3. Menurut Undang-undang
a. KepPres No 23 tahun 1994 Pasal 1 butir 1 tentang pengangkatan bidan sebagai
pegawai tidak tetap berbunyi: Bidan adalah seseorang yang telah mengikuti
Program Pendidikan Bidan dan telah lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang
berlaku.
b. KepMenKes No 822/MenKes/SK/IX/1993 pasal 1 butir 1 tentang penyelenggaraan
Program Pendidikan Bidan berbunyi: Bidan adalah seseorang yang telah
mengikuti dan lulus Program Pendidikan Bidan sesuai dengan persyaratan yang
berlaku.
c. Lampiran KepMenKes No 871/MenKes/SK/VIII/1994 tentang petunjuk teknis
pelaksanaan pengangkatan bidan sebagai pegawai tidak tetap, pada pendahuluan
butir c dan pengertian organisasi: Bidan adalah seseorang yang telah mengikuti
dan lulus Program Pendidikan Bidan dan telah lulus ujian sesuai dengan
persyaratan yang berlaku.
d. PerMenKes No 572/MenKes/Per/VI/1996 pasal 1 ayat 1 tentang registrasi dan
praktek bidan yang berbunyi: Bidan adalah seseorang wanita yang telah mengikuti
dan menyelesaikan pendidikan bidan yang telah diakui pemerintah dan telah lulus
ujian sesuai dengan persyaratan yang berlaku.
e. KepMenKes RI No.900/MenKes/SK/2000 tentang registrasi dan praktek bidan,
pada pasal 1 ayat 1 yang berbunyi: Bidan adalah seseorang wanita yang telah
mengikuti dan lulus program pendidikan bidan dan telah lulus ujian sesuai dengan
persyaratan yang berlaku.
f. Bidan adalah seseorang yang telah menyelesaikan pendidikan bidan yang diakui
oleh negara serta memperoleh kualifikasi dan diberi ijin untuk menjalankan praktek
kebidanan di negeri itu yang mampu memberikan supervisi, asuhan dan
memberikan nasehat yang dibutuhkan wanita selama masa hamil, persalinan dan
masa pasca persalinan, memimpin persalinan atas tanggng jawabnya sendiri serta
pada asuhan pada bayi baru lahir dan anak.
Bidan diakui sebagai tenaga profesional yang bertanggung-jawab dan akuntabel,
yang bekerja sebagai mitra perempuan untuk memberikan dukungan, asuhan dan
nasehat selama masa hamil, masa persalinan dan masa nifas, memimpin persalinan
atas tanggung jawab sendiri dan memberikan asuhan kepada bayi baru lahir, dan
bayi. Asuhan ini mencakup upaya pencegahan, promosi persalinan normal, deteksi
komplikasi pada ibu dan anak, dan akses bantuan medis atau bantuan lain yang
sesuai, serta melaksanakan tindakan kegawat-daruratan.
Bidan mempunyai tugas penting dalam konseling dan pendidikan kesehatan, tidak
hanya kepada perempuan, tetapi juga kepada keluarga dan masyarakat. Kegiatan ini
harus mencakup pendidikan antenatal dan persiapan menjadi orang tua serta dapat
meluas pada kesehatan perempuan, kesehatan seksual atau kesehatan reproduksi
dan asuhan anak. Bidan dapat praktik diberbagai tatanan pelayanan, termasuk di
rumah, masyarakat, Rumah Sakit, klinik atau unit kesehatan lainnya.
Kepanjangan BIDAN:
B : Bakti
I : Ibu
D : Demi
A : Anak
N : Negara
2. Falsafah Kebidanan
Falsafah kebidanan merupakan pandangan hidup atau penuntun bagi bidan dalam
memberikan pelayanan kebidanan. Falsafah kebidanan tersebut adalah:
a. Profesi kebidanan secara nasional diakui dalam undang-undang maupun peraturan
pemerintah Indonesia yang merupakan salah satu tenaga pelayanan kesehatan
professional dan secara internasional diakui oleh ICM, FIGO dan WHO.
b. Tugas, tanggung jawab dan kewenangan profesi bidan yang telah diatur dalam beberapa
peraturan maupun keputusan menteri kesehatan ditujukan dalam rangka membantu
program pemerintah bidang kesehatan khususnya ikut dalam rangka menurunkan AKI,
AKP, KIA, Pelayanan ibu hamil, melahirkan, nifas yang aman, pelayanan Keluarga
Berencana (KB), pelayanan kesehatan masyarakat dan pelayanan kesehatan reproduksi
lainnya.
c. Bidan berkeyakinan bahwa setiap individu berhak memperoleh pelayanan kesehatan
yang aman dan memuaskan sesuai dengan kebutuhan manusia dan perbedaan budaya.
Setiap individu berhak untuk menentukan nasib sendiri, mendapat informasi yang cukup
dan untuk berperan di segala aspek pemeliharaan kesehatannya.
d. Bidan meyakini bahwa menstruasi, kehamilan, persalinan dan menopause adalah proses
fisiologi dan hanya sebagian kecil yang membutuhkan intervensi medic.
e. Persalinan adalah suatu proses yang alami, peristiwa normal, namun apabila tidak
dikelola dengan tepat dapat berubah menjadi abnormal.
f. Setiap individu berhak untuk dilahirkan secara sehat, untuk itu maka setiap wanita usia
subur, ibu hamil, melahirkan dan bayinya berhak mendapat pelayanan yang berkualitas.
g. Pengalaman melahirkan anak merupakan tugas perkembangan keluarga yang
membutuhkan persiapan mulai anak menginjak masa remaja.
h. Kesehatan ibu periode reproduksi dipengaruhi oleh perilaku ibu, lingkungan dan
pelayanan kesehatan.
i. Intervensi kebidanan bersifat komprehensif mencakup upaya promotif, preventif, kuratif
dan rehabilitative ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat.
j. Manajemen kebidanan diselenggarakan atas dasar pemecahan masalah dalam rangka
meningkatkan cakupan pelayanan kebidanan yang professional dan interaksi social serta
asas penelitian dan pengembangan yang dapat melandasi manajemen secara terpadu.
k. Proses kependidikan kebidanan sebagai upaya pengembangan kepribadian berlangsung
sepanjang hidup manusia perlu dikembangkan dan diupayakan untuk berbagai strata
masyarakat.
Kebidanan (midwifery) merupakan ilmu yang terbentuk dari sintesa berbagai
disiplin ilmu (multi disiplin) yang terkait dengan pelayanan kebidanan meliputi ilmu
kedokteran, ilmu keperawatan, ilmu perilaku, ilmu sosial budaya, ilmu kesehatan
masyarakat dan ilmu manajemen untuk dapat memberikan pelayanan kepada ibu dalam
masa pra konsepsi, hamil, bersalin, post partum, bayi baru lahir.
Asuhan kebidanan adalah penerapan fungsi dan kegiatan yang menjadi tanggung
jawab dalam memberikan pelayanan kepada klien yang mempunyai kebutuhan ataupun
masalah dalam bidang kesehatan ibu masa hamil, persalinan, nifas, bayi setelah lahir, serta
program keluarga berencana. Tujuan asuhan kebidanan adalah menjamin kepuasan dan
keselamatan ibu dan bayinya sepanjang siklus reproduksi, mewujudkan keluarga bahagia
dan berkualitas melalui pemberdayaan perempuan dan keluarganya dengan menumbuhkan
rasa percaya diri.
1. Malaysia
Perkembangan kebidanan di Malaysia bertujuan untuk menurunkan MMR dan IMR
dengan menempatkan bidan desa. Mereka memiliKI basic SMP + juru rawat + 1 tahun
sekolah bidan.
2. Jepang
Sekolah bidan di Jepang dimulai pada tahun 1912 pendidikan bidan disini dengan basic
sekolah perawat selama 3 tahun + 6 bulan pendidikan bidan. Tujuan pelaksanaan
pendidikan ini adalah untuk meningkaTkan pelayanan kebidanan dan neonatus tapi pada
masa itu timbul masalah karena masih kurangnya tenaga bidan dan bidan hanya mampu
melakukan pertolongan persalinan yang normal saja, tidak siap jika terdapat kegawat
daruratan sehingga dapat disimpulkan bahwa kualitas bidan masih kurang memuaskan.
Pada tahun 1987 ada upaya untuk meningkatkan pelayanan dan pendidikan bidan, menata
dan mulai merubah situasi.
3. Belanda
Negara Belanda merupakan Negara Eropa yang teguh berpendapat bahwa pendidikan
bidan harus dilakukan secara terpisah dari pendidikan perawat. Menurut Belanda disiplin
kedua bidang ini memerlukan sikap dan keterampilan yang berbeda. Perawatan umumnya
bekerja secara hirarki di RS dibawah pengawasan sedangkan bidan diharapkan dapat
bekerja secara mandiri di tengah masyarakat. Akademi pendidikan bidan yang pertama
pada tahun 1861 di RS Universitas Amsterdam. Akademi ke dua dibuka pada tahun 1882
di Rotterdam dan yang ketiga pada tahun 1913 di Heerlen. Pada awalnya pendidikan bidan
adalah 2 tahun, kemudian menjadi 3 tahun dan sejak 1994 menjadi 4 tahun. Pendidikannya
dengan dasar SMA. Tugas pokok bidan di belanda adalah keadaan normal dan merujuk
keadaan yang abnormal ke dokter ahli kebidanan.
4. Inggris
Pada tahun 1902 pelatihan dan registrasi bidan mulai diteraturkan. Selama tahun 1930
banyak perawat yang teregistrasi masuk kebidanan karena dari tahun 1916 mereka
melaksanakan kursus-kursus kebidanan lebih singkat dari pada perempuan tanpa
kualifikasi keperawatan. Tahun 1936 kebanyakan siswa-siswa kebidanan teregistrasi
sebagai perawat. Pelayanan kebidanan di Inggris banyak dilakukan oleh bidan praktek
swasta. Semenjak pertengahan 1980 kurang lebih 10 orang bidan melaksanakan praktek
mandiri. Tahin 1990 bertambah sekitar 32 bidan, 1991 menjadi 44 bidan, dan 1994 sekitar
100 orang bidan dengan 80 bidan masuk dalam independent Midwives Assosiation.
Alasan bidan di Inggris melakukan praktek mandiri :
Penolakan terhadap model medis dalam kelahiran ( Medicalisasi)
Ketidakmampuan menyediakan perawatan yang memuaskan dalam NHS ( National
Health Servis )
Untuk mengurus status bidan sebagai praktisi
Untuk memberikan kelangsungan perawatan dan kemampuan bidan dalam
memberikan pertolongan persalinan di rumah sebagai pilihan mereka.
5. Australia
Australia sedang pada titik perubahan terbesar dalam pendidikan kebidanan. System ini
menunjukkan bahwa seorang bidan adalah seorang perawat yang terlegislasi dengan
kualifikasi kebidanan. Konsekwensinya banyak bidan-bidan yang telah mengikuti
pelatihan di Amerika dan Eropa tidak dapat mendaftar tanpa pelatihan perawatan. Siswa-
siswa yang mengikuti pelatihan kebidanan pertama kali harus terdaftar sebagai perawat.
Kebidanan swasta di Australia berada pada poin kritis pada awal tahun 1990, berjuang
untuk bertahan pada waktu perubahan besar.
6. Spanyol
Spanyol merupakan salah satu Negara di benua Eropa yang telah lama mengenal profesi
bidan. Dalam tahun 1752 persyaratan bahwa bidan harus lulus ujian, dimana materi
ujiannya adalah dari sebuah buku kebidanan A Short Treatise on the Art Of Midwifery)
pendidikan bidan di ibu kota Madrid dimulai pada thain 1789. Bidan disiapkan untuk
bekerja secara mandiri di masyarakat terutama dikalangan petani dan buruh tingkat
menengah kebawah. Bidan tidak boleh mandiri memberikan obat-obatan , melakukan
tindakan yang menggunakan alat-alat kedokteran.
Pada tahun 1942 sebuah RS Santa Cristina menerima ibu-ibu yang hendak bersalin. Untuk
itu dibutuhkan tenaga bidan lebih banyak. Pada tahun 1932 pendidikan bidan disini secara
resmi menjadi School of Midwife. Antara tahun 1987-1988 pendidikan bidan untuk
sementara ditutup karena diadakan penyesuaian kurikulum bidan menurut ketentuan
Negara-negara masyarakat Eropa, bagi mereka yang telah lulus sebelum itu, penyesuaian
pada akhir 1992.
7. Ontario Canada
Mulai tahun 1978 wanita dan keluarga tidak puas dengan system perawatan maternity di
Ontario. Bidan di Ontario memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda-beda yang
terbanyak adalah berasal dari pendidikan kebidanan di Britain, beberapa memiliki
pendidikan bidan formal di Belanda, Jerman dan beberapa memiliki latar belakang
perawat. Selain itu di canada pada umumnya tenaga bidan datang dari luar. Mereka datang
sebagai tenaga perawat dan pelayanan kebidanannya disebut Maternity Nursing. Di
Canada tidak ada peraturan atau izin praktek bidan, pada tahun 1991 keberadaan bidan
diakui di Canada. Di Ontario dimulai secara resmi pendidikan di university Based, Direc
Entry dan lama pendidikan 3 tahun. Dan mereka telah menpunyai ijazah bidan diberi
kesempatan untuk registrasi dan di beri izin praktek.
8. Denmark
Merupakan Negara Eropa lainnya yang berpendapat bahwa profesi bidan tersendiri.
Pendidikan bidan disini mulai pada tahun 1787 dan pada tahun 1987 yang lalu merayakan
200 tahun berdirinya sekolah bidan. Kini ada 2 pendidikan bidan di Denmark.
Setiap tahun menerima 40 siswa dengan lama pendidikan 3 tahun direct entry. Mereka
yang menjadi perawat maka pendidikan ditempuh 2 tahun. Hal ini menimbulkan berbagai
kontroversi dikalangan bidan sendiri, apakah tidak sebaiknya pendidikan bidan didirikan
atas dasar perawat sebagian besar berpendapat tidak.
Pendidikan post gradua terbagi bidan selama 9 bulan dalam bidang pendidikan dan
pengelola. Tahun 1973 disusun rangkaian pedoman bagi bidan yang mengelompokkan
klien dari berbagai resiko yang terjadi. Hal ini menimbulkan masalah kerena tidak jelas
batasan mana yang resiko rendah dan tinggi. Pada tahun 1990 diadakan perubahan
pedoman baru yang isinya sama sekali tidak menyinggung masalah resiko. Penekanan
pelayanan adalah pada kesehatan non invansi care.
9. New Zealand
Selama 50 tahun masalah kebidanan hanya terpaku pada medicalisasi kelahiran bayi yang
progresif. Wanita tukang sihir telah dikenal sebagai bagian dari maternal sejak tahun 1904.
Tindakan keperawatan mulai dari tahun 1971 mulai diterapkan pada setiap ibu hamil, hal
ini menjadikan bidan sebagai perawat spesialis kandungan.
Pada tahun 1970 Selandia Baru telah menerapkan medicalisasi kehamilan. Ini didasarkan
pada pendekatan mehasiswa pasca sarjana ilmu kebidanan dari universitas Aukland untuk
terjun ke rumah sakit pemerintah khusus wanita. Salah satu konsekuensi dari pendekatan
ini dalah regional jasa. Inia dalah efek dari sentralisasi yang mengakibatkan penutupan
runah sakit pedesaan dan wilayah kota.
Dengan adanya dukungan yang kuat terhadap gerakan feminis, banyak wanita yang
berjuang untuk meningkatkan medicalisasi dan memilih persalinan di rumah. Dengan
adnya dukungan yang kuat terhadap gerakan feminis, banyak wanita yang berjuang untuk
meningkatkan medicalisasi dan memilih persalinan di rumah. Kumpulan Homebirth di
Aukland dibentuk tahun 1978. dimulai dengan keanggotaan 150 orang dan menjadi
organisasi nasional selama 2 tahun yaitu NZNA ( New Zaeland Nurses Association).
Perkumpulan ini didukung oleh para langganan, donator dan tenaga kerja suka rela atau
fakultatif yang bertanggung jawab atas banyaknya perubahan positif dalan system RS.
Tahun 1986 homebirth sangat berpengatruh dalam kemajuan melawan penetapan yang
dibuat oleh medis, akhirnya menteri pelayanan kesehatan secara resmi mengakui
homebirth tanuh 1986.
Pada tahun 1980 NZNA membuat garig besar mengenai statemen kebijakan atas
pembatasan rumah hal ini disampaikan olah penasehat panitia meternal jasa kepada
jawatan kesehatan. Panitia meternal jasa adalah suatu panitia dimana dokter kandungan
menyatakan peraturan mengenai survey maternal terutama dalam hal memperdulikan
rumah
Sekarang NZNA telah membuat kemajuan yang patut dipertimbangkan dalam menetapkan
konsep general perawat kesehatan keluarga secara berkesinambungan menyediakan
pelayanan mulai dari kelahiran sampai meninggal. Sejak tahun 1904 RS St. Hellen
mengadakan pelatihan kebidanan selama 6 bulan dan ditutup tahun 1979. sebagi
penggantinya sejak tahun 1978 beberapa politeknik keperawatan berdiri, selain itu ada
yang melanjutkan pendidikan di Australia untuk memperoleh keahlian kebidanan. Tercatat
177 (86 %) bidan telah memperolah pendidikan kebidanan di luar negeri pada tahun 1986
dari 206 bidan yang ada, dan hanya 29 orang lulusan kebidanan Selandia Baru tahun 1987.
Tahun 1981 sebagian besar RS memasukkan bidan keperkumpulan perawat, para bidan
mengalami krisis untuk membentuk organisasi dan pemimpin dari mereka. Kemudian
muncul perkumpulan bidan yang menentang NZNA untuk mendapatkan rekomendasi lebih
lanjut langsung di bawah RS atau dibawah dokter kandungan.
Tahun 1851
Pendidikan bidan dimulai pada masa penjajahan hindia belanda. Seorang dokter militer
Belanda (DR. W. Bosch) membuka pendidikan bidan bagi wanita pribumi di Batavia.
Pendidikan ini tidak berlangsung lama karena kurangnya peserta didik karena adanya
larangan bagi wanita untuk keluar rumah.
Tahun 1902
Pendidikan bidan dibuka kembali bagi wanita pribumi di Rumah Sakit militer di Batavia
dan tahun 1904 pendidikan bidan bagi wanita Indo dibuka di Makasar. Lulusan dari
pendidikan ini harus bersedia ditempatkan dimana saja tenaganya dibutuhkan dan mau
menolong msyarakat yang tidak/kurang mampu secara cuma-cuma. Lulusan ini mendapat
tunjangan dari pemerintah kurang lebih 15-25 Gulden per bulan. Kemudian dinaikkan
menjadi 40 Gulden perbulan (tahun 1922).
Tahun 1911/1912
Dimulai pendidikan tenaga keperawatan secara terencana di CBZ (RSUP) Semarang dan
Batavia. Calon yang diterima dari HIS ( SD 7 Tahun) dengan pendidikan keperawatan 4
tahun dan pada awalnya hanya menerima peserta didik pria pada tahun 1914 telah diterima
juga peserta didik wanita pertama , bagi perawat wanita yang lulus bisa melanjutkan
kependidikan bidan selama 2 tahun. Untuk perawat pria dapat meneruskan pendidikan
keperawatan lanjutan selama dua tahun juga.
Tahun 1935-1938
Pemerintah colonial Belanda mulai mendidik bidan lulusan Mulo (setingkat SLTP bagian
B) dan hampir bersamaan di buka sekolah bidan di beberapa kota besar antara lain : di
Jakarta di Rumah Sakit BersalinBudi Kemulyaan, RSB Palang Dua, dan RSB mardi
Waluyo di Semarang. Pada tahun itu dikeluarkan peraturan yang membedakan lulusan
bidan berdasarkan latar belakang pendidikan.
- Bidan dengan latar pendidikannya Mulo dan pendidikan kebidanan selam 3 tahun
disebut bidan kelas satu.
- Bidan dari lulusan perawat (mantri) disebut bidan kelas dua
Perbedaan ini menyangkut gaji pokok dan tunjangan bagi bidan.
Tahun 1550-1953
Dibuka sekolah bidan dari lulusan SMP dengan batasan usia minimal 17 tahun dan lama
pendidikan 3 tahun. Mengingat tenaga untuk menolong persalinan cukup banyak maka
dibuka pendidikan pembantu bidan disebut penjenang kesehatan E atau pembantu bidan.
Pendidikan ini dilanjutkan sampai tahun 1976 dan sekolah itu ditutup. Peserta didik PK/E
adalah lulusan SMP ditambah 2 tahun kebidanan dasar. Lulusan PK/E sebagian besar
melanjutkan ke pendidikan bidan selam 2 tahun.
Tahun 1953
Dibuka kursus tambahan bidan (KTB) di Yogya karta. Lamanya kursus antara7-12
minggu. Tahun 1960 KTB dipindahkan ke Jakarta. Tujuan TKB adalah untuk
memperkenalkan kepada lulusan bidan mengenai perkembangan program KIA dalam
pelayanan kesehatan masyarakat, sebelum lulusan memulai tugasnya sebagi bidan terutama
menjadi bidan di BKIA. Tahun 1967 KTB ditutup.
Tahun 1954
Dibuka pendidikan guru bidan secara bersama-sama dengan guru perawat dan perawat
kesehatan masyarakat di Bandung. Pada awalnya pendidikan ini berlangsung satu tahun
kemudian menjadi 2 tahun dan terakhir berkembang menjadi 3 tahun. Pada awal tahun
1972, institusi pendidikan ini dilebur menjadi Sekolah Guru Perawat (SGP). Pendidikan ini
menerima calon dari lulusan sekolah perawat dan sekolah bidan.
Tahun 1970
Dibuka program pendidikan bidan yang menerima lulusan dari sekolah pengatur rawat
(SPR) ditambah dengan 2 tahun pendidikan bidan yang disebut Sekolah Pendidikan
Lanjutan Jurusan Kebidanan (SPLJK) pendidikan ini tidak dilaksanakan merata di seluruh
provinsi.
Tahun 1974
Mengingat jenis tenaga kesehatan menengah dan bawah sangat banyak (24 katergori),
Depkes melakukan penyederhanaan pendidikan tenaga kesehatan non sarjana. Setalah
bidan ditutup dan dibuka Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) dengan tujuan adanya tenaga
muti porpose dilapangan dimana salah satu tugasnya adalah menolong persalinan normal.
Namun karena adanya perbedaan falsafah dan kurikulum terutama yang berkaitan dengan
kemampuan seorang bidan , maka tujuan pemerintah agar SPK dapat menolong
perasalinan tidak tercapai atau terbukti tidak berhasil.
Tahun 1975-1984
Institusi pendidikan bidan ditutup, sehingga dalan 10 tahun tidak menghasilkan bidan.
Namun organisasi profesi bidan (IBI) tetap ada dan hidup secara wajar
Tahun 1981
Untuk meningkatkan kemampuan perawat kesehatan (SPK) dalam pelayanan ibu dan anak
termasuk kebidanan, dibuka pendidikan diploma I Kesehatan Ibu dan Anak. ini hanya
berlangsung 1 tahun dan tidak diberlakukan oleh seluruh institusi.
Tahun 1985
Dibuka lagi program pendidikan bidan yang disebut dengan PPB yang menerima lulusan
dari SPR dan SPK. Pada saat itu dibutuhkan bidan yang memiliki kewenangan dalam
meningkatkan pelayanan kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana di masyarakat.
Lama pendidikan 1 tahun dan lulusannya dikembalikan kepada institusi yang mengirim.
Tahun 1989
Dibuka crash program pendidikan bidan secara nasional yang memperbolehkan lulusan
SPK untuk langsung masuk program pendidikan bidan. Program ini dikenal sebagai
program pendidikan bidan A (PPB/A). lama pendidikan 1 tahun dan lulusannya
ditempatkan di desa-desa, dengan tujuan untuk menberikan pelayanan kesehatan terutama
pelayanan kesehatan terhadap ibu dan anak di daerah pedesaan dalam rangka
meningkatkan sesejahteraan keluarga dan menurunkan angka kematian ibu dan anak, untuk
itu pemerintah menempatkan bidan di setiap desa sebagai PNS golongan II. Mulai tahun
1996 status bidan di desa sebagai pegawai tidak tetap (bidan PTT) dengan kontrak selama
3 tahun dengan pemerintah, yang kemudian dapat diperpanjang dua kali tiga tahun lagi.
Penempatan bidan ini menyebabkan orientasi sebagai tenaga kesehatan berubah. Bidan
harus dipersiapkan dengan sebaik-baiknya tidak hanya kemampuan klinik sebagai bidan
tapi juga kemampuan untuk berkomunikasi, konseling dan kemampuan untuk
menggerakkan masyarakat desa dalam meningkatkan taraf kesehatan ibu dan anak.
Program Pendidikan Bidan (A) diselenggarakan dengan peserta didik cukup besar.
Diharapkan tahun 1996 sebagian besar desa sudah memiliki minimal seorang bidan.
Lulusan pendidikan ini kenyataannya juga tidak memiliki kemampuan dan keterampilan
yang diharapkan seorang bidan profesional, karena pendidikan terlalu singkat dan jumlah
peserta didik terlalu besar dalam kurun waktu satu tahun akademik, sehingga kesempatan
peserta didik untuk praktik klinik kebidanan sangat kurang, sehingga tingkat kemampuan
yang dimiliki seorang bidan juga kurang.
Tahun 1993
Dibuka program pendidikan bidan B (PBB/B) yang peserta didiknya lulusan AKPER
dengan lama pendidkan 1 tahun. Tujuan penidikan ini dalah untuk mempersiapkan tenaga
pengajaran pada PPB A. berdasarkan penelitian terhadap kamapuan klinik kebidanan dari
lulusan ini tidak menunjukkan kompetensi yang diharapkan karena lama pendidikan yang
hanya 1 tahun. Pendidikan ini hanya berlangsung 2 angkatan (1995 dan 1996) kemudian
ditutup.
Tahun 1993
Juga dibuka pendidikan bidan program C (PPB/C) yang menerima masukan dari lulusan
SMP. Pendidikan ini dilakukan di 11 provinsi yaitu Aceh, Bengkulu, Lampung dan Riau
(untuk wilayah Sumatra) Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan
(wilayah selatan) Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, Maluku dan Irian Jaya.
Pendidikan ini memerlukan kurikulum 3700 jam dan dapat diselesaikan dalam 6 semester.
Selain pendidikan bidan diatas sejak tahun 1994-1995 pemerintah juga menyelnggarakan
uji coba pendidkan bidan jarak jauh (Distance Laerning) di tiga provinsi yaitu Jawa barat,
Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kebijakan ini dilakukan untuk memperluas cakupan upaya
peningkatan mutu tenaga kesehatan yang sangat diperlukan dalam pelaksanaan
peningkatan mutu pelayanan kesehatan. Pengaturan penyelenggaraan ini telah diatur dalam
SK Menkes No. 1247/Menkes/SK/XII/1994. Diklat jarah Jauh bidan (DJJ) adalah DJJ
kesehatan yang ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan bidan
agar mampu melaksanakan tugasnya dan diharapkan berdampak pada penurunan AKI dan
AKB. DJJ bidan dilaksanakan dengan menggunakan modul sebanyak 22 buah. Pendidikan
ini dikoordinasikan oleh Pusdiklat Depkes dan dilaksanakan oleh Bapelkes di propinsi.
- DJJ I (1995-1996) dilaksanakan di 15 propinsi
- DJJ II (1996-1997) dilaksnakan di 16 propinsi
- DJJ III (1997-1998) dilaksnakan di 26 propinsi
Secara komulatif dari tahap I-III diikuti oleh 6.306 dan 3.439 (55%) dinyatakan
lulus.
- DJJ tahap IV (1998-1999) dilaksanakan di 26 propinsi dengan jumlah setiap
propinsinya adalah 60 orang kecuali Maluku, Irian Jaya dan Sulawesi Tengah
masing-masing hanya 40 orangdan propinsi Jambi 50 orang.
Selain pelatihan DJJ tahun 1994 juga dilaksanakan pelatihan pelayanan kegawat
daruratan maternal dan neonatal (LSS; Life Saving Skill) dengan materi
pembelajaran berbentuk 10 modul. Ditinjau dari proses penyelenggaraan ini dinilai
tidak efektif.
Tahun 1996
IBI bekerjasama dengan Depkes dan American College of Nursing Midwife (ANCM) dan
Rumah Sakit swasta mengadakan training of trainer kepada anggota IBI sebanyak 8 orang
untuk LSS yang kemudian menjadi ti pelatihan inti LSS di PP IBI. Tom peltihan LSS ini
mengadakan TOT dan pelatihan baik untuk bidan di desa maupun bidan praktek swasta.
Pelathan praktek dilaksanakan di 14 propinsi dan selanjutnya melatih BPS secara swadaya,
begitu juga guru atau dosen dari D3 kebidanan.
Mengingat besarnya tanggung jawab dan beban kerja bidan dalam melayani masyarakat,
pemerintah bersama dengan IBI telah mengupayakan pendidikan bagi bidan agar dapat
menghasilkan lulusan yang mampu memberikan pelayanan yang berkualitas dan dapat
berperan sebagai tenaga kesehatan professional.
Berdasarkan hal tersebut maka mulai tahun 1996 telah dibuka pendidikan diploma III
kebidanan dengan menggunakan kurikulum nasional yang telah ditetapkan melalui surat
keputusan menteri pendidikan dan kebudayaan RI No. 009/U/1996 di enam provinsi
dengan menerima calon peserta didik dari SMA. Saat ini kurikulum D III Kebidanan telah
direvisi mengacu pada Kep Mendiknas 232 tahun 2000 tentang pedoman penyusunan
kurikulum pendidikan tinggi dan hasil revisi tersebut telah disahkan dengan keputusan
menteri kesehatan RI No. HK.006.06.2.4.1583.
Tahun 2000
Telah ada tim pelatih Asuhan Persalinan Normal (APN) yang dikoordinasikan oleh
Maternal Neonatal Health (MNH) yang sampai saat ini telah melatih APN di beberap
propinsi/kabupaten. Peltihan LSS dan APN tidak hanya untuk pelatohan pelayanan, tetapi
juga guru, dosen-dosen dari Akademi Kebidanan.
Selain melaui pendidikan formal dan pelatihan, untuk meningkatkan kualitas
pelayanan juga diadakan seminar dan lokakarya organisasi (Organization Development :
OD) dilaksanakan setiap tahun sebanyak 2 kali mulai tahin 1996 sampai dengan 2000
dengan biaya dari UNICEF.
Pada tahun 2001
Tercatat ada 65 institusi yang menyelenggarakan pendidikan diploma III kebidanan
di seluruh Indonesia. Dalam tiga tahun terakhir minat masyarakat untuk berpartisipasi
dalam pendidikan diploma III Kebidanan sangat tinggi. Hal ini terlihat sampai saat ini
jumlah institusi penyelenggara D III Kebidanan sudah mencapai 147 dengan 44 milik
Depkes dan sisanya kepemilikan pemerintah daerah, TNI dan swasta. Hal ini perlu kita
cermati bersama bahwa apabila peluang seperti akan tetap dipertahankan maka tidak
ditutup kemungkinan jumlah institusi DIII kebidanan sulit untuk dibendung karena adanya
aturan yang memungkinkan untuk itu. Sekaitan dengan hal tersebut sebaiknya pihak- pihak
terkait seperti IBI melakukan studi tentang hal ini dan menyampaikan kepada pihak terkait
dan berwenang sebagai masukan untuk membatasi izin pendirian Diploma kebidanan dan
DIV Bidan pendidik.Dengan jumlah institusi yang cukup besar tersebut dihadapi berbagai
masalah antara lain jumlah dosen serta sarana lahan praktik dan kasus yang terbatas.
Untuk mengatasi kendala ini mulai tahun 2000 dibuka program diploma IV bidan
pendidik yang diselenggarakan di fakultas kedokteran Universitas Gajah Mada
Yogyakarta. Pendidikan ini lamanya dua semester (satu tahun) dan saat ini telah
berkembang program yang sama pada UNPAD(2001), USU(2004) dan STIKES Ngudi
Waluyo Semarang, serta STIKIM Jakarta (2003).Akhir- akhir ini minat masyarakat untuk
membuka program DIV bidan pendidik juga sudah mulai banyak seperti adanya beberapa
usulan yang sudah masuk ke Pusdiknakes dari pemprakarsa program DIV bidan pendidik
pada awalnya dilaksanankan dalam masa transisi dalam upaya pemenuhan kebutuhan
dosen.
MANUSIA
a. Adalah makhluk Bio-Psiko-Sosio-Kultural-Spiritual serta unik dan utuh.
b. Punya Siklus tumbuh dan berkembang
c. Punya kemampuan untuk mengatasi perubahan dunia (kemampuan dari lahir atau
belajar dari lingkungan).
d. Cenderung mempertahankan keseimbangan Homeostasis.
e. Cenderung beradaptasi dengan lingkungan
f. Memenuhi kebutuhan melalui serangkaian peristiwa belajar
g. Mempunyai kapasitas berfikir, belajar merasionalisasi, berkomunikasi dan
mengembangkan budaya serta nilai-nilai.
h. Mampu berjuang untuk mencapai tujuan.
i. Terdiri dari pria dan wanita.
j. Keluarga
1.3.2.2 LINGKUNGAN
a. Semua yang ada dilingkungan dan terlibat dalam interaksi individu pada waktu
melaksanakan aktivitasnya
b. Adalah organisasi biologis yang meliputi semua organisme yang berada dalam
wilayah tertentu yang berinteraksi dengan lingkungan fisik.
c. Lingkungan menjadi persyaratan yang penting agar kesehatan ibu dapat terjag
d. Penyesuaian ibu terhadap lingkungan sekitarnya serta tempat tinggal yang memadai
juga menunjang kesehatan ibu.
e. Lingkungan Fisik
Terdiri dari semua benda-benda mati yang berada disekitar kita.
Wanita merupakan bagian dari keluarga serta unit dari komuniti
Keluarga bisa mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkunga
f. Budaya
Meliputi sosial-ekonomi, pendidikan, kebudayaan.
Lokasi tempat tinggal keluarga sangat menentukan derajat kesehatan bumil,
bulin dan bufas.
g. Psikososial
Ibu sebagai wanita terlibat dalam interaksi antara keluarga, kelompok, dan
masyarakat
Keberadaan wanita yang sehat jasmani, rohani, dan sosial sangat diperlukan
karena wanita mempunyai 5 peran yang sangat penting dalam keluarga.
h. Biologis
Meliputi genetika, biomedik dan maturistik
Manusia merupakan susunan sistem organ tubuh yang mempunyai kebutuhan
untuk mempertahankan hidupnya.
1.3.2.3.KESEHATAN
a. Terdapat PERILAKU, yaitu : hasil dari berbagai pengalaman serta interaksi manusia
dgn lingkungan nya.
b. Sehat menurut WHO adalah suatu keadaan yang sempurna baik fisik, mental dan sosial
serta tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan.
c. Sehat bukan merupakan suatu kondisi tetapi merupakan proses, yaitu proses adaptasi
individu yang tidak hanya tehadap fisik tetapi juga terhadap lingkungan sosial.
d. Wujud : dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan.
Karakteristik Sehat
Merefleksikan perhatian pada individu sebagai manusia
Memandang sehat dalam konteks eksternal & internal.
Sehat diartikan sebagai hidup yang kreatif dan produktif.
1.3.2.4.PERILAKU
Perilaku merupakan hasil seluruh pengalaman serta interaksi manusia dengan
lingkungannya, yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan.
Perilaku Sehat
Perilaku merupakan hasil segala macam pengalaman serta interaksi manusia
dengan lingkungan yang terwjud dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan tindakan
perilaku manusia bersifat holistik atau menyeluruh.
Ibu yang mempunyai pengetahuan dan pengalaman serta selalu melakukan
hubungan atau interaksi dengan lingkungannya maka akan mendapat informasi
dalam menjaga kesehatannya.
Dalam melaksanakan tugasnya berpegang teguh pada filosofi, etika profesi dan
aspek legal
Bertanggung jawab dan mempertanggung jawabkan keputusan klinis yang
dibuatnya
Senantiasa mengikuti perkembangan pengetahuan dan keterampilan mutakhir
secara berkala
Menggunakan cara pencegahan universal untuk mencegah penularan penyakit dan
strategi pengendalian infeksi
Menggunakan konsultasi dan rujukan yang tepat selama memberikan asuhan
kebidanan
Menghargai dan memanfaatkan budaya setempat sehubungan dengan praktek
kesehatan, kehamilan, kelahiran, periode pasca persalinan, bayi baru lahir dan anak
Menggunakan model kemitraan dalam bekerja sama dengan kaum wanita/ibu agar
mereka dapat menentukan pilihan yang telah diinformasikan tentang semua aspek
asuhan, meminta persetujuan secara tertulis supaya mereka bertanggung jawab atas
kesehatannya sendiri
Menggunakan keterampilan komunikasi
Bekerjasama dengan petugas kesehatan lainnya untuk meningkatkan pelayanan
kesehatan ibu dan keluarga
Melakukan advokasi terhadap pilihan ibu dalam tatanan pelayanan
1.3.2.5.KEBIDANAN
a. Pelayanan Kebidanan terbagi menjadi 3 jenis :
Layanan kebidanan Primer ialah layanan bidan yang sepenuhnya menjadi
tanggung jawab bidan.
Layanan kebidanan Kolaborasi adalah layanan kebidanan yang dilakukan oleh
bidan sebagai anggota tim yang kegiatannya dilakukan secara bersama-sama atau
sebagai salah satu urutan dari sebuah proses kegiatan pelayanan kesehatan.
Layanan kebidanan Rujukan adalah layanan yang dilakukan oleh bidan dalam
rangka rujukan ke sistem pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya. Pelayanan
yang dilakukan oleh bidan sewaktu menerima rujukan dari dukun yang menolong
persalinan, juga layanan rujukan yang dilakukan oleh bidan ketempat/fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya secara horizontal maupun vertikal atau ke profesi
kesehatan lainnya. Layanan kebidanan yang tepat akan meningkatkan keamanan
dan kesejahteraan ibu serta bayinya.
b. Batang Keilmuan Kebidanan terdiri dari beberapa yaitu :
Ilmu Kedokteran
Ilmu Keperawatan
Ilmu Kesehatan Masyarakat
Ilmu Sosial
Ilmu Budaya
Ilmu Psikologi
Ilmu Manajemen
c. Pelayanan Kebidanan :
seluruh tugas yang menjadi tanggung jawab praktek profesi bidan dalam
sistem pelayanan kesehatan.
Tujuan meningkatkan KIA dalam rangka mewujudkan kesehatan keluarga
dan masyarakat.
Peran Bidan
Dalam melaksanakan profesinya bidan memiliki peran sebagai pelaksana, pengelola,
pendidik, dan peneliti.
A. Peran Sebagai Pelaksana
Sebagai pelaksana, bidan memiliki tiga kategori tugas, yaitu tugas mandiri, tugas
kolaborasi, dan tugas ketergantungan.
1. Tugas mandiri
Tugas-tugas mandiri bidan, yaitu:
1) Menetapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan yang
diberikan, mencakup:
a. Mengkaji status kesehatan untuk memenuhi kebutuhan asuhan klien.
b. Menentukan diagnosis.
c. Menyusun rencana tindakan sesuai dengan masalah yang dihadapi.
d. Melaksanakan tindakan sesuai dengan rencana yang telah disusun.
e. Mengevaluasi tindakan yang telah diberikan.
f. Membuat rencana tindak lanjut kegiatan/tindakan.
g. Membuat pencatatan dan pelaporan kegiatan/tindakan.
2) Memberi pelayanan dasar pranikah pada anak remaja dan dengan melibatkan
mereka sebagai klien, mencakup:
a. Mengkaji status kesehatan dan kebutuhan anak remaja dan wanita dalam
masa pranikah.
b. Menentukan diagnosis dan kebutuhan pelayanan dasar.
c. Menyusun rencana tindakan/layanan sebagai prioritas mendasar bersama
klien.
d. Melaksanakan tindakan/layanan sesuai dengan rencana.
e. Mengevaluasi hasil tindakan/layanan yang telah diberikan bersama klien.
f. Membuat rencana tindak lanjut tindakan/layanan bersama klien.
g. Membuat pencatatan dan pelaporan asuhan kebidanan.
3) Memberi asuhan kebidanan kepada klien selama kehamilan normal, mencakup:
a. Mengkaji status kesehatan klien yang dalam keadaan hamil.
b. Menentukan diagnosis kebidanan dan kebutuhan kesehatan klien.
c. Menyusun rencana asuhan kebidanan bersama klien sesuai dengan prioritas
masalah.
d. Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana yang telah disusun.
e. Mengevaluasi hasil asuhan yang telah diberikan bersama klien.
f. Membuat rencana tindak lanjut asuhan yang telah diberikan bersama klien.
g. Membuat rencana tindak lanjut asuhan kebidanan bersama klien,
h. Membuat pencatatan dan pelaporan asuhan kebidanan yang telah diberikan.
4) Memberi asuhan kebidanan kepada klien dalam masa persalinar dengan
melibatkan klien/keluarga, mencakup:
a. Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada klien dalam masa persalinan.
b. Menentukan diagnosis dan kebutuhan asuhan kebidanan dalam masa
persalinan.
c. Menyusun rencana asuhan kebidanan bersama klien sesuai dengar prioritas
masalah.
d. Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana yang telah disusun.
e. Mengevaluasi asuhan yang telah diberikan bersama klien.
f. Membuat rencana tindakan pada ibu selama masa persalinan sesuai dengan
prioriras.
g. Membuat asuhan kebidanan.
5) Memberi asuhan kebidanan pada bayi baru lahir, mencakup:
a. Mengkaji status keselhatan bayi baru lahir dengan melibatkan keluarga
b. Menentukan diagnosis dan kebutuhan asuhan kebidanan pada bayi baru
lahir.
c. Menyusun rencana asuhan kebidanan sesuai prioritas.
d. Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana yang telah dibuat.
e. Mengevaluasi asuhan kebidanan yang telah diberikan.
f. Membuat rencana tindak lanjut.
g. Membuat rencana pencatatan dan pelaporan asuhan yang telah diberikan.
6) Memberi asuhan kebidanan pada klien dalam masa nifas dengan melibatkan
klien/keluarga, mencakup:
a. Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa nifas.
b. Menentukan diagnosis dan kebutuhan asuhan kebidanan pada masa nifas.
c. Menyusun rencana asuhan kebidanan berdasarkan prioritas masalah.
d. Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana.
e. Mengevaluasi bersama klien asuhan kebidanan yang telah diberikan.
f. Membuat rencana tindak lanjut asuhan kebidanan bersama klien.
7) Memberi asuhan kebidanan pada wanita usia subur yang membutuhkan
pelayanan keluarga berencana, mencakup:
a. Mengkaji kebutuhan pelayanan keluarga berencana pada pus (pasangan usia
subur)
b. Menentukan diagnosis dan kebutuhan pelayanan.
c. Menyusun rencana pelayanan KB sesuai prioritas masalah bersama klien.
d. Melaksanakan asuhan sesuai dengan rencana yang telah dibuat.
e. Mengevaluasi asuhan kebidanan yang telah diberikan.
f. Membuat rencana tindak lanjut pelayanan bersama klien.
g. Membuat pencatatan dan laporan.
8) Memberi asuhan kebidanan pada wanita dengan gangguan sistem reproduksi dan
wanita dalam masa klimakterium serta menopause, mencakup:
a. Mengkaji status kesehatan dan kebutuhan asuhan klien.
b. Menentukan diagnosis, prognosis, prioritas, dan kebutuhan asuhan.
c. Menyusun rencana asuhan sesuai prioritas masalah bersama klien
d. Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana.
e. Mengevaluasi bersama klien hasil asuhan kebidanan yang telah diberikan.
f. Membuat rencana tindak lanjut bersama klien.
g. Membuat pencatatan dan pelaporan asuhan kebidanan.
9) Memberi asuhan kebidanan pada bayi dan balita dengan melibatkan keluarga,
mencakup:
a. Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan sesuai dengan tumbuh kembang
bayi/balita.
b. Menentukan diagnosis dan prioritas masalah.
c. Menyusun rencana asuhan sesuai dengan rencana.
d. Melaksanakan asuhan sesuai dengan prioritas masalah.
e. Mengevaluasi hasil asuhan yang telah diberikan.
f. Membuat rencana tindak lanjut.
g. Membuat pencatatan dan pelaporan asuhan.
2. Tugas Kolaborasi
Tugas-tugas kolaborasi (kerja sama) bidan, yaitu:
1) Menerapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan sesuai fungsi
kolaborasi dengan melibatkan klien dan keluarga. mencakup:
a. Mengkaji masalah yang berkaitan dengan komplikasi dan kondisi
kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi.
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas kegawatdaruratan yang
memerlukan tindakan kolaborasi.
c. Merencanakan tindakan sesuai dengan prioriras kegawatdaruratan dan hasil
kolaborasi serta berkerjasama dengan klien.
d. Melaksanakan tindakan sesuai dengan rencana dan dengan melibatkan klien.
e. Mengevaluasi hasil tindakan yang telah diberikan.
f. Menyusum rencana tindak lanjut bersama klien.
g. Membuat pencatatan dan pelaporan.
2) Memberi asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan risiko tinggi dan pertolongan
pertama pada kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi, mencakup:
a. Mengkaji kebutuhan asuhan pada kasus risiko tinggi dan keadaan
kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi.
b. Menentukam diagnosis, prognosis, dan prioritas sesuai dengan faktor risiko serta
keadaan kegawatdaruratan pada kasus risiko tinggi.
c. Menyusun rencana asuhan dan tindakan pertolongan pertama sesuai dengn
prioritas
d. Melaksanalkan asuhan kebidanan pada kasus ibu hamil dengan risiko tinggi dan
memberi pertolongan pertama sesuai dengan prioritas.
e. Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan dan pertolongan pertama.
f. Menyusun rencana tindak lanjut bersama klien.
g. Membuat pencatatan dan pelaporan.
3) Memberi asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan dengan resiko tinggi
serta keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan pertolongan pertama dengan
tindakan kolaborasi dengan melibatkan klien dan keluarga, mencakup:
a. Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan dengan
risiko tinggi dan keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi.
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas sesuai dengan faktor risiko dan
keadaan kegawatdaruratan
c. Menyusun rrencana asuhan kebidanan pada i6tl dalam masa persalinan dengan
risiko tinggi dan pertolongan pertama sesuai dengan prioritas.
d. Melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan dengan risiko
tinggi dan memberi pertolongan pertama sesuai dengan priositas.
e. Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan dan pertolongan pertama pada ibu hamil
dengan risiko tinggi.
f. Menyusun rencana tindak lanjut bersama klien.
g. Membuat pencatatan dan pelaporan.
4) Memberi asuhan kebidanan pada ibu dalam masa nifas dengan risiko tinggi serta
pertolongan pertama dalam keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan
kolaborasi bersama klien dan keluarga, mencakup:
a. Mengkaji kebutuhan asuhan pada ibu dalam masa nifas dengan risiko tinggi dan
keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi.
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas sesuai dengan faktor risiko serta
keadaan kegawatdaruratan.
c. Menyusun rencana asuhan kebidanan pada ibu dalam masa nifas dengan risiko
tinggi dan pertolongan pertarna sesuai dengan prioritas.
d. Melaksanakan asuhan kebidanan dengan risiko tinggi dan memberi pertolongan
pertama sesuai dengan rencana.
e. Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan dan pertolongan pertama.
f. Menyusun rencana tindak lanjut bersama klien.
g. Membuat pencatatan dan pelaporan.
5) Memberi asuhan kebidanan pada bay, baru lahir dengan risiko tinggi dan
pertolongan pertama dalam keadaan kegawatdaruraran yang memerlukan tindakan
kolaborasi bersama klien dan keluarga, mencakup:
a. Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir de ngan risiko tinggi
dan keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi.
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas sesuai dengan Faktor risiko serta
keadaan kegawatdaruratan.
c. Menyusun rencana asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan risiko tinggi dan
memerlukan pertolongan pertama sesuai dengan prioritas.
d. Melaksanakan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan risiko tinggi dan
pertolongan pertama sesuai dengan prioritas.
e. Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan dan pertolongan pertama.
f. Menyusun rencana tindak lanjut bersama klien.
g. Membuat pencatatan dan pelaporan.
6) Memberi asuhan kebidanan pada balita dengan risiko cinggi serta pertolongan
pertama dalam keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi
betsamut klien dan keluarga, mencakup:
a. Mengkaji kebutuhan asuhan pada balita dengan risiko tinggi dan keadaan
kegawatdaruratan yang nemerlukan tindakan kolaborasi.
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioricas sesuai dengan faktor risiko serta
keadaan kegawatdaruratan.
c. Menyvsun rencana asuhan kebidanan pada balita dengan risiko tinggi dan
memerlukan pertolongan pertama sesuai dengan prioritas.
d. Melaksanakan asuhan kebidanan pada balita dengan risiko tinggi dan pertolongan
pertama sesuai dengan prioritas.
e. Mengevaluasi hasil asuhan kebidaman dan pertolongan pertama.
f. Menyusun rencana tindak lanjut bersama klien.
g. Membuat pencatatan dan pelaporaan.
3. Tugas ketergantungan
Tugas-tugas ketergantungan (merujuk) bidan, yaitu:
1) Menerapkan manajamen kebidanan ,pada setiap asuhan kebidanan sesuai dengan
fungsi keterlibatan klien dan keluarga, mencakup:
a. Mengkaji kebutuhan asuhan kebndanan yang memerlukan tindakan di luar lingkup
kewenangan bidan dan memerlukan rujukan.
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas serta sumbersumber dan fasilitas
untuk kebmuuhan intervensi lebih lanjut bersama klien/keluarga.
c. Merujuk klien uncuk keperluan iintervensi lebih lanjuc kepada petugas/inscitusi
pelayanan kesehaatan yang berwenang dengan dokumentasi yang lengkap.
d. Membuat pencatatan dan pelaporan serta mendokumentasikan seluruh kejadian
dan incervensi.
2) Memberi asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan pada kasus kehamilan
dengan risiko tinggi serta kegawatdaruratan, mencakup:
a. Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan.
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas.
c. Memberi pertolongan pertama pada kasus yang memerlukan rujukan.
d. Memberi asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan.
e. Mengirim klien untuk keperluan intervensi lebih lanjut pada petugas/institusi
pelayanan kesehatan yang berwenang.
f. Membuat pencatatan dan pelaporan serta mendokumentasikan seluruh kejadian
dan intervensi.
3) Memberi asuhan kebidanan melalui konsultasi serta rujukan pada masa persalinan
dengan penyulit tertentu dengan melibatkan klien dan keluarga, mencakup:
a. Mengkaji adanya penyulit dan kondisi kegawatdaruratan pada ibu dalam
persalinan yang memerlukan konsultasi dan rujukan.
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas.
c. Memberi pertolongan pertama pada kasus yang memerlukan rujukan.
d. Merujuk klien untuk keperluan intervensi lebih lanjut pada petugas/institusi
pelayanan kesehatan yang berwenang.
e. Membuat pencatatan dan pelaporan serta mendokumentasikae seluruh kejadian
dan intervensi.
4) Memberi asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan pada ibu dalam masa
nifas yang disertai penyulit tertentu dan kegawatdaruratan dengan melibatkan klien
dan keluarga, mencakup:
a. Mengkaji adanya penyulit dan kondisi kegawatdaruratan pada ibu dalam masa
nifas yang memerlukan konsultasi serta rujukan.
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas.
c. Memberi pertolongan pertama pada kasus yang memerlukan rujukan.
d. Mengirim klien untuk keperluan intervensi lebih lanjut pada petugas/institusi
pelayanan kesehatan yang berwenang
e. Membuat pencatatan dan pelaporan serta mendokumentasikan seluruh kejadian
dan intervensi.
5) Memberi asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan kelainan tertentu dan
kegawatdaruratan yang memerlukan konsultasi serta rujukan dengan melibatkan
keluarga, mencakup:
a. Mengkaji adanya penyulit dan kondisi kegawatdaruratan pada bayi baru lahir yang
memerlukan konsulrasi serta rujukan.
b. Menentatkan diagnosis, prognosis, dan prioritas.
c. Memberi pertolongan pertama pada kasus yang memerlukan rujukan
d. Merujuk klien untuk keperluan intervensi lebih lanjut pada petugas/institusi
pelayanan kesehatan yang berwenang.
e. Membuat pencatatan dan pelaporan serta dokumentasi.
6) Memberi asuhan kebidanan kepada anak balita dengan kelainan tertentu dan
kegawatdaruratan yang memerlukan konsultasi serta rujukan dengan melibatkan
klien/keluarga, mencakup:
a. Mengkaji adanya penyulit dan kegawatdaruratan pada balita yang memerlukan
konsultasi serta rujukan.
b. Menenrukan diagnosis, prognosis, dan prioritas.
c. Memberi pertolongan pertama pada kasus yang memerlukan rujukan
d. Merujuk klien untuk keperluan intervensi lebih lanjut pada petugas/institusi
pelayanan kesehatan yang berwenang.
e. Membuat pencatatan dan pelaporan serta dokumentasi.
FUNGSI BIDAN
Berdasarkan peran bidan seperti yang dikemukakan di atas, maka fungsi bidan
adalah sebagai berikut.
A. Fungsi Pelaksana
Fungsi bidan sebagai pelaksana mencakup:
1. Melakukan bimbingan dan penyuluhan kepada individu, keluarga, serta
masyarakat (khususnya kaum remaja) pada masa praperkawinan.
2. Melakukan asuhan kebidanan untuk proses kehamilan normal, kehamilan dengan
kasus patologis tertentu, dan kehamilan dengan risiko tinggi.
3. Menolong persalinan normal dan kasus persalinan patologis tertentu.
4. Merawat bayi segera setelah lahir normal dan bayi dengan risiko tinggi.
5. Melakukan asuhan kebidanan pada ibu nifas.
6. Memelihara kesehatan ibu dalam masa menyusui.
7. Melakukan pelayanan kesehatan pada anak balita dan pcasekolah
8. Memberi pelayanan keluarga berencanasesuai dengan wewenangnya.
9. Memberi bimbingan dan pelayanan kesehatan untuk kasus gangguan sistem
reproduksi, termasuk wanita pada masa klimakterium internal dan menopause sesuai
dengan wewenangnya.
B. Fungsi Pengelola
Fungsi bidan sebagai pengelola mencakup:
1. Mengembangkan konsep kegiatan pelayanan kebidanan bagi individu, keluarga,
kelompok masyarakat, sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat setempat
yang didukung oleh partisipasi masyarakat.
2. Menyusun rencana pelaksanaan pelayanan kebidanan di lingkungan unit kerjanya.
3. Memimpin koordinasi kegiatan pelayanan kebidanan.
4. Melakukan kerja sama serta komunikasi inter dan antarsektor yang terkait dengan
pelayanan kebidanan
5. Memimpin evaluasi hasil kegiatan tim atau unit pelayanan kebidanan.
C. Fungsi Pendidik
Fungsi bidan sebagai pendidik mencakup:
1. Memberi penyuluhan kepada individu, keluarga, dan kelompok masyarakat terkait
dengan pelayanan kebidanan dalam lingkup kesehatan serta keluarga berencana.
2. Membimbing dan melatih dukun bayi serta kader kesetan sesuai dengan bidang
tanggung jawab bidan.
3. Memberi bimbingan kepada para peserta didik bidan dalam kegiatan praktik di
klinik dan di masyarakat.
4. Mendidik peserta didik bidan atau tenaga kesehatan lainnya sesuai dengan bidang
keahliannya.
D. Fungsi Peneliti
Fungsi bidan sebagai peneliti mencakup:
1. Melakukan evaluasi, pengkajian, survei, dan penelitian yang dilakukan sendiri
atau berkelompok dalam lingkup pelayanan kebidanan.
2. Melakukan penelitian kesehatan keluarga dan keluarga berencana.
b. PROFESI BIDAN
Bidan adalah salah satu profesi tertua. Bidan terlahir sebagai wanita terpercaya
dalam mendampingi dan menolong ibu dalam melahirkan bayinya sampai ibu dapat
merawat bayinya dengan baik. Bidan bekerja berdasarkan pada pandangan filosopi yang
dianut keilmuan, metode kerja, standar paraktik, pelayanan dan kode etik profesi yang
dimiliki.
Suatu jabatan profesi yang disandang oleh anggota profesi tentu mempunyai ciri- ciri yang
mampu menunjukkan sebagai jabatan yang professional. Ciri-ciri jabatan professional
adalah :
1. Pelakunya secara nyata dituntut cakap dalam bekerja,memiliki keahlian sesuai
tugas- tugas khusu serta tuntutan jenis jabatannya ( cenderung spesialis )
2. Kecakapan atau keahlian seorang pekerja professional bukan hasil pembiasaan atau
latihan rutin yang terkondisi, tetapiperlu memiliki wawasan keilmuan yang mantap.
Jabatan professional menuntut pendidikan
3. Pekerja profesinal dituntut berwawasan luas sehingga pilihan jabatan serta kerjanya
harus disadari oleh nilai-niai tertentu sesuai jabatan profesinya. Pekerja
professional bersikap positif terhadap jabatan dan perannya, bermotivasi dan
berusaha berkarya sebaik-baiknya
4. Jabatan professional perlu mendapat pengesahan dari masyarakat atau negaranya.
Jabatan profesional memiliki syarat-syarat serta kode etik yang harus dipenuhi oleh
pelakunya. Ini menjamin kepantasan berkarya dan sekaligus merupakan tanggung
jawab professional.
Bidan sebagai tenaga professional termasuk rumpun kesehatan. Untuk menjadi jabatan
professional ,bidan harus mampu menunjukkan ciri-ciri jabatan professional. Syarat bidan
sebagai jabatan professional, yaitu :
1. Memberi pelayanan kepada masyarakat yang bersifat khusus atau spesialis
2. Melalui jenjang pendidikan yang menyiapkan
3. Keberadaanya diakui dan diperlukan masyarakat
4. Mempunyai peran dan fungsi yang jelas
5. Mempunyai kewenangan yang disahkan atau diberikan oleh pemerintah
6. Memiliki organisasi profesi sebagai wadah
7. Memiliki kode etik bidan
8. Memiliki etika bidan
9. Memiliki standar pelayanan
10. Memiliki standar praktik
11. Memiliki standar pendidikan yang mendasari dan mengembangkan profesi sebagai
kebutuhan masyarakat
12. Memiliki standar pendidikan berkelanjutan sebagai wahana pengembangan
kompetensi
Sebagai bidan professional, selain memiliki syarat-syarat jabatan professional bidan juga
dituntut memiliki tanggung jawab sebagai berikut ;
1. Menjaga agar pengetahuannya tetap up to date terus mengembangkan keterampilan
dan kemahirannya agar bertambah luas serta mencakup semua asfek peran seorang
bidan
2. Mengenali batasbatas pengetahuan, ketrampilan pribadinya dan tidak berupaya
melampaui wewenangnya dalam praktik klinik
3. Menerima tanggung jawab untuk mengambil keputusan serta konsekuensi dari
keputusan tersebut
4. Berkomunikasi dengan pekerja kesehatn lainnya ( Bidan, dokter dan perawat )
dengan rasa hormat dan martabat
5. Memelihara kerjasama yang baik dengan staf kesehatan dan rumah sakit
pendukung untuk memastikan sistem rujukan yang optimal
6. Melaksanakan kegiatan pemantauan mutu yang mencakup penilaian sejawat,
pendidikan berkesinambungan, mengkaji ulang kasus audit maternal/ perinatal
7. Bekerjasama dengan masyarakat tempat bidan praktik, meningkatkan akses dan
mutu asuhan kebidanan
8. Menjadi bagian dari upaya meningkatkan status wanita, kondisi hidup mereka dan
menghilangkan praktik kultur yang sudah terbukti merugikan kaum wanita.
Tuntutan berat terhadap tugas bidan adalah selalu berhadapan dengan sasaran dan target
pelayanan kebidanan, KB dan pelayanan kesehatan masyarakat dengan memperkuat
kepercayaan, sikap, ilmu pengetahuan, dan sejumlah keahlian yang telah diterima dan
berguna bagi masyarakat. Konsekuensi logis dari semua itu karena kepercayaan, sikap,
ilmu pengetahuan, dan keahlian yang bermanfaat dan diterima oleh sebuah masyarakat itu
senantiasa berubah. Maka untuk menghadapi masyarakat seperti itu seorang bidan harus
bisa mempersiapkan segenap kemampuan dan keahliannya untuk menghadapi segala
bentuk perubahan. Proses dinamika masyarakat itulah yang menyebabkan bidan dapat
menjadi agen pembaharu yang mengambil peran besar, dan peran ini akan dapat dimainkan
oleh bidan jika atasannya memang mendayagunakannya secara optimal.
Masalah ketenagaan atau bidan merupakan masalah besar yang dihadapi para pemimpin
instansi pelayanan kesehatan apalagi jika kaitannya terhadap kebutuhan untuk
mengembangkan sumber daya manusia itu ( bidan ) terutama pada saat bertugas di desa
pada lingkungan yang memiliki kebudayaan yang sangat beragam ( Wahyuni, 1996 ; 158 )
. Tantangan besar ini umumnya tidak akan bisa dijawab oleh Kepala Puskesmas yang
seringkali hanya banyak melontarkan wacana retorik, sebaliknya tidak membuktikan diri
memiliki kemampuan kerja profesional ( Gerbang, 2004 ; 47 ).
Menurut Rubin seorang sejak hamil sudah mempunyai harapan sebagai berikut :
a. Memastikan keselamatan secara fisik, kesejahteraan ibu dan bayi.
b. Memastikan penerimaan masyarakat terutama orang-orang yang sangat berarti bagi ibu
dan bayi.
c. Penentuan gambar identitas diri.
d. Mengerti tentang arti memberi dan menerima.
Perubahan yang umum terjadi pada perempuan ketika hamil adalah :
a. Cenderung lebih tergantung dan membutuhkan perhatian yang lebih baik, untuk bisa
berperan sebagai calon ibu dan mampu memerhatikan perkembangan janinnya.
b. Membutuhkan sosialisasi.
Teknik terapeutik
Proses komunikasi sangat bermanfaat dalam proses perkembangan dan
penyembuhan, misalnya : mendengar aktif, mangkaji, klarifikasi, humor, sikap yang tidak
menuduh, pengakuan, fasilitas, pemberian izin.
Empowerment (pemberdayaan)
Sesuatu proses memberi kekuasaan dan kekuatan; bidan melalui penampilan dan
pendekatannya akan meningkatkan kemampuan pasien dalam mengoreksi, memvalidasi,
menilai, dan memberi dukungan.
1.5.4 Ernestin
Ernestine Wiedenbach sudah pernah bekerja dalam suatu proyek yang
mempersiapkan persalinan berdasarkan teori Dr. Grantley Dick Read. Wiedenbach
mengembangkan teorinya secara induktif berdasarkan pengalaman dan observasinya
dalam praktik.
Konsep yang luas, menurut Wiedenbach yang nyata di temukan dalam
keperawatan, yaitu :
1. The agent : perawat, bidan, atau tenaga kesehatan lain
2. The recipient : wanita, keluarga, masyarakat
3. The goal : goal dari intervensi (tujuan)
4. The means : metode untuk mencapai tujuan
5. The framework : kerangka kerja (organisasi sosial, lingkungan sosial, dan
professional)
The recipient
Perempuan, menurut masyarakat oleh masyarakat tertentu tidak mampu memenuhi
kebutuhannya. Wiedenbach sendiri berpandangan bahwa recipient adalah individu yang
berkompeten dan mampu melakukan segalanya sendiri, sehingga bidan/perawat memberi
pertolongan hanya apabila individu tersebut mengalami lesulitah dalam memenuhi
kebutuhannya sendiri.
The means
Metode yang digunakan untuk mencapai tujuan terdiri dari empat tahap, yaitu :
1. Identifikasi kebutuhan klien
2. Ministration : memberikan dukungan dalam mencari pertolongan yang dibutuhkan
3. Validation : mengecek apakah bantuan yang diberikan merupakan bantuan yang
dibutuhkan
4. Coordination : koordinasi sumber-sumber yang dibutuhkan untuk memenuhi
kebutuhan pasien
Framework
Yaitu kerangka kerja yang terdiri dari lingkungan sosial, organisasi dan professional.
Hypotesa Ball :
Respon emosional perempuan terhadap perubahan yang terjadi bersama
dengan kelahiran anak yang memengaruhi kepribadian seseorang dan dengan
dukungan yang berarti, mereka mendapatkan system keluarga dan sosial.
Persiapan yang sudah diantisipasi oleh bidan dalam masa postpartum akan
memengaruhi respon emsional perempuan dalam perubahan yang dialaminya pada
proses pelahiran anak.
Terdapat tiga faktor yang memengaruhi keadaan emosional ibu saat
postpartum yaitu:
1. Kepribadian ibu
2. Dukungan dari keluarga/lingkungan social
3. Layanan yang diberikan bidan
Kesejahteraan seseorang perempuan sangat tergantung pada efektifitas 3
elemen tersebut. Bila semua faktor di atas positif, maka derajat emosional akan
baik. Tetapi bila keadaan 3 faktor tersebut negatif, derajat keadaan emosional
buruk. Meski demikian, setiap faktor saling berinteraksi satu sama lain. Jika
kekurangan satu faktor diimbang denga kelebihan faktor lain, keadaan emosi ibu
manjadi akan menjadi baik. Ketiga faktor tersebut digambarkan sebagai kursi
goyang, dengan layanan maternitas sebagai landasan dan tiang penyangganya
adalah dukungan keluarga serta kepribadian ibu. Kekokohan setiap elemen saling
berkaitan satu sama lain.
a. Pengertian
Midwifery Care (Asuhan Kebidanan) adalah penerapan fungsi dan kegiatan yang menjadi
tanggung jawab dalam memberikan pelayanan kepada klien yang mempunyai
kebutuhan/masalah dalam bidang kesehatan ibu masa hamil, masa persalinan, nifas, bayi
setelah lahir serta keluarga berencana.
Asuhan kebidanan merupakan metode pemberian asuhan yang berbeda dengan metode
perawatan medis. Model asuhan kebidanan didasarkan pada prinsip-prinsip sayang ibu.
Adapun prinsip-prinsip asuhan kebidanan adalah sebagai berikut :
1) Memahami bahwa kelahiran anak merupakan sesuatu proses alamiah dan fisiologis
2) Menggunakan cara-cara yang sederhana, tidak melakukan intervensi tanpa adanya
indikasi sebelum berpaling ke teknologi.
3) Aman, berdasarkan fakta, dan memberi kontribusi pada keselamatan jiwa ibu.
4) Terpusat pada ibu, bukan terpusat pada pemberian asuhan kesehatan/lembaga (Sayang
Ibu)
5) Menjaga privacy serta kerahasiaan ibu.
6) Membantu ibu agar merasa aman, nyaman dan didukung secara emosional
7) Memastikan bahwa kaum ibu mendapatkan informasi, penjelasan dan konseling yang
cukup
8) Mendorong ibu dan keluarga agar menjadi peserta aktif dalam membuat keputusan
setelah mendapat penjelasan mengenai asuhan yang akan mereka dapatkan
9) Menghormati praktek-praktek adapt, dan keyakinan agama mereka
10) Memantau kesejahteraan fisik, psikologis, spiritual dan sosial ibu/keluarganya selama
masa kelahiran anak
11) Memfokuskan perhatian pada peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit.
Proses asuhan kebidanan adalah dinamis, tanggung jawab terhadap perubahan status
kesehatan setiap wanita, dan mengantisipasi masalah-masalah potensial sebelum terjadi.
Para bidan melibatkan ibu dan keluarganya dalam asuhannya pada seluruh bagian dalam
proses pengambilan keputusan, dan dalam pengembangan rencana asuhan kesehatan
kehamilan dan pengalaman melahirkan.
Selama melaksanakan asuhan persalinan bidan selalu bekerjasama dengan ibu selama
persalinan dan kelahiran. Ada 5 aspek dasar dari kualitas asuhan yang harus dilakukan oleh
bidan pada saat persalinan kala satu, dua, hingga tiga dan empat, termasuk asuhan pada bayi
baru lahir. Karena kelima aspek ini sangat menentukan untuk memastikan persalinan yang
aman bagi ibu dan bayinya. Kelima aspek ini sering disebut sebagai 5 benang merah. Dalam
asuhan kebidanan yang berkualitas, setiap aspek benang merah ini saling berkaitan satu
sama lain pada :
Asuhan Sayang Ibu amat membantu ibu dan keluarganya untuk merasa aman dan nyaman
selama dalam proses persalinan. Cara untuk memahami asuhan sayang ibu adalah dengan
menanyakan pada diri kita sendiri SEPERTI INIKAH ASUHAN YANG SAYA INGIN
DAPATKAN? Bagian dari ini juga merupakan asuhan sayang bayi.
Pencegahan Infeksi
Dalam memberikan asuhan berkualitas tinggi, bidan harus melindungi terhadap infeksi tidak
hanya pada pasien, namun juga pada diri sendiri dan rekan kerjanya. Cara praktis, efektif dan
ekonomis melakukan pencegahan infeksi (seperti mencuci tangan, menggunakan sarung
tangan dan pelindung, melakukan pemrosesan disinfeksi alat-alat dan pembuangan sampah
yang aman) harus betul-betul dipatuhi oleh bidan selama penatalaksanaan asuhan
kebidanan.
Pengambilan keputusan klinik yang efektif adalah selama proses penatalaksanaan kebidanan.
Keputusan klinik yang dibuat oleh bidan sangat menentukan kepastian persalinan yang
aman. Dengan menggunakan pendekatan manajemen proses kebidanan, para bidan dapat
mengumpulkan data dengan sistematis, menginterpretasikan data dan membuat keputusan
sesuai dengan asuhan yang dibutuhkan pasien. Seorang bidan akan menggunakan
manajemen proses kebidanan serupa ini berulang kali pada setiap pasien.
Pencatatan (Dokumentasi)
Rujukan
Rujukan pada institusi yang tepat serta tepat waktu dimana asuhan yang dibutuhkan tersedia
akan menyelamatkan nyawa ibu. Walaupun kebanyakan ibu-ibu akan mengalami persalinan
normal, namun sekitar 10% akan mengalami komplikasi yang membahayakan nyawanya.
Sangat penting bagi bidan untuk mengenali masalah, serta menentukan jika ia cukup terampil
dalam menangani masalah tersebut, lalu merujuk ibu untuk mendapatkan pertolongan
dengan tepat waktu. Ketika merujuk, bidan harus selalu ingat, siapa, kapan, kemana dan
bagaimana merujuk agar ibu dan bayi tetap selamat.
Pada umumnya bidan mampu mengambil keputusan berdasarkan apa nalurinya. Karena
asuhan kebidanan merupakan asuhan yang komplek, maka para bidan sebelumnya dapat
mengembangkan nalurinya selama memberikan asuhan.
Organisasi bidan telah mengembangkan kode etik profesi sebagai pedoman. Salah satu
contohnya adalah kode etik Bidan Internasional (International Confederation of Midwives of
Ethics).
Kode etik praktek dan perilaku bidan harus dipakai untuk memfasilitasi alasan etis dan
meningkatkan asuhan dan bukan untuk memberikan penilaian moral tentang perilakunya.
1.6 Manajemen kebidanan
1.6.1 Pengertian manajemen
Menurut Muninjaya 1999, Manajemen adalah ilmu atau seni tentang bagaimana
menggunakan sumber daya secara efisien, efektif, dan rasional untuk mencapai tujuan
yang telah ditetepkan sebelumnya.
Menurut Mary Parker Follet, Mendifinisikan manajemen sebagai seni dalam
menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain (Hani.Handoko, 8). Pengertian ini
mengandung arti bahwa manajer dalam mencapai tujuan organisasi melalui pengaturan
orang-orang lain yang tergabung dalam organisasi. Pengaturan orang lain yang dilakukan
manajer satu dan manajer lain tentunya berbeda, dan perbedaan pengaturan ini
membutuhkan kemampuan dan ketrampilan tersendiri.yang merupakan seni manajemen.
Menurut Harold Koontz dan Cyriil O donnel, Mendifinisikan manajemen adalah
usaha mencapai suatu tujuan tertentu melalui kegiatan orang lain. Dengan demikian
manajer mengadakan koordinasi atas sejumlah aktivitas orang lain yang meliputi
perencanaan, penggorganisasian, penggerakan dan pengendalian. (Amirullah, h 7)
Menurut R Terry, Manajemen merupakan suatu proses yang terdiri dari tindakan-
tindakan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengendalian yang dilakukan
uituk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditentukan melalui
pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya.
PRINSIP MANAJEMEN
Prinsip-prinsip dalam manajemen bersifat lentur dalam arti bahwa perlu
dipertimbangkan sesuai dengan kondisi-kondisi khusus dan situasi-situasi yang berubah.
Menurut Henry Fayol, seorang pencetus teori manajemen yang berasal dari
Perancis, prinsip-prinsip umum manajemen ini terdiri dari:
1. Pembagian kerja (division of work)
2. Wewenang dan tanggung jawab (authority and responsibility)
3. Disiplin (discipline)
8. Pemusatan (centralisation)
9. Hirarki (hierarchy)
Prinsip manajemen adalah dasar-dasar atau pedoman kerja yang bersifat pokok
yang tidak boleh diabaikan oleh setiap manajer atau pimpinan. Dalam prakteknya harus
diusahakan agar prinsip-prinsip manajemen ini hendaknya tidak kaku, melainkan harus
luwes, yaitu bisa saja diubah-ubah sesuai dengan kebutuhan. Prinsip-prinsip manajemen
terdiri atas :
Manajemen kebidanan terdiri dari beberapa langkah yang berurutan, yang dimulai
dengan pengumpulan data dasar dan berakhir dengan evaluasi. Langkah-langkah tersebut
membentuk kerangka yang lengkap yang bisa diaplikasikan dalam semua situasi. Akan
tetapi, setiap langkah tersebut bias dipecah-pecah kedalam tugas-tugas tertentu dan
semuanya bervariasi sesuai dengan kondisi klien.
Pengelola pelayanan kebidanan memiliki standar asuhan atau manajemen
kebidanan yang ditetapkan sebagai pedoman dalam memberikan pelayanan kepada pasien.
Definisi operasional :
1. Ada Standar Manajemen Asuhan Kebidanan (SMAK) sebagai pedoman dalam
memberikan pelayanan kebidanan.
2. Ada format manajemen kebidanan yang terdapat pada catatan medik.
3. Ada pengkajian asuhan kebidanan bagi setiap klien.
4. Ada diagnosa kebidanan.
5. Ada rencana asuhan kebidanan.
6. Ada dokumen tertulis tentang tindakan kebidnan.
7. Ada catatan perkembangn klien dalam asuhan kebidanan.
8. Ada evaluasi dalam memberikan asuhan kebidanan.
9. Ada dokumentasi utuk kegiatan manajemen kebidanan.
1. Langkah I :
Yaitu Pengumpulan Data Dasar, Pada langkah ini dilakukan pegumpulan informasi yang
akurat dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien.
Untuk memperoleh data dilakukan dengan cara :
a. Anamnesa
Mendapatkan data secara subjektif dari pasien dianranya Biodata, Riwayat Menstruasi,
Riwayat Kesehatan, Riwayat Kehamilan, Persalinan & Nifas, Biopsikospiritual dan
Pengetahuan Klien
b. Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda-tanda vital
c. Pemeriksaan Khusus yaitu Inspeksi, Palpasi, Auskultasi, Perkusi.
d. Pemeriksaan penunjang
Test Laboratorium
e. Catatan terbaru dan sebelumnya
Bila klien mengalami komplikasi yang perlu dikonsultasikan kepada dokter dalam
manajemen kolaborasi bidan akan melakukan konsultasi
Pada langkah pertama ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dari semua
sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. Bidan mengumpulkan data dasar awal yang
lengkap.. Pada keadaan tertentu dapat terjadi langkah pertama akan overlap dengan
langkah 5 dan 6 (atau menjadi bagian dari langkah-langkah tersebut) karena data yang
diperlukan diambil dari hasil pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan diagnostik yang
lain. Kadang-kadang bidan perlu memulai manajemen dari langkah 4 untuk mendapatkan
data dasar awal yang perlu disampaikan kepada dokter.
2. Langkah II
Interpretasi Data Dasar
Pada langkah ini dilakukan identifikasi terhadap diagnosa atau masalah
berdasarkan interpretasi atas data-data yang telah dikumpulkan. Data dasar yang telah
dikumpulkan diinterpretasikan sehingga dapat merumuskan diagnosa dan masalah yang
spesifik.
a. Diagnosa Kebidanan
Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan oleh bidan dalam lingkup praktek
kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur diagnosa kebidanan.
b. Standar nomenklatur diagnosa kebidanan:
1) Diakui dan telah disyahkan oleh profesi
2) Berhubungan langsung dengan praktek kebidanan
3) Memiliki ciri khs kebidanan
4) Didukung oleh clinical judgement dalam praktek kebidanan
5) Dapat diselesaikan dengan pendekatan manajemen kebidanan
Rumusan diagnosa dan masalah keduanya digunakan karena masalah tidak dapat
didefinisikan seperti diagnosa tetapi tetap membutuhkan penanganan. Masalah adalah hal-
hal berkaitan dengan pengalaman klien yang ditemukan dari hasil pengkajian atau yang
menyertai. Masalah sering berkaitan dengan hal-hal yang sedang dialami oleh wanita yang
diidentifikasi oleh bidan sesuai dengan hasil pengkajian. Masalah juga sering menyertai
diagnosa. Selain masalah yang tetap membutuhkan penanganan, klien juga memiliki
kebutuhan. Kebutuhan adalah hal-hal yang dibutuhkan klien dan belum teridentifikasi
dalam diagnosa dan masalah yang didapatkan dengan melakukan analisa data.
3. Langkah III
Identifikasi Diagnosa atau Masalah Potensial
Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial lain
berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah diidentifikasi. Langkah ini
membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan, sambil mengamati
klien bidan diharapkan dapat bersiap-siap bila diagnosa/masalah potensial ini benar-benar
terjadi. Pada langkah ini penting sekali melakukan asuhan yang aman.
Contoh masalah potensial :
Seorang ibu hamil datang dengan pembesaran uterus yang berlebihan (pembesaran perut
tidak sesuai dengan umur kehamilan). Bidan harus mempertimbangkan kemungkinan
penyebab pembesaran uterus yang berlebihan tersebut, misalnya:
Ibu hamil dengan diabetes mellitus (DM)
Kehamilan molahidatidosa
Kehamilan kembar
Kemudian bidan harus mengantisipasi, melakukan perencanaan untuk
mengatasinya dan bersiap-siap terhadap kemungkinan tiba-tiba terjadi perdarahan
postpartum yang disebabkan oleh atonia uteri karena pembesaran uterus yang berlebihan.
Pada persalinan dengan bayi besar, bidan sebaiknya mengantisipasi dan bersiap-siap
terhadap kemungkinan terjadinya distosia bahu dan juga kebutuhan untuk resusitasi. Bidan
juga sebaiknya waspada terhadap kemungkinan wanita menderita infeksi saluran kencing
yang menyebabkan tingginya kemungkinan terjadinya peningkatan partus prematur atau
bayi kecil. Persiapan yang sederhana adalah dengan bertanya dan mengkaji riwayat
kehamilan pada setiap kunjungan ulang, pemeriksaan laboratorium terhadap simptomatik
bakteri dan segera memberi pengobatan jika infeksi saluran kencing terjadi.
4. Langkah IV
Mengidentifikasi dan Menetapkan Kebutuhan yang Memerlukan Penanganan Segera
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan/atau untuk
dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai
dengan kondisi klien. Langkah keempat mencerminkan kesinambungan dari proses
manajemen kebidanan. Jadi manajemen bukan hanya selama asuhan primer periodik atau
kunjungan prenatal saja, tetapi juga selama wanita tersebut bersama bidan, terus-menerus,
misalnya pada waktu wanita tersebut dalam persalinan. Data baru mungkin saja perlu
dikumpulkan dan dievaluasi. Beberapa data mungkin mengindikasikan situasi yang gawat
dimana bidan harus bertindak segera untuk kepentingan keselamatan jiwa ibu atau anak
(misalnya perdarahan kala III atau perdarahan segera setelah lahir, distosia bahu, atau nilai
APGAR yang rendah).
Dari data yang dikumpulkan dapat menunjukkan satu situasi yang memerlukan
tindakan segera sementara yang lain harus menunggu intervensi dari seorang dokter,
misalnya prolaps tali pusat. Situasi lainnya bisa saja tidak merupakan kegawatan tetapi
memerlukan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter.Demikian juga bila ditemukan
tanda-tanda awal dari pre-eklampsia, kelainan panggul, adanya penyakit jantung, diabetes
atau masalah medik yang serius, bidan perlu melakukan konsultasi atau kolaborasi dengan
dokter.
Dalam kondisi tertentu seorang ibu mungkin juga akan memerlukan konsultasi atau
kolaborasi dengan dokter atau tim kesehatan lainnya seperti pekerja sosial, ahli gizi, atau
seorang ahli perawatan klinis bayi baru lahir. Dalam hal ini bidan harus mampu
mengevaluasi kondisi setiap klien untuk menentukan kepada siapa konsultasi dan
kolaborasi yang paling tepat dalam manajemen asuhan klien.
5. Langkah V
Merencanakan Asuhan Secara Menyeluruh (Intervensi)
Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh, ditentukan oleh langkah-
langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap diagnosa
atau masalah yang telah diidentifikasi atau diantisipasi. Pada langkah ini informasi/data
dasar yang tidak lengkap dapat dilengkapi. Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya
meliputi apa yang sudah teridentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang
berkaitan tetapi juga dari kerangka pedoman antisipasi terhadap ibu tersebut seperti apa
yang diperkirakan akan terjadi berikutnya, apakah dibutuhkan penyuluhan, konseling, dan
apakah perlu merujuk klien bila ada masalah-masalah yang berkaitan dengan
sosial,ekonomi, kultural atau masalah psikologis.
Dengan kata lain, asuhan terhadap wanita tersebut sudah mencakup setiap hal yang
berkaitan dengan semua aspek asuhan. Setiap rencana asuhan haruslah disetujui oleh kedua
belah pihak, yaitu oleh bidan dan klien, agar dapat dilaksanakan dengan efektif karena
klien merupakan bagian dari pelaksanaan rencana tersebut. Oleh karena itu, pada langkah
ini tugas bidan adalah merumuskan rencana asuhan sesuai dengan hasil pembahasan
rencana bersama klien, kemudian membuat kesepakatan bersama sebelum
melaksanakannya.
Semua keputusan yang dikembangkan dalam asuhan yang menyeluruh ini harus
rasional dan benar-benar valid berdasarkan pengetahuan dan teori yang up to date serta
sesuai dengan asumsi tentang apa yang akan atau tidak akan dilakukan klien. Rasional
berarti tidak berdasarkan asumsi, tetapi sesuai dengan keadaan klien dan pengetahuan teori
yang benar dan memadai atau berdasarkan suatu data dasar yang lengkap, dan bisa
dianggap valid sehingga menghasilkan asuhan klien yang lengkap dan tidak berbahaya.
6. Langkah VI
Melaksanakan Perencanaan (Implementasi)
Pada langkah keenam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan
pada langkah ke 5 dilaksanakan secara efisien dan aman. Perencanaan ini bisa dilakukan
seluruhnya oleh bidan atau sebagian dilakukan oleh bidan dan sebagian lagi oleh klien,
atau anggota tim kesehatan yang lain.
Jika bidan tidak melakukan sendiri ia tetap memikul tanggung jawab untuk mengarahkan
pelaksanaannya. (misalnya: memastikan agar langkah-langkah tersebut benar-benar
terlaksana). Dalam situasi dimana bidan berkolaborasi dengan dokter, untuk menangani
klien yang mengalami komplikasi, maka keterlibatan bidan dalam manajemen asuhan bagi
klien adalah bertanggung jawab terhadap terlaksananya rencana asuhan bersama yang
menyeluruh tersebut. Manajemen yang efisien akan menyingkat waktu dan biaya serta
meningkatkan mutu dari asuhan klien.
7. Langkah VII
Evaluasi
Pada langkah ketujuh ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah
diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi
sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi di dalam masalah dan diagnosa.
Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar efektif dalam pelaksanaanya.
Ada kemungkinan bahwa sebagian rencana tersebut telah efektif sedang sebagian belum
efektif.
Mengingat bahwa proses manajemen asuhan ini merupakan suatu kontinum, maka
perlu mengulang kembali dari awal setiap asuhan yang tidak efektif melalui proses
manajemen untuk mengidentifikasi mengapa proses manajemen tidak efektif serta
melakukan penyesuaian pada rencana asuhan tersebut.
Langkah-langkah proses manajemen pada umumnya merupakan pengkajian yang
memperjelas proses pemikiran yang mempengaruhi tindakan serta berorientasi pada proses
klinis. Karena proses manajemen tersebut berlangsung di dalam situasi klinik dan dua
langkah yang terakhir tergantung pada klien dan situasi klinik, maka tidak mungkin proses
manajemen ini dievaluasi dalam tulisan saja.
Langkah ini sebagai pengecekan apakah rencana asuhan tersebut efektif. Dalam
pendokumentasian/catatan asuhan kebidanan diterapkan dalam bentuk SOAP.
Data Subjektif (S), adalah data pasien yang didapat dari anamnesa.
Data Objektif (O), adalah data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan fisik serta diagnostik
dan penunjang juga catatan medis lainnya.
Assasment (A), adalah anlisa dan interpretasi data yang terkumpul dan dibuat kesimpulan.
Yang terdiri dari:
a. Diagnosa
b. Antisipasi diagnosa / masalah potensial
c. Perlunya tindakan segera / kolaborasi
Planning/Perencanaan (P), adalah merupakan gambaran pendokumentasian dari tindakan.
Evaluasi didalamnya termasuk:
a. Asuhan mandiri
b. Kolaborasi
c. Tes diagnostik/lab
d. Konseling
e. Follow up
Penghargaan yang diberikan kepada bidan tidak hanya dalam bentuk imbalan jasa,
tetapi juga dalam bentuk pengakuan profesi dan pemberian kewenangan / hak untuk
menjalankan praktik sesuai dengan kompetensi yang dimiliki.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke-3,hak adalah kewenangan untuk berbuat
sesuatu yang telah ditentukan oleh undang-undang atau aturan tertentu. Bidan di Indonesia
memiliki organisasi profesi yaitu Ikatan Bidan Indonesia atau IBI yang mengatur hak dan
kewajiban serta penghargaan dan sanksi bagi bidan. Setiap bidan yang telah menyelesaikan
pendidikan kebidanan berhak dan wajib menjadi anggota IBI.
Hak bidan :
a. Bidan berhak mendapat perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan
profesinya.
b. Bidan berhak untuk bekerja sesuai dengan standar profesi pada setiap tingkat jenjang
pelayanan kesehatan.
c. Bidan berhak menolak keinginan pasien/klien dan keluarga yang bertentangan dengan
peraturan perundangan,dank ode etik profesi.
d. Bidan berhak atas privasi / kedirian dan menuntut apabila nama baiknya dicemarkan
baik oleh pasien,keluarga ataupun profesi lain.
e. Bidan berhak atas kesempatan untuk meningkatkan diri baik melalui pendidikan maupun
pelatihan.
f. Bidan berhak memperoleh kesempatan untuk meningkatkan jenjang karir dan jabatan
yang sesuai.
g. Bidan berhak mendapatkan kompensasi dan kesejahteraan yang sesuai.
Dalam organisasi IBI terdapat Dewan Pertimbangan Etika Bidan (MPEB) dan
Majelis Pembelaan Anggota (MPA),yang memiliki tugas :
~ merencanakan dan melaksanakan kegiatan bidang sesuai dengan ketetapan
pengurus pusat.
~ melaporkan hasil kegiatan di bidang tugasnya secara berkala.
~Memberikan saran dan pertimbangan yang perlu dalam rangka tugas pengurus
pusat.
~ membentuk tim teknis sesuai kebutuhan,tugas dan tanggung jawabnya ditentukan
pengurus.
Visi Pendidikan Berkelanjutan adalah pada tahun 2010 seluruh bidan telah menerapkan
pelayanan yang sesuai standart praktik bidan internasional dan dasar pendidikan minimal
Diploma III kebidanan.
2. Misi Pendidikan Berkelanjutan
a) Pemenuhan standart
c) Efisiensi
Pendidikan bidan yang berkelanjutan akan melahirkan bidan yang kompeten
dibidangnya sehingga meningkatkan efisiensi kerja bidan dalam memeberi
pelayanan yang terbaik bagi klien.
e) Meningkatkan moral
f) Meningkatkan karier
c) Tenakes lainnya
d) Kader kesehatan
e) Dukun beranak
f) Masyarakat umum
a) Pendidikan Formal
a) Komprehensif
Sistem pendidikan berkelanjutan harus dapat mencakup seluruh anggota
profesi bidan
c) Berkelanjutan
Dalam pelayana kebidanan banyak harapan yang difokuskan oleh orang yang
berbeda dan bekerja sama dalam pelayanan kebidanan dan kepada bidan itu sendiri. Para
pelanggan internal dan eksternal menginginkan bidan dapat member pelayanan yang
berkualitas. Selain keterampilan dan pengetahuan diperlukan kematangan pribadi bidan
dalam member pelayanan karena bidan juga menjadi tokoh masyarakat dan panutan bagi
kaum wanita. Bidan harus menjalankan tugas dengan tanggung jawab moral karena
pelayanan yang diberikan menyangkut kehidupan ibu dan anak, pencapaian kesejahteraan
ibu, anak, dan keluarga, serta menurunkan angka kematian ibu dan anak. Untuk itu bidan
perlu memperhatikan poinpoin berikut ini untuk mengembangkan kematangan dirinya :
1. Teliti
2. Bertanggu jawab
3. Jujur
4. Disiplin tinggi
5. Hubungan manusia yang efektif
6. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
7. Memahami standar profesi kebidanan
8. Mengerti asas dan tujuan penyelenggaraan praktek kebidanan
9. Bekerja berdasarkan ketentuan dan landasan hukum pelayanan kebidanan
Bidan adalah profesi yang benar-benar harus dijiwai karena sangat menuntut
tanggung jawab. Bidan juga nantinya akan menjadi pemimpin di tengah masyarakat. Bidan
adalah orang yang berperan penting dalam terciptanya ibu dan anak yang sehat dan
keluarga bahagia serta generasi bangsa yang sehat. Oleh karena itu dalam menjalankan
tugasnya, bidan harus mempunyai prinsip sebagai berikut.
1. Cintai yang anda lakukan, lakukan yang anda cintai (love your do, do your love).
Profesi bidan harus dihayati. Banyak orang yang memilih bidan karena dorongan
orangtua, dengan harapan cepat bekerja dengan masa pendidikan yang singkat dan
dapat membuka praktek mandiri. Oleh karena itu terlepas dari apapun motivasi
seseorang menjadi bidan, setiap bidan harus mencintai pekerjaannya.
2. Jangan membuat kesalahan (dont make mistake). Dalam memberi asuhan, usahakan
tidak ada kesalahan. Bidan harus bertindak sesuai dengan standar profesinya. Untuk
itu bidan harus terus menerus belajar dan meningkatkan keterampilan. Kesalahan yang
dilakukan memberi dampak sangat fatal. Jangan pernah berhenti mengasah
keterampilan yang telah dimiliki saat ini, terus meningkatkan diri, dan mau belajar
kaena ilmu selalu berubah. Keinginan untuk terus belajar dan kemauan untuk
meningkatkan keterampilan dan pengetahuan akan sangat membantu kita menghindari
kesalahan.
3. Orientasi kepada pelanggan (customer oriented). Apapun yang dilakukan harus tetap
berfokus pada pelanggan. Siapa yang anda beri pelayanan, bagaimana karakter
pelanggan anda, bagaimana pelayanan yang anda berikan dapat mereka terima dan
dapat member kepuasan sehinga anda tetap dapat member pelayanan yang sesuai
engan harapan dan keinginan pelanggan.
4. Tingkatkan mutu pelayanan (improved your service quality).Bidan harus terus menerus
meningkatkan mutu pelayanan yang diberikan kepada kliennya. Dalam member
pelayanan, jangan pernah merasa puas. Oleh karena itu, bidan harus terus menerus
meningkatkan diri, mengembangkan kemampuan kognitif dengan mengikuti pelatihan,
mempelajari dan menguasai perkembangan ilmu yang ada saat ini, mau berubah ke
arah yang lebih baik, tentu saja juga mau menerima perubahan pelayanan di bidang
kebidanan yang telah dibuktikanlebih bermanfaat secara ilmiah. Bidan yang terus
berpraktek, keterampilannya akan terus bertambah dalam member asuhan dan
melakukan pertolongan persalinan, KB, maupun dalam hal member pelayanan
kebidanan lainnya. Dengan demikian diharapkan kualitas personal bidan meningkat
sehingga akan meningkatkan mutu pelayanan yag diberikannya.
5. Lakukan yang terbaik (do the best). Jangan pernah memandang klien/pelanggan
sebagai individu yang tidak penting atau mengklasifikasikan pelayanan yang anda
berikan kepada pelanggan dengan memandang status ekonomi, kondisi fisik, dan lain-
lain. Ingat! Klien berhak memdapatkan pelayanan kesehatan tanpa
diskriminasi. Bidan harus member pelayanan, pemikiran, konseling, tenaga, dan juga
fasilitas yang terbaik bagi kliennya.
6. Bekerja dengan takut akan tuhan (work with reverence for the Lord). Sebagai bangsa
indonesia yang hidup majemuk dan beragama, bidan harus menghormati setiap
kliennya sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Bidan juga harus percaya segala yang
dilakukan dipertanggungjawabkan kepada Sang pencipta. Oleh karena itu, bidan harus
memperhatikan kaidah/norma yang berlaku di masyarakat, menjunjung tinggi moral
dan etika, taat dan sadar hukum, menghargai pelanggan dan teman sejawat, bekerja
sesuai dengan standar profesi.
7. Berterima kasih kepada setiap masalah (say thanks to the problem). Bidan dalam
menjalankan tugas, baik secara individual (mandiri) sebagai manajer maupun dalam
kelompok (rumah sakit, puskesmas, di desa) tentu saja menghadapi dan melihat
banyak masalah pada proses pelaksanaan pelayanan kebidanan. Setiap masalah yang
dihadapi akan menjadi pengalaman dan guru yang paling berharga. Bidan dapat juga
belajar dari pengalaman bidan lainnya dan masalah yang mereka hadapi
sertabagaimana mereka mengatasinya. Setiap masalah, baik masalah manajemen
maupun asuhan yang diberikan, membuat kita dapat belajar lebih baik lagi di waktu
yang akan datang. Selain itu masalah juga membuat seseorang mencapai kedewasaan
dan kematangan. Oleh karena itu, jangan pernah menyalahkan situasi dan masalah
yang ada, justru kita bisa belajar dari setiap situasi dan mencari strategi
pemecahannya, yang terpenting adalah mengevaluasi segala yang kita lakukan dan
belajar dari kesukaran, masalah, dan kesalahan yang kita alami serta berusaha
menghindari kesalahan yang sama.
8. Perubahan perilaku (behavior change). Mengubah perilaku sangat sulit dilakukan. H.
L. Blum mengatakan bahwa ada empat faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan
yaitu tenaga kesehatan, lingkungan, keturunan, dan perilaku. Hal yang paling sulit
dilakukan adalah perubahan perilaku. Akan tetapi, jika bidan sebagai tenaga kesehatan
yang mengemban tanggung jawab moral selalu meningkatkan diri, menerima
perubahan yang positif dan baik untuk pelayanan kebidanan, meninggalkan praktik
yang tidak lagi didukung secara ilmiah, dan mengarahkan diri selalu pada pencapaian
kualitas pelayanan, berorientasi pada tugas dan pelanggan, turut serta ambil bagian
dalam peningkatan kualitas pelayanan kebidanan, mau memberi dan menerima
saran/kritik dari teman sejawat dan organisasi profesi untuk memperbaiki diri,
menyadari batas-batas wewenang dan tanggung jawabnya sebagai bidan, diharapkan
angka kematian ibu dan anak dapat diturunkan. Bidan juga harus terus melibatkan
dirinya dalam perbaikan mutu pelayanan sehingga bidan selalu berada dalam
lingkaran mutu dan memberi pengaruh bagi perbaikan kualitas pelayanan kebidanan
masa depan
9. Kepemimpinan dalam kebidanan sacara garis besar memfokuskan diri pada sifat,
perilaku, etika dan hukum, tanggung jawab, keterampilan serta bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Menurut pengalaman bidan yang berhasil mengelola praktik
kebidanannya dari organisasi sederhana berkembang menjadi organisasi yang besar
atau rumah sakit, dapat disimpulkan mereka berhasil menjadi manager yang mampu
meningkatkan pelayanannya. Mereka mengembangkan organisasinya dengan dasar
ketekunan, keuletan, kerja keras, dan mau berubah ke arah yang lebih baik serta
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu, mereka mampu merebut pasar
serta memenuhi kebutuhan pelanggan. Organisasi yang dikembangkan harus tetap
difokuskan pada peningkatan kualitas yang terus-menerus, memperhatikan kepuasan
pelanggan eksternal dan internal, serta menerapkan manajemen mutu terpadu.
Daftar Pustaka