Anda di halaman 1dari 24

IDENTITAS PERSONAL

Nama : Rifky Alfhinas MR : 00.66.54.24


Umur : 3 Tahun 2 hari Tgl Rawatan : 28 Febuari 2016

Jenis kelamin : Laki-laki Supervisor : dr.Johannes H. Saing,M.Ked(Ped), Sp.A(K)


Alamat : LK III GG Tumiran
Deli Tua

ANAMNESA
Keluhan utama : Belum bisa berjalan
Telaah : - Dialami pasien sejak 2 tahun ini. Sudah pernah dibawa ke
dokter spesialis anak dan sudah dilakukan head ct scan 2,5
tahun yang lalu dengan hasil nomal.
- Pasien juga belum bisa duduk, mengangkat kepala, berbicara
dan memungut benda dengan tangan.
- Riwayat kejang (+) sejak 6 bulan yang lalu, kejang bersifat
menyentak di seluruh tubuh, lama kejang kurang lebih 15
menit. Kejang tidak didahului dengan demam.
Anamnesa traktus sirkulatorius : dalam batas normal
Anamnesa traktus respiratorius : Dalam batas normal
Anamnesa traktus digestivus : dalam batas normal
Anamnesa traktus urogenitalis : dalam batas normal
Anamnesa penyakit terdahulu : Riwayat trauma (-)
& kecelakaan
Anamnesa intoksikasi & obat : Tidak ada
Anamnesa keluarga : Riwayat kejang dalam keluarga disangkal
Anamnesa sosial :
o Riwayat imunisasi : BCG 1x, Hepatitis B 3x, DPT 4x (kesan lengkap)
o Riwayat kehamilan : Usia ibu saat hamil 23 tahun, Demam (-), hipertensi (-), DM(-),
konsumsi obat-obatan (-)
o Riwayat Kelahiran : Lahir normal ditolong oleh bidan.cukup bulan. BBL= 2500
gram,
tidak langsung menangis dan dirawat selama 3 minggu dalam
inkubator dan mendapat pernafasan dibantu oleh mesin.

PEMERIKSAAN UMUM
Kesadaran : Compos Mentis Frek. jantung : 120 x/menit,
regular
Tekanan Darah : 90/70 mmHg Temperatur : 37,2 C
Respiratory Rate : 22 x/i Berat badan : 10 kg
Kulit & selaput lendir : dalam batas normal Tinggi badan : 95 cm
Kelenjar getah bening : dalam batas normal Lingkar kepala : 49 cm
Persendiaan : dalam batas normal

Rongga dada Rongga abdomen


Inspeksi : retraksi epigastrial, interkostal Simetris
(-)
Perkusi : stem fremitus ka=ki soepel
Palpasi : sonor timpani
Auskultasi : SP: vesikuler; ST: (-) peristaltik (+) normal
Murmur (-)
GENITALIA
Toucher : tidak dilakukan pemeriksaan
EKSTREMITAS : t/v cukup, CRT < 3 detik, akral hangat
PEMERIKSAAN NEUROLOGI
Sensorium : Compos mentis
Kranium
Bentuk : bulat
Fontanela : terbuka
Palpasi : teraba a. karotis
Perkusi : cracked pot sign (-)
Aukultasi : desah arteri (-)
Transiluminasi : tidak dilakukan pemeriksaan

Perangsangan meningeal
Kaku kuduk : (-)
Tanda kernig : (-)
Tanda brudzinski I/II : (-/-)

Peningkatan tekanan intrakranial

Nyeri kepala : tidak jelas


Muntah proyektil : (-)
Kejang : (-)
Nervus kranialis
Nervus Olfaktorius : sulit dinilai.
Nervus Optikus:
Visus : sulit dinilai
Lapangan pandang : sulit dinilai
Refleks ancaman : sulit dinilai
Nervus Okulomotorius, Troklearis, Abdusen:
Gerakan bola mata : (+)
Nistagmus : (-)
Pupil : bulat, isokor , pupil kanan = kiri 3 mm, RCL / RCTL : (+) /
(+)
Rima palpebra : 2 mm
Deviasi konjugate : (-)
Fenomena Dolls Eye : tidak dilakukan pemeriksaan
Strabismus : (-)
Nervus Trigeminal:
Motorik : sulit dinilai
Sensorik : sulit dinilai
Refleks kornea : langsung / tidak langsung : (+) / (+)
Refleks maseter : sulit dinilai
Refleks bersin : sulit dinilai
Nervus Fasialis:
Motorik : sudut mulut simetris
Sensorik : sulit dinilai
Nervus Vestibulokoklearis : tes kalori tidak dilakukan pemeriksaan
Nervus Glosofaringeus dan Nervus Vagus:
Palatum mole : sulit dinilai
Uvula : sulit dinilai
Refleks muntah : (+)
Nervus Aksesorius : sulit dinilai
Nervus Hipoglosus :

Sistem motorik:
Trofi : eutrofi
Tonus otot : eutonus
Kekuatan motorik : sulit dinilai, lateralisasi (-)
Sikap : berbaring
Gerakkan spontan abnormal : (-)
Tes sensibilitas
Eksteroseptif, propioseptif dan fungsi kortikal untuk sensibilitas sulit dinilai.
Refleks :
Refleks fisiologis: Ekstremitas kanan Ekstremitas kiri
Biceps/Triceps : (++/++) (++/++)
KPR/APR : (++/++) (++/++)
Refleks patologis:
Hoffman/ Trommer : (-/-) (-/-)
Babinski : (-) (-)
Koordinasi : sulit dinilai

Vegetatif :
Vasomotorik : tidak dilakukan pemeriksaan
Sudomotorik : tidak dilakukan pemeriksaan
Pilo - Erektor : tidak dilakukan pemeriksaan
Miksi : dalam batas normal
Defekasi : dalam batas normal
Potensi libido : tidak dilakukan pemeriksaan

Vetebra :
Bentuk : normal
Pergerakan : normal
Tanda perangsangan radikuler:
Laseque : sulit dinilai
Cross Laseque : sulit dinilai
Gejala-gejala serebelar : sulit dinilai
Gejala-gejala ekstrapiramidal :
Tremor: (-) Rigiditas: (-) Bradikinesia: sulit dinilai
Fungsi luhur : tidak dapat dinilai

DIAGNOSIS:
Diagnosa kerja: cerebral palsy kuadriplegia spastik + Generalized Simptomatic
Epilepsy
TERAPI : -
Rencana : - EEG
- Konsul Endokrin
- Konsul Respirologi
- Konsul pediatri sosial
- Konsul kardiologi

Jawaban Konsul Respirologi Pediatri (28 Febuari 2016)


S/: Batuk dialami sejak lahir, demam (-)
O/: Sensorium : Compos mentis
HR : 100 x/i
RR : 24 x/i
Rhonki (-), wheezing (-)
A/ : Hipersekresi bronkus
P/ : ambroxol 3 x 5 mg
R/ Foto thorak AP/L
Hasil foto thorak AP/L : Bronkopneumonia Bilateral

Divisi Neuropediatri (29 Januari 2016)


S/ : Kejang (-)
O/: Sens : Compos Mentis
HR : 96 x/i
RR : 24 x /i
A/ : Cerebral palsy Kuadriplegia + Generalized Simptomatic Epilepsy
P/ : Depakene sirup 2 x 1,5 ml

Jawaban Konsul Pediatri Sosial ( 29 Januari 2016)


S/: Perkembangan tidak sesuai usia
T/: sampai saat ini pasien hanya bisa tertawa, berteriak, kepala tidak bisa diangkat. Kejang
dialami sejak usia 2 tahun
O/: Sens : Compos Mentis
HR : 100 x / menit,
RR : 20 x /menit
Kepala : Mata : Rc +/+ pupil isokor pucat -/-, kepala tidak bisa diangkat
Dada : Simetris fusiformis, retraksi (-)
Abdomen : Soepel, Peristaltik (+) normal
Ekstermitas : t/v cukup, akral hangat, CRT < 3 detik
Denver II : Personal sosial : Sesuai usia 5 bulan
Motorik halus : Sesuai usia 5 bulan
Bahasa : Sesuai usia 7 bulan
Motorik kasar : Sesuai usia 3 bulan
M. chart : gagal
KMME : Ya : 1 Tidak : 11
GPPH : 8
A/: Global Development Delay
P/: Fisioterapi/ Terapi wicara / Terapi Okupasi
Stimulasi

Jawaban Konsul Rehabilitasi Medik (01 Februari 2016)


S/: Belum bisa berdiri, duduk, mengangkat kepala
O/: Sens : Compos Mentis
A/: Cerebral Palsy
P/: Fisioterapi chest & tumbuh kembang

Jawaban Konsul Endokrin ( 01 Febuari 2016)


S/: skrining kelainan tiroid
O/: Sens : Compos Mentis
Kepala : wajah dismorfik, low set ear (-), nasal flat bridge (-), makroglossi (-)
Leher : pembesaran kelenjar tiroid (-)
Dada : retraksi (-), rhonki -/-, desah -/-
Perut : Soepel, peristaltik dalam batas normal
Anogenital : Panjang penis 4,9 cm (normal : 4,6 6,4 cm)
A/: Sangkaan hipotiroid
P/ : Pemeriksaan T3, T4, TSH

Jawaban Konsul Kardiologi ( 02 Febuari 2016)


S/: Skrining Kelainan Jantung
O/: Sens : Compos Mentis
Dada : retraksi (-), desah (-), rhoni -/-
A/: Sangkaan Acynaotic CHD
P/: Echocardiography
Hasil Echocardiography : Good LV systolic Function. Normal Heart Structure and Function

Kontrol Endokrin (16 Febuari 2016)


S/: Kontrol
O/: Sens : Compos Mentis
HR : 92 x /i RR : 24 x/i
A/: Eutiroid
P/: -
Hasil pemeriksaan laboratrium
T3 : 1,08 (N: 0.58 1.59)
T4 : 4,90 (N: 4.87 11.72)
TSH : 1.2821 (N: 0.35 4.94)

Kontrol Neuropediatri ( 02 Febuari 2016)


S/: kejang (-)
O/: Sens : Compos Mentis
HR : 120 x/i RR : 25 x /i
A/: cerebral palsy kuadriplegia spastik + Generalized Simptomatic Epilepsy + Global
Development Delay
P/: Depakene sirup 2 x 1,5 ml
R/: Fisioterapi
BAB I
PENDAHULUAN

Diantara berbagai gangguan yang berat pada fungsi motorik pada anak-anak, Cerebral Palsy
(CP) adalah yang paling sering. Di negara-negara maju prevelensi sekitar 1-2 per 1000
kelahiran hidup. Prevalensi meningkat secara dramatis dengan penurunan usia kehamilan saat
lahir sehingga bayi yang baru lahir usia kehamilan sangat rendah yaitu usia kehamilan < 28
minggu dengan prevalensi sekitar 100 per 1000 bayi hidup, 100 kali lebih berisiko daripada
bayi yang lahir cukup bulan. Selain manifestasi motorik, anak-anak dengan Cerebral Palsy
sering menunjukkan gangguan kognitif dan sensorik,epilepsi, dan kekurangan gizi. ( Oshea,
M.T. Diagnosis, treatment, and Prevention of Cerebral Palsy in Near-Term/term Infants. Clin
Obstet Gynecol. 2008. 51(4); 816 828.)

Diagnosis CP didasarkan pada pemeriksaan klinis, dan bukan pada pemeriksaan laboratrium
atau pun tehnik pencitraan. Sebuah kelompok kerja internasional baru-baru ini memberikan
definisi untuk CP yaitu sekelompok gangguan permanen perkembangan gerakan dan postur,
menyebabkan ketrbatasan aktivitas, yang dikaitkan dengan gangguan non progresif yang
terjadi pada tahap perkembangan otak dari janin atau bayi. ( Oshea, M.T. Diagnosis,
treatment, and Prevention of Cerebral Palsy in Near-Term/term Infants. Clin Obstet Gynecol.
2008. 51(4); 816 828.)
Cerebral Palsy merupakan suatu istilah diskriptif non spesifik yang digunakan untuk
gangguan fungsi motorik yang timbul pada masa kanak - kanak dini, yang ditandai dengan
perubahan tonus otot, gerakan involunter, ataksia atau kombinasi dari kelainan-kelainan
tersebut. CP seringkali juga disertai dengan beberapa komorbiditas seperti epilepsi, gangguan
visual, auditory dan retardasi mental. Kelainan tersebut menimbulkan disabilitas pada anak ,
sehingga deteksi dini Cerebral Palsy dapat membantu penanganannya sehingga didapat
kemampuan fungsional yang optimal. (modul neuroped)
BAB II
CEREBRAL PALSY

II.1. Definisi
Secara umum Cerebral Palsy adalah sindroma klinik, ditandai adanya defisit motorik sentral
1,2
yang bersifat tidak progresif, disebabkan kerusakan otak yang belum matur Swaiman
mendifinisikan CP sebagai suatu istilah diskriptif non spesifik yang digunakan untuk
gangguan fungsi motorik yang timbul pada masa kanak kanak dini yang ditandai dengan
perubahan tonus otot (umumnya spastik), gerakan involunter, ataksia atau kombinasi dari
kelainan-kelainan tersebut, tidak bersifat episodik ataupun progresif. Keluhan paling sering
mengenai ekstremitas, namun dapat juga mengenai batang tubuh.( Modul neuroped)
Menkes mendefinisikan CP sebagai sindrom kelainan gerak dan postur yang menetap yang
disebabkan oleh lesi otak yang bersifat tidak progresif yang didapat selama perkembangan.5
Walaupun kerusakan jaringan otaknya tidak mengalami progresifitas, penampilan klinis CP
dapat berubah sesuai dengan pematangan system saraf anak. (Modul Neuroped)

II.2. Epidemiologi
Insidensi CP di Negara maju berkisar antara 2 - 2,5 per 1000 kelahiran hidup. Cerebral Palsy
pertama kali dikaitkan dengan penyebab trauma kelahiran. Kemajuan dalam manajemen
neonatal dan perawatan obstetrik belum menunjukkan penurunan kejadian Cerebral Palsy.
(Sankar, C. And mundkur, N. Cerebral Palsy-Definition, Classification, Etiology and Early
Diagnosis. Indian Journal Pediatry. 2005. 72(10): 865-868.)

Pada tahun 2001, United cerebral Palsy Foundation memperkirakan sekitar 764000 anak-
anak dan dewasa di Amerika Serikat didiagnosis Cerebral Palsy. Sebagai tambahan, sekitar
8000 bayi dan balita, 1200 sampai 1500 anak usia prasekolah didiagnosis dengan Cerebral
Palsy setiap tahun di Amerika Serikat. (Krigger, K.W. cerebral Palsy: An Overview.
American family Physician. 2006. 73(1). 91-100.)

II.3. Klasifikasi
Cerebral palsy mencakup gangguan motorik dengan berbagai variasi tonus, distribusi
anatomi, dan tingkat keparahan. Klasifikasi didasarkan pada perubahan tonus otot, wilayah
anatomi yang terlibat, dan beratnya penyakit.
A. Spastik
Spatik didefinisikan sebagai peningkatan resistensi fisiologis otot untuk gerakan pasif.
Spastik merupakan bagian dari sindrom upper motor neuron yang ditandai dengan
hiperrefleksi, klonus, respon plantar ekstensor, dan reflek primitif. Spastik cerebral palsy
adalah bentuk paling umum dari cerebral palsy. Sekitar 79% sampai 80% dari anak-anak
dengan cerebral palsy tipe spastik. Spastik secara anatomi dibedakan menjadi : (To HELP
guide To Cerebral Palsy).
1. Kuadriplegia CP
Merupakan tipe yang paling parah yang melibatkan keempat anggota gerak, dimana
keterlibatan anggota gerak atas lebih berat daripada anggota gerak bawah, terkait dengan
asfiksia intrapartum hipoksia akut. Namun, asfiksia intrapartum hipoksia akut bukan satu-
satunya penyebab kuadriplegia spastik. Pada pemeriksaan neuroimaging didapatkan
degenerasi kistik ekstensif pada otak polikistik ensefalomalasia dan poliporencephalon pada
MRI dan berbagai variasi abnormalitas perkembangan seperti polymicrogyria dan
schizencephaly. Kebanyakan anak-anak memiliki gejala pseudobulbar dengan kesulitan
menelan, dan aspirasi rekuren. Hampir di semua kasus mengalami gangguan intelektual berat.
(Sankar, C. And mundkur, N. Cerebral Palsy-Definition, Classification, Etiology and Early
Diagnosis. Indian Journal Pediatry. 2005. 72(10): 865-868.)

2. Diplegia CP
Diplegia spastik melibatkan ekstermitas bawah yang lebih berat dan ekstermitas atas sedikit
terlibat. Intelektual biasanya normal. Diplegia spastik dikaitkan dengan prematur dan berat
badan lahir rendah. Hampir semua bayi prematur dengan diplegia spastik menunjukkan
periventicular leukomalacia pada neuroimaging. Periventricular leukomalacia (PVL) adalah
cedera otak iskemik yang paling sering terjadi pada bayi prematur. (Sankar, C. And mundkur,
N. Cerebral Palsy-Definition, Classification, Etiology and Early Diagnosis. Indian Journal
Pediatry. 2005. 72(10): 865-868.)

3. Hemiplegia CP
Hemiplegia melibatkan satu sisi tubuh. Kejang, gangguan lapang pandang, astregnosis,
kehilangan propioseptif dapat mungkin terjadi. Sekitar 20% anak-anak cerebral palsy dengan
spastik hemiplegia.

B. Diskinetik
Diskinetik ditandai dengan keterlibatan ekstrapiramidal dimana terjadi rigiditas, khorea,
khoreoathetosis, athetoid, dan distonia. Diskinetik pada cerebral palsy terjadi sekitar 10%
sampai 15% dari semua kasus CP. Hiperbilirubin atau anoksia berat menyebabkan disfungsi
basal ganglia dan menghasilkan diskinetik CP. (To HELP guide To Cerebral Palsy) dan
(Sankar, C. And mundkur, N. Cerebral Palsy-Definition, Classification, Etiology and Early
Diagnosis. Indian Journal Pediatry. 2005. 72(10): 865-868.)

C. Ataksik
Ataksik adalah kehilangan keseimbangan, koordinasi, dan kontrol motorik halus. Anak-anak
dengan ataksik tidak dapat mengkoordinasikan gerakannya. Tonus otot dapat normal, dan
ataksia terlihat jelas ketika usia 2 sampai 3 tahun. Ataksia dikaitkan dengan lesi pada
serebelum. (To HELP guide To Cerebral Palsy)

D. Hipotoni CP
Hipotoni CP ditandai dengan generalized muscular hypotonia hingga usia 2 sampai 3 tahun
yang bukan disebabkan dari gangguan primer otot atau saraf perifer. (Sankar, C. And
mundkur, N. Cerebral Palsy-Definition, Classification, Etiology and Early Diagnosis. Indian
Journal Pediatry. 2005. 72(10): 865-868.)

E. Tipe Campuran
Anak anak dengan CP tipe campuran mengalami spastisitas ringan, distonia, dan atau
atetoid. Ataksia dapat terjadi pada tipe ini. Ataksia dan spastisitas sering terjadi bersama
sama. . (To HELP guide To Cerebral Palsy)

Palisano dkk, mengembangkan sistem klasifikasi gross motor function classification system
(GMFCS), yang terdiri dari lima tingkat klasifikasi berdasarkan kemampuan motorik kasar
pada anak, keterbatasan fungsional, kebutuhan pada kursi roda untuk mobilitas atau bantuan
alat lain. GMFCS ini secara luas diterapkan sebagai pedoman untuk manajemen klinik yang
rutin (peniliaian kemampuan mobilitas, rencana intervensi dan prognosis), penelitian (seleksi
sampel dan stratifikasi) dan juga administrasi di sarana kesehatan.
Usia 4 -6 tahun
Tingkat I : Anak dapat berjalan dan duduk di kursi tanpa memerlukan sokongan tangan. Anak
dapat berdiri dari duduk dilantai atau dikursi tanpa perlu obyek untuk menyokong. Anak
dapat menaiki tangga tanpa berpegangan dan mampu berlari serta melompat.
Tingkat II : anak duduk di kursi dengan kedua tangan bebas untuk memanipulasi obyek.
Anak berdiri dari duduk dilantai atau dikursi tetapi sering membutuhkan permukaan yang
stabil untuk mendorong atau menarik menggunakan lengan mereka. Anak dapat berjalan
tanpa memerlukan perangkat bantuan alat. Anak naik tangga dengan berpegangan, tidak
dapat lari atau melompat.
Tingkat III : anak dapat duduk dikursi tetapi memerlukan penyokong panggul atau tubuh
untuk memaksimalkan fungsi tangan. Anak memerlukan permukaan yang stabil untuk
bergerak. Anak dapat berjalan dengan perangkat mobilitas genggam dan naik tangga dengan
bantuan orang dewasa. Anak perlu bantuan ketika bepergian jarak jauh atau diluar ruangan
pada permukaan yang tidak rata.
Tingkat IV : anak duduk dikursi dengan tempat duduk adaptif untuk pengendalian tubuh dan
untuk memaksimalkan fungsi tangan. Anak bergerak dengan bantuan orang dewasa atau
permukaan yang stabil untuk mendorong atau menarik dengan lengan mereka. Anak perlu
alat bantu berjalan dan mengalami kesulitan dalam berbalik dan menjaga keseimbangan pada
permukaan yang tidak rata. Mobilitas dengan menggunakan kursi roda.
Tingkat V : kontrol gerakan volunter dan kemampuan untuk mempertahankan anti-gravitasi
pada kepala dan postur tubuh terbatas. Keterbatasan fungsional dalam duduk dan berdiri tidak
sepenuhnya terkompensasi melalui penggunaan peralatan adaptif dan tekhnologi bantu.

Usia 6 12 tahun
Tingkat I : Anak dapat berjalan, kemampuan motorik kasar seperti berlari dan melompat
terbatas dalam kecepatan, keseimbangan dan koordinasi. Anak dapat berpartisipasi dalam
aktivitas fisik.
Tingkat II : anak dapat berjalan, tetapi terbatas, terdapat gangguan keseimbangan pada tempat
yang sempit atau membawa suatu benda. Anak dapat naik dan turun tangga berpegangan atau
dengan bantuan fisik. Anak memiliki kemampuan dalam fungsi minimal motorik kasar
seperti berlari dan melompat dan mempunyai keterbatasan dalam melakukan olahraga.
Tingkat III : Anak dapat berjalan menggunakan perangkat mobilitas. Ketika duduk, anak
memerlukan sabuk pengaman untuk keselarasan panggul dan keseimbangan. Pada saat
berdiri dari duduk dilantai atau dikursi memerlukan bantuan fisik. Mobilitas saat bepergian
jarak jauh, menggunakan bentuk mobilitas beroda. Naik dan turun tangga berpegangan pada
pagar dengan pengawasan atau bantuan fisik.
Tingkat IV : Anak menggunakan metode mobilitas yang memerlukan bantuan fisik dalam
sebagian besar situasi. Anak membutuhkan duduk adaptif untuk batang tubuh dan kontrol
panggul dan bantuan fisik untuk berpindah tempat. Di rumah anak berpindah dengan
merangkak dan berjalan jarak pendek dengan bantuan fisik. Di luar rumah dapat menganggu
kursi roda manual.
Tingkat V : anak bergantung pada kursi roda dalam semua keadaan. Anak anak mempunyai
kemampuan terbatas untuk mempertahankan postur kepala dan batang tubuh serta kontrol
gerakan lengan dan kaki. Tekhnologi bantu digunakan untuk meningkatkan keselarasan
kepala, duduk, berdiri, dan atau mobilitas tetapi keterbatasan tidak sepenuhnya terbantu oleh
peralatan. Untuk berpindah memerlukan bantuan fisik lengkap dari orang dewasa.

Usia 12 18 tahun
Tingkat I : anak dapat berjalan baik di rumah, sekolah, di luar rumah. Anak mampu naik dan
turun tangga tanpa bantuan fisik dan tanpa berpegangan. Anak melakukan keterampilan
motorik kasar seperti berlari, dan melompat namun kecepatan, keseimbangan, dan
kemamouan koordinasi terbatas. Anak dapat berpartisipasi dalam kegiatan fisik dan olahraga.
Tingkat II : anak dapat berjalan di sebagian besar keadaan. Faktor faktor lingkungan
(seperti medan tidak rata, jarak yang jauh, tuntutan waktu, cuaca) dan pilihan pribadi
mempengaruhi pilihan mobilitas. Di sekolah atau tempat bekerja, anak dapat berjalan
menggunakan alat bantu untuk keamanan. Anak berjalan naik dan turun tangga memegang
pagat atau dengan bantuan fisik. Jika tidak ada pagar. Keterbatasan dalam kinerja motorik
kasar memerlukan adaptasi untuk berpartisipasi dalam kegiatan fisik dan olahraga.
Tingkat III : anak mampu berjalan dengan menggunakan perangkat mobilitas. Saat duduk,
anak mungkin memerlukan sabuk pengaman untuk penyelarasan panggul dan keseimbanga.
Perpindahan duduk-berdiri dan dari lantai berdiri memerlukan bantuan seseorang. Di sekolah,
anak dapat mendorong kursi roda manual atau menggunakan alat mobilita. Anak dapat
berjalan naik dan turun tangga dengan memegang pagar dengan pengawasan atau bantuan
fisik.
Tingkat IV : anak menggunakan alat bantu gerak beroda disebagian besar keadaan. Anak
memerlukan tempat duduk adaptif untuk kontrol panggul dan tubuh. Bantuan fisik dari 1 atau
2 orang diperlukan untuk berpindah tempat.
Tingkat V : Anak berpindah tempat dengan kursi roda manual dalam semua keadaan.
Terdapat keterbatasan dalam kemampuan untuk mempertahankan postur kepala, tubuh, dan
kontrol gerakan lengan dan kaki. Alat bantu digunakan untuk memperbaiki posisi kepala.
Duduk, berdiri, dan mobilitas, tetapi keterbatasan tidak sepenuhnya dapat dikompensasi oleh
peralatan. Bantuan fisik dari 1 atau 2 orang diperlukan untuk berpindah tempat.
II.4 Etiologi
Penyebab dari cerebral palsy sangat beragam dan multifaktorial. Penyebabnya adalah
kongenital, genetik, inflamasi, infeksi, anoksia, trauma dan metabolik. Cedera yang terjadi
pada tahap perkembangan dapat prenatal, natal, atau postnatal. Kebanyakan kasus 75%-80%
disebabkan cedera prenatal dengan kurang dari 10% disebabkan oleh trauma dan asfiksia.
(Sankar, C. And mundkur, N. Cerebral Palsy-Definition, Classification, Etiology and Early
Diagnosis. Indian Journal Pediatry. 2005. 72(10): 865-868.)

Penyebab antenatal CP yang paling terpenting adalah malformasi kongenital otak termasuk
malformasi perkembangan kortikal. Tehnik pencitraan yang modern memungkinkan untuk
mendeteksi anak-anak dengan kondisi seperti ini. Malformasi kongenital sangat terkait kuat
dengan CP dan anak-anak dengan malformasi otak kongenital biasanya juga memiliki
kelainan diluar sistem saraf pusat. Penyebab antenatal lain yang menyebabkan CP adalah
kejadiaan vaskular dengan pencitraan otak (contohnya oklusi arteri serebri media) dan infeksi
pada ibu selama trimester pertama dan kedua kehamilan (rubella, sitomegalovirus,
toksoplasmosis). (Reddihough, D.S and Collins, K.J. The epidemiology and causes of
cerebral palsy. Australian Journal of Physiotherapy.2003. 49: 7-12.)

Perinatal menyebabkan masalah selama kelahiran dan proses kelahiran yang darurat seperti
kesulitan persalinan, pendarahan antepartum atau prolaps tali pusat yang dapat
membahayakan janin menyebabkan hipoksia yang semua ini berkolerasi terhadap cerebral
palsy. Masalah neonatus yang menyebabkan CP adalah hipoglikemia berat, hiperbilirubin
yang tidak diterapi, dan infeksi neonatus berat. Reddihough, D.S and Collins, K.J. The
epidemiology and causes of cerebral palsy. Australian Journal of Physiotherapy.2003. 49: 7-
12.

Penyebab postnatal termasuk keracunan, infeksi meningitis, ensefalitis, traumatik. Ada juga
hubungan antara koagulopati menyebabkan infark dan CP tipe hemiplegi. Kejadian CP
postnatal sekitar 12% sampai 21%, namun dalam sejumlah kasus penyebab CP masih belum
diketahui. (Sankar, C. And mundkur, N. Cerebral Palsy-Definition, Classification, Etiology
and Early Diagnosis. Indian Journal Pediatry. 2005. 72(10): 865-868.)

II.5 Patofisiologi
Brain injury yang terjadi pada CP sebagian besar disebabkan instabilitas kardiovaskuler dan
hipoksia yang terjadi saat perinatal, termasuk juga infeksi maternal dengan produksi sitokin
dan produk inflamasi yang berlebihan, pelepasan glutamat yang dapat memacu kaskade
eksitoksis, stres oksidatif, defisiensi growth factor, obat-obatan, dan stres maternal. Bahkan
penelitian klinik yang baru dilakukan menambahkan bahwa faktor genetik memudahkan
terjadinya kerusakan otak.

Patogenesis kerusakan otak pada bayi sebagian besar karena adanya proses iskemia dan
inflamasi. Pada iskemia terjadi penurunan kadar oksigen akut dan berat pada jaringan otak
sehingga segera terjadi penurunan sintesa protein dan kematian neuron. Saat terjadi hipoksia
iskemi akan menyebabkan penurunan adenosine tri-phospate (ATP) yang berfungsi sebagai
sumber energi untuk metabolisme seluler. Penurunan kadar ATP akan diikuti oleh kegagalan
pompa Na+ K+ yang tergantung pada ATP (ATP-dependent Na+ K+ pump). Pada kegagalan
energi yang berat, akan terjadi influks natrium yang diikuti oleh influks klorida dan air ke
dalam sel sehingga timbul pembengkakan sel lalu lisis dan akhirnya terjadi (kematian sel tipe
cepat). Pada kegagalan energi yang lebih ringan, kegagalan pompa Na+ K+ akan
menimbulkan depolarisasi membran sel yang kemudian menimbulkan pelepasan
neurotransmiter eksitatorik glutamat dan menyebabkan influks kalsium ke intrasel. Kadar
kalsium intraseluler yang tinggi bersifat toksik, sehingga mencetuskan kaskade apoptosis.

Pada fase reperfusi, terjadi pemulihan iskemia yang mengakibatkan peningkatan kadar
oksigen, mengaktifkan enzim xantin oxidase dan siklooksigenase, menyebabkan peningkatan
senyawa oksigen reaktif (Reactive Oxiygen Species/ROS) yang bertanggung jawab pada
oksidasi lipid dan protein serta kerusakan DNA. Radikal bebas yang terbentuk merupakan
reaksi yang berbahaya terhadap ultrastruktur sel dan juga mengaktifkan sel endotelial yang
memicu pelepasan adhesin dan kemokin sehingga terjadi akumulasi neutrofil dan platelet
pada endoarteriolar sehingga pada akhirnya menganggu aliran darah otak dan menyebabkan
nekrosis iskemik sekunder. Pada saat yang sama terjadi juga kerusakan integritas blood brain
barrier (BBB), sehingga terjadi edema interstitiel-vasogenik yang menambah kerusakan otak.
Faktor penting berkembangnya hipoksia-iskemia adalah hilangnya otoregulasi aliran darah ke
otak (Cerebral Blood Flow/CBF), yang merupakan mekanisme proteksi yang menjaga
kestabilan kecepatan aliran darah otak (Cerebral Blood Flow Velocity/CBFV). Pada saat
tekanan meningkat terjadi pelepasan vasokontriktor (endothelin dan tromboksan) sehingga
meningkatkan resistensi arteriol dan menurunkan kecepatan aliran darah ke otak. Sebaliknya
pada saat tekanan turun, terjadi pelepasan vasodilator (prostasiklin dan nitric oxide) yang
menurunkan resistensi arteriol dan meningkatkan kecepatan aliran darah ke otak. Pada saat
terjadi asfiksia perinatal mekanisme otoregulasi ini tidak berjalan karena adanya vasoparalisis
yang diinduksi oleh peningkatan PaCO2 dan asidosis. Peningkatan aliran darah otak akan
menyebabkan perdarahan, sedangkan tekanan yang rendah akan menurunkan aliran darah ke
otak sehingga menyebabkan iskemia otak, akibatnya suplai oksigen dan nutrisi (terutama
glukosa, yang menjadi sumber energi utama dalam metabolisme) menurun sehingga
menginduksi distres pada sel neural dan glia dan memicu kerusakan otak. Luas dan beratnya
kerusakan otak tergantung pada waktu, durasi, dan intensitas asfiksia.

Iskemia yang terjadi diperburuk oleh adanya reaksi inflamasi yang berefek langsung terhadap
otak imatur. Setelah terjadi korioamnionitis, insidensi terjadinya PVL dan PIVH meningkat.
Kerusakan otak yang terjadi belum diketahui dengan pasti apakah akibat dari endotoksemia
karena hipoperfusi serebral atau disebabkan oleh efek langsung sitotoksik dari endotoksin
pada jaringan serebral.

Pola perinatal brain injury tergantung pada usia saat terjadi brain injury tersebut. Brain
injury yang terjadi pada anak yang lahir cukup bulan, kerusakan terjadi di daerah korteks,
sedangkan pada bayi prematur bagian white matter yang sering terjadi kerusakan white
matter injury (WMI) yang berat dapat berupa periventricular leucomalacia (PVL) dan
intraventucular-periventricular haemorrhage. Etiologi WMI multifaktor, kemungkinan
terjadi hipoksia iskemia, infeksi dan atau inflamasi. Pada bayi dengan berat lahir sangat
rendah, mempunyai fungsi jantung dan paru-paru yang belum baik, sehingga menyebabkan
terjadi hipoksia dan iskemia. Infeksi maternal menyebabkan lesi yang difus di sekitar white
matter. Brain injury pada perinatal terutama PVL seringkali menyebabkan gangguan
perkembangan saraf sehingga terjadi disabilitas dikemudian hari. Namun demikian selain di
white matter terjadi kerusakan juga di daerah gray matter, ganglia basal, serebelum, dan
batang otak. (buku ajar neurologi anak).
II.6. Gambaran Klinis
Orangtua seringkali membawa anaknya kedokter dengan keluhan keterlambatan
perkembangan dalam mencapai development milestones. Gambaran klinis CP pada bayi
dapat berupa keterlambatan perkembangan motorik, abnormalitas tonus otot, kesulitan makan
(tidak mampu menghisap dan menelan), abnormalitas tingkah laku (irritabilitas, cemas, tidak
tertarik akan rangsangan suara atau visual), perkembangan postural terlambat (asimetri
persisten, kontrol kepala dan batang tubuh, reaksi keseimbangan), dan perkembangan
asimetri gerakan atau tonus. (Buku ajar neurologi anak).

Sekitar 70 sampai 80 persen pasien cerebral palsy mempunyai gambaran klinis spastik,
mengenai tungkai yang menunjukkan peningkatan reflek tendon dalam, tremor, hipertonus
otot, kelemahan dan karateristik scissors gait dengan toe-walking. Tipe athetoid dan
diskinetik dari cerebral palsy mengenai 10 20% pasien. Gangguan intelektual terjadi pada
2/3 pasien cerebral palsy. Sekitar pasien pediatrik dengan keluhan kejang. Masalah
tumbuh kembang sering terjadi, serta kelainan neurologis seperti gangguan penglihatan atau
pendengaran dan abnormalitas persepsi sentuhan dan nyeri. (Krigger KW. Cerebral Palsy: An
Overview. American Family Physician. 2006. 73(1). 91 -100.)

II.7. Diagnosis
Penegakkan diagnosis CP memerlukan waktu beberapa bulan sampai tahun setelah lahir,
kecuali CP dengan gejala klinis yang berat. Diagnosis CP ditegakkan berdasarkan
pemeriksaan klinis, dan bukan dengan tes laboratrium dan pemeriksaan neuroimaging.
Cerebral Palsy merupakan diagnosis klinis yang dibuat berdasarkan adanya faktor risiko
pada bayi, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan neurologis. Dari anamnesis diperlukan data
yang sistemik mengenai riwayat saat ibu hamil, riwayat kelahiran dan riwayat perinatal,
riwayat perkembangan, selanjutnya dilakukan observasi dan pemeriksaan neurologik yang
diteliti saat anak dalam posisi terlentang, telungkup, duduk, berdiri, berjalan dan berlari.
(buku ajar neurologi anak & oshea M. Diagnosis, treatment, and prevention of cerebral pasly
in nearTerm/Term infants. Clin obstet gynecol. 2008. 51(4): 816-828.)

Diagnosis CP sulit ditegakkan sebelum anak berusia 6 bulan, kecuali pada CP yang berat.
Tanda awal klinis CP adalah adanya keterlambatan anak dalam mencapai patokan
perkembangan dan adanya tonus otot yang abnormal. Terdapat kelainan motorik bersifat non
progresif, tonus dapat hipertonus maupun hipotonus. Tanda dini dari CP dapat berupa hand
preference pada tahun pertama kehidupan, fisting pada tangan yang menetap, tonus yang
abnormal, reflek primitif yang menetap, keterlambatan timbulnya reflek protektif dan
postural, pergerakan yang abnormal, scissor sign, terdapat peningkatan refleks fisiologis dan
terdapat peningkatan refleks fisiologis dan terdapat refleks patologis pada anak usia lebih dari
2 tahun. Pemeriksaan dan observasi yang berulang diperlukan CP yang ringan sebelum
diagnosis pasti ditegakkan. (buku ajar neurologi anak)

II.8. Pemeriksaan Penunjang


Untuk evaluasi lebih lanjut, perlu dilakukan pemeriksaan EEG bila terdapat epilepsi.
Pemeriksaan neuroradiologi diperlukan bila saat neonatal tidak dilakukan. Pemeriksaan lain
yang diperlukan adalah menilai kemampuan visus, pendengaran, dan berbahasa, evaluasi
oromotor, epilepsi dan fungsi kognisi. Evaluasi diperlukan juga oleh ahli ortopedi untuk
menilai spastisitas yang dapat menyebabkan subluksasi atau dislokasi panggul, deformitas
sendi lutut, kontraktur dan scoliosis. (neurologi anak)

Pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan untuk menilai luasnya kerusakan otak adalah
USG, MRI, atau CT scan kepala (MRI lebih baik dari CT scan). Pemeriksaan EEG harus
dilakukan pada pasien dengan riwayat epilepsi atau sindrom epilepsi. (neurolgi anak)

Pemeriksaan genetik dan tes metabolik jarang dilakukan untuk mengevaluasi pasien dengan
CP. Jika riwayat klinis atau neuroimaging tidak dapat menentukan kelainan struktural atau
jika ada gejala klinis tambahan dan atipikal maka tes metabolik dan genetik dapat
dipertimbangkan. (Ashwal S, Russman BS, Blasco PA, Miller G, Sandler A, Shevell M, et al.
Practice Parameter: Diagnostic assessment of the child with cerebral palsy. American
Academy of Neurology. 2004. 62; 851. )

Infark serebri yang tidak diketahui penyebabnya pada pemeriksaan neuroimaging


mempunyai insiden yang tinggi pada anak dengan cerebral palsy tipe hemiplegia, maka tes
diagnostik untuk gangguan koagulasi harus dipertimbangkan. (Ashwal S, Russman BS,
Blasco PA, Miller G, Sandler A, Shevell M, et al. Practice Parameter: Diagnostic assessment
of the child with cerebral palsy. American Academy of Neurology. 2004. 62; 851. )

II.8. Penatalaksanaan
Terapi yang diberikan bertujuan untuk memaksimalkan potensi fungsional anak, sedangkan
defisit neurologis aktual tidak dapat diubah. Walaupan demikian tidak berarti tidak akan ada
perubahan, karena itu perlu dilakukan penilaian ulang dengan interval reguler, baik oleh
tenaga medis maupun oleh keluarga. (neurologi anak)

Penatalaksanaan sebaiknya dilakukan oleh tim ahli dari berbagai disiplin ilmu yaitu ssaraf,
anak, psikiatri, THT, rehabilitasi medik, ortopedi, bedah saraf, pulmonologi, gastroenterologi,
genetik, psikolog. (neurologi anak)

Walaupun sampai saat inii belum ditemukan program yang terbukti dapat memperbaiki
fungsi motorik, tetapi dapat dilakukan pengelolaan yang bertujuan untuk memperbaiki
kelainan neuromuskularnya dan juga membantu anak dalam menguasai ketrampilan dan
mencegah komplikasi. Fisioterapi dapat mencegah deformitas dan mengoptimalakan fungsi
motorik dan postur. Terapi okupasi dapat membantu untuk meningkatkan ketrampilan
motorik, bila terdapat gangguan makan dan menelan dapat dilakukan terapi makan minum
atau terapi wicara. (neurologi anak)

American Academy of Neurology (AAN) merekomendasikan algoritma penatalaksanaan CP


dengan melakukan penapisan kelainan yang menyertai CP pada saat awal penilaian yaitu
retardasi mental, gangguan penglihatan, dan pendengaran, gangguan bicara dan bahasa, dan
disfungsi oromotor.( Ashwal S, Russman BS, Blasco PA, Miller G, Sandler A, Shevell M, et
al. Practice Parameter: Diagnostic assessment of the child with cerebral palsy. American
Academy of Neurology. 2004. 62; 851.
Gambar 1. Algoritma evaluasi anak dengan cerebral palsy.
Dikuti dari : Ashwal S, Russman BS, Blasco PA, Miller G, Sandler A, Shevell M, et al.
Practice Parameter: Diagnostic assessment of the child with cerebral palsy. American
Academy of Neurology. 2004. 62; 851.

II.8.1. Terapi medikamentosa


A. Botolinum toksin (Botox)
Botulinum toksin merupakan formulasi dari toksin botulinum tipe A, berasal dari bakteri
clostridium botolinum. Bakteri ini memproduksi protein yang dapat menghalangi pelepasan
asetilkolin dan merelaksasi otot.
Botulinum toksin tipe A dapat menurunkan spastisitas 3 -6 bulan dan biasanya dapat
diberikan pada anak yang menderita CP dengan spastisitas pada ekstermitas bawah
(khususnya pada otot gastronekmius). Terapi ini dapat meningkatkan Range of Motion,
mengurangi deformitas, meningkatkan respon terapi okupasi dan terapi fisik, dan dapat
menunda terapi pembedahan dalam manajemen spastisitas. (emedscape)

B. Baklofen
Baklofen merupakan gamma aminobutyric acid agonist dengan mekanisme kerja pada
medula spinalis dengan menghambat pelepasan neurotransmiter eksitasi yang menyebabkan
spastisitas. Baklofen biasanya dapat digunakan untuk mengurangi spastisitas pada ekstermitas
bawah. Baklofen oral hanya sedikit mengurangi spastisitas. Kadar baklofen pada
cerebrospinal fluid setelah pemberian baklofen intratekal lebih tinggi dibandingkan dengan
pemberian baklofen secara oral. (Albright Al. Baclofen in the treatment of cerebral palsy. J
child Neuroll. 1996. 11(2); 77-83.)

C. Benzodiazepin
Benzodiazepin digunakan untuk mengurangi spastisitas karena efek penghambatan pada
medula spinalis dan supraspinal. Efek dari benzodiazepin dimediasi oleh -aminobutyric
(GABA) melalui reseptor GABA A. benzodiazepin meningkatkan GABA pada reseptor GABA A,
sehingga terjadi penghambatan pada presinaps dan menurunkan mono dan polisinaps refleks.
Diazepam merupakan benzodiazepin yang sering digunakan, namun benzodiazepin lainnya kadang-
kadang digunakan dalam pengobatan spastisitas. (Chung CY, Chen CL, Wong AM. Pharmacotherapy
of Spasticity in Children With Cerebral Palsy. J Formos Med Assoc. 2011. 110(4); 215 222.)\

D. Antiepilepsi
Manajemen epilepsi pada anak dengan CP harus mengikuti prinsip-prinsip dari pengobatan epilepsi
dengan memperhatikan pada kemungkinan efek samping dari obat anti epilepsi atau obat lain yang
digunakan untuk menghilangkan gejala atau komorbiditas. Pengobatan dengan obat anti epilepsi
harus diberikan apabila terdapat epileptic discharges pada EEG. Asam valproat merupakan pilihan
pertama yang baik untuk epilepsi setelah masa neonatal. Fenition jarang digunakan karena
penyerapan yang buruk apabila diberikan secara dengan susu. (Vrhovsek MJ. Epilepsy in Children
with cerebral palsy. Eastern Journal of Medicine. 2012. 17;166-170)

II.8.2. Terapi pembedahan


Pembedahan dilakukan untuk reposis pada kontraktur dan spastisitas. Tehnik pembedahan bedah
saraf untuk mengurangi spastisitas jarang digunakan. Tehnik pembedahan yang dilakukan yaitu
selectice dorsal rhizotomy dengan secara selektif memotong dorsal dari medula spinalis pada
segmen L1 sampai S2. (Krigger, K.W. cerebral Palsy: An Overview. American family
Physician. 2006. 73(1). 91-100.).

Bedah ortopedi paling sering melibatkan operasi pemanjangan tendong untuk


mengembalikan keseimbangan setelah terjadinya kontraktur, atau untuk mencegah subluksasi
pinggul pada anak-anak dengan spastisitas pada adduktor panggul. (Steinbok. Selection of
Treatment Modalities in Children With Spastic Cerebral Palsy. Last updates : March 19,
2016. http://www.medscape.com/)

II.9 Diagnosis Banding


Cerebral palsy merupakan kelainan yang nonprogresif, oleh karena itu anak anak yang
mengalami kehilangan ketrampilan atau yang menunjukkan perlambatan perkembangan,
hilangnya refleks harus dilakukan evaluasi untuk genetik, metabolik, otot, atau tumor saraf
untuk membedakannya dengan CP. Kelainan neurologi heriditer progresif atau penyakit
metabolik harus dapat dipisahkan dari CP (Tabel 1).
Dikutip dari : (Krigger, K.W. cerebral Palsy: An Overview. American family Physician.
2006. 73(1). 91-100.)

II.10. Prognosis
Harapan hidup penderita CP berhubungan dengan jenis dan keparahan disabilitas motorik.
Mortalitas lebih tinggi dan harapan hidup lebih pendek pada penderita dengan kuadriperesis
berat, hidrosefalus, epilepsi yang intraktabel, anak dengan ketrampilan fungsional dasar yang
kurang memadai, retardasi mental berat. Demikian pula bila makin banyak disertai dengan
kelainan yang memperberat maka prognosis juga semakin buruk. Apabila didukung oleh
perawatan kesehatan yang sesuai, penderita CP tanpa kelainan penyerta yang berat dapat
mencapai usia harapan hidup mendekata populasi umum. (NEUROLOGI ANAK)

Anda mungkin juga menyukai