Anda di halaman 1dari 6

TUGAS 4

MATA KULIAH

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DAN PANCASILA

KELOMPOK 4

Faisal Ar-Rasyid NIM. 131724006

Muchammad Luthfi Khoirudin NIM. 131724019

Muhammad Hanifa NIM. 131724022

STUDI KASUS

Sumber: International Seminar on Global Health (ISGH) 2017


Stikes Jenderal Achmad Yani Cimahi

Salah satu yang menjadi pertimbangan banyak lembaga pemeringkat (rating agencies)
belum menaikan peringkat Indonesia ke tingkat peringkat investasi (investment grade) adalah
masalah kepastian hukum, disamping masalah lambatnya pembangunan infrastruktur dan apa yang
disebut dengan political infighting. Tentu penyelesaian masalah ini bukanlah hal yang gampang.
Menangani masalah kepastian hukum memerlukan waktu dan tenaga yang tidak terhingga. Dalam
konteks hal peringkat Negara dan kegiatan usaha ekonomi lainnya, banyak orang memahami
bahwa persoalan ketidakpastian hukum ini hanya terkait dengan ketidakpastian hukum dibidang
hukum ekonomi. Apabila kita mendalaminya dengan baik, masalah kepastian hukum ini jauh
melampaui area hukum ekonomi, dan terkait erat dengan tingkat kematangan suatu Negara
didalam mengimplementasi apa yang disebut dengan konsep the rule of law sebagai salah satu
prasyarat untuk dapat dikategorikan sebagai Negara demokrasi yang maju. Pada dasarnya semua
sistem hukum dan sistem peradilan (legal and justice system) akan menjadi penilaian lembaga
rating. Hal ini dapat dimaklumi bukan saja karena suatu transaksi perekonomian hanya dapat
dilakukan dalam suasana kepastian hukum yang tinggi, melainkan juga kesaling-terkaitan dan
saling mendukung antara berbagai area hukum didalam menjamin lingkungan perekonomian yang
sehat dan kondusif.
Mungkin penilaian lembaga pemeringkat tidak begitu penting apabila dilihat selintas saja
mengingat begitu banyaknya persoalan yang harus kita hadapi dewasa ini, akan tetapi dengan
mengingat ketergantungan Indonesia terhadap pembiayaan dan investasi asing dan domestik
didalam memacu pertumbuhan ekonominya, maka persoalan penilaian lembaga pemeringkat dan
gambaran persepsi Indonesia secara umum menjadi sangat penting. Kematangan hukum suatu
Negara akan terlihat dari seberapa jauh hukum dapat melindungi hak-hak individu dan korporasi,
bagaimana menghukum para pelanggar hukum, bagaimana mengatur persaingan usaha dan
perlindungan konsumen, bagaimana hukum dapat menjamin persamaan perlakuan warga Negara
dan warga Negara asing. Tingkat kematangan hukum suatu Negara pada hakekatnya merupakan
komponen terpenting didalam upaya kita memudahkan pembiayaan keuangan internasional bagi
pembangunan Indonesia serta meningkatkan investasi, baik portfolio maupun investasi langsung
yang sangat penting dalam memacu pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkesinambungan.
Jadi tidak benar apabila tahanan yang bisa berjalan-jalan keluar negeri atau ada sekelompok massa
yang main hakim sendiri tidak akan berpengaruh kepada persepsi negara kita. Kedua contoh ini
merupakan contoh kasat mata betapa lemahnya peranan lembaga hukum didalam menerapkan
hukum secara benar.

Menggantungkan diri kepada pembangunan perangkat keras semata sudah dapat dipastikan
tidak akan berjalan optimal didalam mendorong pembangunan ekonomi. Kematangan hukum ini
tidak terkait dengan apakan suatu Negara itu berukuran kecil atau besar ataupun berideologi
tertentu, melainkan sangat tergantung kepada kemampuannya memberdayakan institusi-institusi
hukum di negaranya secara optimal. Didalam sistem Negara yang demokratis pemberdayaan
institusi-institusi hukum ini merupakan hal sangat penting dan merupakan tugas semua cabang
kekuasaan Negara yaitu Eksekutif, Legislatif maupun Yudikatif, serta dukungan masyarakat luas
seperti civil societies dan akademisi.

Belakangan ini kita kita semakin dibuat risih dengan permasalahan hukum yang dihadapi
oleh Negara kita. Kasus demi kasus yang menggemparkan, baik dalam kasus korupsi seperti kasus
Gayus Tambunan, kasus tuduhan suap Miranda Gultom, kasus mantan Bendahara Partai Demokrat
Nazarudin, kasus simulator SIM, kasus impor daging sapi, maupun dalam bentuk kekerasan massa,
dan kejanggalan-kejanggalan keputusan Hakim diberbagai tahap peradilan semakin menjadikan
citra Negara kita sebagai Negara hukum menjadi sangat terpuruk, dan bahkan bisa dikatakan ada
dalam titik nadir.
Kita menyadari betapa lemahnya penegakan hukum yang dilakukan oleh Indonesia saat ini,
kita bisa merasakan begitu kuatnya tangan politik, tangan kekuasaan dan tangan kekuatan ekonomi
didalam mempengaruhi efektivitas implementasi hukum. Kondisi ini sungguh merupakan kondisi
yang anomali dari Indonesia sebagai Negara yang menyatakan dirinya Negara hukum. Dari satu
pemerintahan ke pemerintahan lainnya konsep Negara hukum masih saja dijadikan slogan
politik yang hampa dan tanpa makna. Hukum terkesan seperti pisau, tajam ke bawah tapi tumpul
ke atas. Hukum hanya dijunjung ketika tidak mengenai diri sendiri dan kelompoknya. Hukum
hanya ditegakan ketika tidak ada perlindungan politik dan perlindungan ekonomi dari kekuasaan
resmi maupun kekuasaan tidak resmi. Hukum bahkan digunakan untuk menjatuhkan lawan politik
atau lawan bisnis. Rule of law sebagai prinsip politik dan moral bangsa kita nampaknya semakin
jauh ditinggalkan. Banyak orang berpaling kepada kekuasaan politik, kekuasaan ekonomi dan
bahkan kekuasaan massa didalam memecahkan berbagai persoalan yang dihadapinya.

Penundukan diri terhadap hukum dari orang yang memiliki kekuasaan politik dan kekuasaan
ekonomi yang besar memang memerlukan suatu tingkat moralitas dan budaya hukum yang sangat
tinggi. Sementara itu, bagi para penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan dan kehakiman
kewenangan yang dimiliki dapat menjadi komoditas politik dan komoditas ekonomi apabila
tidak mampu menghadap tekanan dan godaan politik dan ekonomi. Pertarungan antara rule of law
dan kekuasaan politik dan kekuasaan ekonomi ini nampaknya sedang berlangsung dengan keras
di Indonesia. Perlu ada upaya-upaya yang lebih terukur untuk memberdayakan (empowering) para
penegak hukum, baik secara substansi, moralitas, kewenangan, dan sekaligus mensejahterakan
secara ekonomi untuk dapat mengimbangi godaan kekuasaan politik dan ekonom yang demikian
besar.

Sebagaimana dikatakan oleh filosof Inggris John Lock pada tahun 1690 bahwa whenever
law ends, tyranny begins. Didalam suatu Negara demokrasi yang belum matang secara hukum,
tirani ini dapat berupa kekuasaan politik, kekuasaan ekonomi, dan bahkan dapat berupa kekuasaan
massa. Hukum dalam format yang modern, dan didalam masyarakat yang pluralistis seperti
Indonesia harus mampu menghilangkan tirani ini, dan seharusnya hukum menjadi panglima yang
dapat melindungi hak azasi manusia, kebebasan mengemukakan pendapat, kebebasan beragama,
menjamin keamanan, membatasi kekuasaan politik dan ekonomi, penindakan pelanggaran hukum
secara efektif, perlindungan hak atas harta benda dan kekayaan intelektual. The rule of law juga
menunjukkan bahwa semua orang pada dasarnya sama dimuka hukum, dan oleh karenanya tidak
dapat dibenarkan privelese kekuasaan politik dan kekuasaan ekonomi dimuka hukum. Hukum
harus dimungkinkan melakukan penetrasi yang sangat dalam terhadap semua relung-relung
kekuasaan politik dan ekonomi. Apabila hal ini tidak dapat tercapai dapat diperkirakan bahwa akan
terdapat distrust terhadap berjalannya hukum yang akan membawa konsekuensi yang serius
dalam bentuk menjamurnya mafia hukum, rekayasa hukum, dan main hakim sendiri didalam
masyarakat yang akan mengancam sendi-sendi kehidupan bernegara yang tertib berdasarkan rule
of law.

Negara sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dan satu-satunya untuk membentuk dan
mengimplementasikan hukum harus benar-benar memiliki kredibilitas yang tinggi. Negara tidak
boleh membiarkan kekuasaan lain ikut memainkan peran penegakkan dan implementasi hukum
untuk kepentingan self-interest, dan memaksakan berlakunya hukum dengan cara dan perangkat
diluar yang sudah diatur Negara. Kegagalan Negara didalam menjaga kredibilitas hukum akan
berakibat serius terhadap wibawa Negara secara keseluruhan, dan akan mengganggu efektivitas
pemerintahan. Kebutuhan membangun wibawa Negara melalui implementasi rule of law ini akan
semakin dirasakan didalam Negara yang menganut sistem demokrasi.

Kalangan penegak hukum harus memiliki komitmen moral yang tinggi. Benteng moral
bangsa ini sangat tergantung kepada mereka. Apabila mereka memperjual-belikan hukum
dengan politik dan uang maka akan hapus harapan bangsa kita untuk menjadi bangsa yang
kompetitif dibidang ekonomi. Kalangan pemerintahan harus memposisikan diri sebagai the
guardian of the legal and justice system. Pemerintah dengan perangkat hukum kejaksaan dan
kepolisian hendaknya benar-benar memberdayakan. Kepolisian dan Kejaksaan untuk menjadi
lebih profesional dengan melakukan reformasi birokrasi yang memungkinkan sistem kerja yang
lebih efektif, reformasi hendaknya tidak ditujukan semata-mata untuk meningkatkan kesejahteraan
secara ekonomis.

Kalangan akademisi harus menjadi benteng pertahanan ilmu hukum yang berlandaskan
kepada objektivitas keilmuan, moralitas dan kebenaran. Keterlibatan dosen dan para guru besar
hukum didalam pemerintahan, konsultan hukum dan pengacara telah memperlemah kredibilitas
ilmiah mereka. Reformasi birokrasi terhadap dunia pendidikan hukum harus segera terjadi,
kesejahteraan mereka harus ditingkatkan secara signifikan. Kita sekarang menyaksikan betapa
para dosen dan guru besar berlomba mencari proyek, mengejar jabatan melalui aktivitas mereka
di partai politik dan atau mengajar di pendidikan hukum eksekutif. Hal ini antara lain diduga
menjadi penyebab terjadinya degradasi kualitas dan kredibilitas pendidikan hukum di Indonesia.
Walaupun terdengar agak naif, penetapanan undang-undang khusus bagi para penegak hukum dan
profesi hukum menjadi sangat penting sebagai undang-undang darurat. Harus ada hukum yang
akan memberikan efek deterrent terhadap mereka yang memahami dan berkecimpung didalam
dunia hukum tapi malah ikut serta melakukan pembusukan terhadap hukum itu sendiri. Sanksi
berat harus benar-benar dikenakan terhadap mereka ini.

Era reformasi hanyalah akan menjadi era tanpa makna bagi pembangunan hukum di
Indonesia seandainya tidak ada reformasi yang sungguh-sungguh di sektor hukum. Kita juga bisa
bercermin kepada negara-negara lain yang telah lebih baik membenahi bidang hukum ini. Didalam
masyarakat yang sudah "globalized" ini banyak institusi hukum berdasarkan desakan kebutuhan
akan menjadi semakin mengarah kepada hukum yang sama atau sekurang-kurangnya
"comparable" diantara bangsa-bangsa di dunia. Diperkenalkannya institusi-institusi hukum baru
nampak dengan jelas dalam hal perkembangan hukum ekonomi Indonesia. Fenomena ini terjadi
antara lain sebagai dampak perkembangan ekonomi dunia yang demikian drastis, sehingga hukum
dituntut untuk menyesuaikan diri dengan berbagai perkembangan ekonomi tersebut. Kondisi ini
harus dijadikan kesempatan bagi Indonesia untuk melakukan reformasi hukum yang
memungkinkan kita menjadi bagian negara-negara yang memiliki kematangan hukum yang baik.

Pembenahan mendasar berbagai bidang hukum di Indonesia akan menjadi kata kunci untuk
pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tinggi dan berkelanjutan. Hukum harus mampu memainkan
perannya sebagai pembeda mana yang benar dan salah diberbagai sektor kehidupakan bangsa
kita. Begitu besar tantangan yang akan dihadapi, tapi kapan lagi kalau tidak Pemerintahan ini yang
memulai. Sudah terbukti dari sejarah berbagai negara di dunia bahwa perubahan pada hakekatnya
terjadi karena seorang pemimpin pemerintahan dan negara yang memiliki visi yang baik bagi
bangsa dan negaranya, dan perserverence didalam memperjuangkannya.
PERTANYAAN

Setelah anda membaca artikel ini, bagaimana pendapat anda mengenai banyaknya pelanggaran
demokrasi, HAM, dan rule of law yang berdampak pada perekonomian di Indonesia?

Jawab:

Tidak ada rumusan yang mudah untuk menghasilkan demokratisasi bagi negarahegara yang
keluar dari praktek kenegaraan yang otoriter. terutama apabila menghadapi upaya penanggulangan
kejahatan terhadap kemanusian atau pelanggaran HAM berat. Perbedaan ciri-ciri dasar proses
transisi, tahapan-tahapan transisi dan hakikat dari kejahatan masa lampau dalam sejarah akan
menentukan ketepatan pendekatan yang diambil.

Meskipun demikian, ada beberapa cara agar dapat rrenyelesaikan kejahatan HAM berat di
masa silam. Pertama, harus ada komitmen bermakna berupa kehendak dan sumber-sumber daya
dari pihak pemerintah. Disamping meningkatkan upaya investigasi dan pengusutan serta
penuntutan yang diperlukan bagi pelanggaran HAM berat. Kedua, harus adapartisipasi masyarakat
untuk turut mengupayakan penyelesaian yang adil dengan memperhatikan, hak-hak korban
pelanggaran HAM berat. Penyelesaianpelanggaran HAM beratdi masa lalu dilakukan dengan
transparan, sehingga sumber hidup dari benih-benih demokratisasi akan berkembang seiring
dengan ditegakannya hukum melalui mekanisme hukum yang menjunjung tinggi kepastian hukum
dengan bersandar pada keadilan.

Ketidakpastian hukum di Indonesia berdampak pada maraknya pelanggaran baik


pelanggaran HAM, demokrasi dan pelanggaran lainnya. Hal ini dapat berdampak pada sistem
perekonomian Indonesia yang notabene bahwa investor yang berinvestas banyak dari pihak asing.
Jadi pihak asing tersebut banyak yang mengundurkan diri dan berpikir dua kali untuk berinvestasi
di Indonesia. Hal ini juga dibuktikan oleh peringkat Indonesia baik dalam bidang perekonomian
maupun bidang hukum. Oleh karena itu, perlu adanya peningkatan secara menyeluruh di bidang
hukum Indonesia agar tidak tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Sehingga akan memperbaiki
perekonomian Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai