Anda di halaman 1dari 8

Efikasi Klinis dari terapi Stem Cell untuk Diabetes Melitus : sebuah meta analisis

Ahmed El-Badawy, Nagwa El-Badri

Center of Excellence for Stem Cells and Regenerative Medicine (CESC), Zewail City of Science and
Technology, 6th of October City, Egypt

Abstrak
Latar Belakang
Terapi stem sel adalah modalitas terapi yang menjanjikan untuk diabetes melitus (DM). Penelitian ini
menunjukan sebuah meta nalisis dari uji klinis yang relevan untuk menentukan efikasi dari terapi stem
sel pada DM. Kita bertujuan untuk mengevaluasi dan menyatukan bukti klinis pada keamanan dan
efisiensi dari berbagai tipe dari terapi stem sel untuk DM 1 dan DM 2.
Metode dan Hasil
Kita menarik data tingkat partisipan dari dua puluh dua uji klinis yang ada yang asuk dalam kriteria
inklusi, dengan totalnya dalah 524 pasien. Ada perbedaan yang signifikan pada outcome berdasar
pada tipe dan sumber dari sel yang di masukan. Dari semua pasien DM 1 yang menerima stem sel
hematopoietik (HSC) CD34+, 58.9% menjadi insulin indpenden untuk selama 16 bulan, sedangkan hasil
secara seragam negatif pada pasien yang menerima darah tali pusat (UCB). Dimasukannya dari stem
sel tali pusat mesenkimal (UC-MSCs) menunjukan outcome yang secara signifikan menguntungkan
pada DM1, saat dibandingkan dengan mesenkimal stem sel sum sum tulang (BM-MSCs) (P<0.0001 and
P = 0.1557). pemberian terapi stem sel segera setelah terdiagnosis DM lebih efektif daripada
intervensi pada tahap yang lebih lanjut (relative risk = 2.0, P = 0.0008). efek samping dilihat hanya
pada 211.72% dari penerima stem sel di DM 1 dan DM 2 tanpa adanya laporan kematian. Dari semua
responder, 79.5% didiagnosis dengan ketoasidosis diabetik.
Kesimpulan
Transplantasi stem sel bisa menunjukan penanganan yang aman dan efektif untuk pasien terpilih
dengan DM. Pada kofort dari uji ini, outcome terapeutik terbaik didapatkan dengan terapi HSC CD34+
untuk DM 1, sedangkan outcome terburuk didapatkan dengan HUCB untuk DM 1. Ketoasidosis
diabetik menghambat efikasi terapi.

Pendahuluan

Berdasarkan International diabetes federation, DM berpengaruh pada lebih dari 300 juta orang di
dunia, menyebabkan tingginya angka kesakitan dan kematian. Semua transplantasi organ maupun
islet; dan khususnya berdasarkan protokol Edmonton, merupakan sedikit dari kebanyakn terapi yang
menjanjikan untuk DM 1. Namun prosedur ini mengalami banyak rintangan, terutama kurangnya
donor dan kebutuhan untuk supresi imune dalam jangka panjang. Seorang 68 kg pasien memerlukan
transplantasi sekitar 340-750 juta islet sel supaya efektif menyelesaikan oenyakitnya. Pada praktik
klinis, ini memerlukan dua atau tiga donor dari islet pankreas untuk prosedur transplantasi pada satu
pasien.

Terapi stem sel menunjukan modalitas yang sangat menjanjikan dari pengobatan untuk diabetes tipe
lanjut. Namun, banyak fokus tentang tipe stem sel, prosedur transplantasi, dan recovery jangka
panjang yang masih dipertanyakan. Sejumlah penelitian in vivo pada hewan menunjukan keuntungan
potensial menggunakan stem sel untuk menangani DM. Namun, diakrenakan kompleksitas dari
pengobatan dan perimbangan etik, hanya beberapa beralih ke klinis. Sistematik review ini bertujuan
untuk mengevaluasi dan membentuk bukti klinis pada kemanan dan efisiensi pada tipe stem sel yang
berbeda untuk terapi DM 1 dan DM 2. Kita mendefinisikan kemanan sebagai ketiadaan dari efek
samping, dan efikasi sebagai perbaikan signifikan pada fungsi endokrin pankreas setelah terapi.
Peneltian ini akan membantu pada desain peneltian di masa depan, dan menyediakan guideline untuk
komunitas tertentu dari dokter dan pasien pada outcome dari terapi stem sel di DM.

DESAIN PENELITIAN DAN METODE PENELITIAN

Pemilihan penelitian

Skrining dari publikasi yang cocok dilakikan secara independen oleh penulis; dan berbagai perbedaan
dipecahkan oleh konsensus. Penelitian yang cocok harus memiliki periode follow up minimal selama
6 bulan setelah dimulainya terapi. Penelitian yang subjeknya memiliki kelainan endokrin lain selain
DM dieksklusi.

Strategi Pencarian

Review literatur dengan tanpa batasan bahasa dilakukan sampai agustus 2015 pada beberapa
database MEDLINE, EMBASE, Google Scholar, CINHal, Cochrane Central Register of Controlled trials
(CENTRAL), Current Controlled Trials (ISRCTN), ClinicalTrials. gov, WHO ICTRP, UMIN-CTR and the Hong
Kong Clinical Trials Register. Database dicari menggunakan kata kunci berikut : (stem cells, progenitor
cells, bone marrow) AND (diabetes mellitus, hyperglycemia). Kita memeriksa daftar referensi dari
semua penelitian yang cocok dan relevan.

Ekstraksi data dan penilaian resiko bias

Resiko bias dari data yang terekstraksi ditentukan menggunakan kriteria inklusi yang ada di Cochrane
Handbook for Systematic Reviews of Interventions (PRISMA). Pengukuran erosi dan perancu,
intervensi, perlakuan, seleksi dan konflik dari kebutuhan dikelaskan sebagai resiko rendah, resiko
tinggi dan sulit untuk ditentukan (S1 checklist)

Analisis Statistik

Data yang telah terekstraksi dimasukan pada Review Manager Version 5.3 database and GraphPad
Prism 6. Pelaporan statisti dilakukan berdasarkan pada guideline yang telah terpublikasi dan guideline
dari pelapran sistematik review. Nilai rata rata dari level C-peptida, HbA1C, dan kebutuhan insulin
sebelum dan sesudah terapi, atau antara pasien yang ditangani dan tidak ditangani (kontrol)
dibandingkan.

Kita menggunakan perbedaan berbobot rat arat dengan model random effect untuk mencegah
heterogenitas, sejalan dengan guideline yang sudah dipublikasi sebelumnya untuk pelaaporan statistik
dan the Cochrane Handbook for Systematic Reviews of Interventions. Heterogenitas dianggap
signifikan pad p<0.1. inkosistensi diperkirakan menggunakan statistik I2; nilai 25, 50 dan 75% dianggap
rendah, sedang dna tinggi inkosistensinya.

untuk perspektif klinis, Analisis stratifikasi/bertingkat juga dilakukan untuk memeriksa dampak dari
beberapa faktor misal tipe sel [bone marrow hematopoietic stem cells (BM-HSCs), bone marrow
mesenchymal stem cells (BM-MSCs), umbilical cord mesenchymal stem cells (UC-MSCs), and adipose
stem cells (ASCs)]; jumlah sel diinjeksikan (<107 atau >= 107); metode pemberian (intravena atau
intrapankreas; dan periode follow up pasca terapi stem sel.

HASIL

Hasil Pencarian dan Deskripsi dari Penelitian


Setelah proses seleksi, 22 penelitian yang melaporkan terapi berbasis stemsel untuk DM denga total
524 pasien di inklusi pada analisis ini. Proses seleksi dari uji ditampilkan di fig.1. data individu ada pada
tabel 1.

Rata rata usia pasien adalah 26.1819.59 tahun. Dari 23 penelitian, terapi stem sel dievaluasi pada
pasien baik di pasien DM 1 (15 penelitian; 300 pasien) atau DM 2 (7 penelitian. 224 pasien). Berdasar
sumber sel, 6 penelitian menggunakan HSC9 149 pasien), 5 penelitian menggunakan BM-MNCs (189
pasien), 5 penelitian menggunakan UCB (74 pasien), 2 penelitian menggunakan UC-MSCs (51 pasien),
2 penelitian menggunakan BM-MSCs (20 pasien) dan satu peneltian menggunakan MSC dari Plasenta
(PD-MSCs) (10 pasien). Perlu dicatat bahwa hanya 10 penelitian dimasukan dalam kelompok kontrol.
Tuju penelitian dibagi pada dua kelompok berdasarkan keinginan pasien supaya menjadi kontrol.
Kelompok kontrol menerima intensifikasi terapi insulin sebagai tambahan terapi konvensional. Pada
3 penelitian lain, pasien secara random dimasukan pada intervensi dimana psien menerima terapi
konvensional, dan kontrol saat ada prosedur palsu yang dilakukan pada pasien.

