Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH


Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin, atau kedua-duanya (American Diabetes Association 2010). Penyakit ini akan
tidak terkendali apabila dibiarkan dan dapat menimbulkan komplikasi lain yang
membahayakan kesehatan (Depkes RI 2008}.
Data dari studi global international diabetes federation (IDF) memberitahukan
bahwa estimasi penderita diabetes melitus pada tahun 2011 mencapai 366 juta jiwa.
Jika tidak ada tindak lanjut dari maslah tersebut, jumlah ini diperkirakan akan
mengalami peningkatan sebesar 552 juta pada tahun 2030. Pada tahun 2012
dikatakan prevelensi angka kejadian diabetes melitus didunia mencapai 371 juta jiwa.
Dan menrut data terbaru IDF tahun 2014 sekitar 387 juta jiwa mengidap diabetes
melitus dan diperkirakan tahun 2035 jumlah ini akan meningkat menjadi 592 juta
jiwa.
Kemudian menurut data yang diperoleh dari rikesdas tahun 2013 di Indonesia
berdasarkan wawancara yang terdiagnosis dokter sebesar 1,5% diketahui mengidap
diabetes melitus. Dm terdiagnosis dan gejala sebesar 2,1%. Prevelensi diabetes
melitus diagnosis tertinggi terdapat di Yogyakarta (2,6%), DKI Jakarta (2,5%),
Sulawesi Utara (2,4%) dan kalimantan timur (2,3%). Prevelensi diabetes melitus
yang terdiagnosis dokter atau gejala, tertinggi terdapat di sulawesi tengah (3,7%),
Sulawesi Utara (3,6%), Sulawesi Selatan (3,4%) dan Nusa Tenggara Timur 3,3%.
Dari kenaikan jumlh insidensi penyakit diabetes melitus tersebut. Diabetes melitus
tipe II merupakan jenis yang paling banyak ditemukan yaitu lebih dari 90% kasus
(Soegondo,Soewondo & Subekti,2011)
Diabetes melitus merupakan penyakit kronik yang tidak dapat disembuhkan,
namun masih tetap memiliki harapan untuk memiliki tigkat kesehatan yang lebih baik
yaitu dengan melaksakan lima komponen penatalaksanaan terapi diabetes yaitu :
pengelolaan diet, latihan fisik, pemantauan gula darah, terapi dan pendidikan
kesehatan. Diabetes melitus terbagi menjadi 3 yaitu diabetes melitus tipe I, diabetes

1
melitus tipe II dan diabetes gestasional. Dari ketiga klasifikasi atau jenis diabetes
tersebut yang paling banyak diderita masyarakat Indonesia adalah diabetes tipe II
karna diabetes tipe II menyerang usia dewasa dimana ketahanan dan produktifitas
tubuh mulai melemah dan kerja tubuh mulai kurang efektif.

Salah satu kompenen yang cukup penting adalah penatalaksanaan diet, yang
diarahkan untuk mempertahankan kadar glukosa darah agar tetap terkontrol dan
dipertahankan mendekati normal. Dengan demikian pasien diabetes melitus harus
mengikuti dan mematuhi program penatalaksanaan diet sesuai dengan ketentuan dari
tim kesehatan agar mencapai kontrol metabolik yang optimal, karena kepatuhan
pasien terhadap diet adalah komponen utama keberhasilan dalam penatalaksanaan
diabetes (Misnadiarly, 2006).
Menurut Feuer Stein et al (1998) dalam Linggar (2010) ada beberapa faktor
yang mempengaruhi kepatuhan pasien termasuk kepatuhan dalam melaksanakan
program diet pada pasien diabetes melitus yaitu pemahaman tentang instruksi,
kualitas interaksi, dukungan sosial keluarga serta keyakinan, sikap dan kepribadian
pasien. Dari ke-4 faktor tersebut dukungan sosial keluarga merupakan salah satu
faktor yang tidak dapat diabaikan begitu saja, karena dukungan sosial keluarga
merupakan salah satu dari faktor yang memiliki kontribusi yang cukup berarti dan
sebagai faktor penguat yang mempengaruhi kepatuhan pasien diabetes melitus.
Mengingat diabetes merupakan penyakit kronis yang dapat hilang timbul atau dapat
kambuh kapan saja jika pasien tidak mengikuti program yang telah ditetapkan oleh
petugas kesehatan.
Dukungan sosial keluarga merupakan bantuan atau dukungan yang diterima
individu dari orang-orang tertentu dalam kehidupannya seperti keluarga. Diharapkan
dengan adanya dukungan sosial keluarga maka seseorang akan merasa diperhatikan,
dihargai dan dicintai. Dengan pemberian dukungan sosial yang bermakna maka
seseorang akan mengatasi rasa cemasnya terhadap apa yang akan dijalaninya (Suhita,
2012).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan pada 23 Mei 2017
di Puskesmas Juanda Saamarinda didapatkan data bahwa ada kenaikan jumlah
penderita diabetes melitus tiga tahun terakhir ini yaitu, pada tahun 2015 sebanyak 389
orang, tahun 2016 sebanyak 415 orang dan tahun 2017 sebanyak 466 orang. Dan data
satu bulan terkhir sebanyak 42 orang. Terdapat peningkatan jumlah pasien diabetes

2
melitus tipe II setiap tahunnya, sehingga sebagai petugas kesehatan perlu melakukan
penatalaksanaan secara komprehensif.
Berdasarkan hasil wawancara pada 10 pasien yang terdiagnosa diabetes
melitus tipe II dipuskesmas Juanda Samarinda terdapat 4 pasien yang mendapat
dukungan keluarga dan kepatuhan diet baik, pasien mengatakan selalu menjaga pola
makan dan memenuhi diet yang diberikan kepada dirinya. Terdapat 6 pasien yang
tidak memiliki dukungan sosial keluarga dan kepatuhan diet tidak baik, pasien
mengatakan walaupun sudah mengerti tentang diet yang harus dijaalani, tetapi masih
tetap memakan makanan selain diet yang diberikan, keluarga juga tidak memberika
dukungan kepada pasien tersebut untuk konsisten terhadap dietnya.
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan
antara dukungan sosial keluarga dengan kepatuhan menjalankan program diet pada
pasien diabetes melitus di Puskesmas Juanda Samarinda.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka rumusan masalah ini
adalah apakah ada hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan kepatuhan
dalam melaksanakan program diet Diabetes Mellitus di puskesmas Juanda Samarinda
?

C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
a. Mengetahui sejauh mana hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan
kepatuhan pasien diabetes mellitus dalam melaksanakan program diet.

2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi karakteristik responden pasien diabetes melitus tipe II di
Puskesmas Juanda Samarinda
b. Mengidentifkasi gambaran dukungan sosial keluarga dalam melakukan
program diet Diabetes Mellitus di puskesmas Juanda
c. Mengidentifikasi gambaran kepatuhan diet pasien diabetes mellitus di
puskesmas Juanda Samarinda
d. Menganalisis hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan kepatuhan
dalam melaksanakan program diet Diabetes Mellitus di puskesmas Juanda

3
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis diharapkan mampu menjadi landasan untuk meningkatkan
pengetahuan mengenai hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan
kepatuhan pasien diabetes mellitus dalam melaksanakan program diet.

2. Manfaat Praktis .
a. Manfaat bagi akademis
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi yang berguna
bagi para pembaca khususnya mahasiswa keperawatan untuk menambah
pengetahuan tentang mengenai hubungan antara dukungan sosial keluarga
dengan kepatuhan pasien diabetes mellitus dalam melaksanakan program diet.
b. Manfaat bagi peneliti
Dengan melakukan penelitian ini, peneliti dapat mengetahui
bagaimana gambaran mengenai hubungan antara dukungan sosial keluarga
dengan kepatuhan pasien diabetes mellitus dalam melaksanakan program diet.
c. Bagi peneliti lain
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi sebagai
data bagi penelitian selanjutnya mengenai hubungan antara dukungan sosial
keluarga dengan kepatuhan pasien diabetes mellitus dalam melaksanakan
program diet .
d. Bagi Puskesmas
Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi petugas puskesmas
atau petugas kesehatan dalam meningkatkan pemberian dukungan atau
informasi bagi keluarga tentang pentingnya dukungan sosial keluarga dengan
kepatuhan diet pasien diabetes mellitus
e. Bagi Keluarga
Memberikan masukan bagi keluarga yang mempunyai pasien diabetes
mellitus untuk memberikan dukungan sosial dengan kepatuhan menjalankan
diet.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. TELAAH PUSTAKA
1. Tinjauan umum tentang Kepatuhan diet diabetes melitus
a. Definisi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Pranoto,2007), patuh
adalah suka menurut perintah, taat pada perintah, sedangkan kepatuhan
adalah perilaku sesuai aturan dan berdisiplin. Sarafino (1990) dikutip oleh
(Slamet B, 2007), mendefinisikan kepatuhan (ketaatan) sebagai tingkat
penderita melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan
oleh dokter atau orang lain. Kepatuhan juga dapat didefinisikan sebagai
perilaku positif penderita dalam mencapai tujuan terapi (Degresi, 2005).
Kepatuhan diet penderita diabetes melitus tipe II adalah bentuk
perilaku kesehatan yang merupakan ketaatan dan keaktifan pasien
terhadap aturan makan yang diberikan (Al-tera,2011).
Dubar & Stunkard (1979 dalam Niven 2002) mengemukakan bahwa
saat ini ketidakpatuhan pasien telah menjadi masalah serius yang dihadapi
tenaga kesehatan profesional.
Kepatuhan penderita dalam mentaati diet diabetes melitus sangat
berperan penting untuk menstabilkan kadar glukosa pada penderitaa
diabetes melitus, sedangkan kepatuhan itu sendiri merupakan suatu hal
yang penting untuk dapat mengembangkan rutinitas (kebiasaan) yang
dapat membantu penderita dalam mengikuti jadwal diet yang kadang-
kadang sulit dilakukan.setiap ppenderita diabetes melitus harus
mempunyai sikap yang positiif (mendukung) terhadap diet agar tidak
terjadi komplikasii baik akut maupun kronis (phitri &
widyaningsih,2013).
Secara umum Brunner dan Suddarth (2002) dalam Purba (2008),
mengemukakan ukuran kepatuhan adalah bila mengikuti semua petunjuk
kepatuhan secara teratur. Kepatuhan tersebut meliputi pemakaian insulin,
diet, latihan fisik dan pendidikan kesehatan. Kepatuhan terhadap diet
yaitu tidak member makan terlalu banyak, tidak menunda makan. Selain
kepatuhan diet juga control gula darah. Kepatuhan diet terdiri dari: tidak

5
merubah diet, makan cemilan antara jam makan malam dan tidur malam.
Kepatuhan terkait dengan pendidikan kesehatan terdiri dari mengikuti
pola makan, menyuntik insulin teratur sesuai dosis, latihan teratur,
aktifitas fisik sesuai, pemeriksaan glukosa rutin, mengenal tanda hipo dan
hiperglikemik, ketepatan menyuntik insulin, penurunan stress fisik dan
psikologis untuk mengurangi hormone stress, pemantauan status
keseimbangan cairan, keterampilan dalam menyuntik insulin.
Kepatuhan mayoritas responden tidak patuh disebabkan karena
pasien DM merasa kadar gula yang ada pada dirinya telah normal, padahal
kenormalan atau stabilitas kadar gula pasien DM dipengaruhi obat yang
mereka minum, sehingga mereka makannya kurang bisa teratur sesuai diet
yang ditetapkan oleh program terapi. Anggapan yang salah ini yang
menyebabkan tidak patuh. Semakin lama seseorang menderita DM
semakin tidakpatuh dengan alasan bosan berobat. Seorang perempuan
lebih tinggi resiko munculnya komplikasi hal ini karena seorang
perempuan lebih sering memasak, mencicipi, menghabiskan sisa makan
anaknya, kurang aktivitas fisik yang menyebabkan penumpukan kalori
dalam tubuh ( Risnasari,2014)
b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan menurut (Niven, 2008)
adalah:
1) Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan klien dapat meningkatkan
kepatuhan, sepanjang bahwa pendidikan tersebut merupakan
pendidikan yang aktif.
2) Akomodasi
Suatu usaha harus dilakukan untuk memahami ciri kepribadian
klien yang dapat mempengaruhi kepatuhan antenatal care adalah jarak

6
dan waktu, biasanya ibu cenderung malas melakukan antenatal care
pada tempat yang jauh.
3) Modifikasi faktor lingkungan dan sosial
Hal ini berarti membangun dukungan sosial dari keluarga dan
teman-teman, kelompok-kelompok pendukung dapat dibentuk untuk
membantu kepatuhan terhadap program pengobatan seperti
pengurangan berat badan, berhenti merokok dan menurunkan
konsumsi alkohol. Lingkungan berpengaruh besar pada antenatal
care, lingkungan yang harmonis dan positif akan membawa dampak
yang positif pula pada ibu dan bayinya, kebalikannya lingkungan
negatif akan membawa dampak buruk pada proses antenatal care.
4) Perubahan model terapi
Program pengobatan dapat dibuat sesederhana mungkin dan
klien terlihat aktif dalam pembuatan program pengobatan (terapi).
Keteraturan ibu hamil melakukan antenatal care dipengaruhi oleh
kesehatan saat hamil. Keluhan yang diderita ibu akan membuat ibu
semakin aktif dalam kunjungan antenatal care.
5) Meningkatkan interaksi profesional kesehatan dengan klien
Meningkatkan interaksi profesional kesehatan dengan klien
adalah suatu hal penting untuk memberikan umpan balik pada klien
setelah memperoleh infomasi tentang diagnosis. Suatu penjelasan
penyebab penyakit dan bagaimana pengobatan dapat meningkatkan
kepatuhan, semakin baik pelayanan yang diberikan tenaga kesehatan,
semakin teratur pula ibu melakukan kunjungan antenatal care .
6) Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu, dari
pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak
didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007).
Menurut fungsinya pengetahuan merupakan dorongan dasar
untuk ingin tahu, untuk mencari penalaran, dan untuk
mengorganisasikan pengalamannya. Adanya unsur pengalaman yang
semula tidak konsisten dengan apa yang diketahui oleh individu akan

