Oleh:
Pembimbing:
PENDAHULUAN
Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit menular yang disoroti oleh WHO.
Menurut data WHO tahun 2016, Indonesia merupakan urutan kedua negara dengan
kasus tuberkulosis terbanyak di dunia. Keadaan saat ini merupakan perburukan dari
data sebelumnya yaitu tahun 2010 yang menyatakan bahwa Indonesia menduduki
peringkat kelima dengan jumlah ppenderita tuberkulosis terbanyak dengan jumlah
prevalensi berjumlah 660.000 kasus. Estimasi insiden berjumlah 430.000 kasus
petahunnya. Kematian karena tuberkulosis diperkirakan 61.000 kematian per
tahunnya.
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terjadi akumulasi cairan yang berlebih di
dalam rongga pleura, jika kondisi ini dibiarkan maka akan mengancam jiwa penderitanya.
Akumulasi ini dapat disebabkan oleh beberapa mekanisme termasuk peningkatan
permeabilitas membran pleura, peningkatan tekanan kapiler paru, penurunan tekanan negatif
intrapleural, penurunan tekanan onkotik, dan terhambatnya aliran limfatik (Maskell dan
Burland, 2003).
Rongga pleura dalam keadaan normal berisi sekitar 10 20 ml cairan yang berfungsi
sebagai pelicin agar paru dapat bergerak dengan leluasa saat bernapas. Akumulasi cairan
melebihi volume normal dan menimbulkan gangguan jika cairan yang diproduksi oleh pleura
parietal dan viseral tidak mampu diserap oleh pembuluh limfe dan pembuluh darah
mikropleura viseral atau sebaliknya yaitu apabila produksi cairan melebihi kemampuan
penyerapan.
Menurut WHO jumlah kasus efusi pleura di seluruh dunia cukup tinggi, menduduki
urutan ketiga setelah kanker paru, sekitar 10-15 juta dengan 100-250 ribu kematian tiap
tahunnya. Tingkat kegawatan oleh efusi pleura ditentukan oleh jumlah cairannya, kecepatan
pembentukan cairan, dan tingkat penekanan paru. Berdasarkan data yang dilaporkan
Departemen Kesehatan tahun 2006 menyebutkan di Indonesia kasus efusi pleura 2,7% dari
penyakit infeksi saluran napas dengan Case Fatality Rate (CFR) 1,
Tuberkulosis paru (Tb paru) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
parenkim paru akibat infeksi dari Mycobacterium tuberculosis. Tb paru ini bersifat menahun
dan secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan.
Tb paru dapat menular melalui udara, waktu seseorang dengan Tb aktif pada saat batuk,
bersin, ataupun bicara.
Data WHO pada tahun 2013, diperkirakan terdapat 8,6 juta kasus TB pada tahun 2012
dimana 1,1 juta orang (13%) diantaranya adalah pasien TB dengan HIV positif. Sekitar 75%
dari pasien tersebut berada di wilayah Afrika. Di indonesia prevalensi TB tertinggi ke-3
setelah China dan India. Diperkirakan terdapat 250.000 kasus baru TB dan sekitar 140.000
kematian akibat TB setiap tahunnya. Penyebab utama meningkatnya beban masalah TB
antara lain akibat masih tingginya tingkat kemiskinan di negera berkembang, kegagalan
program TB, meningkatnya jumlah penduduk, dan tinggiinya penderita HIV.
BAB II
ILUSTRASI PASIEN
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. Yusran Rasyid
Usia : 19 tahun
Agama : Islam
2. ANAMNESIS PASIEN
Keluhan utama: Pasien mengeluh sesak nafas sejak 5 hari sebelum masuk IGD
RSUP Fatmawati.
Riwayat penyakit sekarang: Pasien masih mengeluh sesak nafas. Selain itu
pasien juga mengeluh batuk berdahak berwarna kehijaun.Sesak dirasakan
semakin memberat sejak 5 hari sebelum masuk IGD yang di sertai oleh demam
tinggi.Pasien mengeluhkan perut nya yng sering perih dan terasa tidak enak.
Keringat malam (+), berat badan dirasakan turun, lemas (+), pusing (+), mual
(+), muntah (+), nafsu makan berkurang BAK & BAB lancar.
