Disusun oleh:
Maylia Rossella 22010113210122
Raras Rachmandiar 22010113210123
Nur Ade Oktaviyanti 22010113210124
Filia Clementy D. S 22010113210125
Alif Adlan Zulizar 22010113210140
Disahkan Oleh:
Pembimbing,
ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul............................................................................................................
i
Halaman Pengesahan.................................................................................................
ii
Daftar Isi.....................................................................................................................
iii
BAB I.PENDAHULUAN..........................................................................................
1
1.2 Tujuan......................................................................................................
3
1.3 Sasaran....................................................................................................
3
iii
iv
BAB 4.MASALAH....................................................................................................
28
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................
32
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
1.2 TUJUAN
1.2.1 Tujuan Umum
Mengkaji faktor-faktor yang menmpengaruhi kejadian IMS pada WPS di
resosialisasi Sunan Kuning Gang 4-6.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui prevalensi kasus IMS pada WPS di resosialisasi Sunan
Kuning Gang 4-6.
2. Menggali permasalahan terkait faktor pelayanan klinik IMS Griya ASA,
pengaruh lingkungan, peran mucikari dan pengurus resosialisasi, serta
perilaku WPS yang mempengaruhi kejadian IMS pada WPS di
resosialisasi Sunan Kuning Gang 4-6.
3. Menyusun usulan pemecahan masalah terkait faktor-faktor yang
mempengaruhi kejadian IMS pada WPS di resosialisasi Sunan Kuning
Gang 4-6.
1.3 SASARAN
Sasaran kegiatan kali ini adalah petugas Klinik IMS Griya ASA serta
WPS, mucikari, dan pengurus resosialisasi yang berada di Resosialisasi Sunan
Kuning Gang 4-6.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
5
kelamin di sebut IMS (misalnya hepatitis). Sedangkan PMS sering merujuk pada
gejala di alat kelamin, tetapi IMS lebih merujuk pada cara penularan melalui seks.
IMS memang sering terjadi pada kaum perempuan akan tetapi tidak
menutupi kemungkinan laki-laki juga dapat terjangkit IMS ini, karena setiap
orang yang memiliki banyak pasangan (multipartner) atau sering bergonta ganti
pasangan tanpa menggunakan pelindung seperti kondom, termasuk dalam orang-
orang yang lebih berisiko tertular IMS.
Penyebab IMS dapat dikelompokkan atas beberapa jenis ,yaitu: Bakteri
(N.gonorrhoeae, C.trachomatis, T.pallidum), Virus (diantaranya HSV,HPV,HIV,
Herpes B virus, Molluscum contagiosum virus), Protozoa (diantaranya
Trichomonas vaginalis), Jamur (diantaranya Candida albicans), Ektoparasit
(diantaranya Sarcoptes scabiei).
Cara penularan IMS adalah dengan cara kontak langsung yaitu kontak
dengan eksudat infeksius dari lesi kulit atau selaput lendir pada saat melakukan
hubungan seksual dengan pasangan yang telah terinfeksi. Lesi bisa terlihat jelas
ataupun tidak terlihat dengan jelas. Penularan IMS juga dapat terjadi dengan
media lain seperti darah melalui bias melalui transfuse darah orang yang terinfeksi
HIV, penggunaan jarum suntik yang tidak steril pada pemakai narkoba, tato,
tindik, dll. Penularan juga terjadi dari ibu kepada bayi pada saat hamil, saat
melahirkan dan saat menyusui.
menilai ukuran, bentuk, posisi, mobilitas, konsistensi dan kontur uterus serta
deteksi kelainan pada adneksa.
Pengambilan bahan duh tubuh uretra pria, dapat dilakukan dengan
menggunakan sengkelit maupun lidi kapas yang dimasukkan ke dalam uretra.
Sedangkan pengambilan duh tubuh genital pada wanita dilakukan dengan
spekulum dan mengusapkan kapas lidi di dalam vagina dan kemudian dioleskan
ke kaca objek bersih.
yang paling sering timbul adalah rasa gatal, disuria, polakisuria, keluar duh
tubuh mukopurulen dari ujung uretra yang kadang-kadang dapat disertai
darah dan rasa nyeri pada saat ereksi. Pada pemeriksaan orifisium uretra
eksternum tampak kemerahan, edema, ekstropion dan pasien merasa panas.
Pada beberapa kasus didapati pula pembesaran kelenjar getah bening
inguinal unilateral maupun bilateral.
Gambaran klinis dan perjalanan penyakit pada wanita berbeda dari pria.
