Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

Mata merupakan organ dengan komponen mikrosirkulasi yang dapat


terlihat. Akibatnya penyakit vaskular yang mengenai mata dapat dilihat langsung.
Selain itu, mata memberikan petunjuk penting mengenai perubahan vaskular
patologis pada seluruh tubuh.
Retina merupakan bagian yang cenderung terkena banyak penyakit, baik
yang diturunkan maupun yang didapat. Secara umum penyakit vaskular retina
berasal dari dua perubahan sirkulasi kapiler retina yaitu kebocoran mikrosirkulasi
dan oklusi mikrosirkulasi. Kedua proses tersebut akan memberikan gambaran
penyakit yang berbeda. Kebocoran mikrosirkulasi misalnya, akan menyebabkan
perdarahan, edema retina dan pembentukan eksudat. Sedangkan oklusi kapiler
dapat memicu proses pembentukan pembuluh baru, pertumbuhan vena iregular,
atau penurunan penglihatan bila berlangsung secara akut.
Oklusi kapiler retina dapat terjadi pada pembuluh sentral ataupun
pembuluh cabang yang secara umumnya disebabkan oleh emboli.1 Keadaan ini
merupakan keadaan emergensi opthamologi yang dapat menyebabkan kebutaan.
Namun penyakit ini bukan suatu penyakit yang berdiri sendiri.
Pada tahun 1859, Van Graefe menggambarkan Central Retinal Artery
Occlusion (CRAO) sebagai proses penyumbatan arteri sentral retina yang
disebabkan oleh emboli pada pasien yang menderita endokarditis. Pada tahun
1868, Mauthner beranggapan bahwa suatu proses vasokonstriksi dapat
menyebabkan oklusi dari arteri retina.3 Penyebab dari CRAO dianggap sebagai
proses multifaktorial, yang disebabkan oleh kelainan-kelainan sistemik yang lain.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi dan Fisiologi Retina


Retina merupakan suatu srtuktur yang kompleks dimana terdiri dari 10
lapisan yang terpisah yang terdiri dari bagian fotoresertor, neuron, sel ganglion
maupun serabut saraf optik. Retina bertanggung jawab dalam proses pengubahan
cahaya menjadi sinyal listrik dan pengintegrasian awal dari sinyal-sinyal tersebut.
Lapisan-lapisan retina tersebut secara berurutan adalah: dan terdiri atas
lapisan:
a. Membran limitan interna, merupakan membrane hialin antara retina dan
badan kaca.
b. Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju kearah
saraf optik. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh
darah retina.
c. Lapis sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua.
d. Lapis pleksiform dalam, merupakan lapis aselular tempat sinaps sel
bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion.
e. Lapis nucleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel
Muller. Lapis ini mendapatkan metabolism dari arteri retina sentral.
f. Lapis pleksiform luar, merupakan lapis aseluler dan merupakan tempat
sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.
g. Lapis nucleus luar, merupakan susunan lapis nucleus sel kerucut dan
batang. Ketiga lapis diatas avaskular dan mendapatkan metabolism dan
kapiler koroid.
h. Membran limitan eksterna yang merupakan membran ilusi.
i. Lapisan fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang
yang mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucut.
Sel kerucut bertanggugn jawab untuk penglihatan siang dan sensitif
terhadap panjang gelombang pendek, menengah dan tinggi, yang
membuatnya dapat membedakan warna. Sel ini terkonsentrasi di fovea.

2
Sel batang berfungsi untuk penglihatan malam dan sensitif terhadap
cahaya namun tidak terhadap panjang gelombang cahaya (tidak
membedakan warna). Sel batang menyususn sebagian besar fotoreseptor di
retina bagian lainnya.
j. Epitel Pigmen Retina (EPR), merupakan bagian perbatasan anatara retina
dengan koroid.

Arteri opthalmika merupakan cabang pertama dari arteri karotis interna


dan memasuki kavum orbita bersamaan dengan saraf oftalmikus melalui foramen
oftalmikus. Cabang pertama arteri opthalmika adalah arteri retina sentralis sebagai
penyuplai darah ke retina. Arteri posterior siliaris yang merupakan cabang dari
arteri ophtalmika akan menyuplai darah ke koroid. Pada sekitar 14% populasi
terdapat variasi cabang silioretinal dari arteri siliaris posterior yang akan
memberikan tambahan suplai darah pada makula dari sirkulasi koroid.

