Anda di halaman 1dari 32

PRESENTASI KASUS

FROZEN SHOULDER SINISTRA DENGAN HIPERTENSI ON THERAPY PADA


NY. DJIMAH USIA 64 TAHUN DENGAN STATUS GIZI KURANG, STATUS
EKONOMI SEDANG, KEKHAWATIRAN DAN PENGETAHUAN YANG
KURANG TERHADAP PENYAKITNYA PADA RUMAH TANGGA
FUNGSIONAL DAN BER-PHBS

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Kedokteran Keluarga Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh
Putri Pertiwi
NIM: 20110310064

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KEDOKTERAN KELUARGA


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017

i

HALAMAN PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS
PUSKESMAS TEGALREJO YOGYAKARTA

FROZEN SHOULDER SINISTRA DENGAN HIPERTENSI ON THERAPY PADA


NY. DJIMAH USIA 64 TAHUN DENGAN STATUS GIZI KURANG, STATUS
EKONOMI SEDANG, KEKHAWATIRAN DAN PENGETAHUAN YANG
KURANG TERHADAP PENYAKITNYA PADA RUMAH TANGGA
FUNGSIONAL DAN BER-PHBS

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Kedokteran Keluarga Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Putri Pertiwi
20110310064

Telah dipresentasikan pada tanggal 19 April 2017

Dokter Pembimbing Fakultas Dokter Pembimbing Puskesmas

dr. Iman Permana, M.Kes., P.Hd dr. widyastuti

Mengetahui
Kepala PuskesmasWirobrajan

dr. Prie Aka Mahdayanti

ii

BAB I
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. Djimah
Tanggal Lahir : 28 Desember 1952
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 64 tahun
Alamat : Guyangan RT 08 RW 03, Godean, Yogyakarta
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status Perkawinan : Janda
Pendidikan Terakhir : SD
Kunjungan Puskesmas : 15 April 2017
Kunjungan Rumah : 15 April 2017

B. ANAMNESIS PENYAKIT (DISEASE)


1. Keluhan Utama
Kontrol rutin hipertensi tiap bulan
Keluhan Lain
Nyeri bahu kiri ketika menyisir rambut atau saat mengangkat lengan kiri

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke Puskesmas Pembantu Tompeyan untuk kontrol rutin penyakit Hipertensi
yang dideritanya. Semasa hidupnya pasien suka mengkonsumsi gorengan, setiap masakan
diberi garam dan penyedap. Pasien menyatakan sering beraktivitas fisik seperti berjalan,
mencuci dan membersihkan rumah namun pasien tidak pernah meluangkan waktunya
untuk berolah raga. Salain itu pasien mengeluhkan nyeri pada baru kiri, tidak menjalar.
Nyeri akan muncul jika pasien melakukan aktivitas mengangkat lengan seperti menyisir,
menggosok bahu, atau mengambil sesuatu dari rak yang tinggi. Nyeri akan hilang dengan
istirahat. Tidak ada riwayat trauma atau jatuh namun riwayat angkat junjung diakui oleh
pasien. Pasien berjualan gas dirumahnya, jika ada pembeli pasien mengangkat gas dari
ruang penyimpanan ke teras depan rumah. Nyeri bahu kiri ini sudah pasien rasakan sejak
lama, walau pasien masih bisa beraktivitas namun pasien merasa terganggung dengan
adanya nyeri ini.

1


3. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat Hipertensi (+) sejak 6 tahun


Pasien pertama kali didiagnosis Hipertensi oleh dokter penyakit dalam saat opname di RS
Wirosaban untuk dilakukan operasi Hernioplasty pada tahun 2011. Pasien mengkonsumsi
obat antihipertensi Captopril 12,5 mg, karena timbul efek samping batuk maka obat
antihipertensi diganti Amplodipin 5 mg. Pasien pernah berhenti mengkonsumsi obat
antihipertensi selama 2 bulan dan tekanan darah pasien mencapai 170/90 mmHg.

Riwayat Opname (+)


Pasien menjalani rawat inap di rumah sakit Wirosaban karena Vertigo Central pada tahun
2013 dengan gejala pusing berputar seperti naik kapal, rasanya seperti akan jatuh dan
pasien hanya bisa berbaring di tempat tidur.

Riwayat Operasi (+)


Pasien menjalani operasi Hernia Inguinalis Lateralis Sinistra pada tahun 2011.

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat DM : pasien menyatakan suami dan anak pertama pasien
menderita DM
Riwayat Hipertensi : pasien menyatakan suami dan anak kedua pasien
menderita Hipertensi
Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
Riwayat Penyakit Ginjal : disangkal
Riwayat Penyakit Hati : disangkal
Riwayat Tuberkulosis : disangkal
Riwayat Asma : disangkal
Riwayat Alergi : disangkal

2


5. Riwayat Personal Sosial Lingkungan (RPSL)
Pendidikan
Pendidikan terakhir pasien adalah SD, setelah lulus pasien tidak melanjutkan
pendidikan ke jenjang selanjutnya karena kemauan orang tua untuk membantu orang
tuanya mencari nafkah.
Perkawinan dan Keluarga
Pasien menikah 1 kali. Pasien menikah dengan suaminya pada tahun 1969. Suami
pasien telah meninggal dunia pada tahun 2004. Dari pernikahannya pasien dikaruniai 2
anak. Pasien sekarang tinggal bersama anak ke-2 dan menantu. Hubungan pasien
dengan keluarga terjalin baik. Meskipun jarang menghabiskan waktu bersama namun
komunikasi antara pasien dengan anak kedua serta menantunya baik. Hubungan pasien
dengan keluarga anak ke-1 juga terjalin baik. Pasien sering berkomunikasi melalui
telepon minimal 2 kali dalam seminggu.
Pekerjaan
Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga. Kegiatan pasien sehari-harinya mencuci
pakaian, menyapu, menjual gas dirumahnya, memasak untuk dirinya sendiri dan
merawat tanaman. Kebutuhan hidup sehari-hari dipenuhi dengan uang pensiunan suami
sejumlah Rp 1.050.000.
Sosial
Hubungan pasien dengan tetangga-tetangganya baik, pasien mengikuti arisan di
kampungnya. Pasien selalu sholat berjamaah di masjid kampung untuk sholat subuh,
maghrib dan isya.
Gaya Hidup
Pola makan pasien 3 kali sehari namun tidak teratur. Setiap hari pasien mengkonsumsi
sayur dan kadang mengkonsumsi buah. Pasien suka makan gorengan, suka minum
manis namun dibatasi. Pasien minum air putih 5 gelas setiap harinya. Pasien hampir
setiap hari minum teh dengan gula secukupnya. Pasien tidak meluangkan waktu untuk
berolah raga namun setiap hari pasien jalan kaki jika hendak pergi ke masjid. Pasien
tidak mengekuhkan adanya gangguan tidur. Pasien setiap harinya biasa tidur 6 jam.
Pasien tidak mengkonsumsi minuman kopi. Pasien tidak pernah merokok, minum
minuman beralkohol, konsumsi obat-obatan terlarang, maupun melakukan seks bebas.
Menantu pasien yang tinggal bersama pasien tidak merokok. Pasien dapat mengelola
stress dengan baik.

3


6. Review Sistem
a. Sistem saraf pusat : Tidak ada keluhan
b. Sistem kardiovaskular : Tidak ada keluhan
c. System sensori : penglihatan kabur (+) teratasi dengan memakai kacamata
d. Sistem respirasi : Tidak ada keluhan
e. Sistem gastrointestinal : Tidak ada keluhan, BAB lancar
f. Sistem urogenital : Tidak ada keluhan, BAK lancar
g. Sistem muskuloskeletal : Nyeri pada pahu kiri ketika lengan kiri diangkat (+)
h. System integumentum : tidak ada keluhan

C. ANAMNESIS PENGALAMAN SAKIT (ILLNESS)


Illness merupakan keaadaan sakit yang dirasakan oleh manusia yang didapat dari
penyakit tersebut (bersifat subyektif). Illness terdiri dari empat komponen berupa
perasaan, ide atau pemikiran, harapan pasien terhadap penyakit yang dialami, dan efek
penyakit terhadap fungsi atau kehidupan sehari-hari pasien.

Tabel 1. Anamnesis Illness

KOMPONEN PASIEN
1. Perasaan Pasien khawatir jika suatau saat nanti terserang Stroke akibat
dari penyakit darah tinggi yang pasien derita. Pasien pasrah
dengan penyakit yang pasien derita, pasien ikhlas dan pasien
tetap ihtiar dengan berobat rutin setiap bulan ke puskesmas.
Pasien menjadi tidak nyaman karena nyeri bahu kiri yang timbul
saat pasien beraktivitas tertentu seperti saat menyisir,
menggosok punggung, atau mengambil barang dari rak yang
tinggi
2 Ide/Pemikiran Dengan mengkonsumsi obat antihipertensi secara rutin sesuai
anjuran dokter, penyakit hipertensi yang pasien derita dapat
sembuh.
Nyeri pada bahu kiri pasien ini muncul karena factor usia
3 Harapan Pasien berharap dengan kontrol rutin ke Puskesmas dan ke
Rumah Sakit dapat meminimalkan risiko komplikasi yang
mungkin bisa terjadi. Pasien ingin tetap menjalani hidupnya
dengan baik meskipun dengan penyakit yang dideritanya.
Nyeri pada bahu kiri pasien bisa sembuh sehingga pasien
dapat nyaman saat beraktivitas
4 Efek terhadap Gerakan tangan kiri pasien terbatas karena nyari pada bahu kiri
fungsi pasien, namun tidak mengganggu aktivitas keseharian pasien.

4


D. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum : Baik
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Tanda Vital
- Tekanan Darah :110/70 mmHg
- Nadi : 82 x/menit, regular, isi dan tegangan cukup
- Suhu : 36,5oC, aksila
- Respirasi : 20 x/menit
4. Antropometri
- Tinggi Badan : 152 cm
- Berat Badan : 40 kg
- IMT : 17,39 kg/m2
- Status Gizi : Underweight (WHO Asia Pasifik, 2000)
5. Pemeriksaan Umum
Kulit : sianosis (-), ikterik (-)
Kelenjar Limfe : tak teraba membesar
Otot : eutrofi (+), tonus baik (+)
Tulang : deformitas (-)
Sendi : tanda peradangan (-), gerakan bebas (+) pada seluruh sendi
kecuali shoulder joint sinistra terbatas
6. Pemeriksaan Khusus
Kepala
Bentuk kepala : mesochepal
Mata :konjungtiva anemis(-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : epistaksis (-/-)
Telinga : discharge (-/-), tragus pain(-/-)
Mulut : mukosa bibir kering (-), faring hiperemis (-)
Leher
Kelenjar tiroid : tak teraba membesar
Kelenjar limfonodi : tak teraba membesar
Thorax
Pulmo
Inspeksi :bentuk dada simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi (-)
Palpasi :vokal fremitus seimbang

5


Perkusi :sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi : suara dasarvesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Cor
Inspeksi : ictus cordis tak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di SIC V linea midclavicula kiri
Perkusi : batas jantung
kanan atas : SIC II linea parasternalis dextra
kanan bawah : SIC IV linea parasternalis dextra
kiri atas : SIC II linea parasternalis sinistra
kiri bawah : SIC V linea midclavicula sinistra
Auskultasi : S1-S2 reguler, bising (-)

Abdomen
Inspeksi : distensi (-), jejas (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani
Palpasi : supel,nyeri tekan (-), hepardan lien tak teraba, turgor dan
elastisitas kembali cepat

Anogenital : genitalia dan anus tidak ada kelainan.

7. Pemeriksaan Ekstermitas
Tabel 2.Pemeriksaan Ekstemitas
Superior Inferior
Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Gerakan Bebas Terbatas Bebas Bebas
Tonus Normal Normal Normal Normal
Trofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi
Edema - - - -
Akral Hangat Hangat Hangat Hangat
Kekuatan +5 +5 +5 +5
Refleks Fisiologis Normal Normal Normal Normal
Refleks Patologis - - - -
Sensibilitas Normal Normal Normal Normal
Meningeal Signs - - - -

6


8. Status Lokalis
Shoulder Joint Dekstra Shoulder Joint Sinistra
Look Edem (-), deformitas (-) Edem (-), deformitas (-)
Feel Nyeri tekan (-), spasme (-) Nyeri tekan (-), spasme (-)
Movement Normal Apley test (+)

9. Lain-lain
Tabel 4.Monitoring Tekanan Darah Setiap Kunjungan
ke Puskesmas dalam 6 Bulan Terakhir
Tanggal Periksa Tekanan Darah
15 November 2016 120/80 mmHg
16 Desember 2016 130/80 mmHg
14 Januari 2017 110/70 mmHg
17 Februari 2017 110/70 mmHg
14 Maret 2017 120/80 mmHg
15 April 2017 110/70 mmHg

7


E. INSTRUMEN PENILAIAN KELUARGA (FAMILY ASSESSMENT TOOLS)
1. Genogram Keluarga (Family Genogram)

GENOGRAM KELUARGA BAPAK MARKAM


Tanggal Pembuatan: 15 April 2017

Tn. I Ny. S

DM H
H

Ny. B Tn. B Ny. N Tn. S Tn. M Ny. D


72 th 70 th 64 th

B B
DM H

Tn. N Ny. N Tn. U Ny. N


41 th 38 th 37 th

Legenda:
B = Breadwinner = Laki-laki
C = Caregiver
D = Decision Maker = Perempuan
DM = Diabetes Mellitus
= Pasien
J = Jantung
H = Hipertensi = Tinggal bersama
X = Meninggal dunia

8


2. Bentuk Keluarga (Family Structure)
Bentuk keluarga pasien ini adalah extended family. Keluarga inti dengan tambahan
keluarga lain. (Goldenberg, 1980)

3. Tahapan Siklus Kehidupan Keluarga


Keluarga pasien ini adalah families in later life. Telah terjadi regenerasi dan pertukaran
peran dari pasangan yang tua ke pasangan dewasa. (Cater&McGoldick, 1989)

4. Peta Keluarga (Family Map)

Ny. P

Tn. U Ny.N

Keterangan:
= fungsional

= disfungsional

9


5. APGAR Keluarga (Family APGAR)
Merupakan salah satu cara yang digunakan sebagai skrining awal untuk melihat adanya
disfungsi keluarga dengan menilai 5 fungsi pokok keluarga.

Tabel 5. Family APGAR

Respon
Hampir
Kadang-
Kriteria Pertanyaan Hampir tidak
kadang
selalu (2) pernah
(1)
(0)
Saya puas dengan keluarga saya karena
masing-masing anggota keluarga sudah
Adaptasi
menjalankan kewajiban sesuai dengan
seharusnya.
Saya puas dengan keluarga saya karena
Kemitraan dapat membantu memberikan solusi
terhadap permasalahan yang saya hadapi.

Saya puas dengan kebebasan yang
Pertumbuhan
diberikan keluarga saya
mengembangkan kemampuan yang saya
untuk
miliki.
Saya puas dengan kehangatan/kasih
Kasih sayang
sayang yang diberikan keluarga saya.
Kebersamaan
Saya puas dengan waktu yang disediakan
keluarga untuk menjalin kebersamaan.

Skor Total 8

8-10= fungsi keluarga baik (Highly functional family)


Klasifikasi 4-7 = fungsi keluarga kurang baik (Moderately dysfunctional family)
0-3 = keluarga tidak fungsional (Severely dysfunctional family)
Kesimpulan: Keluarga pasien tergolong dalam keluarga dengan fungsi keluarga baik

10


6. SCREEM Keluarga (Family SCREEM)
Tabel 6.Family SCREEM

Aspek SCREEM Sumber Daya Patologis

-Hubungan pasien dengan


anggota keluarga terjalin
Social baik.
-Pasien bersosialisasi dengan
tetangga

- Pasien tidak menganut


mitos terkait kesehatan.
Cultural
- Pasien menghormati
kebudayaan yang ada di
lingkungannya.

- Pasien sholat 5 waktu, tiap


subuh maghrib dan isya
pasien sholat berjamaah di
Religious
masjid
- Pasien menghargai tetangga
yang beragama lain.

Pasien tidak bermasalah - Pasien tamatan SD


dalam menyelesaikan
Educational - Pengetahuan pasien
masalah yang muncul selama
terhadap penyakitnya
kehidupan berkeluarga.
kurang.

Pendapatan pasien per bulan


Economic dari gaji pensiunan sebesar
Rp 1.050.000

- Pasien memiliki jaminan


kesehatan yang dapat
mengcover biaya setiap kali
Medical
berobat.
- Akses ke pelayanan
kesehatan mudah.

11


7. Perjalanan Hidup Keluarga (Family Life Line)

Tabel7.Family Life Line


Tahun Usia Life Events/Crisis Severity of Illness
(Tahun)
2011 59 Terdiagnosis HT
2013 61 Diminta atasan untuk
meninggalkan rumah dinas
Vertigo Central
2016 64 Tidak patuh minum obat
Tensi mencapai 170/90

12


F. RUMAH DAN LINGKUNGAN SEKITAR
Kondisi Rumah
Pasien saat ini tinggal di rumah miliknya yang berukuran 7m x 10m bersama 2 anggota
keluarga lain. Rumah pasien terdiri dari 1 ruang tamu yang juga sebagai ruang keluarga, 2
kamar tidur, 1 dapur, ruang makan, 1 kamar mandi. Samping kiri dan samping kanan
berbatasan dengan rumah tetangganya yang menempel tanpa jarak. Dinding rumah pasien
terbuat dari batu bata dan batako, bersemen dan dicat. Lantai rumah berkeramik. Atap
langit-langit rumah terdapat interknit dan beratap genteng. Pencahayaan rumah baik karena
di setiap ruangan diberi atap transparan di sela-sela genteng. Ventilasi ada di setiap
ruangan dan terletak diatas jendela. Sumber air bersih untuk air minum, memasak, mandi,
dan mencuci berasal dari air PAM. Terdapat jamban jongkok di dalam kamar mandi dan
air di kamar mandi ditampung di dalam bak mandi. Pasien menguras bak mandi setiap 1
minggu sekali. Limbah kamar mandi dan dapur dialirkan ke dalam saluran menuju selokan
bagian belakang rumah. Terdapat tempat pembuangan sampah di dapur.

Lingkungan Sekitar Rumah


Rumah pasien terletak di lingkungan padat penduduk yang batas dinding antar rumah
saling menempel. Halaman depan pasien sekitar 4 meter, berhadapan langsung dengan
rumah warga yang lain. Jalanan di rumah pasien hanya cukup dilewati 1 mobil. Setiap
harinya sampah rumah tangga dikumpulkan dan akan diambil oleh petugas sampah.
Terdapat selokan kecil di belakang rumah pasien yang berbatasan langsung dengan jalan
gang.

13


Denah Rumah

4m

RT

RM
K Mm

D
WC B

Keterangan:

RT : Ruang tamu
RM : Ruang makan
K1 : Kamar tidur
D : Dapur
WC : Kamar mandi
G : Gudang
C : Ruang terbuka untuk mencuci
B : Ruang terbuka
: Jendela

14


G. INDIKATOR PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS)
Tabel 9.Indikator Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

No. Indikator PHBS Jawaban

1 Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan


2 Pemberian ASI eksklusif pada bayi usia 0 6 bulan
3 Menimbang berat badan balita setiap bulan
4 Menggunakan air bersih yang memenuhi syarat kesehatan Ya
5 Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun Ya
6 Menggunakan jamban sehat Ya
Melakukan pemberantasan sarang nyamuk di rumah dan
7 Tidak
lingkungannya sekali seminggu
8 Mengkonsumsi sayuran dan atau buah setiap hari Ya
9 Melakukan aktivitas fisik atau olahraga Ya
10 Tidak Merokok Ya
Kesimpulan: Rumah tangga tidak ber-PHBS

H. DIAGNOSIS HOLISTIK
1. Diagnosis Klinis
Hipertensi On Therapy
Frozen Shoulder Sinistra

2. Diagnosis Banding
Myalgia
Rupture Tendon Rotator Cuff
Tendinitis Supraspinatus

3. Diagnosis Holistik
Frozen Shoulder Sinistra dengan Hipertensi On Therapy pada Ny. Djimah usia 64 tahun
dengan status gizi kurang, status ekonomi sedang, kekhawatiran dan pengetahuan yang
kurang terhadap penyakitnya pada rumah tangga fungsional dan ber-PHBS.

15


I. PENATALAKSANAAN DAN TERAPI
1. Captopril 12,5mg perhari, evaluasi setelah 2 minggu
2. Natrium diklofenak 50mg jika nyeri bahu terasa mengganggu
3. Cek kadar hemoglobin, profil lipid dan ureum kreatinin
4. Rontgen thorax dan EKG

J. PENGELOLAAN KOMPREHENSIF
1. Upaya Promotif
Memberikan edukasi pada pasien dan keluarganya tentang:
Gambaran bahwa Hipertensi tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikendalikan, dan
hal ini tergantung dari perilaku kesehatan pasien sendiri.
Penyakit Hipertensi meliputi penyebab, faktor risiko, komplikasi, dan pengelolaan.
Penyakit frozen shoulder dan pengelolaannya.
Pentingnya modifikasi gaya hidup dalam pengelolaan Hipertensi, kepatuhan minum
obat, dan kontrol rutin.
Pentingnya dukungan keluarga dalam pengelolaan penyakit pasien.

2. Upaya Preventif
Memberi tahu pasien untuk membatasi konsumsi gorengan dan mengurangi
penggunaan garam atau penyedap. Pada tahap awal mengubah pola makan, himbau
pasien untuk tidak ngemil gorengan namun menjadikan gorengan sebagai lauk makan
selain mewajibkan konsumsi sayur. Jika kebiasaan ini bertahan, maka perlahan
konsumsi gorengan sebagai lauk dapat dikurangi intensitasnya dalam sehari.
Modifikasi gaya hidup dapat dilakukan dengan membatasi asupan garam termasuk
penyedap tidak lebih dari - sendok the perhari. Makanan yang dapat harus
dihindari atau dibatasi oleh penderita hipertensi adalah:
1. Makanan yang berkadar lemak jenuh tinggi (otak, paru, minyak kelapa, gajih,
jeroan)
2. Makan yang diolah menggunakan garam natrium (biscuit, crackers, keripik
dan makanan kering yang asin)
3. Makanan dan minuman dalam kaleng (sarden, sosis, korned, sayuran serta
buah-buahan dalam kaleng, soft drink)

16


4. Makanan yang diawetkan (dendeng, asinan buah/sayur, abon ikan asin,
pindang, udang kering, telur asin)
5. Susu full cream, mentega, keju mayonnaise, serta sumber protein hewani yang
tinggi kolesterol seperti daging merah (sapi/kambing), kuning telur, kulit
ayam
6. Bumbu-bumbu seperti kecap, penyedap, saus tomat, terasi, atau bumbu-
bumbu lainnya yang mengandung garam natrium
Melakukan olah raga seperti jalan cepat secara teratur 3-4 kali/minggu selama 30-45
menit.
Istirahat cukup minimal 6-8 jam/hari.
Melakukan manajeman stress yang baik.
Konsultasi dengan ahli gizi untuk pengelolan makanan terkait Hipertensi dan status
gizi pasien yang kurang.
Melakukan konseling CEA (Catharsis-Education-Action) pada pasien untuk
mengatasi kekhawatiran pasien akan penyakitnya yang dapat memburuk.
Minum obat secara teratur sesuai anjuran dokter.
Melakukan kontrol rutin ke dokter tiap 1 bulan sekali.
Monitoring tekanan darah setiap kali kontrol ke Puskesmas.
Monitoring profil lipid tiap 3 bulan sekali.
Skrining anggota keluarga untuk penyakit DM dan Hipertensi.

7. Upaya Kuratif
a. Pengobatan Hipertensi on Therapy II dengan Amlodipine 5mg 1x1 tablet diminum
pagi hari
b. Pengobatan simptomatis nyeri dengan natrium diklofenak 50mg 1x1 tablet.

17


8. Upaya Rehabilitatif
Mengajarkan latihan rehabilitasi medik sederhana untuk keluhan nyeri bahu kiri pasien
dengan cara finger ladder. Penderita berdiri menghadap dinding dengan ujung jari-jari
tangan sisi yang terkena menyentuh dinding. Lengan bergerak keatas dengan
menggerakkan jari-jari tersebut (untuk fleksi bahu). Untuk gerakan abduksi dikerjakan
dengan samping badan menghadap dinding.

gambar: Finger Ladder

9. Upaya Paliatif
Pasien belum memerlukan terapi paliatif.

18


BAB II
ANALISIS KASUS

Diagnosis klinis pada pasien ini adalah Hipertensi on therapy dan frozen shoulder.
Diagnosis tersebut didapatkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Berdasarkan
anamnesis pasien mengetahui menderita Hipertensi sejak 6 tahun yang lalu. Pasien rutin
kontrol di Puskesmas setiap 1 bulan sekali namun belum pernah kontrol di RS.
Pasien mengetahui bahwa pasien menderita hipertensi namun pasien tidak paham
mengenai penyakitnya. Setahu pasien hanyalah pasien harus rutin minum obat agar sembuh.
Jika pemahaman ini terus dibiarkan maka pada saatnya nanti pasien akan mengalami fase
dimana pasien jenuh minum obat karena tidak kunjung sembuh. Akibatnya pasien menjadi
malas untuk minum obat dan menyebabkan tensi tidak terkontrol. Hal ini menjadi perhatian
besar karena seharusnya pasien paham betul tentang penyakit yang dideritanya, apalagi
penyakitnya bersifat kronis. Pengetahuan yang kurang tentang penyakitnya ini jelas
menghambat pengelolaan pasien, sehingga dibutuhkan intervensi dengan konseling CEA.
Peran dokter layanan primer sangat penting dalam kasus ini untuk mengoptimalkan
pengelolaan komprehensif pasien dan meminimalkan risiko pasien terkena berbagai
komplikasi lainnya yang jauh lebih buruk lagi.
Semenjak terdiagnosis Hipertensi selama kurang lebih 6 tahun, pasien rutin minum
obat yang diberikan oleh dokter. Namun, pasien tidak sepenuhnya menerapkan pola diet
Hipertensi. Pasien masih suka makan gorengan dan memasak menggunakan bumbu penyedap,
sehingga dibutuhkan konseling 5A untuk mengubah gaya hidupnya.
Diagnosis Frozen Shoulder sesuai dengan kepustakaan yang menyebutkan bahwa
telah terjadi keterbatasan pada lingkup gerak sendi bahu, sulit untuk melakukan aktivitas
sehari-hari seperti biasa seperti mengkancingkan baju. Kemudian pada pemeriksaan ditemukan
apley test positif pada bahu kiri. Diagnosis banding penyakit ini adalah robeknya otot rotator
cuff. Manifestasi klinis pada kasus tersebut hampir sama dengan frozen shoulder. Diagnosis
banding ini dapat disingkirkan karena pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya drop
arm test. Diagnosa banding lainnya tendinitis supraspinatus. Hal tersebut menyerupai pada
pasien yaitu spasme serta nyeri tekan pada musculus supraspinatus. Akan tetapi hal tersebut
dapat disingkirkan karena pada tendinitis supraspinatus ROM masih bisa bebas digerakkan.
Pasien mendapatkan terapi farmakologi yaitu menggunakan kombinasi obat
antihipertensi dan obat analgetik. Amlodipine adalah obat antihipertensi dan antiangina
yang tergolong dalam obat antagonis kalsium golongan dihidropiridin (antagonis ion
19


kalsium). Amlodipien bekerja dengan menghambat influks (masuknya) ion kalsium
melalui membran ke dalam otot polos vaskular dan otot jantung sehingga
mempengaruhi kontraksi otot polos vaskular dan otot jantung di mana sebagian besar
mempunyai efek pada sel otot polos vaskular dibandingkan sel otot jantung. Efek
antihipertensi amlodipine adalah dengan bekerja langsung sebagai vasodilator arteri
perifer yang dapat menyebabkan penurunan resistensi vaskular serta penurunan
tekanan darah. Dosis satu kali sehari akan menghasilkan penurunan tekanan darah
yang berlangsung selama 24 jam. Onset kerja amlodipine adalah perlahan-lahan,
sehingga tidak menyebabkan terjadinya hipotensi akut.
Paracetamol atau acetaminophen adalah obat yang mempunyai efek
mengurangi nyeri (analgesik) dan menurunkan demam (antipiretik). Parasetamol
mengurangi nyeri dengan cara menghambat impuls/rangsang nyeri di perifer.
Paracetamol (parasetamol) sering digunakan untuk mengobati berbagai penyakit
seperti sakit kepala, nyeri otot, radang sendi, sakit gigi, flu dan demam. Parasetamol
mempunyai efek mengurangi nyeri pada radang sendi (arthritis) tapi tidak mempunyai
efek mengobati penyebab peradangan dan pembengkakan sendi.
Dari perangkat penilaian keluarga Family APGAR, keluarga pasien merupakan
keluarga dengan fungsi keluarga baik. Hal tersebut menjadi salah satu hal positif dalam
pengelolaan pasien berkaitan dengan adanya dukungan keluarga. Menurut beberapa penelitian
yang telah dilakukan, adanya dukungan keluarga dapat meningkatkan kualitas hidup dan
mengurangi tingkat depresi pada pasien dengan penyakit kronis.
Dari segi kondisi rumahnya, rumah pasien termasuk dalam rumah sehat. Ventilasi
cukup, pencahayaan cukup dan sanitasi baik. Sumber air berasal dari PAM. Meskipun jarak
antar rumah tetangga berhimpitan tembok namun lingkungan sekitar tempat tinggal pasien
bersih. Kondisi rumah dan lingkungan pasien perlu diperhatikan karena lingkungan rumah
yang sehat akan membentuk jiwa dan raga yang sehat pula.

20


BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. HIPERTENSI
Penatalaksanaan Hipertensi
Penatalaksanaan hipertensi terdiri dari modifikasi gaya hidup dan terapi farmakologi
(Permenkes No. 5 Tahun 2014).
a. Gaya Hidup
Berdasarkan DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension), perencanaan diet
yang dilakukan berupa makanan yang tinggi kalium dan kalsium, rendah natrium, dan
mengurangi konsumsi alkohol. Modifikasi gaya hidup dapat menurunkan tekanan darah,
mempertinggi khasiat obat antihipertensi, dan menurunkan resiko penyakit
kardiovaskuler.
Pola diet DASH merupakan pola diet yang menekankan pada konsumsi bahan
makanan rendah natrium (<2300 mg/hari), tinggi kalium (4700 mg/hari), magnesium
(>420 mg/hari), kalsium(>1000 mg/hari), dan serat (25 30 g/hari) serta rendah asam
lemak jenuh dan kolesterol (<200 mg/hari) yang banyak terdapat pada buah - buahan,
kacang-kacangan, sayuran, ikan, daging tanpa lemak, susu rendah lemak, dan bahan
makanan dengan total lemak dan lemak jenuh yang rendah. Bahan makanan yang terdapat
dalam pola diet DASH merupakan bahan makanan segar dan alami tanpa melalui proses
pengolahan industri terlebih dahulu sehingga memilki kadar natrium yang relatif rendah.
JNC (Joint National Committee on Prevention,Detection, Evaluation, andTreatment of
High Blood Pressure) VII tahun 2003 telah mengesahkan pola diet DASH sebagai salah
satu upaya dalam mencegah peningkatan tekanan darah pada subjek hipertensi. 16 Pola
diet DASH yang terdiri dari konsumsi bahan makanan diatas terbukti secara klinis
menurunkan tekanan darah secara signifikan dengan atau tanpa pengurangan asupan
natrium.13,14 Bahan makanan yang terdapat dalam pola diet DASH adalah produk
serealia dan biji-bijian sebanyak 7- penukar per hari, sayuran sebanyak 4-5 penukar per
hari, buah-buahan 4-5 penukar per hari, produk susu rendah atau tanpa lemak 2-3 penukar
per hari, ikan, daging ebih dari 2 penukar per hari, kacang-kacangan 4-5 penukar per
minggu, minyak 2-3 penukar dalam sehari dan pemanis 5 penukar per minggu.

21


Tabel 14. Modifikasi Gaya Hidup dalam Penanganan Hipertensi

Perkiraan Penurunan
Modifikasi Rekomendasi Tekanan Darah Sistolik
(Skala)
Menurunkan Memelihara berat badan normal 5-20 mmHg/10 kg
berat badan (Indeks Massa Tubuh 18.524.9 kg/m2). penurunan BB
Melakukan pola diet Mengkonsumsi makanan yang kaya 8 14 mmHg
berdasarkan DASH dengan buah-buahan, sayuran, produk
makanan yang rendah lemak, dengan
kadar lemak total dan saturasi yang
rendah.
Diet rendah natrium Menurunkan intake garam sebesar 2-8 2-8 mmHg
mmHg tidak lebih dari 100 mmol per-
hari (2.4 gr Natrium atau 6 gr garam).
Olahraga Melakukan kegiatan aerobik fisik secara 4 9 mmHg
teratur, seperti jalan cepat (paling tidak
30 menit per-hari, setiap hari dalam
seminggu).
Membatasi Membatasi konsumsi alkohol tidak 3- 4 mmHg
penggunaan alcohol lebih dari 2 gelas ( 1 oz atau 30 ml
ethanol; misalnya 24 oz bir, 10 oz
anggur, atau 3 0z 80 whiski) per-hari
pada sebagian besar laki-laki dan tidak
lebih dari 1 gelas per-hari pada wanita
dan laki-laki yang lebih kurus.

22


b. Farmakologi
Berdasarkan ESH-ESC (2013) obat-obat antihipertensi antara lain:
1) Diuretik
Khasiat antihipertensi diuretik adalah berawal dari efeknya meningkatkan ekskresi
natrium, klorida, dan air, sehingga mengurangi volume plasma dan cairan ekstrasel.
Tekanan darah turun akibat berkurangnya curah jantung, sedangkan resistensi perifer
tidak berubah pada awal terapi. Kemungkinan lain adalah berkurangnya volume
cairan interstisial berakibat berkurangnya kekakuan dinding pembuluh darah dan
bertambahnya daya lentur (compliance) vaskular.
Diuretik tiazid: Menghambat reabsorpsi natrium dan klorida pada pars asendens
ansa henle tebal, yang menyebabkan diuresis ringan. Suplemen kalium mungkin
diperlukan karena efeknya yang boros kalium.
Loop diuretic: Lebih poten dibanding tiazid dan harus digunakan dengan hati-hati
untuk menghindari dehidrasi. Obat-obat ini dapat mengakibatkan hipokalemia,
sehingga kadar kalium harus dipantau ketat.
Diuretic Hemat Kalium: Meningkatkan ekskresi natrium dan air sambil menahan
kalium. Obat-obat ini dipasarkan dalam gabungan dengan diuretic boros kalium
untuk memperkecil ketidakseimbangan kalium.
Diuretik Osmotik: Menarik air ke urin, tanpa mengganggu sekresi atau absorpsi
ion dalam ginjal.
2) ACE inhibitor (ACE-i)
Akibat penghambatan ACE secara kompetitif kadar angiotensin II baik lokal maupun
dalam sirkulasi menurun. Hormon-hormon simpatis seperti noradrenalin dan
adrenalin juga menurun. Efek golongan obat ACE inhibitors adalah vasodilatasi,
terutama arteri perifer. Vasodilatasi juga terjadi pada arteri koroner.Pada pasien gagal
jantung, ACE inhibitors juga menyebabkan dilatasi vena. Vasodilatasi terjadi karena
meningkatnya kadar agen-agen vasodilator seperti bradikinin, prostgalndin dan nitrit
oksida, dan karena berkurangnya vasokonstriktor seperti angiotensin II, noradrenalin,
adrenalin dan vasopresin. Sebagai akibat vasodilatasi tekanan darah sistemik turun,
beban afterload jantung berkurang, aliran darah ke organ-organ penting seperti
jantung dan ginjal meningkat.
3) Antagonis Kalsium (CCA)
Bekerja pada otot jantung dan otot polos vascular, berperan dalam peristiwa kontraksi
jantung. Meningkatnya kadar kalsium dalam sitosola kan meningkatkan kontraksi.
Masuknya kalsium dari ekstrasel ke intrasel dipacu oleh perbedaan kadar kalsium,
23


dengan perbanding kadar kalsium ekstrasel 10.000 kali lebih banyak dibanding
intrasel saat diastole.Dengan pemberian CCA, kanal kalsium akan dihambat, dan
menyebabkan vasodilatasi coroner dan perifer; penurunan kontraktilitas jantung; serta
penurunan automatisasi serta kecepatan konduksi pada SA dan AV node.
4) Angiotensin Receptor Blocker (ARB)
Bekerja dengan cara menurunkan tekanan darah melalui sistem renin-angiotensin-
aldosteron. ARB mampu menghambat angiotensin II berikatan dengan reseptornya,
sehingga secara langsung akan menyebabkan vasodilatasi, penurunan produksi
vasopresin, dan mengurangi sekresi aldosteron.
5) eta Blocker (BB)
BB akan menurunkan kebutuhan oksigen jantung dencan cara menurunkan frekuensi
denyut jantung, kontraktilitas dan tekanan darah. Suplai oksigen meningkat karena
penurunan frekuensi denyut jantung sehingga perfusi koroner membaik saat diastole.

Terdapat beberapa rekomendasi terapi berdasarkan guideline JNC 8 tahun 2014.


v Rekomendasi 1:
a. Pada populasi umum usia 60 tahun atau lebih, mulai terapi farmakologi saat
tekanan darah sistolik (systolic bloodpressure/SBP) 150mmHg atau lebih ATAU
tekanan darah diastolik (diastolic blood pressure /DBP) 90mmHg atau lebih.
Tujuan: SBP kurang dari 150mmHg dan DBP kurang dari 90mmHgStrong
Recommendation Grade A
b. Pada populasi umum usia 60 tahun atau lebih, jika terapi farmakologi tekanan
darah tinggi menghasilkan hasil yang lebih rendah dibandingkan tujuan terapi,
contohnya <140mmHg, dan terapi tidak berhubungan dengan efek merugikan
pada kesehatan atau kualitas hidup, maka terapi tidak perlu disesuaikanExpert
Opinion Grade E
v Rekomendasi 2:
a. Pada populasi umum usia kurang dari 60 tahun, mulai terapi farmakologi saat
tekanan darah diastolik (diastolic blood pressure /DBP) 90mmHg atau lebih.
Tujuan: DBP kurang dari 90mmHg
b. *Untuk usia 30 sampai 59 tahunStrong Recommendation Grade A
*Untuk usia 19 sampai 29 tahunExpert Opinion Grade E

24


v Rekomendasi 3:
Pada populasi umum usia kurang dari 60 tahun, mulai terapi farmakologi saat tekanan
darah sistolik (systolic bloodpressure/SBP) 140mmHg atau lebih. Tujuan: SBP
kurang dari 140mmHgExpert Opinion Grade E
v Rekomendasi 4:
Pada populasi umum usia 18 tahun atau lebih dengan CKD, mulai terapi farmakologi
saat SBP 140mmHg atau lebih ATAU DBP 90mmHg atau lebih. Tujuan: SBP
kurang dari 140mm Hg dan DBP kurang dari 90mmHgExpert Opinion Grade E
v Rekomendasi 5:
Pada populasi umum usia 18 tahun atau lebih dengan diabetes, mulai terapi
farmakologi saat SBP 140mmHg atau lebih ATAU DBP 90mmHg atau lebih.
Tujuan: SBP kurang dari 140mm Hg dan DBP kurangdari 90mmHgExpert Opinion
Grade E

Rekomendasi 6,7, dan 8 mengenai pemilihan obat antihipertensi


v Rekomendasi 6:
Pada populasi umum tidak hitam (maksudnya bukan ras negroid/berkulit hitam),
termasuk penderita diabetes, terapi antihipertensi harus dimulai dengan menyertakan
obat di bawah ini:
Thiazide-type diuretic
Calcium channel blocker (CCB)
Angiotensin-converting enzyme inhibitor (ACEI) atau
Angiotensin receptor blocker (ARB).
v Rekomendasi 7:
Pada populasi umum berkulit hitam (maksudnya ras negroid/berkulit hitam),
termasuk penderita diabetes, terapi antihipertensi harus dimulai dengan menyertakan
obat di bawah ini:
Thiazide-type diuretic , CCB.
v Rekomendasi 8:
Pada populasi berumur 18 tahun atau lebih dengan CKD dan hipertensi, terapi
antihipertensi harus dimulai dengan menyertakan ACEI atau ARB untuk
meningkatkan kerja ginjal.Hal ini dilakukan terhadap semua pasien CKD dengan
hipertensi tanpa memperhatikan ras atau status diabetes.
v Rekomendasi 9:

25


a. Tujuan utama terapi hipertensi adalah untuk mencapai dan mempertahankan
tekanan darah sesuai target tujuan. Jika target tekanan darah yang dituju tidak
tercapai:
Naikkan dosis obat sebelumnya ATAU
Tambahkan obat kedua dari salah golongan obat yang disebutkan di
rekomendasi 6 (thiazide-type diuretic, CCB, ACEI, atau ARB)
b. Klinisi harus terus menilai tekanan darah dan menyesuaikan regimen terapi hingga
target tujuan tekanan darah tercapai.
c. Jika target tekanan darah tidak dapat dicapai dengan 2 obat:
Tambahkan obat ke-3 dari rekomendasi 6
Jangan gunakan ACEI dan ARB bersamaan untuk satu pasien
Jika target tekanan darah tidak tercapai dengan menggunakan
golongan obat pada rekomendasi 6 karena merupakan kontraindkasi
atau memerlukan lebih dari 3 obat untuk mencapai target golongan
darah, maka obat antihipertensi dari golongan lain dapat digunakan.
d. Pasien yang tidak dapat mencapai target tekanan darah menggunakan
strategi di atas, ATAU pasien dengan komplikasi yang memerlukan
konsultasi klinis, maka dapat dipertimbangkan untuk dirujuk.

26


Tabel 15. Beberapa Jenis Anti Hipertensi Oral

B. Frozen Shoulder

a. Etiologi

Frozen shoulder dapat terjadi akibat suatu proses idiopatic atau akibat kondisi
yang menyebabkan sendi tidak dapat digunakan. Idiopatic frozen shoulder sering
terjadi pada dekade ke empat atau ke enam.10
Rotator cuff tendinopati, bursitis subacromial akut, patah tulang sekitar
collum dan caput humeri, stroke paralitic adalah factor predisposisi yang sering
menyebabkan terjadinya frozen shoulder. Penyebab tersering adalah rotator cuff
tendinopati dengan sekitan 10% dari pasien degan kelainan ini akan mengalamai
frozen shoulder. Pasien dengan diabetes mellitus dan pasien yang tidak menjalani

27


fisioterapi juga memiliki resiko tinggi. Penggunaan sling terlalu lama juga dapat
menyebabkan frozen shoulder.
Frozen shoulder dapat terjadi setelah imobilisasi yang lama akibat trauma
atau operasi pada sendi tersebut. Biasanya hanya satu bahu yang terkena, akan
tetapi pada sepertiga kasus pergerkannya yang terbatas dapat terjadi pada kedua
lengan.

Adapun beberapa teori yang dikemukakan AAOS tahun 2007 mengenai


frozen shoulder, teori tersebut adalah :4

1. Teori hormonal.
Pada umumnya Capsulitis adhesive terjadi 60% pada wanita bersamaan dengan
datangnya menopause.

2. Teori genetik.
Beberapa studi mempunyai komponen genetik dari Capsulitis adhesive, contohnya
ada beberapa kasus dimana kembar identik pasti menderita pada saat yang sama.

3. Teori auto immuno.


Diduga penyakit ini merupakan respon auto immuno terhadap hasil-hasil rusaknya
jaringan lokal.

4. Teori postur.
Banyak studi yang belum diyakini bahwa berdiri lama dan postur tegap
menyebabkan pemendekan pada salah atu ligamen bahu.

b. Penatalaksanaan

Medikamentosa
Penatalaksanaan dari frozen shoulder berfokus pada mengembalikan
pergerakan sendi dan mengurangi nyeri pada bahu. Biasanya pengobatan
diawali dengan pemberian NSAID dan pemberian panas pada lokasi nyeri,
dilanjutkan dengan latihan-latihan gerakan. Pada beberpa kasus dilakukan
TENS untuk mengurangi nyeri.
Langkah selanjutnya biasanya melibatkan satu atau serangkaian
suntikan steroid (sampai enam) seperti Methylprednisolone. Pengobatan ini
dapat perlu dilakukan dalam beberapa bulan. Injeksi biasanya diberikan

28


dengan bantuan radiologis, bisa dengan fluoroskopi, USG, atau CT.
Bantuan radiologis digunakan untuk memastikan jarum masuk dengan tepat
pada sendi bahu. Kortison injeksikan pada sendi untuk menekan inflamasi
yang terjadi pada kondisi ini. Kapsul bahu juga dapat diregangkan dengan
salin normal, kadang hingga terjadi rupture pada kapsul untuk mengurangi
nyeri dan hilangnya gerak karena kontraksi. Tindakan ini disebut
hidrodilatasi, akan tetapi terdapat beberapa penelitian yang meragukan
kegunaan terapi tersebut. Apabila terapi-terapi ini tidak berhasil seorang
dokter dapat merekomendasikan manipulasi dari bahu dibawah anestesi
umum untuk melepaskan perlengketan. Operasi dilakukan pada kasus yang
cukup parah dan sudah lama terjadi. Biasanya operasi yang dilakukan
berupa arthroskopi.5,10

Penanganan Rehabilitasi Medik


Latihan finger ladder
Finger ladder adalah alat bantu yang dapat memberikan bantuan secara
obyektif sehingga penderita mempunyai motivasi yang kuat untuk
melakukan latihan lingkup gerak sendi dengan penuh. Perlu diperhatikan
agar penderita berlatih dengan posisi yang benar, jangan sampai penderita
memiringkan tubuhnya, berjinjit maupun melakukan elevasi kepala.
Gerakan yang dapat dilakukan adalah fleksi dan abduksi. Penderita berdiri
menghadap dinding dengan ujung jari-jari tangan sisi yang terkena
menyentuh dinding. Lengan bergerak keatas dengan menggerakkan jari-jari
tersebut (untuk fleksi bahu). Untuk gerakan abduksi dikerjakan dengan
samping badan menghadap dinding.

29


DAFTAR PUSTAKA

Bill,K., Twiggs,J., Bonie. 2015.Hypertension: The Silent Killer: Updated JNC-8 Guideline
Recomendation. Continuing Educational. Alabama Pharmacy Asociation.

ESH-ESC. 2013. ESH/ESC Guideline for The Management of Arterial Hypertension. Journal of
Hypertension.

PERMENKES RI. 2014. Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomer 5 Tahun 2014
tentang Panduan Praktis Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Yogiantoro. 2009. Hipertensi Esensial. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta: Internal
Pablishing.hal.1086.

Keith, Strange. 2010. Passive Range of Motion and Codmans Exercise. American
Academy of Orthopedics Surgeons

30

Anda mungkin juga menyukai