Anda di halaman 1dari 16

BAB 1

Pendahuluan

1.1 Latar belakang

Sirosis adalah suatu kedaan patologis yang menggambarkan stadium akhir


fibrosis hepatic yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari
arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi
akibat nekrosis hepatoselular. Jaringan penunjang retikulin kolaps disertai
deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vaskular, dan regenerasi nodularis
parenkim hati. Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata
yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata dan Sirosis hati
dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas. Sirosis
hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan pada
satu tingkat tidak terlihat perbedaannya secara klinis. Hal ini hanya dapat
dibedakan melalui pemeriksaan biopsi hati (Siti, 2006).
Lebih dari 4o% pasien sirosis asimtomatis. Pada keadaan ini sirosis
ditemukan waktu pemeriksaan rutin kesehatan atau pada waktu autopsi.
Keseluruhan insidensi sirosis di Amerika diperkirakan 360 per 100.000
penduduk. Penyebabnya sebagian besar akibat penyakit hati alkoholik maupun
infeksi virus kronik. Di Indonesia data prevalensi sirosis hati belum ada, hanya
laporan-laporan dari beberapa pusat pendidikan saja. Di RS Dr.Sardjito
Yogyakarta jumlah pasien sirosis hati berkisar 4,1% dari pasien yang dirawat
di Bagian Penyakit Dalam dalam kurun waktu 1 tahun (2004) (tidak
dipublikasi). Di Medan dalam kurun waktu 4 tahun dijumpai pasien sirosis
hati sebanyak 819 (4%) pasien dari seluruh pasien di Bagian Penyakit Dalam.
(Siti, 2006)
Dinegara barat yang tersering akibat alkoholik sedangkan di Indonesia
terutama akibat infeksi virus hepatitis B maupun C. Hasil penelitian di
Indonesia menyebutkan virus hepatitis B menyebabkan sirosis sebesar 40-
50%, dan virus hepatitis C 30-40%, sedangkan 10-20% penyebabnya tidak
diketahui dan termasuk kelompok bukan B dan C (non B-non C). Alkohol
sebagai penyebab sirosis di indonesia mungkin frekuensinya kecil sekali
karena belum ada datanya. (Siti, 2006)
Insidensi penyakit ini sangat meningkat sejak Perang Dunia II, sehingga
sirosis menjadi salah satu penyebab kematian yang paling menonjol.
Peningkatan ini sebagian disebabkan oleh insidensi hepatitis virus yang
meningkat, namun yang lebih bermakna agaknya adalah karena asupan
alkohol yang sangat meningkat. Alkoholisme merupakan satu-satunya
penyebab terpenting sirosis. Sirosis akibat alkohol merupakan penyebab
kematian nomor sembilan pada tahun 1998 di Amerika Serikat dengan jumlah
hingga 28.000 kematian. (anderson, 2005)

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi dari sirosis hepar?
2. Bagaimana klasifikasi dari sirosis hepar?
3. Bagaimana etiologi dari sirosis hepar?
4. Bagaimana manifestasi klinis dari sirosis hepar?
5. Bagaimana patofisiologi dari sirosis hepar?
6. Bagaimana pathway untuk sirosis hepar?
7. Bagimana komplikasi dari sirosis hepar?
8. Bagaimana penatalaksanaan dari serosis hepar?
9. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari sirosis hepar?

1.3 Tujuan penulisan


Tujuan umum :
Tujuan umum dari asuhan keperawatan umum adalah untuk memenuhi tugas
pembuatan asuhan keperawatan mata kuliah sistem pencernaan III serta
mempresentasikannya.
Tujuan khusus :
Tujuan khusus penulisan asuhan keperawatan ini adalah :
1. Untuk mengetahui definisi dari sirosis hepar
2. Untuk mengetahui klasifikasi dari sirosis hepar
3. Untuk megetahui etiologi dari sirosis hepar
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari sirosis hepar
5. Untuk mengetahui patofisiologi dari sirosis hepar
6. Untuk mengetahui pathway dari sirosis hepar
7. Untuk mengetahui komplikasi dari sirosis hepar
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari sirosis hepar
9. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari sirosis hepar

BAB 2
Konsep Teori

2.1 Definisi
Sirosis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distorsi
arsitektur hati yang normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul
regenerasi sel hati, yang tidak berkaitan dengan vaskulatur normal. Nodul-
nodul regenerasi ini dapat berukuran kecil (mikronodular) atau besar
(makronodular). Sirosis dapat mengganggu sirkulasi darah intrahepatik, dan
pada kasus yang sangat lanjut, menyebabkan kegagalan fungsi hati secara
bertahap. (anderson, 2005)
Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan
difus dan menahun pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat,
degenerasi, dan regenerasi sel-sel hati, sehingga timbul kekacauan dalam
susunan parenkim hati. (Arif, 2000)

Sirosis hepatis merupakan penyakit kronis yang ditandaioeh obstruksi


dan regenerasi fibrotik sel-sel hepar. Karena jaringan yang nekrotik
menghasilkan fibrois, maka penyakit ni akan merusak jaringan hati serta
pembuluh darah yang normal, mengganggu aliran darah serta aliran limfe,
dan pada akhirnya menyebabkan insufisiensi hati. Serosis hepatis ditemukan
pada laki-laki dengan insidensi dua kali lebih sering dibandingkan pada
wanita dan khususnya prevalen di antara para penderita malnutrisi usia di
atas 50 tahun dengan alkoholisme kronis. Angka mortalitasnya tinggi dan
banyak pasien meninggal dalam lima tahun sejak awitan sirois tersebut.
(p.kowalak, 2011)

2.2 Klasifikasi
Menurut (Siti, 2006) :
Sirosis secara konvensional diklasifikasikan sebagai makronodular
(besar nodul lebih dari 3 mm) atau mikronodular (besar nodul lebih dari 3
mm) atau campuran makro dan mikronodular. Selain itu juga diklasifikasikan
berdasarkan etiologi, fungsional namun hal ini juga kurang memuaskan.
Sebagian besar sirosis dapat diklasifikasikan secara etiologis dan morfologis
menjadi :
Alkoholik
Kriptogenik dan post hepatitis (pasca nekrosis)
Biliaris
Kardiak
Metabolik, keturunan, dan terkait obat.

2.3 Etiologi
Secara morfologi, sirosis dibagi atas jenis mikronodular (portal)
makronodular (pascanekrotik) dan jenis campuran, sedang dalam klinik
dikenal 3 jenis, yaitu portal, pascanekrotik, dan bilier. Penyakit-penyakit
yang diduga dapat menjadi penyebab sirosis hepatis antara lain malnutrisi,
alkoholisme, virus hepatitis, kegagalan jantng yang menyebabkan bendungan
vena hepatika, penyakit Wilson, hemokromatosis, zat toksik, dan lain-lain.
(Arif, 2000)