3
4
2. Oklusi Arteri Sentralis Retina

Central Retinal Artery Occlusion (CRAO) merupakan suatu penyumbatan


pada pembuluh arteri retina sentral yang umumnya disebabkan oleh emboli.
Keadaan ini berlangsung secara akut dan merupakan emergensi oftamologi yang
dapat menyebabkan kebutaan.

2.1. Epidemiologi
Data pada studi di Amerika, menunjukkan bahwa CRAO ditemukan tiap
1:10.000. Bahkan pada 1-2% penderita, ditemukan ganguan mata bilateral.
Umumnya penderita laki-laki lebih tinggi dari pada wanita. Kebanyakan penderita
berusia sekitar 60 tahun, namun pada beberapa kasus dijumpai mengenai
penderita yang lebih muda hingga usia 30 tahun. Umumnya insiden pada
kelompok usia yang berbeda disebakan penyebab yang berbeda pula.
Insidensi dijumpai meningkat pada penderita hipertensi, diabetes, systemic
heart disease, penyakit kardiovaskular, perokok, obesitas, subakut bacterial
endocarditis, tumor, leukemia, pengguna kortikosteroid suntikan, polyarteritis
nodosa, syphilis, trauma tumpul, paparan radiasi, dan pengguna kokkain.
2.2. Etiologi
CRAO bukan suatu penyakit yang berdiri sendiri. Penyebab dari CRAO
dianggap sebagai proses multifaktorial, yang disebabkan oleh kelainan-kelainan
sistemik yang lain. CRAO dapat diakibatkan oleh:
Proses aterosklerosis dan trombosis yang terjadi pada lamina cribosa.
Emboli yang berasal dari arteri karotis atau proses lain di jantung. Emboli
dianggap sebagai penyebab CRAO yang tersering.
Emboli dapat terbentuk dari berbacam sumber di tubuh. Jenis emboli yang
dapat menyebkan obstruksi pada arteri retina adalah:
Jenis Emboli Sumber
Calcium emboli Plak atheromatous yang berasal dari
arteri karotis ataupun katup jantung
Cholesterol emboli Plak atheromatous yang berasal dari
arteri carotid
Thrombocyte-fibrin Pada atrial fibrillation, myocardial

5
emboli (gray) infarction, ataupun pada operasi jantung
Myxoma emboli Pada atrialmyxoma (umumnya usia
muda)
Bacterial ataupun Pada endocarditis dan septicemia
mycotic emboli (Roth
spots)

Obliterasi arteri retina yang berkaitan dengan peradangan pada arteritis


maupun periarteritis. Proses inflamasi yang mencetuskan oklusi seperti pada
arteritis temporal merupakan penyebab yang jarang terjadi.
Angiospasme merupakan penyebab yang jarang. Penyebab terjadinya spasme
pada pembuluh antara lain pada migren, keracunan alkohol, tembakau, kina,
atau timah hitam.
Peningkatan tekanan intra okular yang sangat tinggi juga dikaitkan dengan
kejadian obstruksi pada arteri retina, seperti yang terjadi pada akut glaukoma
sudut tertutup.
Gangguan trombofilia, dimana hal ini berkaitan dengan CRAO yang terjadi
pada usia muda.

2.3. Patofisiologi
Central Retinal Artery Occlusion (CRAO) akan mengakibatkan kebutaan
yang disebabkan kurangnya asupan darah pada lapisan retina bagian dalam.
Secara akut, obstruksi, yang diakibatkan emboli misalnya, akan membuat
terjadinya edema lapisan dalam retina dan pyknosis sel ganglion nukleus. Iskemik
yang diikuti nekrosis akan terjadi, sehingga retina memberikan gambaran opak
dan warna putih kekuningan. Opasitas akan bertambah pada bagian posterior
dikarenakan bertambahnya ketebalan lapisannya, dan sebaliknya pada fovea yang
memberikan gambaran cherry-red spot.

