Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Preeklamsi
2.1.1 Definisi
Preeklampsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan yang ditandai
dengan adanya disfungsi plasenta dan respon maternal terhadap adanya inflamasi
sistemik dengan aktivasi endotel dan koagulasi. Diagnosis preeklampsia
ditegakkan berdasarkan adanya hipertensi spesifik yang disebabkan kehamilan
disertai dengan gangguan sistem organ lainnya pada usia kehamilan diatas 20
minggu. Preeklampsia, sebelumya selalu didefinisikan dengan adanya hipertensi
dan proteinuri yang baru terjadi pada kehamilan (new onset hypertension with
proteinuria). Namun, beberapa wanita lain menunjukkan adanya hipertensi
disertai gangguan multsistem lain yang menunjukkan adanya kondisi berat dari
preeklampsia meskipun pasien tersebut tidak mengalami proteinuri. Sedangkan,
untuk edema tidak lagi dipakai sebagai kriteria diagnostik karena sangat banyak
ditemukan pada wanita dengan kehamilan normal.12,15
2.1.2 Histologi dan Fisiologi
Janin dan plasenta dihubungkan dengan tali pusat yang berisi 2 arteri dan
satu vena; vena berisi darah penuh oksigen, sedangkan arteri yang kembali dari
janin berisi darah kotor. Bila terdapat hanya satu arteri ada risiko 15 % kelainan
kardiovaskular; ini dapat terjadi pada 1 : 200 kehamilan.Tali pusat berisi massa
mukopolisakarida yang disebut jeli Wharton dan bagian luar adalah epitel amnion.
Panjang tali pusat bervariasi, yaitu 30 90 cm.13,14

Gambar 3.1. Vaskularisasi Plasenta.13


Pembuluh darah tali pusat berkembang dan berbentuk seperti heliks,
maksudnya agar terdapat fleksibilitas dan terhindar dari torsis. Tekanan darah
arteri pada akhir kehamilan diperkirakan 70/60 mmHg. Sedangkan tekanan vena
diperkirakan 25 mmHg. Tekanan darah yang relatif tinggi pada kapiler, termasuk
pada vili maksudnya ialah seandainya terjadi kebocoran, darah ibu tidak masuk ke
janin.13
2.1.3 Faktor Resiko
Fakto resiko untuk terjadinya hipertensi pada kehamilan, dapat
dikelompokkan dalam fakto resiko sebagai berikut:12
1. Primigravida, primipaternitas
2. Hiperplasentosis, misalnya: mola hidatidosa, kehamilan multipel, diabetes
mellitus, hidrops fetalis bayi besar
3. Umur yang ekstrim
4. Riwayat penyakit keluarga pernah preeklampsia/ eklampsia
5. Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil
6. Obesitas
Perjalanan penyakit preeklampsia pada awalnya tidak memberi gejala
dan tanda, namun pada suatu ketika dapat memburuk dengan cepat.1 Pencegahan
primer merupakan yang terbaik namun hanya dapat dilakukan bila penyebabnya
telah diketahui dengan jelas sehingga memungkinkan untuk menghindari atau
mengkontrol penyebab-penyebab tersebut. Beberapa faktor resiko yang dapat
menyebabkan terjadinta preeklamsia sebagai berikut :
Chappell dkk meneliti 861 wanita dengan hipertensi kronik, didapatkan
insiden preeklampsia superimposed sebesar 22% (n=180) dan hampir setengahnya
adalah preeklampsia onset dini (< 34 minggu) dengan keluaran maternal dan
perinatal yang lebih buruk. Chappel juga menyimpulkan bahwa ada 7 faktor risiko
yang dapat menyebabkan preeklamsia superimposed :

