Anda di halaman 1dari 38

i

LAPORAN MANAJEMEN KLINIK INFEKSI MENULAR


SEKSUAL KLINIK GRIYA ASA PERIODE 18 SEPTEMBER
2014 PERKUMPULAN KELUARGA BERENCANA
INDONESIA (PKBI) KOTA SEMARANG

Diajukan guna melengkapi tugas kepaniteraan senior


Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Disusun oleh:
Maylia Rossella 22010113210122
Raras Rachmandiar 22010113210123
Nur Ade Oktaviyanti 22010113210124
Filia Clementy D. S 22010113210125
Alif Adlan Zulizar 22010113210140

PRAKTEK BELAJAR LAPANGAN


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2014
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Manajemen Klinik Infeksi Menular Seksual Klinik Griya Asa


Periode 18 September 2014 Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI)
Kota Semarang ini telah diseminarkan, diterima, dan disetujui di depan Tim
Penilai PKBI Kota Semarang guna melengkapi tugas kepaniteraan klinik Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang.

Semarang, 23 September 2014

Disahkan Oleh:

Pembimbing,

dr. Bambang Darmawan dr. Dwi Yoga Yulianto

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul............................................................................................................
i

Halaman Pengesahan.................................................................................................
ii

Daftar Isi.....................................................................................................................
iii

BAB I.PENDAHULUAN..........................................................................................
1

1.1 Latar Belakang........................................................................................


1

1.2 Tujuan......................................................................................................
3

1.3 Sasaran....................................................................................................
3

BAB II.TINJAUAN PUSTAKA................................................................................


4

2.1 Epidemiologi IMS...................................................................................


4

2.2 Infeksi menular seksual...........................................................................


4

2.3 Diagnosa Infeksi menular Seksual..........................................................


5

2.4 Jenis-jenis Infeksi Menular Seksual........................................................


7

2.5 Pencegahan IMS......................................................................................


12

2.6 Skrining IMS...........................................................................................


13

iii
iv

BAB 3.HASIL PENGAMATAN................................................................................


15

3.1 Data WPS.................................................................................................


15

3.2 Kunjungan ke Resosialisasi......................................................................


16

3.3 Pengamatan Klinik IMS Griya Asa..........................................................


17

BAB 4.MASALAH....................................................................................................
28

BAB 5.ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH.................................................


29

BAB 6.KESIMPULAN DAN SARAN......................................................................


30

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................
32
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Infeksi menular seksual (IMS) merupakan sekelompok penyakit yang
penularannya terutama melalui hubungan seksual baik dengan cara genitogenital
(alat kelamin dengan alat kelamin), anogenital (anus dengan alat kelamin)
maupun orogenital (mulut dengan alat kelamin) dan menimbulkan manifestasi
klinik tidak hanya disekitar genital, tetapi bisa secara sistemik dalam tubuh.
Penyakit-penyakit yang tergolong dalam IMS antara lain Gonorrhae (GO), sifilis,
clamydia, trichomoniasi, ulcus mole, LGV, HIV/AIDS, dan hepatitis. 1 Tanda dan
gejalanya bisa muncul setelah berminggu-minggu, berbulan-bulan atau bahkan
tahunan setelah kita terinfeksi. IMS sering dijumpai pada laki-laki dan perempuan
yang suka berganti-ganti pasangan dan yang termasuk kelompok berisiko tinggi
mengidap IMS diantaranya adalah Wanita pekerja Seksual (WPS), HRM, MSM,
waria dan penasun.
Jumlah kasus baru IMS berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi Jawa
Tengah tahun 2012 sebanyak 8.671 kasus, lebih sedikit dibanding tahun 2011
(10.752 kasus).1 Kelompok usia 21 30 tahun adalah kelompok usia dengan
kasus terbanyak, hal tersebut dimungkinkan karena aktifitas seksual pada
kelompok umur tersebut cukup tinggi. Selain itu, kasus IMS yang ada lebih
banyak ditemukan pada perempuan dibandingkan laki laki. Meskipun demikian
kemungkinan kasus yang sebenarnya di populasi masih banyak yang belum
terdeteksi. Sehingga perlu dilalukannya program pencegahan dan pengendalian
dan seluruh kasus IMS yang ditemukan harus diobati sesuai standar.1
Dengan perkembangan di bidang sosial, demografik, serta meningkatnya
migraspenduduk, populasi berisiko tinggi tertular IMS akan meningkat pesat.
Beban terbesar akan ditanggung negara berkembang, namun negara maju pun
dapat mengalami beban akibat meningkatnya IMS oleh virus yang tidak dapat
diobati, perilaku seksual berisiko serta perkembangan pariwisata. IMS menempati
peringkat 10 besar alasan berobat di banyak negara berkembang, dan biaya yang

1
2

dikeluarkan dapat mempengaruhi pendapatan rumah tangga. Pelayanan untuk


komplikasi atau sekuele IMS mengakibatkan beban biaya yang tidak sedikit,
misalnya untuk skrining dan pengobatan kanker serviks, penanganan penyakit
jaringan hati, pemeriksaan infertilitas, pelayanan morbiditas perinatal, kebutaan
bayi, penyakitparu pada anak-anak, serta nyeri panggul kronis pada wanita. Beban
sosial meliputi konflik dengan pasangan seksual dan dapat mengakibatkan
kekerasan dalam rumah tangga.2
Resosialisasi Sunan Kuning merupakan lokalisasi resmi terbesar di Jawa
Tengah, dengan penghuni sekitar 700 orang berdasarkan sensus penguni SK
tahun 2012, di mana separuh diantaranya adalah para pendatang dari kota lain
seperti Kendal, Wonosobo, Jepara dan lain-lain.3 Sama seperti dengan
resosialisasi lainnya, resosialisasi Sunan Kuning merupakan lokasi yang memiliki
risiko tinggi terhadap berbagai penularan infeksi menular seksual (IMS) maupun
HIV/AIDS.
Oleh karena itu, Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Kota
Semarang memiliki sebuah program yang telah dijalankan sejak tahun 2002 yaitu
Griya ASA, yang mana merupakan suatu program dari Lembaga Swadaya
Masyarakt (LSM) PKBI yang bergerak di bidang Keluarga Berencana (KB),
pencegahan IMS dan HIV/AIDS di kota Semarang terutama di Resosialisasi
Sunan Kuning. Salah satu kegiatan yang dilakukan di Griya ASA adalah skrinning
IMS setiap 2 minggu sekali. Skrinning yang dilakukan ini bertujuan untuk
mengetahui penurunan insiden IMS pada WPS tertuama gonrrhoea
(GO)/servisitis, memberikan pengobatan tepat, menjamin kesembuhan, mencegah
resistensi pengobatan, mencegah drop out pengobatan, memberikan pelayanan
rujukan ke rumah sakit serta bekerja sama dengan klinik VCT-CST. Klinik IMS
Griya ASA selain memberikan pelyanan kepada WPS juga menerima rujukan dari
LSM yang menaungi waria, dan klien yang sukarela datang.
Selain melalui klinik IMS, upaya pencegahan yang telah dilakukan adalah
dengan membina WPS untuk menggunakan kondom selama melakukan
pekerjaannya. Bahkan Sunan Kuning kini telah menjadi percontohan penggunaan
kondom bagai semua resosialisasi se-Indonesia.3
3

Diharapkan melalui deteksi dini dan penatalaksanaan IMS yang tepat,


kasus kasus IMS terutama di Sunan Kuning dapat menurun dan mencegah
timbulnya komplikasi dan kelainan lebih lanjut yang menetap, mengurangi
penyebarannya di masyarakt dan memberikan kesempatan dalam menjangkau
kelompok sasaran sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup bagi mereka yang
berisiko tinggi. Oleh karena hal - hal tersebut diatas, maka laporan ini diharapkan
dapat memberikan gambaran mengenai screening IMS di resosialisasi Sunan
Kuning.

1.2 TUJUAN
1.2.1 Tujuan Umum
Mengkaji faktor-faktor yang menmpengaruhi kejadian IMS pada WPS di
resosialisasi Sunan Kuning Gang 4-6.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui prevalensi kasus IMS pada WPS di resosialisasi Sunan
Kuning Gang 4-6.
2. Menggali permasalahan terkait faktor pelayanan klinik IMS Griya ASA,
pengaruh lingkungan, peran mucikari dan pengurus resosialisasi, serta
perilaku WPS yang mempengaruhi kejadian IMS pada WPS di
resosialisasi Sunan Kuning Gang 4-6.
3. Menyusun usulan pemecahan masalah terkait faktor-faktor yang
mempengaruhi kejadian IMS pada WPS di resosialisasi Sunan Kuning
Gang 4-6.

1.3 SASARAN
Sasaran kegiatan kali ini adalah petugas Klinik IMS Griya ASA serta
WPS, mucikari, dan pengurus resosialisasi yang berada di Resosialisasi Sunan
Kuning Gang 4-6.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Epidemiologi IMS


WHO memperkirakan telah terjadi 318 juta kasus baru Infeksi Menular
Seksual (IMS) pada tahun 2005 di seluruh dunia. Dimana sebagian besar
penderita berada di Asia Selatan dan Asia tenggara (151 juta jiwa), kemudian
diikuti Afrika sebanyak 70 juta jiwa, dan yang paling rendah adalah Australia dan
Selandia Baru yaitu sekitar 1 juta jiwa. Dengan semakin meningkatnya jumlah
penderita IMS, WHO memperkirakan morbiditas IMS di dunia sebesar kurang
lebih 250 juta jiwa setiap tahunnya (1,3586). Penyebab dari IMS itu sendiri
terbanyak yakni Klamidia (39,69 juta kasus), diikuti Trichomoniasis (25,76 juta
kasus) dan Gonorrhea (9,43 juta kasus).4
Di Indonesia, angka prevalensi IMS sangat bervariasi menurut daerah
masing-masing. Berdasarkan hasil laporan periodic presumptive treatment (PPT)
periode I bulan Januari 2007 didapatkan angka IMS di Banyuwangi 74,5%,
Denpasar 36,6%, Surabaya 61,21% dan di Semarang 79,7%.
Jumlah kejadian kasus baru IMS berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi
Jawa Tengah tahun 2012 sebanyak 8.671 kasus, lebih sedikit dibanding tahun
2011 yaitu sebanyak 10.752 kasus.1 Sedangkan di daerah Sunan Kuning sendiri
prevalensi IMS pada bulan Januari 2014 sebanyak 95 (41,49%) kasus. Prevalensi
IMS pada bulan Februari 2014 menurun dari bulan sebelumnya yaitu sebanyak 64
(30,05%) kasus.

2.2 Infeksi Menular Seksual (IMS)


Infeksi Menular Seksual atau disingkat IMS adalah infeksi pada alat
reproduksi atau alat kelamin yang diakibatkan oleh hubungan seksual. Hal ini
berbeda dengan Penyakit Menular Seksual (PMS). IMS memiliki arti yang lebih
luas karena tidak terbatas pada penyakit-penyakit kelamin saja, tetapi juga infeksi
alat reproduksi yang menular lewat hubungan seksual. Artinya semua penyakit
yang menular melalui hubungan seksual meski gejalanya tidak muncul di alat

4
5

kelamin di sebut IMS (misalnya hepatitis). Sedangkan PMS sering merujuk pada
gejala di alat kelamin, tetapi IMS lebih merujuk pada cara penularan melalui seks.
IMS memang sering terjadi pada kaum perempuan akan tetapi tidak
menutupi kemungkinan laki-laki juga dapat terjangkit IMS ini, karena setiap
orang yang memiliki banyak pasangan (multipartner) atau sering bergonta ganti
pasangan tanpa menggunakan pelindung seperti kondom, termasuk dalam orang-
orang yang lebih berisiko tertular IMS.
Penyebab IMS dapat dikelompokkan atas beberapa jenis ,yaitu: Bakteri
(N.gonorrhoeae, C.trachomatis, T.pallidum), Virus (diantaranya HSV,HPV,HIV,
Herpes B virus, Molluscum contagiosum virus), Protozoa (diantaranya
Trichomonas vaginalis), Jamur (diantaranya Candida albicans), Ektoparasit
(diantaranya Sarcoptes scabiei).
Cara penularan IMS adalah dengan cara kontak langsung yaitu kontak
dengan eksudat infeksius dari lesi kulit atau selaput lendir pada saat melakukan
hubungan seksual dengan pasangan yang telah terinfeksi. Lesi bisa terlihat jelas
ataupun tidak terlihat dengan jelas. Penularan IMS juga dapat terjadi dengan
media lain seperti darah melalui bias melalui transfuse darah orang yang terinfeksi
HIV, penggunaan jarum suntik yang tidak steril pada pemakai narkoba, tato,
tindik, dll. Penularan juga terjadi dari ibu kepada bayi pada saat hamil, saat
melahirkan dan saat menyusui.

2.3 Diagnosa Infeksi Menular Seksual


Pemeriksaan klinis pada IMS memiliki 3 prinsip yaitu anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pengambilan bahan untuk pemeriksaan laboratorium.
Anamnesis dilakukan untuk mendapatkan informasi penting terutama pada waktu
menanyakan riwayat seksual. Hal yang sangat penting dijaga adalah kerahasiaan
terhadap hasil anamnesis pasien. Pertanyaan yang diajukan kepada pasien dengan
dugaan IMS meliputi:
Keluhan dan riwayat penyakit saat ini.
Keadaan umum yang dirasakan.
Pengobatan yang telah diberikan, baik topikal ataupun sistemik dengan
6

penekanan pada antibiotik.


Riwayat seksual yaitu kontak seksual baik di dalam maupun di luar
pernikahan, berganti-ganti pasangan, kontak seksual dengan pasangan
setelah mengalami gejala penyakit, frekuensi dan jenis kontak seksual,
cara melakukan kontak seksual, dan apakah pasangan juga mengalami
keluhan atau gejala yang sama.
Riwayat penyakit terdahulu yang berhubungan dengan IMS atau penyakit
di daerah genital lain.
Riwayat penyakit berat lainnya.
Riwayat keluarga yaitu dugaan IMS yang ditularkan oleh ibu kepada
bayinya.
Keluhan lain yang mungkin berkaitan dengan komplikasi IMS, misalnya
erupsi kulit, nyeri sendi dan pada wanita tentang nyeri perut bawah,
gangguan haid, kehamilan dan hasilnya.
Riwayat alergi obat.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan kepada pasien harus memperhatikan hal
penting seperti kerahasiaan pribadi pasien, sumber cahaya yang baik untuk dokter
pemeriksa dan selalu harus menggunakan sarung tangan setiap kali memeriksa
pasien. Pada pasien pria, organ reproduksi lebih mudah diraba. Mula-mula
inspeksi daerah inguinal dan raba adakah pembesaran kelenjar dan catat
konsistensi, ukuran, mobilitas, rasa nyeri, serta tanda radang pada kulit di atasnya.
Pada waktu bersamaan, perhatikan daerah pubis dan kulit sekitarnya, adanya
pedikulosis, folikulitis atau lesi kulit lainnya. Lakukan inspeksi skrotum, apakah
asimetris, eritema, lesi superfisial dan palpasi isi skrotum dengan hati-hati. Dan
akhirnya perhatikan keadaan penis mulai dari dasar hingga ujung. Inspeksi daerah
perineum dan anus dengan posisi pasien sebaiknya bertumpu pada siku dan lutut.
Berbeda dengan pasien pria, organ reproduksi wanita terdapat dalam
rongga pelvis sehingga pemeriksaan tidak segampang pria. Pemeriksaan meliputi
inspeksi dan palpasi dimulai dari daerah inguinal dan sekitarnya. Untuk menilai
keadaan di dalam vagina, gunakan spekulum dengan memberitahukannya kepada
pasien terlebih dahulu. Dan akhirnya lakukan pemeriksaan bimanual untuk
7

menilai ukuran, bentuk, posisi, mobilitas, konsistensi dan kontur uterus serta
deteksi kelainan pada adneksa.
Pengambilan bahan duh tubuh uretra pria, dapat dilakukan dengan
menggunakan sengkelit maupun lidi kapas yang dimasukkan ke dalam uretra.
Sedangkan pengambilan duh tubuh genital pada wanita dilakukan dengan
spekulum dan mengusapkan kapas lidi di dalam vagina dan kemudian dioleskan
ke kaca objek bersih.

2.4 Jenis-jenis Infeksi Menular Seksual


Beberapa jenis IMS yang paling umum ditemukan di Indonesia adalah:
1. Gonore
Definisi
Gonore merupakan semua penyakit yang disebabkan oleh bakteri
Neisseria gonorrhoeae yang bersifat purulen dan dapat menyerang
permukaan mukosa manapun di tubuh manusia.9
Etiologi dan morfologi
Gonore disebabkan oleh gonokokus. Kuman ini masuk dalam kelompok
Neisseria sebagai N.gonorrhoeae bersama dengan 3 spesies lainnya yaitu,
N.meningitidis, N.catarrhalis dan N.pharyngis sicca. Gonokok termasuk
golongan diplokokus berbentuk biji kopi, bersifat tahan asam, gram negatif,
dan dapat ditemui baik di dalam maupun di luar leukosit. Kuman ini tidak
dapat bertahan hidup pada suhu 39 derajat Celcius, pada keadaan kering dan
tidak tahan terhadap zat disinfektan. Gonokok terdiri atas 4 tipe yaitu tipe 1,
tipe 2, tipe 3 dan tipe 4. Namun, hanya gonokok tipe 1 dan tipe 2 yang
bersifat virulen karena memiliki pili yang membantunya untuk melekat pada
mukosa epitel terutama yang bertipe kuboidal atau lapis gepeng yang belum
matur dan menimbulkan peradangan.8
Gejala klinis
Masa tunas gonore sangat singkat yaitu sekitar 2 hingga 5 hari pada pria.
Sedangkan pada wanita, masa tunas sulit ditentukan akibat adanya
kecenderungan untuk bersifat asimptomatis pada wanita. Keluhan subjektif
8

yang paling sering timbul adalah rasa gatal, disuria, polakisuria, keluar duh
tubuh mukopurulen dari ujung uretra yang kadang-kadang dapat disertai
darah dan rasa nyeri pada saat ereksi. Pada pemeriksaan orifisium uretra
eksternum tampak kemerahan, edema, ekstropion dan pasien merasa panas.
Pada beberapa kasus didapati pula pembesaran kelenjar getah bening
inguinal unilateral maupun bilateral.
Gambaran klinis dan perjalanan penyakit pada wanita berbeda dari pria.
Pada wanita, gejala subjektif jarang ditemukan dan hampir tidak pernah
didapati kelainan objektif. Adapun gejala yang mungkin dikeluhkan oleh
penderita wanita adalah rasa nyeri pada panggul bawah, dan dapat
ditemukan serviks yang memerah dengan erosi dan sekret mukopurulen.8

2. Infeksi Genital Non-Spesifik (IGNS)


Definisi
IGNS merupakan infeksi traktus genital yang disebabkan oleh penyebab
yang nonspesifik yang meliputi beberapa keadaan yaitu Uretritis Non-
spesifik (UNS), proktitis nonspesifik dan Uretritis Non-Gonore (UGN).12
Etiologi dan morfologi
Penyebab 30% hingga 50% kasus IGNS adalah Chamydia
trachomatis,sedangkan kasus selebihnya umumnya disebabkan oleh
Ureaplasma urealyticum. Chlamydia trachomatis, imunotipe D sampai
dengan K, ditemukan pada 35 50 % dari kasus uretritis non gonokokus.
Klamidia yang menyebabkan penyakit pada manusia diklasifikasikan
menjadi tiga spesies, yaitu:13
Chlamydia psittaci, penyebab psittacosis.
Trachomatis, termasuk serotipe yang menyebabkan trachoma infeksi
alat kelamin, Chlamydia conjunctivitis dan pneumonia anak dan
serotipe lain yang menyebabkan Lymphogranuloma venereum.
Pneumoniae, penyebab penyakit saluran pernapasan termasuk
pneumonia dan merupakan penyebab penyakit arteri koroner.
9

Gejala klinis
Penting untuk mengetahui adanya koitus suspektus yang biasanya
terjadi 1 hingga 5 minggu sebelum timbulnya gejala. Juga penting untuk
mengetahui apakah telah melakukan hubungan seksual dengan istri pada
waktu keluhan sedang berlangsung, mengingat hal ini dapat menyebabkan
fenomena penularan pingpong.12
Menurut Pedoman Penatalaksanaan Infeksi Menular Seksual Depkes
RI, infeksi melalui hubungan seksual ini pada pria muncul sebagai uretritis
dan pada wanita sebagai servisitis mukopurulen. Manifestasi klinis dari
uretritis kadang sulit dibedakan dengan gonorrhea dan termasuk adanya
discharge mukopurulen dalam jumlah sedikit atau sedang, terutama pada
pagi hari (morning drops) dan dapat pula berupa bercak di celana dalam,
gatal pada uretra dan rasa panas ketika buang air kecil. Infeksi tanpa gejala
bisa ditemukan pada 1-25% pria dengan aktivitas seksual aktif. Pada wanita,
manifestasi klinis mungkin sama dengan gonorrhea, dan seringkali muncul
sebagai discharge endoservik mukopurulen. Namun, 70 % dari wanita
dengan aktivitas seksual aktif yang menderita klamidia, biasanya tidak
menunjukkan gejala. Infeksi yang terjadi selama kehamilan bisa
mengakibatkan ketuban pecah dini dan menyebabkan terjadinya kelahiran
prematur, serta dapat menyebabkan konjungtivitis dan radang paru pada bayi
baru lahir Infeksi klamidia bisa terjadi bersamaan dengan gonorrhea, dan
tetap bertahan walaupun gonorrhea telah sembuh.
Oleh karena servisitis yang disebabkan oleh gonokokus dan klamidia
sulit dibedakan secara klinis maka pengobatan untuk kedua mikroorganisme
ini dilakukan pada saat diagnosa pasti telah dilakukan. Namun pengobatan
terhadap gonorrhea tidak selalu dilakukan jika diagnosa penyakit
disebabkan C. trachomatis.8