Pada wanita, gejala subjektif jarang ditemukan dan hampir tidak pernah
didapati kelainan objektif. Adapun gejala yang mungkin dikeluhkan oleh
penderita wanita adalah rasa nyeri pada panggul bawah, dan dapat
ditemukan serviks yang memerah dengan erosi dan sekret mukopurulen.8
Gejala klinis
Penting untuk mengetahui adanya koitus suspektus yang biasanya
terjadi 1 hingga 5 minggu sebelum timbulnya gejala. Juga penting untuk
mengetahui apakah telah melakukan hubungan seksual dengan istri pada
waktu keluhan sedang berlangsung, mengingat hal ini dapat menyebabkan
fenomena penularan pingpong.12
Menurut Pedoman Penatalaksanaan Infeksi Menular Seksual Depkes
RI, infeksi melalui hubungan seksual ini pada pria muncul sebagai uretritis
dan pada wanita sebagai servisitis mukopurulen. Manifestasi klinis dari
uretritis kadang sulit dibedakan dengan gonorrhea dan termasuk adanya
discharge mukopurulen dalam jumlah sedikit atau sedang, terutama pada
pagi hari (morning drops) dan dapat pula berupa bercak di celana dalam,
gatal pada uretra dan rasa panas ketika buang air kecil. Infeksi tanpa gejala
bisa ditemukan pada 1-25% pria dengan aktivitas seksual aktif. Pada wanita,
manifestasi klinis mungkin sama dengan gonorrhea, dan seringkali muncul
sebagai discharge endoservik mukopurulen. Namun, 70 % dari wanita
dengan aktivitas seksual aktif yang menderita klamidia, biasanya tidak
menunjukkan gejala. Infeksi yang terjadi selama kehamilan bisa
mengakibatkan ketuban pecah dini dan menyebabkan terjadinya kelahiran
prematur, serta dapat menyebabkan konjungtivitis dan radang paru pada bayi
baru lahir Infeksi klamidia bisa terjadi bersamaan dengan gonorrhea, dan
tetap bertahan walaupun gonorrhea telah sembuh.
Oleh karena servisitis yang disebabkan oleh gonokokus dan klamidia
sulit dibedakan secara klinis maka pengobatan untuk kedua mikroorganisme
ini dilakukan pada saat diagnosa pasti telah dilakukan. Namun pengobatan
terhadap gonorrhea tidak selalu dilakukan jika diagnosa penyakit
disebabkan C. trachomatis.8
3. Sifilis
Etiologi dan morfologi
Sifilis disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum yang merupakan
10
perjalanan penyakit akan berhenti pada tingkat ini, sebab dapat terjadi sifilis
stadium lanjut berbentuk gumma, kelainan susunan syaraf pusat dan
kardiovaskuler. Terserangnya Susunan Syaraf Pusat (SSP) ditandai dengan
gejala meningitis sifilitik akut dan berlanjut menjadi sifilis meningovaskuler
dan akhirnya timbul paresis dan tabes dorsalis. Periode laten ini kadang kala
berlangsung seumur hidup. Pada kejadian ini gumma dapat muncul dikulit,
saluran pencernaan tulang atau pada permukaan selaput lendir.
Stadium awal sifilis jarang sekali menimbulkan kematian atau
disabilitas yang serius, sedangkan stadium lanjut sifilis memperpendek
umur, menurunkan kesehatan dan menurunkan produktivitas dan efisiensi
kerja. Mereka yang terinfeksi sifilis dan pada saat yang sama juga terkena
infeksi HIV cenderung akan menderita sifilis SSP. Oleh karena itu setiap
saat ada penderita HIV dengan gejala SSP harus dipikirkan kemungkinan
yang bersangkutan menderita neurosifilis (neurolues).
4. Herpes genitalis
Definisi
Herpes genitalis adalah infeksi pada genital yang disebabkan oleh
Herpes Simplex Virus (HSV) dengan gejala khas berupa vesikel yang
berkelompok dengan dasar eritema dan bersifat rekurens.10
Etiologi dan morfologi
Herpes Simplex Virus (HSV) dibedakan menjadi 2 tipe menjadi HSV
tipe 1 dan HSV tipe 2. Secara serologik, biologik dan fisikokimia, keduanya
hampir tidak dapat dibedakan. Namun menurut hasil penelitian, HSV tipe 2
merupakan tipe dominan yang ditularkan melalui hubungan seksual genito-
genital. HSV tipe 1 justru banyak ditularkan melalui aktivitas seksual oro-
genital atau melalui tangan.15
Gejala klinis
Gejala awalnya mulai timbul pada hari ke 4-7 setelah terinfeksi.
Gejala awal biasanya berupa gatal, kesemutan dan sakit. Lalu akan muncul
bercak kemerahan yang kecil, yang diikuti oleh sekumpulan lepuhan kecil
12
yang terasa nyeri. Lepuhan ini pecah dan bergabung membentuk luka yang
melingkar. Luka yang terbentuk biasanya menimbulkan nyeri dan
membentuk keropeng. Penderita bisa mengalami nyeri saat berkemih atau
disuria dan ketika berjalan akan timbul nyeri. Luka akan membaik dalam
waktu 10 hari tetapi bisa meninggalkan jaringan parut. Kelenjar getah
bening selangkangan biasanya agak membesar. Gejala awal ini sifatnya
lebih nyeri, lebih lama dan lebih meluas dibandingkan gejala berikutnya dan
mungkin disertai dengan demam dan tidak enak badan.
Pada pria, luka bisa terbentuk di setiap bagian penis, termasuk kulit
depan pada penis yang tidak disunat. Pada wanita, lepuhan dan luka bisa
terbentuk di vulva dan leher rahim. Jika penderita melakukan hubungan
seksual melalui anus, maka lepuhan dan luka bisa terbentuk di sekitar anus
atau di dalam rektum. Pada penderita gangguan sistem kekebalan (misalnya
penderita infeksi HIV), luka herpes bisa sangat berat, menyebar ke bagian
tubuh lainnya, menetap selama beberapa minggu atau lebih dan resisten
terhadap pengobatan dengan asiklovir. Infeksi awal oleh salah satu virus
akan memberikan kekebalan parsial terhadap virus lainnya, sehingga gejala
dari virus kedua tidak terlalu berat.15
17
kadang
17
(80%) mengatakan bahwa mereka masih mau melakukan hubungan seksual
unsafe pada pelanggan yang memaksa tidak menggunakan kondom. Dan 2
responden lainnya menyatakan telah konsisten untuk menawarkan kondom
terlebih dahulu kepada tamu dan apabila tamu menolak maka mereka tidak mau
melayani tamu tersebut.
Ruang Laboratorium :
3.3.4 Metode
Dalam melaksanakan kegiatan di klinik IMS Griya ASA telah terbentuk SOP
untuk pelayanan IMS beserta cara pengambilan dan pemeriksaan specimen.
Petugas yang melaksanakan tindakan telah melakukan tugas sesuai dengan SOP
yang ada, yaitu :
Pelayanan IMS
Setelah dari ruang administrasi, pasien dipersilakan untuk ke ruang
pemeriksaan, petugas administrasi membawa baki berisi slide dan CM pasien
dan menyerahkan kepada petugas pemeriksaan
1. Kenalkan diri pada pasien dan jelaskan posisi Anda di klinik IMS
2. Menganamnesa keluhan pasien dan mengisi CM
3. Jelaskan pada pasien prosedur yang akan dilakukan, adalah :
Tujuan pengambilan sediaan
Cara pengambilan sediaan
Berapa lama harus menunggu hasil
Pasien membuka pakaian dalamnya
Menaiki meja pemeriksaan
4. Setelah membuka pakaian dalam, minta pasien untuk naik ke meja
pemeriksaan, bimbing pasien untuk mendapatkan posisi yang baik dalam
melakukan pemeriksaan
5. Tutupi bagian bawah tubuh pasien dengan selimut atau kain untuk
membuat pasien lebih nyaman
6. Tenangkan pasien, beri dukungan, minta pasien untuk rileks dan petugas
memulai pemeriksaan fisik
Pasien Perempuan
- Lakukan pemeriksaan bagian mulut dan kelenjar getah bening yang
terkait, telapak tangan dan telapak kaki
- Inspeksi dan palpasi perut bagian bawah, amati ekspresi pasien apakah
tampak kesakitan
- Inspeksi dan palpasi kelenjar inguinal, apakah ada pembesaran dan atau
tanda radang
- Inspeksi genitalia eksterna, amati adanya kelainan atau gangguan (misal :
ada kutu, luka/ulkus, benjolan dan duh tubuh)
- Lakukan pemeriksaan dengan speculum
- Ambil sediaan
- Keluarkan speculum dan tunjukan kepada pasien apabila ada duh tubuh
- Lakukan pemeriksaan pH
- Lakukan pemeriksaan sniff test/whiff test
- Masukkan speculum yang telah dipakai ke larutan chlorine 0,5%
- Lakukan vaginal toucher, rasakan adanya kelainan atau gangguan, catat
apakah ada nyeri goyang serviks
- Catatan : perlakukan sebelum dan sesudah pemeriksaan, seperti cuci
tangan, dll
