Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

CRONIK KIDNEY DISEASE

OLEH :
PRAMITA TANDIRERUNG.S.Kep

CI INSTITUSI

( )

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN TANA TORAJA


KOMUNITAS DAN KEPERAWATAN KELUARGA
PROGRAM PROFESI NERS
2015
CRONIK KIDNEY DISEASE (CKD)
1. DEFENISI
Berikut ini adalah pengertian tentang CKD menurut beberapa ahli dan sumber
diantaranya adalah :
1) Chronic Kidney Disease (CKD) adalah salah satu penyakit renal tahap akhir. CKD
merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible. Dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan
cairan elektrolit yang menyebabkan uremia atau retensi urea dan sampah
nitrogenlain dalam darah (Smeltzer dan Bare, 2001).
2) CKD adalah kerusakan faal ginjal yang hampir selalu tidak dapat pulih, dan dapat
disebabkan berbagai hal. Istilah uremia sendiri telah dipakai sebagai nama
keadaan ini selama lebih dari satu abad. Walaupun sekarang kita sadari bahwa
gejala CKD tidak selalu disebabkan oleh retensi urea dalam darah (Sibuea,
Panggabean, dan Gultom, 2005)
3) Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan
fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah). (Brunner & Suddarth, 2001; 1448)
4) Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan
lambat,biasanya berlangsung beberapa tahun. (Price, 1992; 812)

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa CKD adalah penyakit


ginjal yang tidak dapat lagi pulih atau kembali sembuh secara total seperti sediakala.
CKD adalah penyakit ginjal tahap akhir yang dapat disebabakan oleh berbagai hal.
Dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan elektrolit, yang menyebabkan uremia.
Sesuai dengan topik yang saya tulis didepan cronic kidney disease ( CKD ),pada
dasarnya pengelolaan tidak jauh beda dengan cronoic renal failure ( CRF ), namun
pada terminologi akhir CKD lebih baik dalam rangka untuk membatasi kelainan klien
pada kasus secara dini, kerena dengan CKD dibagi 5 grade, dengan harapan klien
datang/merasa masih dalam stage stage awal yaitu 1 dan 2. secara konsep CKD,
untuk menentukan derajat ( stage ) menggunakan terminology CCT ( clearance
creatinin test ) dengan rumus stage 1 sampai stage 5. sedangkan CRF ( cronic renal
failure ) hanya 3 stage. Secara umum ditentukan klien datang dengan derajat 2 dan 3
atau datang dengan terminal stage bila menggunakan istilah CRF.
2. ANATOMI DAN FISIOLOGI
a) Anatomi
Berikut ini adalah struktur dan anatomi ginjal menurut Pearce dan Wilson (2006) :
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen terutama didaerah lumbal,
disebelah kanan dan kiri tulang belakang, dibungkus lapisan lemak yang tebal
dibelakang pritonium. Kedudukan gijal dapat diperkirakan dari belakang, mulai
dari ketinggian vertebra torakalis terakhir sampai vertebra lumbalis ketiga. Dan
ginjal kanan sedikit lebihrendah dari ginjal kiri karena tertekan oleh hati.