Riwayat penyakit dahulu: Riwayat penyakit TB (-), konsumsi OAT(-)
penyakit DM (-), Penyakit liver (-), Hipertensi (-), Asma (-), Alergi obat (-),
Alergi makanan (-).
Riwayat penyakit di keluarga: Riwayat keluarga sakit TB (-), Hipertensi (-),
DM (-), Penyakit paru (-).
Riwayat aktivitas dan sosial: Pasien beraktifitas sehari-hari sebagai office boy,
pasien seorang perokok aktif sejak usia 13 tahun hingga saat ini, merokok
kuranglebih satu hari 1 bungkus rokok.
Indeks Brinkman : 12 X 7 = 84 -> Perokok Ringan
3. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
BB & TB : Berat badan = 38 kg, Tinggi badan= 164cm
TTV : TD=110/80 mmHg, FN= 82 x/menit, FP= 24
x/menit, Suhu= 360 celsius.
Gigi dan Mulut : Karies gigi (-), lidah kotor (-), stomatitis (-/-),
sianosis (-)
Jantung :
Perkusi :
Abdomen :
Palpasi : Supel, turgor baik , nyeri tekan epigastric (+), Hati dan limpa
tidak teraba membesar
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN
29 Juni 2017
Golongan darah B
Rhesus +
HEMATOLOGI
Hemoglobin 13,0 g/dL 13,2-17,3 g/dL
Hematokrit 43 % 33-45 %
Leukosit 13,8 ribu/ul 5-10 ribu/ul
Trombosit 304 ribu /ul 150-440 ribu/ul
Eritrosit 5,59 juta /ul 4,40-5,90 juta /ul
VER 76,5 fl 80-100 fl
HER 23,3 pg 26-34 pg
KHER 30,4 g/dl 32-36 juta /ul
RDW 16,9 % 11,5-14,5 %
KIMIA KLINIK
FUNGSI HATI
SGOT 55 U/I 0-34 U/I
SGPT 45 U/I 0-40 U/I
FUNGSI GINJAL
Ureum darah 21 mg/dl 20-40 mg/dl
Kreatinin darah 0,6 mg/dl 0,6-1,5 mg/dl
GULA DARAH
Gula darah sewaktu 76 mg/dl 70-140 mg/dl
ANALISA GAS DARAH
pH 7,462 7,37-7,44
Pco2 24,2mmHg 35-45 mmHg
Po2 67,5 mmHg 83-108 mmHg
BP 758 mmHg -
HCO3 16,9 mmol/L 21-28 mmHg
Saturasi O2 94,8% 95-99 %
BE (Base Excess) -4,8 mmol/L -2,5 - 2,5 %
FUNGSI HATI
30 Juni 2017
Albumin 2,70 g/dl 3,4-4,8 mg/dl
6. DIAGNOSIS
DIAGNOSIS PRIMER
- TB Paru
- Pneumonia
- Efusi Pleura ec
DIAGNOSIS SEKUNDER
- Hiponatremi
7. MANAJEMEN TATA LAKSANA
Terapi suportif
o O2 nasal canul 4 liter/menit
o IVFD RL 500 cc / 12 jam
Terapi medikamentosa
o Rifampisin tab 1x 450 mg/hari PO
o Isoniaid tab 1x 300 mg/hari PO
o Pirazinamid tab 2x 500 mg/hari PO
o Ethambutol tab 2x 500 mg/hari PO
o Streptomisin vial inj. 1x 750 mg/hari IM
o N-acetyl cystein caps 3x 200 mg/hari PO
o Salbutamol 2 mg 3 x tab PO
8. PROGNOSIS
o Ad vitam : dubia ad bonam
o Ad functionam : dubia ad bonam
o Ad sanationam : dubia ad bonam
9. ANJURAN
o Cek AGD ulang setelah pemberian terapi
o Cek fungsi hati (SGPT, SGOT, albumin, bilirubin direk dan indirek)
o Cek Gene Xpert dan kultur resistensi sputum
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
1. Tuberkulosis
A. Pendahuluan
Paket kombipak adalah paket obat lepas yang terdiri dari isoniazid, rifampisin,
pirazinamid dan etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paket kombipak ini
dapat diberikan pada pasien yang terbukti mengalami efek samping pada pengobatan
dengan OAT KDT sebelumnya.
