PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di dalam tubuh manusia, ada alat transportasi yang berguna sebagai pengedar
oksigen dan zat makanan ke seluruh sel-sel tubuh serta mengangkut karbon dioksida
dan zat sisa ke organ pengeluaran. Alat transportasi pada manusia terkoordinasi dalam
suatu sistem yang disebut sistem peredaran darah. Sistem peredaran darah manusia
terdiri atas darah, jantung, dan pembuluh darah.
Darah adalah cairan yang terdapat pada semua makhluk hidup (kecuali tumbuhan)
tingkat tinggi yang berfungsi untuk mengirimkan zat-zat dan oksigen yang dibutuhkan oleh
jaringan tubuh, mengangkut bahan-bahan kimia hasil metabolisme, dan juga sebagai
pertahanan tubuh terhadap virus atau bakteri. Istilah medis yang berkaitan dengan darah
diawali dengan kata hemo atau hemato yang berasal dari kata Yunani yang berarti haima yang
berarti darah.
Darah manusia berwarna merah, namun dalam hal ini warna darah ada dua jenis
warna merah pada darah manusia. Warna merah terang menandakan bahwa darah tersebut
mengandung banyak oksigen, sedangkan warna merah tua menandakan bahwa darah tersebut
mengandung sedikit oksigen atau dalam arti lain mengandung banyak karbondioksida. Warna
merah pada darah disebabkan oleh adanya hemoglobin. Hemoglobin adalah protein
pernafasan (respiratory protein) yang mengandung besi (Fe) dalam bentuk heme yang
merupakan tempat terikatnya molekul-molekul oksigen.
Darah juga mengangkut bahan-bahan sisa metabolisme, obat-obatan dan bahan kimia
asing ke hati untuk diuraikan dan ke ginjal untuk dibuang sebagai air seni. Manusia dan
hewan mempunyai system untuk mempertahankan diri terhadap penyakit yang dikenal
dengan system imunitas. Ada dua jenis imunitas , yaitu imunitas bawaan dan imunitas
adaptif. Kedau imunitas tersebut merupakan garis pertahanan pertama terhadap semua
pengganggu. Bagian utama tubuh yang berfungsi sebagai imunitas bawaan adalah kulit,air
mata dan air liur.
System kekebalan tubuh sangat mendasar perannya bagi kesehatan , tentunya harus
disertai dengan pola makan yang sehat, makan cukup berolahraga, dan terhindar dari
masuknya senyawa yang beracun kedalam tubuh. Sekali senyawa beracun hadir dalam tubuh,
maka harus segera dikeluarkan.tem kekebalan tubuh.
Kondisi system kekebalan tubuh menentukan kualitas hidup. Dalam tubuh yang sehat
terdapat system kekebalan tubuh yang kuat sehingga daya tahan tubuh terhadap penyakit juga
prima. Pada bayi yang baru lahir, pembentukan system kekebalan tubuhnya belum sempurna
dan memerlukan ASI yang membawa system kekebalan tubuh sang ibu untuk membantu
daya tahan tubuh sang bayi . semakin dewasa, sis tem kekebalan tubuh terbentuk sempurna.
Namun pada orang lanjut usia, system kekebalan tubuhnya secara alami menurun. Itulah
sebabnya timbul penyakit degenerative atau penuaan.
Pada pola hidup modern menuntut segala sesuatu dilakukan secara cepat dan instan.
Hal ini berdampak juga pada pola makan. Sarapan didalam kendaraan, makan siang serba
tergesa, dan malam karena kelelahan tidak nafsu makan. Belum lagi kualitas makanan yang
dikonsumsi, polusi udara, kurang berolahraga, dan steres. Apabila terus berlanjut, daya tahan
tubuh akan menurun, lesu, cepat lelah, dan mudah terserang penyakit. Karena itu, banyak
orang yang masih muda mengidap penyakit degenerative. Kondisi stress dan pola hidup
modern sarat polusi, diet tidak seimbang, dan kelelahan menurunkan daya tahan tubuh
sehingga memerlukan kecukupan antibody.
B. Tujuan
a. Mampu mengetahui tentang gangguan sistem imun mantoux tes
b. Mampu mengetahui anatomi ,fisiologi sistem imunologi
c. Mampu menjelaskan patofisiologi pada berbagai kasus gangguan sistem imun
BAB II
TINJAUAN TEORI
4) Respons inflamasi
Ketika bakteri berhasil dibunuh dan ditelan oleh fagosit, materi yang berasal
dari pembuluh kapiler akan membentuk penebalan atau pembengkakan disekeliling
daerah yang terinfeksi agar infeksi tidak menyebar. Daerah yang mengalami
inflamasi kemungkinan juga mengandung nanah (abses). Nanah berasal dari sel
darah putih yang telah mati karena menelan bakteri. Nanah dapat diserap lagi oleh
sel tubuh. Selanjutnya, proses perbaikan jaringan dan tanda-tanda inflamasi
menghilang.
Limfosit B tidak, tidak seperti limfosit T, yang bebas beredar ditubuh, terbatas
berada dijaringan limfoid (misal : limpa dan nodis limfe). Sekitar 20-40% limfosit
darah adalah sel B. dalam perkembangannya sel B akan berubah menjadi sel plasma
yang akan menghasilkan antibodi bila terangsang karena invasi antigen.
1. Sel plasma
1) IgA
Ditemukan pada sekret tubuh seperti ASI dan saliva, serta mencegah antigen
menembus membrane epithelium serta menyerang jaringan yang paling dalam.
a) IgD
Dibuat oleh sel B dan ditampilkan pada permukaannya dan fungsinya
mengakitfkan sel B.
b) IgE
Ditemukan pada membran sel (misal : basofil dan sel mast) dan jika
berikatan dengan antigen akan mengaktifkan respons imun. Antibodi ini
sering ditemukan saat alergi. Fungsinya proteksi terhadap serangan parasit.
c) IgG
Merupakan jenis antibodi yang paling banyak dan paling besar. Antibodi ini
menyerang banyak patogen dan menembus plasenta untuk melindungi janin.
Fungsinya mengaktifkan protein komplemen dan makrofag.
d) IgM
e) Dihasilkan dalam jumlah besar saat respons primer dan merupakan aktivator
komplemen yang kuat. Fungsinya sebagai aglutinasi (dalam pembuluh darah)
serta merangsang fagositosis mikrob oleh makrofag.