7
disusun, ditata kembali atau diubah sedemikian rupa, sehingga
tercapai suatu konsistensi. Semakin tinggi tingkat pengetahuan,
semakin baik pula ibu melaksanakan antenatal care (Azwar, 2007).
7) Usia
Usia adalah umur yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai
saat akan berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan
dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan
bekerja. Dari segi kepercayaan, masyarakat yang lebih dewasa akan
lebih dipercaya daripada orang yang belum cukup tinggi tingkat
kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan
kematangan jiwanya. Semakin dewasa seseorang, maka cara berfikir
semakin matang dan teratur melakukan antenatal care (Notoatmodjo,
2007).
8) Dukungan Keluarga
Keluarga adalah unit terkecil masyarakat yang terdiri atas 2
orang atau lebih, adanya ikatan persaudaraan atau pertalian darah,
hidup dalam satu rumah tangga berinteraksi satu sama lain,
mempertahankan satu kebudayaan (Effendy, 2006).

2. Tinjauan Umum Tentang Dukungan Sosial Keluarga


a. Definisi
Diamtteo (2011) mendefinisikan dukungan sosial sebagai dukungan atau
bantuan yang berasal dari orang lain seperti teman, tetangga, teman kerja dan
orang-orang lainnya. Dukungan sosial keluarga merupakan bantuan atau
dukungan yang diterima individu dari orang-orang tertentu dalam
kehidupannya seperti keluarga. Diharapkan dengan adanya dukungan sosial
maka seseorang akan merasa diperhatikan, dihargai dan dicintai. Dengan
pemberian dukungan sosial keluarga yang bermakna maka seseorang akan
mengatasi rasa cemasnya terhadap apa yang akan dijalaninya (Suhita, 2012).

Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena
hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup
dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan didalam perannya
masing-masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan (friedmen,
2010). Menurut Sil Kim&Soo Kim (2008) menyebutkan bahwa fungsi

8
keluarga adalah sebuah konsep kompleks yang meliputi afektif, struktural,
kontrol, kognitif, dan dimensi hubungan eksternal.
b. Fungsi Dukungan Sosial Keluarga

Menurut Friedman dkk (2010) fungsi-fungsi keluarga didefinisikan


sebagai hasil atau konsekuensi dari struktur keluarga. Fungsi keluarga
meliputi:
1) Fungsi afektif (fungsi pemeliharaan kepribadian, saling memberi kasih
sayang) untuk stabilitas kepribadian kaum dewasa, memenuhi kebutuhan
anggota keluarga.
2) Fungsi sosialisasi penempatan sosial yaitu untuk sosialisasi primer anak-
anak yang bertujuan untuk membuat mereka menjadi anggota masyarakat
yang produktif dan juga sebagai penganugerahan status anggota keluarga.
3) Fungsi biologis yaitu menjaga kelangsungan generasi dan juga untuk
kelangsungan hidup bermasyarakat.
4) Fungsi ekonomis yaitu mengadakan sumber-sumber ekonomi yang
memadai dan pengalokasian sumber-sumber tersebut secara afektif.
5) Fungsi perawatan kesehatan yaitu merupakan fungsi keluarga dalam
melindungi keamanan dan kesehatan seluruh anggota keluarga serta
menjamin pemenuhan kebutuhan perkembangan fisik mental dan spiritual
dengan cara memelihara dan merawat anggota keluarga serta mengenali
kondisi sakit setiap anggota keluarga.
6) Fungsi psikologis yaitu memberikan kasih sayang dan rasa aman,
memberikan perhatian di antara anggota keluarga, membina pendewasaaan
kepribadian anggota keluarga dan memberikan identitas keluarga.
7) Fungsi pendidikan yaitu memberikan pengetahuan, keterampilan,
membentuk prilaku anak, mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa,
mendidik anak sesuai dengan tingkatan perkembangannya.
c. Jenis Dukungan Keluarga
Menurut Sheridan dan Radmacher (2009), Sarafino (2011) serta Taylor
(2012); membagi dukungan keluarga kedalam 3 bentuk, yaitu

1) Dukungan instrumental (tangible or instrumental support)

9
Bentuk dukungan ini merupakan penyediaan materi yang dapat
memberikan pertolongan langsung seperti pinjaman uang, pemberian
barang, makanan serta
pelayanan. Bentuk dukungan ini dapat mengurangi kecemasan karena
individu dapat langsung memecahkan masalahnya yang berhubungan
dengan materi. Dukungan instrumental sangat diperlukan dalam
mengatasi masalah yang dianggap dapat dikontrol.
2) Dukungan informasional (informational support)
Bentuk dukungan ini melibatkan pemberian informasi, pengetahuan,
petunjuk, saran atau umpan balik tentang situasi dan kondisi individu.
Jenis informasi seperti ini dapat menolong individu untuk mengenali dan
mengatasi masalah dengan lebih mudah.
3) Dukungan emosional (emotional support)
Bentuk dukungan ini melibatkan rasa empati, ada yang selalu
mendampingi,
adanya suasana kehangatan, dan rasa diperhatikan akan membuat individu
memiliki perasaan nyaman, yakin, diperdulikan dan dicintai oleh sumber
dukungan sosial sehingga individu dapat menghadapi masalah dengan
lebih baik. Dukungan ini sangat penting dalam menghadapi keadaan yang
dianggap tidak dapat dikontrol.
Dukungan sosial keluarga merupakan sebuah proses yang terjadi
sepanjang kehidupan, dimana dalam semua tahap siklus kehidupan
dukungan keluarga membuat keluarga mampu berfungsi dengan berbagai
kepandaian dan akal untuk meningkatakan kesehatan dan adaptasi
keluarga dalam kehidupan (Setiadi, 2008).

3. Tinjauan Umum Tentang Diabetes Melitus


a. Definisi Diabetes Melitus
Diabetes melitus merupakan gangguan kebutuhan nutrisi yang ditandai
dengan adanya gangguan metabolisme karbohidrat akibat kekuranganinsulin
atau penggunan karbohidrat secara berlebihan (sowden,2009)
Menurut Perkeni (2011) dan ADA (2012) Diabetes Melitus adalah suatu
kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, gangguan kerja insulin atau keduanya,

