Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN RESMI

PENGAMATAN STABILITAS FISIK


EMULSI

Disusun oleh Kelompok 7:


Samuel Yandri N.Luase (050116A077)
Shinta Yulia Prastika (050116A078)
Shiyam Nuzulul P (050116A079)
Siti Khotimah (050116A080)
Sri Mustika Ayu (050116A081)

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
2017
I. Judul : Pengamatan Stabilitas Fisik Emulsi

II. Tanggal : 2 Mei 2017

III. Tujuan : Mengamati stabilitas fisik emulsi yang menggunakan surfaktan

IV. Dasar teori

Farmasi fisika adalah ilmu yang mempelajari tentang sifat fisikokimia


molekul obat, kinetika dan orde reaksi, kelarutan dan faktor yang
mempengaruhinya, difusi dan disolusi, stabilitas, sistem disperse ( koloid, emulsi,
disperse padat ), mikromeritik, viskositas, dan rheology, emulsifikasi, serta
fenomena antar permukaan yang banyak dijumpai dalam bidang kefarmasian
(Moechtar,1990). Emulsi adalah suatu sistem yang tidak stabil secara
termodinamika yang mengandung paling sedikit dua fase cair yang tidak
bercampur, satu diantaranya didispersikan sebagai globul dalam fase cair lain.
Sistem ini dibuat setabil dengan bantuan - bantuan suatu zat pengemulsi atau
emulgator. Tipe emulsi, salah satu fase cair dalam suatu emulsi terutama bersifat
polar (air), sedangkan lainnya relatife nonpolar (minyak). Bila fase minyak dalam
air (o/w). Bila fase minyak bertindak sebagai fase kontinu, emulsi tersebut dikenal
sebagai produk air dalam minyak (w/o). Emulsi obat untuk pemberian oral
biasanya dari tipe o/w dan membutuhkan penggunaan suatu zat pengemulsi o/w.
Zat pengemulsi tipe ini termasuk zat sintetik yang aktif pada permukaan dan
bersifat nonionik, akasia, gom, tragacanth, dan gelatin. Tetapi tidak semua emulsi
yang dipergunakan termasuk tipe o/w. Teori terbentuknya emulsi ada 4 macam :

1. Teori tegangan permukaan (surface tension)


Molekul mempunyai daya tarik menarik antara molekul yang sejenis yang
disebut gaya kohesi. Selain itu molekul juga memiliki daya tarik-menarik
antara molekul-molekul yang tidak sejenis, yang disebut daya adesi. Dalam
teori ini dikatakan bahwa penambahan emulgator akan menurunkan,
menghilangkan tegangan yang terjadi pada bidang batas sehingga antara kedua
zat cair tersebut akan mudah bercampur (Tungadi,R.2014).
2. Teori orientasi bentuk biji (orientasi wedge)
Setiap molekul emulgator dibagi menjadi 2 kelompok yakni :
a. Kelompok hidrofilik, yaitu bagian dari emulgator yang suka pada air.
b. Kelompok lipofilik, yaitu bagian yang suka pada minyak.

Masing masing kelompok akan akan bergabung dengan zat cair yang
disenanginya. Kelompok hidrofilik ke dalam air dan kelompok lipofil kedalam
minyak. Dengan demikian emulgator seolah-olah menjadi tali pengikat antara air
dan minyak dan antara kedua kelompok tersebut akan membuat suatu
keseimbangan. Harga kesetimbangan itu dikenal dengan istilah HLB. Semakin
besar harga HLB berarti semakin banyak kelompok yang suka pada air, itu artinya
emulgator tersebut lebuih mudah larut dalam air dan demikian sebaliknya (Rowe.
R 2009).

3. Teori interfacial film


Teori ini mengatakan bahwa emulgator akan diserap pada batas antara air dan
minyak, sehingga terbentuk lapisan film yang akan membungkus partikel fase
disperse. Dengan terbungkusnya partikel tersebut maka usaha antara partikel yang
sejenis untuk bergabung menjadi terhalang. Dengan kata lain fase dispersi menjadi
stabil.
4. Teori electrik double layer (lapisan listrik rangkap)
Jika minyak terdispersi kedalam air, satu lapis air yang langsung berhubung
dengan permukaan minyak akan bermuatan sejenis, sedangkan lapisan berikutnya
akan mempunyai muatan yang berlawanan dengan lapisan didepannya. Dengan
demikian seola-olah tiap partikel minyak dilindung oleh 2 batang lapisan listrik
yang saling berlawanan. Benteng tersebut akan menolak setiap usaha dari partikel
minyak yang akan mengadakan penggabungan menjadi satu molekul yang besar,
karena susunan listrik yang menyelubungi setiap partikel minyak mempunyai
susunan yang sama. Dengan demikian antara sesama partikel tolak-menolak dan
stabilitas emulsi akan bertambah.

Stabilitas emulsi umumnya suatu emulsi dianggap tidak stabil secara fisik jika :

a. Fase dalam atau fase terdispersi pada pendiaman cenderung untuk membentuk
agregat dari bulatan-bulatan.
b. Bulatan-bulatan atau agregat dari bulatan naik kepermukaan atau turun kedasar
emulsi tersebut akan membentuk suatu lapisan pekat dari fase dalam.
c. Semua atau sebagian dari cairan fase dalam tidak teremulsikan dan
membentuk suatu lapisan yang berbeda pada permukaan atau pada dasar
emulsi, yang merupakan hasil dari bergabungnya bulatan-bulatan fase dalam
disamping itu suatu emulsi mungkin sangat dipengaruhi oleh kontaminasi dan
pertumbuhan mikroba serta perubahan fisika dan kimia lainnya.
V. Alat dan Bahan
Alat :
- Mortir dan stamper
- Tabung reaksi
- Rak tabung reaksi
- Pipet
- Botol
- Plat tetes
- Kertas pH
Bahan :
- Alkohol
- NaCl 1%
- NaOH 1%
- FeCl3
- H2SO42N
- HCl 2N
- CH3COOH
- Oleum sesami
- Gelatin
- Minyak ikan
- Menthol
- PGA
- Aquadest
VI. Cara Kerja
A. Metode Gom Kering
Zat pengemulsi dicampur dengan minyak terlebih dahulu

Ditambahkan air untuk membentuk korpus emulsi

Diencerkan dengan sisa air

B. Metode botol
Dimasukkan serbuk gom ke dalam botol

Ditambahkan 2 bagian air

Botol ditutup, lalu campurkan tersebut dikocok dengan kuat

Ditambahkan sisa air sedikit demi sedikit


C. Cek pH

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)


Emulsi + 2 Emulsi + 5 Emulsi + 5 Emulsi + 5 Emulsi + 5 Emulsi + 5 Emulsi + 5 tts
tts alkohol tts NaCl 1% tts NaOH 1% tts FeCl3 tts H2SO4 2N tts HCl 2N CH3COOH
VII. Perhitungan
R/ Iec. Aselli 25g
Glycerol
Gumi Arabic
Ol. Menth 2 tetes
Aq.dest ad 53,75 gram
Buat emulsi:
HLB 10
HLB glyscerol = 3,7 (rendah)
HLB gom Arabic = 11,9 (tinggi)
Rumus % emulgator tinggi = HLB butuh HLB rendah x%
HLB tinggi HLB rendah
= 10 3,7 x%
11,9 3,7
= 6,3 %
8,2
= 0,77 % (glycerol)
Bobot surfaktan 10 g
Glycerol = 10 g x 0,77 % = 0,077 g
PGA = 0 0,077 g = 9, 923 g

R/ Oleum sesame 10ml


Gelatin
Tween
Aq.dest ad 25ml

Forbes/metode botol
Bobot surfaktan = 8g
HLB gelatin = 9,8
Tween 80 = 15
Rumus % gelatin tinggi = 10 9,8 x %
15 9,8
= 0,2 x %
5,2
= 0,4 %
Gelatin = 8 g x 0,4% = 0,32 g
Tween 80 = 8 g 0,32 g = 7,68 g
Aq.dest = 25 (10 ml + 0,32 g 7,68 g) = 7ml
VIII. Hasil pengamatan
Emulsi minya ikan HLB 10
Metode Kering

PH awal Warna Pereaksi PH Keterangan


4 Putih susu alkohol 5 Kuning pucat, tidak homogen,
bersifat irreversible
4 Putih susu NaCl 1% 4 Putih susu, homogen, bersifat
reversible
4 Putih susu NaOH 1% 13 Putih susu, homogen, reversible

4 Putih susu FeCl3 3 Putih susu, homogen, reversible

4 Putih susu H2SO4 2N 4 Putih susu, homogen,


Reversible
4 Putih susu HCl 2N 0 Putih susu, ridak homogen,
Ireversible
4 Putih susu CH3COOH 3 Putih susu, ridak homogen,
ireversible

Emulsi minyak sesami HLB 10

PH Awal Warna Pereaksi PH Keterangan

4 Putih susu Alkohol 3 Kuning pucat, tidak homogen


Bersifat irreversible
4 Putih susu Nacl 1% 2 Putih susu, homogen
Besifat reversible
4 Putih susu Naoh 1% 1 Putih susu , homogen
Bersifat reversible
5 Putih susu Fecl3 3 Putih susu, homogen
Bersifat reversible

Emulsi Minya ikan HLB 14

PH awal Warna Pereaksi PH Keterangan

4 Putih susu Alcohol 4 Putih kekuningan, bersifat


irreversible, Creaming

Kuning, tidak homogen, bersifat


4 Putih susu NaCl 1% 4
Ireversible, Cracking

Kuning, irreversible, tidak


4 Putih susu NaOH 1% 5 homogen, cracking

4 Putih susu FeCl3 4 Coklat, Cracking, Ireversible

4 Putih susu H2SO4 2N 2 Kuning, Cracking, ireversible

4 Putih susu HCl 2N 1 Kuning, Cracking, irreversible

4 Putih susu CH3COOH 4 Kuning, Cracking, Ireversible,


tidak homogen
Oleum Sesami HLB 14

PH Warna Pereaksi PH Keterangan


awal
5 Putih tulang Alkohol 5 -
5 Putih tulang NaCl 5 Putih, creaming, reversible
5 Putih tulang HCl 2N 1 Putih, creaming, reversible, homogen
5 Putih tulang NaOH 1% 13 Putih, reversible, creaming, homogen
5 Putih tulang H2SO4 1 Putih, creaming, reversible
5 Putih tulang FeCl 2 Timbul minyak, irecersible, tidak
homogen, cracking
5 Putih tulang CH3COOH - Irreversible, inversi, fase
IX. Pembahasan

Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat,
terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau
surfaktan yang cocok.Dalam pembuatan suatu emulsi digunakan suatu emulgator
atau surfaktan yang bertujuan untuk menurunkan tegangan antar muka air dan
minyak serta membentuk lapisan film pada permukaan fase terdispersi. Pada
percobaan ini digunakan dua surfaktan yang dikombinasikan dengan tujuan untuk
memperoleh HLB surfaktan yang persis sama dengan HLB minyak yang
dibutuhkan.

Didalam emulsi untuk mencampurkan dua fase yang tidak saling


bercampur dapat digunakan emulgator yang berfungsi untuk menstabilkan fase air
dan minyak yang tidak saling bercampur tersebut.Emulgator yang digunakan pada
praktikum ini adalah tween 80 dan PGA, untuk menurunkan tegangan permukaan
antara fase minyak dan fase air, dengan memperkecil ukuran partikel yang besar
dan berukuran seragam sehingga dapat bercampur saat dilakukan pengadukan.
Langkah pertama dalam praktikum ini adalah membuat emulsi dengan HLB butuh
yaitu 10 dan HLB 14 untuk perbandingan. Kemudian dihitung jumlah tween 80,
glycerol, minyak ikan, minyak sesame, gelatin, aquadest, dan PGA. Hasil
perhitungan tween 80 = 7,68 g, glycerol = 0,077 g, minyak ikan = 25g, minyak
sesame = 10ml, gelatin = 0,32 g, aquadest = 7 ml untuk metode botol dan 18,75 g
untuk metode gom kering, PGA = 9,923 g.

Setelah diketahui semua jumlah masing-masing zat pengemulsi kemudian


bahan-bahan tersebut ditimbang. Untuk metode gom kering PGA digerus halus
terlebih dahulu dalam mortir, setelah itu dicampurkan minyak ikan sedikit demi
sedikit hingga homogen. Tambahkan glycerol dan diaduk hingga homogen.
Terakhir ditambahkan aquadest dan diaduk kuat hingga terbentuk korpus emulsi.
Setelah membentuk korpus emulsi, masukkan emulsi ke dalam tabung reaksi sama
rata. Masing-masing tabung reaksi yang ditambahkan perekasi yang berbeda-beda.
Lalu diamati warna, bentuk, dan sifatnya. Pada hasil pengamatan HLB 10 semua
emulsi berwarna putih susu, ada yang homogen dan tidak homogeny, ada pula
yang reversible (dikocok perlahan-lahan akan terdispersi kembali) dan irreversible
(tidak dapat diperbaiki kembali). Pada hasil pengamatan HLB 14 emulsinya
banyak yang bersifat irreversible dan tidak homogen.

Untuk metode botol yang pertama dilakukan gelatin dimasukkan botol


tambahkan aquadest dan didiamkan 5 menit. Tambahkan tween dan oleum sesame,
kocok kuat. Pengocokan dilakukan secara berseling yakni pengocokan selama 1 menit
dan istirahat selama 20 detik, yang dilakukan sebanyak 5 kali, tujuannya selain agar
emulsi lebih cepat homogen, disamping itu untuk mencegah terjadinya emulsi yang
tidak stabil. Dimana pengocokan secara kontinu akan mengganggu pembentukan
tetesan, jadi waktu juga berpengaruh dalam pembuatan emulsi, dimana untuk
mendapatkan emulsi yang stabil sebaiknya dilakukan secara berseling, sehingga
kecepatan dua cairan, yang tidak tercampur/teremulsi secara sempurna dengan waktu
yang berseling.

Pada kestabilan emulsi bila dua larutan murni yang tidak saling campur/ larut
seperti minyak dan air, dicampurkan, lalu dikocok kuat-kuat, maka keduanya akan
membentuk sistem dispersi yang disebut emulsi. Secara fisik terlihat seolah-olah salah
satu fasa berada di sebelah dalam fasa yang lainnya. Bila proses pengocokkan
dihentikan, maka dengan sangat cepat akan terjadi pemisahan kembali, sehingga
kondisi emulsi yang sesungguhnya muncul dan teramati pada sistem dispersi terjadi
dalam waktu yang sangat singkat .

Kestabilan emulsi ditentukan oleh dua gaya, yaitu:

1. Gaya tarik-menarik yang dikenal dengan gaya London-Van Der Waals. Gaya ini
menyebabkan partikel-partikel koloid berkumpul membentuk agregat dan mengendap,
2. Gaya tolak-menolak yang disebabkan oleh pertumpang-tindihan lapisan ganda
elektrik yang bermuatan sama. Gaya ini akan menstabilkan dispersi koloid

Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas emulsi, adalah:


1.Tegangan antarmuka rendah
2. Kekuatan mekanik dan elastisitas lapisan antarmuka
3. Tolakkan listrik double layer
4. Relatifitas phase pendispersi kecil
5. Viskositas tinggi

X. Kesimpulan
1. Dari HLB 10 dan HLB 14 dapat disimpulkan bahwa HLB 10 lebih banyak
bersifat reversible sedangkan HLB 14 banyak yang bersifat irreversible. Hal
ini dikarenakan emulsi yang tidak stabil dan mungkin ada kesalahan pada
pembuatan emulsi.
2. Emulsi lebih stabil pada penggunaan emulgator dengan nilai HLB butuh 10.
Daftar Pustaka

Lachman, L. 1994, Teori dan Praktek Farmasi Industri, UI-Prees, Jakarta

Martin, A. 2008. Farmasi Fisika Edisi Keempat Jilid II. UI : Jakarta

Martin, A. 1990. Farmasi Fisika Edisi Ketiga Jilid I. UI Press : Jakarta

Martin, Alfred, dkk. 2008. Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika, edisi kelima. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai