Anda di halaman 1dari 18

Nyeri pada Otot Betis Satu Jam setelah Turun dari Pesawat

Maria Aprilla Weking


102012402
Fakultas Kedokteran Ukrida
Jalan Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510
maria.aprilla@yahoo.co.id

Skenario 1
Seorang laki-laki 56 tahun, tiba-tiba mengeluh otot betis kanan membengkak dan terasa
nyeri. Nyeri tumpul jika disentuh dan teraba hangat 1 jam setelah turun dari pesawat. Diketahui
laki-laki tersebut telah melewati perjalanan panjang dari negara Inggris.

Pendahuluan

Trombosis adalah terjadinya bekuan darah di dalam sistem kardiovaskuler termasuk arteri,
vena, ruangan jantung dan mikrosirkulasi.(1) Menurut Robert Virchow, terjadinya trombosis
adalah sebagai akibat kelainan dari pembuluh darah, aliran darah dan komponen pembekuan
darah (Virchow triat).

Trombus dapat terjadi pada arteri atau pada vena, trombus arteri di sebut trombus putih
karena komposisinya lebih banyak trombosit dan fibrin, sedangkan trombus vena di sebut
trombus merah karena terjadi pada aliran daerah yang lambat yang menyebabkan sel darah
merah terperangkap dalam jaringan fibrin sehingga berwarna merah.(1)

Trombosis vena dalam adalah satu penyakit yang tidak jarang ditemukan dan dapat
menimbulkan kematian kalau tidak di kenal dan di obati secara efektif.

Kematian terjadi sebagai akibat lepasnya trimbus vena, membentuk emboli yang dapat
menimbulkan kematian mendadak apabila sumbatan terjadi pada arteri di dalam paru-paru
(emboli paru).
Anatomi singkat

Vena Pada Ekstremitas Bawah(2)

Pembuluh darah vena memiliki tiga lapisan seperti arteri. Tetapi lapisan tengahnya
berotot lebih tipis dari lapisan arteri. Mudah kempes dan kurang elastis. Oleh karena itu
pembuluh darah vena dalam anggota gerak mengalir secara gravitasi dan berdasarkan pompa
otot.

Macam-macam Vena pada Ekstremitas Bawah(2)

1. Vena Femoralis Superfisialis


Vena Femoralis Superfisialis adalah cabang dari vena femoralis communis. Letakknya lebih ke
superfisialis, dimana vena ini membawa darah dari otot paha bagian dalam menuju ke jantung.

2. Vena Femoralis Profunda


Vena femoralis profunda adalah cabang yang membawa darah dari otot paha bagian dalam.

3. Vena Poplitea
Vena Poplitea merupakan pertemuan antara vena femoralis superfisialis dan vena femoralis
profunda yang masuk fosa poplitea, menjadi vena poplitea yang membawa darah dari otot sekitar
lutut.

4. Vena Tibialis Anterior


Vena Tibialis Anterior adalah cabang pertama poplitea yang mengalir sepanjang permukaan dari
membrane interoseus di bagian depan kaki. Vena tibialis anterior ini akan menjadi vena dorsalis
pedis.

5. Vena Tibialis Posterior


Vena Tibialis Posterior yaitu vena yang membawa darah dari bagian medial dan posterior dari
kaki bawah.
6. Vena Peronial
Vena Peronial yaitu vena yang membawa darah dari lateral dan posterior kaki bagian bawah.

7. Vena Perforator
Vena Perforator yaitu pembuluh darah vena yang menghubungkan antara vena superfisialis
dengan vena dalam.

Pendarahan Vena Ekstremitas Bawah(3)


Di anggota bawah, vena tibialis anterior dan posterior bersatu menjadi vena poplitea,
yang kemudian menjadi vena femoralis dan akhirnya menjadi vena iliaka komunis. Vena iliaka
kanan dan kiri bersatu dan terbentuk vena kava inferior (dekat dengan ginjal).

