Anda di halaman 1dari 25

LABORATORIUM TRANSPORTASI & PENGINDERAAN JAUH

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Jl. MT. Haryono 167 Malang 65145

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pertumbuhan di Indonesia terjadi sangat cepat dan meliputi berbagai bidang. Hal
tersebut dapat dilihat dari meningkatnya pembangunan, baik pembangunan fisik maupun
nonfisik. Hal tersebut bertujuan unutuk memenuhi kebutuhan manusia yang semakin
bertambah. Salah satu kebutuhan manusia yang harus dipenuhi adalah kebutuhan akan
transportasi. Manusia tidak bisa memenuhi kebutuhannya hanya pada satu tempat saja,
melainkan harus berpindah-pindah tempat. Apabila peningkatan kebutuhan manusia akan
transportasi tidak diimbangi dengan pelayanan yang semakin baik, akan menimbulkan
permasalahan, khususnya di kota-kota besar.
Malang adalah salah satu kota besar yang sedang berkembang pesat sektor
transportasinya. Hal ini dapat dilihat dari kondisi jalan di Kota Malang yang padat dan
bahkan sering terjadi kemacetan di sebagian besar jalan, khususnya pada bagian simpang.
Pengaturan simpang yang kurang baik akan menyebabkan permasalahan pada simpang
tersebut dan akan berdampak pada ruas jalan di sekitar simpang. Untuk mengatasi masalah
tersebut perlu adanya perencanaan yang baik dan evaluasi secara berkala mengenai keadaan
transportasi yang ada.
Evaluasi simpang berfungsi untuk melakukan update data mengenai keadaan di
lapangan yang disebabkan oleh naiknya tingkat pemakaian jalan. Evaluasi perlu dilakukan
agar kita mengetahui apakah simpang tersebut masih dalam keadaan baik atau perlu
dilakukan usaha perbaikan agar mencapai kondisi yang ideal. Oleh sebab itu, melalui
praktikum ini akan dikaji salah satu kinerja simpang bersinyal, yaitu pada Simpang Dieng
dengan berdasarkan MKJI.

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK LALU LINTAS


LABORATORIUM TRANSPORTASI & PENGINDERAAN JAUH
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Jl. MT. Haryono 167 Malang 65145

1.2 Tujuan Praktikum


Tujuan dari survei analisa volume kendaraan di persimpangan adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui dan menganalisa karakteristik arus lalu lintas pada simpang.
2. Mengetahui karakteristik simpang Dieng dengan data lapangan yang ada.
3. Bila hasil perhitungan data lapangan yang dilakukan ternyata menghasilkan harga
derajat kejenuhan yang lebih besar dari 1, maka perlu dilakukan perubahan analisa
simpang dengan berbagai metode, seperti :
Analisa simpang dengan perubahan fase
Analisa simpang dengan perubahan green time
Analisa simpang dengan perubahan waktu siklus
Analisa simpang dengan pelebaran jalan
Analisa simpang dengan larangan belok kanan
Analisa simpang dengan satu arah

1.3 Batasan Masalah


1. Pengamatan dilakukan terhadap semua jenis kendaraan baik kendaraan ringan,
kendaraan berat, sepeda motor, maupun kendaraan tak bermotor. Survei dilakukan
dengan cara pencatatan data oleh tenaga manusia.
2. Survei lalu lintas dilakukan di Simpang Dieng pada hari Minggu 5 April 2015, pukul
16.00-18.00 WIB. Survei tersebut dilakukan oleh kelompok 11.

1.4 Manfaat Praktikum


Praktikum ini memiliki beberapa manfaat, yaitu :
1. Didapatkan data terbaru mengenai keadaan simpang, di mana data tersebut dapat
dijadikan bahan untuk analisis simpang.
2. Melakukan evaluasi kinerja simpang.

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK LALU LINTAS


LABORATORIUM TRANSPORTASI & PENGINDERAAN JAUH
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Jl. MT. Haryono 167 Malang 65145

1.5 Lokasi Kegiatan


Berikut ini merupakan lokasi kegiatan dari praktikum Teknik Lalu lintas di
Simpang Dieng :

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK LALU LINTAS


LABORATORIUM TRANSPORTASI & PENGINDERAAN JAUH
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Jl. MT. Haryono 167 Malang 65145

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Simpang


Simpang adalah simpul pada jaringan jalan di mana jalan-jalan bertemu dan
lintasan kendaraan berpotongan. Lalu lintas pada masing- masing lengan simpang
menggunakan ruang jalan pada persimpangan secara bersamaan dengan lalu lintas
lainnya.
Persimpangan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari semua sistem jalan.
Karena persimpangan dimanfaatkan bersama-sama oleh setiap orang yang ingin
menggunakannya, maka persimpangan tersebut harus dirancang dengan baik dan dengan
mempertimbangkan efisiensi, keselamatan, biaya operasional kendaraan dan kapasitas.
(Edward K. Morlock, 1995 : 763)

Persimpangan jalan terdiri dari dua kategori utama :


1. Persimpangan sebidang adalah persimpangan berbagai jalan atau ujung jalan masuk ke
persimpangan mengarahkan lalu lintas masuk ke jalur yang dapat berlawanan dengan lalu
lintas lainya, seperti persimpangan pada jalan-jalan di kota.
2. Persimpangan tak sebidang adalah memisahkan lalu lintas pada jalur yang berbeda-beda
sedemikian rupa sehingga persimpangan jalur dari kendaraan-kendaraan hanya terjadi
pada tempat dimana kendaraan memisah dari atau bergabung menjadi satu pada jalur
gerak yang sama.

2.2 Faktor Yang Mempengaruhi Karakteristik Simpang


Ada beberapa faktor yang mempengaruhi karakterisik simpang antara lain:
1. Keadaan topografi wilayah tersebut.
2. Keadaan sosial dan lingkungan sekitar simpang.
3. Volume dan karakteristik lalu lintas.

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK LALU LINTAS


LABORATORIUM TRANSPORTASI & PENGINDERAAN JAUH
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Jl. MT. Haryono 167 Malang 65145

2.3 Macam Simpang


Pada dasarnya ada dua macam persimpangan yang kita ketahui, yaitu simpang
bersinyal dan simpang tak bersinyal.
2.3.1 Simpang bersinyal
Simpang-simpang bersinyal yang merupakan bagian dari sistem kendali waktu
tetap yang dirangkai atau 'sinyal aktuasi kendaraan' terisolir, biasanya memerlukan
metoda dan perangkat lunak khusus dalam analisanya. (MKJI, 1997 : 2-2)
Pada umumnya sinyal lalu-lintas dipergunakan untuk satu atau lebih dari
alasan berikut:
1. Untuk menghindari kemacetan simpang akibat adanya konflik arus lalu-lintas,
sehingga terjamin bahwa suatu kapasitas tertentu dapat dipertahankan, bahkan
selama kondisi lalu-lintas jam puncak.
2. Untuk memberi kesempatan kepada kendaraan dan/atau pejalan kaki dari jalan
simpang (kecil) untuk memotong jalan utama.
3. Untuk mengurangi jumlah kecelakaan Ialu-lintas akibat tabrakan antara
kendaraan-kendaraan dari arah yang bertentangan.

Dengan menggunakan sinyal, perencana dapat mendistribusikan kapasitas


pada berbagai pendekat melalui pengalokasian waktu hijau pada masing-masing
pendekat. Maka dari itu, untuk menghitung kapasitas dan perilaku lalu lintas,
pertama-tama perlu ditentukan fase dan waktu sinyal yang paling sesuai dengan
kondisi yang ditinjau.
Penggunaan sinyal dengan lampu tiga warna diterapkan untuk memisahkan
lintasan dari gerakan-gerakan lalu lintas yang saling bertentangan dalam dimensi
waktu. Hal ini adalah keperluan yang mutlak bagi pergerakan lalu lintas yang datang
dari jalan-jalan yang saling berpotongan ( konflik-konflik utama ). Sinyal-sinyal juga
dapat digunakan untuk memisahkan gerakan membelok dari lalu lintas lurus lawan
atau untuk memisahkan gerakan lalu lintas membelok dari pejalan kaki yang
menyeberang (konflik-konflik kedua).

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK LALU LINTAS


LABORATORIUM TRANSPORTASI & PENGINDERAAN JAUH
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Jl. MT. Haryono 167 Malang 65145

Gambar Konflik Utama dan Kedua pada Simpang Bersinyal Empat Lengan

2.3.2 Simpang Tak Bersinyal


Simpang tak bersinyal merupakan simpang yang secara formal dikendalikan
oleh aturan dasar lalu lintas yang ada di Indonesia, yaitu menberi jalan pada
kendaraan dari kanan.
Pada umumnya simpang tak bersinyal dengan pengaturan hak jalan (prioritas
dari sebelah kanan) digunakan di daerah pemukiman perkotaan dan daerah pedalaman
untuk persimpangan antara jalan lokal dengan arus lalu lintas rendah. Untuk
persimpangan dengan kelas dan atau fungsi jalan yang berbeda, lalu lintas pada jalan
minor harus diatur dengan tanda Stop.
Ukuran-ukuran kinerja berikut dapat diperkirakan untuk kondisi tertentu,
sehubungan dengan geometri, lingkungan dan lalu lintas yang akan diuraikan dengan
prosedur yang ada, antara lain :
1. Kapasitas
2. Derajat kejenuhan

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK LALU LINTAS


LABORATORIUM TRANSPORTASI & PENGINDERAAN JAUH
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Jl. MT. Haryono 167 Malang 65145

3. Tundaan
4. Peluang antrian
Perilaku pengemudi berbeda sama sekali dengan yang ditemukan di
kebanyakan negara Barat, yang menjadikan penggunaan metode manual kapasitas
dari negara Barat menjadi tidak mungkin. Hasil yang paling menentukan dari perilaku
lalu-lintas adalah bahwa rata-rata hampir dua pertiga dari seluruh kendaraan yang
datang dari jalan minor melintasi simpang dengan perilaku "tidak menunggu celah",
dan celah kritis yang kendaraan tidak memaksa lewat adalah sangat rendah yaitu
sekitar 2 detik.

2.4 Tujuan Desain Persimpangan


Tujuan utama dalam mendesain suatu persimpangan adalah mengurangi potensi
konflik di antara kendaraan (termasuk pejalan kaki) dan sekaligus menyediakan
kenyamanan yang maksimum dan kemudahan pergerakan bagi kendaraan.
(C. Jotin Khisty, B. Kent Lall, 2005 : 275)

Adapun elemen-elemen dasar yang umumnya dipertimbangkan dalam merencanakan


suatu persimpangan yang sebidang antara lain :
1. Faktor manusia, seperti kebiasaan mengemudi, waktu pengambilan keputusan dan
waktu reaksi.
2. Pertimbangan lalu lintas, seperti kapasitas dan pergerakan membelok, kecepatan
kendaraan dan ukuran serta penyebaran kendaraan.
3. Elemen-elemen fisik, seperti karakteristik dan penggunaan dua fasilitas yang saling
berdampingan, jarak pandang dan fitur-fitur geometris.
4. Faktor ekonomi, seperti biaya dan manfaat, serta segi energi.

2.5 Arus Lalu Lintas Persimpangan


Arus lalu lintas berinteraksi dengan sistem jaringan transportasi. Jika arus lalu lintas
meningkat pada suatu ruas jalan tertentu, waktu tempuh pasti juga akan bertambah (karena
kecepatan menurun). Arus maksimum yang dapat melewati suatu ruas jalan biasa disebut

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK LALU LINTAS


LABORATORIUM TRANSPORTASI & PENGINDERAAN JAUH
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Jl. MT. Haryono 167 Malang 65145

kapasitas ruas jalan. Arus maksimum yang dapat melewati suatu titik (biasanya pada
persimpangan dengan lampu lalu lintas biasa) biasa disebut arus jenuh (Ofyar Z.
Tamin,1997 : 45).
Terdapat paling tidak enam cara utama untuk mengendalikan lalu lintas pada suatu
persimpangan, bergantung pada jenis persimpangan dan volume lalu lintas pada tiap aliran
kendaraan, antara lain :
1. Rambu berhenti
2. Rambu pengendali kecepatan
3. Kanalisasi di persimpangan
4. Bundaran dan perputaran
5. Persimpangan tanpa rambu
6. Peralatan lampu lalu lintas
Kapasitas lengan suatu persimpangan dinyatakan dengan kendaraan atau dalam
Satuan Mobil Penumpang (smp) per jam. Penambahan waktu tempuh yang kecil jika
dibandingakn dengan penambahan kendaraan pada arus tinggi.
2.6 Lampu Lalu lintas
Suatu metode yang paling penting dan efektif untuk mengatur lalu lintas di
persimpangan adalah dengan menggunakan lampu lalu lintas. Lampu lalu lintas adalah
sebutan alat elektrik (dengan sitem pengatur waktu) yang memberikan hak pada jalan pada
suatu arus lalu lintas ini bisa melewati persimpangan dengan aman dan efisien. Pemasangan
lampu lalu lintas bertujuan untuk memenuhi satu atau lebih fungsi-fungsi (Clrakson H.
Oglesby, R. Gary Hicks, 1988 : 31).
Beberapa kelebihan utama lampu lalu lintas dari pada rambu adalah
petunjuk/pengarah yang positif bagi kendaraan dan pejalan kaki, sehingga mengurangi
kemungkinan pengambilan keputusan yang keliru oleh pengemudi; fleksibilitas, dalam
artian bahwa pengalokasian hak prioritas jalan dapat disesuaikan dengan kondisi lalu lintas;
kemampuan untuk mengatur prioritas perlakuan terhadap pergerakan kendaraan;
pengendalian yang terkendali di sepanjang jalan atau jaringan-jaringan daerah; serta
penyediaan arus kelompok lalu lintas yang kontinu melalui koordinasi yang tepat pada
kecepatan tertentu dan sepanjang rute tertentu. Di lain pihak, bahwa desain lampu lalu lintas

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK LALU LINTAS


LABORATORIUM TRANSPORTASI & PENGINDERAAN JAUH
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Jl. MT. Haryono 167 Malang 65145

yang buruk dapat meningkatkan frekuensi kecelakaan, penundaan yang lama bagi
kendaraan saat mendekati persimpangan, memaksa dan membuat pengemudi menjadi
terganggu. Secara umum lampu lalu lintas dipasang pada suatu persimpangan berdasarkan
alasan berikut :
1. Untuk meningkatkan keamanan sistem secara keseluruhan.
2. Untuk mengurangi waktu tempuh rata-rata di sebuah persimpangan, sehingga
meningkatkan kapasitas.
3. Untuk menyeimbangkan kualitas pelayanan di seluruh aliran lalu lintas.

2.7 Prosedur Perhitungan Pada Simpang Bersinyal


2.7.1 Data Masukan
1. Geometrik, Pengaturan Lalu Lintas dan Kondisi Lingkungan
a. Kode Pendekat
Perhitungan dikerjakan secara terpisah untuk setiap pendekat. Satu lengan simpang
dapat terdiri dari satu pendekat, yaitu dipisahkan menjadi dua atau lebih sub-
pendekat.
b. Tipe Lingkungan Jalan
Masukkan tipe lingkungan jalan (COM = Komersil; RES = Pemukiman; RA =
Akses terbatas) untuk setiap pendekat.
c. Tingkat hambatan samping
- Tinggi
Besar arus berangkat pada tempat masuk dan keluar berkurang oleh aktivitas
disamping jalan pada pendekat seperti angkutan berhenti, pejalan kaki berjalan
di sepanjang atau melintas pendekat, keluar masuk halaman di samping jalan.
- Rendah
Besar arus berangkat pada tempat masuk dan keluar tidak berkurang oeh
hambatan samping dari jenis jenis yang disebut di atas.
d. Median
Masukkan jika terdapat median pada bagian kanan dari garis henti dalam pendekat.

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK LALU LINTAS


LABORATORIUM TRANSPORTASI & PENGINDERAAN JAUH
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Jl. MT. Haryono 167 Malang 65145

e. Kelandaian
Masukkan kelandaian dalam % (naik = +%; turun = -%)
f. Belok kiri langsung
Masukkan jika belok kiri langsung (LTOR) diijinkan pada pendekat tersebut.
Belok kiri langsung (WLTOR) dalam perhitungan sangat berpengaruh pada We.
Apabila WLTOR < 2meter maka We = WA, jika WLTOR > 2 meter maka We = WA
WLTOR.
g. Jarak ke kendaraan parkir
Masukkan jarak normal antara gari henti dan kendaraan pertama yang diparkir di
sebelah hulu pendekat, untuk kondisi yang dipelajari.
h. Lebar pendekat
Masukkan dari sketsa, lebar (ketelitian sampai sepersepuluh meter terdekat)
bagian yang diperkeras dari masing-masing pendekat (hulu dari titik belok untuk
LTOR), belok kiri langsung, tempat masuk dan tempat keluar (bagian tersempit
setelah melewati jalan melintang).