10
yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan
pembuluh darah.
b. Klasifikasi Diabetes Mellitus
Menurut Rubenstein (2007) klasifikasi diabetes mellitus terdiri dari 3
yaitu :
a) Diabetes tipe I (diabetes yang tergantung insulin/IDDM).
Diabetes tipe I adalah gangguan autoimun dimana terjadi
penghancuran sel-sel pankreas penghasil insulin. Penderita biasanya
berusia di bawah 30 tahun, mengalami onset akut, penyakit ini tergantung
pada terapi insulin dan cenderung labih mudah mengalami ketosis.
b) Diabetes tipe II (diabetes tidak tergantung insulin/NIDDM).
Diabetes tipe II adalah bentuk yang sering ditemui, yaitu sekitar 90 %
penderita yang menyandang diabetes. Penderita diabetes khasnya
menderita obesitas, dewasa dengan usia lebih tua dengan gejala ringan
sehingga penegakan diagnosis bisa saja baru dilakukan pada stadium
penyakit yang sudah lanjut, seringkali setelah ditemukannya komplikasi
seperti retinopati atau penyakit vaskuler. Intensitas jaringan terhadap
insulin (resistensi insulin) dan tidak adekuatnya respon sel pankreas
terhadap glukosa plasma yang khas, menyebabkan produksi glukosa hati
berlebihan dan penggunaannya yang terlalu rendah oleh jaringan.
c) Diabetes Gestasional
Sebagian besar wanita yang mengalami diabetes saat hamil memiliki
homeostatis glukosa yang normal pada paruh pertama kehamilan dan
berkembang menjadi defisiensi insulin relatif selama paruh kedua,
sehingga terjaadi hiperglikemia. Hiperglikemia menghilang pada sebagian
besar wanita setelah melahirkan, namun mereka memiliki peningkatan
resiko menyandang diabetes tipe II.
c. Etiologi Diabetes Melitus
Smeltzer at al (2010) etiologi diabetes melitus belum diketahui secara
pasti. Ada beberapa faktor resiko yang berhubungan dengan proses terjadinya
diabetes tipe II ini :
1) Usia (resistensi cenderung meningkat pada usia 65 tahun)
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga

11
4) Kelompok etnik (di amerika serikat golongan hispanik serta
penduduk asli amerika tertentu memiliki kemungkinan yang lebih
besar untuk terjadinya diabetes melitus tipe II dibandingankan dengan
golongan aftro-amerika)
d. Tanda dan Gejala Diabetes Mellitus
Menurut Karyadi (2002) secara umum tanda dan gejala yang dapat
ditemui meliputi :
1) Tanda dan gejala awal
a) Penurunan berat badan dan rasa lemah
Penurunan berat badan dalam waktu relatif singkat merupakan
gejala awal yang sering ditemukan. Selain itu rasa lemah dan cepat
capek cepat dirasakan, yang disebabkan karena glukosa darah tidak
dapat masuk ke dalam sel, sehingga sel kekurangan bahan bakar
untuk menghasilkan tenaga. Dalam hal ini, sumber tenaga akan
diambil dari cadangan tubuh termasuk lemak dan otot. Lama-
kelamaan penderita akan kehilangan cadangan tubuh termasuk
lemak dan otot, akibatnya berat badan turun dan badan semakin
kurus.
b) Banyak kencing (poliuri)
Gejala yang sering dirasakan penderita adalah sering kencing
dengan volume urine yang banyak. Kencing yang sering pada
malam hari terkadang sangat mengganggu penderita.
c) Banyak minum (polidipsi)
Pada saat glukosa darah melebihi batas ambang ginjal, maka
glukosa yang berlebihan itu akan dikeluarkan melalui urine.
Sedangkan waktu mengeluarkan glukosa melalui ginjal dibutuhkan
banyak air. Sehingga semakin banyak air yang dikeluarkan, tubuh
semakin kekurangan air. Akibatnya timbul rangsangan otak, rasa
haus dan ingin minum terus.
d) Banyak makan
Kadar glukosa yang tidak dapat masuk ke dalam sel,
menyebabkan rangsangan ke otak untuk mengirim pesan rasa lapar
pada penderita. Akibatnya penderita sering makan dan kadar

12
glukosa darah semakin tinggi, namun tidak dapat seluruhnya
damanfaatkan untuk masuk ke dalam sel.
2) Gejala kronis
a) Gangguan penglihatan
Pada mulanya penderita sering mengeluh penglihatannya
kabur, sehingga sering mangganti kacamata untuk dapat melihat
dengan baik.
b) Gangguan syaraf tepi atau kesemutan
Pada malam hari, penderita sering mengeluh sakit dan rasa
kesemutan pada kaki.
c) Gatal-gatal atau bisul
Keluhan gatal sering dirasakan penderita, biasanya gatal di
daerah kemaluan, atau daerah lipatan kulit seperti ketiak, paha,
atau di bawah payudara. Kadang sering timbul bisul dan luka yang
lama sembuhnya akibat luka lecet terkena sepatu atau tergores
jarum.
d) Rasa tebal di kulit
Penderita DM sering mengalami rasa tebal di kulit, terutama
bila berjalan terasa seperti di atas bantal atau kasur.
e) Gangguan fungsi seksual
Gangguan ereksi/disfungsi seksual/impotensi sering dijumpai
pada penderita laki-laki yang terkena DM. Namun pendrita sering
menyembunyikan masalah tersebut karena malu menceritakannya
pada dokter. Impotensi pada penderita terjadi karena gangguan
syaraf, dan bukan karena kekurangan hormon seks pria
(testosteron) yang biasanya masih normal.
f) Keputihan
Keputihan dan gatal merupakan gejala yang sering
dikeluhkan, bahkan merupakan satu-satunya gejala yang dirasakan.
Hal ini terjadi karena daya tahan tubuh kurang sehingga
mengakibatkan mudah terkena infeksi antara lain karena jamur.
e. Penatalaksanaan Diabetes Melitus
PERKENI (2015) menyebutkan beberapa penataksanaan khususs
diabetes melitus, meliputi :

13
1) Edukasi
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan
sebagai bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat
penting dari pengelolaan DM secara holistik.
Materi edukasi terdiri dari materi edukasi tingkat awal dan materi
edukasi tingkat lanjutan.
a) Materi edukasi pada tingkat awal dilaksanakan di Pelayanan
Kesehatan Primer yang meliputi:
b) Materi tentang perjalanan penyakit DM.
c) Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM secara
berkelanjutan.
d) Penyulit DM dan risikonya.
e) Intervensi non-farmakologis dan farmakologis serta target
pengobatan.
f) Interaksi antara asupan makanan, aktivitas fisik, dan obat
antihiperglikemia oral atau insulin serta oba-obatan lain.
g) cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah
atau urin mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri tidak
tersedia).
h) Mengenal gejala dan penanganan awal hipoglikemia.
i) Pentingnya latihan jasmani yang teratur. Pentingnya perawatan kaki.
j) Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan
Materi edukasi pada tingkat lanjut dilaksanakan di Pelayanan
Kesehatan Sekunder dan atau Tersier, yang meliputi:
a) Mengenal dan mencegah penyulit akut DM.
b) Pengetahuan mengenai penyulit menahun DM.
c) Penatalaksanaan DM selama menderita penyakit lain.
d) Rencana untuk kegiatan khusus (contoh: olahraga prestasi).
e) Kondisi khusus yang dihadapi (contoh: hamil, puasa, hari-hari sakit).
f) Hasil penelitian dan pengetahuan masa kini dan
teknologi mutakhir tentang DM.
g) Pemeliharaan/perawatan kaki.
2) Terapi Nutrisi Medis (TNM)