Serosis hepatis dapat terjadi karena berbagai macam penyakit. Tipeklinis


sirosis berikut ini mencerminkan etiologinya yang beragam.
2.3.1 Penyakit hepatoseluler. Kelompok ini meliputi gangguan berikut :
a. Sirosis pasca-nekrotik terdapat pada 10% hingga 30% pasien sirosis
dan berasal dari berbagai tipe hepatitis (seperti hepatitis virus tipe A,
B, C, D) atau terjadi karena intoksikasi.
b. Sirosis laennec yang juga dinamakan sirosis portal, sirosis
nutrisional, atau sirosis alkoholik merupakan tipe yang paling sering
ditemukan dan terutama disebabkan oleh hepatitis C serta
alkoholisme. Kerusakan hati terjadi karena malnutrisi (khususnya
kekurangan protein dari makanan) dan kebiasaan minum alkohol
yang menahun. Jaringan fibrosis terbentuk didaerah porta dan
disekitar vena sentralis.
c. Penyakit autoimun, seperti sarkoidosis atau penyakit usus
inflamatorik, yang kronis dapat menyebabkan sirosis hepatis.
2.3.2 Penyakit kolestatik.
Kelompok ini meliputi penyakit pada percabangan bilier (sirosis
billier terjadi karena penyakit pada saluran empedu yang menekan
aliran empedu) dari kolangitis sklerosis.
2.3.3 Penyakit metabolik
Kelompok ini meliputi gangguan, seperti penyakit Wilson, alfa-
antitripsin, dan hemokromatosis (sirosis pigmen).
2.3.4 Tipe sirosis lain.
Tipe sirosis hepatis yang lain meliputi sindrom Budd-Chiari
(nyeri epigastrium, pembesaran hati, dan asites akibat obstruksi vena
hepatika), sirosis jantung dan sirosis kriptogenik. Sirosis jantung
merupakan penyakit yang langkah; kerusakan hati terjadi karena
kerusakan gagal jantung kanan. Kriptogenik berarti sirosis dengan
etiologi yang tidak diketahui. (p.kowalak, 2011)
2.4 Manifestasi Klinis
Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan
pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena
kelainan penyakit lain. Gejala awal sirosis (kompensata) meliputi perasaan
mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut kembung,
mual, berat badan manurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis
mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas. Bila sudah
lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih menonjol terutama bila
timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi hilangnya
rambut badan, gangguan tidur, dan demam tak begitu tinggi. Mungkin
disertai adanya gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis,
gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat,
muntah darah dan /atau melena, serta perubahan mental, meliputi mudah
lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma. (Siti, 2006)
Sedangkan Menurut (Arif, 2000)
Gejala terjadi akibat perubahan morfologi dan lebih menggambarkan
beratnya kerusakan yang terjadi dari pada etiologinya. Didapatkan gejala
atau tanda sebagai berikut :
1. Gejala-gejala gastrointestinal yang tidak khas seperti anoreksia, mual,
muntah, dan diare.
2. Demam, berat badan turun, lekas lelah.
3. Asites, hidrotoraks, dan edema.
4. Ikterus, kadang-kadang urin menjadi lebih tua warnanya atau
kecoklatan.
5. Hepatomegali, bila telah lanjut hati dapat mengecil karena fibrosis. Bila
secara klinis didapati adanya demam, ikterus, dan asites, di mana demam
bukan oleh sebab-sebab lain, dikatakan sirosis dalam keadaan aktif. Hat-
hati akan kemungkinan timbulnya prekoma dan koma hepatikum.
6. Kelainan pembuluh darah seperti kolateral-kolateral di dinding abdomen
dan toraks, kaput medusa, wasir, dan varises esofagus.
7. Kelainan endokrin yang merupakan tanda dari hiperestrogenisme yaitu :
a. Impotensi, atrofi testis, ginekomastia, hilangnya rambut aksila, dan
pubis.
b. Amenore, hiperpigmentasi areola mammae.
c. Spider nevi dan eritema.
d. Hiperpigmentasi.
8. Jari tabuh.

2.5 Patofisiologi
Sirosis hepatis dimulai dengan pembentukan jaringan parut atau
fibrosis. Parut atau sikatriks ini berawal sebagai peningkatan
komponen matriks ekstrasel, yaitu kolagen yang membentuk fibril,
proteoglikan, fibronektin, dan asam hialuronat. Lokasi pengendapan
kolagen bervariasi menurut penyebabnya. Fungsi hepatosit akhirnya
akan terganggu karena terjadi perubahan matriks. Sel-sel yang
menyimpan lemak diyakini sebaai sumber pembentukan komponen
matriks yang baru. Pengerutan sel-sel ini juga dapat turut
menimbulkan disrupsi arsitektur lobulus hati dan obstruksi aliran
darah ataupun getah empedu. Perubahan seluler yang menghasilkan
pita jaringan parut juga menghancurkan struktur lobulus. (p.kowalak,
2011)
2.6 Pathway

2.7 Komplikasi
Komplikasi yang sering dijumpai antara lain peritonitis bakterial
spontan, yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada
bukti infeksi sekunder intra abdominal. Biasanya pasien ini tanpa
gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen. Pada sindrom
hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oliguri,
peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal.
Kerusakan hati lanjut meyebabkan penurunan perfusi ginjal yang
berakibat padapenurunan filtrasi glomerulus. Salah satu manifestasi
hipertensi porta adalah varises esofagus. Duapuluh sampai 40%pasien
sirosis dengan varises esofagus pecah yang menimbulkan perdarahan.
Angka kematiannya sangat tinggi, sebanyak duapertiganya akan
meninggal dalam waktu satu tahun walupun dilakukan tindakan untuk
menanggulangi varises ini dengan beberapa cara. Ensefalopati
hepatik, merupakan kelainan neuropsikiatrik akibat disfungsi hati.
Mula-mula ada gangguan tidur (insomnia dan hipersomnia),
selanjutnya dapat timbul gangguan kesadaran yang berlanjut sampai
koma. Pada sindrom hepatopulmonal terdapat hidrotoraks dan
hipertensi portopulmonal. (Siti, 2006)

Sedangkan menurut (p.kowalak, 2011) :


Gangguan respirasi
Asites
Hipertensi porta
Ikterus
Koagulopati
Ensefalopati hepatik
Varises esofagus yang mengalami perdarahan ; perdarahan akut GI
Gagal hati
Gagal ginjal
2.8 Penatalaksanaan
Penanganan dapat meliputi :
Pemberian vitamin serta suplemen gizi untuk membatu
menyembuhkan sel-sel hati yang rusak dan memperbaiki status
gizi pasien.
Pemberian antasid untuk mengurangi distres lambung dan
menurunkan potensi perdarahan GI
Pemberian diuretik yang mempertahankan kalium untuk
mengurangi penumpukan cairan
Pemberian vasopresin untuk mengatasi varises esofagus
Intubasi esofagogastrik dengan kateter multilumen untuk
mengendalikan perdarahan dari varises esofagus atau lokasi
perdarahan lain dengan menggunakan balon untuk menekan
perdarahan lokasi tersebut
Lavase lambung sampai cairan yang mengalir keluar menjadi
jernih; lavase dilakukan dengan pemberian antasid dan antagonis
histamin jika perdarahan tersebut terjadi sekunder karena ulkus
lambung
Tamponade balon esofagus untuk menekan pembuluh darah yang
mengalami perdarahan dan menghentikan kehilangan darah dari
varises esofagus
Parasentesis untuk mengurangi tekanan intra-abdomen dan
mengelurkan cairan asites
Pemasangan shunt melalui pembedahan untuk mengalihkan cairan
asites kedalam sirkulasi darah vena agar terjadi penurunan berat
badan, penurunan lingkar perut, peningkatan ekskresi natrium dari
ginjal, dan perbaikan ekskresi urine
Penyuntikan preparat sklerosing pada pembuluh darah yang
mengalami perembesan darah agar terjadi pembekuan dan
sklerosis
Pemasangan shunt portosistemik untuk mengendalikan perdarahan
dari varises esfagus dan menurunkan hipertensi porta
(mengalihkan sebagian aliran darah vena porta dari hati; tindakan
ini jarang dilakukan). (p.kowalak, 2011)
2.9 Pemriksaan Pemunjang
Adanya anemia, gangguan faaal hati (penurunan kadar albumin
serum, peninggian kadar globulin serum, peninggian kadar bilirubin
direk dan indirek), penurunan enzim kolinesterase, serta peninggian
SGOT dan SGPT. Pemeriksaan terhadap alfa feto protein sering
menunjukkan peningkatan. Untuk melihat kelainan secara
histopatologi dilakukan biopsi hati. (Arif, 2000)
BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA
KELAINAN SIROSIS HEPAR

A. Pengkajian
3.1 Identitas pasien
a) Nama
b) Umur
c) Jenis kelamin
d) Pendidikan
e) Alamat
f) Pekerjaan
g) Agama
h) Suku Bangsa
2. Riwayat kesehatan
1. Keluhan utama
2. Riwayat penyakit sekarang
3. Riwayat penyakit dahulu
4. Riwayat penyakit keluarga
3. Pemeriksaan fisik
1. Pemeriksaan TTV :
S :
TD:
N :
RR:
2. Pemeriksaan Head to toe :
a) Kepala
Inspeksi
Palpasi
b) Muka
Inspeksi
palpasi
c) Mata
Hidung
Telinga
Mulut
Leher
a) Thorax dan pernapasan
Inspeksi
Palpasi
Auskultasi
Perkusi
b) Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
c) Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Auskultasi
Perkusi
d) Genitalia
e) Ekstremitas
Pengkajian fungsional gordon
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
b. Pola nutrisi dan metabolik
c. Pola aktivitas dan latihan
d. Pola istirahat dan tidur
e. Pola eliminasi
f. Pola persepsi, sensori dan kognitif
g. Pola mekanisme koping
h. Pola konsep diri
i. Pola hubungan
j. Pola reproduksi
k. Pola kepercayaan
Pemeriksaan penunjang
Contoh Analisa Data
Contoh Diagnosa Keperawatan
Contoh Nursing Care Planning
Contoh Implementasi Keperawatan
Contoh Evaluasi

BAB 4
PENUTUP
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai