Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kertas kerja merupakan suatu dasar dalam penerapan standar auditing terutama
dalam hal pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Pentingnya konsep materialitas yakni
sebagai pertimbangan seorang auditor dalam menjalankan tugasnya.

Definisi materialitas mengharuskan seorang auditor dalam mempertimbangkan


keadaan baik yang berkaitan dengan entitas dan kebutuhan informasi pihak yang akan
meletakkan kepercayaannya.

Materialitas merupakan dasar penerapan standar auditing, terutama standar


pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Materialitas adalah besarnya nilai yang
dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi, yang dilihat dari keadaan yang
melingkupinya, dapat mengakibatkan perubahan atas atau pengaruh terhadap
pertimbangan orang yang meletakan kepercayaan terhadap informasi tersebut, karena
adanya penghilangan atau salah saji itu.

Risiko audit adalah risiko yang terjadi dalam hal auditor, tanpa disadari, tidak
memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya atas suatu laporan keuangan yang
mengandung salah saji material. Semakin pasti auditor dalam menyatakan pendapatnya,
semakin rendah resiko audit yang auditor bersedia menanggung nya.

Tujuan akhir auditor dalam perencanaan dan pelakasanaan proses audit adalah
mengurangi risiko audit ke tingkat yang cukup rendah untuk mendukung pendapatnya.
Tujuan ini dicapai dengan mengumpulkan bukti audit tentang asersi yang terdapat dalam
laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen.

Oleh karena itu pentingnya Materialitas, risiko dan strategi audit awal guna
memeperlancar tugas seorang auditor serta sebagai bahan pertimbangannya untuk
selanjutnya akan dibahas pada bab II makalah ini.

1.2. Rumusan Masalah


Yang menjadi rumusan masalah, yaitu :
a. Apa yang dimaksud dengan Materialitas ?
b. Bagaimana hubungan Materialitas dengan Bukti Audit ?

1
c. Apa Yang Dimaksud dengan Risiko Audit ?
d. Apakah yang dimaksud dengan Strategi Audit Awal ?
1.3. Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui bagaimana hubungan Audit dengan Materialitas, Konsep
Materialitas, Penggunaan Materialitas dalam mengevaluasi Bukti Audit.
b. Untuk mengetahui bagaimana resiko-resiko yang terjadi pada Audit, antar unsur
Risiko Materialitas dan Bukti Audit.
c. Untuk mengetahui tentang strategi Audit awal dan Pendekatan terutama
Subtantif.
d. Sebagai salah satu bentuk penyelesaian tugas mata kuliah auditing.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Materialitas

Materialitas merupakan dasar penerapan standar auditing, terutama standar


pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Oleh karena itu, materialitas mempunyai
pengaruh yang mencakup semua aspek audit dalam audit atas laporan keuangan. SA
Seksi 312 Risiko Audit dan Materialitas Audit dalam Pelaksanaan Audit mengharuskan
auditor untuk mempertimbangkan materialitas dalam (1) perencanaan audit, dan (2)
penilaian terhadap kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan sesuai dengan
prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia.

2.1.1 Konsep Materialitas

Materialitas adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi
akuntansi, yang dilihat dari keadaan yang melingkupinya, dapat mengakibatkan
perubahan atas atau pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakkan
kepercayaan terhadap informasi tersebut, karena adanya penghilangan atau salah saji
itu.

Definisi materialitas tersebut mengharuskan auditor untuk mempertimbangkan


baik (1) keadaan yang berkaitan dengan entitas dan (2) kebutuhan informasi pihak yang
akan meletakkan kepercayaan atas laporan keuangan auditan.