Vena tepi terletak langsung di bawah kulit dan berhubungan dengan vena dalam pada
titik-titik tertentu sebelum batang vena besar sampai pada jantung. Arkus vena dorsalis yang
berada di daerah dorsum pedis akan naik melalui vena safena magna dibagian anterior medial
tungkai bawah. Vena safena magna terebut akan bermuara di vena vemoralis. Sedangkan vena
safena parfa yang berasal dari bagian posterior tungkai bawah akan bermuara pada vena popliteal
dan berakhir di vena vemoralis .Vena tibialis anterior dan vena tibialis posterior juga bermuara
pada vena poplitea dari vena vemolaris akan berlanjut ke vena iliaka eksternal lalu menuju vena
iliaka komunis dan selanjutnya vena kava inferior.
Gambar 1 : Pembuluh Vena pada Ekstremitas bawah.

Anamnesis

Hal yang perlu ditanyakan pada pasien yang datang dengan keluhan pada ekstremitasnya adalah:

- Riwayat penyebab, seperti jatuh, ditabrak, atau riwayat penyakit


- Kapan terjadi trauma
- Dimana letak trauma
- Arah trauma
- Berat/ringan trauma
- Lokasi yang dirasa nyeri
- Keluhan apa saja yang dirasakan pasien
- Gerakan apa saja yang dapat dan tidak dapat dilakukan setelah trauma terjadi
- Gejala yang muncul seperti demam, bengkak, dan lain-lain
- Dan lain-lain

Pemeriksaan

Pemeriksaan terbagi dua, yaitu pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.


1) Pemeriksaan fisik
- Inspeksi (look)
Lihat apakah ada deformitas seperti penonjolan abnormal, angulasi, rotasi, dan
pemendekan. Cari functio lesa (hilangnya fungsi), bandingkan antara sinistra dan dextra
apakah ada kelainan atau tidak seperti panjang pendek kedua ekstermitas .Tampak adanya
edema dan deformitas (penonjolan yang abnormal, angulasi, rotasi, pemendekan) pada
regio antebrachii dextra 1/3 distal, hal yang penting adalah apakah kulit itu utuh; kalau
kulit robek dan luka memiliki hubungan dengan fraktur, cedera terbuka.

- Palpasi (feel)
Terdapat nyeri tekan setempat, teraba adanya penonjolan tulang, tetapi perlu juga
memeriksa bagian distal dari fraktur untuk merasakan nadi dan untuk menguji sensasi.
Cedera pembuluh darah adalah keadaan darurat yang memerlukan pembedahan.

- Pemeriksaan Gerak (movement)


Menguji kemampuan gerak ekstremitas dengan tes gerak sendi normal. Pada
ekstremitas normal, tidak akan menemukan kesulitan untuk melakukannya. Perhatikan
adanya krepitasi atau tidak, nyeri saat digerakkan, serta seberapa jauh gangguan-
gangguan fungsi gerak yang ditimbulkan oleh fraktur (range of motion) serta kekuatan
ekstremitas sendiri.
- Pemeriksaan Khusus
Menguji gerakan sendi dengan gerakan yang khusus dapat dilakukan oleh ekstremitas
yang tanpa mengalami gangguan/masalah.

2) Pemeriksaan penunjang(4)

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada kasus DVT antara lain
1. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang penting untuk mendiagnosis DVT. Pada
DVT pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan adalah venografi dan flebografi
pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan paling standart untuk DVT baik pada betis, paha,
maupun system ileofemoral lainnya. Teknik ini menginjeksikan suatu kontras iodinated pada
vena kaki bagian dorsal untuk masuk ke sistem vena bagian dalam ekstermitas bawah. DVT
didiagnosis bila terdapat filling defect. Venografi dikontraindikasikan pada pasien dengan renal
insufficiency atau alergi terhadap kontras. Venografi juga mempunyai kekurangan, sekitar 20 %
venogram tidak dapat menampilkan visualisasi yang adekuat. Oleh karena keterbatasan diatas
maka venography bukan merupakan prosedur yang rutin dikerjakan untuk mendiagnosis DVT.
Bagaimanapun venografi merupakan prosedur standar untuk mendiagnosis DVT, terutama bila
prosedur lain gagal untuk mendiagnosis DVT.

Dapat pula dilakukan Ultrasonografi (USG) Doppler maupun Ultrasonografi


kompresi, pemeriksaan USG Doppler adalah pemeriksaan USG yang dilakukan secara duplex
dan mempunyai spesifisitas dan sensitivitas yang tinggi untuk DVT proksimal. Ketepatan
pemeriksaan USG Doppler untuk DVT proksimal yang simtomatik adalah 94% dibandingkan
dengan venografi. Sedangkan USG kompresi mempunyai sensitivitas 89% dan spesifisitas 97%
ada DVT proksimal yang simtomatik sedangkan DVT pada daerah betis mempunyai hasil
negative palsu 50%. Selain itu dapat pula dilakukan MRI, biasanya MRI dapat digunakan untuk
memvisualisasikan vena pelvis, mendeteksi adanya ekstensi trombus pada vena iliaka dan pada
vena cava inferior. MRI vena mempunyai sensitivitas 96 % dan spesivisitas 93 % dalam
mendiagnosis DVT simptomatis, sedangkan untuk DVT bagian distal MRI hanya mempunyai
sensitivitas sebesar 62 %.MRI vena dapat dikerjakan dengan atau tanpa kontras.

2. Pemeriksaan laboratorium(4)
Pada pemeriksaan labolatorium menggunakan tes D-dimer adalah tes darah yang dapat
digunakan sebagai tes penyaringan (screening) untuk menentukan apakah ada bekuan darah. D-
dimer adalah kimia yang dihasilkan ketika bekuan darah dalam tubuh secara berangsur-angsur
larut/terurai. Tes digunakan sebagai indikator positif atau negatif. Jika hasilnya negatif, maka
tidak ada bekuan darah. Jika tes D-dimer positif,menunjukan adanya deep vein thrombosis
karena banyak situasi-situasi akan mempunyai hasil positif yang diharapkan (contohnya, dari
operasi, jatuh, atau kehamilan). Untuk sebab itu, pengujian D-dimer harus digunakan secara
selektif.

Differential diagnosis

PDA (pheriferal artery disease)

DEFINISI
PAD merupakan suatu penyakit dimana terganggunya atau tersumbatnya aliran darah dari
atau ke jaringan organ. Sumbatan itu disebabkan oleh plak yang terbentuk di arteri yang
membawa darah ke seluruh anggota tubuh. Plak ini terdiri atas lemak, kalsium, jaringan fibrosa,
dan zat lain di dalam darah.
Semua penyakit yang mnyangkut sindrome arterial non koroner yang disebabkan oleh kelainan
struktur dan fungsi arterial yang mengaliri otak, organ viseral, dan keempat ekstremitas.

ETIOLOGI
PAD umumnya merupakan akibat aterosklerosis yang mana terbentuknya plak pada
pembuluh darah. Plak ini membentuk blok yang mempersempit dan melemahkan pembuluh
darah.

Penyebab lain PAD :


1. Gumpalan atau bekuan darah yang dapat memblokir pembuluh darah
2. Diabetes, dalam jangka panjang, gula darah yang tinggi dapat merusak pembuluh darah.
Penderita DM juga memiliki tekanan darah yang tinggi dan lemak yang banyak dalam darah
sehingga memercapat perkembangan aterosklerosis.
3. Infeksi Arteri (arteritis)
4. Cedera, bisa terjadi bila kecelakaan, perokok
5. Hiperlipidemia, hipertensi, obesitas, dll.

PATOFISIOLOGI
Tahapan penyakit arteri perifer
Kerusakan Arteri Penyimpanan Arteri Penyumbatan Arteri

GEJALA
Gejala yang tampak
Rasa nyeri pada kaki
Lemah denyut nadi
Perubahan suhu tubuh
Bulu kaki rontok

Superficial Thromboflebitis(8)
Definisi
Tromboflebitis terjadi ketika bekuan darah menghambat satu atau lebih pembuluh darah,
biasanya di kaki. Terkadang, tromboflebitis (yang juga seringkali disebut flebitis) dapat terjadi
pada pembuluh darah di lengan atau leher. Vena yang terkena umumnya bisa berada tepat di
bawah permukaan kulit sehingga menyebabkan tromboflebitis superfisial, atau jika jauh di dalam
otot akan menyebabkan trombosis vena dalam (DVT). Tromboflebitis dapat disebabkan oleh
trauma, pembedahan atau tidak bergerak dalam waktu yang lama atau berkepanjangan.
Tromboflebitis superfisial dapat terjadi pada orang-orang yang menderita varises.

Ketika kondisi ini terjadi pada pembuluh darah dekat dengan permukaan kulit, Anda akan bisa
melihat korda merah keras dan terasa lembut ketika disentuh yang tepat berada di bawah
permukaan kulit. Ketika kondisi ini terjadi pada vena dalam di kaki, kaki Anda mungkin akan
bengkak, terasa nyeri dan menyakitkan.

Vaskulitis

Definisi

Vaskulitis adalah peradangan pada pembuluh darah yang menyebabkan perubahan pada
dinding pembuluh. Perubahan yang bisa terjadi pada dinding pembuluh darah adalah penebalan,
pelemahan, penyempitan, dan munculnya bekas luka.
Vaskulitis terjadi karena sistem kekebalan tubuh melakukan kesalahan dan menyerang
pembuluh darah. Sel yang rusak akan menghasilkan zat kimia yang menyebabkan pembuluh
darah membocorkan cairan ke jaringan dan serta menimbulkan pembengkakan.

Gejala Vaskulitis(8)
Gejala adalah sesuatu yang dirasakan dan diceritakan oleh penderita. Gejala vaskulitis sangat
beragam dan biasanya dihubungkan dengan berkurangnya aliran darah ke tubuh. Gejala
vaskulitis yang umum dirasakan para penderitanya adalah:

Pegal-pegal.

Berkeringat di malam hari.

Kelelahan.

Munculnya ruam.

Demam.

Hilangnya denyut nadi pada tungkai tubuh.

Gangguan saraf, seperi kebas atau lemas.

Turunnya berat badan.

Sakit kepala

Working Diagnosis
DVT (Deep Vein Thrombosis)(9)

DVT adalah kondisi dimana bekuan darah dalam bentuk deep vein(vena dalam), biasanya di
kaki.
Ada dua tipe dari vena-vena di kaki; vena-vena superficial (dekat permukaan) dan vena-
vena deep (yang dalam). Vena-vena superficial terletak tepat dibawah kulit dan dapat terlihat
dengan mudah pada permukaan. Vena-vena deep, berlokasi dalam didalam otot-otot dari kaki.
Darah mengalir dari vena-vena superficial ke dalam sistem vena dalam melalui vena-vena
perforator yang kecil. Vena-vena superficial dan perforator mempunyai klep-klep (katup-katup)
satu arah yang mengalirkan darah balik ke jantung ketika vena-vena ditekan atau ketika tubuh
beraktivitas.
Bekuan darah (thrombus) dalam sistem vena dalam dari kaki sebenarnya tidak berbahaya.
Situasi menjadi mengancam nyawa ketika potongan dari bekuan darah terlepas (embolus,
pleural=emboli), berjalan melalui jantung ke dalam sistem peredaran paru, dan menyangkut
dalam paru. Diagnosis dan perawatan dari deep venous thrombosis (DVT) dimaksudkan untuk
mencegah pulmonary embolism.
Bekuan-bekuan dalam vena-vena superficial tidak memaparkan bahaya yang menyebabkan
pulmonary emboli karena klep-klep vena perforator bekerja sebagai saringan untuk mencegah
bekuan-bekuan memasuki sistem vena dalam. Mereka biasanya tidak berisiko menyebabkan
pulmonary embolism.
Manifestasi Klinis

Keluhan dan gejala trombosis vena dalam dapat berupa :(5,6)

1. Nyeri
Intensitas nyeri tidak tergantung kepada besar dan luas trombosis. Trombosis vena di daerah
betis menimbulkan nyeri di daerah tersebut dan bisa menjalar ke bagian medial dan anterior
paha. Keluhan nyeri sangat bervariasi dan tidak spesifik, bisa terasa nyeri atau kaku dan
intensitasnya mulai dari yang enteng sampai hebat. Nyeri akan berkurang kalau penderita
istirahat di tempat tidur, terutama posisi tungkai ditinggikan.

2. Pembengkakan
Pembengkakan disebabkan karena adanya edema. Timbulnya edema disebabkan oleh
sumbatan vena di bagian proksimal dan peradangan jaringan perivaskuler. Apabila
pembengkakan ditimbulkan oleh sumbatan maka lokasi bengkak adalah di bawah sumbatan dan
tidak nyeri, sedangkan apabila disebabkan oleh peradangan perivaskuler maka bengkak timbul
pada daerah trombosis dan biasanya di sertai nyeri. Pembengkakan bertambah kalau penderita
berjalan dan akan berkurang kalau istirahat di tempat tidur dengan posisi kaki agak ditinggikan.

3. Perubahan warna kulit


Perubahan warna kulit tidak spesifik dan tidak banyak ditemukan pada trombosis vena
dalam dibandingkan trombosis arteri. Pada trombosis vena perubahan warna kulit di temukan
hanya 17%-20% kasus. Perubahan warna kulit bisa berubah pucat dan kadang-kadang berwarna
ungu.(7)

Perubahan warna kaki menjadi pucat dan pada perubahan lunah dan dingin, merupakan
tanda-tanda adanya sumbatan cena yang besar yang bersamaan dengan adanya spasme arteri,
keadaan ini di sebut flegmasia alba dolens.(7)

4. Sindroma post-trombosis.
Penyebab terjadinya sindroma ini adalah peningkatan tekanan vena sebagai konsekuensi dari
adanya sumbatan dan rekanalisasi dari vena besar. Keadaan ini mengakibatkan meningkatnya
tekanan pada dinding vena dalam di daerah betis sehingga terjadi imkompeten katup vena dan
perforasi vena dalam.(5)
Semua keadaan di atas akan mengkibatkan aliran darah vena dalam akan membalik ke
daerah superfisilalis apabila otot berkontraksi, sehingga terjadi edema, kerusakan jaringan
subkutan, pada keadaan berat bisa terjadi ulkus pada daerah vena yang di kenai.

Manifestasi klinis sindroma post-trombotik yang lain adalah nyeri pada daerah betis yang
timbul / bertambah waktu penderitanya berkuat (venous claudicatio), nyeri berkurang waktu
istirahat dan posisi kaki ditinggikan, timbul pigmentasi dan indurasi pada sekitar lutut dan kaki
sepertiga bawah.(5)

Penyebab-Penyebab Deep Vein Thrombosis (Etiologi)(8)


Imobilitas (Keadaan Tak Bergerak)

Perjalanan dan duduk yang berkepanjangan, seperti penerbangan-penerbangan


pesawat yang panjang ("economy class syndrome"), mobil, atau perjalanan kereta api

Opname rumah sakit

Operasi

Trauma pada kaki bagian bawah dengan atau tanpa operasi atau gips

Kehamilan, termasuk 6-8 minggu setelah partum

Kegemukan

Hypercoagulability (Pembekuan darah lebih cepat daripada biasanya)(8)

Obat-obat (contohnya, pil-pil pengontrol kelahiran, estrogen)

Merokok

Kecenderungan genetik

Polycythemia (jumlah yang meningkat dari sel-sel darah merah)

Kanker

Trauma pada vena

Patah tulang kaki

Kaki yang memar

Komplikasi dari prosedur yang invasif dari vena


Pathogenesis
Berdasarkan Triad of Virchow, terdapat 3 faktor yang berperan dalam patogenesis
terjadinya trombosis pada arteri atau vena yaitu kelainan dinding pembuluh darah, perubahan
aliran darah dan perubahan daya beku darah.