2.4. Gambaran Klinis


Umumnya pasien akan mengeluhkan penurunan penglihatan yang terjadi
secara tiba-tiba, tanpa disertai rasa nyeri dan menetap pada salah satu mata. Pada

6
90% penderita, kemampuan visus menurun hingga menghitung jari, persepsi
cahaya, bahkan kebutaan.
Keluhan nyeri pada pesien lebih mengarahkan pada proses iskemik okular
yang sedang berlangsung. Hal ini umumnya disebabkan oleh gangguan sirkuasi
pada arteri karotis dan bukan disebabkan suatu oklusi arteri retina.
Pada beberapa pasien dapat dijumpai amaurosis fugax, merupakan proses
penurunan penglihatan secara transien yang dapat terjadi selama beberapa detik
hingga beberapa menit, namun dapat pula bertahan hingga 2 jam. Umumnya
penglihatan dapat kembali seperti sebelumnya setelah serangan amaurosis fugax
berakhir.
Monokular amaurosis fugax dapat pula terjadi akibat hipotensi ortostatik,
spasme pembuluh darah, aritmia, migren retina, anemia, arteritis dan koagulopati.
Hilangnya penglihatan jarang mencapai total dan dapat merupakan gejala awal
dari obstruksi dini arteri sentral. Amaurosis fugax merupakan tanda yang paling
sering dijumpai pada insufisiensi arteri karotis atau terdapatnya emboli pada arteri
oftalmika retina.
Pada ameurosis fugax umumnya tidak dijumpai kelainan fundus karena
pendeknya serangan. Kadang-kadang terlihat adanya plaque putih atau cerah atau
suatu embolus di dalam arteriol.
Penting untuk menanyakan riwayat penyakit penderita yang dapat menjadi
predisposisi pembentukan trombus, seperti atrial fibrilasi, endokarditis, penyakit-
penyakit atherosklerosis, keadaan koagulopati ataupun hiperkogulasi. Begitu pula
dengan riwayat pengobatan.
Pemeriksaan yang perlu dilakukan pada penderita yang diduga mengami
CRAO meliputi:
Penilaian visus, umumnya menurun hingga menghintung jari, lambaian
tangan ataupun tanpa persepsi cahaya.
Pemeriksaan reaksi pupil, menjadi lambat atau menghilang dan dapat
anisokor.
Permeriksaan defek pada pembuluh retina dengan funduskopi, dapat
memberikan gambaran:
- Seluruh retina menjadi pucat akibat edema dan gangguan nutrisi.

7
- Gambaran cherry-red spot pada makula lutea. Hal ini muncul setelah
terjadi infark pada lapisan retina yang menyebabkan terjadi edema.
Akibatnya lapisan retina akan tampak pucat kecuali pada daerah
makula yang tetap berwarna merah karena lapisannya yang tipis.
- Tanda Boxcar dapat terlihat pada arteri maupun vena, dimana hal ini
menunjukkan adanya obstruksi yang berat.
- Emboli dapat terlihat pada 20% kasus.

(Ophthalmology at a Glance)

Lakukan pemeriksaan kardiovaskular untuk mendengar adanya murmur


jantung ataupun bruit karotis.

8
Pemeriksaan menyeluruh untuk menilai kelemahan otot, demam, nyeri
tekan pada temporal ataupun adanya arteri yang teraba, jaw claudication,
untuk menyingkirkan adanya arteritis temporal.

2.5. Diagnosis
Dari uraian diatas, pada pasien CRAO umumnya pasien datang dengan
keluhan utama penurunan penglihatan yang terjadi secara tiba-tiba, tanpa disertai
nyeri, dan umumnya unilateral. Pada pemeriksaan, dijumpai penurunan visus
hingga menghitung jari ataupun persepsi cahaya maupun kebutaan. Pada
funduskopi dapat ditemui: gambaran fundus menjadi pucat akibat edema retina,
fovea tidak terlihat edema, dapat terlihat gamabaran cherry-red spot, arteriol
menjadi dangkal dan irreguler, serta tanda boxcar pada bagian vena.
Pemeriksaan EKG dapat dilakukan untuk menilai adanya kemungkan atrial
fibrilasi. Pasien yang dicurigai aritmia yang tak didapati pada EKG serial dapat
dilakukan EKG-holter (monitor 24 jam).
Proses pencitraan sangat membantu dalam menentukan proses primer yang
menyebabkan CRAO. Ultrasoud pada karotis dapat mendeteksi penyakit
atherosklerosis yang lebih sensitif dari pemeriksaan Dopler yang hanya menilai
aliran. Pemeriksaan MRA dapat memberikan gambaran yang lebih jelas pada
obstruksi yang terjadi.

2.6. Diagnosis Banding


Diagnosis banding oklusi arteri retina sentral adalah oklusi arteri
oftalmikus dan Tay-Sachs disease. Oklusi arteri oftalmikus memberikan
gambaran retina yang lebih putih, tetapi tidak memperlihatkan gambaran
cherry red spot. Tay-Sachs disease memberikan gambaran cherry red spot,
tetapi lebih sering terdapat pada usia muda, dan bersifat bilateral.
Pemeriksaan elektroretinography pada oklusi arteri oftalmikus,
memperlihatkan penurunan amplitudo gelombang-a dan gelombang-b, yang
menunjukkan adanya iskemik pada lapisan dalam dan luar retina.

2.7. Penatalaksanaan

9
Sebagai suatu keadaan emergensi, penanganan yang segera untuk
mengembalikan aliran darah pada retina kemungkinan akan sangat bermanfaat
bila dilakukan sedini mungkin. Penanganan awal sebagai tindakan emergensi
yang dapat dilakukan adalah:

1. Menurunkan tekanan intraokular.


Dapat diberikan obat topikal (tetes mata) golongan -blocker ataupun
pemberian acetazolamide secara intavena dapat mennyebabkan penurunan
TIO yang segera.

2. Ocular massage.
Dilakukan dengan gerakan berputar selama 10 detik pada bola mata dan
dilepas kemudian dilakukan berulang-ulang.
Cara tradisional tersebut bertujuan meningkatkan tekanan introkular di dalam
mata akibat tekanan yang terputus dan merangsang mekanisme autoregulator.
Saat pemijatan dengan jari, tenaga yang diberikan akan membuat retina
menganggap adanya hipoxia sehingga terjadi dilatasi vaskular retina sehingga
aliran darah meningkat. Ketika pemijatan dihentikan, cairan akan mengalir
dan terjadi penurunan resistensi dari aliran darah. Harapannya adalah terjadi
perpindahan emboli menjadi lebih dalam dan menyelamatkan sebagian daerah
retina.

3. Konsultasi urgensi pada opthamologist dengan persiapan untuk dilakukannya


tindakan penangan yang lebih agresif jika diindikasikan, seperti parasintesis
camera okuli anterior (COA).
Parasintesis dilakukan dengan anastesi lokal dan menggunakan jarum suntik
30G pada spuit 1cc. Insersi dilakukan pada daerah limbus dengan hati-hati dan
menjaga agar jarum tidak merusak lensa. Cairan diambil sebanyak 0.1-0.2 cc.
Kemudian jarum ditarik keluar dan diberikan obat tetes mata berupa antibiotik
topikal. Dengan tindakan ini diharapkan terjadi penurunan TIO yang akan
memicu peningkatan perfusi yang akan mendorong emboli bergerak lebih
dalam.

10
Tujuan dari pengobatan yang diberikan pada kasus CRAO adalah untuk:
Menurunkan TIO, hal ini dapat dicapai dengan pemberian obat-obatan
golongan karbonik anhidrase inhibitor, diuretik hiperosmolar,
simpatomimetik dan timoptik, seperti yang diberikan pada penderita
glaukoma. Penurunan TIO dapat pula dicapai dengan parasintesis camera
okuli anterior, seperti yang dijelaskan di atas.
Menambah perfusi pada retina, diperoleh melalui pemberian obat
vasodilator, peningkatan pCO2, atau dengan pemberian agen trombolitik
perifer untuk memindahkan trombus. Pendapat lain mengatakan
pemberian aspirin pada fase akut dapat beranfaat.
Meningkatkan oxygen delivery pada daerah yang hipoxia, dicapai dengan
memberikan oxygen konsentrasi tinggi maupun dengan Terapi Oxygen
Hiperbarik. Hal ini hanya dapat bermanfaat bila diberikan dalam 2-12 jam
setelah onset.
Pemberian oxygen dan peningkatan pCO2 umumnya dilakukan dengan
pemberian bantuan nafas dengan campuran 5% CO2 dan 95% O2 selama
10 menit yang dilakukan setiap 2 jam selama 2 hari.

2.8. Komplikasi
Komplikasi oklusi arteri retina sentral adalah rubeosis iridis dan

neovaskularisasi diskus optik. Rubeosis iridis atau neovaskularisasi iris


terjadi pada sekitar 18% penderita dalam 4 bulan setelah oklusi, yang
biasanya timbul pada minggu ke 4 s/d 5.
Terapi dengan laser panretinal photocoagulation terbukti efektif pada
65% penderita untuk mengatasi pembuluh darah baru di iris.
Neovaskularisasi diskus optik ditemukan pada 2-3% kasus. Penderita
oklusi arteri retina sentral dianjurkan kontrol ulang secara ketat selama 3
bulan pertama sehubungan dengan resiko komplikasi neovaskularisasi iris
dan diskus optik.
Penelitian retrospektif yang dilakukan oleh Duker dkk melaporkan
insiden neovaskularisasi iris pada 28 dari 168 (16,6%) penderita oklusi arteri

11
retina sentral. Onset eovaskularisasi iris biasanya 1 bulan setelah oklusi
arteri retina sentral. Oklusi yang berat atau total mempunyai kemungkinan
lebih besar terbentuknya neovaskularisasi di iris.
Penelitian lain oleh Duker dkk mendapatkan insiden neovaskularisasi
diskus optik sebagai komplikasi oklusi arteri retina sentral sebesar 1,8%
(3 dari168). Angka ini merupakan estimasi terendah karena tidak semua
pasien mengikuti follow up lengkap. Penelitian ini juga menemukan adanya
neovaskularisasi iris pada 2 dari 3 pasien tersebut.
Selain komplikasi okular, pasien dengan kelainan oklusi pembuluh
darah retina mempunyai resiko 10% terkena stroke pada tahun pertama
penyakit dan resiko meningkat sebesar 6% setiap tahunnya.

2.9. Prognosis
Umumnya pasien dengan CRAO akan mengalami penurunan tajam
penglihatan hingga menghitung jari maupun lambaian tangan. Namun pada 10%
pasien dengan variasi pembuluh silioretinal tajam penglihatan meningkat menjadi
sekitar 20/50.
Dari data didapati bahwa pasien dengan emboli yang terlihat pada
retinanya, baik menimbulkan obstruksi atau tidak memiliki mortality rate sebesar
56% dalam 9 tahun, dan 27% pada populasi seusia yang tidak memiliki gambaran
emboli pada retinanya. Sedangkan pada pasien yang menderita CRAO, harapan
hidup pasien adalah sekitar 5.5 tahun, dibandingkan 15,4 tahun pada penderita
tanpa CRAO pada kelompok usia yang sama.

BAB III
KESIMPULAN

Oklusi arteri retina sentral merupakan sumbatan yang terjadi pada arteri
retina sentral. Kejadian pada pasien laki-laki lebih banyak daripada perempuan,

12
dapat dijumpai pada berbagai usia, dan diperberat oleh beberapa penyakit
misalnya hipertensi, diabetes, penyakit kardivaskular, dan lain-lain. Etiologi
tersering adalah emboli. Gejala klinis CRAO adalah penurunan penglihatan yang
terjadi tiba-tiba, tanpa rasa nyeri, dan menetap pada mata. Pemeriksaan yang
dilakukan adalah visus sampai menghitung jari, lambai tangan, atau cahaya, lalu
reaksi pupil berkurang atau menghilang, serta funduskopi yaitu gambaran cherry
red spot. Tatalaksana pada kasus emergency CRAO adalah menurunkan tekanan
intraocular dengan obat-obatan atau dengan parasintesis. Prognosis pada CRAO
penurunan tajam penglihatan yang menetap dan memburuk apabila tidak ditangani
dengan tepat.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. James, B., Chew, Chris. and Bron Anthony. Lecture Note Oftamologi. 2006.
Jakarta: Erlangga. 7-8; 129-139.

2. Ilyas, S. Ilmu Penyakit Mata Edisi Keempat. Jakarta: Balai Penerbit - FKUI.
2012;9-10,198

3. Graham, R.H. Central Retinal Artery Occlusion. Medscape Reference. 2009.


Diakses dari: http://emedicine.medscape.com/article/1223625-overview [29
Februari 2017]

4. Riordan P. Oftalmologi Umum (Vaughan & Asbury General Opthalmology)


Edisi 17. 2013. Jakarta : EGC

14

Anda mungkin juga menyukai