Berdasarkan hasil penelitian dan panduan Internasional terbaru kami membagi


dua bagian besar faktor risiko yaitu risiko tinggi /mayor dan risiko tambahan /
minor.13,14,15
2.1.4 Etiologi dan Patofisiologi
Etiologi preeklampsia hingga kini belum diketahui dengan jelas.Banyak teori
tentang terjadinya hipertensi pada kehamilan, namun belum ada satu pun teori
yang dianggap mutalk benar. Teori yang sekarang abanyak dianut adalah:12
1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapatkan aliran darah dari
cabang-cabang arteri uterina dan arteri ovarika yang menembus miometrium dan
menjadi arteri arkuata, yang akan bercabang menjadi arteri radialis. Arteri radialis
menembus endometrium menjadi arteri basalis memberi cabang arteri spiralis.
Pada kehamilan terjadi invasi trofoblas kedalam lapisan otot arteri spiralis, yang
menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi distensi dan
vasodilatasi arteri spiralis, yang akan memberikan dampak penurunan tekanan
darah, penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran darah pada utero
plasenta. Akibatnya aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga
meningkat, sehingga menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini
dinamakan remodelling arteri spiralis.12,15
Gambar 3.2. Histologi vaskularisasi plasenta15
Pada preeklamsia terjadi kegagalan remodelling menyebabkan arteri spiralis
menjadi kaku dan keras sehingga arteri spiralis tidak mengalami distensi dan
vasodilatasi, sehingga aliran darah utero plasenta menurun dan terjadilah hipoksia
dan iskemia plasenta.

Gambar 3.3. Kegagalan remodeling arteri spiralis.14


2. Teori iskemia plasenta, radikal bebas dan disfungsi endotel
1) Iskemia Plasenta dan pembentukan Radikal Bebas
Plasenta mengalami iskemiaakibat kegagalan Remodelling arteri spiralis,
yang akan merangsang pembentukan radikal bebas, yaitu radikal hidroksil
(-OH) yang dianggap sebagai toksin. Radikal hidroksil akan merusak
membran sel yang banyak mengandung asam lemak tidak jenuh menjadi
peroksida lemak. Periksida lemak juga akan merusak nukleus dan protein
sel endotel.12,15