Trombosis vena adalah suatu deposit intra vaskuler yang terdiri dari fibrin, sel darah
merah dan beberapa komponen trombosit dan lekosit.

Patogenesis terjadinya trombosis vena adalah sebagai berikut :(9,10)

1. Stasis vena.
2. Kerusakan pembuluh darah.
3. Aktivitas faktor pembekuan.
Faktor yang sangat berperan terhadap timbulnya suatu trombosis vena adalah statis aliran
darah dan hiperkoagulasi.(10)

1. Statis Vena
Aliran darah pada vena cendrung lambat, bahkan dapat terjadi statis terutama pada daerah-
daerah yang mengalami immobilisasi dalam waktu yang cukup lama.

Statis vena merupakan predis posisi untuk terjadinya trombosis lokal karena dapat
menimbulkan gangguan mekanisme pembersih terhadap aktifitas faktor pembekuan darah
sehingga memudahkan terbentuknya trombin.

2. Kerusakan pembuluh darah


Kerusakan pembuluh darah dapat berperan pada pembentukan trombosis vena, melalui :(11)

a. Trauma langsung yang mengakibatkan faktor pembekuan.


b. Aktifitasi sel endotel oleh cytokines yang dilepaskan sebagai akibat kerusakan jaringan dan
proses peradangan.
Permukaan vena yang menghadap ke lumen dilapisi oleh sel endotel. Endotel yang utuh
bersifat non-trombo genetik karena sel endotel menghasilkan beberapa substansi seperti
prostaglandin (PG12), proteoglikan, aktifator plasminogen dan trombo-modulin, yang dapat
mencegah terbentuknya trombin.(11)
Apabila endotel mengalami kerusakan, maka jaringan sub endotel akan terpapar. Keadaan
ini akan menyebabkan sistem pembekuan darah di aktifkan dan trombosir akan melekat pada
jaringan sub endotel terutama serat kolagen, membran basalis dan mikro-fibril. Trombosit yang
melekat ini akan melepaskan adenosin difosfat dan tromboksan A2 yang akan merangsang
trombosit lain yang masih beredar untuk berubah bentuk dan saling melekat.

Kerusakan sel endotel sendiri juga akan mengaktifkan sistem pembekuan darah.(11)

3. Perubahan daya beku darah


Dalam keadaan normal terdapat keseimbangan dalam sistem pembekuan darah dan sistem
fibrinolisis. Kecendrungan terjadinya trombosis, apabila aktifitas pembekuan darah meningkat
atau aktifitas fibrinolisis menurun.

Trombosis vena banyak terjadi pada kasus-kasus dengan aktifitas pembekuan darah
meningkat, seperti pada hiper koagulasi, defisiensi Anti trombin III, defisiensi protein C,
defisiensi protein S dan kelainan plasminogen.(11)

FAKTOR RESIKO
Faktor utama yang berperan terhadap terjadinya trombosis vena adalah status aliran darah
dan meningkatnya aktifitas pembekuan darah.

Faktor kerusakan dinding pembuluh darah adalah relatif berkurang berperan terhadap
timbulnya trombosis vena dibandingkan trombosis arteri. Sehingga setiap keadaan yang
menimbulkan statis aliran darah dan meningkatkan aktifitas pembekuan darah dapat
menimbulkan trombosis vena.

Faktor resiko timbulnya trombosis vena adalah sebagai berikut :(10)

1. Defisiensi Anto trombin III, protein C, protein S dan alfa 1 anti tripsin.
Pada kelainan tersebut di atas, faktor-faktor pembekuan yang aktif tidak di netralisir sehinga
kecendrungan terjadinya trombosis meningkat.

2. Tindakan operatif
Faktor resiko yang potensial terhadap timbulnya trombosis vena adalah operasi dalam
bidang ortopedi dan trauma pada bagian panggul dan tungkai bawah.(10)
Pada operasi di daerah panggul, 54% penderita mengalami trombosis vena, sedangkan pada
operasi di daerah abdomen terjadinya trombosis vena sekitar 10%-14%.(10)

Beberapa faktor yang mempermudah timbulnya trombosis vena pada tindakan operatif,
adalah sebagai berikut :(10)

a. Terlepasnya plasminogen jaringan ke dalam sirkulasi darah karena trauma pada waktu
di operasi.
b. Statis aliran darah karena immobilisasi selama periode preperatif, operatif dan post
operatif.
c. Menurunnya aktifitas fibrinolitik, terutama 24 jam pertama sesudah operasi.
d. Operasi di daerah tungkai menimbulkan kerusakan vena secara langsung di daerah
tersebut.
3. Kehamilan dan persalinan
Selama trimester ketiga kehamilan terjadi penurunan aktifitas fibrinolitik, statis vena karena
bendungan dan peningkatan faktor pembekuan VII, VIII dan IX.

Pada permulaan proses persalinan terjadi pelepasan plasenta yang menimbulkan lepasnya
plasminogen jaringan ke dalam sirkulasi darah, sehingga terjadi peningkatkan koagulasi darah.(12)

4. Infark miokard dan payah jantung


Pada infark miokard penyebabnya adalah dua komponen yaitu kerusakan jaringan yang
melepaskan plasminogen yang mengaktifkan proses pembekuan darah dan adanya statis
aliran darah karena istirahat total.(12)

Trombosis vena yang mudah terjadi pada payah jantung adalah sebagai akibat statis
aliran darah yang terjadi karena adanya bendungan dan proses immobilisasi pada pengobatan
payah jantung.

5. Immobilisasi yang lama dan paralisis ekstremitas.


Immobilisasi yang lama akan menimbulkan statis aliran darah yang mempermudah
timbulnya trombosis vena.

6. Obat-obatan konstraseptis oral


Hormon estrogen yang ada dalam pil kontraseptis menimbulkan dilatasi vena,
menurunnya aktifitas anti trombin III dan proses fibrinolitik dan meningkatnya faktor
pembekuan darah. Keadaan ini akan mempermudah terjadinya trombosis vena.

7. Obesitas dan varices


Obesitas dan varices dapat menimbulkan statis aliran darah dan penurunan aktifitas
fibriolitik yang mempermudah terjadinya trombosis vena.

8. Proses keganasan
Pada jaringan yang berdegenerasi maligna di temukan tissue thrombo plastin-like
activity dan factor X activiting yang mengakibatkan aktifitas koagulasi meningkat. Proses
keganasan juga menimbulkan menurunnya aktifitas fibriolitik dan infiltrasi ke dinding vena.
Keadaan ini memudahkan terjadinya trombosis. Tindakan operasi terhadap penderita tumor
ganas menimbulkan keadaan trombosis 2-3 kali lipat dibandingkan penderita biasa.(12)

Komplikasi-Komplikasi Deep Vein Thrombosis (DVT)

