Anda di halaman 1dari 4

Judul Jurnal : Research in Autism Spectrume Disorders

Judul : Communication Intervention in Rett Syndrome: A Systematic Review


Volume : Vol. 3, p. 304-318 (doi:10.1016/j.rasd.2008.09.006)
Tahun : 2009
Penulis : Jeff Sigafoos, Vanessa A. Green, Ralf Schlosser, Mark F. Oeilly, Giulio
E. Lancioni, Mandy Rispoli, and Russell Lang
Reviewer : Uni Kartika Sari
Tanggal : 20 Maret 2017

1. Latar Belakang
Rett Syndrom adalah suatu gangguan pada perkembangan syaraf (neurodevelopmental)
yang disebabkan oleh genetik X, dimana paling sering terjadi pada wanita. Rett Syndrom
merupakan gangguan yang tidak dapat disembuhkan. Oleh karena itu, dibutuhkan penelitian
yang lebih detail dan merinci agar dapat diketahui perencanaan penanganan yang tepat.
Penderita gangguan ini, pada umumnya akan banyak kehilangan kemampuan dalam
melakukan aktivitasnya, seperti kemampuan kognitif, motorik, komunikasi hingga
kemampuan bersosial. Kondisi kehilangan kemampuan ini mulai terjadi pada kisaran usia 6-
18 bulan.
Rett syndrom sering kali disalah pahami sebagai gangguan autis. Hal ini dikarenakan
gejala Rett syndrom yang menyerupai autis pada umumnya. Akan tetapi, perlu diketahui
Rett syndrom sendiri terjadi melalui 4 (empat) tahap. Pertama, (tahap permulaan) terjadi
pada usia 6-18 bulan, dimana ada penurunan perkembangan otak, yang ditandai dengan
penurunan tingkat bermain anak, komunikasi dan interaksi sosial. Tahap kedua, terjadi pada
usia 1-3 tahun, dimana seringkali ditandai dengan kehilangan kemampuan bicara dan fungsi
pergerakan tangan secara total ataupun mendekati kehilangan total. Tahap ketiga, yaitu pada
anak usia 2-10 tahun, yang memperlihatkan perkembangan gejala seizure, ataxia dan
scoliosis yang kian memperburuk keadaan, serta membatasi pergerakan anak sehingga
mengharuskan mereka menggunakan alat bantu seperi kursi roda. Tahap terakhir, dimana
keadaan si anak semakin menurun dengan dukungan stimulasi dari lingkungan yang
semakin rendah, sehingga mempercepat proses Rett Syndrom, dan si anak sendiri akan
menjadi tidak dapat berjalan, tidak dapat berbicara dan tidak dapat menggunakan tangannya
untuk melakukan aktifitas.
Akan tetapi, ada indikasi bahwa dalam dunia pendidikan, Rett Syndrom masih dapat
direduksi dengan stimulasi komunikasi serta pengajaran konkrit dan direct, yang tentunya
menggunakan metode serta perencanaan dan alat bantu yang tepat.

2. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui fungsi intervensi komunikasi pada
anak dengan gangguan Rett Syndrom dalam kegiatan belajar mengajar. Penelitian ini sendiri
ingin membuktikan bahwa pemberian pendidikan alternatif non verbal masih dapat
dipahami oleh anak dengan gangguan Rett Syndrom tersebut atau tidak. Tujuan selanjutnya
juga adalah untuk membandingkan gap antara penelitian lama dengan penelitian yang baru
mengenai pemberian perlakuan nonverbal serta isyarat atau gestur dari tahun ke tahun.

3. Metodologi
Peneliti melakukan sistematik review pada beberapa studi/penelitian yang pernah
dilakukan yang terkait dengan Rett Syndrom. Dalam melakukan sortir pada database yang
akan dianalisis, reviewer menetapkan kriteria database yang akan digunakan dalam review.
Adapun kriteria tersebut yaitu:
a. Lebih fokus pada pengembangan melalui kemampuan bicara/ komunikasi
b. Mengajarkan bentuk baru dari komunikasi
c. Dapat meningkatkan bentuk komunikasi yang lebih spesifik (seperti, meningkatkan
kalimat permintaan, atau interaksi)
d. Dapat meningkatkan partisipasi pada interkasi komunikasi (peningkatan perhatian
pada lawan bicara).

4. Hasil
Dari 32 penelitian yang potensial, kemudian 23 penelitian dikecualikan dan hanya
diambil 9 (sembilan) penelitian yang dipublish pada tahun 1995-2005, yang mana
kesmebilan studi tersebut diringkas dan dilakukan analisis. Partisipan: dari 9 penelitian,
jumlah partisipan keseluruhan adalah 31 partisipan, dimana masing-masing studi memiliki
rata-rata kisaran sebanyak 1-7 partisipan. Keseluruhan partisipan, didiagnosis memiliki
gangguan Rett Syndrom.
Hasil yang dikemukakan oleh Sigafoos et al menyatakan bahwa tujuan utama untuk
mengetahui teknik intervensi komunikasi yang digunakan dalam meningkatkan kemampuan
komunikasi non verbal anak dengan gangguan Rett Syndrom, tidak dapat ditemukan dan
dipastikan dnegan valid. Hal ini dikarenakan kesembilan studi yang terpilih sangat minim
pengetahuan akan desain eksperimen, sehingga partisipan menjadi tidak terkontrol.
Kemudian dalam penyajian data tidak disertakan reliabiltas dan integritas data yang
mendetail, sehingga apa yang ditemukan oleh peneliti tidak dapat dijadikan acuan yang
valid, apalagi untuk diterapkan pada bentuk perlakuan anak dengan gangguan Rett Syndrom
tersebut.
Sigafoos et al. menyatakan kembali bahwa dibandingkan dengan bentuk komunikasi
non verbal yang direkomendasikan beberapa penelitian yang telah dianalisis, beberapa fakta
mengungkapkan menggunakan bantuan medis serta perlakuan ringan seperti membiasakan
anak dengan gangguan Rett Syndrom dalam menekan tombol (seperti remote) akan lebih
berguna untuk membantu kebutuhan motorik si anak dibandingkan dengan mengajari
mereka berkomunikasi dengan gestur tubuh seperti mengajari menunjuk, serta mengajari
mereka untuk merespon teman saat berinteraksi.
Namun, setiap perlakuan pada anak dengan gangguan Rett Syndrom, tergantung pada
kebutuhan masing-masing anak tersebut. Misalnya pada stage 1 (tahap pada usia 6-18
bulan) akan berbeda dengan stage 2 (pada anak berusia 1-3 tahun). Kebutuhan ini juga
tergantung pada cepatnya gangguan Rett Syndrom terjadi serta kemampuan fisik pada si
anak tersebut. Akan tetapi, sayangnya, hingga dewasa ini penelitian-penelitian yang telah
disortir tersebut, belum dapat menampilkan serta membedakan jenis-jenis perlakuan yang
tepat untuk setiap tahap pada Rett Syndrom, sehingga bagi Sigafoos et al kemudian
merekomendasikan agar penelitian selanjutnya dapat melakukan penelitian dengan detail
yang konkrit serta valid dan dapat membedakan perlakuan pada tahap-tahap Rett Syndrom
yang telah dikemukakan sebelumnya.

5. Kesimpulan
Studi Sigafoos et al merupakan studi review yang menggunakan database penelitian
yang fokus pada intervensi komunikasi pada anak dengan gangguan Rett Syndrom. Dalam
review ini, Sigafoos et al mengungkapkan bahwa kesembilan studi yang terpilih belum
mampu menjawab perencanaan serta perlakuan yang tepat untuk meningkatkan kemampuan
komunikasi non verbal yakni melalui gestur tubuh anak. Hal ini dikarenakan, data-data yang
disajikan peneliti terdahulu tidak dapat dibuktikan dengan valid, tidak reliabel atau tidak
didukung data yang mendetail, sehingga tidak diketahui pre-post perlakuan pada partisipan.
Maka dari itu, bentuk intervensi komunikasi yang ada pada penelitian-penelitian tidak
direkomendasikan tanpa bantuan medis serta penelitian yang lebih mendalam, detail dan
terkontrol.
6. Kelebihan Penelitian
Penelitian ini mampu menjawab gap metodologi antara penelitian lama dengan
penelitian baru (1995-2005).
7. Kekurangan Penelitian
Karena hanya mereview, maka jurnal ini tidak banyak membantu dalam perencanaan
perlakukan untuk anak Rett Syndrom. Kurangnya dukungan teori serta rekomendasi
perlakuan dari penelitian yang relevan menjadi kekurangan penelitian Sigafoos et al yang
lain. Dengan kata lain, Sigafoos et al hanya berfokus pada penelitian yang direview, tanpa
ada tambahan problem solving yang relevan dari studi/jurnal lain diluar kebutuhan penelitian
meraka.

Anda mungkin juga menyukai