Anda di halaman 1dari 5

4.

Wanita hamil
Wanita hamil boleh ditalak kapan pun waktunya karena ia tidaklah mengalami haid lagi semasa hamil sehingga
tidak ada patokan quru (haid). Bolehnya mentalak istri ketika hamil dapat dilihat dari beberapa dalil berikut.
Pertama, firman Allah Taala,



Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan
kandungannya. (QS. Ath Tholaq: 4). Ayat ini menunjukkan bahwa masa iddah wanita hamil adalah sampai ia
melahirkan kandungannya. Jika masa hamil dikatakan memiliki masa iddah berarti tidak diragukan lagi
bolehnya mentalak wanita saat hamil.
Begitu pula tentang Ibnu Umar yang mentalak istrinya ketika haid, Nabi shallallahu alaihi wa
sallam memerintahkan kepadanya untuk kembali dan silakan ia mentalak ketika telah suci atau ketika hamil.
Sebagaimana dalam hadits disebutkan,


Perintahkan ia (Ibnu Umar) untuk rujuk kemudian setelah itu silakan ia mentalaknya ketika suci atau ketika
hamil.[6]
Imam Nawawi rahimahullah berkata, Hadits ini menunjukkan bolehnya mentalak istri ketika hamil yaitu setelah
jelas hamilnya. Demikian pendapat Imam Asy Syafii. Ibnul Mundzir berkata bahwa demikian pendapat
mayoritas ulama di antaranya adalah Thowus, Al Hasan Al Bashri, Ibnu Siirin, Robiah, Hammad bin Abu
Sulaiman, Malik, Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur dan Abu Ubaid. Demikian pula pendapat pilihan Ibnul Mundzir.
Pendapat ini pula dipegang oleh sebagian ulama Malikiyah. Sebagian ulama mengatakan bahwa mentalak
wanita saat hamil adalah haram. Ibnul Mundzir menceritakan bahwa dalam pendapat lain, Al Hasan Al Bashri
menyatakan makruh.[7] Pendapat terkuat dalam masalah ini adalah bolehnya mentalak wanita ketika hamil
sebagaimana didukung dari hadits-hadits di atas.[8]
Pembahasan rumaysho.com selanjutnya adalah mengenai mentalak ketika haid atau secara lebih lengkap
membahas talak bidiy (talak yang tidak sesuai tuntunan).
Nantikan bahasan selanjutnya. Semoga Allah senantiasa memberikan kepada kita ilmu yang bermanfaat.

Sumber : https://rumaysho.com/2508-risalah-talak-11-talak-saat-hamil.html

Jawaban Terbaik: Talak yang diberikan suami walau tanpa saksi dan walimu adalah sah
jika tertulis, karena tulisan tsb bisa kamu saksikan pada banyak orang karena merupakan
bukti kuat.
Kamu sah telah dicerai/talak suami walau dalam keadaan hamil, dan dalam tuntunan tidak
ada larangan akan hal tsb.

Ini sedikit copast dari link yang aku berikan.


"Masa iddah wanita yang hamil itu berakhir dengan melahirkan, sekalipun itu berlangsung
hanya sebentar setelah perceraian. Dan hal ini berlaku bagi wanita yang ditinggal mati
oleh suaminya atau diceraikan".
Kalian bisa rujuk dengan masa idah yang sangat panjang jika talak suamimu bisa
dianggap tidak sah sebagai talak 3. Keterangan ada dibawah link pertama.
http://nikahmudayuk.wordpress.com/2013/0...

Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz

Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Apa hukumnya suami menceraikan
istrinya, talak tiga dengan satu ucapan?
Jawaban
Apabila seorang suami menceraikan istri, talak tiga dengan satu ucapan seperti
perkataan : Kamu saya ceraikan dengan talak tiga. Maka mayoritas para ulama
berpendapat bahwa talak tiga tersebut sah. Maka suaminya tidak boleh menikahinya
lagi sehingga bekas istrinya tersebut menikah dengan orang lain dan berhubungan
badan karena cinta bukan hanya untuk menghalalkan (pernikahan dengan suami
pertama), kemudian ia berpisah darinya (suami kedua) karena talak atau meninggal.
Para ulama tersebut berpendapat demikian karena Umar bin Khaththab Radhiyallahu
anhu menetapkan hukum tersebut kepada manusia. Sedangkan ulama yang lain
berpendapat bahwa hal tersebut dianggap talak satu, dan suami berhak merujuknya
selama dalam masa iddah, apabila keluar dari iddah maka diperbolehkan bagi suami
untuk menikahinya dengan akad baru.
Para ulama tersebut berargumen dengan ketetapan hadits pada kitab Shahih Muslim.
Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma berkata : Dulu, talak di zaman Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam dan Abu Bakar Radhiyallahu anhu serta dua tahuan di
zaman Umar Radhiyallahu anhu talak tiga dengan satu ucapan dianggap talak satu.
Maka Umar Radhiyallahu anhu berkata : Sesungguhnya manusia terlalu terburu-buru
di dalam memutuskan masalah yang (mereka diberi kesempatan untuk) pelan-pelan.
Niscaya akan kutetapkan hukumnya. Maka dia menetapkan bahwa talak tiga dengan
satu ucapan dianggap talak tiga. Dalam riwayat lain, Muslim mengatakan bahwa
Sahba berkata kepada Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma bukankah talak tiga dengan
satu kata dianggap talak satu pada zaman Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, zaman
Abu Bakar Radhiyallahu anhu dan tiga tahun di zaman Umar Radhiyallahu anhu, Ibnu
Abbas berkata : Ya. Mereka juga berargumen dengan hadits yang diriwayatkan oleh
Imam Ahmad di dalam kitabnya Musnad dengan yang baik. Dari Ibnu Abbas
Radhiyallahu anhuma bahwa Abu Rakanah mentalak isterinya dengan talak tiga, lalu
ia sedih, maka Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam mengembalikan isterinya
kepadanya seraya berkata : Sesungguhnya talakmu adalah talk satu. Sebagian ulama
menafsirkan hadits ini dan hadits sebelumnya bahwa talak tiga dengan satu kata
merupakan perpaduan dua hadits ini dengan firman Allah Subhanahu wa Taala.

Talak (yang dapat dirujuki) dua kali [Al-Baqarah : 229]

Dan firman Allah Subhanahu wa Taala.

Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua) maka perempuan
itu tidak halal lagi baginya hingga dia menikah dengan suami yang lain [Al-Baqarah :
230]

Yang berpendapat demikian adalah Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma. Menurut riwayat
yang shahih dan dalam riwayat lain ia berpendapat seperti pendapat kebanyakan
ulama. Adapun yang berpendapat talak tiga dengan satu kata dianggap talak satu
adalah Ali Radhiyallahu anhu, Abdurrahman bin Auf dan Zubair bin Awwam
Radhiyallahu anhuma. Pendapat ini juga dianut oleh para tabiin. Muhammad bin Ishaq
yang masyhur, para ulama terdahulu dan sekarang. Pendapat ini juga dipilih oleh
Syaikh Islam Ibnu Taimiyyah serta muridnya Ibnu Qayyim semoga rahmat Allah atas
mereka berdua- dan ini yang saya fatwakan untuk mengamalkan nash (Al-Quran dan
Hadits) dan untuk memberi rahmat dan manfaat bagi manusia.

HUKUM MENCERAIKAN ISTERI HAMIL

Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Bolehkah menceraikan isteri yang
sedang hamil?
Jawaban
Boleh menceraikan isteri yang hamil. Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam
telah bersabda kepada Abdullah bin Umar Radhiyallahu anhuma tatkala ia
menceraikan isterinya ketika haid.
Artinya : rujuklah kepda isterimu kemudian tangguhkanlah sampai ia suci kemudian
haid kemudian suci kemudian ceraikanlah jika kamu mau ketika ia dalam keadaa suci
sebelum kamu menyentuhnya atau dalam keadaan hamil

[Kitab Fatawa Dawah Syaikh Ibn Baz, Juz II/239]