2. Sel B memori
Sel B memori berada dalam tubuh untuk waktu lama setelah episode awal saat
pertama kali terpapar antigen dan dengan cepat berespons terhadap pemaparan antigen
yang sama berikutnya dengan stimulasi produksi sel plasma penyekresi antibodi.
b. Limfosit T ( sel T )
Sel T yang telah diaktifkan didalam kalenjar timus dilepaskan kesirkulasi darah.
Sel T normal sebanyak 70% dari limfosit darah. Saat sel T terpapar antigennya untuk
pertama kali, sel T menjadi tersensitasi. Jika antigen berasal dari luar tubuh, antigen
perlu ditampilkan pada permukaan sel penampil antigen yaitu makrofag yang
merupakan bagian pertahanan non-spesifik karena makrofag menelan dan mencerna
antigen tanpa membeda-bedakan, namun juga berpartisipasi dalam respons imun.
Setelah makrofag mencerna antigen, makrofag membawa sebagian sisa antigen
dimembran selnya. Sel T jumlahnya terbatas dan sel T tidak membentuk antibodi. Ada
empat jenis limfosit T dengan fungsi yang berbeda-beda, yaitu :
1. Sel T memori
Sel yang hidup lama bertahan hidup setelah ancaman dinetralkan dan
memberikan imunitas diperantarai sel dengan berespons secara cepat terhadap
paparan antigen yang sama lainnya.
2. Sel T sitotoksik
Sel ini berfungsi menghasilkan racun menghancurkan mikroba, sel kanker atau
sel yang terinfeksi virus. Sel ini mengenali antigen, yaitu berupa selubung protein
virus yang tertinggal diluar sel. Sel ini membunuh sel dengan cara menyekresikan
suatu protein yang mampu melubangi membran sel sehingga sel tersebut bocor.
3. Sel T helper
Sel ini mengenali fagosit dan merangsang sel B untuk bereplikasi. Sel B tidak
akan bereplikasi dan membentuk sel plasma tanpa rangsangan dari sel T helper untuk
membentuk antibodi. Sel ini juga menghasilkan lymphokinase yang akan
menggerakkan sel-sel kekebalan agar berpartisipasi dan aktif dalam proses kekebalan.
4. Sel T supresor
Sel ini untuk menghentikan limfositT dan B yang aktif. Sel ini membatasi efek
yang kuat dan berpotensi membahayakan respons imun.
e. Kekebalan Pasif
Kekebalan pasif adalah kekebalan yang didapat dari pemindahan antibodi dari
suatu individu keindividu lainnya. Kekebalan pasif dibagi dua, yaitu :
1. Kekebalan pasif alami
Kekebalan ini pada bayi-bayi karena antibodi ibu bayi akan masuk ketubuh bayi
melalui plasenta pada saat kehamilan dan dari ASI yang diminumkan bayi. Macam dan
jumlah zat antibodi yang didapatkan bergantung pada macam dan jumlah zat anti yang
dimiliki ibunya.
2. Kekebalan pasif buatan
Kekebalan yang diperoleh seseorang dari antibodi luar dengan tujuan
pengobatan maupun pencegahan. Misalnya, seseorang yang luka karena menginjak
paku karena takut menderita tetanus ia disuntik ATS (Anti Tetanus Serum) sebagai
usaha pencegahan.
4) Reaksi Hipersensitivitas
Adalah suatu respon imun yang tidak diinginkan yang dapat menyebabkan kerusakan
jaringan sebagai akibat paparan (antigen) terhadap substrat yang secara intrinsik
sebenarnya tidak berbahaya.
Penggolongannya menurut Gells dan Coombs , yaitu :
Penggolongan Contoh
Drug allergy (termasuk
Tipe I Immediate Hypersentivity anaphylaxis shock)
Hay fever
Antibody mediated
Tipe II Anemia hemolitik
Cytotoxicity
Tipe III Immune compleks Auto imun
Cellmediated Dermatitis kontak,
Tipe IV
Hypersentivity TBC
Komplemen: sekelompok protein (terdiri >9) yang dalam keadaan normal beredar dalam
darah dalam bentuk inaktif, bentuk aktifnya berperan menimbulkan respon peradangan
13. Imunitas didapat alami: aktif setelah sakit atau terpapar antigen. Pasif didapat
dari ibu lewat plasenta, kolostrom
14. Imunitas didapat artifisial: aktif vaksinasi. Pasif serum (antibodi)
Penyakit imunologik:
1) Penyakit imunodefisiensi: AIDS
2) Penyakit hipersensitivitas: alergi
3) Penyakit autoimune: Lupus eritematus sitemik
4) Penyakit hipersensitif:
a. Reaksi tipe 1: anafilaktik (IgE)
b. Reaksi tipe 2: sitotoksik (Ig M dan IgG)
c. Reaksi tipe 3: komplek imun (Ig M,IgG)
d. Reaksi tipe 4: sel T
A. DEFINISI
Tuberkulosis (TB) adalah setiap penyakit menular pada manusia yang disebabkan oleh
spesies Mycobacterium dan ditandai dengan pembentukan tuberkel dan nekrosis kaseosa pada
jaringan-jaringan. Tuberculosis paru adalah infeksi paru oleh Mycobacterium tuberculosis. [1]
B. EPIDEMIOLOGI
Epidemiologi terbagi atas :
Epidemiologi Global : pada bulan maret 1993, WHO mendeklarasikan TB sebagai
global health emergency. TB dianggap sebagai masalah kesehatan dunia yang penting karena
lebih kurang 1/3 penduduk dunia terinfeksi oleh mikrobakterium TB. Diantara mereka 75%
berada pada usia produktif yaitu 20-49 tahun. Alasan utama munculnya atau meningkatnya
beban TB global ini antara lain disebabkan :
1. Kemiskinan pada berbagai penduduk tidak hanya pada Negara yang sedang
berkembangtetapi juga pada penduduk perkotaan tertentu dinegara maju.
2. Adanya perubahan demografik dengan meningkatnya penduduk dunia dan perubahan dari
struktur usia manusia yang hidup.
3. Perlindungan kesehatan yang tidak mencukupi pada penduduk di kelompok yang rentan
terutama dinegeri-negeri miskin.
4. Tidak memadainya pendidikan mengenai TB diantara para dokter.
5. Terlantar dan kurangnya biaya untuk obat, sarana diagnostic, dan pengawasan kasus TB
dimana terjadi deteksi dan tatalaksana kasus yang tidak adekuat.
