT 3, Polio 4, Hepatitis B0 dan Drop Out
Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2005 2012
Tahun BCG DPT3 + HB3 Polio4 Campak HB O DO
2005 73,68 75,55 45,56 80,67 68,53 6,79
2006 81,65 83,02 56,95 77,08 51,26 7,15
2007 90,43 87,19 82,57 78,33 82,57 6,44
2008 87,65 92,38 86,70 88,01 64,15 4,73
2009 94,12 97,23 93,29 93,87 79,48 3,45
2010 99,36 93,63 93,27 92,03 83,63 5,01
2011 99,85 95,42 92,26 94,41 86,41 3,30
2012 100,00 99,40 97,90 97,70 91,70 3,80
Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota & Bid. Bina PLPP Dinkes Prov. Jabar
Sumber: Profil Kesehatan kabupaten/Kota dan Bidang Bina PLPP tahun 2012
Dari 272 buah Rumah Sakit di Jawa Barat, hanya 79 rumah sakit (29,04%) yang
terakrediatasi. Berarti 193 Rumah Sakit (70,96%) belum terakreditasi. Untuk Rumah Sakit
Umum dan Khusus dengan status kepemilikan pemerintah Pusat maupun Daerah akreditasi
baru mencakup 44 Rumah Sakit (61,97%). Akreditasi diberikan untuk 26 Rumah Sakit
dengan 5 jenis pelayanan, 15 Rumah Sakit dengan 12 pelayanan dan 3 Rumah Sakit untuk
16 jenis pelayanan. Rumah Sakit Pemerintah yang belum terakreditasi sebanyak 27 Rumah
Sakit (9,9%).
Untuk Rumah Sakit swasta akreditasi baru diberikan terhadap 35 Rumah Sakit
(17,41%), dengan kategori akreditasi 9 jenis pelayanan untuk 16 Rumah Sakit, akreditasi 12
pelayanan untuk 13 Rumah Sakit dan akreditasi 16 pelayanan untuk 6 Rumah Sakit.
Sebanyak 122 rumah sakit (60,7%) belum terakreditasi.
Kunjungan rawat inap di seluruh Rumah Sakit Provinsi Jawa Barat pada tahun
2012 mencapai 1.283.651 kunjungan. Untuk mengetahui gambaran pelayanan yang
diberikan rumah sakit, dapat diukur dari dari indikator yang mengindikasikan tingkat
pemanfaatan sarana pelayanan, mutu pelayanan dan tingkat efisiensi pelayanan.
Capaian kinerja pelayanan rumah sakit menurut status dan kepemilikan rumah
sakit dapat di lihat berdasarkan tabel klasifikasi dibawah ini. Pencapaian BOR tertinggi
terjadi pada rumah sakit milik Pemerintah Kabupaten Kota 69%. Walaupun belum
mencapai BOR ideal yakni 75-85% namun hal ini menunjukan pada umumnya RSU
Pemda lebih dimanfaatkan oleh masyarakat dibandingkan dengan yang lain. Sedangkan
yang terendah terjadi pada RSU Kemankes dengan cakupan 18%.
Cakupan LOS tertinggi terjadi pada rumah sakit vertikal pusat dengan 14 hari.
Sedangkan yang paling rendah terjadi pada rumah sakit umum swasta 2,1 hari. Hampir
seluruh rumah sakit mencapai nilai ideal LOS 3-12 hari kecuali RS Swasta dan RS
Khusus Swasta yang hanya mencapai sekitar 2 hari.
Batasan ideal untuk TOI adalah 1 sd 3 hari. Itu berarti hanya RSU Pemda,
Swasta dan BUMN yang TOI nya ideal. Sedangkan TOI rumah sakit lainnya belum
masuk pada interval TOI ideal. Bahkan RS Vertikal Pemeirintah Pusat mencapai TOI
47,4 hari.
BTO tertinggi pada RSU Pemda mencapai 70 kali, terendah RSU Vertikal Pusat
6 kali. Rata-rata rumah sakit telah mencapai kondisi ideal >30 kali kecuali RS Vertikal
Pusat 6 kali dan RS Khusus Pemeritah 18 kali.
Bagaimana tingkat efisiensi rumah sakit dalam pemanfaatan tempat tidur, dapat
dilihat pada gambar Grafik Barber Johnson diatas yang disajikan berdasarkan RS
Vertikal, RS Pemda, RS Swasta, RS TNI Polri, RS BUMN dan RS Khusus.
Berdasarkan visualisasi Grafik Barber Johnson diatas, tampak tidak ada satupun
kelompok rumah sakit di Jawa Barat yang mempunyai tingkat efisiensi pengelolaan
rumah sakit yang optimal (efisien bila perpotongan garis LOS dan TOI berada di daerah
yang efisien).
Indikator mutu pelayanan rumah sakit GDR bisa memberikan gambaran secara
umum tentang kematian yang terjadi di rumah sakit, tanpa mempertimbangkan
kematian pasien yang baru tiba atau sampai di rumah sakit (dibawah 48 jam).
Kematian yang terjadi pada pasien yang datang kerumah sakit sebelum 48 jam.
Indikator GDR menunjukkan mutu pelayanan Rumah Sakit. Pada tahun 2012 di Provinsi
Jawa Barat sebesar 2,4%, masih dibawah standar yaitu tidak lebih dari 45 per 1000
penderita keluar.
Berdasarkan pencatatan dan pelaporan yang diterima, indikator GDR seluruh RS
di Jawa Barat rerata nya adalah 24/1000. GDR tertinggi terjadi di RS Vertikal Pusat,
dengan 45/1000. Hal ini wajar karena RS tersebut merupakan rumah sakit rujukan
tertinggi di Jawa Barat, yang banyak menerima pasien dengan kondisi yang sudah kritis/
kompleks. Capaian indikator GDR RS Pemerintah ini sama dengan nilai standar indikator
GDR, yakni 45/1000. Sedangkan yang terendah ada di RS Khusus Swasta dengan nilai
4/1000.
1. Status Gizi
Masalah gizi penduduk merupakan masalah yang tersembunyi, yang berdampak
pada tingginya angka kesakitan dan kematian. Kurang asupan dan absorbsi gizi mikro
dapat menimbulkan konsekuensi pada status kesehatan, pertumbuhan, mental dan
fungsi lain (kognitif, sistim imunitas, reproduksi, dan lain-lain). Timbulnya masalah gizi
dapat disebabkan karena kualitas dan kuantitas dari intake makanan (terutama energi
dan protein), dimana secara kronis bersama-sama dengan faktor penyebab lainnya
dapat mengakibatkan maramus atau kwashiorkor.
Sesungguhnya telah banyak upaya penanggulangan masalah gizi yang
dilakukan, akan tetapi, keberhasilan upaya tersebut masih dirasakan belum optimal.
30,0
25,0 2007
20,0
2010
15,0
13,0
15,0 11,0
9,0
10,0
5,0
2. Anemia Gizi
Upaya penanggulangan anemia gizi diprioritaskan kepada kelompok rawan yaitu
ibu hamil, balita, anak usia sekolah dan wanita usia subur termasuk remaja putri dan
pekerja wanita.
Terjadinya defisiensi besi pada wanita, antara lain disebabkan jumlah zat besi
yang di absorbsi sangat sedikit, tidak cukupnya zat besi yang masuk karena rendahnya
bioavailabilitas makanan yang mengandung besi atau kenaikan kebutuhan besi selama
hamil, periode pertumbuhan dan pada waktu haid Penanganan defisiensi besi dengan
pemberian suplementasi tablet besi merupakan cara yang paling efektif untuk
meningkatkan kadar Fe/besi dalam jangka waktu yang pendek. Pemerintah melalui
Departemen Kesehatan telah melaksanakan penanggulangan anemia defisiensi besi
pada ibu hamil dengan memberikan tablet besi folat (Tablet Tambah Darah/TTD) yang
mengandung 60 mg elemental besi dan 250 ug asam folat) setiap hari satu tablet selama
90 hari berturut-turut selama masa kehamilan.
Selama ini upaya penangulangan anemia gizi difokuskan ke sasaran ibu hamil
dengan suplemen besi. Cakupan Pemberian tablet besi (Fe) pada ibu hamil dengan
mendapatkan 90 tablet Besin(Fe3) pada tahun 2012 sebesar 90,32%, apabila cakupan
ini dibandingkan tahun 2010 (82,09%) mengalami kenaikan sebesar 8,23 point, angka ini
sudah mencapai target (90%).
3. Kurang Vitamin A
Hasil analisis vitamin A dalam serum mengungkapkan bahwa 50% status vitamin
A anak balita masih rendah atau marjinal. Hal ini menggambarkan bahwa untuk
mencegah terjadinya kembali prevalensi xerophthalmia yang tinggi, program
penanggulangan kurang vitamin A perlu diteruskan dengan dukungan konsumsi
makanan sumber vitamin A bagi anak balita.Penanggulangan defisiensi vitamin A pada
anak balita dapat dilakukan dengan cara pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi
(200.000 IU) setiap 6 bulan sekali, pendidikan gizi ibu di posyandu, fortifikasi bahan
makanan yang banyak dikonsumsi anak balita dengan vitamin A (1.800 IU). Pemberian
satu kapsul vitamin A pada ibu sehabis melahirkan bertujuan untuk meningkatkan kadar
vitamin A dalam ASI bagi ibu dalam 1-2 minggu, disamping itu pula kepada ibu
menyusui dapat diberikan pendidikan gizi di posyandu tentang pentingnya konsumsi
makanan sumber vitamin A.
Buta senja adalah salah satu gejala kurang vitamin A (KVA). Kurang Vitamin A
tingkat berat dapat mengakibatkan keratomalasia dan kebutaan. Vitamin A berperan
pada integritas sel epitel,imunitas danreproduksi. KVA pada anak balita dapat
mengakibatkan risiko kematian sampai 20-30%. Upaya penanggulangan masalah kurang
vitamin A masih bertumpu pada pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi pada anak
Balita, Bayi dan ibu Nifas.
Persentase Anak Balita mendapatkan vitamin A di Provinsi Jawa Barat pada
tahun 2012 sebesar 81,4%, berkisar antara 103% 70,9%, cakupan ini apabila
dibandingkan dengan tahun 2009 sebesar 93,35%, mengalami penurunan sekitar
12,80%.
BIDAN
PERAWAT
18,10%
38,20%
MEDIS
10,90%
TENAGA NON
KES.
20,50% KEFARMASIA
N
KETEKNISAN 3,40%
KETEKNISAN KESMAS
FISIK MEDIS GIZI
0,40% 2,40% SANITASI 2,10%
2,20% 1,80%
Pada Tabel dibawah ini menunjukkan rasio jenis tenaga kesehatan yang bekerja
diseluruh unit kerja terhadap jumlah penduduk tahun 2012 yaitu sebesar 172,46 per-100.000
penduduk.
Tabel VI. A. 1
Ratio Tenaga Kesehatan Terhadap 100.000 Penduduk
Menurut Jenis Tenaga Kesehatan di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
a. Tenaga Medis
Proporsi tenaga medis yang bekerja di Puskesmas pada Tahun 2012 sebanyak
2.704 orang yang meliputi Dokter Umum sebesar 70,49%, Dokter Gigi 28,81%, dan
Dokter Spesialis 0,70%
Di Provinsi Jawa Barat rata-rata terdapat 1-2 orang dokter umum bekerja di
puskesmas. Penyebarannya masih belum merata sehingga masih ada puskesmas yang
tidak mempunyai dokter. Sedangkan ratio tenaga medis terhadap penduduk ternyata 1
dokter umum melayani 16.475 orang.
b. Tenaga Keperawatan
Proporsi tenaga keperawatan yang bekerja di Puskesmas pada Tahun 2012
meliputi BIdan sebesar 33,43% dan Perawat sebesar 30,25%
Di Provinsi Jawa Barat rata-rata tenaga keperawatan terdapat 8-9 orang yang
bekerja di puskesmas. Penyebarannya masih belum merata sehingga masih ada
puskesmas kekurangan tenaga keperawatan dengan 1 orang tenaga keperawatan harus
melayani 5,116 orang
Rasio Bidan terhadap puskesmas terdapat 9-10 bidan bekerja di puskesmas.
Disamping jumlah yang masih sedikit, faktor penyebarannya masih merupakan masalah,
sehingga rasio bidan dengan puskesmas pun masih belum merata. Rasio tenaga bidan
terhadap jumlah penduduk yaitu 1 orang bidan maelayani 4.631 orang. Rasio tenaga
bidan dan perawat di puskesmas disajikan pada Tabel VI.A.4 dibawah:
Tabel VI. B. 2
Rasio Puskesmas Terhadap Wilayah Administrasi dan Penduduk
di Provinsi Jawa Barat, Tahun 20082012
Dari data tersebut diatas terlihat perkembangan sarana distribusi dari tahun ke
tahun menunjukkan peningkatan. Hal tersebut menunjukkan bahwa Pembinaan dan
pengawasan harus ditingkatkan. Tujuan pembinaan dan pengawasan yang dilakukan
adalah untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh penggunaan
sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan mutu atau
keamanan.
C. PEMBIAYAAN KESEHATAN
1. Pembiayaan Kesehatan
Pembiayaaan kesehatan memegang peranan yang sangat penting dalam
pencapaian suatu tujuan disetiap kegiatan pembangunan kesehatan di Provinsi Jawa
Barat.
Sumber dana pembangunan kesehatan di Provinsi Jawa Barat berasal dari
APBN, APBD Provinsi, Hibah Luar Negeri dan lain-lain.
Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2012, pembiayaan
kesehatan terdiri dari APBD Kabupaten/ kota sebesar 71,26% dari total anggaran
pembiayaan kesehatan, sedangkan APBD Provinsi sebesar 8,84% dari total anggaran
pembiayaan kesehatan, APBN sebesar 15,52% dari total anggaran pembiayaan
kesehatan, Pinjaman/ Hibah Luar Negeri sebesar 0,18 % dari total anggaran
pembiayaan kesehatan dan Sumber Pemerintah Lain sebesar 4,19% dari total
pembiayaan kesehatan. Persentase keseluruhan anggaran APBD Kesehatan terhadap
anggaran APBD di Provinsi Jawa Barat baru mencapai 7,96%. Dengan Anggaran
kesehatan per-kapita mengalami kenaikan sebesar 38,39% dari tahun 2010 sebesar Rp.
62,220,51,- menjadi Rp 111.598,- pada tahun 2012.
Apabila dibandingkan antar Kabupaten/Kota, persentase APBD anggaran
kesehatan terhadap APBD Kabupaten/Kota yang tertinggi berada di Kabupaten Cirebon
(25,92%). Secara rinci dapat dilihat di gambar berikut ini.
2. Kependudukan
Perkiraan jumlah penduduk Indonesia tahun 2012 sebesar 245,138 juta jiwa
Diantara Provinsi-Provinsi di Indonesia, Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang
paling besar jumlah penduduknya, yang diikuti dengan Provinsi Jawa Timur dan Jawa
Tengah. Jumlah penduduk Provinsi Jawa Barat mencapai 44.548.431 jiwa, dengan
ratio jenis kelamin (sex ratio) penduduk Indonesia sebesar 101.
Angka ketergantungan penduduk Indonesia sebesar 52,15, yang artinya setiap
penduduk usia produktif (15-64 tahun) menanggung 52 orang penduduk usia tidak
Dari Riskesdas 2010 dapat diketahui usia perempuan menikah pertama, seperti
terlihat pada Gambar 5.14. Perempuan Indonesia, sudah menikah pada usia yang
3. Ekonomi
Kondisi perekonomian merupakan salah satu aspek yang diukur dalam
menentukan keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi nasional
menunjukan bahwa pada tahun 2009 sebesar 4,5% mengalami peningkatan
dibandingkan tahun 2010 sebesar 6,10% dan tahun 2011 meningkat lagi menjadi
6,50%. Pertumbuhan ini didukung oleh semua komponen PDB pengguna, yakni
konsumsi rumah tangga sebesar 5,0%, konsumsi pemerintah sebesar 3,9%,
pembentukan modal tetap bruto sebesar 9,2% serta ekport mapun impor barang dan
jasa sebesar 16,9%.