[Disalin dari kitab Al-Fatawa Al-Jamiah lil Maratil Muslimah, Edisi Indonesia Fatwa-
Fatwa Tentang Wanita, Penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan, Penerjemah Zaenal Abidin
Syamsudin Lc, Penerbit Darul Haq]

Sumber: https://almanhaj.or.id/894-talak-tiga-dengan-satu-ucapan-hukum-menceraikan-
isteri-hamil.html

Talak dapat dijatuhkan kapanpun (selama dalam keadaan sadar, langsung dan
disampaikan dengan bahasa yang jelas), dalam Islam tidak ada larangan atau ketentuan
waktu menjatuhkan talak pada istri yang sedang hamil.
Yang harus diperhatikan jika melakukan pernikahan secara resmi dicatat di KUA maka
talak hanya bisa dijatuhkan didepan persidangan (Ikrar Talak), sebab pernikahan yang
tercatat di negara maka perceraiannya pun hanya bisa dilakukan menurut tata cara yang
diatur menurut hukum negara. Sedangkan jika pernikahannya adalah pernikahan sirri
(tidak dicatat di KUA) maka cukup dinyatakan atau ditulis kemudian diketahui istri dan
orang lain (saksi) maka jatuhlah talak itu.
Kembali mengenai Talak pada saat istri hamil, akibat hukum yang timbul ketika dijatuhkan
talak pada saat istri hamil, hanyalah mengenai masa iddah (masa tunggu) bagi istri jika
ingin menikah lagi, yaitu hingga ia melahirkan.... jadi kesimpulannya adalah BOLEH saja
menjatuhkan talak ketika istri sedang hamil...
Semoga bisa membantu
Alex 4 tahun yang lalu

Hal yang bisa menggugurkan (tidak sahnya) talak suamimu adalah, jika dia belum pernah
memberi talak 1 atau talak 2, jadi talak yang diberikan baru 1x atau 2x (belum 3x), dan dia
ragu-ragu telah memberikan talak 3.
Jika suami ingin kembali karena ragu-ragu sementara dia baru 1x memberi langsung talak
3 maka bisa diartikan talak yang diberikan adalah talak 1.
Begitu juga kalau suami memberi talak tsb untuk yang ke-2x dan dia ragu-ragu maka talak
3 tsb dianggap talak 2.
Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhum bahwa Abu Rakanah mentalak isterinya dengan talak
tiga, lalu ia sedih, maka Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam mengembalikan isterinya
kepadanya seraya berkata : "Sesungguhnya talakmu adalah talak satu".
Dengan dasar itu kamu masih bisa merayunya agar dia ragu-ragu.
Namun jika secara jelas suamimu sudah memberi talak yang ke-3 maka tidak ada harapan
rujuk terkecuali kamu menjadi janda orang lain.

Assalamu alaikum wr. wb.


Pak ustadz yang kami hormati, semoga selalu lindungan Allah SWT. Kami ingin menanyakan tentang
hukum menceraikan wanita dalam kondisi hamil. Benarkah seorang suami dilarang menalak wanita yang
sedang hamil? Atas jawabannya kami ucapkan terima kasih. Wassalamu alaikum wr. wb. (Ahmad Hudri)

Jawaban
Assalamu alaikum wr. wb.
Penanya yang budiman, semoga Allah SWT selalu menurunkan rahmat-Nya untuk kita semua.
Sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa talak meskipun halal atau diperbolehkan, tetapi ia
merupakan perbuatan yang tidak disukai Allah. Karena itu talak mesti dipahami sebagai solusi terakhir
ketika sudah ditemukan solusi lain untuk menyelesaikan kemelut dalam kehidupan berumah tangga.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim diceritakan bahwa Ibnu Umar RA menalak istrinya
dalam kondisi haid. Kejadian itu kemudian diceritakan oleh Umar bin Khatthab RA kepada Rasulullah
SAW.

Mendengar cerita tersebut lantas Rasulullah SAW meminta Umar bin Khaththab RA agar memerintahkan
putranya untuk kembali kepada istrinya. Baru kemudian jika ia tetap ingin menceraikannya, maka ceraikan
ketika dalam kondisi suci atau hamil.






Artinya, Dari Ibnu Umar RA bahwa ia pernah menalak istrinya dalam keadaan haid. Kemudian Umar bin
Khatthab RA menceritakan kejadian tersebut kepada Nabi. Lantas beliau pun berkata kepada Umar bin
Khatthab RA, Perintah kepada dia (Ibnu Umar RA) untuk kembali kepada istrinya, baru kemudian talaklah
dia dalam keadaan suci atau hamil, (HR Muslim).

Perintah Rasulullah saw kepada Ibnu Umar RA melalui ayahnya, yaitu Umar bin Khaththab RA itu
setidaknya mengadung dua hal penting. Pertama, larangan untuk menalak wanita dalam keadaan haid.
Kedua, kebolehan menalak wanita dalam keadaan suci atau hamil.

Senada dengan hal ini Muhyidin Syaraf An-Nawawi dalam Syarah Muslim-nya menjelaskan bahwa
kandungan hadits tersebut menunjukkan kebolehan menalak wanita yang sedang hamil yang jelas
kehamilannya. Menurutnya, ini adalah pandangan Madzhab Syafii.
Lebih lanjut, menurut Ibnul Mundzir, pandangan Madzhab Syafii ini adalah pendapat mayoritas ulama. Di
antara mereka adalah Thawus, Al-Hasan, Ibnu Sirin, Rabiah, Hammad bin Abi Sulaiman, Malik, Ahmad,
Ishaq, Abu Tsaur, dan Abu Ubaid.





Artinya, Hadits ini menunjukkan kebolehan menalak wanita hamil ketika memang jelas kehamilannya. Ini
adalah pandangan Madzhab Syafii. Ibnul Mundzir berkata, pandangan ini juga dianut oleh mayoritas
ulama, antara lain Thawus, Al-Hasan, Ibnu Sirin, Rabiah, Hammad bin Abi Sulaiman, Malik, Ahmad, Ishaq,
Abu Tsaur, dan Abu Ubaid, (Lihat Muhyiddin Syarf An-Nawawi, Shahih Muslim bi Syarhin Nawawi, Kairo,
Darul Hadits, cet ke-4, 1422 H/2001 M, juz V, halaman 325).

Ibnul Mundzir juga mengamini pendapat yang menyatakan kebolehan menalak wanita yang dalam kondisi
hamil. Demikian juga sebagian ulama dari kalangan Madzhab Maliki. Namun ada juga sebagian ulama
Madzhab Maliki yang mengharamkannya. Sedangkan riwayat lain mengtakan, Al-Hasan berpendapat
bahwa menalak wanita yang sedang hamil adalah makruh.




Artinya, Ibnul Mundzir berkata, saya juga berpendapat demikian. Begitu juga dengan sebagian ulama dari
kalangan Madzhab Maliki. Sedang sebagian yang lain menyatakan haram. Ibnul Mundzir juga
meriwayatkan riwayat jalur lain dari Al-Hasan. Menurut riwayat jalur ini, Al-Hasan berpendapat bahwa
menalak wanita yang sedang hamil adalah makruh, (Lihat Muhyiddin Syaraf An-Nawawi, Shahih Muslim
bi Syarhin Nawawi, juz V, halaman 325).

Berangkat dari penjelasan di atas, maka kita dapat menarik simpulan bahwa mayoritas ulama
memperbolehkan penalakan wanita yang sedang hamil kendati ada yang menyatakan bahwa makruh dan
haram.

Namun pendapat yang dianggap kuat adalah pendapat mayoritas ulama yang memperbolehkan
penalakan wanita yang sedang hamil. Dan iddah bagi wanita hamil yang ditalak adalah sampai ia
melahirkan kandungannya sebagaimana firman Allah SWT berikut ini:




Artinya, Wanita-wanita yang hamil waktu iddah mereka adalah sampai melahirkan kandungan, (QS At-
Thalaq [65]: 4).

Demikian jawaban yang dapat kami kemukakan. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka
dalam menerima saran dan kritik dari para pembaca.

Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,


Wassalamu alaikum wr. wb.

(Mahbub Maafi Ramdlan)

Anda mungkin juga menyukai