Setiba di lokasi:
1. Alasi meja laboratorium dengan taolak meja plastik
2. Siapkan 2 tempat sampah untuk sampah infeksius dan non-
infeksius dan lapisi dengan kantong plastik
3. Siapkan bahan-bahan dan tempat pengambilan darah
4. Siapkan peralatan dan bahan untuk pewarnaan dan sediaan
basah
5. Tempatkan rotator, sentrifuge, mikroskop di atas meja
bebas getaran atau di lantai
6. Melakukan prosedur selanjutnya mengikuti protap
pemeriksaan lab sederhana dan anti-HIV
c. Alur pelayanan IMS dan VCT sesuai dengan standart
d. Penyimpanan dokumen IMS, VCT, dan laboratorium untuk
sementara disimpan dalam tas/tempat teratur/tempat tertutup dan
akan dipindahkan ke lemari file segera sesudah tiba kembali di
klinik dan menjadi tanggung jawab konselor dan petugas
administrasi
e. Petugas admministrasi dapat dirangkap oleh perawat untuk
pelayanan IMS dan konselor untuk VCT
f. Konselor perlu memberikan informasi jelas, mengenai tempat,
waktu pelayanan VCT yang dapat diakses klien setiap waktu
3. Tahapan Pelaporan
Evaluasi dan hasil pelayanan mobile klinik dilaporkan oleh tim dalam
pelaporan narasi bulanan
27
BAB V
ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH
28
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 KESIMPULAN
Dari hasil pengamatan dan wawancara terhadap petugas Griya ASA, WPS,
dan pengurus resosialisasi pada tanggal 18 September 2014, didapatkan simpulan
sebagai berikut :
1. Terdapat 2 orang WPS dengan pengetahuan mengenai gejala IMS
dan kesadaran untuk mencegah IMS masih kurang baik.
2. Terdapat 7 orang WPS dengan keluhan keputihan
3. Terdapat 5 orang WPS yang masih bersedia melakukan HUS tanpa
menggunakan kondom
4. Terdapat 10 orang WPS merokok dan mengkonsumsi alkohol.
5. Terdapat 4 orang WPS yang menggunakan tato.
Dan adapun pemecahan masalah yang diusulkan diantaranya adalah:
1. Pendekatan personal kepada WPS dengan bantuan Peer Educator (PE).
2. Penyuluhan tentang menjaga hidup sehat terutama kesehatan reproduksi dan
penempelan poster di setiap wisma mengenai bahaya IMS dan cara-cara
penularannya
3. Pemeriksaan penunjang lebih lanjut untuk mengetahui etiologi penyakit
sehingga dapat memberikan terapi sesuai dengan etiologinya
4. Meningkatkan lagi sistem pemantauan penggunaan kondom oleh pengurus
resosialisasi, petugas PE, dan mucikari serta memberikan sanksi bagi WPS
yang tidak menggunakan kondom.
6.2 SARAN
1. Disarankan kepada pihak-pihak yang terlibat untuk menjaga koordinasi yang
telah ada agar program skrining rutin dan pengobatan IMS dapat terus
berjalan.
2. Menambah media sosialisasi untuk meningkatkan pengetahuan pelanggan
seks mengenai IMS dan bahayanya
29
30
30
DAFTAR PUSTAKA
31
32
10. Centers for Disease Control and Prevention, 2007. CDC Fact Sheet Genital
Herpes. Available from: http://www.cdc.gov/std/healthcomm/factsheets .htm.
[accessed 3 Januari 2014].
11. Hakim, L, 2009. Epidemiologi Infeksi Menular Seksual. In Daili, SF., et al,
Infeksi Menular seksual, 4thed. Jakarta:Balai penerbitan FKUI, 3-16.
12. Lumintang, H., 2009. Infeksi Genital Non Spesifik. In Daili, SF., et al, Infeksi
Menular seksual, 4thed. Jakarta:Balai penerbitan FKUI, 77-83.
13. Struble, K. & Lutwick, L.I., 2010. Chlamydial Genitourinary, Universityof
Oklahoma College of Medicine. Available from:
http://emedicine.medscape.com /article/214823-overview [accessed 3 januari
2014] .
14. Hutapea, N.O., 2009. Sifilis. In: Daili, S.F., et al., Infeksi Menular Seksual. 4th
ed. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI, 84-102.
15. Salvaggio, M.R. & Lutwick, L.I., 2009. Herpes Simplex, University of
Oklahoma College of Medicine. Available from:
http://emedicine.medscape.com /article/218580-overview [accessed 4 Januari
2014]