Outcome untuk terapi stem sel untuk DM 1

Terapi stem sel dilakukan pad 15 penelitian (300 pasien; termasuk 40 kontrol) dengan DM 1 (fig 2 dan
3) sebagai berikut :

1. Terapi darah tali pusat.

Pada 4 penelitian, sel UCB otolog deng dosis rata rata 1.4910^7 nucleated cells (jumlah rata rata dari
CD34+ adalah 1.2610^6) dimasukan pada 71 anak (termasuk 10 kontrol tidak diberiperlakuan yang
menrima terapi insulin saja) dengan DM 1 ( rata rata usia adalah 5.28 tahun dan rata rata riwayat
oenyakit adalah 6 bulan). Pada penelitian ini, rata rata level puncak C-[peptida pada awal kelompok
terapi adalah 1.0970.074 ng/ml diabndingkan pada 0.320.09 ng/ml setelah 12 bulan UCB infusion
[95% CI 0.74614 to 0.80786, P<0.0001]. walaupun hasil ini menunjukan bahwa infus UCB tanpa efek
sampinhg dan bisa diberikan secara aman pada anak anak dengan DM 1, outcome fungsional dari
perlakuan secara seragam negatif karena infus UCB gagal meningkatkan C-peptida, HbA1c dan
kebutuha insulin selama 12 bulan pasca transplantasi. Penulis menunjukan bahwa penjelasan yang
mungkin adalah bahwa kekurangam dari umlah sel yang membawa kapasitas regeneratif atau
imunoregulator. Untuk menyelesaikan isu ini, usaha untuk mengisolasi dan menambahkan populasi
sel spesifik dalam UCB untuk meningkatkan potensi terapi.

2. Terapi MSC tali pusat

RCT dilakukan pada 29 anak anak dengan onset DM 1 yang baru(termasuk 14 kontrol) dengan usia
rata rata 17.6 tahun untuk mengevaluasi efek jangka panjang dari terpi UC-MSC. Kelompok
eksperimental dengan rata rata dari UC-MCs 2.61.2 10^7, sebagai tambahan pada terapi insulin
konvensional. Keloompok kontrol menerima terapi konvensional insulin saja. Rat rata level puncak C-
peptida pada awal adalah 0.80.074 ng/ml dibandingkan pada 1.40.09 ng/ml setelah 12 bulan terapi
[95% CI -0.66162 to -0.53838, P<0.0001]. pada kelompok kontrol, level awal adalah 0.890.39 ng/ml
dibandingkan pada 0.840.3 12 ng/ml pada 12 bulan [95% CI -0.2102 to 0.3102, P = 0.69]. rata rata
nilai HbA1c pada awal adalah 6.80.57% dibandingkan pada 6.10.67% 12 bulan setelah perlakuan
[95% CI 0.2348 to 1.1652, P = 0.7]. nilai awal dari kelompok kontrol adalah 6.790.81% dibandingkan
dengan 7.30.57% pada 12 bulan [95% CI -1.0541 to 0.0341, P = 0.0650] (Fig 2). Diluar dari 15 pasien
yang diberi perlakuan, 4 jadi independen insulin dan kebutuhan insulin harian mereka berkurnag lebih
dari 50% pada periode 20-22 bulan. Ini menunjukan bahwa terapi UC-MSC bisa menyediakan
perbaikan fungsional jangka panjang dan berkelanjutan.
3. Terapi stem sel hematopietik