Berdasarkan data jumlah penduduk miskin menurut provinsi dari BPS terdapat
persebaran penduduk miskin antar pulau yang nyata perbedaannya. Lebih dari separuh
penduduk miskin di Indonesia berada di Pulau Jawa yaitu 57,1% tahun 2008 dan
menjadi 55,7% tahun 2011. Selebihnya tersebar di Sumatera 21,5%, Sulawesi 7,2%,
Kalimantan 3,2%, Bali dan Kepulauan Nusa Tenggara 6,9%, Maluku dan Papua 5,5%
(tahun 2011). Jumlah penduduk miskin dan persentase penduduk miskin di Pulau Jawa
dan Bali Tahun 2012 dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
7%
4. Lingkungan
Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kondisi
kesehatan masyarakat. Untuk mengambarkan keadaan lingkungan, dipengaruhi
beberapa indikator seperti: persentase rumah tangga terhadap akses air minum,
persentase rumah tangga menurut sumber air minum dan sumber air minum dan
persentase rumah tangga menurut kepemilikan fasilitasi buang air besar.
Berdasarkan Riskesdas Tahun 2010, persentase rumah tangga yang
mempunyai akses terhadap sumber air minum sesuai MDGs secara nasional sebesar
66,7%, dan Provinsi Jawa Barat baru mencapai 65,7%.Sedangkan persentase rumah
tangga menurut Akses terhadap air minum berkualitas secara nasional sebesar 67,5
dan Provinsi Jawa Barat sebesar 70,4%.
Sumber : BPS
Dari sejumlah 217 kasus kematian perinatal, 96,8% ibu dari perinatal
terganggu kesehatannya ketika hamil. Penyakit yang banyak dialami ibu hamil
pada bayi yang lahir mati adalah hipertensi maternal(24%), komplikasi ketika
bersalin (partus macet) sebesar 17,5%, sedangkan gangguan kesehatan ibu hamil
Gambar VII. B. 3
Angka Kematian (AKABA) Provinsi di Pulau Jawa dan Bali
Tahun 2000, 2002, 2007 dan 2012
Sumber : Riskesdas
Tabel VII. B. 3
Proporsi Penyebab Kematian pada Anak Berumur 29 Hari - 4 Tahun
Di Indonesia Tahun 2007
29 Hari 11 Bulan 1 4 Tahun
No.
Jenis Penyakit % Jenis Penyakit %
1. Diare 31,4 Diare 25,2
2. Pneumonia 23,8 Pneumonia 15,5
3. Meningitis/ensefalitis 9,3 NecroticansEnteroCollitis(NEC) 10,7
4. Kelainansaluranpencernaan 6,4 Meningitis/ensefalitis 8,8
Kelainan Jantungcongenital
5. 5,8 Demamberdarahdengue 6,8
dan hidrosefalus
6. Sepsis 4,1 Campak 5,8
7. Tetanus 2,9 Tenggelam 4,9
8. Malnutrisi 2,3 TB 3,9
9. TB 1,2 Malaria 2,9
10. Campak 1,2 Leukemia 2,9
Sumber : Riskesdas tahun 2007.
Gambar VII. B. 5
Angka Umur Harapan Hidup Waktu Lahir (Eo) Menurut
Provinsi di Pulau Jawa Bali Tahun 2010-2012
Dari diatas terlihat bahwa umur harapan hidup dari tahun 2012 mengalami
peningkatan, dan umur harapan hidup yang tertinggi di Provinsi Jawa - Bali adalah
Provinsi DKI Jakarta (73,5 tahun), sedangkan terendah di Provinsi Banten (65,2 tahun).
2. Morbiditas
Angka kesakitan penduduk yang berasal dari masyarakat (community based
data) yang diperoleh melalui studi morbiditas, dan hasil pengumpulan data dari Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota serta dari sarana pelayanan kesehatan (facility based data)
yang diperoleh melalui sistem pencatatan dan pelaporan.Hasil Susenas 2012,
persentase penduduk yang menderita sakit selama bulan terakhir sebanyak 14,49%,
lebih rendah dari tahun 2011 sebanyak 15,02%, dengan rata-rata lama sakit yang
terbanyak sekitar 1-3 hari sebanyak 58,69% dan lama sakit 4-7 hari sebanyak 30,36%.
a. Penyakit Menular
Penyakit Diare masih merupakan penyebab utama kematian pada balita.
Angka kesakitan yang dilaporkan dari sarana kesehatan dan kader per-1000
penduduk terlihat bahwa Provinsi Jawa Barat menempati urutan keempat terbesar
bila dibandingkan dengan Provinsi di Pulau Jawa-Bali. Angka kesakitan Diare
masih mengalami Fluktuasi, mengingat banyaknya faktor-faktor yang
mempengaruhi dan masih memerlukan waktu untuk peningkatan seperti sanitasi
lingkungan, sosial ekonomi & sosial budaya serta faktor gizi.
Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007, Prevalensi diare klinis secara
nasional sebesar 9% (rentang 4,2% - 18,9%), tertinggi di Provinsi NAD dan
terendah di DI. Yogyakarta. Kasus Diare di sebagian besar provinsi (75%)
terdeteksi berdasarkan diagnosa tenaga kesehatan. Sedangkan Provinsi Jawa
Jumlah kasus baru BTA+ yang ditemukan pada tahun 2012 sebanyak
202.301 kasus. Jumlah tersebut sedikit lebih rendah bila dibandingkan kasus baru
BTA+ yang ditemukan tahun 2011 yang sebesar 197.797 kasus. Jumlah kasus
tertinggi yang dilaporkan terdapat di provinsi dengan jumlah penduduk yang tinggi
yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Kasus baru di tiga provinsi
tersebut sekitar 40% dari jumlah seluruh kasus baru di Indonesia.
C. STATUS GIZI
Secara nasional prevalensi balita gizi buruk menurun sebanyak 0,5 persen
yaitu dari 18,4 persen pada tahun 2007 menjadi 17,9 persen pada tahun 2010. Demikian
pula halnya dengan prevalensi balita pendek yang menurun sebanyak 1,2 persen yaitu
dari 36,8 persen pada tahun 2007 menjadi 35,6 persen pada tahun 2010, dan prevalensi
balita kurus menurun sebanyak 0,3 persen yaitu dari 13,6 persen pada tahun 2007
menjadi 13,3 persen pada tahun 2010.
Prevalensi Provinsi Jawa Barat untuk gizi buruk dan kurang BB/U adalah 13%,
bila dibandingkan dengan prevalensi secara nasional maka Jawa Barat sudah terlampaui.
Demikian juga apabila mengacu pada target MDG (18,5%) dan target pencapaian
program perbaikan gizi pada RPJM tahun 2015 (20%), Jawa Barat sudah melampaui
target tersebut.
16,0 25,0
14,0 13,0
DKI Jakarta
20,0 18,5 DKI Jakarta
12,0 17,1
Jawa Barat 16,6 17,1
Jawa Barat
9,9
10,0 Jawa Tengah 15,0
Jawa Tengah
8,0 DI Yogyakarta
DI Yogyakarta
10,0
6,0 4,9 Jawa Timur
Jawa Timur
2,0
Bali
Bali
-
Indonesia
- Indonesia
Sangat Pendek Pendek
Gizi Buruk Gizi Kurang
8,0 7,3
7,0 6,4
6,0 DKI Jakarta
6,0
Jawa Barat
5,0 4,6
Jawa Tengah
4,0
DI Yogyakarta
3,0
Jawa Timur
2,0
1,0 Banten
- Bali
Sangat Kurus Kurus
Indonesia
D. UPAYA KESEHATAN
Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat. Diantaranya adalah memberikan penyuluhan kesehatan, menyediakan
berbagai fasilitas kesehatan, juga program dana kesehatan untuk masyarakat miskin.