Gambar : Anatomi ginjal tampak dari depan

Setiap ginjal panjangnya antara 12 cm sampai 13 cm, lebarnya 6 cm dan


tebalnya antara 1,5 sampai 2,5 cm, pada orang dewasa berat ginjal antara 140
sampai 150 gram. Bentuk ginjal seperti kacang dan sisi dalamnya atau hilus
menghadap ketulang belakang, serta sisi luarnya berbentuk cembung. Pembuluh
darah ginjal semuanya masuk dan keluar melalui hilus. Diatas setiap ginjal
menjulang kelenjar suprarenal.
Setiap ginjal dilingkupi kapsul tipis dan jaringan fibrus yang
membungkusnya, dan membentuk pembungkus yang halus serta didalamnya
terdapat setruktur-setruktur ginjal. Setruktur ginjal warnanya ungu tua dan terdiri
dari bagian kapiler disebelah luar, dan medulla disebelah dalam. Bagian medulla
tersusun atas 15 sampai 16 bagian yang berbentuk piramid, yang disebut sebagai
piramid ginjal. Puncaknya mengarah ke hilus dan berakhir di kalies, kalies akan
menghubungkan dengan pelvis ginjal.
Gambar : Potongan vertical ginjal
Struktur mikroskopik ginjal tersusun atas banyak nefron yang merupakan
satuan fungsional ginjal, dan diperkirakan ada 1.000.000 nefron dalam setiap
ginjal. Setiap nefron mulai membentuk sebagai berkas kapiler (Badan Malpighi /
Glomerulus) yang erat tertanam dalam ujung atas yang lebar pada unineferus.
Tubulus ada yang berkelok dan ada yang lurus. Bagian pertama tubulus berkelok-
kelok dan kelokan pertama disebut tubulus proksimal, dan sesudah itu terdapat
sebuah simpai yang disebut simpai henle. Kemudian tubulus tersebut berkelok
lagi yaitu kelokan kedua yang disebut tubulus distal, yang bergabung dengan
tubulus penampung yang berjalan melintasi kortek dan medulla, dan berakhir
dipuncak salah satu piramid ginjal.
Selain tubulus urineferus, setruktur ginjal juga berisi pembuluh darah yaitu
arteri renalis yang membawa darah murni dari aorta abdominalis ke ginjal dan
bercabang-cabang di ginjal dan membentuk arteriola aferen (arteriola aferentes),
serta masing-masing membentuk simpul didalam salah satu glomerulus.
Pembuluh eferen kemudian tampil sebagai arteriola eferen (arteriola eferentes),
yang bercabang-cabang membentuk jarring kapiler disekeliling tubulus uriniferus.
Kapiler-kapiler ini kemudian bergabung lagi untuk membentuk vena renalis, yang
membawa darah kevena kava inferior. Maka darah yang beredar dalam ginjal
mempunyai dua kelompok kapiler, yang bertujuan agar darah lebih lama
disekeliling tubulus urineferus, karena fungsi ginjal tergantung pada hal tersebut.
b) Fisiologi
Dibawah ini akan disebutkan tentang fungsi ginjal dan proses pembentukan
urin menurut Syaeifudin (2006).
a. Fungsi ginjal
Ginjal adalah organ tubuh yang mempunyai peranan penting dalam
sistem organ tubuh. Kerusakan ginjal akan mempengaruhi kerja organ lain dan
sistem lain dalam tubuh. Fungsi ginjal, yaitu:
1. Menyaring/membersihkan darah.
2. Mengatur volume darah.
3. Mendaur ulang air, mineral, glukosa, dan gizi.
4. Mengatur keseimbangan kandungan kimia darah/asam-basa.
5. Penghasil hormone.
b. Proses pembentukan urin.
Urin berasal dari darah yang dibawa arteri renalis masuk kedalam ginjal.
Darah ini terdiri dari bagian yang padat yaitu sel darah dan bagian plasma
darah, kemudian akan disaring dalam tiga tahap yaitu filtrasi, reabsorsi dan
ekresi (Syaefudin, 2006) :
1. Proses filtrasi.
Pada proses ini terjadi di glomerulus, proses ini terjadi karena proses aferen
lebih besar dari permukaan eferen maka terjadi penyerapan darah. Sedangkan
sebagian yang tersaring adalah bagian
cairan darah kecuali protein. Cairan yang disaring disimpan dalam simpay
bowman yang terdiri dari glukosa, air, natrium, klorida sulfat, bikarbonat dll,
yang diteruskan ke tubulus ginjal.
2. Proses reabsorsi.
Pada peroses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa,
natrium, klorida, fosfat, dan ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif yang
dikenal dengan proses obligator. Reabsorsi terjadi pada tubulus proksimal.
Sedangkan pada tubulus distal terjadi penyerapan kembali natrium dan ion
bikarbonat bila diperlukan. Penyerapannya terjadi secara aktif, dikenal dengan
reabsorsi fakultatif dan sisanya dialirkan pada papila renalis.
3. Proses ekresi.
Sisa dari penyerapan urin kembali yang terjadi pada tubulus dan diteruskan
pada piala ginjal selanjutnya diteruskan ke ureter dan masuk ke fesika urinaria.
3. ETIOLOGI
Infeksi misalnya pielonefritis kronik, glomerulonefritis
Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteria renalis
Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik,
poliarteritis nodosa,sklerosis sistemik progresif
Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,asidosis
tubulus ginjal
Penyakit metabolik misalnya DM,gout,hiperparatiroidisme,amiloidosis
Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbal
Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma,
fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur
uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.
4. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron
yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai
reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini
memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai dari nefronnefron rusak. Beban
bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat
diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang
rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana
timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas
kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini
fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau
lebih rendah itu. ( Barbara C Long, 1996, 368)
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka
gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis. (Brunner &
Suddarth, 2001 : 1448).
Klasifikasi
Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium :

- Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin serum normal
dan penderita asimptomatik.
- Stadium 2 : insufisiensi ginjal, dimana lebihb dari 75 % jaringan telah rusak, Blood
Urea Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum meningkat.
- Stadium 3 : gagal ginjal stadium akhir atau uremia.
Menurut Suwitra (2006) dan Kydney Organizazion (2007) tahapan CKD dapat
ditunjukan dari laju filtrasi glomerulus (LFG), adalah sebagai berikut :
1) Tahap I adalah kerusakan ginjal dengan LFG normal atatu meningkat > 90
ml/menit/1,73 m2.
2) Tahap II adalah kerusakan ginjal dengan penurunan LFG ringan yaitu 60-89
ml/menit/1,73 m2.
3) Tahap III adalah kerusakan ginjal dengan penurunan LFG sedang yaitu 30-59
ml/menit/1,73 m2.
4) Tahap IV adalah kerusakan ginjal dengan penurunan LFG berat yaitu 15-29
ml/menit/1,73 m2.
5) Tahap V adalah gagal ginjal dengan LFG < 15 ml/menit/1,73 m2.

Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT ( Clearance Creatinin Test ) dapat
digunakan dengan rumus :

Clearance creatinin ( ml/ menit ) = ( 140-umur ) x berat badan ( kg )

72 x creatini serum

5. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinik antara lain (Long, 1996 : 369):

a. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan
berkurang, mudah tersinggung, depresi
b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak
nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan, pruritis
mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.
Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain : hipertensi, (akibat
retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin - angiotensin aldosteron),
gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis
(akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah,
dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu
berkonsentrasi).
Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:

a. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi perikardiac dan gagal
jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan edema.
b. Gannguan Pulmoner
Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara krekels.
c. Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme protein dalam
usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut, nafas
bau ammonia.
d. Gangguan musculoskeletal
Resiles leg sindrom ( pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan ), burning feet
syndrom ( rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak kaki ), tremor, miopati
( kelemahan dan hipertropi otot otot ekstremitas.
e. Gangguan Integumen
Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning kuningan akibat penimbunan
urokrom, gatal gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.
f. Gangguan endokrin
Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi dan
aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan metabolic lemak dan vitamin D.
g. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa
Biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium dan
dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia.
h. System hematologi
Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin, sehingga
rangsangan eritopoesis pada sum sum tulang berkurang, hemolisis akibat
berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga terjadi
gangguan fungsi trombosis dan trombositopeni.