Gambar 3.4. Patogenesis preeklmapsia.16


Kerusakan plasenta pada gilirannya akan mengeluarkan faktor antiangiogeni, sFlt1
dan seng ke dalam sirkulasi ibu. Faktor-faktor ini menyebabkan gangguan VEGF /
PlGF dan TGF - sinyal, sehingga disfungsi sel endotel sistemik dimediasi oleh
berbagai faktor tersebut, seperti yang ditunjukkan. Disfungsi endotel , pada
gilirannya, menghasilkan manifestasi sistemik preeklampsi.
2) Disfungsi Endotel
Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi
endotel, bahkan kerusakan seluruh struktur sel endotel keadaan ini disebut
disfungsi endotel, yang akan menyebabkan terjadinya :12,15
1. Gangguan metabolisme prostalglandin, yaitu menurunnya produksi
prostasiklin (PGE2) yang merupakan suatu vasodilator kuat.
2. Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami
kerusakan. Agregasi trombosit memproduksitromboksan (TXA2)
yaitu suatu vasokonstriktor kuat. Pada keadaan normal kadar
prostasiklin lebih banyak dari pada tromboksan, sedangkan pada
preeklamsia kadar tromboksan lebih banyak dari pada prostasiklin,
sehingga menyebabkan peningkatan tekanan darah.
3. Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus (glomerular
endotheliosis).
Peningkatan permeabilitas kapiler.
4. Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, yaitu endotelin. Kadar
NO menurun, sedangkan endotelin meningkat.
5. Peningkatan faktor koagulasi
Perubahan-perubahan yang terjadi merupakan akibat respon dari
plasenta karena terjadi iskemik sehingga akan menimbulkan urutan
proses tertentu. Desidua juga memiliki sel-sel yang bila diaktivasi
maka akan mengeluarkan agen noxious. Agen ini dapat menjadi
mediator yang mengakibatkan kerusakan sel endotel.Sitokin tertentu
seperti tumor necrosis factor- (TNF-) dan interleukin memiliki
kontribusi terhadap stres oksidatif yang berhubungan dengan
preeklamsi. Stres oksidatif ditandai dengan adanya oksigen reaktif dan
radikal bebas yang akan menyebabkan pembentukan lipid peroksida.
Hal ini akan menghasilkan toksin radikal yang merusak sel-sel
endotel, memodifikasi produksi Nitric Oxide, dan mengganggu
keseimbangan prostaglandin. Fenomena lain yang ditimbulkan oleh
stres oksidatif meliputi pembentukan sel-sel busa pada atherosis,
aktivasi koagulasi intravaskular (trombositopeni), dan peningkatan
permeabilitas (edema dan proteinuria)
3. Teori intolenransi imunologik antara ibu dan janin
Pada perempuan normal respon imun tidak menolak adanya hasil konsepsi
yang bersifat asing.Hal ini disebabkan adanya Human Leukocyte Antigen Protein
G (HLA-G) yang dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel natural killer
(NK) ibu. HLA-G juga akan mempermudah invasi trofoblas kedalam jaringan
desidua ibu. Pada plasenta ibu yang mengalami preeklamsia, terjadi penurunan
ekspresi HLA-G yang akan mengakibatkan terhambatnya invasi trofoblas ke
dalam desidua. Kemungkinan terjadi Immune-Maladaptation pada preeklamsia
karena preeklamsi paling sering terjadi pada kehamilan pertama, terdapat
spekulasi bahwa terjadi reaksi imun terhadap antigen paternal sehingga
menyebabkan kelainan ini.12
4. Teori adaptasi kardiovaskularorigenetik
Pada kehamilan normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan
vasopresor. Refrakter berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan
vasopresor atau dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk
menimbulkan respon vasokonstriksi. Refrakter ini terjadi akibat adanya sintesis
prostalglandin oleh sel endotel. Pada preeklamsia terjadi kehilangan kemampuan
refrakter terhadap bahan vasopresor sehingga pembuluh darah menjadi sangat
peka terhadap bahan vasopresor sehingga pembuluh darah akan mengalami
vasokonstriksi dan mengakibatkan hipertensi dalam kehamilan.12
5. Teori Genetik
Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotype
ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika
dibandingkan dengan genotype janin. Telah terbukti bahwa ibu yang mengalami
preeklamsia, 26% anak perempuannya akan mengalami preeklamsia pula,
sedangkan hanya 8% anak menantu mengalami preeklamsia.12
6. Teori defisiensi gizi
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa defisiensi gizi berperan
dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan.Penelitian terakhir membuktikan
bahwa konsumsi minyak ikan dapat mengurangi resiko preeklamsia.Minyak ikan
banyak mengandung asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat produksi
tromboksan, menghambat aktivasi trombosit, dan mencegah vasokonstriksi
pembuluh darah.12
7. Teori inflamasi
Teori ini berdasarkan bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi
darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Berbeda dengan
proses apoptosis pada preeklamsia, pada preeklamsia terjadi peningkatan stres
oksidatif sehingga produksi debris trofoblas dan nekrorik trofoblas juga
meningkat. Keadaan ini mengakibatkan respon inflamasi yang besar juga. Respon
inflamasi akan mengaktifasi sel endotel dan sel makrofag/granulosit yang lebih
besar pula, sehingga terjadi reaksi inflamasi menimbulkan gejala-gejala
preeklamsia pada ibu. Wanita yang cenderung mengalami preeklamsi memiliki
jumlah T helper cells (Th1) yang lebih sedikit.dibandingkan dengan wanita yang
normotensif. Ketidakseimbangan ini terjadi karena terdapat dominasi Th2 yang
dimediasi oleh adenosin. Limfosit T helper ini mengeluarkan sitokin spesifik yang
memicu implantasi dan kerusakan pada proses ini dapat menyebabkan
preeklamsia.12

Perubahan pokok yang didapatkan pada preeklampsia adalah sebagai berikut:12,15


a. Regulasi volume darah
Pengendalian garam dan homeostasis meningkat pada
preeklampsia.Kemampuan untuk mengeluarkan natrium juga terganggu,
tetapi pada derajat mana hal ini terjadi sangat bervariasi dan pada keadaan
berat mungkin tidak dijumpai adanya edema.Bahkan jika dijumpai edema
interstitial, volume plasma adalah lebih rendah dibandingkan pada wanita
hamil normal dan akan terjadi hemokonsentrasi. Terlebih lagi suatu
penurunan atau suatu peningkatan ringan volume plasma dapat menjadi
tanda awal hipertensi.12
b. Volume darah, hematokrit, dan viskositas darah
Rata-rata volume plasma menurun 500 ml pada preeklampsia
dibandingkan hamilnormal, penurunan ini lebih erat hubungannya dengan
wanita yang melahirkan bayi dengan berat bayi lahir rendah (BBLR).12
c. Aliran Darah di Organ-Organ
1) Aliran darah di otak
Pada preeklampsia arus darah dan konsumsi oksigen berkurang 20%.
Hal ini berhubungan dengan spasme pembuluh darah otak yang
mungkin merupakan suatu faktor penting dalam terjadinya kejang
pada preeklampsia maupun perdarahan otak.15
2) Aliran darah ginjal dan fungsi ginjal
Terjadi perubahan arus darah ginjal dan fungsi ginjal yang sering
menjadi penanda pada kehamilan muda. Pada preeklampsia arus darah
efektif ginjal rata-rata berkurang 20%, dari 750 ml menjadi
600ml/menit, dan filtrasi glomerulus berkurang rata-rata 30%, dari
170 menjadi 120ml/menit, sehingga terjadi penurunan filtrasi. Pada
kasus berat akan terjadi oligouria, uremia dan pada sedikit kasus dapat
terjadi nekrosis tubular dan kortikal.12
Plasenta ternyata membentuk renin dalam jumlah besar, yang
fungsinya mungkin sebagai cadangan menaikkan tekanan darah dan
menjamin perfusi plasenta yang adekuat.Pada kehamilan normal renin
plasma, angiotensinogen, angiotensinogen II, dan aldosteron
meningkat nyata di atas nilai normal wanitatidak hamil. Perubahan ini
merupakan kompensasi akibat meningkatnya kadarprogesteron dalam
sirkulasi. Pada kehamilan normal efek progesteron diimbangi oleh
renin, angiotensin, dan aldosteron, tetapi keseimbangan ini tidak
terjadi padapreeklampsia.15,12
Sperof (1973) menyatakan bahwa dasar terjadinya
preeklampsia adalah iskemi uteroplasenter dimana terjadi
ketidakseimbangan antara massa plasenta yangmeningkat dengan
aliran perfusi sirkulasi darah plasenta yang berkurang. Apabila terjadi
hipoperfusi uterus, akan dihasilkan lebih banyak renin uterus yang
mengakibatkan vasokonstriksi dan meningkatnya kepekaan pembuluh
darah.
Di samping itu, angiotensin menimbulkan vasodilatasi lokal
pada uterus akibat efek prostaglandin sebagai mekanisme kompensasi
dari hipoperfusi uterus.15 Laju filtrasi glomerulus dan arus plasma
ginjal menurun pada preeklampsia, tetapi karena hemodinamik pada
kehamilan normal meningkat 30% sampai 50%, nilai pada
preeklampsia masih di atas atau sama dengan nilai wanita tidak hamil.
Klirens fraksi asam urat yang menurun, kadang-kadang beberapa
minggu sebelum ada perubahan pada GFR, dan hiperuricemia dapat
merupakan gejala awal.Dijumpai pula peningkatan pengeluaran
protein biasanya ringan sampai sedang.Preeklampsia merupakan
penyebab terbesar sindrom nefrotik pada kehamilan.15
Penurunan hemodinamik ginjal dan peningkatan protein urin
adalah bagiandari lesi morfologi khusus yang melibatkan
pembengkakan sel-sel intrakapiler glomerulus yang merupakan tanda
khas patologi ginjal pada preeklampsia.15
3) Aliran darah uterus dan choriodesidua
Perubahan arus darah di uterus dan choriodesidua adalah
perubahan patofisiologi terpenting pada preeklampsia, dan mungkin
merupakan faktor penentu hasil kehamilan. Namun yang disayangkan
adalah belum ada satu pun metode pengukuran arus darah yang
memuaskan baik di uterus maupun di desidua.15