6. Adanya epidemi HIV terutama di afrika dan asia. [1]
Penyakit TB adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium
tuberkulosa. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga
sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh Robert Koch
pada tanggal 24 Maret 1882, sehingga untuk mengenang jasanya bakteri tersebut diberi nama
baksil Koch. Bahkan, penyakit TB pada paru-paru kadang disebut sebagai Koch Pulmonum
(KP).
Saat Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru, maka dengan segera akan
tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular (bulat). Biasanya melalui serangkaian reaksi
imunologis bakteri TB ini akan berusaha dihambat melalui pembentukan dinding di sekeliling
bakteri itu oleh sel-sel paru. Mekanisme pembentukan dinding itu membuat jaringan di
sekitarnya menjadi jaringan parut dan bakteri TB akan menjadi dormant (istirahat). Bentuk-
bentuk dormant inilah yang sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada pemeriksaan foto
rontgen.
Pada sebagian orang dengan sistem imun yang baik, bentuk ini akan tetap dormant sepanjang
hidupnya. Sedangkan pada orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh yang kurang, bakteri
ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah banyak. Tuberkel yang
banyak ini membentuk sebuah ruang di dalam paru-paru. Ruang inilah yang nantinya menjadi
sumber produksi sputum (dahak). Seseorang yang telah memproduksi sputum dapat
diperkirakan sedang mengalami pertumbuhan tuberkel berlebih dan positif terinfeksi TB.
Meningkatnya penularan infeksi yang telah dilaporkan saat ini, banyak dihubungkan dengan
beberapa keadaan, antara lain memburuknya kondisi sosial ekonomi, belum optimalnya
fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatnya jumlah penduduk yang tidak
mempunyai tempat tinggal dan adanya epidemi dari infeksi HIV. Disamping itu daya tahan
tubuh yang lemah/menurun, virulensi dan jumlah kuman merupakan faktor yang memegang
peranan penting dalam terjadinya infeksi TB. [2]
D. MANIFESTASI KLINIK
Pada awalnya penderita hanya merasakan tidak sehat atau batuk. Pada pagi hari, batuk bisa
disertai sedikit dahak berwarna hijau atau kuning. Jumlah dahak biasanya akan bertambah
banyak, sejalan dengan perkembangan penyakit. Pada akhirnya, dahak akan berwarna
kemerahan karena mengandung darah.
Salah satu gejala yang paling sering ditemukan adalah berkeringat di malam hari. Penderita
sering terbangun di malam hari karena tubuhnya basah kuyup oleh keringat sehingga pakaian
atau bahkan sepreinya harus diganti.
Sesak nafas merupakan pertanda adanya udara (pneumotoraks atau cairan (efusi pleura) di
dalam rongga pleura. Sekitar sepertiga infeksi ditemukan dalam bentuk efusi pleura. Pada
infeksi tuberkulosis yang baru, bakteri pindah dari luka di paru-paru ke dalam kelenjar getah
bening yang berasal dari paru-paru. Jika sistem pertahanan tubuh alami bisa mengendalikan
infeksi, maka infeksi tidak akan berlanjut dan bakteri menjadi dorman.
Pada anak-anak, kelenjar getah bening menjadi besar dan menekan tabung bronkial dan
menyebabkan batuk atau bahkan mungkin menyebabkan penciutan paru-paru. Kadang bakteri
naik ke saluran getah bening dan membentuk sekelompok kelenjar getah bening di leher.
Infeksi pada kelenjar getah bening ini bisa menembus kulit dan menghasilkan nanah.
Tuberkulosis bisa menyerang organ tubuh selain paru-paru dan keadaan ini disebut
tuberkulosis ekstrapulmoner.
Bagian tubuh yang paling sering terkena adalah ginjal dan tulang. Tuberkulosis ginjal bisa
hanya menghasilkan sedikit gejala, tetapi infeksi bisa menghancurkan sebagian dari ginjal.
Lalu tuberkulosis bisa menyebar ke kandung kemih.
Pada pria, infeksi juga bisa menyebar ke prostat, vesikula seminalis dan epididimis,
menyebabkan terbentuknya benjolan di dalam kantung zakar. Pada wanita, tuberkulosis bisa
menyerang indung telur dan salurannya, sehingga terjadi kemandulan.
Dari indung telur, infeksi bisa menyebar ke selaput rongga perut dan menyebabkan
peritonitis tuberkulosis, dengan gejala berupa lelah, nyeri perut disertai nyeri tekan ringan
sampai nyeri hebat yang menyerupai radang usus buntu.
Infeksi pada dasar otak disebut meningitis tuberkulosis. Gejalanya berupa demam, sakit
kepala yang menetap, mual dan penurunan kesadaran. Kuduk sangat kaku sehingga dagu
tidak dapat didekatkan ke dada. Kadang setelah meningitisnya membaik, akan terbentuk
massa di dalam otak, yang disebut tuberkuloma. Tuberkuloma bisa menyebabkan kelemahan
otot (seperti yang terjadi pada stroke) dan harus diangkat melalui pembedahan. [2]
E. PATOGENESIS
a. Tuberkulosis Primer
Penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar
menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam
udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang
buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari-hari
sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terisap oleh orang sehat, ia akan menempel
pada saluran napas atau jaringan paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel
<5 mikrometer. Kuman akan dihadapi pertama kali oleh neutrofil, kemudian baru oleh
makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag keluar dari
percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya.
Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam sito-plasma makrofag. Di sini
ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru akan
ber-bentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek primer
atau sarang (fokus) Ghon. Sarang primer ini dapat terjadi di setiap bagian jaringan paru. Bila
menjalar sampai ke pleura, maka terjadilah efusi pleura. Kuman dapat juga masuk melalui
saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulit, terjadi limfadenopati regional
kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh organ seperti paru, otak,
ginjal, tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran ke seluruh bagian paru
menjadi TB milier.
Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis
lokal), dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfadenitis regional).
Sarang primer limfangitis lokal + limfadenitis regional = kompleks primer (ranke). Semua
proses ini memakan waktu 3-8 minggu. Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi :
Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini yang banyak terjadi.
Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik, kalsifikasi di
hilus, keadaan ini terdapat pada lesi pneumonia yang luasnya > 5mm dan kurang lebih 10%
di antaranya dapat terjadi reaktivasi lagi karena kuman yang dormant.
Berkomplikasi dan menyebar secara : a).Per kontinuitatum, yakni menyebar ke
sekitarnya, b).secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di sebelahnya.
Kuman juga dapat tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus, c).secara
limfogen, ke organ tubuh lain-lainnya, d).secara hematogen, ke organ tubuh lainnya.
Di sini lesi sangat kecil, tetapi berisi bakteri sangat banyak. Kavitas dapat:
a) Meluas kembali dan menimbukan sarang pneumonia baru. Bila isi kavitas ini masuk dalam
peredaran darah arteri, maka akan terjadi TB milier. Dapat juga masuk ke paru sebelahnya
atau tertelan masuk lambung dan selanjutnya ke usus jadi TB usus. Sarang ini selanjutnya
mengikuti perjalanan seperti yang disebutkan terdahulu. Bisa juga menjadi TB endobronkial
dan TB endotrakeal atau empiema bila ruptur ke pleura;
b) Memadat dan membungkus diri sehingga menjadi tuberkuloma. Tuberkuloma ini dapat
mengapur dan menyembuh atau dapat aktif kembali menjadi cair dan jadi kavitas lagi.
Komplikasi kronik kavitas adalah kolonisasi oleh fungus seperti Aspergillus dan kemudian
menjadi mycetoma;
c) Bersih dan menyembuh, disebut open healed cavity. Dapat juga menyembuh dengan
membungkus diri menjadi kecil. Kadang-kadang berakhir sebagai kavitas yang terbungkus,
menciut dan berbentuk seperti bintang disebut stellate shaped.
Secara keseluruhan akan terdapat 3 macam sarang yakni:
1) Sarang yang sudah sembuh. Sarang bentuk ini tidak perlu pengobatan lagi.
2) Sarang aktif eksudatif. Sarang bentuk ini perlu pengobatan yang lengkap dan sempurna.
3) Sarang yang berada antara aktif dan sembuh. Sarang bentuk ini dapat sembuh spontan, tetapi
mengingat kemungkinan terjadinya eksaserbasi kembali, sebaiknya diberi pengobatan yang
sempurna juga. [1]
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Adapun kriteria spuntum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang
kuman BTA pada satu sediaan (diperlukan 5.000 kuman dalam 1mL spuntum). Untuk
pewarnaan sediaan dianjurkan memakai cara Tan Thiam Hok (modifikasi gabungan cara
pulasan kinyoun dan gabbet).
Cara pemeriksaan spuntum yang dilakukan antara lain :
a. Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop biasa
b. Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop fluoresense (pewarnaan khusus)
Pemeriksaan ini dengan mengunakan sinar ultraviolet dengan sensitivitas yang tinggi namun
jarang digunakan karena pewarnaan yang dipakai (auramin-rho-damin) dicurigai bersifat
karsinogen.
c. Pemeriksaan dengan biakan (kultur)
Setelah 4-6 minggu penanaman spuntum pada media pembiakan, dan koloni kuma
tuberkolosis mulai nampak makan dinyatakan positif. Tetapi bila setelah 8 minggu koloni
kuman tuberkolosis belum juga tampak maka dinyatakan negatif.
d. Pemeriksaan terhadap resistensi obat
Kadang dari hasil pemeriksaan mikroskopik biasa terdapat kuman BTA (positif), tetapi pada
biakan hasilnya negatif. Ini terjadi pada fenomena dead bacilli atau non culturable bacili
yang disebabkan karena keampuhan paduan obat antituberkulosis jangka pendek yang cepat
mematikan kuman BTA dalama waktu pendek.
Untuk pemeriksaan BTA sediaan mikroskopis biasa dan sedian biakan, bahan-bahan
selain spuntum dapat juga diambil dari bilasan bronkus, jaringan paru, pleura, cairan
serebrospinal urin dan tinja. [1]
2. Tuberkulin
Tuberkulin Adalah Cairan steril yang mengandung produk pertumbuhan dari basilus tuberkel,
atau substansi spesifik yang diekstrak dan digunakan dalam berbagai bentuk pada diagnosis
tuberculosis[1]
Tes Tuberkulin merupakan Sejumlah besar uji kulit untuk tuberkulosis yang menggunakan
berbagai jenis tuberkulin dan metode pemakaian yang berbeda. Disuntikan sejumlah kecil
protein yang berasal dari bakteri tuberkulosis ke dalam lapisan kulit (biasanya di lengan). 2
hari kemudian dilakukan pengamatan pada daerah suntikan, jika terjadi pembengkakan dan
kemerahan, maka hasilnya adalah positif TB. Jika Pemeriksaan atau tes tuberculin ini negatif,
maka belum tentu hasilnya adalah TB negatif tapi malah TB Positif. Alasannya karena Tes
tuberculin ini fungsinya untuk mengetahui apakah terjadi infeksi bakteri Mycobacterium
Tuberculosis atau tidak. Bisa saja Bakteri ini terpapar tapi tidak menginfeksi, karena respon
imun tubuh yang lebih kuat dari pada bakteri tersebut (dorman). Itulah mengapa bisa hasil
[1, 2]
Tes tuberculin negatif tapi ternyata penderitanya positif TB.
3. Tes Darah
Tes darah pada TB juga disebut Disebut juga interferon-gamma release
assays(IGRA). Tes ini tujuannya untuk mengukur reaktivitas imun seseorang terhadap M.
tuberkulosis . di mana sel darah putih dari orang yang telah terinfeksi M. tuberkulosis akan
merilis interferon-gamma (IFN-g) bila dicampur dengan antigen yang berasal
dari M. tuberculosis.
FDA telah menyetujui dua tes interferon gamma release assay (IGRA) untuk infeksi TB:
QuantiFERON-TB Gold In-Tube test (QFT-GIT)
T-SPOT. TB test (T-Spot)
Perbedaan dari kedua tes ini adalah:
QFT-GIT T-Spot
Awal Proses Proses seluruh darah dalam Proses sel mononuklear darah
waktu 16 jam perifer (PBMC) dalam waktu 8
jam, atau jika T-Cell
Xtend digunakan, dalam waktu 30
jam
Kemungkina Positif, negatif, tak tentu Positif, negatif, tak tentu, batas
n Hasil (borderline)
1. Asma Bronkial
Penyakit asma (Bronchial asthma; Exercise-induced asthma) adalah suatu keadaan dimana
saluran nafas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu,
yang menyebabkan peradangan; penyempitan ini bersifat sementara.
Frekuensi dan beratnya serangan asma bervariasi. Beberapa penderita lebih sering terbebas
dari gejala asma dan hanya mengalami serangan serangan sesak nafas yang singkat dan
ringan, yang terjadi sewaktu-waktu. Penderita lainnya hampir selalu mengalami batuk dan
mengi (bengek) serta mengalami serangan hebat setelah menderita suatu infeksi virus, olah
raga atau setelah terpapar oleh alergen maupun iritan. Menangis atau tertawa keras juga bisa
menyebabkan timbulnya gejala.
Suatu serangan asma dapat terjadi secara tiba-tiba ditandai dengan nafas yang berbunyi
(wheezing, mengi, bengek), batuk dan sesak nafas. Bunyi mengi terutama terdengar ketika
penderita menghembuskan nafasnya. Di lain waktu, suatu serangan asma terjadi secara
perlahan dengan gejala yang secara bertahap semakin memburuk. Pada kedua keadaan
tersebut, yang pertama kali dirasakan oleh seorang penderita asma adalah sesak nafas, batuk
atau rasa sesak di dada. Serangan bisa berlangsung dalam beberapa menit atau bisa
berlangsung sampai beberapa jam, bahkan selama beberapa hari.
Gejala awal pada anak-anak bisa berupa rasa gatal di dada atau di leher. Batuk kering di
malam hari atau ketika melakukan olah raga juga bisa merupakan satu-satunya gejala. Selama
serangan asma, sesak nafas bisa menjadi semakin berat, sehingga timbul rasa cemas. Sebagai
reaksi terhadap kecemasan, penderita juga akan mengeluarkan banyak keringat.
Pada serangan yang sangat berat, penderita menjadi sulit untuk berbicara karena sesaknya
sangat hebat. Kebingungan, letargi (keadaan kesadaran yang menurun, dimana penderita
seperti tidur lelap, tetapi dapat dibangunkan sebentar kemudian segera tertidur kembali) dan
sianosis (kulit tampak kebiruan) merupakan pertanda bahwa persediaan oksigen penderita
sangat terbatas dan perlu segera dilakukan pengobatan. Meskipin telah mengalami serangan
yang berat, biasanya penderita akan sembuh sempurna,
Kadang beberapa alveoli (kantong udara di paru-paru) bisa pecah dan menyebabkan udara
terkumpul di dalam rongga pleura atau menyebabkan udara terkumpul di sekitar organ dada.
Hal ini akan memperburuk sesak yang dirasakan oleh penderita. [5]
2. Rhinitis alergi
Penderita rhinitis alergika mengalami hidung tersumbat berat, dan dapat melaporkan sekresi
hidung yang berlebihan (rinore), serta bersin yang terjadi berulan dan cepat. Pruritis pada
mukosa hidung, tenggorokan, dan telinga sering mengganggu dan disertai kemerahan pada
konjungtiva, pruritis mata, dan lakrimasi. Selaput lendir yang terserang menunjukan dilatasi
pembuluh darah (khususnya venula) dan adema yang menyeluruh dengan gambaran
mencolok dari eosinofil dalam jaringan maupun dalam sekresi. Preuritis dapat ditimbulkan
dengan hanya meletakan histamin pada mukosa normal, rhinitis alergika dapat
mengambarkan pengaruh jaringan pada zat-zat mediator yang berasal dari sel mast yang
dikenal. Pelepasan histamin, leukotrien, prostalglandin D, dan sebagainya, dari mukosa dapat
terlihat setelah kontak langsung hidung orang yang peka dengan alergen serbuk sari.
Rhinitis alergika terbagi menjadi bentuk musiman dan bentuk perineal. Rinitis alergika
musiman, atau hay faver, biasanya menimbulkan satu periode dengan gejala tertentu pada
tahun-tahun berikutnya, keadaan ini mencerminkan adanya kepekaan terhadap serbuk sari
dan spora jamur yang berterbangan di udara dengan jadwal prevalensi pasti. Rinitis musiman
biasanya ringan pada banyak orang dan mereka tidak berobat ke dokter, tetapi dapat
merupakan penyakit yang melelahkan pada beberapa orang karena penderita terus menerus
bersin, rinore yang banyak, dan preuritis yang tidak sembuh-sembuh. Selaput lendir yang
sangat pucat dan bengkak biasanya menyertai gejala-gejala ini, dan banyak sekali eusinofil
dalan sekret hidung.
Rhinitis perineal jarang menunjukan perubahan besar dalam beratnya penyakit sepanjang
tahun, dan gejala-gejala sering didominasi oleh obstruksi hidung kronik; penyebab yang
mencolok mencakup debu rumah tangga, dan bahan-bahan yang berasal dari hewan, sehingga
pasien akan terpapar bahan-bahan tersebut setiap hari. Rhinitits alergika perineal jarang
langsung menjadi sumber gejala yang mendadak, tetapu obstruksi parsial hidung yang
menetap dan dapat menimbulkan komplikasi yang tidak menyenangkan, seperti bernapas
melalui mulut, dengan akibat pasien mengeluh karena mendengkur dan rasa kering pada
orofaring.
Sering timbul lingkaran gelap dan jaringan berlebihan di bawah mata. Istilah populernya
mata bengkan alergik, perubahan-perubahan ini terjadi dengan obstruksi hidung yang lama
oleh sebab apa pun. Mukosa yang bengkak mudah terinfeksi bakteri dan sering dijumpai
obstruksi sinus paranasal, mengakibatkan sinusitis rekuren atau kronik.
Pengeluaran sekret dari fokus-fokus infeksi dalam hidung mempermudah timbulnya sakit
tenggorokan dan bronkus menjadi kotor sehingga timbul infeksi. Khususnya pada infeksi
rekuren, mukosa hidung yang bengkak dapat membentuk tonjolan lokal, tau polip,yang
nantinya akan menyumbat jalan napas.
Khususnya pada anak-anak , muara tuba eustasius dalam faring dapat tersumbat oleh
pembengkakkan mukosa, pembesaran jaringan limfoid, atau eksudat. Tanpa adanya hubungan
udara, tekannan telinga bagian tengah menjadi negatif dan berisi cairan, menimbulkan otitis
serosa kronik dengan sekurang-kurangnya trjadi kehilangan pendengaran sementara, dapat
mengganggu kemampuan bicara dan pada banyak kasus, sering terjadi infeksi telinga tengah
rekuren. [6]
H. PENATALAKSANAAN
Strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) pertama kali diperkenalkan pada
tahun 1996 dan telah diimplementasikan secara meluas dalam sistem pelayanan kesehatan
masyarakat. Sampai dengan tahun 2001, 98% dari populasi penduduk dapat mengakses
pelayanan DOTS di puskesmas. Strategi ini diartikan sebagai "pengawasan langsung
menelan obat jangka pendek oleh pengawas pengobatan" setiap hari.
Indonesia adalah negara high burden, dan sedang memperluas strategi DOTS dengan cepat,
karenanya baseline drug susceptibility data (DST) akan menjadi alat pemantau dan indikator
program yang amat penting. Berdasarkan data dari beberapa wilayah, identifikasi dan
pengobatan TB melalui Rumah Sakit mencapai 20-50% dari kasus BTA positif, dan lebih
banyak lagi untuk kasus BTA negatif. Jika tidak bekerja sama dengan Puskesmas, maka
banyak pasien yang didiagnosis oleh RS memiliki risiko tinggi dalam kegagalan pengobatan,
dan mungkin menimbulkan kekebalan obat.
2. Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3
Diberikan kepada: Penderita kambuh, Penderita gagal terapi dan Penderita dengan
pengobatan setelah lalai minum obat.
3. Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3
Diberikan kepada: Penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif.
Adapun dosis untuk pengobatan TB jangka pendek selama 6 atau 9 bulan, yaitu:
Pengobatan TB pada anak-anak jika INH dan rifampisin diberikan bersamaan, dosis
maksimal perhari INH 10 mg/kgbb dan rifampisin 15 mg/kgbb. [1, 8]
TB tidak berat
INH : 5 mg/kgbb/hari
Rifampisin : 10 mg/kgbb/hari
TB berat (milier dan meningitis TB)
INH : 10 mg/kgbb/hari
Rifampisin : 15 mg/kgbb/hari
Dosis prednison : 1-2 mg/kgbb/hari (maks. 60 mg) [1]
I. PROGNOSIS
Tuberkulosis (TB) adalah infeksi yang menyerang paru-paru. Hal ini menyebar dari orang
ke orang melalui udara. Setiap tahun TB bertanggung jawab atas kematian sekitar dua juta
orang di seluruh dunia.
Lihat Dokter Segera
Seseorang menunjukkan tanda-tanda dan gejala TB harus melihat seorang dokter sesegera
mungkin. Pengobatan awal secara signifikan meningkatkan kemungkinan prognosis jangka
panjang positif.
Manfaat
Untuk memastikan prognosis jangka panjang positif, pasien TB ketat harus mematuhi rejimen
obat yang diresepkan oleh dokter mereka. Mengubah jadwal pengobatan, dosis dilewatkan
atau tidak memakai obat yang akan meningkatkan risiko kematian.
Kesalahpahaman
Banyak orang mulai merasa lebih baik beberapa minggu setelah memulai pengobatan, namun
bakteri TB masih sangat aktif dalam tubuh mereka. Penghentian pengobatan saat ini dapat
mengakibatkan resistan terhadap obat TB. Resistan terhadap obat TB adalah jauh lebih sulit
untuk mengobati dan membawa risiko kematian yang lebih tinggi dibandingkan non-resistan
terhadap obat TB.
Time Frame
Prognosis jangka panjang untuk pasien yang diobati untuk TB umumnya baik. Dengan
pengobatan yang tepat, 90 persen pasien TB akan bertahan penyakit.
Peringatan
TB tidak akan hilang dengan sendirinya. Orang dengan TB yang tidak diobati memiliki
prognosis yang jauh lebih buruk daripada mereka yang mencari pengobatan. Hampir 50
persen orang dengan TB yang tidak diobati meninggal dalam waktu 5 tahun. [9]
J. PENCEGAHAN
Pencegahan dan pengendalian TB membutuhkan dua pendekatan paralel. Pada yang
pertama, orang dengan TB dan kontak mereka diidentifikasi dan kemudian diobati.
Identifikasi infeksi sering melibatkan pengujian kelompok berisiko tinggi untuk TB. Dalam
pendekatan kedua, anak-anak yang divaksinasi untuk melindungi mereka dari TB. Tidak ada
vaksin yang tersedia yang memberikan perlindungan yang handal untuk orang dewasa.
Namun, di daerah tropis dimana tingkat spesies lain dari mikobakteri yang tinggi, paparan
mikobakteri nontuberculous memberikan beberapa perlindungan terhadap TB.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan TB keadaan darurat kesehatan
global pada tahun 1993, dan Stop TB Partnership mengembangkan Global Plan to Stop TB
yang bertujuan untuk menyelamatkan 14 juta jiwa antara tahun 2006 dan 2015. Karena
manusia adalah host hanya''''Mycobacterium tuberculosis, pemberantasan akan mungkin:
sebuah tujuan yang akan dibantu oleh vaksin sangat efektif.
Vaksin
Banyak negara menggunakan Bacillus Calmette-Guerin (BCG) vaksin sebagai bagian
dari program pengendalian TB mereka, terutama untuk bayi. Menurut WHO, ini adalah
vaksin yang paling sering digunakan di seluruh dunia, dengan 85% dari bayi di 172 negara
diimunisasi pada tahun 1993. Ini adalah vaksin pertama untuk TB dan dikembangkan di
Institut Pasteur di Prancis antara 1905 dan 1921. Namun, massa vaksinasi dengan BCG tidak
mulai sampai setelah Perang Dunia II. Efektivitas pelindung dari BCG untuk mencegah
bentuk serius TB (misalnya meningitis) pada anak-anak lebih besar dari 80%; efikasi
protektif untuk mencegah TB paru pada remaja dan orang dewasa adalah variabel, mulai dari
0 hingga 80%.
Di Afrika Selatan, negara dengan prevalensi TB tertinggi, BCG diberikan untuk
semua anak di bawah usia tiga tahun. Namun, BCG kurang efektif di daerah di mana
mikobakteri kurang lazim, sehingga BCG tidak diberikan kepada seluruh penduduk di
negara-negara. Di Amerika Serikat, misalnya, vaksin BCG tidak dianjurkan kecuali untuk
orang-orang yang memenuhi kriteria tertentu.
Beberapa vaksin baru untuk mencegah infeksi TB yang sedang dikembangkan. Vaksin
TB pertama rekombinan rBCG30, memasuki uji klinis di Amerika Serikat pada tahun 2004,
disponsori oleh Institut Nasional Penyakit Alergi dan Infeksi (NIAID). Sebuah studi 2005
menunjukkan bahwa TB DNA vaksin yang diberikan dengan kemoterapi konvensional dapat
mempercepat hilangnya bakteri serta melindungi terhadap infeksi ulang pada tikus, mungkin
diperlukan waktu empat sampai lima tahun akan tersedia pada manusia. Sebuah vaksin TB
yang sangat menjanjikan, MVA85A, saat ini sedang dalam uji coba fase II di Afrika Selatan
oleh sebuah kelompok yang dipimpin oleh Oxford University, dan didasarkan pada virus
vaccinia rekayasa genetika. Banyak strategi lain juga digunakan untuk mengembangkan
vaksin baru, termasuk vaksin subunit (fusi molekul terdiri dari dua protein rekombinan
disampaikan dalam ajuvan) seperti Hybrid-1, HyVac4 atau M72, dan adenovirus rekombinan
seperti Ad35. Beberapa vaksin dapat diberikan secara efektif tanpa jarum, membuat mereka
lebih baik untuk daerah-daerah dimana HIV sangat umum. Semua vaksin ini telah berhasil
diuji pada manusia dan sekarang dalam pengujian diperpanjang di daerah endemik TB.
Dalam rangka mendorong penemuan lebih lanjut, para peneliti dan pembuat kebijakan
ekonomi baru mempromosikan model pengembangan vaksin, termasuk hadiah, insentif pajak
dan komitmen memajukan pasar.
Bill dan Melinda Gates Foundation telah menjadi pendukung kuat dari pengembangan
vaksin TB baru. Baru-baru ini, mengumumkan hibah $ 200 juta untuk Yayasan Aeras TB
Vaksin Global untuk uji klinis pada hingga enam kandidat vaksin TB yang berbeda saat ini di
dalam pipa. [10]
BAB III
SOP
PENGERTIAN
Tes Mantoux adalah pemeriksaan diagnostik dengan
menyuntikkan PPD secara intra dermal/intra cutan untuk
mengetahui adanya pemajanan terhadap M. tuberculosis.
Tes Mantoux positif menandakan infeksi basil tuberkel
masa lalu atau saat ini dan mengindikasikan perlunya
pemeriksaan lebih lanjut sebelum menegakkan diagnosa
TBC.
Reaksi positif terjadi bila terdapat indurasi 10 mm atau
lebih, reaksi meragukan bila indurasi 5 9 mm, dan
reaksi negative bila indurasi kuran dari 5 mm.
TUJUAN
1. Mendeteksi / mengidentifikasi adanya infeksi Tuberculosis.
2. Membantu dalam menegakkan diagnosa Tuberculosis.
BOBOT
NO TINDAKAN BOBOT NILAI X KETERANGAN
NILAI
I PENGKAJIAN
1. Mengkaji apakah klien pernah
menjalani tes kulit tuberculin posistif,
atau pernah mendapat vaksinasi BCG. 2
2. Mengkaji apakah klien mendapat
vaksinasi atau penyakit virus dalam
waktu 4 minggu terakhir.
3. Mengkaji program/instruksi medik.
II INTERVENSI
A. Persiapan Alat :
1. Spuit tuberculin dengan jarum No. 25 G
atau yang lebih kecil.
2. PPD (Purified Protein Derivative).
3. Kapas alcohol 70% (alcohol swab).
4. Handscoen bersih.
5. Alat tulis : spidol atau pulpen. 3
B. Persiapan Klien :
1. Menjelaskan prosedur dan tujuan
dilakukannya tes Mantoux.
2. Menjaga privacy klien.
3. Membebaskan lokasi injeksi.
III IMPLEMENTASI
1. Mencuci tangan.
2. Memakai handscoen.
3. Memilih area yangb akan dilakukan
penyuntikan : 1/3 lengan bawah bagian
atas / tengah (3 4 jari dibawah 3
antekubiti atau 5 jari diatas pergelangan
tangan).
4. Mengambil tuberculin PPD dan hisap
kedalam spuit sebanya 0,1 cc.
5. Mengatur posisi yang nyaman dengan
lengan diregangkan dan disanggah pada
permukaan yang datar.
6. Memebersihkan kulit (bagian dalam
lengan) dengan kapas alkohol, dimulai
dari tengah dengan gerakan melingkar
kearah luar sirkular 5 cm. Biarkan
sampai kering.
7. Meregangkan kulit, dekatkan spuit
injeksi tuberkulin ke arah kulit dan
suntikkan dengan hati-hati dengan sudut
5 15 (teknik injeksi intra cutan).
Masukkan jarum ke epidermis sampai
dengan 3mm dibawah permukaan
kulit. Ujung jarum dapat dilihat melalui
permukaan kulit.
8. Memasukkan obat 0,1 cc secara
perlahan sehingga membentuk
gelembung berwarna terang sperti
gigitan nyamuk dengan diameter 6
10 mm dan akan menghilang secara
bertahap. Tidak perlu diaspirasi,
karenada dermis relatif avaskuler.
9. Mencabut jarum sambil memberi kapas
alkohol pada area penyuntikan. Jangan
melakukan masase pada area
penyuntikan.
10. Memberi tanda pada lokasi
penyuntikan.
11. Memperhatikan waktu penyuntikan.
12. Merapihkan klien dan merapihkan alat-
alat.
13. Membuka handscoen dan mencuci
tangan.
IV EVALUASI
1. Mengevaluasi respon serta toleransi
klien selama dan sesudah prosedur. 1
2. Membaca hasil tes 48 72 jam setelah
penyuntikan dilalukan.
V DOKUMENTASI
1. Mencatat nama klien, tanggal
pelaksanaan prosedur, tanggal membaca
hasil, hasil, lokasi dan jam. 1
2. Mencatat segmen dada yang
difisioterapi.
3. Mencatat respon serta toleransi klien
selama dan sesudah prosedur
VI SIKAP
1. Sistematis.
2. Hati-hati.
3. Berkomunikasi.
4. Mandiri.
5. Teliti.
6. Tanggap terhadap respon klien.
7. Rapih.
8. Menjaga privacy.
9. Sopan.
TOTAL 10
Uji ini dilakukan dengan cara menyuntikkan sejumlah kecil (0,1 ml) kuman TBC, yang telah
dimatikan dan dimurnikan, ke dalam lapisan atas (lapisan dermis) kulit pada lengan bawah.
Lalu, 48 sampai 72 jam kemudian, tenaga medis harus melihat hasilnya untuk diukur. Yang
diukur adalah indurasi (tonjolan keras tapi tidak sakit) yang terbentuk, bukan warna
kemerahannya (erythema). Ukuran dinyatakan dalam milimeter, bukan centimeter.
Secara umum, hasil tes Mantoux ini dinyatakan positif bila diameter indurasi berukuran sama
dengan atau lebih dari 10 mm. Namun, untuk bayi dan anak sampai usia 2 tahun yang tanpa
faktor risiko TB, dikatakan positif bila indurasinya berdiameter 15 mm atau lebih. Hal ini
dikarenakan pengaruh vaksin BCG yang diperolehnya ketika baru lahir, masih kuat.
Pengecualian lainnya adalah, untuk anak dengan gizi buruk atau anak dengan HIV, sudah
dianggap positif bila diameter indurasinya 5 mm atau lebih.
tes Mantoux / tuberculin (tuberculin skin test) merupakan alat diagnostik yang sampai saat ini
mempunyai sensitivitas dan spesifisitas cukup tinggi untuk mendiagnosis adanya infeksi
tuberkulosis. Test mantoux adalah suatu cara yang digunakan untuk mendiagnosis TBC. Tes
mantoux itu dilakukan dengan menyuntikan suatu protein yang berasal dari kuman TBC
sebanyak 0,1 ml dengan jarum kecil di bawah lapisan atas kulit lengan bawah kiri.
Untuk memastikan anak terinfeksi kuman TBC atau tidak, akan dilihat indurasinya setelah
48-72 jam. Indurasi ini ditandai dengan bentuk kemerahan dan benjolan yang muncul di area
sekitar suntikan. Bila nilai indurasinya 0-4 mm, maka dinyatakan negatif. Bila 5-9 mm dinilai
meragukan, sedangkan di atas 10 mm dinyatakan positif.
Setelah hasil Mantoux dinyatakan positif, anak sebaiknya diikutkan pada serangkaian
pemeriksaan lainnya. Salah satunya adalah rontgen yang bertujuan mendeteksi TBC lebih
detail lewat kondisi paru yang tergambar dalam foto rontgen dan dan tes darah. Tes mantoux
dilakukan lebih dulu karena hasil rontgen tidak dapat diandalkan untuk menentukan adanya
infeksi kuman TB. Bercak putih yang mungkin terlihat pada hasil foto bisa memiliki banyak
penyebab. Anak yang sedang menderita batuk pilek pun kemungkinan memiliki bercak putih
di paru. Jadi, tes Mantoux sangat perlu, tak cukup hanya rontgen paru.
Jika ada kecurigaan terhadap infeksi TBC, atau flek paru, perlu diperiksa mantoux test
dengan gejala-gejala berikut ini :
2. Mudah sakit. Lemah, letih, lesu dan tidak bersemangat dalam melakukan aktivitas.
4. Batuk berulang.
5. Benjolan di leher.
Hasil tes Mantoux dibaca dalam 48-72 jam, lebih diutamakan pada 72 jam.
Reaksi positif yang muncul setelah 96 jam masih dianggap valid. Bila pasien tidak kontrol
dalam 96 jam dan hasilnya negative maka tes Mantoux harus diulang.
Tes Mantoux dinyatakan positif apabila diameter indurasi > 10 mm. Kemungkinan yang perlu
dipikirkan pada anak dengan hasil tersebut:
3. Pernah mendapat imunisasi BCG (pada anak dengan usia kurang dari 5 tahun)
4. Pada pasien usia kurang dari 5 tahun dengan riwayat vaksinasi BCG kecurigaan ke
arah infeksi alamiah TB bila hasil uji Mantoux > 15 mm.
Meskipun demikian, hasil uji Mantoux > 5 mm dapat dipertimbangkan positif pada pasien
tertentu seperti :
b. Pasien dengan transplantasi organ atau mendapat imunosupresan jangka panjang seperti
pasien keganasan atau sindrom nefrotik
False Negative
Pasien-pasien tertentu yang terinfeksi tuberkulosis mungkin dapat menunjukkan hasil tes
Mantoux yang negatif. Kondisi demikian disebut dengan anergi. Anergi kemungkinan terjadi
pada pasien:
1. Berbagai faktor indvidual seperti usia, nutrisi, gagal ginjal, imunosupresi karena obat
(seperti kortikosteroid) atau penyakit (seperti kanker, infeksi HIV, dan sarcoidosis)
3. Setelah vaksinasi dengan vaksin virus hidup (seperti Campak, Mumps, Rubella) akan
teramati penurunan reaktivitas tuberkulin. Oleh sebab itu, jika uji mantoux tidak dapat
dilakukan bersamaan dengan imunisasi Campak, Mumps, dan Rubella, uji ditunda
selama 4-6 minggu
KESIMPULAN
Sistem Imun (bahasa Inggris:immune system) adalah system perlindungan pengaruh luar
biologis yang dilakukan oleh sel dan organ khusus pada suatu organisme. Jika system
kekebalan bekerja dengan benar, system ini akan melindungi tubuh terhadap infeksi bakteri
dan virus, serta menghancurkan sel kanker dan zat asing lain dalam tubuh. Jika system
kekebalan melemah, kemampuannya melindungi tubuh juga berkurang, sehingga
menyebabkan patogen, termasuk virus yang menyebabkan demam dan flu, dapat berkembang
dalam tubuh. Sistem kekebalan juga memberikan pengawasan terhadap sel tumor,dan
terhambatnya system ini juga telah dilaporkan meningkatkan resiko terkena beberapa jenis
kanker. (5)
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo A, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed 5. Jakarta: Interna Publishing; 2009.
2. Media Informasi Obat Penyakit. Tuberkulosis. [online]. [cited 2012 maret 14]. [4 screen].
Available from: http://medicastore.com/penyakit/69/Tuberkulosis_TBC.html
3. Kumala P, dkk. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Ed. 25. Jakarta: EGC. 1998