Laporan Pendahuluan Gizi Kurang
Laporan Pendahuluan Gizi Kurang
NIM : 106110015
LAPORAN PENDAHULUAN
A. TINAJUAN TEORI
1. DEFINISI GIZI
Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi
secara normal melalui proses digesti, absobsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan
pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan
dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi.
Tidak ada satu jenis makanan yang mengandung semua zat gizi, yang mampu
membuat seseorang untuk hidup sehat, tumbuh kembang dan produktif. Oleh karena itu,
setiap orang perlu mengkonsumsi anekaragam makanan; kecuali bayi umur 0-4 bulan yang
cukup mengkonsumsi Air Susu Ibu (ASI) saja. Bagi bayi 0-4 bulan, ASI adalah satu-satunya
makanan tunggal yang penting dalam proses tumbuh kembang dirinya secara wajar dan
sehat.
Makan makanan yang beranekaragam sangat bermanfaat bagi kesehatan. Makanan
yang beraneka ragam yaitu makanan yang mengandung unsur-unsur zat gizi yang
diperlukan tubuh baik kualitas maupun kuantintasnya, dalam pelajaran ilmu gizi biasa
disebut triguna makanan yaitu, makanan yang mengandung zat tenaga, pembangun dan zat
pengatur. Apabila terjadi kekurangan atas kelengkapan salah satu zat gizi tertentu pada satu
jenis makanan, akan dilengkapi oleh zat gizi serupa dari makanan yang lain. Jadi makan
makanan yang beraneka ragam akan menjamin terpenuhinya kecukupan sumber zat tenaga,
zat pembangun dan zat pengatur.
Makanan sumber zat tenaga antara lain: beras, jagung, gandum, ubi kayu, ubi jalar,
kentang, sagu, roti dan mi. Minyak, margarin dan santan yang mengandung lemak juga
dapat menghasilkan tenaga. Makanan sumber zat tenaga menunjang aktivitas sehari-hari.
Makanan sumber zat pembangun yang berasal dari bahan makanan nabati adalah
kacang-kacangan, tempe, tahu. Sedangkan yang berasal dari hewan adalah telur, ikan, ayam,
daging, susu serta hasil olahan, seperti keju. Zat pembangun berperan sangat penting untuk
pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan seseorang.
Makanan sumber zat pengatur adalah semua sayur-sayuran dan buah-buahan.
Makanan ini mengandung berbagai vitamin dan mineral, yang berperan untuk melancarkan
bekerjanya fungsi organ-organ tubuh.
5. PATHWAYS
6. MANIFESTASI KLINIS
a. Marasmus
Menurut Anggoro (2007) marasmus adalah kekurangan energi pada makanan
yang menyebabkan cadangan protein lebih terpakai sehingga anak menajdi kurus dan
emosional dan tanda-tanda kurus (simpanan lemak dan protein yang disertai gangguan
fisiologi sampai terjadinya oedem aktivitas metabolik normal/rendah).
Menurut Sugiono (2007) marasmus merupakan akibat dari kelaparan yang
hampir menyeluruh. Seorang anak yang mengalami marasmus, mendapatkan sangat
sedikit makanan, sering disebabkan karena ibu tidak dapat memberikan ASI. Badannya
sangat kurus akibat hilangnya otot dan lemak tubuh. Hampir selalu disertai terjadinya
infeksi. Jika anak mengalami cedera atau infeksi yang meluas, prognosanya buruk dan
bisa berakibat fatal.
Menurut Purhadi (2007) Marasmus umumnya dialami masyarakat yang
menderita kelaparan. Marasmus adalah permasalahan serius yang terjadi di Negara-
negara berkembang. Menurut data WHO sekitar 49% dari 10,4 juta kematian yang
terjadi pada anak-anak di bawah usia 5 tahun di Negara berkembang berkaitan dengan
defisiensi energi dan protein sekaligus. Marasmus juga umum terjadi pada anak-anak
miskin perkotaan, anak-anak dengan penyakit kronik dan akan-anak dipenjara.
Tingginya jumlah penderita marasmus tak hanya menimbulkan resiko kematian tapi juga
menyebabkan syaraf otak tidak berkembang optimal.
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa marasmus adalah
kekurangan energi pada makanan yang menyebabkan cadangan protein lebih terpakai
sehingga anak menjadi kurus dan emosional yang diakibatkan oleh kelaparan secara
menyeluruh.
Menurut Nurcahyo (2007). Pada keadaan ini yang menyolok adalah
pertumbuhan yang kurang atau terhenti disertai otot dan menghilangnya lemak di bawah
kulit. Pada mulanya kelainan demikian merupakan proses fisiologis. Untuk
kelangsungan hidup jaringan, tubuh yang memerlukan energi yang dapat dipenuhi oleh
makanan yang diberikan, sehingga harus dapat dari tubuh sendiri, sehingga cadangan
protein digunakan juga untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut.
Penghancuran jaringan pada defisiensi kalori tidak saja membantu memenuhi
kebutuhan energi, akan tetapi juga untuk memungkinkan sintesis glukosa dan metabolit
esensial lainnya seperti asam amino untuk komponen homeostatic. Oleh karena itu pada
marasmus berat kadang-kadang masih ditemukan asam amino yang normal sehingga hati
masih dapat membentuk cukup albumia.
Tanda dan Gejala Menurut Hamzah (2006) tanda-tanda marasmus adalah :
a) Otot akan mengecil/atrofi
b) Apatis
c) Sangat kecil/kurus
d) BB kurang, tidak sesuai umur
e) Kulit kedodoran
f) Muka seperti orang tua dan kulit kering
g) Perut buncit dengan gambaran usus yang nyata
h) Vena superfisialis tampak jelas , ubun-ubun cekung, tulang pipi dan dagu kelihatan
menonjol.
b. Kwashiorkor
Menurut Ngastiyah (2005) kwashiorkor adalah gangguan gizi disertai dengan
edema. Sebab utama penyakit ini adalah defisiensi protein. Penyakit kwashiorkor
umunya terjadi pada anak dari keluarga social ekonomi yang rendah karena tidak
mampu membeli makanan yang mengandung protein hewani seperti : daging, hati, usus,
susu, dsb. Sebenarnya selain protein hewani protein nabati terdapat pada kedelai,
kacang-kacangan juga dapat menghindarkan kekurangan protein tersebut apabila
diberikan, tetapi karena kurangnya pengetahuan orang tua anak menderita defisiensi
protein ini. Sering kurangnya pengetahuan juga adanya factor takhayul turut menjadi
penyebab pula. Kwashiorkor biasanya dijumpai pada golongan umur tertentu yaitu bayi
pada masa disapih dan pada anak pra sekolah yang merupakan golongan umur yang
relatif memerlukan lebih banyak protein untuk tumbuh sebaik-baiknya.
Menurut Widodo (2005) kwashiorkor adalah gangguan gizi karena kekurangan
protein biasa sering disebut busung lapar. Gejala yang timbul diantaranya adalah tangan
dan kaki bengkak, perut buncit, rambut rontok dan patah, gangguan kulit.
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa kwashiorkor adalah suatu
keadaan gangguan gizi yang diakibatkan karena kurangnya protein dalam tubuh.
Menurut Judarwanto (2005) pada kwashiorkor yang klasik gangguan metabolik
dan perubahan sel menyebabkan ederma dan perlemean hati. Kelainan ini merupakan
gejala yang mencolok. Kekurangan protein dalam diet akan menimbulkan kekurangan
berbagai asam amino esensial yang dibutuhkan untuk sintesis. Karena dalam diet
terdapat cukup karbohidrat, maka produksi insulin akan meningkat dan sebagian asam
amino dalam serum yang jumlahnya sudah kurang tersebut akan disalurkan ke otot.
Berkurangnya asam amino dalam serum merupakan penyebab kurangnya ke otot.
Berkurangnya asam amino dalam serum merupakan penyebab kurangnya pembentukan
albumin oleh hepar sehingga kemudian timbul ederma.
Gejala Klinis Menurut Aditya (2006), gejala klinis kwashiorkor adalah :
a) Oedem di seluruh tubuh terutama kaki
b) Wajah membulat dan sembab
c) Otot-otot mengecil lebih nyata apabila diperiksa dalam posisi berdiri dan duduk.
d) Perubahan status mental, cengeng, rewel, kadang apatis.
e) Anak sering menolak segala jenis makanan (anoreksia)
f) Pembesaran hati
g) Rambut berwarna kusam dan mudah dicabut
h) Gangguan kulit berupa bercak merah yang meluas
i) Pandangan mata anak tampak sayu
j) Penatalaksanaan
Menurut Hamzah (2006) prinsip pengobatan kwashiorkor adalah:
a. Memberikan makanan yang mengandung banyak protein bernilai biologi tinggi,
tinggi kalori, cukup cairan, vitamin, dan mineral.
b. Makanan harus mudah dicerna dan diserap.
c. Makanan yang diberikan secara bertahap, karena toleransi terhadap makanan sangat
rendah
d. Penanganan terhadap penyakit penyerta
e. Tindak lanjut berupa pemantauan kesehatan penderita dan penyuluhan gizi
tambahan.
7. STATUS GIZI
Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel
tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu, contoh gondok
endemik merupakan keadaaan tidak seimbangnya pemasukan dan pengeluaran yodium
dalam tubuh.
Perlunya deteksi dini status gizi mengingat penyebabnya sangat kompleks,
pengelolaan gizi buruk memerlukan kerjasama yang komprehensif dari semua pihak.
Bukan hanya dari dokter maupun tenaga medis, namun juga pihak orang tua,
keluarga, pemuka masyarakat maupun agama dan pemerintah. Langkah awal pengelolaan
gizi buruk adalah mengatasi kegawatan yang ditimbulkannya, dilanjutkan dengan "frekuen
feeding" (pemberian makan yang sering, pemantauan akseptabilitas diet penerimaan tubuh
terhadap diet yang diberikan), pengelolaan infeksi dan pemberian stimulasi. Perlunya
pemberian diet seimbang, cukup kalori dan protein serta pentingnya edukasi pemberian
makan yang benar sesuai umur anak, Pada daerah endemis gizi buruk perlu distribusi
makanan yang memadai.
Menurut Menkes No. 9201 menkes/SK/VIII/2002 status gizi ditentukan
berdasarkan Z-SCORE berdasarkan berat badan (kg) terhadap umur (bulan) yang
diklasifikasikan sebagai berikut :
Gizi Lebih: apabila berat badan balita berada > +2 SD (Standar Deviasi)
Gizi Baik : apabila berat badan balita berada antara <-2 SD
Gizi Buruk: apabila berat badan balita <-3 SD
Untuk mengukur status gizi anak baru lahir adalah dengan menimbang berat
badannya yaitu : jika 2500 gram maka dikategorikan BBLR (Berat Badan
Lahir Rendah) jika 2500 3900 gram Normal dan jika 4000 gram dianggap
gizi lebih.
SUMBER
Basuki, U. 2003, Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Baduta (6-23 bulan) pada
Keluarga Miskin & Tidak Miskin di Kota Bandar Lampung, FKMUI
FK UI. 2007, Ilmu Kesehatan Anak, Cetakan kesebelas, Bagian Ilmukesehatan Anak, Fakultas
Kedokteran, Universitas Indonesia
Hidayati, 2000. Status Gizi Balita Berdasarkan Karakteristik Balita dan Keluarga di Provinsi
Sumatera Barat Tahun 1998, Skripsi, FKM-UI, Depok
Hadi, I. 2005, Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Balita di Kelurahan Neglasari
dan Kedaung Wetan, Skripsi, FKM-UI, Depok
Hermansyah, 2002, Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian KEP Anak Umur 6-59
Bulan Pada Keluarga Miskin di Kota Sawah Lunto, Tesis, FKMUI
Supriatna, N. 2004. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Anak Usia 24-60 Bulan di
Kecamatan Rajagaluh Kabupaten Majalengka, FKM-UI
Susanto,MKM. Analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan IMT/U pada Balita Vegetarian
Lakto Ovo dan Non Vegetarian di DKI Jakarta, 2008
http://www.gizi.net/komposisi/index.shtml
http://berbagi.net/databerbagi/gizi-buruk,-ancaman-generasi-yang-hilang-2.html
http://astaqauliyah.com/2006/12/20/pola-asuh-dalam-hubungannya-dengan-status-gizi-anak-balita-
di-tinjau-dari-pekerjaan-pendapatan-dan-pengeluaran-orang-tua-di-daerah-sulawesi-
selatan/
http://f4jar.multiply.com/journal