4) Aliran darah di paru-paru
Kematian ibu pada preeklampsia dan eklampsia biasanya karena
edema paru yang menimbulkan dekompensasi cordis.15
5) Aliran darah di mata
Dapat dijumpai adanya edema dan spasme pembuluh darah
orbital.Bila terjadi halhaltersebut, maka harus dicurigai terjadinya
preeklampsia berat. Gejala lain yang mengarah ke eklampsia adalah
skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini disebabkan oleh adanya
perubahan peredaran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri
atau dalam retina.15
6) Keseimbangan air dan elektrolit
Terjadi peningkatan kadar gula darah yang meningkat untuk
sementara, asam laktat dan asam organik lainnya, sehingga konvulsi
selesai, zat-zat organik dioksidasi dan dilepaskan natrium yang lalu
bereaksi dengan karbonik dengan terbentuknya natrium bikarbonat.
Dengan demikian cadangan alkali dapat pulih kembali.15
2.1.5 Penatalaksanaan
Pada preeklamsia Tujuan utama dari manajemen ekspektatif adalah untuk
memperbaiki luaran perinatal dengan mengurangi morbiditas neonatal serta
memperpanjang usia kehamilan tanpa membahayakan ibu. 17
Pemberian Magnesium Sulfat
Tujuan utama pemberian magnesium sulfat pada preeklampsia adalah
untuk mencegah dan mengurangi angka kejadian eklampsia, serta mengurangi
morbiditas dan mortalitas maternal serta perinatal.7
Cara kerja magnesium sulfat belum dapat dimengerti sepenuhnya. Salah
satu mekanisme kerjanya adalah menyebabkan vasodilatasi melalui relaksasi dari
otot polos, termasuk pembuluh darah perifer dan uterus, sehingga selain sebagai
antikonvulsan, magnesium sulfat juga berguna sebagai antihipertensi dan
tokolitik. Magnesium sulfat juga berperan dalam menghambat reseptor N-metil-
D-aspartat (NMDA) di otak, yang apabila teraktivasi akibat asfiksia, dapat
menyebabkan masuknya kalsium ke dalam neuron, yang mengakibatkan
kerusakan sel dan dapat terjadi kejang.6
Efek samping penggunaan magnesium sulfat berhubungan dengan efek
samping minor yang lebih tinggi seperti rasa hangat, flushing, nausea atau
muntah, kelemahan otot, ngantuk, dan iritasi dari lokasi injeksi.
Waktu pemberian, durasi . belum ada kesepakatan dari penelitian yang
telah dipublikasi mengenai waktu yang optimal untuk memulai magnesium sulfat,
dosis (loading dan pemeliharaan), rute administrasi (intramuskular atau intravena)
serta lama terapi.7
Guideline RCOG merekomendasikan dosis loading magnesium sulfat 4 g
selama 5 10 menit, dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 1-2 g/jam selama 24
jam post partum atau setelah kejang terakhir, kecuali terdapat alasan tertentu
untuk melanjutkan pemberian magnesium sulfat. Pemantauan produksi urin,
refleks patella, frekuensi napas dan saturasi oksigen penting dilakukan saat
memberikan magnesium sulfat. Pemberian ulang 2 g bolus dapat dilakukan
apabila terjadi kejang berulang. 11 Pada penelitian Magpie, membandingkan
pemberian magnesium sulfat regimen intravena, dosis loading 4-6 g, dan
pemeliharaan 1-2 g/jam, dengan dosis loading intravena dan pemeliharaan
intramuskular.
Antihipertensi
European Society of Cardiology (ESC) guidelines 2010
merekomendasikan pemberian antihipertensi pada tekanan darah sistolik 140
mmHg atau diastolik 90 mmHg pada wanita dengan hipertensi gestasional
(dengan atau tanpa proteinuria), hipertensi kronik superimposed, hipertensi
gestasional, hipertensi dengan gejala atau kerusakan organ subklinis pada usia
kehamilan berapa pun. Pada keadaan lain, pemberian antihipertensi
direkomendasikan bila tekanan darah 150/95 mmHg.17,18 Berdasarkan hasil
penelitian indikasi utama pemberian obat antihipertensi pada kehamilan adalah
untuk keselamatan ibu dalam mencegah penyakit serebrovaskular.18
Calcium Channel Blocker
Calcium channel blocker bekerja pada otot polos arteriolar dan menyebabkan
vasodilatasi dengan menghambat masuknya kalsium ke dalam sel. Berkurangnya
resistensi perifer akibat pemberian calcium channel blocker dapat mengurangi
afterload, sedangkan efeknya pada sirkulasi vena hanya minimal. Pemberian
calcium channel blocker dapat memberikan efek samping maternal, diantaranya
takikardia, palpitasi, sakit kepala, flushing, dan edema tungkai akibat efek lokal
mikrovaskular serta retensi cairan. 19
Nifedipin (tokolisis) penggunaan nifedipin oral menurunkan tekanan
darah lebih cepat dibandingkan labetalol intravena, kurang lebih 1 jam setelah
awal pemberian. Nifedipin selain berperan sebagai vasodilator arteriolar ginjal
yang selektif dan bersifat natriuretik, dan meningkatkan produksi urin.
Dibandingkan dengan labetalol yang tidak berpengaruh pada indeks kardiak,
nifedipin meningkatkan indeks kardiak yang berguna pada preeklampsia berat16
Regimen yang direkomendasikan adalah 10 mg kapsul oral, diulang tiap 15 30
menit, dengan dosis maksimum 30 mg. Penggunaan berlebihan calcium channel
blocker dilaporkan dapat menyebabkan hipoksia janin dan asidosis. Hal ini
disebabkan akibat hipotensi relatif setelah pemberian calcium channel blocker16
Kombinasi nifedipin dan magnesium sulfat menyebabkan hambatan
neuromuskular atau hipotensi berat, hingga kematian maternal.19
Nikardipin merupakan calcium channel blocker parenteral, yang mulai
bekerja setelah 10 menit pemberian dan menurunkan tekanan darah dengan efektif
dalam 20 menit (lama kerja 4 -6 jam). Efek samping pemberian nikardipin
tersering yang dilaporkan adalah sakit kepala.19 Dibandingkan nifedipin,
nikardipin bekerja lebih selektif pada pembuluh darah di miokardium, dengan
efek samping takikardia yang lebih rendah. Laporan yang ada menunjukkan
nikardipin memperbaiki aktivitas ventrikel kiri dan lebih jarang menyebabkan
iskemia jantung.19 Dosis awal nikardipin yang dianjurkan melalui infus yaitu 5
mg/jam, dan dapat dititrasi 2.5 mg/jam tiap 5 menit hingga maksimum 10 mg/jam
atau hingga penurunan tekanan arterial rata rata sebesar 25% tercapai. Kemudian
dosis dapat dikurangi dan disesuaikan sesuai dengan respon.19
Beta-blocker
Atenolol merupakan beta-blocker kardioselektif (bekerja pada reseptor P1
dibandingkan P2). Atenolol dapat menyebabkan pertumbuhan janin terhambat,
terutama pada digunakan untuk jangka waktu yang lama selama kehamilan atau
diberikan pada trimester pertama, sehingga penggunaannya dibatasi pada keadaan
pemberian anti hipertensi lainnya tidak efektif.17,19
Metildopa. Metildopa, agonis reseptor alfa yang bekerja di sistem saraf
pusat, adalah obat antihipertensi yang paling sering digunakan untuk wanita hamil
dengan hipertensi kronis. Digunakan sejak tahun 1960, metildopa mempunyai
safety margin yang luas (paling aman). Walaupun metildopa bekerja terutama
pada sistem saraf pusat, namun juga memiliki sedikit efek perifer yang akan
menurunkan tonus simpatis dan tekanan darah arteri. Frekuensi nadi, cardiac
output, dan aliran darah ginjal relatif tidak terpengaruh. Efek samping pada ibu
antara lain letargi, mulut kering, mengantuk, depresi, hipertensi postural, anemia
hemolitik dan drug-induced hepatitis." Metildopa biasanya dimulai pada dosis
250-500 mg per oral 2 atau 3 kali sehari, dengan dosis maksimum 3 g per hari.
Efek obat maksimal dicapai 4-6 jam setelah obat masuk dan menetap selama 10-
12 jam sebelum diekskresikan lewat ginjal. Alternatif lain penggunaan metildopa
adalah intra vena 250-500 mg tiap 6 jam sampai maksimum 1 g tiap 6 jam untuk
krisis hipertensi. Metildopa dapat melalui plasenta pada jumlah tertentu dan
disekresikan di ASI.17
Kortikosteroid
Kortikosteroid diberikan untuk pematangan paru, Kortikosteroid diberikan pada
usia kehamilan >28 minggu sampai < 34 minggu untuk menurunkan risiko RDS
dan mortalitas janin serta neonatal

2.2 Kematian Janin (IUFD)


2.2.1. Definisi
Menurut WHO dan The American College of Obstetrician and
Gynecologists yang disebut kematian janin adalah janin yang mati dalam rahim
dengan berat badan 500 gram atau lebih atau kematian janin dalam rahim pada
kehamilan 20 minggu atau lebih. Kematian janin adalah hasil akhir dari gangguan
pertumbuhan janin (IUGR), gawat janin, atau infeksi.12
2.2.2. Diagnosis
Umumnya penderita mengeluh gerakan janin berkurang, pada
pemeriksaan fisik didapatkan tidak terdengar denyut jantung janin. Diagnosis
pasti ditegakan dengan USG didapatkan tidak tampak adanya gerakan jantung
janin.12
Pada anamnesis gerakan janin menghilang. Pada Pemeriksaan fisik
pertumbuhan janin tidak ada hal ini terlihat dari tinggi fundus uteri menurun, berat
badan ibu menurun dan lingkaran perut ibu mnegecil. Dengan Fetoskop dan
doppler tidak dapat didengar adanya bunyi jantung janin. Dengan USG tampak
gambaran janin tanpa tanda kehidupan. Foto radiologi setelah 5 hati didapatkan
tampak tulang kepala kolaps , tulang kepala saling tumpang tindih (spalding)
tulang belakang hiperrefleksi , edema sekitar tulang kepala,tampak gambaran gas
jantung dan pembuluh darah.12
Pemeriksaan HCG urin didapatkan hasil negatif beberapa hari setelah
kematian janin. Komplikasi yang dapat terjadi ialah trauma psikis ibu maupun
keluarga bila waktu antara kematian janin dan persalinan lama. Bila terjadi
ketuban pecah maka dapat terjadi infeksi. Koagulopati terjadi jika kematian janin
>2minggu.
2.2.3. Etiologi
a. Faktor maternal
Posterm (>42 minggu), diabetes melitus tidak terkontrol, sistemik lupus
erimatous, hipertensi, preeklamsia, eklamsia, hemoglobinopati, umur ibu tua,
penyakit resus, ruptur uteri, antiposfolipid sindrom, hipotensi akut ibu,
kematian ibu.
b. Faktor Fetal
Hamil kembar, hamil tumbuh terhambat, kelainan kongenital, kelainan
gentetik, dan infeksi
c. Faktor plasenta
Kelainan tali pusat, lepasnya plasenta, ketupan pecah dini, vasa previa
d. Faktor lain
Usia ibu >40 tahun, pada ibu infertil, kemokonsentrasi pada ibu, riwayat bayi
dengan BBLR, infeksi ibu (ureplasma urelitikum), kegemukan, ayah berusia
lanjut
2.2.4. Komplikasi IUFD

1. Disseminated Intravascular Coagulopathy (DIC) :

Janin yang mati kebocoran tromboplastin dan bahan seperti

tromboplastin yang melintasi plasenta menuju sirkulasi ibu konsumsi

faktor-faktor koagulasi termasuk factor V,VIII, protrombin,dan trombosit

manifestasi klinis koagulopati intravascular diseminata (DIC)

2. Ensefalomalasia multikistik:

Hal ini dapat terjadi pada kehamilan kembar, terutama kehamilan

monozigotik dimana memiliki sirkulasi bersama antara janin kembar yang

masih hidup dengan yang salah satu janinnya meninggal. Dalam hal ini

sering kali mengakibatkan kematian segera janin lainnya. Jika janin kedua

masih dapat bertahan hidup, maka janin tersebut memiliki risiko tinggi

terkena ensefalomalasia multikistik.

Bila salah satu bayi kembar ada yang meninggal dapat terjadi

embolisasi bahan tromboplastik dari janin yang meninggal melalui

komunikasi vaskular plasenta ke janin yang masih hidup dengan atau tanpa

perubahan hemodinamik (hipotensi) pada saat kematian janin seingga

terjadi infark cedera selular pada otak (ensefalomalasia multikistik, yang

diagnosisnya dikonfirmasi dengan ekoensefalografi), usus, ginjal, dan paru.4

3. Hemoragic Post Partum

Hipofibrinogenemia (kadar fibrinogen < 100 mg%), biasa pada 4-5

minggu sesudah IUFD (kadar normal fibrinogen pada wanita hamil adalah

300-700mg%). Akibat kekurangan fibrinogen maka dapat terjadi hemoragik

post partum, biasanya berlangsung 2-3 minggu setelah janin mati.


4. Dampak psikologis

Dampak psikologis dapat timbul pada ibu setelah lebih dari 2 minggu

kematian janin yang dikandungnya atau segera setelah ibu mengetahui

kondisi yang ia alami.

Anda mungkin juga menyukai