Upaya pelayanan kesehatan dasar merupakan langkah awal yang sangat
penting dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Dengan pemberian
pelayanan kesehatan dasar secara tepat dan cepat, diharapkan sebagaian besar masalah
kesehatan masyarakat sudah dapat diatasi.
Persentase penduduk yang berobat jalan selama 1 tahun secara nasional
sebanyak 29,26%. Dengan penilaian terhadap pelayanan kesehatan oleh tenaga
kesehatan yang tidak puas sebanyak 0,19%. Dan Provinsi Jawa Barat peringkat ke-dua
tertinggi di antara kawasan Jawa-Bali. Secara rinci dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, cakupan pertolongan persalinan oleh
tenaga kesehatan antar 43,54% - 97,95%. Persentase persalinan yang ditolong tenaga
kesehatan terlatih (cakupan Pn) di Indonesia pada tahun 2012 mencapai 88,64%. Angka
ini telah berhasil memenuhi target Tahun 2012 sebesar 88% .Cakupan pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan menurut provinsi di Pulau Jawa-Bali tahun 2012,
dengan cakupan tertinggi terdapat di Provinsi Jawa Barat (97,34%) dan terendah di
Provinsi Jawa Timur (85,87%).
Persentase Tempat Ibu melahirkan menurut tempat persalinan lima tahun
terakhir di Indonesia, ternyata 55,4% ibu melahirkan di fasiltas sarana kesehatan, 43,2% di
rumah dan 1,4% di Polindes/Poskesdes. Sedangkan di Provinsi Jawa Barat, Ibu yang
melahirkan terbanyak di Fasilitas Kesehatan sebesar 53,4%. Apabila dibandingkan antara
Provinsi di Jawa-Bali, tertinggi ibu melahirkan di falisitas kesehatan adalag di Provinsi DI
Yogjakarta (94,5%), dan terendah di Provinsi Jawa Barat , secara rinci dapat dilihat pada
tabel dibawah ini.
Tabel VII. D. 8
Persentase Ibu Melahirkan Anak Terakhir Menurut Tempat Persalinan
Lima Tahun Terakhir Dan Provinsi di Pulau Jawa-Bali Tahun 2010
Pelayanan Kesehatan
No Provinsi Fasilitasi Polindes/
Rumah/Lainnya
Kesehatan Poskesdes
1 DKI Jakarta 94,4 0 5,6
2 Jawa Barat 53,4 0,3 46,3
3 Jawa Tengah 67,6 0,4 32
4 DI Yogyakarta 94,5 0,3 5,2
5 Jawa Timur 81,3 2,8 15,8
6 Banten 55,9 0 44,1
7 Bali 89,3 1,6 9,1
Indonesia 55,4 1,4 43,2
Sumber : Riskesdas Tahun 2010
Jumlah Puskesmas perawatan pada tahun 2011 sebanyak 3.019 unit meningkat
menjadi 3.152 unit pada tahun 2012. Puskesmas yang melaksanakan Pelayanan Obstetrik
dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED) sampai tahun 2012 tercatat berjumlah 2.570 unit
terdiri dari Puskesmas perawatan 1.960 unit (76,41%) dan Puskesmas non perawatan 605
unit (23,59%).
Demikian juga dalam rangka meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat berbagai upaya dilakukan memanfaatkan potensi dan sumber daya yang ada
di masyarakat. Upaya kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM) diantaranya
Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu), Polindes (Poliklinik Desa), Toga (Tanaman Obat
Keluarga, POD (Pos Obat Desa dan sebagainya. Secara nasional Rasio Posyandu
terhadap Desa/Kelurahan adalah 3,47 atau rata-rata pada tiap desa/kelurahan terdapat 3-4
Posyandu. Dan Provinsi Jawa Barat Rasio Posyandu terhadap Desa/Kelurahan sebesar
7,83. Rasio Desa Siaga di Indonesia terhadap desa/kelurahan adalah 0,32. Apabila
dibandingkan antara Provinsi di Pulau Jawa Bali, ternyata Rasio Desa Siaga terhadap
Tabel VII. E. 2.