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Didalam memberikan pelayanan keperawatan terutama intervensi maka perlu
pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan baik secara medis ataupun kolaborasi antara
lain :
1.Pemeriksaan lab.darah

a. Hematologi
Hb, Ht, Eritrosit, Lekosit, Trombosit

b. RFT ( renal fungsi test )


ureum dan kreatinin

c. LFT (liver fungsi test )


d. Elektrolit
Klorida, kalium, kalsium

e. Koagulasi studi
PTT, PTTK

f. BGA
2. Urine

- urine rutin
- urin khusus : benda keton, analisa kristal batu
3. Pemeriksaan kardiovaskuler

- ECG
- ECO
4. Radidiagnostik

- USG abdominal
- CT scan abdominal
- BNO/IVP, FPA
- Renogram
- RPG ( retio pielografi )

7. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :
a) Konservatif
- Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
- Observasi balance cairan
- Observasi adanya odema
- Batasi cairan yang masuk
b) Dialysis
- peritoneal dialysis
biasanya dilakukan pada kasus kasus emergency.
Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut adalah
CAPD ( Continues Ambulatori Peritonial Dialysis )
- Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan menggunakan mesin.
Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui daerah femoralis namun untuk
mempermudah maka dilakukan :
- AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
- Double lumen : langsung pada daerah jantung ( vaskularisasi ke jantung )
Penderita CKD perlu mendapatkan penatalaksanaan secara khusus sesuai dengan
derajat penyakit CKD, bukan hanya penatalaksanaan secara umum. Menurut Suwitra
(2006), sesuai dengan derajat penyakit CKD dapat dilihat dalam tabel berikut :

Table 2.1 : Derajat CKD dan penatalaksanaan terapi

Menurut Suwitra (2006) penatalaksanaan untuk CKD secara umum antara lain adalah
sebagai berikut :
1. Waktu yang tepat dalam penatalaksanaan penyakit dasar CKD adalah sebelum
terjadinya penurunan LFG, sehingga peningkatan fungsi ginjal tidak terjadi. Pada
ukuran ginjal yang masih normal secara ultrasono grafi, biopsi serta pemeriksaan
histopatologi ginjal dapat menentukan indikasi yang tepat terhadap terapi spesifik.
Sebaliknya bila LFG sudah menurun sampai 2030 % dari normal terapi dari penyakit
dasar sudah tidak bermanfaat.
2. Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG pada pasien
penyakit CKD, hal tersebut untuk mengetahui kondisi komorbid yang dapat
memperburuk keadaan pasien. Faktor-faktor komorbid ini antara lain, gangguan
keseimbangan cairan, hipertensi yang tak terkontrol, infeksi traktus urinarius, obstruksi
traktus urinarius, obat-obat nefrotoksik, bahan radio kontras, atau peningkatan aktifitas
penyakit dasarnya. Pembatasan cairan dan elektrolit pada penyakit CKD sangat
diperlukan. Hal tersebut diperlukan untuk mencegah terjadinya edema dan komplikasi
kardiovaskuler. Asupan cairan diatur seimbang antara masukan dan pengeluaran urin
serta Insesible Water Loss (IWL). Dengan asumsi antara 500-800 ml/hari yang sesuai
dengan luas tubuh. Elektrolit yang harus diawasi dalam asupannya adalah natrium dan
kalium. Pembatasan kalium dilakukan karena hiperkalemi dapat mengakibatkan
aritmia jantung yang fatal. Oleh karena itu pembatasan obat dan makanan yang
mengandung kalium (sayuran dan buah) harus dibatasi dalam jumlah 3,5- 5,5 mEg/lt.
sedangkan pada natrium dibatasi untuk menghindari terjadinya hipertensi dan edema.
Jumlah garam disetarakan dengan tekanan darah dan adanya edema.
3. Menghambat perburukan fungsi ginjal. Penyebab turunnya fungsi ginjal adalah
hiperventilasi glomerulus yaitu :
a. Batasan asupan protein, mulai dilakukan pada LFG < 60 ml/mnt, sedangkan diatas
batasan tersebut tidak dianjurkan pembatasan protein. Protein yang dibatasi antara
0,6-0,8/kg BB/hr, yang 0,35-0,50 gr diantaranya protein nilai biologis tinggi.
Kalori yang diberikan sebesar 30-35 kkal/ kg BB/hr dalam pemberian diit. Protein
perlu dilakukan pembatasan dengan ketat, karena protein akan dipecah dan
diencerkan melalui ginjal, tidak seperti karbohidrat. Namun saat terjadi malnutrisi
masukan protein dapat ditingkatkan sedikit, selain itu makanan tinggi protein yang
mengandung ion hydrogen, fosfor, sulfur, dan ion anorganik lain yang diekresikan
melalui ginjal. Selain itu pembatasan protein bertujuan untuk membatasi asupan
fosfat karena fosfat dan protein berasal dari sumber yang sama, agar tidak terjadi
hiperfosfatemia.
b. Terapi farmakologi untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus. Pemakaian obat
anti hipertensi disamping bermanfaat untuk memperkecil resiko komplikasi pada
kardiovaskuler juga penting untuk memperlambat perburukan kerusakan nefron
dengan cara mengurangi hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi glomerulus.
Selain itu pemakaian obat hipertensi seperti penghambat enzim konverting
angiotensin (Angiotensin Converting Enzim / ACE inhibitor) dapat memperlambat
perburukan fungsi ginjal. Hal ini terjadi akibat mekanisme kerjanya sebagai anti
hipertensi dan anti proteinuri.
4. Pencegahan dan terapi penyakit kardio faskuler merupakan hal yang penting, karena
40-45 % kematian pada penderita CKD disebabkan oleh penyakit komplikasinya pada
kardiovaskuler. Hal-hal yang termasuk pencegahan dan terapi penyakit vaskuler adalah
pengendalian hipertensi, DM, dislipidemia, anemia, hiperfosvatemia, dan terapi pada
kelebihan cairan dan elektrolit. Semua ini terkait dengan pencegahan dan terapi
terhadap komplikasi CKD secara keseluruhan.
5. CKD mengakibatkan berbagai komplikasi yang manifestasinya sesuai dengan derajat
penurunan LFG. Seperti anemia dilakukan penambahan / tranfusi eritropoitin.
Pemberian kalsitrol untuk mengatasi osteodistrasi renal. Namun dalam pemakaiannya
harus dipertimbangkan karena dapat meningkatkan absorsi fosfat.
6. Terapi dialisis dan transplantasi dapat dilakukan pada tahap CKD derajat 4-5. Terapi
ini biasanya disebut dengan terapi pengganti ginjal.

KONSEP KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Menurut Susan Martin Tucker (1998) adalah sebagai berikut:
1. Neurologis
Sakit kepala, penglihatan kabur, perubahan kepribadian, malaise, neuropatik
perifer, penurunan tingkat kesadaran.
2. Pernapasan
Sesak napas, hiperventilasi, edema paru, pneumoni, napas cheyne stokes, napas
berbau amoniak.
3. Kardiovaskular
Hipertensi, takikardi, disritmia, miokardiopati, perikarditis.
4. Cairan dan elektrolit
Oliguria, anuria, edema : berat badan meningkat, dehidrasi : berat badan menurun,
hiperkalemia, hiperfostatemia, hipokalemia, hiperlipidemia, asidosis metabolik.
5. Gastrointestinal
Rasa pahit pada mulut, anoreksia, mual, muntah, diare, konstipasi dan hemoragik.
6. Integumen
Mulut kering, kuku pucat, petekie, pruritus, memar dan lapisan uremik.
7. Hematologis
Anemia, koagulasi, defisiensi trombosit.
8. Endokrin
Amenoria, disfungsi seksual, infertilitas, hiperparatiriodisme, tidak toleransi
terhadap glukosa.
9. Imunologis
Peningkatan suhu, leukosit tinggi, infeksi, toksisitas obat.
10. Psikososial
Ansietas, takut, tak berdaya, berduka, menyangkal, depresi dan gangguan
hubungan dengan orang lain.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Doenges (1999) dan Lynda Juall (2000), diagnosa keperawatan yang
muncul pada pasien CKD adalah:
1. Penurunan curah jantung
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
3. Perubahan nutrisi
4. Perubahan pola nafas
5. Gangguan perfusi jaringan
6. Intoleransi aktivitas
7. kurang pengetahuan tentang tindakan medis
8. resti terjadinya infeksi

C. INTERVENSI
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat
Tujuan:

Penurunan curah jantung tidak terjadi dengan kriteria hasil :

mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah dan frekuensi


jantung dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian
kapiler

Intervensi:
a. Auskultasi bunyi jantung dan paru
R: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur

b. Kaji adanya hipertensi


R: Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem aldosteron-renin-
angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal)

c. Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya (skala 0-10)


R: HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri

d. Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas


R: Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia

2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan edema


sekunder : volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O)
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan dengan
kriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan output
Intervensi:

a. Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari, keseimbangan masukan


dan haluaran, turgor kulit tanda-tanda vital
b. Batasi masukan cairan
R: Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal, haluaran urin, dan respon
terhadap terapi

c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan


R: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam
pembatasan cairan

d. Anjurkan pasien / ajari pasien untuk mencatat penggunaan cairan terutama


pemasukan dan haluaran
R: Untuk mengetahui keseimbangan input dan output

3. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, mual,


muntah
Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat dengan kriteria hasil:
menunjukan BB stabil
Intervensi:

a. Awasi konsumsi makanan / cairan


R: Mengidentifikasi kekurangan nutrisi

b. Perhatikan adanya mual dan muntah


R: Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat mengubah
atau menurunkan pemasukan dan memerlukan intervensi

c. Beikan makanan sedikit tapi sering


R: Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanan

d. Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan


R: Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek sosial

e. Berikan perawatan mulut sering


R: Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak disukai dalam
mulut yang dapat mempengaruhi masukan makanan

4. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder: kompensasi


melalui alkalosis respiratorik
Tujuan: Pola nafas kembali normal / stabil
Intervensi:

a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles


R: Menyatakan adanya pengumpulan sekret

b. Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam


R: Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2

c. Atur posisi senyaman mungkin


R: Mencegah terjadinya sesak nafas
d. Batasi untuk beraktivitas
R: Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak atau hipoksia

5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritis


Tujuan: Integritas kulit dapat terjaga dengan kriteria hasil :

- Mempertahankan kulit utuh


- Menunjukan perilaku / teknik untuk mencegah kerusakan kulit
Intervensi:

a. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler, perhatikan


kadanya kemerahan
R: Menandakan area sirkulasi buruk atau kerusakan yang dapat
menimbulkan pembentukan dekubitus / infeksi.

b. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa


R: Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang
mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan

c. Inspeksi area tergantung terhadap udem


R: Jaringan udem lebih cenderung rusak / robek

d. Ubah posisi sesering mungkin


R: Menurunkan tekanan pada udem , jaringan dengan perfusi buruk untuk
menurunkan iskemia

e. Berikan perawatan kulit


R: Mengurangi pengeringan , robekan kulit

f. Pertahankan linen kering


R: Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit

g. Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk


memberikan tekanan pada area pruritis
R: Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan risiko cedera

h. Anjurkan memakai pakaian katun longgar


R: Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi lembab
pada kulit

6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak


adekuat, keletihan
Tujuan: Pasien dapat meningkatkan aktivitas yang dapat ditoleransi
Intervensi:

a. Pantau pasien untuk melakukan aktivitas


b. Kaji fektor yang menyebabkan keletihan
c. Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat
d. Pertahankan status nutrisi yang adekuat

7. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan tindakan medis


(hemodialisa) b.d salah interpretasi informasi.
a. Kaji ulang penyakit/prognosis dan kemungkinan yang akan
dialami.
b. Beri pendidikan kesehatan mengenai pengertian, penyebab,
tanda dan gejala CKD serta penatalaksanaannya (tindakan hemodialisa ).
c. Libatkan keluarga dalam memberikan tindakan.
d. Anjurkan keluarga untuk memberikan support system.
e. Evaluasi pasien dan keluarga setelah diberikan penkes

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC
Doenges E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk
Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC

Long, B C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan)


Jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan

Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-proses
Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC

Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.: Balai
Penerbit FKUI

Anda mungkin juga menyukai