Dari total 6 penelitian melibatkan 149 pasien, granulocyte-colony stimulating factor (G-CSF)-
mobilized CD34+ BM-HSCs didapatkan dari darah tepi dengan leukaferesis yang diberikan pada pasien
dengan DM 1. Rata rata usia pada pasien adalah 18.8 1.44 tahun, rat rata riwayat penyakit ada;ah
7.14 bulan, dan rat rat periode follow up adalah 21.48 12.66 bulan. Autolog infus IV dari dosis rat
rata adalah 6.99 3.28 106 cells/kg CD34+ BM-HSCs dilakukan di 5 dari 6 penelitian melibatkan 146
pasien, dan melalui pungsi liver pada penelitian ke 7. Level C-peptida diukur pada 3 dari 6 penelitian
(82 pasien). Rata rata level puncak C-peptida secara signifikan meningkat dari 0.550.14 ng/ml di awal
ke 1.090.34 ng/ml pada 6 bulan pasca dimulai terapi [95% CI -0.6202 to -0.4598, P<0.0001]. nilai
HbA1c ditentukan dalam 3 dari 7 penelitian (96 pasien). Rat ratadari level HbA1c secera signifikan
menurun dari 10.142.16% di awal ke 5.940.31% sampai 6 bulan post transplantasi [95% CI 3.7607
to 4.6393, P<0.0001] (Fig 2).
Dari 146 pasien, 86 (58.9%) menjadi bebas insulin selama periode rata rata 16 bulan, dan 11 pasien
(7.53%), kebutuhan insulinnya berkurang sampai lebih dari 50%. Dari sisa 49 pasien dengan diagnosis
yang buruk, 39 (79.5%) memiliki ketoasidosis diabetes (DKA). Data ini menunjukan bahwa pasien
deiabetes dengan diagnosis DKA bukan kandidat yang baik untuk terapi stem sel. Penjelasan yang
mungkin untuk respon klinis yang buruk ini karena pasien DKA memiliki sel beta yang rendah,
sebagaimana ditunjukan pada bebrapa penelitian diamana ketoasidosis diabetik pada diagnosis
dihubungkan dengan penurunan kapasitas untuk pemulihan sel beta.
Faktor lainnya yang mempengaruhi outcome adalah waktu terdiagnosis DM. Pasien yang menerima
terapi lebih awal setelah diagnosis DM 1 (dalam 6 minggu) dua kali lebih banyak menjadi insulin
independen daripada yang didiagnosis kemudian (relative risk = 2.0, P = 0.0008), menunjukan bahwa
intervensi yang lebih awal dari stem sel mendapatrkan outcome yang lebih baik. 55 pasien (34.1%
pasien dari 161 melaporkan efek samping ringan sampai sedang yang langsung bisa diatasi, dengan
kematian dari satu pasien akibat sepsis Pseudomonas aeriginosa. Dengan pengecualian dari mortalitas
terkait infeksi ini, terapi HSC untuk DM 1 menunjukan tidak ada efek samping mayor.

4. MSC sumsum tulang

RCT dilakukan untuk mengevaluasi efek dari transplantasi BM-MSCs autolog ( rata rata jumlah
yang disuntikan cells 2.75 106/kg) pada 20 pasien DM 1 (termasuk 10 kontrol yang menerima terapi
insulin saja. Usia rata rata dari pasien adalah 24 2 tahun dan rata rata riwayat penyakit adalah 3
bulan. Level awal dari dua kelompok mirip. Rata rata level puncak C-peptida setelah 12 bulan pada
kelompok kontrol adalah 0.290.04 ng/ml dibandingkan ke 0.320.05 ng/ml pada MSC-treated group
[95% CI -0.0725 to 0.0125, P = 0.1557]. rata rata level HbA1c setelah 12 bulan pada kelompok kontrol
adalah 6.60.2% dibandingkan ke 6.30.2% in the MSC- treated group [95% CI 0.112 to 0.488, P =
0.0035] (Fig 2).
Dua penelitian tambahan melaporkan transplantasi dari lebih dari satu tipe stem sel pad pasie
diabetes. Pada penelitian ini insulin-secreting adipose-derived MSCs(IS-AD-MSC) ditransplantasikan
dengan BM-HSCs pada 31 pasien dengan DM 1. 10 pasien menrima rata rata dosis sebanyak
2.65104/kg IS-AD-MSC di co-transplant dengan 2.14104/kg autologous HSCs dan 21 pasien
menerima dosis rat rata sebanyak of 2.07104/kg IS-AD-MSC co-transplant with 6.6103/kg
allogeneic HSCs melalui sistem porta dan sirkulasi tymik. Kelompok yang menerima transplantasi
autolog menunjukan respon yang lebih baik dalam perbandingan dengan yang menrima perlakuan
allogenic. (fig 3)

Outcome untuk terapi stem sel pada DM 2


Terapi stem sel untu DM 2 dilakukan pada 7 penelitian melibatkan 224 pasien (termasuk 92 kontrol)
(fig4 dan 5) sebagaimana berikut :
1. Terapi darah tali pusat
Tong et al. melakukan terapi autolog UCB (rata rata dosis sebanyak 5.29109 nucleated cells; dan raa
rata jumlah CD34+ adalah 2.88106) melalui infus intra pankreas. Rata rata level puncak C-peptida
sebelum terapi adalah 1.300.32 ng/ml; dan meningkat ke 2.041.04 ng/ml pada 6 bulan setelah
terapi [95% CI -2.4842 to 1.0042, P = 0.3041]. rata rata level HbA1c adlah 10.533.72%pada awalnya,
dan berkurang ke 7.16 0.41% setelah 6 bulan [95% CI -2.6292 to 9.3692, P = 0.1939] (Fig 4).
2. Terapi MSC tali pusat
Dosis rata rata sebanyak 1106/kg UC-MSCs dimasukan secara intra vena diikuti oleh infus intra
pankreas pada 22 pasien. Rata rta usie adai pasien adalah 52.9 10.5 tahun dan rata rata riwayat DM
2 adalah 8.7 4.3 tahun. Rata rat dari level puncak C-peptida pad awal adalah 1.290.83 ng/ml. Ini
mencapai puncaknya pad 6 bulan sampai menjadi 1.951.3 ng/ml, dan 12 bulan berkurang sampai
1.861.0 ng/ml [95% CI -1.3236 to 0.0036, P = 0.0512]. rata rata HbA1c pada awal adalah 201.69%.
ini mencapai penurunan maksimum saat 6 bulan sampai menjadi 6.910.96%, setelah itu perlahan
lahan meningkat ke 7.00.6% pada 12 bulan [95% CI 0.4284 to 1.9716, P = 0.0031] (Fig 4).. rata rata
kebutuhan insulin menurun dari 0.490.22 units/kg pad awalnya sampai 0.230.19 units/kg 12 bulan
setelah terapi [95% CI 0.1349 to 0.3851, P<0.0001].. data menunjukan bahwa terapi UC-MSC
menyediakan efek trapeutik jangka panjang. Pada penelitian ini, efek samping yang dialporkan dari
ringan sampai sedang terjadi pada 3 pasien.
Pada satu penelitian, rata rata jumlah dari PD-MSC sebanyak 1.35106/kg PD-MSC ditransplantasikan
pada 10 pasien. Rata rata level puncak C-peptida adalah 4.13.7 pada awal, dan meningkat ke 5.63.8
ng/ml setelah 6 bulan terapi [95% CI -5.024 to 2.024, P = 0.3829]. rata rata dari level HbA1c adalah
9.82.2% pada walnya dan dibandingkan ke 6.71.7% setelah 6 bulan [95% CI 1.253 to 4.947, P =
0.0024]. ratr ata kebutuhan unsulin menurun dari 63.718.7 IU pada awalnya sampai 34.713.14 IU
setelah 6 bulan terapi [95% CI 13.8158 to 44.1842, P = 0.0008].
3. Terapi sel mononuklear sumsum tulang

Pada 4 penelitian , infus intra pankreas dari autolog BM-MNC didapatkan dari aspirasi daari krista
iliaka posterior dilakukan pada 189 pasien DM 2( termasuk 82 pasien kontrol yang menerima terapi
insulin dan terapi placebo). Rata rata dosis sel sebanyak 17.29 10^8 cells/kg (rata rata jumlah sel
CD34+ adalah 3.1510^6). Rata rata usia dari pasien adalah 53.73.5 tahun. Level puncak C-peptida
dideskripsikan pada 2 dari 4 penelitian (41 pasien). Rata rata level puncak C-peptida secara signifikan
meningkat dari level awal 1.60.5 ng/ml ke 2.51.13 ng/ml dalam 12 bulan post transplantasi [95% CI
-1.2840 to -0.5160, P<0.0001]. level dari HbA1c ditentukan pada semua 4 peneltian ,elibatkan 107
pasien. Rata rata level HbA1c secara signifikan menurun dari level awal 7.860.68% ke 7.1250.30%
dalam 12 bulan setelah terapi [95% CI 0.59337 to 0.87663, P<0.0001] (Fig 4).dari 107 pasien yang
menerima transplantasi BM-MNC, 18 (16.8%) enjadi insulin independen, dan 47 (43.92%) menunjukan
lebih dari 50% pengurangan dari kebutuhan insulin. Hanya 8 pasien (7.4%) pasien melaporkan efek
samping dari nyeri perut dan mual, mengindikasikan keamanan realtif dari bentuk terapi ini

DISKUSI
Seiring dengan epidemi obesitas, kejadian DM meningkat dengan pesat di seluruh dunia. Menimbang
bahwa pemberian insulin hanya menunda komplikasi, pendekatan baru untuk menyembuhkan
diabetes atau memberikan hasil terapi yang berkelanjutan diperlukan. Sampai saat ini, pendekatan
yang meliputi transplantasi islet sel, transplantasi pankreas, dan administrasi anti-CD3 mAb telah
disetujui untuk penggunaan klinis. Menurut Jaringan Serikat untuk Organ Sharing (UNOS) Analisis Data
Registry, transplantasi pankreas dicapai kebebasan insulin dalam 60% dari subyek pada 4 tahun
setelah transplantasi. Namun, pendekatan bedah ini masih menderita kematian yang signifikan (78%
survival pada 1 tahun). Hasil dari Collaborative Islet Transplant Registry (CITR) menunjukkan bahwa
44% dari penerima yang insulin independen pada 3 tahun posttransplant, dari 2007-2010,
dibandingkan dengan 27% dari penerima transplantasi islet klinis di 1999- 2002. Kenaikan tingkat
keberhasilan ini, dapat dikaitkan dengan perbaikan dalam strategi imunosupresi. Di sisi lain, terapi
anti-CD3 mAbs, meskipun dianggap cukup aman, dicapai kemerdekaan insulin hanya 5% dari subyek
pada 2 tahun follow-up. Meskipun hasil yang sederhana ini, transplantasi sel islet telah berhasil
menghentikan perkembangan baik jangka pendek dan jangka panjang komplikasi DM. transplantasi
islet, bagaimanapun, menderita banyak tantangan, terutama persediaan terbatas donor dan
variabilitas yang tinggi.
Sekarang meta-analisis, untuk pengetahuan kita, usaha pertama untuk secara sistematis
mengumpulkan bukti allavailable dan kritis menilai dan mengukur keamanan dan kemanjuran terapi
sel induk untuk DM. Kami mencakup semua jenis terapi sel induk diterapkan di kedua T1DM dan DMT2
pasien.
Analisis kami menunjukkan bahwa jenis sel disuntikkan adalah sangat penting dalam hasil
terapi. intravena CD34 + BM-HSC, yang dikumpulkan oleh leukapheresis darah perifer setelah
mobilisasi G-CSF, menunjukkan hasil terbaik. Sebagai 58,9% dari pasien T1DM diobati menjadi insulin
independen untuk jangka waktu rata-rata 16 bulan. Tambahan 7.53% menunjukkan penurunan lebih
dari 50% dari kebutuhan insulin, menunjukkan kemanjuran CD34 + BM-HSCS dalam mengobati
DM. infus intravena UCB di sisi lain, meskipun mengandung nomor yang sama dari CD34 + sel
ditampilkan dalam transplantasi BM-HSC, gagal untuk meningkatkan tingkat C-peptida, tingkat HbA1c,
dan tingkat pemanfaatan insulin pada pasien T1DM.Namun, data ini didasarkan pada sejumlah kecil
percobaan, dan perlu konfirmasi dalam uji acak yang lebih besar.
Perbedaan antara hasil terapi yang menjanjikan menggunakan sumsum CD34 + HSCS dibandingkan
dengan hasil yang buruk dari sel-sel darah tali pusat yang membingungkan, mengingat bahwa kedua
transplantasi termasuk progenitor hematopoietik. Dalam sel-sel induk sumsum tulang dimobilisasi, G-
CSF digunakan untuk merangsang sel-sel induk endogen. Sel induk kemudian baru diisolasi, dan
diinfusikan kembali ke dalam pasien yang sama. Sel-sel darah tali di sisi lain tidak sama dimurnikan
CD34 + penduduk, tapi termasuk campuran sel pada berbagai tahap diferensiasi, dan meskipun
mereka juga autologous, mereka beku-dicairkan. Data ini mungkin menunjukkan bahwa jumlah,
sumber, dan kesegaran CD34 + persiapan sel semua berkontribusi terhadap efektivitas terapi dari
terapi sel induk. Terbukti, perbedaan antara sel-sel sumsum dan sel-sel darah tali pusat di homing,
engraftment dan potensi diferensiasi mungkin telah berkontribusi untuk hasil yang berbeda ini, dan
seperti yang disebutkan, angka yang lebih besar dari percobaan acak diperlukan untuk perbandingan
akurat.
Meskipun mayoritas fokus penelitian eksperimental tentang penggunaan MSC di DM. Dimobilisasi
CD34 + BM-HSCS menunjukkan hasil yang lebih baik daripada MSC dari kedua sumsum dan tali pusat
dalam meningkatkan C-peptida dan tingkat HbA1c, meskipun yang terakhir juga menunjukkan hasil
terapi yang efektif. Data ini mengkonfirmasi bahwa efektivitas terapi sel induk di DM multifaktorial,
dan mungkin juga tergantung pada sifat immunoregulatory dijelaskan sebelumnya dari CD34 + sel,
regenerasi sistem kekebalan naif dari HSCS autologous, dan kemungkinan regenerasi -sel dari sel
sumsum induk autologus. Karena sebagian besar fokus penelitian eksperimental pada diferensiasi sel
induk menjadi sel yang memproduksi insulin sebagai tujuan terapi diabetes, penelitian ini
menunjukkan paradigma yang berbeda dan mengusulkan bahwa studi tentang efek terapi sel induk
dalam DM harus mempertimbangkan renovasi dari lingkungan mikro diabetes, di Selain islet
penggantian sel sebagai pendekatan yang efektif untuk pengobatan. Infus UC-MSCs mencapai hasil
yang lebih baik daripada BM-MSC dalam meningkatkan tingkat C-peptida pada pasien T1DM (P
<0,0001 dan P = 0,1557, masing-masing). Sementara Infus BM-MNC yang tersedia hasil yang lebih baik
dibandingkan dengan UC-MSCs dalam meningkatkan tingkat C-peptida pada pasien T2DM (P <0,0001
dan P = 0,0512, masing-masing). Tidak ada rekomendasi yang meyakinkan dapat disimpulkan dari data
ini karena mereka didasarkan pada sejumlah kecil percobaan, dan perlu konfirmasi dalam uji acak yang
lebih besar.
Faktor lain yang berkontribusi pada hasil yang lebih baik dari terapi sel induk dan meningkatkan
kontrol glikemik adalah jumlah dari CD34 disuntikkan + sel. Jumlah ini berkorelasi positif dengan
tingkat C-peptida dan HbA1c dan dengan dosis yang dikurangi dari kebutuhan insulin. Selanjutnya,
jumlah CD34 infused + sel berkorelasi positif dengan tingkat sitokin anti-inflamasi seperti IL-4, IL-6 dan
TGF- tetapi berkorelasi negatif dengan sitokin pro-inflamasi seperti TNF-.
Data kami menunjukkan bahwa khasiat dan fungsi dari sel batang disuntikkan juga tergantung pada
rute pemberian. Infus intra-pankreas dari UCB melalui dorsal arteri pankreas menunjukkan hasil yang
lebih baik dalam meningkatkan kadar C-peptida dan HbA1c, dari perfusi IV. Menariknya, data hewan
mendukung menunjukkan bahwa setelah perfusi IV sistemik, konsentrasi tinggi sel dapat diamati di
paru-paru dan hati, tetapi tidak di pankreas. Selain itu, pengiriman intra-pankreas dari UCB manusia
pada tikus mengakibatkan engraftment dari jumlah yang lebih tinggi dari sel diresapi, yang mengarah
ke islet regenerasi dan meningkatkan pelepasan insulin. Namun pendekatan ini dapat menantang
karena variabilitas dalam posisi anatomi dari arteri pankreas dorsal.
Perlu dicatat bahwa hanya 21,72% dari pasien yang menerima transplantasi sel induk untuk baik T1DM
atau DMT2 menunjukkan efek samping. Sel induk sehingga tampaknya menjadi bentuk yang lebih
aman dari terapi transplantasi untuk pengobatan DM, dibandingkan dengan seluruh organ dan
transplantasi islet. Namun, terapi sel induk masih menyebabkan beberapa efek samping yang parah,
sebagian besar sebagai akibat dari a dari dosis tinggi dari rejimen imunosupresif. Meskipun efek
samping diselesaikan segera setelah terapi sel induk dan pemulihan kekebalan berikutnya, modifikasi
terapi perlu dipertimbangkan. Baik-ditoleransi, dosis yang lebih rendah dari obat imunosupresif
bersama dengan profilaksis kuat terhadap infeksi tampaknya menjadi penting untuk hasil terapi yang
lebih baik.
Perlu dicatat bahwa semua cobaan menggunakan dimobilisasi HSCS berada pada pasien T1DM, dan
semua pasien DMT2 yang menerima BM-MNC yang ditransplantasikan melalui rute
intrapancreatic. Metode ini invasif terapi diperlukan dalam DMT2 karena sifat kronis penyakit dan
respon buruk mereka mobilisasi G-CSF. Meskipun menunjukkan hasil terapi terbaik, CD34 sel +
mobilisasi pada pasien diabetes perlu dipertimbangkan dengan hati-hati, karena mobilisasi kedua sel
batang dan sel proangiogenic tampaknya terganggu pada penderita diabetes. pendekatan alternatif
untuk mobilisasi sel induk seperti penggunaan CXC jenis reseptor kemokin 4 inhibitor (Plerixafor), yang
sekarang diterapkan di beberapa gangguan hematopoietik, mungkin layak dipertimbangkan pada
pasien diabetes juga, terutama DMT2 kronis. Hal ini juga dicatat bahwa insulin-kemerdekaan dengan
transplantasi dimobilisasi CD34 + BM-HSCS dicapai di baru-baru didiagnosis, pasien DM tahap awal,
sementara transplantasi islet dalam persidangan CITR dicapai ketergantungan ini pada pasien
lanjut.Keberhasilan transplantasi pulau, sebagian, dapat dikaitkan dengan pergeseran dalam strategi
imunosupresi untuk kombinasi yang lebih baik yang mempertimbangkan status kekebalan tubuh dan
kerapuhan pasien. Namun, dalam transplantasi CD34 + BM-HSCS, imunosupresi dicapai dengan
pemberian siklofosfamid dosis tinggi dan antithymocyte globulin, yang berpotensi agen imunosupresif
beracun yang menyebabkan komplikasi jangka panjang, dan tidak memiliki penekanan kekebalan
selektif, dan lebih sedikit komplikasi dicapai dengan multifaktorial rejimen diikuti sebelum islet
transplantasi. Selain terapi kekebalan, peran terapi sel induk di DM untuk menetapkan jangka panjang
insulin-kemandirian bisa lebih dicapai dengan penggunaan yang lebih baik, lebih aman, dan lebih
efektif rejimen imunosupresif, dan agen anti-inflamasi, dipasangkan dengan sel induk autologus
transplantasi.
Meskipun ini meta-analisis menunjukkan bahwa transplantasi sel induk autologus dapat dianggap
sebagai pendekatan yang aman dan efektif untuk pengobatan banyak pasien DM, juga memiliki
keterbatasan terkenal. Salah satu keterbatasan yang paling penting adalah bahwa beberapa kasus
yang tercakup dalam meta-analisis telah dievaluasi dalam studi tunggal dengan kekuatan statistik yang
rendah. Dalam beberapa penelitian, rendahnya jumlah pasien yang terdaftar, tidak cukup untuk
interpretasi signifikan. Ukuran sampel total adalah tidak besar dan waktu tindak lanjut tidak memadai
lama. Selain itu, jumlah percobaan relatif kecil, dan rekomendasi yang lebih akurat dapat dibuat ketika
menganalisis kelompok yang lebih besar.Secara keseluruhan, kekurangan ini mencerminkan
kurangnya data yang diterbitkan tersedia pada formulir diantisipasi ini sangat penting dan banyak
terapi sel dan menunjukkan kesenjangan yang besar antara penelitian praklinis dan klinis. Selain itu,
untuk menentukan jenis yang tepat dari sel induk untuk terapi, rute injeksi, dll, studi eksperimental
yang membahas interaksi antara sel-sel batang dan sel islet, dan molekul yang tepat dan jalur yang
terlibat dalam efek terapi mereka masih dibutuhkan.
Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa

1. Kesembuhan dari DM dapat dimungkinkan dengan penggunaan terapi stem sel

2. Transplantasi stem sel aman dan efektif untuk terapi DM


3. Data dari penelitian ini menunjukan bahwa hasil terapi paling menjanjikan ditunjukan dari
Sumsum HSC CD34+
4. Pasien dengan diabetes ketoasidosis bukan kandidat yang baik untuk terapi stem sel
5. Terapi stem sel pada tahap awal DM lebih efektif daripada pada tahap lanjut
6. Penelitian dengan desain yang baik dan ukuran yang besar untuk meneliti tipe sel, jumlah sel
dan metode pemberian pada pasien DM dibutuhkan

Anda mungkin juga menyukai