Rasio Sarana Usaha Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat (UKBM) Terhadap
Desa/Kelurahan Menurut Provinsi di Pulau Jawa-Bali Tahun 2011
Rasio Sarana UKBM terhadap
Provinsi Desa/Kelurahan
Posyandu Desa Siaga
1. DKI Jakarta 15,88 4,02
2. Jawa Barat 7,78 0,68
3. Jawa Tengah 5,56 0,10
4. DI Yogyakarta 12,24 0,57
5. Jawa Timur 5,35 0,78
6. Banten 6,63 0,31
7. Bali 6,61 0,92
Indonesia 3,47 0,32
Sumber : Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2011
Pada tahun 2011, jumlah rumah sakit di seluruh Indonesia sebanyak 1.721 buah,
yang terdiri dari 35,74% Rumah Sakit yang dikelola atas milik Kemenkes/ Pemerintah,
7,78% milik TNI/Polri, 4,47% milik Departemen lain/BUMN dan 52,01% milik Swasta.
Tabel VII. E. 3
Jumlah Rumah Sakit Menurut Kepemilikan
Di Provinsi Pulau Jawa-Bali Tahun 2011
Depkes/ TNI/ Departemen Semua
Provinsi Swasta
Pemda POLRI Lain/BUMN RS
1. DKI Jakarta 16 9 7 100 132
2. Jawa Barat 44 13 6 137 200
3. Jawa Tengah 59 11 3 152 225
4. DI Yogyakarta 9 2 1 39 51
5. Jawa Timur 58 21 14 94 187
6. Banten 9 2 2 33 46
7. Bali 12 2 0 29 43
Indonesia 615 134 77 895 1.721
Sumber : Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2011
Pada tahun 2000 2011, rasio tempat tidur rumah sakit per 100.000 penduduk
relatif berkisar antara 54 - 55 per 100.000 penduduk dan rasio Tempat Tidur di Rumah
Sakit terhadap penduduk Jawa Barat adalah 1 : 1.430 artinya 1 tempat tidur diperuntukkan
bagi 1.430 penduduk. Angka ini jauh lebih rendah dari Provinsi-Provinsi lain di Jawa dan
Bali. Apabila dibandingkan secara Nasional, Provinsi Jawa Barat menduduki urutan ke-
enam. Apabila dibandingkan dengan Provinsi di Jawa-Bali, Provinsi Jawa Barat ke-dua
terakhir dan dibawah nasional.
Rasio Tenaga kesehatan terhadap 100.000 penduduk secara nasional adalah
195,88 dan apabila dibandingkan antara Provinsi di Jawa-Bali, ternyata Provinsi Jawa
Barat menduduki urutan ke-empat dari bawah yaitu sebesar 114,40.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barat tahun 2012 ini merupakan gambaran situasi
kesehatan masyarakat di Jawa Barat. Sampai saat ini Pembangunan Kesehatan masih
merupakan kebutuhan masyarakat yang akan makin meningkat terus menerus, sesuai dengan
perkembangan pembangunan khususnya di Jawa Barat. Untuk itu upaya-upaya bidang
kesehatan perlu ditingkatkan dalam rangka mendukung Visi Jawa Barat yaitu Tercapainya
Masyarakat Jawa Barat yang Mandiri, Dinamis dan Sejahtera Tahun 2008 - 2013
Diharapkan keberadaan profil kesehatan tersebut dapat dijadikan sebagai sumber
informasi kesehatan di era desentralisasi dan otonomi daerah dan dapat sebagai alat
pemantau keberhasilan Indikator Provinsi Jawa Barat Sehat Tahun 2012 serta sebagai bahan
perencanaan, pengambilan kebijakan dan perumusan di bidang kesehatan untuk terwujudnya
pelayanan yang bermutu dan berkualitas serta adil dan merata, sehingga dapat meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat, yang akan berdampak pada peningkatan Indek Pembangunan
Manusia di Provinsi Jawa Barat.
Harapan kami, saran dan kritik yang membangun untuk penyempurnaan buku ini
sangat kami harapkan.
TTD