2.1.2 Pentingnya Konsep Materialitas dalam Audit atas Laporan Keuangan

Dalam audit atas laporan keuangan, auditor tidak dapat memberikan jaminan
(guarantee) bagi klien atau pemakai laporan keuangan yang lain, bahwa laporan
keuangan auditan adalah akurat. Auditor tidak dapat memberikan jaminan karena ia
tidak memeriksa setiap transaksi yang terjadi dalam tahun yang diaudit dan tidak dapat
menentukan apakah semua transaksi yang terjadi telah dicatat, diringkas, digolongkan,
dan dikompilasi secara semestinya ke dalam laporan keuangan. Jika auditor diharuskan
untuk memberikan jaminan mengenai keakuratan laporan keuangan auditan, hal ini
tidak mungkin dilakukan, karena akan memerlukan waktu dan biaya yang jauh melebihi
manfaat yang dihasilkan. Di samping itu, tidaklah mungkin seseorang menyatakan

3
keakuratan laporan keuangan (yang berarti ketepatan semua informasi yang disajikan
dalam laporan keuangan), mengingat bahwa laporan keuangan sendiri berisi pendapat,
estimasi, dan pertimbangan dalam proses penyusunannya, yang seringkali pendapat,
estimasi, dan pertimbangan tersebut tidak tepat atau akurat seratus persen.

Oleh karena itu, dalam audit atas laporan keuangan, auditor memberikan
keyakinan (assurance) berikut ini:

1. Auditor dapat memberikan keyakinan bahwa jumlah-jumlah yang disajikan


dalam laporan keuangan beserta pengungkapannya telah dicatat, diringkas,
digolongkan, dan dikompilasi.
2. Auditor dapat memberikan keyakinan bahwa ia telah mengumpulkan bukti
audit kompeten yang cukup sebagai dasar memadai untuk memberikan
pendapat atas laporan keuangan auditan.
3. Auditor dapat memberikan keyakinan, dalam bentuk pendapat (atau
memberikan informasi, dalam hal terdapat perkecualian), bahwa laporan
keuangan sebagai keseluruhan disajikan secara wajar dan tidak terdapat salah
saji material karena kekeliruandan kecurangan.

Dengan demikian ada dua konsep yang melandasi keyakinan yang diberikan
auditor: konsep materialitas dan konsep risiko audit. Karena auditor tidak memeriksa
setiap transaksi yang dicerminkan dalam laporan keuangan, maka ia harus bersedia
menerima beberapa jumkah kekeliruan kecil. Konsep materialitas menunjukkan seberapa
besar salah saji yang dapat diterima oleh auditor agar pemakai laporan keuangan tidak
terpengaruh oleh salah saji tersebut. Sedangkan konsep risiko audit menunjukkan tingkat
risiko kegagalan auditor untuk mengubah pendapatnya atas laporan keuangan yang
sebenarnya berisi salah saji material.

2.1.3 Pertimbangan Awal tentang Materialitas

Pertimbangan materialitas mencakup pertimbangan kuantitatif dan kualitatif.


Pertimbangan kuatitatif berkaitan dengan hubungan salah saji dengan jumlah kunci
tertentu dalam laporan keuangan. Pertimbangan kualitatif berkaitan dengan penyebab
salah saji. Suatu salah saji yang secara kuantitatif tidak material dapat secara kualitatif
material, karena penyebab yang menimbulkan salah saji tersebut.

4
Berikut ini disajikan contoh pertimbangan kuantitatif dan kualitatif yang
dilakukan oleh auditor dalam mempertimbangkan materialitas.

1. Hubungan salah saji dengan jumlah kunci tertentu dalam laporan seperti:
a. Laba bersih sebelum pajak dalam laporan keuangan.
b. Total aktiva dalam neraca.
c. Total aktiva lancar dalam neraca.
d. Total ekuitas pemegang saham dalam neraca.
2. Faktor kualitatif, seperti:
a. Kemungkinan terjadinya pembayaran yang melanggar hukum.
b. Kemungkinan terjadinya kecurangan.
c. Syarat yang tercantum dalam perjanjian penarikan kredit dari bank yang
mengharuskan klien untuk mempertahankan beberapa rasio keuangan
pada tingkat minimum tertentu.
d. Adanya gangguan dalam trend laba.
e. Sikap manajemen terhadap integritas laporan keuangan.

