Anda di halaman 1dari 46

Tanah sebagai salah

satu sumberdaya
alam, wilayah
hidup, media
lingkungan, dan
faktorproduksi
termasuk produksi
biomasa yang
mendukung
kehidupan manusia
serta makhluk
hiduplainnya harus
dijaga dan
dipelihara
kelestariannya. Di
sisi lain, kegiatan
produksi biomassa
yangtidak
terkendali dapat
mengakibatkan
kerusakan tanah
untuk produksi
biomasa, sehingga
dapatmenurunkan
mutu dan
fungsinya, pada
akhirnya dapat
mengancam
kelangsungan hidup
manusiadan
makhluk hidup
lainnya.Peraturan
Pemerintah
Republik Indonesia
No. 150 tahun 2000
tentang
PengendalianKerus
akan Tanah untuk
Produksi Biomasa,
Peraturan
Pemerintah No. 38
tahun 2007
tentangPembagian
Urusan
Pemerintahan
antara Pemerintah,
Pemerintah Daerah
Propinsi
danPemerintah
Daerah
Kabupaten/Kota,
mengatur dengan
jelas bahwa
propinsi dan
kabupatenmempun
yai mandat antara
lain melakukan
pengawasan atas
pengendalian
kerusakan
lahan/tanah.Mandat
ini dipertegas
dengan keluarnya
Permen
Lingkungan Hidup
No. 19 tahun 2008
tentangStandar
Pelayanan Minimal
(SPM) Bidang
Lingkungan Hidup
Daerah Propinsi
dan
DaerahKabupaten/
Kota dan Peraturan
Menteri
Lingkungan Hidup
No. 20 Tahun 2008
tentang
Petunjuk Teknis
SPM Bidang
Lingkungan Hidup
Daerah Propinsi
dan Daerah
Kabupaten/Kota.
Karena
itudiperlukan suatu
data yang berisi
kondisi tanah dan
status kerusakan
tanah yang tertuang
dalampeta berskala
minimal 1:50.000
untuk daerah kota
dan skala 1:100.000
untuk wilayah
kabupatensebagai
bahan awal dalam
melakukan
pengawasan.Dalam
Peraturan
Pemerintah
Republik Indonesia
No. 150 tahun 2000
telah
ditetapkankriteria
baku kerusakan
tanah untuk
produksi Biomasa,
termasuk di
dalamnya
parameter-
parameter yang
harus ditetapkan
serta metodologi
pengukurannya.
Sedangkan
tatacarapengukuran
kriteria baku
kerusakan tanah
untuk produksi
biomasa telah
ditetapkan
melaluiPeraturan
Menteri Negara
Lingkungan Hidup
No. 07 tahun 2006.
Kedua produk
perundangan
inimenjadi acuan
dalam penyusunan
Peta Status
Kerusakan
Tanah.Permasalaha
n saat ini adalah
belum tersedianya
data-data kondisi
tanah dan
statuskerusakan
tanah baik luasan
maupun
penyebarannya di
berbagai daerah.
Oleh karena itu
agarpengawasan
dan pengendalian
kerusakan tanah
dapat berlangsung
dengan baik, maka
terlebihdahulu
harus dilakukan
kegiatan
inventarisasi data
kondisi tanah dan
kerusakannya
yangselanjutnya
dituangkan dalam
Peta Kondisi Tanah
dan Peta Status
Kerusakan
Tanah.Di sisi lain
terdapat pula
permasalahan
Sumberdaya
Manusia (SDM) di
dalam
melakukankegiatan
pemetaan tersebut.
Ketersediaan

SDM di berbagai
daerah sangat
beragam baik
dalam jumlah
maupun
kualitasnya. Oleh
karena itu di dalam
penyusunan Peta
Kondisi Tanah dan
PetaStatus
Kerusakan Tanah
masih diperlukan
suatu pedoman
teknis yang lebih
mudah dipahami
dandiikuti sehingga
memberi
kemudahan bagi
para operator
lapangan di daerah.
Tujuan
Tujuan dari
penyusunan
pedoman teknis ini
adalah
menyediakan
panduan
untuk memetakan
kondisi dan status
kerusakan tanah
sesuai dengan
peraturan
perundang-
undangan.Panduan
ini digunakan
sebagai acuan baik
oleh Pemerintah
Pusat maupun
Pemerintah
Daerahdalam
melakukan
pemetaan status
kerusakan tanah.
2
Ruang Lingkup
Ruang lingkup
pedoman teknis ini
adalah :

Prosedur
penyusunan peta
kondisi awal tanah
Prosedur verifikasi
lapangan

Prosedur
penyusunan peta
kondisi tanah
Prosedur
penyusunan peta
status kerusakan
tanah untuk
produksi biomasa.
Pengertian
Dalam pedoman
teknis ini yang
dimaksud
dengan:1)

Kerusakan tanah
untuk produksi
biomassa adalah
berubahnya sifat
dasar tanah
yangmelampaui
kriteria baku
kerusakan tanah2)

Biomassa adalah
tumbuhan atau
bagian-bagiannya
yaitu; bunga, biji,
buah,
daun,ranting,
batang, dan akar,
termasuk tanaman
yang dihasilkan
oleh
kegiatanpertanian,
perkebunan, dan
hutan tanaman.
3)
Produksi biomassa
adalah bentuk-
bentuk
pemanfaatan
sumber daya tanah
untuk
menghasilkan
biomassa.
4)

Areal kerja efektif


adalah kawasan
budidaya yang
dapat dijadikan
sebagaipengemban
gan/produksi
biomasa, yaitu
daerah pertanian,
perkebunan, hutan
tanaman.5)

Peta kondisi awal


tanah adalah peta
yang berisi
informasi awal
tentang kondisi
tanahyang disusun
berdasarkan
superimpose
/
overlay
atas beberapa peta
tematik
gunamemperoleh
gambaran areal
yang berpotensi
mengalami
kerusakan.6)

Verifikasi lapangan
adalah kegiatan
survey lapangan
dalam rangka
identifikasikarakteri
stik tanah melalui
pengamatan dan
pengambilan
contoh tanah untuk
penentuankondisi
dan status
kerusakan tanah.7)
Peta kondisi tanah
adalah peta yang
berisi informasi
kondisi tanah
setelah
dilakukanverifikasi
lapangan, baik
berdasarkan data
pengamatan lapang
maupun hasil
analisislaboratoriu
m. Peta ini menjadi
bahan dalam
penetapan status
kerusakan tanah.8)
Peta status
kerusakan tanah
adalah peta yang
berisi informasi
status kerusakan
tanahsetelah
dilakukan evaluasi
lahan, yaitu
membandingkan
sifat-sifat kondisi
tanah
dengankriteria baku
kerusakan tanah.
Data Pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Indikator status kerusakan lahan dan/atau
tanah untuk produksi biomassa

Tanah sebagai salah satu sumber daya alam, wilayah hidup, media lingkungan, dan faktor
produksi termasuk produksi biomassa yang mendukung kehidupan manusia serta makhluk hidup
lainnya harus dijaga dan dipelihara kelestariannya. Di sisi lain, kegiatan produksi biomasa yang
tidak terkendali dapat mengakibatkan kerusakan tanah untuk produksi biomasa, sehingga dapat
menurunkan mutu dan fungsinya, pada akhirnya dapat mengancam kelangsungan hidup manusia.

Sebagai pelaksana SPM maka BLH Kota Samarinda melakukan pengawasan atas pengendalian
kerusakan lahan/tanah. Namun permasalahan saat ini belum tersedianya data-data kondisi tanah
dan status kerusakan tanah baik luasan maupun penyebarannya diberbagai daerah.

Oleh karena itu agar pengawasan dan pengendalian kerusakan tanah dapat berlangsung dengan
baik, pada tahun 2013 BLH Kota Samarinda terlebih dahulu melakukan kegiatan inventarisasi
data kondisi tanah dan kerusakannya yang selanjutnya dituangkan dalam peta kondisi tanah dan
peta status kerusakan tanah.

Dalam upaya mengaktualisasikan hak masyarakat atas lingkungan hidup yang baik dan sehat,
serta keterbukaan informasi, masyarakat berhak memperoleh informasi mengenai:

1. Kondisi lahan dan/atau tanah.


2. Status kerusakan lahan dan/atau tanah.
3. Rencana, pelaksanaan, dan hasil pengendalian kerusakan lahan dan/atau tanah.
Penetapan status kerusakan tanah untuk produksi biomassa perlu dilakukan
sebagai salah satu upaya pengendalian kerusakan tanah.
Kerusakan tanah untuk produksi biomassa dapat disebabkan oleh sifat alami
tanah, dapat pula disebabkan oleh kegiatan manusia yang menyebabkan tanah
tersebut terganggu/rusak hingga tidak mampu lagi berfungsi sebagai media untuk
produksi biomassa secara normal. Tata cara pengukuran kriteria baku kerusakan
tanah untuk produksi biomassa ini hanya berlaku untuk pengukuran kerusakan
tanah karena tindakan manusia di areal produksi biomassa maupun karena
adanya kegiatan lain di luar areal produksi biomassa yang dapat berdampak
terhadap terjadinya kerusakan tanah untuk produksi biomassa. Kriteria baku yang
digunakan untuk menentukan status kerusakan tanah untuk produksi biomassa
didasarkan pada parameter kunci sifat dasar tanah, yang mencakup sifat fisik,
sifat kimiawi dan sifat biologi tanah. Sifat dasar tanah ini menentukan kemampuan
tanah dalam menyediakan air dan unsur hara yang cukup bagi kehidupan
(pertumbuhan dan perkembangan) tumbuhan. Dengan mengetahui sifat dasar
suatu tanah maka dapat ditentukan status kerusakan tanah untuk produksi
biomassa.
2. Tujuan dan Dasar
Tujuan adalah sebagai pedoman bagi Walikota untuk menentukan kondisi dan
status kerusakan tanah untuk produksi biomassa Kota Bontang berdasarkan
kriteria baku kerusakan tanah nasional.
3. Hasil Yang Diharapkan
Tersedianya data kondisi dan status keruskan tanah guna untuk penetapan
kondisi tanah dan status kerusakan tanah di lahan pertanian Kota Bontang
B. LOKASI
Lokasi yang direncanakan untuk dikaji dan selanjutnya ditetapkan kondisi dan status
kerusakan tanah berdasarkan hasil pengukuran kriteria baku kerusakan tanah untuk
produksi biomassa adalah di wilayah Kota Bontang, sejumlah 15 titik pada tiga
kawasan berdasarkan Pemanfaatan Lahan Pertanian Hortikultura serta Sebaran Lokasi
Reboisasi dan Penghijauan binaan Dinas Perikanan, Kelautan dan Pertanian Kota
Bontang (Terlampir)

C. METODOLOGI PENDEKATAN
RUANG LINGKUP
Ruang lingkup tata cara pengukuran kriteria baku kerusakan tanah meliputi:
1. Identifikasi kondisi awal tanah, dilakukan melalui inventarisasi data sekunder
dan/atau data primer (termasuk data iklim, topografi, tutupan lahan, potensi
sumber kerusakan tanah yang bersifat alami, dan akibat kegiatan manusia).
Identifikasi dilakukan untuk mengetahui areal yang berpotensi mengalami
kerusakan;
2. Analisis sifat-sifat dasar tanah, mencakup pengamatan lapangan maupun analisis
laboratorium terhadap sifat fisik, kimia, dan biologi tanah sesuai dengan
parameter yang terdapat dalam kriteria baku kerusakan tanah;
3. Evaluasi untuk menentukan status kerusakan tanah, dilakukan dengan cara
membandingkan antara hasil analisis sifat dasar tanah dengan kriteria baku
kerusakan tanah.
TATA CARA PENGUKURAN
1. Identifikasi Kondisi Awal Tanah
Identifikasi kondisi awal tanah dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui areal
yang berpotensi mengalami kerusakan.
Identifikasi kondisi awal tanah dilakukan dengan:
a. menghimpun data sekunder untuk informasi awal sifat-sifat dasar tanah yang
terkait dengan parameter kerusakan tanah. Peta tanah dan peta lahan kritis;
b. menghimpun data sekunder yang terkait dengan kondisi iklim, topografi,
penggunaan tanah, dan potensi sumber kerusakan;
c. menghimpun data sekunder lain yang dapat mendukung penetapan kondisi
tanah, seperti citra satelit, foto udara, data kependudukan dan sosial ekonomi
masyarakat;
d. data dan informasi dituangkan di dalam peta dasar skala minimal 1:100.000,
jika memungkinkan peta tersebut didigitasi sehingga menjadi peta-peta
tematik tunggal;
B. Analisis Sifat Dasar Tanah
a. Pengamatan dan Pengambilan Contoh Tanah, dan
b. Analisis Contoh Tanah
Parameter Tanah Untuk di Lahan kering sebagaimana ketentuan Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2006 tentang tentang Tata Cara
Pengukuran Kriteria Baku Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa, yang
meliputi : Erosi, Ketebalan Solum, Kebatuan Permukaan, Komposisi Fraksi, Berat
Isi, Porositas Total, Derajat Pelulusan Air, pH Tanah, Daya Hantar Listrik, Nilai
Redoks, Jumlah Mikroba Tanah.

Sebelum memulai proses penyusunan peta, pastikan dulu ketersediaan software GIS
untuk melakukan proses analisis GIS (overlay). Selain itu, hal yang paling utama adalah
tersedianya computer dengan kemampuan memproses data grafis. Masalah computer
dengan spesifikasi rendah akan menghambat proses analisis nantinya.

Jangan lupa gunakan software gratis dan apabila di instansi saudara telah ada software
GIS yang berbayar berarti lebih baik lagi

Pastikan ada staf yang dapat mengoperasikan software GIS tersebut minimal untuk
analisis peta dengan proses ovelay dan layout peta.

Kumpulkan peta tematik yang menjadi bahan analisis (overlay) untuk menghasilkan peta
kondisi awal yaitu peta curah hujan, peta jenis tanah, peta lereng dan peta penggunaan
lahan. Peta-peta tematik ini dapat diperoleh dari berbagai sumber terutama instansi
pemerintah (seperti dari Dephut, Deptan/Dinas pertanian, BMKG atau sumber peta
lainnya). Untuk peta penggunaan lahan dapat menggunakan peta yangberasal dari
Program Menuju Indonesia Hijau (MIH) KLH terbaru

Selain itu, pastikan pula peta RTRW Kabupaten/kota khususnya pola ruang , khusus lagi
peta kawasan budidaya untuk menjadi dasar penetapan areal kerja efektif kegiatan
sampling dalam rangka verifikasi lapangan.
Selain peta-peta itu, peta tematik lainnya yang terkait dapat membantu proses analisis
seperti peta tingkat erosi dari BP DAS.

Apabila semua hardware dan brainware sudah tersedia, maka sempatkan membaca
pedoman teknis Penyusunan Peta Status Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa yang
dikeluarkan oleh Asdep Urusan Pengendalian Kerusakan Hutan dan Lahan KLH tahun
2009. Pahami langkah-langkah penyusunan peta pada pedoman tersebut sebelum
memulai proses penyusunan peta. Alur pikir kegiatan penyusunan peta status kerusakan
tanah untuk produksi biomassa dapat dilihat pada illustrasi gambar dibawah ini.

Langkah pertama lakukan skoring faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kerusakan


tanah pada semua peta tematik (4 peta tematik). Pada tahap ini proses GIS bekerja pada
data tabelnya.

Skor pembobotan diperoleh dari rating dan bobotnya (contoh : jenis tanah vertisol
ratingnya 1 dan bobotnya 2 sehingga skor jenis tanah vertisol adalah 2. Lakukan proses
yang sama untuk semua peta tematik . Nilai bobot dan rating masing-masing kelas pada
peta tematik telah ditentukan dalam Pedoman teknis . Nilai bobot telah ditentukan
sebesar 3 untuk peta lereng dan curah hujan sedangkan peta penggunanan lahan dan peta
jenis tanah diberi bobot 2. Untuk rating terbagi lima pada masing-masing peta tematik
(nilai rating 1-5, pada masing-masing peta tematik)

Lakukan overlay 4 peta tematik yang kita sebut sebaga peta kondisi awal. Selanjutnya
hitung skor totalnya dengan cara menjumlahkan semua nilai skor dalam tabel (contoh
skor total berasal dari skor jenis tanah+skor curah hujan+skor kelerengan + skor
penggunaan lahan) pada data tabel peta. Kemudian klassifikasi potensi rusak (5 kelas)
dimulai dari rusak ringan sampai rusak berat berdasarkan nilai skor total tiap polygon
(lihat pedoman)

Hasil proses di atas menghasilkan peta kondisi awal tanah dan deliniasi sebaran tanah
berpotensi rusak yang akan digunakan untuk verifikasi lapangan.

Selanjutnya lakukan penyaringan areal kerja efektif dengan cara melakukan overlay peta
kondisi awal dengan peta RTRW (peta kawasan budidaya) sehingga kita mendapatkan
peta yang memuat informasi areal kawasan budidaya untuk produksi biomassa saja
(informasi luas dari data table peta maupun sebarannya pada visualisasi peta dalam
bentuk sebaran polygon berbagai warna sesuai dengan kelasnya). Setelah proses
penyaringan areal kerja efektif, maka luas areal dan jumlah polygon menjadi berkurang
karena informasi peta yang akan kita gunakan hanya pada kawasan budidaya khusus
untuk produksi biomassa yaitu kegiatan pertanian, perkebunan dan hutan tanaman. Peta
ini akan berisi informasi kelas potensi kerusakan tanah berdasarkan nilai skor dengan 5
kategori yaitu Sangat rendah (PR I), Rendah (PR II), sedang (PR III), Tinggi (PR IV) dan
sangat tinggi (PR V) pada 3 jenis kawasan budidaya.

Peta areal kerja efektif inilah yang akan menjadi dasar penetapan jumlah dan lokasi
sampling tanah dalam rangka verifikasi lapangan. Ketentuan menyatakan jumlah
sampling minimal 4 titik per 100 ha. Apabila dana tidak memungkinkan untuk
melakukan sampling pada semua kelas, prioritaskan meletakkan sampling pada areal
kategori PR IV dan V.

(catatan : PR = potensi rusak)

Pekerjaan selanjutnya adalah melakukan verifikasi lapangan dengan melakukan sampling


tanah untuk menguji beberapa parameter kualitas tanah (Untuk lahan kering jumlah
parameter ukur kualitas tanah sebanyak 10 yaitu : 1)ketebalan solum, 2)kebatuan
permukaan, 3)komposisi fraksi kasar, 4)Berat Iisi (BI), 5)Porositas total , 6)Derajat
Pelulusan Air, 7)pH (H20) 1: 2,5, 8)Daya Hantar listrik (DHL), 9) Redoks; dan 10)
Jumlah Mikroba. Petunjuk pengambilan contoh tanah mengacu pada Permen LH Nomor
07 tahun 2006, sementara dasar penetapan rusak tidaknya tanah per parameter mengacu
kepada PP 150/200 tentang Kriteria baku kerusakan tanah
Selanjutnya buat peta kondisi tanah dengan melakukan koreksi atas peta peta kondisi
awal tanah (areal kerja efektif) yang berisi informasi kondisi tanah yang diduga
berpotensi berpotensi rusak. Berdasarkan hasil verifikasi lakukan koreksi peta kelas
potensi tadi menjadi peta kondisi tanah. Bisa saja polygon yang tadinya termasuk
kategori PR V sebenarnya tidak berpotensi rusak berat berdasarkan hasil pengujian tanah
di lapangan dan hasil analisis lab, maka lakukan koreksi pada data tabel peta. Peta
kondisi tanah berisi informasi nilai parameter parameter kriteria baku kerusakan tanah
dengan mengacu kepada PP 150/2000 tentang Kriteria baku kerusakan tanah.

Selanjutnya buat peta Status kerusakan tanah untuk produksi biomassa dari peta Kondisi
tanah dengan melakukan tahapan matching dan scoring (lihat buku Pedoman Teknis
tentang tahapan ini). Peta Status ini berisi informasi tentang status, sebaran dan luas
kerusakan tanah pada wilayah yang dipetakan. Penyajian informasi dikemas dalam suatu
legenda peta yang berisi informasi status kerusakan tanah, parameter utama yang
tergolong rusak serta luas tanah.

Langkah selanjutnya adalah menetapkan peta itu sebagai peta status kerusakan tanah
untuk produksi biomassa melalui proses penetapan Bupati/walikota

Sebagai tahap akhir penerapan SPM tanah, informasi dari peta status kerusakan tanah
untuk produksi biomassa ini harus disajikan kepada masyarakat sebagai bagian dari
pelayanan dasar bidang lingkungan hidup daerah.
Nah, itulah sedikit tips langkah-langkah praktis bagaimana melakukan penyusunan peta status
tanah untuk produksi biomassa untuk SPM Kabupaten/kota . Semoga bermanfaat!

Anda mungkin juga menyukai