3. Sifilis
Etiologi dan morfologi
Sifilis disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum yang merupakan
10

spesies Treponema dari famili Spirochaetaceae, ordo Spirochaetales.14


Gejala klinis
Menurut hasil pemeriksaan histopatologis, perjalanan penyakit sfilis
merupakan penyakit pembuluh darah dari awal hingga akhir. Periode
inkubasi sifilis biasanya 3 minggu.
Fase sifilis primer ditandai dengan munculnya tanda klinis yang
pertama yang umumnya berupa tukak baik tunggal maupun multipel. Lesi
awal biasanya berupa papul yang mengalami erosi, teraba keras dan terdapat
indurasi. Permukaan dapat tertutup krusta dan terjadi ulserasi. Bagian yang
mengelilingi lesi meninggi dan keras. Pada pria biasanya disertai dengan
pembesaran kelenjar lmfe inguinal media baik unilatera maupun bilateral.
Masuknya mikroorganisme ke dalam darah terjadi sebelum lesi primer
muncul, biasanya ditandai dengan terjadinya pembesaran kelenjar limfe
(bubo) regional, tidak sakit, keras nonfluktuan. Infeksi juga dapat terjadi
tanpa ditemukannya chancer (ulkus durum) yang jelas. Tanpa diberi
pengobatan, lesi primer akan sembuh spontan dalam waktu 4 hingga 6
minggu. Stadium generalisata atau stadium dua, muncul erupsi di kulit yang
kadang disertai dengan gejala konstitusional tubuh. Timbul ruam makulo
papuler bisanya pada telapak tangan dan telapak kaki diikuti dengan
limfadenopati.. Sifilis sekunder dapat timbul berupa ruam pada kulit, selaput
lendir dan organ tubuh dan dapat disertai demam dan malaise. Penularan
dapat terjadi jika ada lesi mukokutaneus yang basah pada penderita sifilis
primer dan sekunder. Namun jika dilihat dari kemampuannya menularkan
kepada orang lain, maka perbedaan antara stadium pertama dan stadium
kedua yang infeksius dengan stadium laten yang non infeksius adalah
bersifat arbitrari, oleh karena lesi pada penderita sifilis stadium pertama dan
kedua bisa saja tidak kelihatan.
Penderita stadium erupsi sekunder ini, yang tidak diobati akan
masuk kedalam fase laten selama berminggu minggu bahkan selama
bertahun tahun. Fase laten merupakan stadium sifilis tanpa gejala klinis
namun dengan pemeriksaan serologis yang reaktif. Akan tetapi bukan berarti
11

perjalanan penyakit akan berhenti pada tingkat ini, sebab dapat terjadi sifilis
stadium lanjut berbentuk gumma, kelainan susunan syaraf pusat dan
kardiovaskuler. Terserangnya Susunan Syaraf Pusat (SSP) ditandai dengan
gejala meningitis sifilitik akut dan berlanjut menjadi sifilis meningovaskuler
dan akhirnya timbul paresis dan tabes dorsalis. Periode laten ini kadang kala
berlangsung seumur hidup. Pada kejadian ini gumma dapat muncul dikulit,
saluran pencernaan tulang atau pada permukaan selaput lendir.
Stadium awal sifilis jarang sekali menimbulkan kematian atau
disabilitas yang serius, sedangkan stadium lanjut sifilis memperpendek
umur, menurunkan kesehatan dan menurunkan produktivitas dan efisiensi
kerja. Mereka yang terinfeksi sifilis dan pada saat yang sama juga terkena
infeksi HIV cenderung akan menderita sifilis SSP. Oleh karena itu setiap
saat ada penderita HIV dengan gejala SSP harus dipikirkan kemungkinan
yang bersangkutan menderita neurosifilis (neurolues).

4. Herpes genitalis
Definisi
Herpes genitalis adalah infeksi pada genital yang disebabkan oleh
Herpes Simplex Virus (HSV) dengan gejala khas berupa vesikel yang
berkelompok dengan dasar eritema dan bersifat rekurens.10
Etiologi dan morfologi
Herpes Simplex Virus (HSV) dibedakan menjadi 2 tipe menjadi HSV
tipe 1 dan HSV tipe 2. Secara serologik, biologik dan fisikokimia, keduanya
hampir tidak dapat dibedakan. Namun menurut hasil penelitian, HSV tipe 2
merupakan tipe dominan yang ditularkan melalui hubungan seksual genito-
genital. HSV tipe 1 justru banyak ditularkan melalui aktivitas seksual oro-
genital atau melalui tangan.15
Gejala klinis
Gejala awalnya mulai timbul pada hari ke 4-7 setelah terinfeksi.
Gejala awal biasanya berupa gatal, kesemutan dan sakit. Lalu akan muncul
bercak kemerahan yang kecil, yang diikuti oleh sekumpulan lepuhan kecil
12

yang terasa nyeri. Lepuhan ini pecah dan bergabung membentuk luka yang
melingkar. Luka yang terbentuk biasanya menimbulkan nyeri dan
membentuk keropeng. Penderita bisa mengalami nyeri saat berkemih atau
disuria dan ketika berjalan akan timbul nyeri. Luka akan membaik dalam
waktu 10 hari tetapi bisa meninggalkan jaringan parut. Kelenjar getah
bening selangkangan biasanya agak membesar. Gejala awal ini sifatnya
lebih nyeri, lebih lama dan lebih meluas dibandingkan gejala berikutnya dan
mungkin disertai dengan demam dan tidak enak badan.
Pada pria, luka bisa terbentuk di setiap bagian penis, termasuk kulit
depan pada penis yang tidak disunat. Pada wanita, lepuhan dan luka bisa
terbentuk di vulva dan leher rahim. Jika penderita melakukan hubungan
seksual melalui anus, maka lepuhan dan luka bisa terbentuk di sekitar anus
atau di dalam rektum. Pada penderita gangguan sistem kekebalan (misalnya
penderita infeksi HIV), luka herpes bisa sangat berat, menyebar ke bagian
tubuh lainnya, menetap selama beberapa minggu atau lebih dan resisten
terhadap pengobatan dengan asiklovir. Infeksi awal oleh salah satu virus
akan memberikan kekebalan parsial terhadap virus lainnya, sehingga gejala
dari virus kedua tidak terlalu berat.15

2.5 Pencegahan IMS


Prinsip umum pengendalian IMS adalah:
Tujuan utama:
1. Memutuskan rantai penularan infeksi IMS
2. Mencegah berkembangnya IMS dan komplikasinya
Tujuan ini dicapai melalui:
1. Mengurangi pajanan IMS dengan program penyuluhan untuk menjauhkan
masyarakat terhadap perilaku berisiko tinggi
2. Mencegah infeksi dengan anjuran pemakaian kondom bagi yang
berperilaku risiko tinggi
3. Meningkatkan kemampuan diagnosa dan pengobatan serta anjutan untuk
mencari pengobatan yang tepat
13

4. Membatasi komplikasi dengan melakukan pengobatan dini dan efektif


baik untuk yang simptomatik maupun asimptomatik serta pasangan
seksualnya.
Menurut Direktorat Jenderal PPM & PL (Pemberantasan Penyakit
Menular dan Penyehatan Lingkungan) Departemen Kesehatan RI, tindakan
pencegahan dapat dilakukan dengan beberapa tindakan, seperti:
Mendidik masyarakat untuk menjaga kesehatan dan hubungan seks yang
sehat,pentingnya menunda usia aktivitas hubungan seksual, perkawinan
monogami, dan mengurangi jumlah pasangan seksual.
Melindungi masyarakat dari IMS dengan mencegah dan mengendalikan IMS
pada para pekerja seks komersial dan pelanggan mereka dengan melakukan
penyuluhan mengenai bahaya IMS, menghindari hubungan seksual dengan
berganti-ganti pasangan, tindakan profilaksis dan terutama mengajarkan cara
penggunaan kondom yang tepat dan konsisten.
Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan untuk diagnosa dini dan
pengobatan dini terhadap IMS. Menjelaskan tentang manfaat fasilitas ini dan
tentang gejala-gejala IMS dan cara-cara penyebarannya.