14
TNM merupakan bagian penting dari penatalaksanaan DMT2 secara
komprehensif Kunci keberhasilannya adalah keterlibatan secara
menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang
lain serta pasien dan keluarganya). Guna mencapai sasaran terapi TNM
sebaiknya diberikan sesuai dengan kebutuhan setiap penyandang DM.
Prinsip pengaturan makan pada penyandang DM hampir sama dengan
anjuran makan untuk masyarakat umu,yaitu makanan yang seimbang dan
sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu.
Penyandang DM perlu diberikan penekanan mengenai pentingnya
keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah kandungan kalori, terutama
pada mereka yang menggunakan obat yang meningkatkan sekresi insulin
atau terapi insulin itu sendiri.
Komposisi Makanan yang Dianjurkan terdiri dari:
(1) Karbohidrat
(a) Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total
asupan energi.Terutama karbohidrat yang berserat
tinggi.
(b) Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak
dianjurkan.
(c) Glukosa dalam bumbu diperbolehkan sehingga
penyandang diabetes dapat makan sama dengan
makanan keluarga yang lain.
(d) Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan
energi.
(e) Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai
pengganti glukosa,asal tidak melebihi batas aman
konsumsi harian (Accepted Daily Intake/ADI).
(f) Dianjurkan makan tiga kali sehari dan bila perlu
dapat diberikan makanan selingan seperti buah atau
makanan lainsebagai bagian dari kebutuhan kalori
sehari.
(2) Lemak

15
(a) Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25%
kebutuhan kalori, dan tidak diperkenankan melebihi
30% total asupan energi.
(b) Komposisi yang dianjurkan
lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori.
lemak tidak jenuh ganda < 10 %.
selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal.
(c) Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang
banyak mengandung lemak jenuh dan lemak trans
antara lain: daging berlemak dan susu fullcream.
(d) Konsumsi kolesterol dianjurkan < 200 mg/hari.
(3) Protein
(a) Kebutuhan protein sebesar 10 20% total asupan
energi.
(b) Sumber protein yang baik adalah ikan, udang, cumi,
daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu
rendah lemak, kacang-kacangan, tahu dan tempe.
(c) Pada pasien dengan nefropati diabetik perlu
penurunan asupan protein menjadi 0,8 g/kg BB
perhari atau 10% dari kebutuhan energi, dengan
65% diantaranya bernilai biologik tinggi. Kecuali
pada penderita DM yang sudah menjalani
hemodialisis asupan protein menjadi 1-1,2 g/kg BB
perhari.
(4) Natrium
(a) Anjuran asupan natrium untuk penyandang DM
sama dengan orang sehat yaitu <2300 mg perhari
(b) Penyandang DM yang juga menderita hipertensi
perlu dilakukan pengurangan natrium secara
individual
(c) Sumber natrium antara lain adalah garam dapur,
vetsin, soda, dan bahan pengawet seperti natrium
benzoat dan natrium nitrit
(5) Serat

16
(a) Penyandang DM dianjurkan mengonsumsi serat
dari kacang-kacangan, buah dan sayuran serta
sumber karbohidrat yang tinggi serat.
(b) Anjuran konsumsi serat adalah 20-35 gram/hari
yang berasal dari berbagai sumber bahan makanan.
(6) Pemanis Alternatif
(a) Pemanis alternatif aman digunakan sepanjang tidak
melebihi batas aman (Accepted Daily Intake/ADI).
(b) Pemanis alternatif dikelompokkan menjadi pemanis
berkalori dan pemanis tak berkalori.
(c) Pemanis berkalori perlu diperhitungkan kandungan
kalorinya sebagai bagian dari kebutuhan kalori,
seperti glukosa alkohol dan fruktosa.
(d) Glukosa alkohol antara lain
isomalt,lactitol,maltitol,mannitol, sorbitol dan
xylitol
(e) Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada
penyandang DM karena dapat meningkatkan kadar
LDL, namun tidak ada alasan menghindari makanan
seperti buah dan sayuran yang mengandung fruktosa
alami.
(f) Pemanis tak berkalori termasuk: aspartam, sakarin,
acesulfame potassium, sukralose, neotame.
Kebutuhan Kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang
dibutuhkan penyandang DM, antara lain dengan memperhitungkan
kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kal/kgBB ideal.
Jumlah kebutuhan tersebut ditambah atau dikurangi bergantung
pada beberapa faktor yaitu: jenis kelamin, umur, aktivitas, berat
badan, dan lain-lain. Beberapa cara perhitungan berat badan ideal
adalah sebagai berikut:
(1) Perhitungan berat badan ideal (BBI) menggunakan rumus
Broca yang dimodifikasi:

17
(a) Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm-100) x 1
kg.
(b) Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan
wanita di bawah 150 cm, rumus dimodifikasi
menjadi:Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm -
100) x 1 kgBB
Normal: BB ideal 10 %
Kurus: kurang dari BBI 10 %
Gemuk: lebih dari BBI + 10 %
(c) Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks
Massa Tubuh (IMT).Indeks massa tubuh dapat
dihitung dengan.
rumus:
IMT = BB(kg)/TB(m2)
Klasifikasi IMT*
BB Kurang <18,5
BB Normal 18,5-22,9
BB Lebih 23,0
Dengan risiko 23,0-24,9
Obes I 25,0-29,9
Obes II 30
*) WHO WPR/IASO/IOTF dalam The Asia-
Pacific Perspective:Redefining Obesity and its
Treatment
3) Latihan Jasmani
Latihan jasmani merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DMT2
apabila tidak disertai adanya nefropati. Kegiatan jasmani sehari-hari dan
latihan jasmani dilakukan secara secara teratur sebanyak 3-5 kali
perminggu selama sekitar 30-45 menit,dengan total 150 menit
perminggu.Jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut
Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan glukosa darah sebelum latihan
jasmani.
Apabila kadar glukosa darah <100 mg/dL pasien harus
mengkonsumsi karbohidrat terlebih dahulu dan bila >250 mg/dL

18
dianjurkan untuk menunda latihan jasmani. Kegiatan sehari-hari atau
aktivitas sehari-hari bukantermasuk dalam latihan jasmani meskipun
dianjurkan untuk selalu aktif setiap hari.
Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat
menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga
akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang
dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik dengan intensitas
sedang (50-70% denyut jantung maksimal) seperti: jalan cepat, bersepeda
santai, jogging, dan berenang.Denyut jantung maksimal dihitung dengan
cara mengurangi angka 220 dengan usia pasien. Pada penderita DM tanpa
kontraindikasi (contoh: osteoartritis, hipertensi yang tidak terkontrol,
retinopati, nefropati) dianjurkanjuga melakukan resistance trainin (latihan
beban) 2-3 kali/perminggu sesuai dengan petunjuk dokter.
Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status
kesegaran jasmani. Intensitas latihan jasmani pada penyan dang DM yang
relatif sehat bisa ditingkatkan, sedangkan pada penyandang DM yang
disertai komplikasi intesitas latihan perlu dikurangi dan disesuaikan
dengan masing-masing individu.
4) Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan
dan latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari
obat oral dan bentuk suntikan.

19
B. KERANGKA TEORI
Menurut Ridwan (2010) teori dalam penelitian adalah teori-teori yang relavan
yang dapat digunakan untuk menjelaskan tentang variabel yang akan diteliti, sebagai
dasar untuk memberi jawaban sementara terhadap rumusan masalah yang diajukan
(hipotesis) serta penyusunan instrumen penelitian.

