Anda di halaman 1dari 10

I.

Rangkuman Kasus
Pasien laki-laki berusia 36 tahun datang ke poli mata untuk kontrol mata
kiri pasien terdapat putih-putih yang dikeluhkan pasien sejak 2 minggu yang
lalu. Hari pasien kontrol (5 September 2017) pasien menyatakan tidak ada
keluhan.
Sudah sejak bulan November 2016 pasien menderita keratitis e.c jamur
pada mata kanan. Awal pasien berobat pasien mengeluh penglihatannya kabur,
merah dan terasa perih. Pasien mendapat terapi c. natacen/2 jam, c. lfx 6x/hari,
dan ketokonazole 2x100 mg.
Januari 2017 pasien menderita keratitis pada kedua matanya dengan px
visus ODS 3/60. Bulan April 2017 pasien datang ke poli mata dengan keluhan
mata kiri terasa gatal yang sudah dialami pasien 1 minggu. Terdapat defek
anular pada mata kiri pasien VOS 6/7.5, dokter mendiagnosis OD Nebula.
Pasien mendapat terapi c. lfx 6x OS, c. tobroson 6x OS dan vitamin C 1x100
iu.

Pemeriksaan fisik (5 September 2017):


Keadaan umum : Baik, tampak sakit ringan
Kesadaran : Komposmentis
Tekanan darah : 118/72 mmHg
Nadi : 78 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,5o C
Berat badan : 64 kg

Pemeriksaan Oftalmologi :

Oculus Dexter Oculus Sinister


6/6 Visus 6/7,5
Tidak dilakukan Koreksi Tidak dilakukan
Gerak bebas Parase/paralyse Gerak bebas
Tidak ada kelainan supercilia Tidak ada kelainan
Edema (-), spasme (-) palpebra superior Edema (-), spasme (-)
Edema (-), spasme (-) palpebra inferior Edema (-), spasme (-)
Kemosis (-), injeksi (-), sekret (-) conjungtiva palpebralis Kemosis (-), injeksi (-), sekret (-)
Kemosis (-), injeksi (-), conjungtiva fornices Kemosis (-), injeksi (-), secret (-)
sekret (-)
Kemosis (-), sekret (-), injeksi conjungtiva bulbi Kemosis (-), sekret (-), injeksi
konjungtiva(-), injeksi silier (-) konjungtiva (-), injkesi silier (-)
Tidak ada kelainan Sclera Tidak ada kelainan
Defek anular (+) Cornea Defek anular (+), leukoma (+)
Kedalaman cukup,TE (-) camera oculi anterior Kedalaman cukup, TE (-)
Kripte (+),sinekia (-) Iris Kripte (+),sinekia (-)
Bulat, sentral, regular, Pupil Bulat, sentral, regular,
3 mm 3 mm
Jernih Lensa Jernih

Diagnosis: ODS Keratitis


Os Ulkus Kornea dengan Leukoma
Terapi : c.lfx 6x1 ODS
Natacen 6x1 ODS

II. Masalah yang Dikaji


Bagaimanakah cara mendiagnosis kelainan kornea?
Bagaimanakah patogenesis Keratitis sehingga menyebabkan leukoma?
Apakah terapi Keratitis?

III.Analisis Masalah
Secara sederhana, keratitis didefinisikan sebagai peradangan / inflamasi pada
kornea mata (bahasa Yunani: kerat = tanduk). Proses inflamasi tersebut umumnya
ditandai dengan adanya edema kornea, infiltrasi seluler, serta kongesti silier.
Untuk dapat memperoleh gambaran yang komperehensif mengenai proses
patologi yang terjadi pada kornea, diperlukan data yang dapat diperoleh melalui
pemeriksaan berikut:
Anamnesis (Gejala)
Melalui anamnesis, dikumpulkan data mengenai riwayat trauma, mengingat
keberadaan benda asing dan abrasi merupakan penyebab yang cukup sering pada
penyakit kornea. Di samping itu, ditanyakan pula mengenai riwayat penyakit
kornea sebelumnya, misalnya pada keratitis akibat infeksi herpes simpleks.
Riwayat imunodefisiensi maupun penggunaan obat obatan topikal, terutama
kortikosteroid, juga penting untuk ditanyakan karena dapat menjadi faktor
predisposisi bagi pertumbuhan bakteri, jamur, maupun virus.
Karena kornea memegang peranan sebagai salah satu media refraksi, adanya lesi
kornea umumnya menurunkan ketajaman penglihatan, terutama untuk lesi yang
berada di bagian tengah kornea, sehingga pandangan menjadi buram seringkali
menjadi salah satu keluhan yang muncul.
Pada kornea, terdapat serabut saraf yang dapat menghantarkan nyeri. Oleh
karenanya, setiap lesi pada kornea umumnya akan menimbulkan nyeri maupun
fotofobia. Rasa nyeri akan bertambah buruk dengan adanya pergerakan dari
kelopak mata. Fotofobia pada penyakit kornea muncul sebagai akibat dari rasa
nyeri pada kontraksi iris yang mengalami inflamasi. Dapat pula ditemukan adanya
dilatasi pembuluh darah iris sebagai respons terhadap iritasi pada ujung saraf
korneal.
Gambaran keluhan sebagaimana disebutkan di atas dapat saja tidak ditemukan
pada kasus tertentu, misalnya fotofobia pada kasus keratitis herpetikus sebagai
akibat dari hipestesia yang menjadi salah satu bagian dari perjalanan penyakitnya.

Pemeriksaan Kornea (Tanda)


Hal yang harus dievaluasi dari kornea adalah transparansi (adanya opasitas stroma
dan epitelium menunjukkan scarring atau infiltrasi) dan luster pada permukaan
(absensi menunjukkan defek epitel atau lesi kornea superfisial).
Pemeriksaan kornea hendaknya dilakukan dalam pencahayaan yang memadai,
dapat pula dilakukan setelah pemberian agen anestetik lokal. Umumnya, seorang
oftalmologis akan menggunakan slit lamp dalam pemeriksaan.
Adapun pulasan dengan satu tetes larutan fluorescein atau rose bengal 1%, dengan
sifatnya yang umumnya tidak diabsorbsi oleh epitelium, dapat memperjelas
gambaran lesi epitel superfisial yang sulit terlihat pada pemeriksaan biasa, mulai
dari keratitis pungtata superfisial hingga erosi kornea. Pencahayaan dengan cobalt
blue filter akan mempertegas efek floresensi.
Topografi permukaan kornea secara kasar dapat dievaluasi menggunakan
keratoskop / Placidos disk. Akan tetapi, hasil yang lebih akurat dapat diperoleh
melalui pemeriksaan topografi kornea yang terkomputerisasi (videokeratoskopi).
Sensitivitas kornea secara sederhana dapat dinilai dengan cotton swab. Dalam hal
ini, secara kasar dinilai adanya infeksi viral atau neuropati fasialis atau
trigeminalis. Densitas epitelium kornea secara kasar dapat dinilai menggunakan
slit lamp atau teknik mikroskop spekular untuk keperluan kuantifikasi. Ukuran
kornea dapat diukur menggunakan penggaris sederhana atau keratometer Wessely.

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada penyakit kornea ditujukan untuk dapat
mengidentifikasi organisme penyebab dan memberikan terapi yang sesuai
terutama pada ulserasi supuratif. Spesimen dapat diambil dari kerokan kornea
yang kemudian diberikan pewarnaan gram ataupun giemsa. Selain kerokan
kornea, spesimen juga dapat diambil dari kontaks lens pasien ataupun larutan
kontak lens tersebut.
Pemeriksaan dengan PCR dapat dilakukan untuk dapat mengidentifikasi virus,
acanthamoeba dan jamur dengan cepat. Pemeriksaan melalui kultur, biasanya
dilakukan pada semua kasus infeksi bakteri dan fungi pada kunjungan pertama.
Kultur acanthamoeba atau virus dapat dikerjakan bergantung pada gambaran
klinis dan tidak adanya respon terapi infeksi bakteri.

Diagnosis Morfologik Lesi Kornea


A. Keratitis Epitelial
Epitel kornea terlibat pada sebagian besat konjungtivitis dan keratitis.
Perubahan-perubahan epithelial bervariasi dari edema sederhana dan
vakuolisasi, hingga erosi, formasi filament dan keratinisasi parsial.
Lesinya pun berbeda-beda dari tiap kornea. Variasi ini memiliki
signifikasi diagnostik yang penting.
B. Keratitis Subepitelial
Keratitis subepitelial biasanya disebabkan secara sekunder oleh keratitis
epitelial
C. Keratitis Stromal
Pada keratitis stroma, terdapat respon stroma kornea terhadap penyakit
yang ditunjukkan dengan akumulasi dari sel radang, edema yang
menyebabkan penebalan kornea, opaksifikasi atau parut, nekrosis dan
vaskularisasi. Pola dari respon pada keratitis stroma ini tidak spesifik
untuk setiap penyebabnya sehingga diperlukan informasi klinis lainnya
untuk mengidentifikasi secara jelas.
D. Keratitis Endotelial
Terjadi disfungsi dari endotel kornea yang menyebabkan edema kornea
mengenai stroma terlebih dahulu dan kemudian epitel. Penemuan sel
radang berupa persipitat keratic pada endothelium tidak selalu merupakan
indikasi dari penyakit endoteliat akrena manifestasi dari dari anterior
uveitis tidak sellaui diikuti oleh keratitis stroma.

Patogenesis
Ketika epithelium kornea yang rusak diinvasi oleh agen-agen pathogen,
perubahan-perubahan pada kornea pada perkembangannya menjadi ulkus kornea
dapat dibedakan menjadi 4 tahap yaitu infiltrasi, ulserasi aktif, regresi, dan
sikatrik. Hasil akhir atau terminal dari ulkus korna bergantung pada virulensi dari
agen pathogen, mekanisme pertahanan dari host, dan tatalaksana yang diterima.
Perkembangan dari ulkus kornea atau keratitis dapat mengarah pada salah satu
arah dibawah ini:
1. Ulkus dapat terlokalisasi dan sembuh
2. Penetrasi kedalam menyebabkan perforasi kornea
3. Menyebar cepat menyebabkan seluruh kornea terkelupas atau ulkus kornea
terkelupas.

Patologi dari ulkus kornea terlokalisasi:


A. Tahap progresif infiltrasi
Pada tahap ini dikarakteristikan dengan infiltrasi dari PMN dan/atau
limfosit kedalam epithelium dari sirkulasi perifer. Pada tahap ini nekrosis
dapat muncul pada jaringan tergantung dari virulensi agen pathogen dan
kekuatan mekanisme pertahana dari host tersebut.
B. Tahap ulserasi aktif
Ulserasi aktif terjadi disebabkan karena nekrosis dan pengelupasan dari
epithelium, membrane bowman dan stroma. Dinding dari ulserasi aktif ini
akan membengkak disebabkan oleh lamella yang terimbibis oleh cairan
dan leukosit diantaranya. Pada tahap ini disekitar dan dasar dari ulserasi
akan memperlihatkan infiltrasi abu-abu dan pengelupas.
Pada tahap ini akan muncul hyperemia dari jaringan sirkumkorneal yang
merupakan hasil dari akumulasi eksudar purulen dari kornea. Kongesti
vaskular pada iris, badan siliaris dan iritis terjadi akibat dari absorpsi toxin
dari ulserasi. Eksudasi dapat masuk kedalam COA melalui pembuluh iris
dan bandan siliaris menyebabkan hipopion. Ulserasi dapat berkembang
hanya pada bagian superficial ataupuan dapat lebih menembus kedalam
hingga menyebabkan formasi descemetocele hingga perforasi kornea.
C. Tahap regresi
Tahap regersi merupakan tahapan yang diinduksi dari mekanisme
pertahanan dan tatalaksana yang didapatkan yang meningkatkan respon
host. Garis demarkasi kemudian terbentuk di sekitar ulkus, yang terdiri
dari leukosit yang menetralkan dan memakan agen patogen dan debris-
debris nekrosis. Digesti dari materi nekrosis ini dapat menyebabkan ulkus
yang semakin besar. Proses ini kemudian diikut dengan vaskularisasi
superfisial yang meningkatkan respon imun humoral dan selular. Ulkus
pada tahap ini mulai sembuh beregenerasi.
D. Tahap sikatrik
Pada tahap ini terjadi epitelisasi yang progresif yang membentuk lapisan
penutup yang permanen. Dibawah epitel, terdapat jaringan fibrosa terdiri
dari fibroblas kornea dan sel endotel dari pembuluh darah baru. Stroma
kemudian menebal dan memenuhi bagian bawah epitelium, sehingga
mendorong epitel ke arah anterior.
Tahap sikatrik dari proses penyembuhan berbeda-beda. Pada ulkus sangat
superfisal dan hanya meliputi epitel, penyembuhan akan terjadi tanpa
meninggalkan opasitas. Sedangkan jika ulkus mencakup membran
Bowman dan lamela stroma superfisial, sikatrik yang tebentuk akan
membentuk nebula. Makula dan leukoma dapat terjadi pada proses
penyembuhan ulkus yang meliputi sepertiga dan melebihi stroma kornea.
Gambar 3. Tahap dari Ulkus Kornea Lokal

Klasifikasi Keratitis
Keratitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Berdasarkan topografi / morfologinya
o Keratitis ulseratif / ulkus kornea
Berdasarkan lokasinya
Ulkus kornea sentral.
Ulkus kornea perifer.
Berdasarkan purulensinya
Ulkus kornea purulen / supuratif (bakteri / jamur).
Ulkus kornea non purulen (viral, klamidial, alergik).
Berdasarkan keberadaan hipopion
Ulkus kornea sederhana (tanpa hipopion).
Ulkus kornea dengan hipopion.
Berdasarkan kedalaman ulkus
Ulkus kornea superfisial.
Ulkus kornea dalam.
Ulkus kornea dengan perforasi yang segera terjadi.
Ulkus kornea dengan perforasi.
Berdasarkan keberadaan pengelupasan
Ulkus kornea tanpa pengelupasan.
Ulkus kornea dengan pengelupasan.
o Keratitis non ulseratif
Keratitis superfisial
Keratitis superfisial difus.
Keratitis pungtata superfisialis.
Keratitis dalam
Keratitis non supuratif.
Keratitis supuratif.

Berdasarkan etiologinya
o Keratitis infektif.
Keratitis Bakterial.
Keratitis Viral
Keratitis Fungal.
Keratitis Klamidial.
Keratitis Protozoal.
Keratitis Spirochaetal.
o Keratitis alergik.
Keratitis phlyctenular.
Keratitis vernal.
Keratitis atopik.
o Keratitis trofik.
Keratitis pajanan.
Keratitis neuroparalitik.
Keratomalasia.
Ulkus ateromatosa.
o Keratitis terkait penyakit kulit dan membran mukosa.
o Keratitis terkait kelainan gangguan kolagen sistemik.
o Keratitis traumatik (mekanik, kimia, radiasi).
o Keratitis idiopatik.

Prinsip Tatalaksana Umum


Pada seluruh kasus keratitis, tatalaksana yang umumnya dilakukan meliputi
kontrol infeksi serta inflamasi dan promosi penyembuhan epitel.
Infeksi dapat dikontol dengan agen antimikrobial sesuai dengan etiologinya.
Penggunaan steroid topikal dengan tujuan supresi inflamasi harus dilakukan
dengan hati hati karena dapat melemahkan imunitas tubuh dan mendukung
pertumbuhan mikroorganisme tertentu serta memperlambat proses reepitelisasi.
Pada kasus keratitis akibat penyakit autoimun, agen imunosupresif dapat
digunakan.
Promosi penyembuhan epitel dapat dilakukan dengan reduksi pajanan pada
obat obatan toksik, lubrikasi dengan air mata buatan dan salep, penutupan
kelopak mata sementara, cangkok membran ambrionik pada defek epitel
persisten yang unresponsif, maupun perekat jaringan untuk menutup perforasi
kecil.
Terapi non spesifik yang dapat diberikan adalah agen siklopegik, analgesik,
anti inflamasi, serta vitamin. Agen siklopegik yang umumnya dipakai adalah
tetes mata atau salep atropin 1% untuk mengurangi nyeri dari spasme silier
atau mencegah pembentukan sinekia posterior, sekaligus meningkatkan suplai
darah pada uvea anterior dengan cara menurunkan tekanan pada arteri siliaris
anterior, sehingga lebih banyak antibodi yang dapat dibawa. Analgesik dan anti
inflamasi yang umumnya digunakan adalah parasetamol dan ibuprofen, untuk
meredakan nyeri dan mengurangi edema. Vitamin yang dipakai adalah A, B
kompleks, dan C untuk membantu penyembuhan ulkus.
Di samping itu, dapat pula dilakukan tatalaksana tambahan berupa pemberian
kompres hangat untuk menimbulkan vasodilatasi dan mengurangi nyeri,
penggunaan kacamata hitam untuk mencegah fotofobia, serta tirah baring.

IV. Kesimpulan
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat lambatnya
mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada tidaknya
komplikasi yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu
penyembuhan yang lama, karena jaringan kornea bersifat avaskular. Semakin
tinggi tingkat keparahan dan lambatnya mendapat pertolongan serta timbulnya
komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih buruk. Penyembuhan yang lama
mungkin juga dipengaruhi ketaatan penggunaan obat. Dalam hal ini, apabila
tidak ada ketaatan penggunaan obat terjadi pada penggunaan antibiotika maka
dapat menimbulkan resistensi.
Ulkus kornea harus membaik setiap harinya dan harus disembuhkan dengan
pemberian terapi yang tepat. Ulkus kornea dapat sembuh dengan dua metode;
migrasi sekeliling sel epitel yang dilanjutkan dengan mitosis sel dan
pembentukan pembuluh darah dari konjungtiva. Ulkus superfisial yang kecil
dapat sembuh dengan cepat melalui metode yang pertama, tetapi pada ulkus
yang besar, perlu adanya suplai darah agar leukosit dan fibroblas dapat
membentuk jaringan granulasi dan kemudian sikatrik.

V. Referensi

Vaughan, Asbury. Lensa. Oftalmologi Umum. Ed 17. Jakarta : EGC; 2010.


p 125-35.

Kanski JJ. Clinical Ophtalmology: a systematic approach 7th ed. USA:


Elsevier. 2011.

Khurana AK. Comprehensive ophthalmology. 4th ed. New Delhi: New


Age International; 2007. p. 89-126.

Lang GK, Ophhalmology. Stuttgart: Thieme; 2000.p.117-41.

Cassidy L, Oliver J. Ophthalmology at a Glance. Massachusetts:


Blackwell Science; 2005. p.66-8.

American Academy of Ophthalmology. Bacterial Keratitis. San Fransisco:


AAO; p.2-22.

Anda mungkin juga menyukai