2.6 Skrining IMS


Skrining adalah pemeriksaan yang dilakukan secara berkala pada orang
yang tidak mengeluhkan gejala penyakit namun berada dalam resiko terkena
penyakit.3 Yang menjadi sasaran klinik IMS adalah kelompok resiko tinggi
lokalisasi, kelompok resiko tinggi non lokalisasi yang meliputi panti pijat, pekerja
seks panggilan dan pekerja seks jalanan, klien, dan ODHA. Tujuannya adalah
untuk menegakkan diagnosis berdasarkan pemeriksan laboratorium dengan reaksi
cepat dan tepat, untuk memonitor pendampingan yaitu perubahan perilaku
kelompok dampingan dengan turunnya angka IMS, HIV-AIDS.
Klinik IMS di Sunan Kuning menargetkan 100% WPS melakukan
skrining 2 minggu sekali, 100% WPS diperiksa secara laboratorium, dan 100%
kasus IMS mendapat pengobatan yang tepat. Prinsip pemeriksaannya adalah one
day one service, pelayanan yang nyaman, rahasia, tidak lama dan setiap kali WPS
14

datang untuk skrining akan mendapatkan konseling.


Pelayanan klinik Griya ASA tersedia hari Senin Jumat, pukul 09.00
15.00 WIB, pelayanan yang dilakukan dan diberikan adalah:
Pelayanan skrining IMS dalam waktu sehari (One Day Service) di klinik Griya
ASA PKBI Semarang.
Pelayanan pengobatan pada pasien skrining yang positif menderita IMS.
Pelayanan konseling kepada pasien yang telah mengikuti skrining untuk
menjaga perilaku seks yang sehat atau menggunakan kondom setiap
berhubungan seks.
Bekerjasama dengan mucikari dan petugas resosialisasi untuk mengingatkan
seluruh WPS untuk melakukan skrininig IMS sesuai jadwal.
Memberikan pelayanan skrining IMS di Griya ASA PKBI Kota Semarang
setiap hari kerja pada jam kerja.
Pelayanan skrining, pengobatan, dan konseling dilakukan oleh tenaga medis
yang terlatih.
BAB III
HASIL PENGAMATAN

3.1 Data WPS


Hasil Tanda Dx
Masa Pemakaian Skrining Bilas
No Nama Asal Skri Keluhan Klinis Skrining
Kerja Kondom Terakhir Vagina
ning IMS terakhir
CBV
DTV
1 Nn. Dewi Tasikmalaya 2 tahun selalu 18 Sept 2014 -/+/+ + +
+DTS
Kadang- 18 Sept 2014 DTV CBV
2 Nn. Ovi Salatiga 6 bulan +/+/+ - +
kadang +DTS
18 Sept 2014 Erosi, C
1,5 Kadang- nyeri
3 Nn. Selly Lampung -/+/+ - +
tahun kadang goyang,
DTS
1,5 Kadang- 18 Sept 2014 C
4 Nn. Ira Grobogan -/-/+ + + DTS
tahun kadang
5 Nn. Nani Wonosobo 2 tahun Selalu 18 Sept 2014 -/+/+ + + DTS C

Tidak 18 Sept 2014 C


6 Nn. Ella Temanggung 6 bulan -/-/+ + + DTS
pernah
1,5 Kadang- 18 Sept 2014 C
7 Ny. Kari Wonosobo -/+/+ - + DTS
tahun kadang
8. Nn. Ani Purwodadi 3 tahun Kadang- 18 Sept 2014 -/-/- + - - -

17
kadang

9. Ny. Wiwi Jepara 6 bulan Selalu 18 Sept 2014 -/-/- + - - -

10 Nn. Puji Ungaran 3 tahun Selalu 18 Sept 2014 -/-/- + - - -


Wawancara dilakukan pada tanggal 18 September 2014 kepada 10 orang
WPS. 1 WPS dari Tasikmalaya, 1 WPS dari Salatiga, 1 WPS dari Lampung, 1
WPS dari Grobogan, 1 WPS Temanggung, 2 WPS dari Wonosobo, 1 WPS dari
dari Purwodadi, 1 WPS dari Jepara, 1 WPS dari Ungaran. Dari 10 WPS yang
diwawancarai tersebut, 8 orang belum menikah dan 2 orang sudah menikah.
Riwayat bekerja di Sunan Kuning, mayoritas sudah bekerja lebih dari 1
tahun (70%), dan 3 orang bekerja selama 6 bulan (30%). Yang melatar belakangi
responden bekerja di Sunan Kuning karena alasan ekonomi yang kurang (100%).
Berdasarkan tingkat pendidikannya, hanya 1 orang yang sudah lulus SMA, 3
orang tamatan SMP (30%), 1 orang tidak lulus SD (10%), 5 orang lainnya adalah
tamatan SD (50%).
Pada saat diwawancarai seluruh responden mengaku telah mendapatkan
informasi mengenai IMS dan HIV dari Griya Asa dan pembinaan yang dilakukan
di wilayah Sunan Kuning. Namun, hasil dari tanya jawab singkat mengenai
pemahaman IMS, 70% diantaranya hanya mengetahui mengenai pengertian dan
cara penularan IMS akan tetapi kurang mengerti seperti apa gejala yang timbul
bila terinfeksi serta kesadaran untuk mencegah IMS masih tergolong kurang.
Semua responden (100%) melakukan skrining di klinik Griya Asa dan
mengaku melakukan skrining atas kesadaran sendiri secara rutin selama 2 minggu
sekali. Seluruh responden juga menyatakan bahwa skrining tersebut sangat
penting untuk mengetahui mereka terinfeksi atau tidak. Dari 10 responden
tersebut, 6 diantaranya (60%) pernah mendapat obat dari klinik Griya Asa dengan
keluhan keputihan. Pada saat pemeriksaan screening dilakukan, ada 2 diantaranya
(20%) yang sedang mengalami keputihan.
Berdasarkan hasil wawancara terhadap 10 responden, seluruh responden
(100%) mengaku pernah melakukan VCT. Dari hasil VCT yang dilakukan
tersebut dinyatakan mereka bebas dari HIV.
Berdasarkan informasi dari 10 WPS yang diwawancarai, seluruh
responden (100%) memiliki kebiasaan merokok dan minum minuman beralkohol
serta 4 responden (40%) mengaku memiliki tato di tubuhnya. Seluruh responden
menyatakan selalu menawarkan kondom kepada tamu. Namun, 8 responden

17
(80%) mengatakan bahwa mereka masih mau melakukan hubungan seksual
unsafe pada pelanggan yang memaksa tidak menggunakan kondom. Dan 2
responden lainnya menyatakan telah konsisten untuk menawarkan kondom
terlebih dahulu kepada tamu dan apabila tamu menolak maka mereka tidak mau
melayani tamu tersebut.