Gambar 7 Dosis OAT kombipak kategori 1
H. Evaluasi Pengobatan
Evaluasi pengobatan pada pasien TB dewasa dilakukan dengan pemeriksaan
ulang dahak secara mikroskopis sebanyak dua kali (sewaktu dan pagi). Hasil
pemeriksaan dinyatakan negatif jika kedua pemeriksaan dahak negatif.
Pengobatan TB tetap dilanjutkan ke fase lanjutan meskipun hasil pemeriksaan
dahak ulang menunjukkan hasil negatif. Pemeriksaan dahak ulang berikutnya
dilakukan pada bulan kelima dan pada akhir pengobatan.
Pada pasien kategori 1, jika hasil pemeriksaan ulang dahak di bulan keduanya
menunjukkan hasil positif, maka dilakukan pemberian dosis lanjutan selama satu
bulan, kemudian diperiksa kembali. Jika hasil pemeriksaan positif, maka perlu
dilakukan uji kepekaan obat. Sedangkan pasien kategori 2 yang hasil pemeriksaan
ulang dahak di bulan keduanya menunjukkan hasil positif, maka dinyatakan
sebagai terduga pasien TB-MDR dan perlu pemeriksaan kepekaan obat.
Pasien TB dinyatakan sembuh jika hasil pemeriksaan mikroskopis di akhir
pengobatan dan salah satu pemeriksaan sebelumnya negatif.
2. EFUSI PLEURA
A. Definisi
Pleura adalah membran tipis terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura viseralis dan pleura
parietalis. Kedua lapisan ini bersatu di hilus arteri dan mengadakan penetrasi dengan cabang
utama bronkus, arteri dan vena bronkialis.
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terjadi akumulasi cairan dari dalam kavum
pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis, dapat berupa cairan transudat atau cairan
eksudat. Pada keadaan normal rongga pleura hanya mengandung cairan sebanyak 10-20 ml,
cairan pleura komposisinya sama dengan cairan plasma, kecuali pada cairan pleura
mempunyai kadar protein lebih rendah yaitu < 1,5 gr/dl.
B. Etiologi
Pleura adalah membran tipis terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura viseralis dan pleura
parietalis. Kedua lapisan ini bersatu di hilus arteri dan mengadakan penetrasi dengan cabang
utama bronkus, arteri dan vena bronkialis.
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terjadi akumulasi cairan dari dalam kavum
pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis, dapat berupa cairan transudat atau cairan
eksudat. Pada keadaan normal rongga pleura hanya mengandung cairan sebanyak 10-20 ml,
cairan pleura komposisinya sama dengan cairan plasma, kecuali pada cairan pleura
mempunyai kadar protein lebih rendah yaitu < 1,5 gr/dl.
C. Klasifikasi
Secara umum efusi pleura di bagi menjadi dua jenis yaitu efusi pleura jenis
eksudat dan efusi pleura jenis transudat.
c. Pleuritis tuberkulosa
Penyakit pleuritis tuberkulosa kebanyakan terjadi sebagai
komplikasi tuberkulosis paru melalui fokus subpleural yang robek atau
melalui aliran getah bening, sebab lain dapat juga secara hematogen dan
menimbulkan efusi pleura bilateral. Timbulnya cairan efusi disebabkan
oleh rupturnya focus subpleural dari jaringan nekrosis perkijuan, sehingga
tuberkuloprotein yang ada didalamnya masuk ke rongga pleura,
menimbukan reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Cairan efusi biasanya
serous, terkadang bisa juga haemoragik, jumlah laukosit antara 500-2000
per cc. Mula-mula yang dominan adalah sel polimorfonuklear, kemudian
sel limfosit. Pada cairan efusi sedikit mengan dung tuman TB dan pada
dinding pleura dapat ditemukan granuloma.
Diagnosa utama adanya kumat TB dalam cairan efusi (biakan) atau
dengan biopsi jaringan pluera. Pengobatan seperti pengobatan pada
tuberkulosis paru, pengobatan tersebut dapat membuat cairan terserap
kembali tapi untuk menghilangkan dengan cepat dapat dilakukan
torakosintesis, bisa disertai pemberian kortikosteroid secara sistemik.
(prednison 1 mg/kg BB selama 2 minggu kemudian dosis diturunkan
secara perlahan).
d. Pleuritis karena virus dan mikoplasma
Pleuritis karena virus dan mikoplasma agak jarang, bila terjadi
jumlahnya sedikit jenis-jinus virusnya adalah echo-virus, virus coxsackie,
Rickettsia, Chlamydia dan mikoplasma. Cairan efusi biasanya eksudat dan
berisi leukosit antara 100-6000/cc. Gejala penyakit dapat dengan keluhan
sakit kepala, demam, malaise, mialgia, sakit dada, sakit perut, gejala
perikarditis. Diagnosa dapat dilakukan dengan cara mendeteksi antibodi
terhadap virus dalam cairan efusi.5
e. Pleuritis karena bakteri piogenik
permukaan pleura dapat ditempeli oleh bakteri yang berasal dari
jaringan parenkim paru dan menjalar secara hematogen. Bakteri penyebab
dapat merupakan bakteri aerob (Streptococcus paeumonie, Streptococcus
mileri, Staphylococcus aureus, Pseudomonas sp, Hemophillus, E. Coli)
dan bakteri anaerob (Bakteriodes spp, peptostreptokokus, fusobakterium).
Penatalaksanaan dilakukan dengan pemberian antibotika ampicillin dan
metronidazol serta mengalirkan cairan infus yang terinfeksi keluar dari
rongga pleura.
f. Pleuritis karena fungi
Biasanya terjadi karena penjalaran infeksi fungi dari jaringan paru,
jenis fungi penyebabnya: Aktinomikosis, koksidioimikosis, Aspergillus,
kriptokokus, histoplasmo-lisis, blastomikosis, dll. Efusi timbul karena
reaksi hipersensitivitas lambat terhadap organisme fungi.
g. Efusi pleura karena penyakit kolagen: SLE, Pleuritis Rheumatoid,
Skleroderma.
D. Manifestasi Klinis
1. Gejala Utama.
Gejala-gejala timbul jika cairan bersifat inflamatoris atau jika
mekanika paru terganggu. Gejala yang paling sering timbul adalah sesak,
berupa rasa penuh dalam dada atau dispneu. Nyeri bisa timbul akibat efusi
yang banyak, berupa nyeri dada pleuritik atau nyeri tumpul. Adanya gejala-
gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis
(pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat,
batuk, banyak riak. Deviasi trakea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi
jika terjadi penumpukan cairan pleural yang signifikan.
a. Pemeriksaan Fisik.
Inspeksi: pada pasien efusi pleura bentuk hemithorax yang sakit
mencembung,
iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan menurun.
Pendorongan mediastinum ke arah hemithorax kontra lateral yang
diketahui dari
posisi trakhea dan ictus kordis. RR cenderung meningkat dan
Pernapasannya
biasanya dyspneu.
Palpasi: Fremitus tokal menurun terutama untuk efusi pleura yang jumlah
cairannya > 250 cc
Perkusi: Suara perkusi redup sampai peka tegantung jumlah cairannya.
Bila
cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas
atas
cairan berupa garis lengkung dengan ujung lateral atas ke medical
penderita dalam posisi duduk. Garis ini disebut garis Ellis-Damoisseaux.
Garis ini paling jelas di bagian depan dada, kurang jelas di punggung.
Auskultasi: Suara nafas menurun sampai menghilang. Jika terjadi
inflamasi, maka dapat terjadi friction rub. Apabila terjadi atelektasis
kompresif (kolaps paru parsial) dapat menyebabkan bunyi napas bronkus.
Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan,
karena cairan akan berpindah tempat. pada auskultasi daerah ini didapati
vesikuler melemah dengan ronki.
E. Diagnosis
Batuk
Nyeri dada
Sesak napas
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Penunjang
Foto thoraks
Cairan yang kurang dari 300 cc, pada fluoroskopi maupun foto toraks PA
tidak tampak. Mungkin kelainan yang tampak hanya berupa penumpulan
sinus kostofrenikus.
Gambar 10 Foto thoraks yang menunjukkan adanya efusi pleura pada
sisi kanan (McGrath dan Anderson 2011).
F. Tatalaksana
1. Thorakosentesis
Gambar 11 Thorakosentesis
a. Warna cairan.
Cairan pleura bewarna agak kekuning-kuningan (serous-santrokom).
b. Biokimia.
Terbagi atas efusi pleura transudat dan eksudat. Perbedaannya dapat dilihat
pada tabel dibawah:
2. Drainase cairan jika efusi pleura menimbulkan gejala subjektif seperti nyeri,
dispneu. Cairan sebanyak 1-1,5 liter perlu dikeluarkan segera untuk mencegah
meningkatnya edema paru.
3. Pleurodesis
Pemberian obat (tetrasiklin, kalk, bieomisin) melalui selang interkostalis
untuk melekatkan lapisan pleura dan mencegah akumulasi cairan.
4. Tirah baring
Tirah baring bertujuan menurunkan kebutuhan oksigen karena peningkatan
aktivitas akan meningkatkan kebutuhan oksigen sehingga dispneu.
5. WSD (Water Seal Drainage)
Water Seal Drainage (WSD) adalah Suatu sistem drainage yang menggunakan water
seal untuk mengalirkan udara atau cairan dari cavum pleura ( rongga pleura).
Tujuannya adalah:
a. Mengalirkan / drainage udara atau cairan dari rongga pleura untuk mempertahankan
tekanan negatif rongga tersebut
b. Dalam keadaan normal rongga pleura memiliki tekanan negatif dan hanya terisi
sedikit cairan pleura / lubrican.
Indikasi pemasangan WSD:
a. Hemotoraks, efusi pleura
b. Pneumotoraks ( > 25 % )
c. Profilaksis pada pasien trauma dada yang akan dirujuk
d. Flail chest yang membutuhkan pemasangan ventilator
Jika jumlah cairan cukup banyak, sebaiknya dipasang selang toraks dihubungkan
dengan WSD, sehingga cairan dapat dikeluarkan secara lambat dan aman. Pemasangan
WSD dilakukan sebagai berikut:
a. Tempat untuk memasukkan selang toraks biasanya di sela iga 7, 8, 9 linea aksilaris
media atau ruang sela iga 2 atau 3 linea medioklavikuralis.
b. Setelah dibersihkan dan dianastesi, dilakukan sayatan transversal selebar kurang
lebih 2 cm sampai subkutis.
c. Dibuat satu jahitan matras untuk mengikat selang.
d. Jaringan subkutis dibebaskan secara tumpul dengan klem sampai mendapatkan pleura
parietalis.
e. Selang dan trokar dimasukkan ke dalam rongga pleura dan kemudian trokar ditarik.
Pancaran cairan diperlukan untuk memastikan posisi selang toraks.
f. Setelah posisi benar, selang dijepit dan luka kulit dijahit serta dibebat dengan kasa
dan plester.
Selang dihubungkan dengan botol penampung cairan pleura. Ujung selang
dihubungkan dengan botol penampung cairan pleura. Ujung selang diletakkan
dibawah permukaan air sedalam sekitar 2 cm, agar udara dari luar tidak dapat masuk
ke dalam rongga pleura)
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Anamnesis
Anamnesis didapatkan bahawa pasien dtang dnegan keluhansesak napas sejak
5 hari yang lalu, dengan riwayat batuk berdahak sejak 1 bulan yang lalu.
B. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan ronkhi (+) pada kedua lapang paru.
C. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan BTA daha SPS, ditemukan positif (+1) pada pagi. Pada
pemeriksaan foto toraks ditemukan infiltat di kedua lapang paru.
Pada pemeriksaan laboratorium darah, terdapat hipoalbumin yang dapat
menyebabkan efusi pleura transudatif.
D. Tata Laksana
Keluhan utama sesak napas diberikan terapi suportif oksigen nasal canul
4L/menit. Untuk terapi tuberkulosis nya diberikan pengobatan kategori dua
yaitu dengan yaitu 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3. Pasien baru akan memulai
fase intensif pengobatan TB, sehingga sekarang baru diberikan regimen
2(HRZE)S. Selain itu karena pasien juga mengeluh batuk berdahak warna
kekuningan , maka diresepkan obat mukolitik dan ekspektoran, yaitu N-
Acetyl systein.
DAFTAR PUSTAKA