Kadar glukosa darah


terkontrol (smeltzeret
al, 2010
Dukungan kepatuhan diet
sosial keluarga diabetes
Diamtteo melitus Kadar glukosa darah
(2011) tidak terkontrol
mendefinisikan komplikasi
dukungan makrovaskuler &
sosial sebagai mikrovaskuler
dukungan atau (smeltzeret al, 2010
Pola makan penderita
bantuan yang
diabetes melitus
berasal dari
menurut (Sarafino,
orang lain
2013)
seperti teman,
tetangga, teman 1. Jumlah
kerja dan 2. Jenis
orang-orang 3. jadwal
lainnya.

20
C. KERANGKA KONSEP
Kerangka konsep adalah alur penelitian yang memperlihatkan variabel-variabel
yang mempengaruhi dan terpengaruhi. Dengan kata lain dalam kerangka konsep akan
terlihat faktor-faktor yang terdapat dalam variabel penelitian. (Muhamammad, 2013).
Berdasarkan teori yang diuraikan pada tinjauan pustaka maka kerangka konsep
daalam penelitian ini dapat digunakan sebagai berikut :

Varabel independent Varabel dependent

(bebas) (terikat)

Dukungan sosial keluarga Kepatuhan diet diabetes


melitus tipe II
1. Mendukung
2. Tidak mendukung 1. Patuh
2. Tidak patuh

Kerangka konsep diatas adalah menggambarkan hubungan dukungan sosal


keluarga terhadap kepatuhan pasien diet diabetes melitus tipe II di puskesmas juanda.

D. HIPOTESIS PENELITIAN
Hipotesis berasal dari kata hupo dan thesis. Hupo berarti sementara atau lemah
kebenarannya dan thesis adalah pernyataan atau teori. Dengan demikian, hipotesis
berarti pernyataan sementara yang harus diuji kebenarannya. Untuk menguji suatu
hipotesis diperlukan pengujian yang disebut uji hipotesis. Ada dua macam hipotesis
yaitu hipotesis alternatif (Ha) dan hipotesis 0 (H0). Hipotesis alternatif (Ha) adalah
hipotesis yang menyatakan adanya hubungan antara variabel satu dengan variabel
lainnya. Sedangkan hipotesis nol (H0) adalah hipotesis yang menyatakan tidak
adanya hubungan antara variabel satu dengan variabel lain (Hastono & Sabri,2013).
Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Ha : ada hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan kepatuhan pasien
diabetes melitus tipe II dalam melaksanakan program diet di puskesmas Juanda
samarinda.

21
2. H0 : tidak ada hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan kepatuhan
pasien diabetes melitus tipe II dalam melaksanakan program diet di puskesmas
Juanda samarinda.

22
BAB III

METODE PENELITIAN

A. RANCANGAN PENELITIAN
Rancangan penenlitian adalah sessuatu yang sangat penting dalam penelitin,
memungkinkan pengontrolan, maksimal beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
akurasi suatu hasil. Rancanngan juga dapat digunakan peneliti sebagai petunjuk
dalam perencnaandan pelaksanaan ppenelitian dan merupakan hasil akhir dari suatu
tahap keputusan yang dibuat oleh peneliti berhubungan dengan bagaimana suatu
penelitian bisa diterapkan (Nursalam,2011).
Jenis penelitian ini adalah kuantitatif berbentuk descriptive corelation yaitu
penelitian yang bertujuan untuk mengungkapkan hubungan korelatif antara variabel
independent dan variabel dependen (Nursalam,2011), dengan pendekatan cross
sectional yaitu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor dan
resiko dengan efek dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data
sekaligus pada suatu saat (point approach) (Notoatmojo,2010).

B. POPULASI DAN SAMPEL


1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian atau obyek yang diteliti
(Notoatmojo,2010). Menurut Hastono dan Sabri (2010) populasi adalah
keseluruhan dari unit di dalam pengamatan yang akan kita lakukan. Populasi
dalam penelitian ini adalah penderita diabetes melitus tipe II yang berobat di
puskesmas juanda Samarinda, jumlah populasi yang terdaftar selama 1 bulan
terakhir 42 responden.
2. Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini dengan teknik pengambilan
sampel nonprobability sampling dengan total sampling. Menurut Arikunto
(2010), sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti dan mewakili
karakteristik populasi. Apabila populasi penelitian berjumlah kurang dari 100
maka sampel yang diambil adalah semuanya, namun apabila jumlah populasi

23
lebih dari 100 maka sampel yang diambil atara 10-15% atau 20-25% atau
lebih. Sampel pada penelitian ini adalah 42 responden.
Nursalam (2008) mengatakan terdapat 2 kriteria dalam sampel, yaitu :
a. Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah kriteria dimana subyek penelitian dapat
memiliki populasi dalam penelitian yang memenuhi syarat. Sedangkan
kriteri ekslusi adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak dapat
diambil sebagai sampel (Notoatmojo,2010)
Adapun kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah
1) Bersedia menjadi responden dan menyetujui informed consent
2) Pasien puskesmas Juanda Samarinda yang menderita diabetes
melitus tipe II
3) Dapat membaca dan menulis
b. Kriteria eksklusi
1) Pasien tidak kooperatif
2) Pasien tidak dapat membaca dan menulis

C. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan april-mei 2017 waktu tesebut
digunakan untuk mengumpulkan data melalui kuesioner yang diisi lengkap dan
dikembalikan kepada peneliti.
Pelaksanaan penelitian dilakukan di puskesmas Juanda Samarinda.

D. DEFINISI OPERASIONAL
Definisi operasional adalah uraian tentang batasan variabel yang dimaksud
atau tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan (Notoatmojo,2010).
Dalam penelitian ini variabel independent nya adalah dukungan sedangkan variabel
dependentnya adalah kepatuhn diet pada pasien diabetes melitus tipe II.

24
Definisi operasional dari penelitin ini dapat dilihat dalam tabel berikut

N variabel Definisi Cara ukur Hasil ukur Skala


o operasional
1 Independe Diamtteo (2011) Diukur dengan alat 1. mendukung Nomin
nt : mendefinisikan ukur kuesioner B jika mean al
Dukungan dukungan sosial dengan 2 model / median
sosial sebagai pertanyaan yaitu 2. tidak
keluarga dukungan atau favourable dan non mendukung
bantuan yang favourable, , jika
berasal dari pertanyaan skala mean /
orang lain seperti likert median
teman, tetangga,
teman kerja dan Dengan nilai untuk
orang-orang favourable
lainnya. 4 = selalu
Diharapkan 3 = sering
dengan adanya 2 = jarang
dukungan sosial 1 = tidak pernah
maka seseorang
akan merasa Dan nilai kenbalikan
diperhatikan, untuk pertanyaan
dihargai dan unfavourable
dicintai. Dengan
indikator jenis
dukungan sosial
keluarga,
meliputi :
a.dukungan
instrumental
b.dukungan
informasional
c.dukungan

25
emosional

2 Dependent Kepatuhan diet Diukur dengan alat 1. patuh: Nomin


: adalah ukur kuesioner C mengikuti al
kepatuhan kemampuan dengan 2 model anjuran
diet pasien dala pertanyaan yaitu diet jika
menjalankan/mel favourable dan mean /
aksanakan unfavourable, median
program terapi pertanyaan skala 2. tidak
diet diabetes likert patuh:
melitus dengan tidak
indikator : Dengan nilai untuk mengikuti
a. Jadwal favourable anjuran
b. Jenis 4 = selalu diet jika
c. jumlah 3 = sering mean /
2 = jarang median
1 = tidak pernah

Dan nilai kenbalikan


untuk pertanyaan
unfavourable

E. INSTRUMEN PENELITIAN
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti
dalam mengumpulkan data agara pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik
(cermat,lengkap, dan sistematis) sehingga lebih mudah diolah (Saryono dan
Anggraini, 2013). Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner
dalam bentuk checklist dengan menggunakan skala likert. Instrumen yang digunakan
dalam penelitian ini adalah lembar angket (kuesioner) yang terdiri atas 3 bagian.
Bagian A merupakan data demografi yang berisi nomor responden,usia,jenis kelamin,
dan riwayat keluarga dengan diabetes melitus. Bagian B berisi pertanyaan tentang

26
dukungan kepada pasien terhadap program diet yang dianjurkan petugas kesehatan.
Bagian C berisi mengenai kepatuhan diet pada pasien diabetes melitus tipe II.
1. Kuesioner A
Kuesioner ini terkait ddengan identitas responden yang meliputi data
demografi yang berisi nomor responden,usia,jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan dan riwayat penyakit keluarga dengan diabetes melitus.
2. Kuesioner B
Kuesioner ini terkait dengan pertanyaan dukungan menjalankan diabetes
melitus tipe II di Puskesmas Juanda Samarinda dengan menggunakan skala
ukur skala likert. Adapun pilihan jawaban yaitu selalu (4), sering (3), jarang
(2), tidak pernah (1) untuk pertanyaan favourable. Sedangkan untuk
pertanyaan unfavourable tidak pernah (4), jarang (3), sering (2), dan selalu (1).
3. Kuesioner C
Kuesioner ini terkait dengan pertanyaan tentang kepatuhan diet
diabetes melitus tipe II di Puskesmas Juanda Samarinda dengan menggunakan
skala ukur likert. . Adapun pilihan jawaban yaitu selalu (4), sering (3), jarang
(2), tidak pernah (1) untuk pertanyaan favourable. Sedangkan untuk
pertanyaan unfavourable tidak pernah (4), jarang (3), sering (2), dan selalu (1).

F. UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS


Uji validitas bertujuan untuk mengukur tingkat ke validan atau kesahihan suatu
instrumen (Arikunto,2014). Sedangkan reliabilitas menunjukkan bahwa suatu
instrumen cukup dapat dipercaya sebagai alat pengumpul data (Arikunto,2014). Pada
penelitian ini tidak menggunakan uji validitas dan reliabilitas karena instrumen yang
digunakan telah baku.
Berdasarkan hasil penelitian Arisuwita (2016), kuesioner dukungan sosial
keluarga dan kuesioner kepatuhan diet diabetes melitus tipe II menggunaka uji
content validity indeks (CVI) . CVI digunakan untuk memperbaiki alat ukur melalui
pemeriksaan butir-butir instrumen yang tidak baik atau tidak memenuhi syarat akan
dibuang, diperbaiki, atau diganti. Apabila skor CVI 0.8-1 maka kuesioner valid untuk
digunakan (Polit dan Back,2008)
Berdasarkan hasil penelitian Arisuwita (2016) didapatkan bahwa nilai validitas
dukungan sosial keluarga 0,8 dan kepatuhan diet pasien diabetes melitus adalah 0,8
sehingga kuesioner valid untuk digunakan. Sedangkan pada uji reliabilitas

27
menggunakan uji cronbach alpha. Dikatakan reliabel jika nilai cronbach alpha >
0,60 (Arikunto, 2005). Berdasarkan penelitian Arisuwita (2016) didapatkan bahwa
hasil reliabilitas pada dukungan sosial keluarga adalah 0,92 dan kepatuhan diet pasien
diabetes melitus 0,77 sehingga kuesioner ini dikatakan valid.

G. TEKNIK PENGUMPULAN DATA


Menurut Azwar (2009), data berdasarkan cara memperolehnya dibagi menjadi
2 jenis yaitu :
1. Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsungd dari subjek penelitian
dengan menggunakan alat pengukuran atau alat pengambilan data langsung
pada subjek sebagai sumber informasi yang dicari (Azwar, 2009).
Pengumpulan data dilakukan dengan mendatangi alamat-alamat pasien yang
telah diberikan oleh Puskesmas Juanda Samarinda, yang sebelumnya melewati
prosedur sebagai berikut :
a. Responden diberikan penjelasan tentang tujuan dan manfaat penelitian
yang dilakukan.
b. Membgikan lembar kuesioner dan menjelaskan tata cara pengisian.
c. Memberi waktu untuk mengisi kuesioner yaitu sekitar 20-30 menit.
d. Mengingatkan responden bahwa semua pertanyaan hendaknya diisi
dengan lengkap.
e. Setelah diisi, kuesioner dikumpulkan ke peneliti.
2. Data sekunder
Data yang diperoleh dari pihak laim, tidak langsung diperoleh peneliti
dan subjek penelitian. Data sekunder biasanya berwujud data dokumentasi
atau data lapran yang telah tersedia (Azwar,2009).

H. TEKNIK ANALISA DATA


Data-data yang menyebar pada masing-masing sumber data/subjek penelitian
pelu dikumpulka untuk selanjutnya ditarik kesimpulan (Saryono dan Anggraini,2013).
Pada teknik pengumpulan data akan dibahas mengenai instrumen pengumpulan data
dan langkah-langkah pengumpulan data. Dimana menurut Arikunto (2010),
pengolahan data hasil penelitian dilakukan melalui tahap-tahap berikut ini:
1. Pengeditan data (editing)

28
Peneliti harus memeriksa kelengkapan data yang telah dikumpulkan melalui
kuesioner seperti kelengkapan identitas pengisian, kelengkapan lembar
kuesioner dan kelengkapan isian sehingga apabila terdapat ketidaksesuaian
dapat dilengkapi dengan segera.
2. Pemberian code (coding)
Coding merupakan suatu metode untul mengkonveksi data yang dikumpulkan
selama penelitian kedalam simbol yng cocok untuk keperluan analisis terhadap
pertanyaan dan jawaban yang dianjurkan. Sehingga dalam pengolahan data ini
peneliti melakukan pemberian kode untuk memudahkan pengolahan data.
Pada penelitian ini kode yang digunakan untuk variabel dukungan
sosial keluarga adalah mendukung = 1, kurang mendukung = 2. Pada
kepatuhan diet yang digunakan adalah patuh= 1, tidak patuh = 2.
3. Memasukkan data (entry data)
Setelah semua isian kuesioner terisi dan telah dilakukan coding maka langkah
pengolahan selanjutnyaa adalah memproses data agar dapat dianalisa.
Peneliti memasukkan data ke komputer dengan menggunakan aplikasi
program komputer SPSS 16.
4. Tabulasi data (tabulating)
Setelah data hasil peelitian dimasukkan data tersebut dikelompokkan dan
ditabulasikan, sehingga diperoleh frekuensi dari masing-masing variabel.

5. Analisa data
a. Analisa univariat
Tujuan analisis ini adalah untuk menjelaskan atau
mendeskripsikan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti.
Bentuk analisis univariat tergantung dari jenis datanya (Notoatmojo,
2010). Dalam penelitian ini analisa univariat digunakan untuk
menganalisis karakteristik responden yang terdiri atas usia, jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan dan riwayat penyakit keluarga.
Rumusnya sebagai berikut :


P = x 100 %

29
Keterangan :
P = presentase yang dicari
F = frekuensi sampel untuk setiap pertanyaan
n = jumlah keseluruhan sampel

pada penelitian ini analisis univariat data disajikan dalam


bentuk tabel distribusi frekuensi. Jika data mempunyai distribusi
norml, maka menggunakan mean sedangkan jika data tidak
berdistribusi normal menggunakan median (Saryono dan
Anggraini,2013).
b. Analisa bivariat
Analisa ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dukungan
sosial keluarga sebagai independen yang dihubungkan dengan
kepatuhan diet diabetes melitus sebagai variabel dependennya. Jika
skala pengukuran berupa kategorikal (ordinal dan nominal) maka
digunakan uji non parametrik (Saryono dan Anggraini,2013). Uji
bivariat yang digunakan dalam penelitian ini adalah chi-square.
Secara spesifik, uji chi-square dapat digunakan untuk menentukan :
1) Ada tidaknya asosiasi antara dua varabel (independency test)
2) Apakah suatu kelompok homogen (homogenitas atar sub
kelompok = homogenety test)
3) Seberpa jauh suatu pengamatan sesuai dengan parameter yang
di spesifikasikan (goodness of fit) (Hastono dan Sabri,2013)
Dasar dari uji chi-square adalah membandingkan frekuensi yang
diamati dengan frekuensi yang diharapkan. Pengamatan yang disusun
di dalam suatu tabel, tabel tersebut dinamakan tabel kontigensi (tabel
silang). Dari hasil pengamatan tersebut dapat dilakukan uji chi-square
untuk melihat ada tidaknya asosiasi antara dua variabel.
Mencari nilai chi-square dengan rumus :

()2
2 =

30
Keterangan:
O = nilai observasi
E = nilai harapan (Hastono & Sabri,2013)
Mencari derajat bebas dengan rumus:
Df : (k-1)(b-1)
Keterangan
K : kolom baris
B : jumlah baris
Df : derajat kebebasan (Hastono & Sabri,2013)

Setelah mencocokkan nilai X2 dan df (derajat bebas) pada tabel


X2 dengan menggunakan derajat kemaknaan 95% (0.05) dapat
disimpulkan apabila nilai (p>0.05) maka Ho diterima dan Ha ditolah
yang berarti tidak ada hubungan antara variabel terikat
(korompis,2014).
Uji chi-square dapat digunakan dengan syarat :
1) Jumlah sampel <20
2) Jumlah sampel antara 20-40 dan ada sel yang nilai E nya <5,
lebih di 20% total selnya (Hastono dan Sabri,2013).

I. ETIKA PENELITIAN
Dalam melakukan suatu penelitian, ada empat prinsip yang harus dilakukan oleh
peneliti (Notoadmodjo,2012):
1. Menghormati harkat dan martabat manusia
Peneliti perlu menimbangkan hak-hak subjek penelitian untuk mendapatkan
informasi tentang tujuan peneliti melakukan peneliti tersebut. Disamping itu,
peneliti juga memberikan kebebasan kepada subjek untuk memberikan informasi
atau tidak memberikan informasi (berpartisipasi).
2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek penelitian
Setiap orang mempunyai hak-hak dasar individu termasuk privasi dan kebebasan
individu dalam memberikan informasi. Setiap orang berhak untuk tidak
memberikan apa yang diketahuinya kepada orang lain.
3. Keadilan dan inklusivitas/keterbukaan

31
Prinsip keterbukaan dan adil perlu dijaga oleh peneliti dengan kejujuran,
keterbukaan, dan kehati-hatian. Untuk itu, lingkungan penelitian perlu
dikondisikan sehingga memenuhi prinsip keterbukaan, yakni dengan menjelaskan
prosedur penelitian. Prinsip keadilan ini menjamin bahwa semua subjek penelitian
memperoleh perlakuan dan keuntungan yang sama, tanpa membedakan gender,
agama, etnis, dan sebagainya.
4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan
Sebuah penelitian hendaknya memperoleh manfaat semaksimal mungkin bagi
masyarakat pada umumnya. Dan subjek penelitian pada khususnya. Penelitian
hendaknya berusaha meminimalisasi dampak yang merugikan bagi subjek.

J. JALANNYA PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan dalam tiga tahapan yaitu tahap persiapan, tahap
pengumpulan data dan tahap analisis data.
1. Peneliti mempersiapkan pengajuan judul penelitian kepada
pembimbing hingga judul disetujui oleh pembimbing. Setelah itu
dilanjutkan dengan membuat proposal (Bab I, II dan III) dan
mendapatkan bimbingan dari pembimbing. Pada studi pendahuluan
peneliti mengajukan surat permohonan kepada pembimbing akademik
untuk menddapatkan surat penelitian di Puskesmas Juanda Samarinda.
2. Peneliti mengajukan surat disposisi dari Dinas Kesehata untuk
melakukan penelitian di Puskesmas Juanda Samarinda, kemudian
eneliti mengajukan permohonan izin kepada Puskesmas Juanda
Samarinda untuk melakukan penelitian di Puskesmas tersebut.
Kemudian peneliti memberikan informasi atau penjelasan dan informed
consent kepada resonden. Setelah itu, peneliti menungumpulkan data
dengan alat ukur kuesioner yang berbentuk checklist.
3. Melakukan uji validitas dan reliabilitas terhadap instrumen. Dimana
apabila ada item pertanyaan yang tidak valid akan dibuang dan tidak
digunakan dalam penelitian.
4. Peneliti mendatangi rumah responden satu per satu dengan alamat yang
telah diberikan oleh Puskesmas Juanda Samarinda dan meminta
kesediaan subjek penelitian atas partisipasi dalam penelitian yang
dilakukan.

32
5. Setiap responden yang setuju dapat menandatangani surat persetujuan
dan diberikan kuesioner kemudian diminta untuk mengisi kuesioner.
6. Lalu mengecek kuesioner untuk melihat apakah data sudah terisi
lengkap, apabila ada data yang belum lengkap peneliti segera meminta
subjek untuk melengkapi datanya.
7. Melakukan pemberia scorong dan coding. Sesuai dengan scoring yang
telah ditentukan, setelah didapatkan scoring , kemudian data
dikategorikan sesuai yang ditetapkan oleh peneliti.
8. Setelah itu melakukan analisa data dengan menggunaka aplikasi SPSS
16, sehingga didapatkan hubungan dari data tersebut.

33

Anda mungkin juga menyukai