3.2 Kunjungan Ke Resosialisasi


Data mengenai peran pengurus resosialisasi didapatkan dari wawancara
dengan petugas resosialisasi dan petugas lapangan Griya Asa. Berdasarkan hasil
wawancara, untuk masalah kesehatan, pengurus resosialisasi bekerja sama dengan
klinik Griya ASA telah menjalankan beberapa program yang telah dijalankan
hingga saat ini, diantaranya yaitu mewajibkan WPS untuk mengikuti pembinaan
(sekolah), melakukan skrining IMS, melakukan deteksi dini HIV melalui klinik
VCT, mengadakan senam setiap 1 minggu sekali pada pukul 06.00 WIB dengan
pembagian jadwal Gang 1, 2, dan 3 setiap hari Jumat dan Gang 4, 5, 6 setiap hari
Sabtu, penyediaan kondom serta menjatuhkan sanksi bagi WPS yang melanggar
tata tertib. Program dan tata tertib tersebut berlaku untuk WPS yang tinggal di
Sunan Kuning maupun WPS yang statusnya freelance (panggilan)/yang tinggal di
kos.
Kegiatan Skrining IMS yang dilakukan 2 minggu sekali, dimana klinik
IMS Griya menjangkau WPS di gang 4, 5, dan, 6, tetapi tidak menutup
kemungkinan WPS di gang 1, 2, dan 3 untuk datang dan memeriksakan diri di
klinik IMS Griya ASA. Hal ini dikarenakan WPS yang berada di gang 1, 2, dan 3
merupakan jangkauan dari wilayah kerja Puskesmas Lebdosari.
Di samping itu, klinik IMS Griya ASA juga menjalin hubungan baik
dengan tim outreach seperti melalui kerjasama untuk melakukan penyuluhan
kepada WPS, menyediakan pemateri penyuluhan, melaporkan WPS yang terkena
IMS ke tim outreach agar dapat dilakukan pendekatan personal.
Upaya pencegahan lainnya yang telah dilakukan adalah dengan
mewajibkan penggunaan kondom di Sunan Kuning, akan tetapi pemantauan
apakah WPS tersebut benar-benar memakai kondom atau tidak ini sulit dilakukan
karena setiap WPS hanya diwajibkan menawarkan kondom kepada pelanggan
akan tetapi keputusan ditangan pelanggan. Lagipula untuk kasus-kasus WPS yang
tidak menggunakan kondom, tidak ada sanksi khusus yang diberikan.

3.3 PENGAMATAN KLINIK IMS GRIYA ASA


3.3.1 Kegiatan Klinik
Kegiatan yang dilakukan di klinik IMS Griya ASA antara lain, skrining
IMS, VCT, dan Mobile VCT dan IMS yang dilaksanakan di panti-panti pijat,
jalanan, terminal, serta di perkumpulan yang ada di kelurahan dan kecamatan.
Jangkauan VCT dan Mobile VCT lebih dititikberatkan ke ibu hamil dan ibu
rumah tangga. Waktu pelaksaaan Mobile IMS adalah 1 bulan sekali, sedangkan
Mobile VCT 3 bulan sekali.

3.3.2 Man (SDM)


2 orang petugas PKBI (bidan)
2 orang dokter yang merangkap sebagai CST
1 orang analis/petugas laboratorium
1 orang admin
2 orang konselor

3.3.3 Sarana prasarana


Ruang Registrasi dan Ruang Tunggu
Ruang registrasi yang ada di Klinik IMS Griya Asa digunakan juga
sebagai ruang tunggu bagi pasien. Terdapat 2 buah kursi panjang di dalam
ruang registrasi dan 1 buah kursi panjang di luar ruangan. Kondisi ruangan
cukup nyaman,karena dilengkapi dengan kipas angin, dan sirkulasi udara yang
cukup. Namun bila dilihat dari luasnya, dapat dianggap ruangan ini kurang
leluasa jika digunakan untuk berlalu lalang.
Ruang Pemeriksaan :
Di dalam ruang pemeriksaan, ditemukan meja untuk meletakkan peralatan
pemeriksaan, applicator, lampu sorot, bed gyn, ember, lemari penyimpanan
obat, kipas angin, dan tempat sampah serta alat sterilisasi yang berisi
speculum. Di samping itu, di dinding ruang pemeriksaan juga terlihat SOP
pemeriksaan. Tidak ditemukan wastafel atau tempat cuci tangan di dalam
ruangan.

Ruang Laboratorium :

Terdapat peralatan dan bahan untuk membuat preparat pemeriksaan, 1 buah


mikroskop, 1 buah rotator atau alat centrifuge dan meja pencatatan.
Ruang Dokter

3.3.4 Metode
Dalam melaksanakan kegiatan di klinik IMS Griya ASA telah terbentuk SOP
untuk pelayanan IMS beserta cara pengambilan dan pemeriksaan specimen.
Petugas yang melaksanakan tindakan telah melakukan tugas sesuai dengan SOP
yang ada, yaitu :
Pelayanan IMS
Setelah dari ruang administrasi, pasien dipersilakan untuk ke ruang
pemeriksaan, petugas administrasi membawa baki berisi slide dan CM pasien
dan menyerahkan kepada petugas pemeriksaan
1. Kenalkan diri pada pasien dan jelaskan posisi Anda di klinik IMS
2. Menganamnesa keluhan pasien dan mengisi CM
3. Jelaskan pada pasien prosedur yang akan dilakukan, adalah :
Tujuan pengambilan sediaan
Cara pengambilan sediaan
Berapa lama harus menunggu hasil
Pasien membuka pakaian dalamnya
Menaiki meja pemeriksaan
4. Setelah membuka pakaian dalam, minta pasien untuk naik ke meja
pemeriksaan, bimbing pasien untuk mendapatkan posisi yang baik dalam
melakukan pemeriksaan
5. Tutupi bagian bawah tubuh pasien dengan selimut atau kain untuk
membuat pasien lebih nyaman
6. Tenangkan pasien, beri dukungan, minta pasien untuk rileks dan petugas
memulai pemeriksaan fisik

Pasien Perempuan
- Lakukan pemeriksaan bagian mulut dan kelenjar getah bening yang
terkait, telapak tangan dan telapak kaki
- Inspeksi dan palpasi perut bagian bawah, amati ekspresi pasien apakah
tampak kesakitan
- Inspeksi dan palpasi kelenjar inguinal, apakah ada pembesaran dan atau
tanda radang
- Inspeksi genitalia eksterna, amati adanya kelainan atau gangguan (misal :
ada kutu, luka/ulkus, benjolan dan duh tubuh)
- Lakukan pemeriksaan dengan speculum
- Ambil sediaan
- Keluarkan speculum dan tunjukan kepada pasien apabila ada duh tubuh
- Lakukan pemeriksaan pH
- Lakukan pemeriksaan sniff test/whiff test
- Masukkan speculum yang telah dipakai ke larutan chlorine 0,5%
- Lakukan vaginal toucher, rasakan adanya kelainan atau gangguan, catat
apakah ada nyeri goyang serviks
- Catatan : perlakukan sebelum dan sesudah pemeriksaan, seperti cuci
tangan, dll

Pasien Laki-laki atau Waria


- Minta pasien untuk duduk di tepi tempat tidur dan lakukan pemeriksaan
bagian mulut dan kelenjar getah bening yang terkait, telapak tangan dan
kaki
- Kemudian pasien diminta untuk membuka celana / rok dan pakaian
dalamnya
- Pasien diminta untuk tidur
- Inspeksi dan palpasi kelenjar inguinal, amati adanya pembesaran dan atau
tanda radang
- Inspeksi dan palpasi penis amati adanya duh tubuh dan kelainan atau
gangguan lain seperti kutil pada orificium uretra eksterna, bagi yang tidak
sirkumsisi buka preputium amati sulkus apakah ada luka, kutil
- Inspeksi dan palpasi scrotum amati adanya kutu, dan kelainan atau
gangguan lain kemudian ditelusuri mulai dari testis bandingkan besarnya
antara scrotum kiri dan kanan, epididimis, saluran sperma
- Bila pasien melakukan seks insertive, tidak terlihat adanya duh tubuh,
ajari pasien untuk melakukan milking
- Ambil sediaan dari ostium urethra eksternum
- Inspeksi daerah sekitar anus apakah ada duh tubuh, luka / bekas luka,
benjolan atau kutil
- Bila pasien melakukan seks receptive, lakukan rectal toucher, lihat
adanya kelainan yang tidak memungkinkan dilakukan anuskopi
- Lakukan pemeriksaan anuskopi
- Ambil sediaan dari anus
- Masukkan anuskopi ke dalam larutan chlorine 0,5%
- Minta pasien untuk memakai pakaiannya kembali
- Minta pasien untuk menunggu hasil
- Catat semua hasil pemeriksaan dan asal specimen (urethra/anus/ cerviks)
pada CM
- Bawa ke ruang laboratorium bersama slide

Pengambilan sampel sekret vagina


a. Pengambilan sampel pasien wanita dilakukan oleh pemeriksa wanita.
b. Menjelaskan kepada pasien mengenai tindakan yang akan dilakukan dan
menganjurkan kepada pasien untuk merasa rileks.
c. Setiap pengambilan sampel untuk masing - masing pemeriksaan harus
menggunakan spekulum / cotton applicator steril.
d. Masukkan daun spekulum cocor bebek steril dalam keadaan tertutup dengan
posisi tegak/ vertikal ke dalam vagina dan setelah seluruhnya masuk, kemudian
putar pelan-pelan sampai daun spekulum dalam posisi datar/ horizontal. Buka
spekulum dan dengan bantuan lampu sorot vagina, cari serviks. Kunci
spekulum pada posisi itu sehingga serviks terfiksasi.
e. Lakukan pemeriksaan serviks, vagina dan pengambilan spesimen.
f. Dari forniks posterior dan dinding vagina: dengan cotton applicator steril untuk
pembuatan sediaan, mengoleskan pada objek glass.
g. Untuk pemeriksaan pH, setelah cotton applicator dioleskan pada objek glass,
juga dioleskan pada pita pH untuk mengetahui pH vagina.
h. Lepas spekulum: kunci spekulum dilepaskan sehingga spekulum dalam posisi
tertutup, putar spekulum 90 derajat sehingga daun spekulum dalam posisi
tegak, dan keluarkan spekulum perlahan-lahan.

Cara pemeriksaan specimen


Pemeriksaan laboratorium dilakukan oleh seorang analis.
i. Keringkan sediaan diudara
ii. Fiksasi dengan melewatkannya diatas api
iii. Genangi/Tetesi sediaan dengan Methylen blue 0.3% - 1%
selama 30 detik
iv. Cuci dengan air mengalir
v. Keringkan sediaan
vi. Periksa sediaan dibawah mikroskop dengan lensa objektif
100x menggunakan minyak imersi untuk melihat adanya
lekosit PMN dan diplokokus intraseluler
vii. Interpretasi hasil:
Lekosit PMN Positif bila: Ditemukan 30
PMN/lpb (sampel secret wanita), Ditemukan 5
PMN/lpb (sampel secret uretra/pria)
Diplokokus Positif bila: Ditemukan 1 Diplokokus
Intrasel/100 lpb
Untuk pelayanan klinik mobile IMS dan VCT ditambahkan SOP sebagai berikut:
1. Tahapan Persiapan
a. Tim klinik melakukan koordinasi dengan Behaviour Changes
Intervention (BCI) atau orang kunci lain untuk melakukan asesmen
lokasi dan menentukan lokasi yang akan digunakan sebagai tempat
mobile klinik
b. Tim klinik dan tim BCI memilih waktu dan lokasi pelayanan sesuai
kriteria
i. Lokasi cukup dekat dengan kelompok sasaran
ii. Lokasi cukup aman dan layak bagi kelompok sasaran
iii. Mendapat ijjin dari yang berwenang
c. Bersama-sama menentukan jadwal dan waktu pelayanan sedapat
mungkin disesuaikan dengan kelompok sasaran dan memastikan
bahwa mobile klinik dapat dilaksanakan
d. Satu minggu sebelum pelaksanaan tim melakukan konfirmasi
pelaksanaan mobile klinik kepada orang kunci atau pihak terkait di
lokasi
e. Jumlah klien minimal 10 orang
2. Tahapan Pelaksanaan
Pelaksanaan pelayanan oleh petugas dilaksanakan sesuai standart
pelayanan yang ada, dengan catatan khusus:
a. Konselor VCT
Setiba di lokiasi konselor VCT mempersiapkan ruang konseling
senyaman mungkin dengan posisi konseling L
b. Petugas laboratorium
Sebelum menuju lokasi memastikan:
1. Mikroskop harus ditempatkan di dalam kotak kayu
2. Mikropipet, rotator, sentrifuge ditempatkan dalam kotak
atau kardus
3. Reagensia dan bahan-bahan cair ditempatkan di dalam
kotak plastik
4. Reagen RPR dan determin sifilis serta reagensia HIV
ditempatkan dalam coolbox yang diberi es dan reagen tidak
boleh menempel dengan es
5. Peralatan pengambilan darah ditempatkan dalam satu kotak
plastik khusus
6. Perlengkapan laboratorium lain dimasukkan dalam satu
kardus

Setiba di lokasi:
1. Alasi meja laboratorium dengan taolak meja plastik
2. Siapkan 2 tempat sampah untuk sampah infeksius dan non-
infeksius dan lapisi dengan kantong plastik
3. Siapkan bahan-bahan dan tempat pengambilan darah
4. Siapkan peralatan dan bahan untuk pewarnaan dan sediaan
basah
5. Tempatkan rotator, sentrifuge, mikroskop di atas meja
bebas getaran atau di lantai
6. Melakukan prosedur selanjutnya mengikuti protap
pemeriksaan lab sederhana dan anti-HIV
c. Alur pelayanan IMS dan VCT sesuai dengan standart
d. Penyimpanan dokumen IMS, VCT, dan laboratorium untuk
sementara disimpan dalam tas/tempat teratur/tempat tertutup dan
akan dipindahkan ke lemari file segera sesudah tiba kembali di
klinik dan menjadi tanggung jawab konselor dan petugas
administrasi
e. Petugas admministrasi dapat dirangkap oleh perawat untuk
pelayanan IMS dan konselor untuk VCT
f. Konselor perlu memberikan informasi jelas, mengenai tempat,
waktu pelayanan VCT yang dapat diakses klien setiap waktu
3. Tahapan Pelaporan
Evaluasi dan hasil pelayanan mobile klinik dilaporkan oleh tim dalam
pelaporan narasi bulanan

3.3.5 Proses pemeriksaan pasien IMS


Setiap 2 minggu sekali WPS wajib melakukan skrining IMS, bagi mereka
yang mendapatkan hasil positif akan diberikan obat dan akan di evaluasi setiap 1
minggu oleh petugas Klinik IMS dengan mewajibkan untuk datang periksa dan
kontrol di Klinik IMS. Selain itu dilakukan konseling dan pendekatan personal
IRA (Individual Risk Assessment) kepada WPS tersebut.
Setiap WPS diberikan Buku Kesehatan untuk memantau kesehatan WPS
dan wajib dibawa setiap kali dilakukan pemeriksaan.

3.3.6 Universal Precaution


Perlindungan diri
Petugas yang melakukan tindakan selalu menggunakan sarung tangan
pelindung (handscoon).
Sterilisasi alat
Alat alat yang telah digunakan dilakukan sterilisasi dengan alat
khusus sterilisasi di dalam ruang pemeriksaan.
Pembuangan limbah
Tempat sampah yang ada di dalam ruang pemeriksaan menggunakan
ember biasa yang di dalamnya terdapat kantong plastik hitam, tetapi
untuk alat suntik yang telah dipakai dibuang di dalam kotak biasa yang
semestinya di dalam kotak kuning.
BAB IV
MASALAH

Berdasarkan informasi yang ditemukan pada saat pengamatan tanggal 18


September 2014 diperoleh masalah sebagai berikut:
1. Terdapat 2 orang WPS dengan pengetahuan mengenai gejala IMS dan
kesadaran untuk mencegah IMS masih kurang baik.
2. Terdapat 7 orang WPS dengan keluhan keputihan
3. Terdapat 5 orang WPS yang masih bersedia melakukan HUS tanpa
menggunakan kondom
4. Terdapat 10 orang WPS merokok dan mengkonsumsi alkohol.
5. Terdapat 4 orang WPS yang menggunakan tato.

27
BAB V
ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH

Berikut ini adalah usulan alternatif pemecahan masalah yang dapat


digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang didapatkan pada saat
pengamatan skrining IMS 18 September 2014 antara lain:
1. Pendekatan personal kepada WPS dengan bantuan Peer Educator (PE)
2. Penyuluhan tentang menjaga hidup sehat terutama kesehatan reproduksi
dan penempelan poster di setiap wisma mengenai bahaya IMS, gejala dan
cara-cara penularannya
3. Pemeriksaan penunjang lebih lanjut untuk mengetahui etiologi penyakit
sehingga dapat memberikan terapi sesuai dengan etiologinya
4. Pengawasan kepatuhan skrining rutin bagi WPS yang dilakukan setiap 2
minggu sekali, dan VCT setiap 3 bulan.

28
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 KESIMPULAN
Dari hasil pengamatan dan wawancara terhadap petugas Griya ASA, WPS,
dan pengurus resosialisasi pada tanggal 18 September 2014, didapatkan simpulan
sebagai berikut :
1. Terdapat 2 orang WPS dengan pengetahuan mengenai gejala IMS
dan kesadaran untuk mencegah IMS masih kurang baik.
2. Terdapat 7 orang WPS dengan keluhan keputihan
3. Terdapat 5 orang WPS yang masih bersedia melakukan HUS tanpa
menggunakan kondom
4. Terdapat 10 orang WPS merokok dan mengkonsumsi alkohol.
5. Terdapat 4 orang WPS yang menggunakan tato.
Dan adapun pemecahan masalah yang diusulkan diantaranya adalah:
1. Pendekatan personal kepada WPS dengan bantuan Peer Educator (PE).
2. Penyuluhan tentang menjaga hidup sehat terutama kesehatan reproduksi dan
penempelan poster di setiap wisma mengenai bahaya IMS dan cara-cara
penularannya
3. Pemeriksaan penunjang lebih lanjut untuk mengetahui etiologi penyakit
sehingga dapat memberikan terapi sesuai dengan etiologinya
4. Meningkatkan lagi sistem pemantauan penggunaan kondom oleh pengurus
resosialisasi, petugas PE, dan mucikari serta memberikan sanksi bagi WPS
yang tidak menggunakan kondom.

6.2 SARAN
1. Disarankan kepada pihak-pihak yang terlibat untuk menjaga koordinasi yang
telah ada agar program skrining rutin dan pengobatan IMS dapat terus
berjalan.
2. Menambah media sosialisasi untuk meningkatkan pengetahuan pelanggan
seks mengenai IMS dan bahayanya

29
30

3. Diperlukan penelitian lebih mendalam terkait faktor-faktor yang


mempengaruhi kejadian IMS pada WPS Gang 4-6 di Sunan Kuning dan
penggunaan metodologi yang sesuai untuk mengkaji lebih lanjut mengenai
permasalahan-permasalahan yang ditemukan.
4. Diperlukan suatu rencana tindak lanjut yang lebih rinci berdasarkan alternatif
pemecahan masalah yang dibuat sehingga kegiatan-kegiatan yang
direncanakan dapat bermanfaat dalam mengatasi permasalahan yang ada

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2013. Profil Kesehatan. Available


from:
http://www.dinkesjatengprov.go.id/dokumen/2013/SDK/Mibangkes/profil201
2/BAB_I-VI_2012_fix.pdf [accessed 2 Januari 2014].
2. Kementrian kesehatan RI. 2011. pedoman nasional penanganan IMS.
Jakarta : bakti husada)
3. http://m.suaramerdeka.com/index.php/read/layar/2013/05/30/1014.
3. Budiarto, Eko. 2003. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
4. Infeksi menular seksual diakses dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26065/4/Chapter%20II.pdf .
Diakses pada tanggal 4 januari 2013.
5. World Health Organization, 2012. HIV and sexually transmitted infections in
western pasific region : 2000-2010. Geneva: World Health Organization.
6. Centers for Disease Control and Prevention, 2013. CDC Fact Sheet STD
Trends in United States 2011. Available from:
http://www.cdc.gov/std/healthcomm/factsheets .htm. [accessed 3 Januari
2014].
7. Dinas kesehatan Kota Semarang, 2012. Profil Kesehatan Kota Semarang
2011. Available from: www.dinkes-kotasemarang.go.id [accessed 2 Januari
2014].
8. Daili, SF, dkk. Pedoman Penatalaksanaan Infeksi Menular Seksual.
Jakarta :Departemen Kesehatan RI Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan. 2006.
9. Stuart M.Berman and Stephen Moses. Adolescens and STDs, including HIV
infection dalam King Holmes Sexually Transmitted Diseasea. edisi ke 4. Mc
Graw Hill 2010. Hal 165.

31
32

10. Centers for Disease Control and Prevention, 2007. CDC Fact Sheet Genital
Herpes. Available from: http://www.cdc.gov/std/healthcomm/factsheets .htm.
[accessed 3 Januari 2014].
11. Hakim, L, 2009. Epidemiologi Infeksi Menular Seksual. In Daili, SF., et al,
Infeksi Menular seksual, 4thed. Jakarta:Balai penerbitan FKUI, 3-16.
12. Lumintang, H., 2009. Infeksi Genital Non Spesifik. In Daili, SF., et al, Infeksi
Menular seksual, 4thed. Jakarta:Balai penerbitan FKUI, 77-83.
13. Struble, K. & Lutwick, L.I., 2010. Chlamydial Genitourinary, Universityof
Oklahoma College of Medicine. Available from:
http://emedicine.medscape.com /article/214823-overview [accessed 3 januari
2014] .
14. Hutapea, N.O., 2009. Sifilis. In: Daili, S.F., et al., Infeksi Menular Seksual. 4th
ed. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI, 84-102.
15. Salvaggio, M.R. & Lutwick, L.I., 2009. Herpes Simplex, University of
Oklahoma College of Medicine. Available from:
http://emedicine.medscape.com /article/218580-overview [accessed 4 Januari
2014]

Anda mungkin juga menyukai