2. Arus Lalu Lintas


Kondisi lalu lintas ditentukan menurut per satuan jam untuk satu atau lebih
periode, misalnya didasarkan pada kondisi lalu lintas rencana jam puncak pagi, siang
dan sore.
Arus lalu lintas (Q) untuk setiap gerakan (belok kiri , lrus dan belok
kanan ) dikonversi dari kendaraan per jam menjadi satuan mobil penumpang (smp)
per jam dengan menggunakan ekivalen kendaraan penumpang (emp) untuk masing-
masing pendekat terlindung dan terlawan :

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK LALU LINTAS


LABORATORIUM TRANSPORTASI & PENGINDERAAN JAUH
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Jl. MT. Haryono 167 Malang 65145

Tabel Nilai ekivalen kendaraan penumpang


emp untuk tipe pendekat
Jenis Kendaraan
Terlindung Terlawan
Kendaraan Ringan (LV) 1,0 1,0
Kendaraan Berat (HV) 1,3 0,4
Sepeda Motor (MC) 0,2 0,4
Sumber : MKJI 1997, 2 10

Untuk masing-masing pendekat rasio kendaraan belok kiri ( ) dan rasio


belok kanan ( ) (MKJI, 1997)
()
= . (. )
()
()
= . . (. )
()
Keterangan :
LT = Kendaraan belok kiri
RT = Kendaraan belok kanan
Untuk rasio kendaraan tak bermotor yaitu dengan membagi ruas kendaraan tak
bermotor ( ) kend/jam dengan kendaraan bermotor ( ) kend/jam.

= . . . (. )

2.7.2 Penggunaan Sinyal
1. Fase Sinyal
Jika jumlah dan jenis sinyal tidak diketahui, maka pengaturan dengan dua
fase sebaiknya digunakan sebagai kasus dasar. Pemisahan gerakan-gerakan belok
kanan biasanya hanya dapat dipertimbangkan kalau suatu gerakan membelok
melebihi 200 smp/jam.

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK LALU LINTAS


LABORATORIUM TRANSPORTASI & PENGINDERAAN JAUH
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Jl. MT. Haryono 167 Malang 65145

2. Waktu Antara Hijau dan Waktu Hilang


Untuk keperluan perancangan dan simpang simetris nilai normal dapat
digunakan tabel di bawah ini :
Tabel Nilai normal untuk perancangan simpang simetris
Ukuran Simpang Lebar Jalan Rata Nila Normal Waktu Antar
Rata Hijau
Kecil 69m 4 det per fase
Sedang 10 14 m 5 det per fase
Besar 15 m 6 det per fase

Sumber : MKJI 1997, 2 21

Waktu merah semua yang diperlukan untuk pengosongan pada akhir setiap
fase harus memberi kesempatan bagi kendaraan terakhir (melewati garis henti pada
akhir sinyal kuning) berangkat dari titik konflik sebelum kedatangan kendaraan yang
datang pertama dari fase berikutnya (melewati garis henti pada awal sinyal hijau)
pada titik yang sama.
Apabila periode merah semua untuk masing masing akhir fase telah
ditetapkan, waktu hilang (LTI) untuk simpang dapat dihitung sebagai jumlah dari
waktu waktu antar hijau:

= ( + ) . . (. )

2.7.3 Penentuan Waktu Sinyal


1. Tipe Pendekat
Ada dua macam tipe pendekat, yaitu :
a) Tipe pendekat terlindung (P)
b) Tipe pendekat terlawan (O)

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK LALU LINTAS


LABORATORIUM TRANSPORTASI & PENGINDERAAN JAUH
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Jl. MT. Haryono 167 Malang 65145

Gambar Penentuan Tipe Pendekat


(Sumber : MKJI 1997, hal 2 46)

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK LALU LINTAS


LABORATORIUM TRANSPORTASI & PENGINDERAAN JAUH
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Jl. MT. Haryono 167 Malang 65145

2. Lebar Pendekat Efektif


Prosedur untuk pendekat belok-kiri langsung (LTOR)
Lebar efektif (WE) dapat dihitung untuk pendekat dengan pulau lalu lintas,
penentuan masuk (Wmasuk) seperti pada Gambar atau untuk pendekat tanpa pulau lalu
lintas. Pada keadaan terakir (Wmasuk = WA - WLTOR)

Gambar Pendekat Dengan dan Tanpa Pulau Lalu Lintas


Sumber : MKJI 1997, hal 2 47

Cara menentukan pendekat efektif


1. Jika : Dianggap bahwa kendaraan LTOR dapat mendahului antrian
kendaraan lurus dan belok kanan dalam pendekat selama sinyal merah.

a. = { . (. )

b. Untuk pendekat tipe P
Jika < ( ) . . (. )

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK LALU LINTAS


LABORATORIUM TRANSPORTASI & PENGINDERAAN JAUH
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Jl. MT. Haryono 167 Malang 65145

2. Jika < : Dianggap bahwa kendaraan LTOR tidak dapat mendahului


antrian kendaraan lainnya dalam pendekat selama sinyal merah.

a. = { + . (. )
( )
+
b. Untuk pendekat tipe P
Jika < ( ), W yang digunakan sama dengan
, arus lalu lintas yang digunakan hanya bagian lalu lintas lurus saja
( = ).

3. Arus Jenuh
Arus jenuh dapat dinyatakan sebagai hasil perkalian arus jenuh dasar (So)
untuk keadaans tandart, dengan faktor penyesuaian (F) untuk penyimpangan dari
kondisi sebenarnya dari suatu kumpulan kondisi-kondisi ideal yang telah ditetapkan
sebelumnya.
= . . . (. )
Untuk pendekat tipe P (arus terlindung) ditentukan sebagai fungsi dari lebar
efektif pendekat ( ) :
= . . (. )
dimana :
We = lebar kaki persimpangan yang digunakan untuk mengalirkan arus (m)
Untuk pendekat tipe O (arus berangkat terlawan) So didasarkan pada fungsi
dari lebar pendekat efektif ( ), arus lalu lintas yang belok kanan dari pendekat yang
berlawanan ( ).

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK LALU LINTAS


LABORATORIUM TRANSPORTASI & PENGINDERAAN JAUH
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Jl. MT. Haryono 167 Malang 65145

4. Faktor Penyesuaian
1. Faktor Penyesuaian Ukuran Kota
Faktor koreksi ukuran kota dapat ditentukan dari Tabel berikutsebagai fungsi
dari ukuran kota.
Faktor Penyesuaian Ukuran Kota

Sumber : MKJI 1997, 2 -53


2. Faktor Penyesuaian Ukuran Kota
Faktor penyesuaian hambatan samping ( ) ditentukan dari Tabel berikut sebagai
fungsi dari jenis lingkungan jalan.
Faktor Penyesuaian Untuk Tipe Lingkungan Jalan, Hambatan Samping dan
Kendaraan Tak Bermotor

Sumber : MKJI 1997, 2 53

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK LALU LINTAS


LABORATORIUM TRANSPORTASI & PENGINDERAAN JAUH
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Jl. MT. Haryono 167 Malang 65145

3. Faktor Penyesuaian Kelandaian


Faktor penyesuaian kelandaian ditentukan berdasarkan Gambar 2.4 di bawah ini
sebagai fungsi dari kelandaian (GRAD).

c.
Sumber : MKJI 1997, 2 54

4. Faktor Penyesuaian Parkir


Faktor penyesuaian parkir (Fp ) ditentukan sebagai fungsi jarak dari garis
henti sampai kendaraan yang diparkir pertama dan lebar pendekat. Faktor ini dapat
diterapkanu untuk kasus-kasus dengan panjang lajur belok kiri terbatas.
Faktor parkir dapat dihitung menggunakan rumus, sebagai berikut :
= 3 ( 2) ( 3 ) . (2.11)
dimana:
Lp = Jarak antara garis henti dan kendaraan yang diparkir pertama (m) (atau
panjang dari lajur pendek)
Wa = Lebar pendekat (m)
g = Waktu hijau dalam pendekat (nilai normal 26 det).

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK LALU LINTAS


LABORATORIUM TRANSPORTASI & PENGINDERAAN JAUH
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Jl. MT. Haryono 167 Malang 65145

Faktor penyesuaian dapat juga dilihat dari Gambar berikut :

Faktor Penyesuaian untuk pengaruh parkir dan lajur belok kiri yang pendek (Fp)
Sumber : MKJI 1997, 2 54
5. Faktor Penyesuaian Belok Kanan
Faktor penyesuaian belok kanan ditentukan berdasarkan fungsi dari rasio
kendaraan belok kanan ( ) untuk tipe P, tanpa median ( jalan dua arah) dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
= , + , . (. )
Nilai juga bisa didapatkan dari Gambar berikut

Faktor Penyesuaian Belok Kanan


Sumber : MKJI 1997, 2 55

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK LALU LINTAS


LABORATORIUM TRANSPORTASI & PENGINDERAAN JAUH
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Jl. MT. Haryono 167 Malang 65145

6. Faktor Penyesuaian Belok Kiri


Belok kiri langsung sedapat mungkin digunakan bila ruang jalan yang
tersedia mencukupi untuk kendaraan belok kiri melewati antrian lalu lintas lurus
dari pendekat yang sama, dan dengan aman bersatu dengan lalu lintas lurus dari
fase lainnya yang masuk ke lengan simpang yang sama.
Faktor penyesuaian belok kiri ditentukan berdasarkan fungsi dari rasio
kendaraan belok kiri ( ) untuk tipe P, tanpa median ( jalan dua arah) dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
= , + , . . . . . (. )
Nilai juga bisa didapatkan dari Gambar berikut

Gambar Faktor Penyesuaian Belok Kiri


Sumber : MKJI 1997, 2 56

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK LALU LINTAS


LABORATORIUM TRANSPORTASI & PENGINDERAAN JAUH
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Jl. MT. Haryono 167 Malang 65145

5. Rasio Arus / Rasio Arus Jalan


= . . (. )
Rasio arus simpang (IFR) adalah jumlah dari rasio arus kritis

= ( ) . . . (. )

Rasio Fase (PR) adalah rasio arus kritis dibagi rasio arus simpang
= . . . . . . (. )

6. Waktu Siklus dan Waktu Hijau


1. Waktu Siklus sebelum Penyesuaian
(. + )
= . . (. )

dimana :
= Waktu siklus sebelum penyesuaian (det)
LTI = Waktu hilang total per siklus (det)
IFR = Rasio arus simpang
Waktu siklus sebelum penyesuaian juga dapat diperoleh dari Gambar di
bawah ini :

Gambar Penetapan Waktu Siklus Sebelum Penyesuaian


Sumber : MKJI 1997, 2 59

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK LALU LINTAS


LABORATORIUM TRANSPORTASI & PENGINDERAAN JAUH
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Jl. MT. Haryono 167 Malang 65145

Tabel 2.6 Waktu siklus yang disarankan untuk keadaan yang berbeda

Sumber : MKJI 1997, 2-60

2. Waktu Hijau
g = Copt LTI x PRi
dimana :
g = Tampilan waktu hijau pada fase 1 (det)
Copt = Waktu siklus sebelum penyesuaian (det)
LTI = Waktu hilang total per siklus
= Rasio fase ( )

3. Waktu Siklus yang Disesuaikan


Waktu siklus yang disesuaikan c berdasar pada waktu hijau yang
diperoleh dan telah dibulatkan dan waktu hilang.

= + . . . . (. )

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK LALU LINTAS


LABORATORIUM TRANSPORTASI & PENGINDERAAN JAUH
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Jl. MT. Haryono 167 Malang 65145

2.7.4 Kapasitas
Kapasitas didefinisikan sebagai jumlah maksimum kendaraan yang dapat dilayani secara
layak pada suatu titik arus ruas jalan / jalur selama periode waktu tertentu.
Kapasitas (C) dari suatu pendekat simpang bersinyal dapat dinyatakan sebagai berikut :

= . . (. )

Dimana :
C = Kapasitas (smp/ jam)
S = Arus Jenuh, yaitu berangkat rata - rata dari antrian dalam pendekat selama
sinyal hijau (smp / jam hijau = smp per jam hijau)
g = Waktu hijau (detik)
c = Waktu siklus, yaitu selang waktu untuk urutan perubahan sinyal yang lengkap
(yaitu antara dua awal hijau yang berurutan pada fase yang sama).
Derajat kejenuhan merupakan arus lalu lintas dibagi kapasitas

= . (. )

2.7.5 Perilaku Lalu Lintas


1. Panjang Antrian
Panjang antrian adalah jumlah rata-rata antrian smp dihitung pada awal sinyal hijau
sebagai jumlah smp tersisa dari faseh hijau sebelumnya ditambah jumlah smp
yang datang selama fase merah .
= + . . . (. )
Dengan :
( , )
= , [( ) + ( ) + ] . . (. )

Jika Ds > 0,5 ; selain dari itu =
Untuk menghitung jumlah antrian yang datang selama fase merah ( ) digunakan
rumus sebagai berikut :
( )
= + . . . (. )
( )

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK LALU LINTAS


LABORATORIUM TRANSPORTASI & PENGINDERAAN JAUH
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Jl. MT. Haryono 167 Malang 65145

Dimana :
= Jumlah smp yang tertinggal dari fase hijau sebelumnya
= Jumlah smp yang datang selama fase merah
DS = Derajat Kejenuhan
c = Waktu Siklus (detik)
C = Kapasitas (smp/jam) = arus jenuh kali rasio hijau (S x GR)
Q = Arus lalu lintas pada pendekat tersebut ( smp/jam)

Panjang antrian QL diperoleh dari perkalian NQ dengan luas rata-rata yang


dipergunakan per smp (20 m) dan pembagian dengan lebar masuk.

= . . . . (. )

Gambar Perhitungan jumlah antrian smp


Sumber : MKJI 1997, hal 2 66

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK LALU LINTAS


LABORATORIUM TRANSPORTASI & PENGINDERAAN JAUH
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Jl. MT. Haryono 167 Malang 65145

2. Kendaraan Terhenti
Laju henti yaitu jumlah rata-rata perkendaraan masuk (termasuk terhenti terulang dalam
antrian) sebelum melewati simpang, dihitung sebagai berikut:

= , . . . (. )

Dimana :
c = Wakru Siklus (detik)
a = Arus Lalu Lintas (smp/detik) dari pendekat yang ditempat

Untuk jumlah kendaraan terhenti Nsv untuk masing-masing pendekat dihitung dengan
rumus :
= () . . . (. )

Untuk menghitung laju henti rata-rata seluruh simpang dengan cara membagi jumlah
kendaraan terhenti pada seluruh pendekat dengan arus simpang total Q dalam
kend/jam.

= . . (. )

3. Tundaan
Tundaan pada suatu simpang dapat terjadi karena dua hal, yaitu :
1. Tundaan lalu lintas (DT) karena pengaruh timbal balik dengan gerakan - gerakan
lainnya pada simpang tersebut.
2. Tundaan geometri (DG) karena perlambatan dan percepatan ketika menunggu
giliran pada suatu simpang dan/ atau ketika dihentikan oleh lampu merah.

Tundaan lalu lintas (DT) rata-rata pada suatu pendekat j ditentukan dengan rumus :
, ( )
= + . (. )
( )

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK LALU LINTAS


LABORATORIUM TRANSPORTASI & PENGINDERAAN JAUH
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Jl. MT. Haryono 167 Malang 65145

Dimana :
DTj = Tundaan lalu lintas rata-rata pada pendekat j (detik/smp)
c = Waktu siklus yang disesuaikan(det)
GR = Rasio hijau (g/c)
DS = Derajat kejenuhan
C = Kapasitas(smp/jam)
NQ1 = Jumlah smp yang tertinggal dari fase hijau sebelumnya

Sedangkan untuk tundaan geometri pada tipe pendekat j ditentukan dengan rumus :
= ( ) ( ) . . (. )
Dimana:
= Tundaan geometri ruta-rata pada pendekat j (detik/smp)
= Rasio k ndaraan terhenti pada suatu pendekat
= Rasio kendaraan membelok

Tundaan rata-rata untuk pendekat j dihitung sebagai berikut :


= + . (. )
Dimana :
= Tundaan rata-rata untuk pendekat j (detik/smp)
= Tundaan lalu lintas rata-rata untuk pendekat j (detik/smp)
= Tundaan geometri rata-rata untuk pendekat j (detik/amp)
Hitungan tundaan rata-rata untuk seluruh simpang (Dj)
( )
= . . (. )

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK LALU LINTAS

Anda mungkin juga menyukai