Pulmonary embolism adalah komplikasi utama dari deep vein thrombosis. Hal ini dapat
ditandai dengan nyeri dada dan sesak napas sehingga dapat mengancam nyawa. Lebih dari 90%
dari pulmonary emboli timbulya dari kaki.
Post-thrombotic syndrome dapat terjadi setelah deep vein thrombosis. Kaki yang
terpengaruh dapat menjadi bengkak dan nyeri secara kronis dengan perubahan-perubahan warna
kulit dan pembentukan borok-borok (ulcer) disekitar kaki dan pergelangan kaki.
Penatalaksanaan (Medikamentosa)
Deep venous thromboses atau thrombos-thrombos vena dalam yang terjadi di bawah lutut
cenderung tidak embolisasi (terlepas). Hal ini dapat diamati dengan rentetan ultrasounds untuk
memastikan mereka tidak meluas ke atas lutut. Pada saat yang sama, penyebab dari deep vein
thrombosis mungkin perlu ditujukan.
Perawatan untuk deep venous thrombosis di atas lutut adalah antikoagulasi, kecuali ada
kontraindikasi. Kontraindikasi-kontraindikasi termasuk operasi besar (karena antikoagulasi akan
mengencerkan semua darah dalam tubuh, tidak hanya yang di kaki, bahkan akan menjurus pada
persoalan-persoalan perdarahan yang signifikan).
Antikoagulasi mencegah pertumbuhan yang lebih jauh dari bekuan darah dan mencegahnya
dari pembentukan embolus yang dapat berjalan ke paru.
Antikoagulasi terdiri dari dua langkah. Warfarin (Coumadin) adalah obat pilihan untuk
antikoagulasi.Namun mungkin memerlukan waktu satu minggu atau lebih untuk darahnya
mengencer secara tepat. Oleh karena itu, heparin berat molekul rendah enoxaparin (Lovenox)
dimasukan pada saat yang bersamaan. enoxaparin mengencerkan darah melaui mekanisme yang
berbeda dan digunakan sebagai terapi penghubung (jembatan) hingga warfarin telah mencapai
tingkat therapeutiknya. Suntikan-suntikan enoxaparin dapat diberikan pada basis pasien rawat
jalan.
Untuk pasien-pasien yang mempunyai kontraindikasi-kontraindikasi pada penggunaan dari
enoxaparin (contohnya, gagal ginjal), heparin intravena dapat digunakan sebagai tindakan
pertama. Ini memerlukan opname di rumah sakit.
Dosis dari warfarin dimonitor dengan tes-tes darah yang mengukur waktu prothrombin atau
INR (international normalized ratio). Untuk deep vein thrombosis yang tidak rumit, lamanya
terapi dengan warfarin yang direkomendasikan adalah tiga sampai enam bulan.
Beberapa pasien mungkin mempunyai kontraindikasi-kontraindikasi untuk terapi warfarin,
contohnya seorang pasien dengan perdarahan di otak, trauma utama, atau operasi besar.
Alternatifnya mungkin dengan menempatkan saringan (filter) di inferior vena cava (vena utama
yang mengumpulkan darah dari kedua kaki-kaki) untuk mencegah emboli mencapai jantung dan
paru-paru. Saringan-saringan ini mungkin efektif namun mungkin juga mrupakan sumber dari
pembentukan bekuan yang baru.

Prognosis

Semua pasien dengan trombosis vena dalam pada masa yang lama mempunyai resiko
terjadinya insufisiensi vena kronik. Kira-kira 20% pasien dengan DVT yang tidak ditangani
dapat berkembang menjadi emboli paru, dan 10-20% dapat menyebabkan kematian. Dengan
antikoagulan terapi angka kematian dapat menurun hingga 5 sampai 10 kali.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anderson D.R. et al : Efficacy and Cost of LMH Compared with Standard Heparin for
Prevention of DVT After Total Hip Arthrosplasty. Ann of Intern Med..2003.

2. Breddin HK et al. Effects of a LMH on Thrombus Regression and Recurrent Thrombo-


embolism in Patient DVT. N. Engl J of Med 2001.

3. Carpenito,Linda Juall.1999.Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan Edisi 2. Jakarta


: Penerbit Buku Kedokteran EGC

4. Ginsberg J.S. et al : A Venous Thrombosis. KONAS PHTDI Semrang, September 2001.

5. Hirsh J and Hoak J : Management of Deep Vein Thrombosis and Pulmonary Embolism.
Circulation 2006.

6. Karmel Tambunan : Thrombosis. KONAS PHTDI Semarang, September 2007

7. Kerr T.M et al : Upper Extremity Venous Thrombosis Diagnosed by Duppex Scanning, The
Am J of Surgery, 2003

8. Pradoni et al : Comparison os Subcuteneus LMW Heparin with intravenous Standard


Heparin in Oroximal DVT. Lancet 2002

9. Prandoni et al : DVT and the incidence of Subsequent Symptomatic cancer N. Eng J Med.
2000

10. Rayu S et al : Saphenectomy in the Presende of Chornic Venous Obstruction. Surgery 2005

11. Runge M.S et al : Prevention of Thrombosis and Rethrombosis. Circultion 2005

12. Brunner, Suddarth.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC
.

Anda mungkin juga menyukai