Dalam perencanaan suatu audit, auditor harus menetapkan materialitas pada dua
tingkat berikut ini:

a. Tingkat laporan keuangan, karena pendapat auditor atas kewajaran


mencakup laporan keuangan sebagai keseluruhan.
b. Tingkat saldo akun, karena auditor memverifikasi saldo akun dalam
mencapai kesimpulan menyeluruh atas kewajaran laporan keuangan.
Faktor yang harus dipertimbangkan dalam melakukan pertimbangan awal
tentang materialitas pada setiap tingkat dijelaskan berikut ini.

Materialitas pada Tingkat Laporan Keuangan

Auditor menggunakan dua cara dalam menerapkan materialitas. Pertama,


auditor menggunakan materialitas dalam perencanaan audit dan kedua, pada saat
mengevaluasi bukti audit dalam pelaksanaan audit. Pada saat merencanakan audit,
auditor perlu membuat estimasi materialitas karena terdapat hubungan yang terbalik
antara jumlah dalam laporan keuangan yang dipandang material oleh auditor dengan
jumlah pekerjaan audit yang diperlukan untuk menyatakan kewajaran laporan keuangan.

5
Sampai dengan saat ini, tidak terdapat panduan resmi yang diterbitkan oleh
Ikatan Akuntansi Indonesia tentang ukuran kuantitatif materialitas. Berikut ini diberikan
contoh beberapa panduan kuantitatif yang digunakan dalam praktik:

a. Laporan keuangan dipandang mengandung salah saji material jika terdapat


salah saji 5% sampai 10% dari laba sebelum pajak.
b. Laporan keuangan dipandang mengandung salah saji material jika terdapat
salah saji % sampai 1% dari total aktiva.
c. Laporan keuangan dipandang mengandung salah saji material jika terdapat
salah saji 1% dari pasiva.
d. Laporan keuangan dipandang mengandung salah saji material jika terdapat
salah saji % sampai 1% dari pendapatan bruto.

Materialitas pada Tingkat Saldo Akun

Meskipun auditor memberikan pendapat atas laporan keuangan secara


keseluruhan, namun ia harus melakukan audit terhadap akun-akun secara individual
dalam mengumpulkan bukti audit yang dipakai sebagai dasar untuk menyatakan
pendapatnya atas laporan keuangan auditan. Oleh karena itu, taksiran materialitas yang
dibuat pada tahap perencanaan audit harus dibagi ke akun-akun laporan keuangan secara
individual yang akan diperiksa. Bagian materialitas yang dialokasikan ke akun-akun
secara individual ini dikenal dengan sebutan salah saji yang dapat diterima (tolerable
misstatement) untuk akun tertentu.

Materialitas pada tingkat saldo akun adalah salah saji minimum yang mungkin
terdapat dalam saldo akun yang dipandang sebagai salah saji material. Konsep
materialitas pada tingkat saldo akun tidak boleh dicampuradukkan dengan istilah saldo
akun material. Saldo akun material adalah saldo akun yang tercata, sedangkan konsep
materialitas berkaitan dengan jumlah salah saji yang dapat mempengaruhi keputusan
pemakai informasi keuangan.

Dalam mempertimbangkan materialitas pada tingkat saldo akun, auditor harus


mempertimbangkan hubungan antara materialitas tersebut dengan materialitas laporan
keuangan. Pertimbangan ini mengerahkan auditor untuk merencanakan audit guna
mendeteksi salah saji yang kemungkinan tidak material secara individual, namun, jika
digabungkan dengan salah saji dalam saldo akun yang lain, dapat material terhadap
laporan keuangan secara keseluruhan.

6
2.2 Hubungan Antara Materialitas dengan Bukti Audit

Materialitas merupakan satu di antara berbagai faktor yang mempengaruhi


pertimbangan auditor tentang kecukupan (kuantitas) bukti audit. Dalam membuat
generalisasi hubungan antara materialitas dengan bukti audit, perbedaan istilah
materialitas dan saldo akun material harus tetap diperhatikan. Semakin rendah tingkat
materialitas, semakin besar jumlah bukti audit yang diperlukan (hubungan terbalik).

2.3 Risiko Audit


Dalam perencanaan audit, auditor harus mempertimbangkan risiko audit. Menurut
SA Seksi 312 Risiko Audit dan Materialitas dalam Pelaksanaan Audit, risiko audit
adalah risiko yang terjadi dalam hal auditor, tanpa disadari, tidak memodifikasi
pendapatnya sebagaimana mestinya, atas suatu laporan keuangan yang mengandung
salah saji material.
Semakin pasti auditor dalam menyatakan pendapatnya, semakin rendah risiko audit
yang auditor bersedia untuk menanggungnya. Jika diinginkan tingkat kepastian 99%,
risiko audit yang auditor bersedia untuk menanggungnya adalah 1%, sedangkan jika
95% kepastian dipandang mencukupi, risiko audit yang audior bersedia untuk
menanggungnya adalah 5%. Dalam audit atas laporan keuangan perusahaan yang go
public, auditor biasanya menetapkan risiko audit pada tingkat yang rendah, mengingat
banyaknya pemakai laporan audit, dibandingkan dengan pemakai laporan audit
perusahaan perorangan. Begitu juga jika auditor menghadapi perusahaan yang
mengalami kesulitan keuangan, risiko audit yang auditor bersedia untuk
menanggungnya adalah rendah.
Auditor merumuskan suatu pendapat atas laporan keuangan sebagai keseluruhan
atas dasar bukti yang diperoleh dari verifikasi asersi yang berkaitan dengan saldo akun
secara individual atau golongan transaksi. Tujuannya adalah untuk membatasi risiko
audit pada tingkat saldo akun sedemikian rupa sehingga pada akhir proses audit, risiko
audit dalam menyatakan pendapat atas laporan keuangan sebagai keseluruhan akan
berada pada tingkat yang rendah.
2.3.1 Risiko Audit pada Tingkat Laporan Keuangan dan Tingkat Saldo Akun

Risiko audit, seperti materialitas, dibagi menjadi dua bagian :

a. Risiko audit keseluruhan yang berkaitan dengan laporan keuangan sebagai


keseluruhan (sesuai dengan definisi risiko audit yang disajikan diatas).

7
b. Risiko audit individual yang berkaitan dengan setiap saldo akun individual yang
dicantumkan dalam laporan keuangan.
2.3.2 Unsur Risiko Audit

Terdapat tiga unsur risiko audit:

a. Risiko Bawaan. Risiko bawaan adalah kerentanan suatu saldo akun atau
golongan transaksi terhadap suatu salah saji material, dengan asumsi bahwa
tidak terdapat kebijakan dan prosedur pengendalian intern yang terkait.

b. Risiko Pengendalian. Risiko pengendalian adalah risiko terjadinya salah saji


material dalam suatu asersi yang tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat
waktu oleh pengendalian intern entitas.

c. Risiko Deteksi. Risiko deteksi adalah risiko sebagai akibat auditor tidak dapat
mendeteksi salah saji materialyang terdapat dalam suatu asersi.

2.3.3 Penggunaan Informasi Risiko Audit

Taksiran risiko audit pada tahap perencanaan audit dapat digunakan oleh auditor
untuk menetapkan jumlah bukti audit yang akan diperiksa untuk membuktikan
kewajaran penyajian saldo akun tertentu. Untuk itu, auditor menentukan risiko deteksi
dari formula risiko audit berikut ini:

Risiko audit individual = Risiko bawaan X Risiko pengendalian X Risiko Deteksi

Risiko audit individual


Risiko deteksi =
Risiko bawaan x Risiko pengendalian
Dari formula tersebut, risiko deteksi dihitung melalui tahap-tahap berikut ini:

a. Menetapkan risiko audit, risiko bawaan, dan risiko pengendalian secara


individual berdasarkan pertimbangan profesional auditor.
b. Melakukan perhitungan risiko deteksi sesuai dengan formula tersebut di atas.

2.3.4 Hubungan Antarunsur Risiko

Risiko bawaan dan risiko pengendalian berbeda dengan risiko deteksi. Kedua
risiko yang disebut terdahulu ada, terlepas dari dilakukan atau tidaknya audit atas
laporan keuangan, sedangkan risiko deteksi berhubungan dengan prosedur audit dan

8
dapat diubah oleh keputusan auditor itu sendiri. Risiko deteksi mempunyai hubungan
yang terbalik dengan risiko bawaan dan risiko pengendalian.

Semakin kecil risiko bawaan danr risiko pengendalian yang diyakini oleh
auditor, semakin besar risiko deteksi yang dapat diterima. Sebaliknya, semakin besar
adanya risiko bawaan dan risiko pengendalian yang diyakini oleh auditor, semakin kecil
tingkat risiko deteksi yang dapat diterima.

2.3.5 Hubungan antara Materialitas, Risiko Audit, dan Bukti Audit

Berbagai kemungkinan hubungan antara materialitas, risiko audit, dan bukti


audit digambarkan sebagai berikut :

1. Jika auditor mempertahankan risiko audit konstan dan tingkat materialitas dikurangi,
auditor harus menambah jumlah bukti audit yang di kumpulkan.
2. Jika auditor mempertahankan tingkat materialitas konstan dan mengurangi jumlah
bukti audit yang dikumpulkan, risiko audit menjadi meningkat.
3. Jika auditor menginginkan untuk mengurangi risiko audit, auditor dapat menempuh
salah satu dari tiga cara berikut ini :
a. Menambah tingkat materialitas, sementara itu mempertahankan jumlah bukti
audit yang dikumpulkan.
b. Menambah jumlah bukti audit yang dikumpulkan, sementara itu tingkat
materialitas tetap dipertahankan.
c. Menambah sedikit jumlah bukti audit yang dikumpulkan dan tingkat
materialitas secara bersama-sama.
2.4 Strategi Audit Awal
2.4.1 Unsur Strategi Audit Awal

Dalam mengembangkan strategi audit awal untuk suatu asersi, auditor


menetapkan empat unsur berikut ini :

a. Tingkat risiko pengendalian taksiran yang direncanakan.


b. Luasnya pemahaman atas pengendalian intern yang harus diperoleh.
c. Pengujian pengendalian yang harus dilaksanakan untuk menaksir risiko
pengendalian.
d. Tingkat pengujian substantif yang direncanakan untuk mengurangi risiko audit ke
tingkat yang cukup rendah.

9
2.4.2 Pendekatan Terutama Substantif

Auditor mengumpulkan semua atau hampir semua bukti audit dengan


menggunakan pengujian substantif dan auditor sedikit meletakkan kepercayaan atau tidak
mempercayai pengendalian intern. Keuntungannya:

a. Hanya terdapat sedikit (jika ada) kebijakan atau prosedur pengendalian intern yang
relevan dengan perikatan audit atas laporan keuangan.
b. Kebijakan dan prosedur pengendalian intern yang berkaitan dengan asersi untuk akun
dan golongan transaksi signifikan tidak efektif.
c. Peletakkan kepercayaan besar terhadap pengujian substantif lebih efisien untuk asersi
tertentu.
2.4.3 Pendekatan Risiko Pengendalian Rendah

Auditor meletakkan kepercayaan moderat atau pada tingkat kepercayaan penuh


terhadap pengendalian, dan sebagai akibatnya auditor hanya melaksanakan sedikit pengujian
substantif

2.4.4 Perbandingan Dua Strategi Audit Tersebut


Pendekatan Risiko Pengendalian
Pendekatan Terutama Subtantif
Rendah
1. Auditor merencanakan taksiran risiko 1. Auditor merencanakan taksiran risiko

pengendalian pada tingkat maksimum pengendalian pada tingkat moderat atau

atau mendekati maksimum. rendah.

2. Auditor merencanakan prosedur yang 2. Auditor merencanakan prosedur yang

kurang eksensif untuk memperoleh lebih eksensif untuk memperoleh

pemahaman atas pengendalian intern pemahaman atas pengendalian intern

3. Auditor merencanakan sedikit, jika ada, 3. Auditor merencanakan pengujian

pengujian, pengendalian. pengendalian secara luas.

4. Auditor merencanakan akan melakukan 4. Auditor membatasi penggunaan

pengujian subtantif secara luas. pengujian subtantif.

10
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Materialitas merupakan dasar penerapan standar auditing, terutama standar pekerjaan


lapangan dan standar pelaporan. Materialitas adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah
saji informasi akuntansi, yang dilihat dari keadaan yang melingkupinya, dapat
mengakibatkan perubahan atas atau pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakan
kepercayaan terhadap informasi tersebut, karena adanya penghilangan atau salah saji itu.

Auditor melakukan pertimbangan awal tentang tingkat materialitas dalam perencanaan


auditnya. Penentuan materialitas ini, yang sering kali disebut dengan materialitas perencanaan,
mungkin dapat berbeda dengan tingkat materialitas yang digunakan pada saat pengambilan
kesimpulan audit dan dalam mengevaluasi temuan audit karena keadaan yang melingkupi
berubah, informasi tambahan tentang klien dapat diperoleh selama berlangsungnya audit.
Kemudian audit yang telah dilaksanakan dapat memastikan bahwa karena sumber
pembelanjaan tersebut, solvabilitas klien dalam periode yang diaudit telah mengalami
peningkatan secara signifikan.

Pertimbangan materialitas mencakup pertimbangan kuantitatif dan kualitataif.


Pertimbangan kuantitatif berkaitan dengan hubungan salah saji dengan jumlah kunci tertentu
dalam laporan keuangan. Pertimbangan kualitatif berkaitan dengan penyebab salah saji. Suatu
salah saji yang secara kuantitatif tidak material dapat secara kualitatif material, karena
penyebab yang menimbulkan salah saji tersebut

Materialiatas merupakan satu diantara berbagai faktor yang mempengaruhi pertimbangan


auditor tentang kecukupan bukti audit. Dalam membuat generalisasi hubungan antara
materalitas dengan bukti audit, perbedaan istilah materialitas dan saldo akun material harus
tetap diperhatikan, karena semakin rendah tingkat materialitas, semakin besar jumlah bukti
yang diperlukan.

11
Risiko audit adalah risiko yang terjadi dalam hal auditor, tanpa disadari, tidak memodifikasi
pendapatnya sebagaimana mestinya atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji
material.

Tujuan akhir auditor dalam perencanaan dan pelaksanaan proses audit adalah mengurangi
risiko audit ke tingkat yang cukup rendah untuk mendukung pendapatnya, apakah dalam
sebuah hal yang material, laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip
akuntansi berterima umum (PABU).

3.2. Saran

Dalam bab ini dijelaskan tiga langakah tambahan dalam perencanaan audit, setelah
mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat mengetahui dan mempelajari tentang auditing:
Materialitas, Risiko, dan Strategi Audit Awal. Demikian yang dapat kami jabarkan mengenai
materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan
dan kelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangannya rujukan atau referensi
yang ada hubungannya dengan materi makalah ini. Semoga makalah ini berguna bagi penulis
pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.

12
DAFTAR PUSTAKA

Mulyadi, 2002. Auditing edisi 6. Jakarta: Salemba Empat.

13

Anda mungkin juga menyukai