Anda di halaman 1dari 48

BAB I

PENDAHULUAN

Kurang Energi Protein (KEP) merupakan salah satu masalah gizi yang
dihadapi oleh dunia dan kebanyakan masalah malnutrisi berasal dari negara
berkembang, salah satunya adalah Indonesia. Bersumber pada data WHO tahun
1999 menyatakan terdapat kematian 10,5 juta anak usia kurang dari 5 tahun dan
99% diantaranya tinggal di negara berkembang. Penyebab kematiannya antara
lain 54% adalah karena malnutrisi, disusul dengan kondisi perinatal yang kurang
baik, pneumonia, diare dan lainnya.1

Kurang Energi Protein (KEP) merupakan salah satu masalah gizi


kesehatan masyarakat dan masih menjadi masalah utama di negara-negara
berkembang termasuk Indonesia. KEP dimanifestasikan secara primer akibat
kurangnya asupan diet yang mengandung energi dan protein secara tidak adekuat,
baik karena kurangnya asupan kedua nutrisi ini yang seharusnya digunakan untuk
pertumbuhan normal, maupun karena kebutuhan tubuh akan kedua nutrisi tersebut
yang meningkat yang tidak sesuai dengan asupan yang tersedia.1

Gizi buruk masih merupakan masalah di Indonesia, walaupun pemerintah


Indonesia telah berupaya untuk menanggulanginya. Upaya pemerintah antara lain
melalui pemberian makanan tambahan dalam jaringan pengamanan sosial (JPS)
dan peningkatan pelayanan gizi melalui pelatihan-pelatihan tatalaksana gizi buruk
kepada tenaga kesehatan, berhasil menurunkan angka gizi buruk menjadi 10,1%
pada tahun 1999 dan 6,3% tahun 2001. Namun pada tahun 2002 terjadi
peningkatan kembali 7% dan pada tahun 2003 menjadi 8,15%.2

Dari data Depkes juga terungkap masalah gizi di Indonesia ternyata lebih
serius dari yang kita bayangkan selama ini. Gizi buruk atau anemia gizi tidak
hanya diderita anak balita, tetapi semua kelompok umur. Rata-rata setiap tahun
lahir 350.000 bayi lahir dengan kekurangan berat badan (berat badan rendah).2

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan kekurangan gizi


sebagai "ketidakseimbangan seluler antara asupan nutrisi dan energi dan
kebutuhan tubuh untuk menjamin pertumbuhan, pemeliharaan, dan fungsi-fungsi
khusus." Malnutrisi protein-energi (KEP) berlaku untuk sekelompok gangguan
yang berhubungan seperti marasmus, kwashiorkor, dan marasmus-kwashiorkor.
Istilah marasmus berasal dari kata Yunani marasmos, yang berarti layu atau
kurang tenaga. Marasmus berhubungan dengan asupan yang tidak memadai
protein dan kalori dan ditandai oleh kekurusan. Istilah kwashiorkor ini diambil
dari bahasa Ga dari Ghana dan berarti "penyakit dari penyapihan." Williams
pertama kali menggunakan istilah pada tahun 1933, dan mengacu pada asupan
protein yang tidak memadai dengan asupan kalori dan energi yang wajar. Edema
adalah karakteristik dari kwashiorkor namun tidak ada dalam marasmus.3

Studi menunjukkan bahwa marasmus merupakan respon


adaptif/penyesuaian terhadap kelaparan, sedangkan kwashiorkor merupakan
respon maladaptif terhadap kelaparan. Anak-anak mungkin datang dengan
gambaran beragam antara marasmus dan kwashiorkor, dan anak-anak dapat
datang dengan bentuk yang lebih ringan dari malnutrisi. Untuk alasan ini, Jelliffe
menyarankan istilah malnutrisi protein-kalori (energi) untuk menyatukan istilah
dari keduanya.3

2.2 EPIDEMIOLOGI

Prevalensi balita yang mengalami gizi buruk di Indonesia masih tinggi.


Berdasarkan laporan propinsi selama tahun 2005 terdapat 76.178 balita
mengalami gizi buruk dan data Susenas tahun 2005 memperlihatkan prevalensi
balita gizi buruk sebesar 8,8%. Pada tahun 2005 telah terjadi peningkatan jumlah
kasus gizi buruk di beberapa propinsi dan yang tertinggi terjadi di dua propinsi
yaitu Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat. Pada tanggal 31 Mei 2005.

2
Pemerintah Propinsi Nusa Tenggara Timur telah menetapkan masalah gizi buruk
yang terjadi di NTT sebagai KLB, dan Menteri Kesehatan telah mengeluarkan
edaran tanggal 27 Mei tahun 2005, Nomor 820/Menkes/V/2005 tentang
penanganan KLB gizi buruk di propinsi NTB.4

2.3. PATOFISIOLOGI

Banyak manifestasi dari KEP merupakan respon penyesuaian pada


kurangnya asupan energi dan protein. Untuk menghadapi asupan yang kurang,
maka dilakukannya pengurangan energi dan aktifitas. Namun, meskipun ini
respon penyesuaian, deposit lemak dimobilisasi untuk memenuhi kebutuhan
energi yang sedang berlangsung meskipun rendah. Setelah deposit lemk habis,
katabolisme protein harus menyediakan substrat yang berkelanjutan untuk
menjaga metabolisme basal.1

Alasan mengapa ada anak yang menderita edema dan ada yang tidak
mengalami edema pada KEP masih belum diketahui. Meskipun tidak ada faktor
spesifik yang ditemukan, beberapa kemungkinan dapat dipikirkan. Salah satu
pemikiran adalah variabilitas antara bayi yang satu dengan yang lainnya dalam
kebutuhan nutrisi dan komposisi cairan tubuh saat kekurangan asupan terjadi. Hal
ini juga telah dipertimbangkan bahwa pemberian karbohidrat berlebih pada anak-
anak dengan non-edematous KEP membalikkan respon penyesuaian untuk
asupan protein rendah, sehingga deposit protein tubuh dimobilisasikan. Akhirnya,
sintesis albumin menurun, sehingga terjadi hipoalbuminemia dengan edema. Fatty
liver juga berkembang secara sekunder, mungkin, untuk lipogenesis dari asupan
karbohidrat berlebih dan mengurangi sintesis apoliprotein. Penyebab lain KEP
edematous adalah keracunan aflatoksin serta diare, gangguan fungsi ginjal dan
penurunan aktivitas NA K ATPase. Akhirnya, kerusakan radikal bebas telah
diusulkan sebagai faktor penting dalam munculnya KEP edematous. Kejadian ini
didukung dengan konsentrasi plasma yang rendah akan metionin, suatu prekusor
dari sistein, yang diperlukan untuk sintesis dari faktor antioksidan mayor,
glutathione. Kemungkinan ini juga didukung oleh tingkat yang lebih rendah dari

3
sintesis glutathione pada anak-anak dengan pembengkakan dibandingkan dengan
non-edematous KEP. 1

2.4 KLASIFIKASI

1. Klasifikasi menurut derajat beratnya KEP


Jika tujuannya untuk menentukan prevalensi KEP di suatu daerah, maka
yang diperlukan klasifikasi menurut derajat beratnya KEP, hingga dapat
ditentukan persentasi gizi-kurang dan berat di daerah tersebut. Dengan demikian
pemerintah dapat menentukan prioritas tindakan yang harus diambilnya untuk
menurunkan insidensi KEP. Klasifikasi demikian yang sering dipakai adalah
sebagai berikut :2

A. Klasifikasi menurut Gomez (1956)


Gomez mengelompokkan KEP dalam KEP-ringan, sedang, dan berat.
Tabel di bawah memperlihatkan cara yang dilakukan oleh Gomez.2

Tabel 1. Klasifikasi KEP menurut Gomez


Derajat KEP Berat badan % dari baku*
0 (normal) 90%
1 (ringan) 89-75%
2 (sedang) 74-60%
3 (berat) <60%
*Baku = persentil 50 Harvard

B. Modifikasi yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan R.I.


Demi keseragaman dalam membuat rencana dan mengevaluasi program-
program pangan dan gizi serta kesehatan di Indonesia, maka Lokakarya
Antropometri Gizi Departemen Kesehatan R.I. yang diadakan pada tahun 1975
membuat keputusan yang merupakan modifikasi klasifikasi Gomez.2

Tabel 2. Klasifikasi KEP menurut Departemen Kesehatan (1975)


Derajat KEP Berat badan % dari baku*

4
0 = normal = / > 80 %
1 = gizi kurang 60 79 %
2 = gizi buruk < 60 %
*Sebagai baku patokan dipakai persentik 50 Harvard

2. Klasifikasi menurut tipe (klasifikasi kualitatif)


Klasifikasi ini menggolongkan KEP dalam kelompok menurut tipenya :
gizi kurang, marasmus, kwashiorkor, dan kwashiorkor marasmik.

A. Klasifikasi kualitatif menurut Wellcome Trust


Cara Wellcome Trust dapat dipraktekkan dengan mudah, tidak diperlukan
penentuan gejala klinis maupun laboratoris, dan dapat dilakukan oleh tenaga para
medis setelah diberi latihan seperlunya. Untuk survei lapangan guna menentukan
prevalensi tipe-tipe KEP banyak gunanya.2

Tabel 3. Klasifikasi kualitatif KEP menurut Wellcome Trust


Berat badan % dari baku* Edema
Tidak ada Ada
> 60 % Gizi kurang Kwashiorkor
< 60 % Marasmus Kwashiorkor
Marasmus
* Baku = persentil 50 Harvard

B. Klasifikasi kualitatif menurut McLaren,dkk (1967)


McLaren mengklasifikasikan KEP berat dalam 3 kelompok menurut
tipenya. Gejala klinis edema, dermatosis, edema disertai dermatosis, perubahan
pada rambut, dan pembesaran hati diberi nilai bersama-sama dengan menurunnya
kadar albumin atau total protein serum. Cara demikian dikenal dengan scoring
system McLaren dan tabel di bawah memperlihatkan cara pemberian angka.2

Tabel 4. Cara pemberian angka menurut McLaren


Gejala klinis/laboratoris Angka

5
Edema 3
Dermatosis 2
Edema disertai dermatosis 6
Perubahan pada rambut 1
Hepatomegali 1
Albumin seru atau protein total serum/g%
< 1.00 < 3.25
1.00 1.49 3.25 3.99 7
1.50 1.99 4.00 4.74
6
2.00 2.49 4.75 5.49
2.50 2.99 5.50 6.24 5
3.00 3.49 6.25 6.99
4
3.50 3.99 7.00 7.74
> 4.00 > 7.75 3
2
1
0

Penentuan tipe berdasarkan atas jumlah angka yang dapat dikumpulkan tiap
penderita:2
0-3 angka = marasmus
4-8 angka = marasmic-kwashiorkor
9-15 angka = kwashiorkor

C. Klasifikasi KEP Menurut Waterlow (1973)


Waterlow membedakan antara penyakit KEP yang terjadi akut dan
menahun. Waterlow berpendapat bahwa defisit berat terhadap tinggi
mencerminkan gangguan gizi yang akut dan menyebabkan keadaan wasting
(kurus kering). Sedangkan defisit tinggi menurut umur merupakan akibat
kekurangan gizi yang berlangsung lama atau kronis. Akibatnya laju tinggi badan
akan terganggu, hingga anak akan menjadi pendek (stunting) untuk seusianya.2

Tabel 5. Klasifikasi KEP menurut Waterlow


Derajat gangguan Stunting Wasting

6
(tinggi menurut umur) (berat terhadap tinggi)
0 > 95% > 90 %
1 95 90 % 90 80 %
2 89 85 % 80 70 %
3 < 85 % < 70 %

2.5. MANIFESTASI KLINIS

Gejala klinis KEP berbeda-beda tergantung dari derajat dan lamanya


deplesi protein dan energi, umur penderita, modifikasi disebabkan oleh adanya
kekurangan vitamin dan mineral yang menyertainya. Pada KEP ringan yang
ditemukan hanya pertumbuhan yang kurang, seperti berat badan yang kurang
dibandingkan dengan anak yang sehat. Keadaan KEP yang berat memberi gejala
yang kadang-kadang berlainan, tergantung dari dietnya, fluktuasi musim, keadaan
sanitasi, kepadatan penduduk, dan sebagainya.2

A. Gejala klinis Kwashiorkor


Edema, umumnya seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki (dorsum
pedis)
Wajah membulat dan sembab
Pandangan mata sayu
Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut
tanpa rasa sakit, rontok
Perubahan status mental, apatis, dan rewel
Pembesaran hati
Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri
atau duduk
Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna
menjadi coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis)
Sering disertai: penyakit infeksi akut, diare
Anemia

7
Gambar 1. Manifestasi klinis anak dengan kwashiorkor

B. Gejala klinis Marasmus

Marasmus dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering
dijumpai pada bayi yang tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan
penggantinya atau sering diserang diare. Marasmus juga dapat terjadi akibat
berbagai penyakit lain, seperti infeksi, kelainan bawaan saluran pencernaan atau

8
jantung, malabsorbsi, gangguan metabolik, penyakit ginjal menahun, dan juga
pada gangguan saraf pusat.2

Gambar 2. Manifestasi klinis marasmus


Tampak sangat kurus, hingga tulang terbungkus kulit
Wajah seperti orang tua
Cengeng, rewel
Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (pada
daerah pantat tampak seperti memakai celana longgar/baggy pants)
Perut cekung
Iga gambang
Sering disertai: penyakit infeksi (umumnya kronis berulang)
C. Gejala klinis Marasmus-Kwashiorkor

Penyakit marasmus-kwashiorkor memperlihatkan gejala campuran antara


penyakit marasmus dan kwashiorkor. Makanan sehari-harinya tidak cukup
mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada
penderita demikian, disamping menurunnya berat badan memperlihatkan gejala-

9
gejala kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan
kelainan biokimiawi terlihat pula. 2

Gambar 3. Manifestasi klinis Marasmus-Kwashiorkor

2.6. DIAGNOSIS

Yang dimaksud dengan gizi buruk adalah terdapatnya edema pada kedua
kaki atau adanya severe wasing (BB/TB < 70 % atau < -3SD), atau ada gejala
klinis gizi buruk (kwashiorkor, marasmus, dan marasmus-kwashiorkor).
Walaupun kondisi klinis pada kwashiorkor, marasmus, dan marasmus
kwashiorkor berbeda tetapi tatalaksananya sama.5,6

A. Diagnosis

Ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala klinis serta pengukuran


antropometri. Anak didiagnosis gizi buruk apabila :

BB/TB < -3 SD atau < 70% dari median (marasmus)


Edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh (kwashiorkor : BB/TB
> -3 SD atau marasmus-kwashiorkor: BB/TB < -3SD)

Jika BB/TB atau BB/PB tidak dapat diukur, gunakan tanda klinis berupa
anak tampak sangat kurus (visible severe wasting) dan tidak mempunyai jaringan

10
lemak di bawah kulit terutama pada kedua bahu, lengan, pantat dan paha; tulang
iga terlihat jelas, dengan atau tanpa adanya edema. 5,6

B. Penilaian awal anak gizi buruk

Pada setiap anak gizi buruk lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis.
Anamnesis terdiri dari anamnesis awal dan anamnesis lanjutan. 5,6

Anamnesis awal (untuk kedaruratan):

Kejadian mata cekung yang baru saja muncul


Lama dan frekuensi diare dan muntah serta tampilan dari bahan muntah dan
diare (encer/darah/lendir)

Kapan terakhir berkemih

Sejak kapan tangan dan kaki teraba dingin

Bila didapatkan hal tersebut di atas, sangat mungkin anak mengalami dehidrasi
dan/atau syok, serta harus diatasi segera. 5,6

Anamnesis lanjutan

Dilakukan untuk mencari penyebab dan rencana tatalaksana selanjutnya,


dilakukan setelah kedaruratna ditangani:

Diet (pola makan)/kebiasaan makan sebelum sakit


Riwayat pemberian ASI

Asupan makanan dan minuman yang dikonsumsi beberapa hari terakhir

Hilangnya nafsu makan

Kontak dengan pasien campak atau tuberkulosis paru

Batuk kronik

11
Kejadian dan penyebab kematian saudara kandung

Berat badan lahir

Riwayat tumbuh kembang: duduk, berdiri, bicara dan lain-lain

Riwayat imunisasi

Apakah ditimbang setiap bulan

Lingkungan keluarga (untuk memahami latar belakang sosial anak)

Diketahi atau tersangka infeksi HIV

Pemeriksaan fisik

Apakah anak tampak sangat kurus, adakah edema pada kedua punggung
kaki. Tentukan status gizi dengan menggunakan BB/TB-PB.
Tanda dehidrasi : tampak haus, mata cekung, turgor buruk (hati-hati
menentukan status dehidrasi pada gizi buruk)

Adakah tanda syok (tangan dingin, capillary refill time yang melambat, nadi
lemah dan cepat) kesadaran menurun.

Demam (suku aksilar 37,50C) atau hipotermi (suhu aksilar < 35,50C)

Frekuensi dan tipe pernapasan : pneumonia atau gagal jantung

Sangat pucat

Pembesaran hati dan ikterus

Adakah perut kembung, bising usu melemah/meninggi, tanda asites, atau


adanya suara seperti pukulan pada permukaan air (abdominal splash)

Tanda defisiensi vitamin A pada mata :

12
o Konjungtiva atau kornea yang kering, bercak Bitot

o Ulkus kornea

o Keratomalasia

Ulkus pada mulut

Fokus infeksi : telinga, tenggorokan, paru, kulit

Lesi kulit pada kwashiorkor :

o Hipo- atau hiper- pigmentasi

o Deskuamasi

o Ulserasi (kaki, paha, genital, lipatan paha, belakang telinga)

o Lesi eksudatif (menyerupai luka bakar), seingkali


dengan infkesi sekunder (termasuk jamur)

Tampilan tinja (konsistensi, darah, lendir)

Tanda dan gejala HIV

Anak dengan defisiensi vitamin A seringkali fotofobia. Penting


untuk memeriksa mata dengan hati-hati untuk menghindari
robeknya kornea.5,6.

2.7. PENATALAKSANAAN

13
Gambar 4. Klasifikasi tanda bahaya atau tanda kegawatdaruratan

Kondisi I
Jika ditemukan: Renjatan (syok), letargis, muntah dan atau diare atau
dehidrasi. Lakukan Rencana I, dengan tindakan segera, yaitu:7
a) Pasang O2 1-2L/menit
b) Pasang infus Ringer Laktat dan Dextrosa / Glukosa 10% dengan perbandingan
1:1 (RLG 5%)
c) Berikan glukosa 10% intravena (IV) bolus, dosis 5ml/kgBB bersamaan
dengan
d) ReSoMal 5ml/kgBB melalui NGT

Kondisi II
Jika ditemukan: letargis, muntah dan atau diare atau dehidrasi. Lakukan
Rencana II, dengan tindakan segera, yaitu:7
a) Berikan bolus glukosa 10 % intravena, 5ml/kgBB
b) Lanjutkan dengan glukosa atau larutan gula pasir 10% melalui NGT sebanyak
50ml
c) 2 jam pertama
Berikan ReSoMal secara Oral/NGT setiap 30 menit, dosis : 5ml/kgBB
setiap pemberian

14
Catat nadi, frekuensi nafas dan pemberian ReSoMal setiap 30 menit

Kondisi III
Jika ditemukan: muntah dan atau diare atau dehidrasi.Lakukan Rencana
III, dengan tindakan segera, yaitu:7
a) Berikan 50ml glukosa atau larutan gula pasir 10% (oral/NGT)
b) 2 Jam pertama
Berikan ReSoMal secara oral / NGT setiap 30 menit, dosis 5ml/kgBB
setiap pemberian
Catat nadi, frekuensi nafas dan beri ReSoMal setiap 30 menit

Kondisi IV
Jika ditemukan: letargis. Lakukan Rencana IV, dengan tindakan segera, yaitu:7
a) Berikan bolus glukosa 10% intravena, 5ml/kgBB
b) Lanjutkan dengan glukosa atau larutan gula pasir 10% melalui NGT sebanyak
50ml
c) 2 jam pertama
Berikan F 75 setiap 30 menit, . dari dosis untuk 2 jam sesuai dengan
berat badan (NGT)
Catat nadi, frekuensi nafas

Kondisi V
Jika tidak ditemukan: renjatan (syok), letargis, muntah dan atau diare atau
dehidrasi. Lakukan Rencana V dengan tindakan segera, yaitu:7
a. Berikan 50ml glukosa atau larutan gula pasir 10% oral
b. Catat nadi, frekuensi nafas

15
Gambar 5. Bagan Langkah Rencana Pengobatan Anak Gizi Buruk7

16
1. 10 Langkah Utama Tatalaksana Anak Gizi Buruk7

a. Atasi/cegah hipoglikemi
Bila kadar gula darah <50 mg/dl, berikan50 ml bolus D10 atau larutan sukrosa
10% (1sdt gula dalam 5sdm air) secara oral atau per-NGT, selanjutnya berikan
larutan tersebut setiap 30 menit selama 2 jam (setiap kali berikan bagian dari
jatah untuk 2 jam), berikan antibiotika dan secepatnya berikan makan tiap 2 jam,
siang dan malam. Pada pasien dengan hasil gula darah 98 mg/dL maka tidak
diberikan larutan gula

b. Atasi/cegah hipotermia
Bila suhu dubur <36C hangatkan anak dengan pakaian atau selimut sampai
menutup kepala, letakkan dekat lampu atau pemanas (jangan gunakan botol air
panas) atau peluk anak di dada ibu dan beri antibiotika.

c. Atasi/cegah dehidrasi
Lakukan pemberian cairan infus dengan hati-hati, tetesan perlahan-lahan
untuk menghindari beban sirkulasi jantung. Namun sebaiknya sebagai penganti,
berikan larutan garam/elektrolit khusus yaitu Resomal atau penggantinya.

d. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit


- tambahkan Kalium 2-4 mEq/kgBB/hari (=150-200 mg KCl/kgBB/hari)
- tambahkan Mg 0,3-0,6 mEq/kgBB/hari (=7,5-15 mg MgCl2/kgBB/hari)
- untuk rehidrasi, berikan cairan rendah Na (Resomal/pengganti)
- siapkan makanan tanpa diberi garam/rendah garam

e. Pengobatan dan pencegahan infeksi


Sesuai kepustakaan pada semua KEP berat/gizi buruk beri secara rutin
antibiotika spectrum luas.

f. Mulai pemberian makanan


Pemberian makanan harus dimulai segera setelah anak dirawat dan dirancang
sedemikian rupa sehingga energi dan protein cukup untuk memenuhi metabolisme
basal. Energi 80-100 kal/kgBB/hari. Pada anak dengan selera makan baik dan

17
tanpa edema. Jadwal pemberian makanan pada fase stabilisasi ini dapat
diselesaikan dalam 2-3 hari saja (1 hari untuk setiap tahap). Bila asupan makanan
tidak mencapai 80 Kkal/kgBB/hari, berikan sisa formula melalui pipa nasogastrik.
Jangan beri makanan lebih 100 kkal/kgBB/hari pada fase stabilisasi ini.

g. Fasilitasi tumbuh kejar


Pada masa rehabilitasi, dibutuhkan berbagai pendekatan secara gencar agar
tercapai masukan makanan yang tinggi dan pertambahan berat badan
50g/minggu. Pada periode transisi, dianjurkan untuk merubah secara perlahan-
lahan dari formula khusus awal ke formula khusus lanjutan ganti formula khusus
awal (F75) menjadi formula khusu lanjutan (F100 dan protein 2,9 g per 100 ml)
dalam jangka waktu 48 jam, kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai
hanya sedikit formula tersisa, biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kgBB/kali
(200 ml/kgBB/hari)

Setelah periode transisi dilampaui, anak diberi makanan/formula dengan


jumlah tidak terbatas dan sering, energi 150-220 Kkal/kgBB/hari, protein 4-6
g/kgBB/hari. Bila anak mendapat ASI, teruskan, tapi juga beri formula, karena
energi dan protein ASI tidak akan mencukupi tumbuh kejar

h. Koreksi defisiensi mikronutrien dapat berikan setiap hari:


- Suplementasi multivitamin
- Asam Folat 1mg/hari (5 mg pada hari pertama)
- Seng 2 mg/kgBB/hari
- Tembaga 0,2 mg/kgBB/hari
- Bila BB mulai naik : Fe 3 mg/kgBB/hari atau sulfas ferrosus 10
mg/kgBb/hari
- Vitamin A pada hari I : umur >1 tahun=200.000 iu, 6-12 bulan=100.000
iu, <6 bulan=50000 iu

i. Stimulasi sensorik dan dukungan emosional


Pada KEP berat terjadi keterlambatan perkembangan mental/perilaku,
karenanya berikan kasih sayang, lingkungan yang ceria, terapi bermain

18
struktur 15-30 menit, aktivitas fisik segera setelah sembuh serta keterlibatan ibu.
Pasien tidak dapat berdiri dengan bantuan sertabelum bisa berjalan.

j. Tindak lanjut di rumah


Bila gejala klinis sudah tidak ada, BB anak sudah mencapai 80% BB/U, dapat
dikatakan sembuh. Pemberian diet pada KEP berat/gizi buruk harus memenuhi
syarat sebagai berikut yaitu telah melalui 3 periode yaitu periode stabilisasi,
periode transisi, dan periode rehabilitasi, kebutuhan energi mulai dari 80 sampai
200 kalori per kg BB/hari, kebutuhan protein mulai dari 1 sampai 6 gram per kg
BB/hari dan pemberian suplementasi vitamin dan mineral bila ada defisiensi atau
pemberian bahan makanan sumber mineral tertentu. Jumlah cairan 130-200 ml
per kg BB/hari, bila terdapat edema dikurangi.

2. Pengobatan Penyakit Penyerta


Pengobatan ditujukan pada penyakit yang sering menyertai KEP berat, yaitu:7

a. Defisiensi Vitamin A
Bila terdapat tanda defisiensi vitamin A pada mata, beri anak vitamin A secara
oral pada hari ke-1, 2 dan 14 atau sebelum pulang, dengan dosis :
o umur > 1 tahun : 200,000 iu/kali
o umur 6-12 bulan : 100,000 iu/kali
o umur 0-5 bulan : 50,000 iu/kali
Bila ada ulserasi pada mata, beri tambahan perawatan lokal untuk mencegah
prolaps lensa :
Beri tetes mata kloramfenikol atau salep mata tetrasiklin, setiap 2-3 jam
selama 7-10 hari lalu teteskan tetes mata atropin, 1 tetes, 3 kali sehari selama
3-5 hari
b. Dermatosis
Dermatosis ditandai dengan adanya :
Hipo/hiperpigmentasi
Deskuamasi

19
Lesi ulseratif eksudatif, menyerupai luka baker, sering disertai infeksi
sekunder, antara lain oleh Candida
Tatalaksana :
Kompres bagian kulit yang terkena dengan larutan KmnO 4 (K-
permanganat) 1% selama 10 menit kemudian beri salep/krim
Umumnya terdapat defisiensi Zn: beri preparat Zn peroral
c. Parasit/Cacing
Beri Mebendazole 100 mg oral, 2 kali sehari selama 3 hari, atau preparat anti
helmintik lain.
d. Diare Melanjut
Berikan formula bebas / rendah laktosa. Sering terjadi kerusakan mukosa usus
dan Giardiasis merupakan penyebab lain dari melanjutnya diare. Bila
mungkin, lakukan pemeriksaan tinja mikroskopik.
Beri: Metronidasol 7.5 mg/kgBB setiap 8 jam selama 7 hari.
e. Tuberkulosis
Pada setiap kasus gizi buruk, lakukan tes tuberculin/Mantoux dan rontgen
foto thoraks. Bila positif atau sangat mungkin TB, obati sesuai pedoman TB.
f. Anemia berat
Transfusi darah diperlukan jika:
Hb < 4 g/dl
Hb 4-6 g/dl dan anak mengalami gangguan pernapasan atau tanda gagal
jantung.
Pada anak gizi buruk transfusi harus diberikan secara lebih lambat dan dalam
volume lebih kecil dibanding anak sehat. Beri :
Darah utuk (whole blood), 10 ml/kgBB secara lambat selama 3 jam,
Furosemid, 1 mg/kg IV pada saat transfuse dimulai.
Bila terdapat gejala gagal jantung, berikan komponen sel darah merah
(packed red cells) 10 ml/kgBB. Jika Hb tetap rendah setelah transfuse,
jangan ulangi transfuse dalam 4 hari. 5,6

3. Pemulangan dan tindak lanjut

20
Bila telah tercapai BB/TB > -2SD (setara dengan >80%) dapat dianggap anak
telah sembuh. Anak mungkin masih mempunyai BB/U rendah karena anak
berperwakan pendek. Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap
dilanjutkan di rumah.
Berikan contoh kepada orang tua: 5,6
Menu dan cara membuat makanan kaya energia dan padat dizi serta frekuensi
pemberian makan yang sering.
Sarankan:
Melengkapi imunisasi dasar dan/atau ulangan
Mengikuti program pemberian vitamin A

2.8. PROGNOSIS

Prognosis pada penyakit ini buruk karena banyak menyebabkan kematian


dari penderitanya akibat infeksi yang menyertai penyakit tersebut, tetapi
prognosisnya dapat dikatakan baik apabila malnutrisi ditangani secara tepat dan
cepat. Kematian dapat dihindarkan apabila dehidrasi berat dan penyakit infeksi
kronis lain seperti tuberkulosis atau hepatitis yang menyebabkan terjadinya sirosis
hepatis dapat dihindari. Pada anak yang mendapatkan malnutrisi pada usia yang
lebih dewasa. Hal ini berbanding terbalik dengan psikomotor anak yang mendapat
penanganan malnutrisi lebih cepat menurut umurnya, anak yang lebih muda saat
mendapat perbaikan keadaan gizinya akan cenderung mendapatkan kesembuhan
psikomotornya lebih sempurna dibandingkan dengan anak yang lebih tua,
sekalipun telah mendapatkan penanganan yang sama. Hanya saja pertumbuhan
dan perkembangan anak yang pernah mengalami kondisi marasmus ini cenderung
lebih lambat, terutama terlihat jelas dalam hal pertumbuhan tinggi badan anak dan
pertambahanan berat anak, walaupun jika dilihat secara ratio berat dan tinggi anak
berada dalam batas yang normal.1,2

BAB III

21
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : An. AG
Jenis Kelamin : Laki - laki
Usia : 1 tahun 6 bulan
Alamat : Desa Ayong Dsn 3, kecamatan maelang
Masuk RS : 24 Oktober 2016

Nama Ayah : Tn. MG


Pekerjaan : Buruh Tani
Nama Ibu : Ny. D
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

3.2 Anamnesis
Dilakukan alloanamnesis dengan ibu pasien pada tanggal 24 Oktober 18.55.
Keluhan Utama
Perut membesar sejak 3 bulan sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUDB dengan keluhan perut membesar sejak 3
bulan sebelum masuk rumah sakit. Pasien sudah sempat berobat ke mantri
tapi tidak ada perubahan dan 1 bulan SMRS perut sudah makin membesar.
Bengkak pada kedua kaki sejak 1 minggu SMRS. Pasien belum buang air
besar sejak 2 minggu SMRS. Bila BAB kotoran keras dan hanya sedikit
sekali. Buang air kecil tidak ada keluhan BAK 3 4 kali sehari, kuning,
jernih. Menurut ibu pasien, pasien tidak pernah ditimbang BB sebelumnya,
namun semakin tampak kurus.
Riwayat Penyakit Dahulu
OS belum pernah sakit seperti ini sebelumnya.

22
Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang sedang sakit seperti ini.
Riwayat Kehamilan
Ibu pasien periksa kandungan ke bidan 2 kali saat. Ibu pasien tidak pernah
sakit selama kehamilan. Selama hamil tidak pernah mengalami
perdarahan.
Riwayat kelahiran
Pasien dilahirkan puskesmas dibantu perawat, dengan usia kehamilan
cukup bulan. Saat lahir langsung menangis. BBL : 2,8kg, PBL : tidak
diketahui.
Riwayat Tumbuh Kembang
o Motorik Kasar
4 bulan : Tengkurap bolak balik, menegakkan kepala
6 bulan : Duduk tanpa pegangan
9 bulan : Merangkak
12 bulan : Berdiri dengan berpegangan
o Motorik Halus
3 bulan : Memegang mainan
15 bulan : Mencorat coret
o Bahasa
6 bulan : Mengoceh
12 bulan : Memanggil mama, papa
o Personal Sosial
8 bulan : Memasukkan makanan ke mulut
12 bulan : Minum langsung dari cangkir
Kesan : Pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan usia.
Riwayat Imunisasi
Ibu pasien lupa jenis imunisasi apa saja yang sudah diberikan. Imunisasi
dilakukan di posyandu sampai pasien berumur 6 bulan saja. Kesan :
Imunisasi tidak lengkap.
Riwayat Pemberian Makanan
Pasien diberikan ASI eksklusif sejak lahir s.d. usia 3 bulan, tanpa makanan
atau minuman tambahan apapun. Setelah itu pasien mulai diberikan
makanan tambahan pada usia 3 bulan yaitu bubur susu sampai 1 tahun

23
tanpa didampingi ASI. Pasien tidak diberikan susu formula apapun karena
tidak mau minum susu. Sejak usia 1 tahun sampai sekarang, pasien makan
3 kali sehari namun sulit karena tidak nafsu makan. Setiap pagi pasien
hanya makan bubur nasi polos porsi dengan kecap manis dan terkadang
dengan tambahan ikan potong dan air putih. Siang hari, os biasanya
makan nasi putih porsi dengan sayur sop. Pada malam hari pasien
terkadang tidak mau makan. Karena pasien tidak mau minum susu formula
maka ibu pasien memberikan kopi instan sebagai gantinya yang disukai
pasien.
Riwayat Pengobatan
Ibu pasien belum pernah memberikan suplemen penambah nafsu makan.
Riwayat Psikososial
Pasien merupakan anak pertama dari satu bersaudara. Pasien tinggal di
rumah permanen beton dengan lantai dari semen Pasien tidur bersama
kedua orang tuanya. Terdapat ventilasi udara dan satu buah jendela.

3.3 Pemeriksaan Fisik


A. Tanda Vital
Tekanan Darah : tidak diukur
Nadi : 120 x/menit
Pernapasan : 40 x/menit
Suhu : 36,40 C
B. Status Gizi
Berat Badan : 7,5 Kg
Tinggi Badan : 75 Cm
Umur : 1 Tahun 6 bulan

Dari berbagai jenis perhitungan indeks antropometri diperlukan ambang batas


untuk mempresentasikannya yang dapat disajikan dengan 2 cara yaitu :
1. Standar deviasi unit
Perhitungan z-score :

24
Maka :

BB/U : 7,5-10,9 / 10,9-9,8 : -3,1 (Gizi Buruk <-3 SD)

TB/U : 75-82,3 / 82,3-79,6 : -2,70 (Pendek -3SD s/d <-2SD)

BB/TB : 7,5-9,5 / 9,5-8,8 : -2,85 (Kurus -3SD s/d <-2SD)

IMT/U : IMT:BB/PB2 : 7,5/0,752 : 7,5/0,5625 :13,33

: 13,33-16,1 / 16,1-14,9 : -2,30 (Kurus -3SD s/d <-2SD)

2. Persen terhadap median

Status Gizi Indeks


BB/U TB/U BB/TB
Gizi Baik > 80% > 90% > 90%
Gizi Sedang 71%-80% 81-90% 81-90%
Gizi Kurang 61%-70% 71-80% 71-80%
Gizi Buruk 60% 70% 70%

Tabel 6. Klasifikasi status gizi berdasarkan indeks antropometri

BB/U : 7,5/10,9 x 100% : 68% (Gizi Kurang)


TB/U : 75/82,3 x100% : 90% (Tinggi Sedang)
BB/TB : 7,5/9,5 x 100% : 78% (Gizi Kurang)

25
Gambar 6. Kurva pertumbuhan berat badan sesuai usia pada anak laki-laki
0-2 tahun

Gambar 7. Kurva pertumbuhan tinggi badan sesuai usia pada anak laki-laki
0-2 tahun

26
Gambar 8. Kurva pertumbuhan berat badan sesuai tinggi badan pada anak laki-
laki 0-2 tahun

27
Gambar 9. Kurva pertumbuhan IMT sesuai usia pada anak laki-laki 0-2 tahun

C. Status Generalisata

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang


Kesadaran : Compos mentis
Kepala
o Bentuk : Mesocephal
o Rambut : Rambut hitam kemerahan, tipis dan tidak mudah
dicabut
Mata : Konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-, bercak
bitot -/-
Hidung : Sekret yang keluar (-), epistaksis (-)
Telinga : Serumen -/-
Mulut : Mukosa bibir lembab
Leher : Pembesaran KGB (-), Pembesaran tiroid (-)
Thorax
Inspeksi : Iga gambang, bentuk dan gerakan simetris, retraksi
intercosta (-)
Palpasi : Stem fremitus kiri = kanan
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi :
o Cor : BJ I,II murni, reguler, murmur (-), gallop (-)
o Pulmo : Vesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wheezing -/-
Abdomen
Inpeksi : Distensi abdomen (+), lingkar perut 47 cm
Auskultasi : Bising usus (+) menurun
Palpasi : Hepar lien dan ginjal tidak teraba.
Perkusi : Timpani di lapang abdomen.
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema tungkai (+/+),
baggy pants (+/+), atrofi otot lengan atas (+/+)

3.4 Pemeriksaan Penunjang

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

28
Hematologi Lengkap
Hemoglobin 4,9 g/dL 10,8-12,8
Leukosit 11,2 ribu/L 6,0-17
Hematokrit 16,4 % 35-43
Eritrosit 2,13 Juta/L 3,6-5,2
Trombosit 153 ribu/L 150-450
Indeks Eritrosit
77 fL 73-101
MCV
23 pg 23-31
MCH
29,9 % 26-34
MCHC
Hitung Jenis Leukosit
Basofil
0 % 0-1
Eosinofil
0 % 1-5
Neutrofil
Limfosit 48 % 17-60
Monosit 50 % 20-70
LED 2 % 1-11
80 mm/jam 0-10

Kimia Klinik
Protein Total 7,2 g/dL 6-8
Albumin 2,8 g/dL 3,8-5,4
Globulin 4,4 g/dL 1,6-3,5
GDS 98 mg/dL >54
Kolesterol Total 103 mg/dL 110-230
Urea N 25,3 mg/dL 5-18
Ureum 54 mg/dL 11-39
Kreatinin
1 mg/dL <1
eLFG
123 mL/menit/1,73m2

Urin Lengkap
Kimia Urin
Warna Kuning Kuning
Kejernihan Jernih Jernih
pH 6,0 4,5-8,0
Berat Jenis 1,015 1,003-1,035
Negatif sel/L Negatif
Leukosit
Negatif Negatif
Nitrit
Negatif mg/dL Negatif
Protein
Normal mg/dL Normal
Glukosa
Negatif mg/dL Negatif
Keton Normal mg/dL Normal

29
Urobilinogen Negatif Negative
Bilirubin Negatif sel/L Negative
Eritrosit
Mikroskopik Urin
Leukosit 0-2 /LPB <5
Eritrosit 0-2 /LPB <2
Epitel 0-2 /LPK <10
Silinder Negative /LPB Negative
Kristal Negative /LPB Negative
Bakteri Negative /LPK Negative
Lain-lain Negative
Feses Lengkap
Makro Warna
Coklat
Mikro
Leukosit
Eritrosit -
Telur-telur -
-

3.5 Diagnosa kerja : Gizi buruk tipe marasmus-kwashiorkor + Anemia Gravis

3.6 Penatalaksanaan

Pemberian makanan

a) Fase Stabilisasi (hari 1-2) :

- Berikan larutan gula pasir 10% oral /50 ml glukosa ( 5 gram gula pasir/1
sendok teh gula pasir dalam 50 ml air)
- 2 jam I : Berikan F-75 setiap 30 menit, 1/4 dari dosis untuk 2 jam
sesuai berat badan
- 10 jam II : Teruskan pemberian F-75 setiap 2 jam (65 ml) dan ASI
setelahnya berikan per 3 jam (95 ml) kemudian per 4 jam (125 ml).
Total 760 ml/hari minimum 610 ml/hari
Sebelum pemberian F-100, berikan dulu I hari F-100 dengan volume
seperti F-75 Lihat kondisi anak apakah sudah stabil

30
b) Fase Transisi (hari 3 7) :
- F-75 diganti dengan F-100, diberikan setiap 4 jam, dengan dosis
sesuai BB selama 2 hari (minimum 190 ml)
- Pada hari ke 3, mulai diberikan F-100 dengan dosis sesuai BB. Pada 4
jam berikutnya, dosisnya dinaikkan 10 ml, hingga anak tidak mampu
menghabiskan (maksimum 280 ml)
- Pada hari ke 4 diberikan F-100 setiap 4 jam 6 kali sehari, dengan dosis
sesuai BB berkisar antara dosis minimal dan dosis maksimal (190 ml
280 ml) dengan ketentuan tidak boleh melampaui dosis maksimal
dalam tabel F-100. Pemberian F-100 dengan dosis seperti ini
dipertahankan sampai hari ke 7 - 14 (hari terakhir fase transisi) sesuai
kondisi anak. Selanjutnya memasuki fase rehabilitasi dengan
menggunakan F-100 dan makanan padat sesuai dengan BB anak.

c) Fase Rehabilitasi (minggu 2 6):


- Bila BB <7 kg : Berikan F-100 ditambah dengan makanan bayi/ lumat
dan sari buah
- Bila BB >7 kg : Berikan F-100 ditambah dengan makanan anak/ lumat
serta buah
- Terus berikan makanan tahap rehabilitasi ini sampai tercapai : BB/TB-
PB > -2 SD Standar WHO 2005 (kriteria sembuh)

IVFD Kaen 4B 8-10 gtt/m (maintenance 4ml/kgBB/jam)

Kotrimoksasol syrup ( 200 mg Sulfamethoxasole + 40 mg Trimetoprim per 5


ml) 2x1cth selama 5 hari

Vitamin A 200.000 IU/6 bulan, Vitamin C 100mg/hari dan Vitamin B


kompleks 1x1

Asam Folat 1x5mg (hari pertama) kemudian 1x1mg (hari selanjutnya)

Zinc 1x20mg

31
Berikan Fe sirup (30 mg besi per 5 ml) 1x1 cth dimulai pada hari ke 14 selama
4 minggu atau sampai kadar Hb normal 2 bulan berturut, periksa Hb tiap 1
bulan

3.7 Follow up

SOAP 25 Oktober 2016 (Kedua) 26 Oktober 2016 (Ketiga)


S Perut besar (+) bengkak di kaki (+) Demam (+), bengkak di kaki (+)

O Conjungtiva anemis +/+ Conjungtiva anemis +/+


Edema tungkai (+/+) Edema tungkai (+/+)
Baggy Pants(+/+) Baggy Pants(+/+)
Iga gambang (+) Iga gambang (+)
BB : 7,5 kg BB : 7,5 kg
HR : 110 x/menit HR : 100 x/menit
RR : 28 x/menit RR : 28 x/menit
S : 36,4 0 C S : 37,20 C
LP : 47 cm LP : 49 cm
A Marasmus-Kwashiorkor + Anemia Marasmus-Kwashiorkor + Anemia
Gravis Gravis
P IVFD Kaen 4B 8-10 gtt/m IVFD Kaen 4B 8-10 gtt/m
Kotrimoksasol 2x1 cth syrup Kotrimoksasol 2x1 cth syrup
Vitamin C 1x100mg, Vit B Vitamin C 1x100mg, Vit B
kompleks 1x1 kompleks 1x1
Asam Folat 1x1 mg Asam folat 1x1mg
Zinc 1x20 mg Zinc 1x20 mg
F75 per 4 jam (125 ml). Total 760 F-100 setiap 4 jam, dengan dosis
ml/hari minimum 610 ml/hari sesuai BB selama 2 hari
Memberikan stimulasi sensorik dan (minimum 190 ml)
dukungan emosional Memberikan stimulasi sensorik
dan dukungan emosional

SOAP 27-28 Oktober 2016 29 Oktober 2016 (Kelima)


(Keempat)

32
S BAB (+) 2x padat, bengkak di kaki BAB (+)1x, demam (-), bengkak
(+) di kaki (+)
O Conjungtiva anemis +/+ Conjungtiva anemis +/+
Edema tungkai (+/+) Edema tungkai (+/+)
Baggy Pants(+/+) Baggy Pants(+/+)
Iga gambang (+) Iga gambang (+)
BB : 7,5 kg BB : 7,5 kg
HR : 100 x/menit HR : 100 x/menit
RR : 28 x/menit RR : 28 x/menit
S : 37,2 0 C S : 36,40 C
LP : 47 cm LP : 47 cm
A Marasmus-Kwarshiorkor + Anemia Marasmus-Kwarshiorkor +
Gravis Anemia Gravis
P IVFD Kaen 4B 8-10 gtt/m IVFD Kaen 4B 8-10 gtt/m
Kotrimoksasol 2x1 cth syrup Kotrimoksasol 2x1 cth syrup
Vitamin C 1x100mg, Vit B Vitamin C 1x100mg, Vit B
kompleks 1x1 kompleks 1x1
Asam Folat 1x1 mg Asam Folat 1x1 mg
Zinc 1x20 mg Zinc 1x20 mg
F-100 setiap 4 jam, dengan dosis F-100 dosis sesuai BB. Pada 4 jam
sesuai BB selama 2 hari (minimum berikutnya, dosisnya dinaikkan 10
190 ml) ml hingga anak tidak mampu
Memberikan stimulasi sensorik dan menghabiskan (maksimum 280
dukungan emosional ml)
Memberikan stimulasi sensorik
dan dukungan emosional

SOAP 31 Oktober 2016 1 November 2016


(Keenam) (Keluarga pasien minta
pulang paksa)
S BAB (+) 2x padat, bengkak di kaki BAB (+) 1x,bengkak kaki
(+)

33
O Conjungtiva anemis +/+ Conjungtiva anemis +/+
Edema tungkai (-/+) Edema tungkai (-/+)
Baggy Pants(+/+) Baggy Pants(+/+)
Iga gambang (+) Iga gambang (+)
BB : 7,5 kg BB : 7,5 kg
HR : 110 x/menit HR : 108 x/menit
RR : 28 x/menit RR : 28 x/menit
S : 36,4 0 C S : 370 C
LP : 47 cm LP : 47 cm
A Marasmus-Kwarshiorkor + Anemia Marasmus-Kwarshiorkor +
Gravis Anemia Gravis
P IVFD Kaen 4B 8-10 gtt/m Aff Infus
Kotrimoksasol 2x1 cth syrup Pedimin drops 1 x 0,5 ml
Vitamin C 1x100mg, Vit B Asam Folat 1x1 mg
kompleks 1x1 Zinc 1x20 mg
Asam Folat 1x1 mg F-100 setiap 4 jam 6 kali sehari,
Zinc 1x20 mg dengan dosis sesuai BB berkisar
F-100 setiap 4 jam 6 kali sehari, antara dosis minimal dan dosis
dengan dosis sesuai BB berkisar maksimal (190 ml 280 ml)
antara dosis minimal dan dosis Memberikan stimulasi sensorik
maksimal (190 ml 280 ml) dan dukungan emosional
Memberikan stimulasi sensorik dan Kontrol besok untuk perpindahan
dukungan emosional fase pemberian makanan ke fase
rehabilitasi kemudian anjurkan
kontrol 1x/minggu

BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien An. AG umur 1 tahun 6 bulan datang ke IGD RSUDB tanggal 24


Oktober 2016 dengan keluhan perut membesar sejak 3 bulan sebelum masuk

34
rumah sakit. Pasien sudah sempat berobat ke mantri tapi tidak ada perubahan dan
1 bulan SMRS perut sudah makin membesar. Bengkak pada kedua kaki sejak 1
minggu SMRS. Pasien belum buang air besar sejak 2 minggu SMRS. Bila BAB
kotoran keras dan hanya sedikit sekali. Buang air kecil tidak ada keluhan BAK 3
4 kali sehari, kuning, jernih. Menurut ibu pasien, pasien tidak pernah ditimbang
BB sebelumnya, namun semakin tampak kurus. Pasien tidak diberikan susu
formula sejak selesai ASI 3 bulan hanya diberikan kopi dan makan 2x sehari
karena malas makan dan diberi nasi lembek dengan lauk ikan ataupun sayur sup.
Pasien belum bisa berjalan dan hanya bisa berdiri dengan bantuan serta duduk.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital nadi 120 x/menit, pernapasan
40 x/menit dan suhu 36,40 C. Rambut tidak mudah dicabut, konjungtiva anemis,
iga gambang, perut cembung tampak distensi abdomen, bising usus menurun,
kedua lengan atas dan kedua paha tampak kulit keriput dan jaringan lemak
subkutis sangat sedikit (muscle wasting), kedua kaki tampak pitting edema. Berat
badan 7,5 kg, panjang badan 75cm, dan lingkar perut 47 cm. Pada pemeriksaan
laboratorium didapatkan Hb 4,9 mg/dL, Ht 16,4%, LED 80mm/jam, Albumin 2,8
g/dL, globulin 4,4 g/dL, kolesterol total 103 mg/dL, ureum 54 mg/dL, kreatinin 1
mg/dL, urea N 25,3 mg/dL, hasil urinalisis dalam batas normal, pemeriksaan feses
lengkap didapatkan GDS 98 mg/dL, feses warna coklat namun darah serta telur
cacing tidak ditemukan.

Pasien didiagnosis kerja dengan gizi buruk tipe marasmus-kwashiorkor


dengan anemia gravis. Dengan penatalaksanaan yaitu :

Pemberian makanan

a) Fase Stabilisasi (hari 1-2) :

- Berikan larutan gula pasir 10% oral /50 ml glukosa ( 5 gram gula pasir/1
sendok teh gula pasir dalam 50 ml air)
- 2 jam I : Berikan F-75 setiap 30 menit, 1/4 dari dosis untuk 2 jam
sesuai berat badan

35
- 10 jam II : Teruskan pemberian F-75 setiap 2 jam (65 ml) dan ASI
setelahnya berikan per 3 jam (95 ml) kemudian per 4 jam (125 ml).
Total 760 ml/hari minimum 610 ml/hari
Sebelum pemberian F-100, berikan dulu I hari F-100 dengan volume
seperti F-75 Lihat kondisi anak apakah sudah stabil

b) Fase Transisi (hari 3 7) :


- F-75 diganti dengan F-100, diberikan setiap 4 jam, dengan dosis
sesuai BB selama 2 hari (minimum 190 ml)
- Pada hari ke 3, mulai diberikan F-100 dengan dosis sesuai BB. Pada 4
jam berikutnya, dosisnya dinaikkan 10 ml, hingga anak tidak mampu
menghabiskan (maksimum 280 ml)
- Pada hari ke 4 diberikan F-100 setiap 4 jam 6 kali sehari, dengan dosis
sesuai BB berkisar antara dosis minimal dan dosis maksimal (190 ml
280 ml) dengan ketentuan tidak boleh melampaui dosis maksimal
dalam tabel F-100. Pemberian F-100 dengan dosis seperti ini
dipertahankan sampai hari ke 7 - 14 (hari terakhir fase transisi) sesuai
kondisi anak. Selanjutnya memasuki fase rehabilitasi dengan
menggunakan F-100 dan makanan padat sesuai dengan BB anak.

c) Fase Rehabilitasi (minggu 2 6):


- Bila BB <7 kg : Berikan F-100 ditambah dengan makanan bayi/ lumat
dan sari buah
- Bila BB >7 kg : Berikan F-100 ditambah dengan makanan anak/ lumat
serta buah
- Terus berikan makanan tahap rehabilitasi ini sampai tercapai : BB/TB-
PB > -2 SD Standar WHO 2005 (kriteria sembuh)

IVFD Kaen 4B 8-10 gtt/m (maintenance 4ml/kgBB/jam)

Kotrimoksasol syrup ( 200 mg Sulfamethoxasole + 40 mg Trimetoprim per 5


ml) 2x1cth selama 5 hari

36
Vitamin A 200.000 IU/6 bulan, Vitamin C 1x100mg dan Vitamin B kompleks
1x1

Asam Folat 1x5mg (hari pertama) kemudian 1x1mg (hari selanjutnya)

Zinc 1x20mg

Fe sirup (30 mg besi per 5 ml) 1x1 cth dimulai pada hari ke 14 selama 4
minggu atau sampai kadar Hb normal 2 bulan berturut, periksa Hb tiap 1 bulan

Prevalensi balita yang mengalami gizi buruk di Indonesia masih tinggi.


Berdasarkan laporan selama tahun 2005 terdapat 76.178 balita mengalami gizi
buruk dan data Susenas tahun 2005 memperlihatkan prevalensi balita gizi buruk
sebesar 8,8% sesuai dengan kasus bahwa penderita berusia 1 tahun 6 bulan
menderita gizi buruk.2

Marasmus dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering
dijumpai pada bayi yang tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan
penggantinya atau sering diserang diare. Pada pasien ASI hanya diberikan sampai
usia 3 bulan dan tidak diberikan makanan pengganti melainkan hanya diberikan
kopi.4

Adanya keluhan perut membesar sejak 3 bulan sebelum masuk rumah


sakit dan bengkak pada kedua kaki sejak 1 minggu SMRS pada penderita KEP
adalah akibat adanya defisiensi protein mengakibatkan kurangnya asam amino
untuk sintesis sehingga produksi albumin oleh hepar menurun dan terjadi
hipoalbuminemia dan menurunnya osmolalitas cairan sehingga terjadi edema.
Edema baik yang ringan maupun berat ditemukan pada sebagian besar penderita
kwashiorkor. Walaupun jarang, asites dapat mengiringi edema. 2

Gejala saluran pencernaan merupakan gejala penting. Pada anoreksia yang


berat penderita menolak segala macam makanan, hingga adakalanya makanan
hanya dapat diberikan melalui sonde lambung. Diare tampak pada sebagian besar
penderita, dengan feses yang cair dan mengandung banyak asam laktat karena
mengurangnya produksi laktase dan enzim disakaridase lain. Adakalanya diare

37
demikian disebabkan pula oleh cacing dan parasit lain. Pada pasien didapatkan
penurunan nafsu makan, namun tidak didapatkan adanya diare.2

Pada usia 1 tahun 6 bulan pasien tidak dapat berdiri tanpa bantuan serta
tidak dapat berjalan pasien mengalami gangguan tumbuh kembang dimana sesuai
kepustakaan bahwa gangguan tumbuh kembang dapat terjadi bila berat badan di
bawah 80% dari baku Harvard persentil 50 walaupun terdapat edema, begitu pula
tinggi badannya terutama jika KEP sudah berlangsung lama. 2

Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital nadi 120 x/menit,


pernapasan 40 x/menit dan suhu 36,40 C. Rambut tidak mudah dicabut,
konjungtiva anemis, iga gambang, perut cembung tampak distensi abdomen,
kedua lengan atas dan kedua paha tampak kulit keriput dan jaringan lemak
subkutis sangat sedikit (muscle wasting), kedua kaki tampak pitting edema.

Adanya muscle wasting pada otot paha serta kedua lengan atas pada pasien
diakibatkan terjadinya atrofi otot hingga penderita tampak lemah dan berbaring
terus-menerus, walaupun sebelum menderita penyakit demikian sudah dapat
berjalan. Pengurangan massa otot pada pasien terutama pada ekstremitas bawah.
Faktor yang berperan pada proses pengecilan adalah Adenosine triphospate (ATP),
TNF-, interferon (IF) dan apoptosis. Jalur ATP berperan dalam peningkatan
proteolisis pada berbagai tipe otot sering merupakan respon terhadap asidosis,
infeksi atau asupan kalori yang tidak adekuat. Selama keadaan ini, otot dan kulit
akan kehilangan protein dalam jumlah besar dibandingkan organ viseral
sedangkan otak tidak terpengaruh. Pengaruh TNF- pada sel otot rangka berupa
pengurangan kandungan protein dan hilangnya adult myosin heavy chain. IF
mempengaruhi regulasi otot rangka melalui penghambatan serat otot baru yang
terbentuk, degenerasi serat otot yang baru dibentuk dan ketidak mampuan
memperbaiki kerusakan otot rangka. Proses kematian sel yang terprogram atau
apoptosis juga berperan pada pengecilan otot.3

Penurunan proporsi serat otot, atropi serabut otot tipe I dan tipe IIa vastus
lateralis serta terjadi peningkatan serat IIb mengakibatkan penurunan berat badan.
Penurunan serabut otot tipe I dan peningkatan relatif serabut tipe II didapatkan

38
pada otot rangka perifer. Hal ini menunjukkan perubahan proses oksidatif ke
glikolisis. Metabolisme glikolisis menghasilkan ATP yang lebih kecil
dibandingkan metabolisme oksidatif sehingga sangat berpengaruh pada
metabolisme otot rangka.3

Pitting edema terjadi pada kedua tungkai bawah pada pasien disebabkan
oleh kurangnya protein, sehingga tekanan onkotik intravaskular menurun. Jika hal
ini terjadi, maka terjadi ekstravasasi plasma ke intertisial. Plasma masuk ke
intertisial, tidak ke intrasel, karena pada penderita kwashiorkor tidak ada
kompensansi dari ginjal untuk reabsorpsi natrium. Padahal natrium berfungsi
menjaga keseimbangan cairan tubuh. Pada penderita kwashiorkor, selain
defisiensi protein juga defisiensi multinutrien. Ketika ditekan, maka plasma pada
intertisial lari ke daerah sekitarnya karena tidak terfiksasi oleh membran sel dan
mengembalikannya membutuhkan waktu yang lama karena posisi sel yang rapat.
Edema biasanya terjadi pada ekstremitas bawah karena pengaruh gaya gravitasi,
tekanan hidrostatik dan onkotik.4

Tampaknya iga gambang pada dada pasien, kulit keriput serta mengecilnya
otot di bagian kedua lengan atas serta kedua paha pasien sesuai teori diakibatkan
oleh menurunnya metabolisme sel dapat mengakibatkan kulit biasanya kering,
dingin, dan mengendor menyebabkan kehilangan banyak lemak dibawah kulit
serta otot-ototnya. Otot-otot atrofis, hingga tulang-tulang terlihat lebih jelas. 2

Pemeriksaan refleks patella yang dilakukan dapat negatif karena


kekurangan aktin myosin pada tendon patella dan degenerasi saraf motorik akibat
dari kekurangan protein, Cu dan Mg seperti gangguan neurotransmitter. Pada
pasien ini didapati refleks patella menurun.2

Pemeriksaan hemoglobin pasien 4,9 g/dL dan pasien didapatkan sering


minumkopi yang dimana kopi mengandung zat yang menghambat penyerapan zat
besi serta karena tidak tersedianya zat gizi dalam tubuh yang berperan dalam
pembentukan sel darah merah menyebakan anemia. Jenis anemia pada
kwashiorkor bermacam-macam, seperti normositik normokrom, mikrositik
hipokrom, makrositik hiperkrom, dan sebagainya. Perbedaan macam anemia pada

39
kwashiorkor dapat dijelaskan oleh kekurangan berbagai faktor yang mengiringi
kekurangan protein, seperti zat besi, asam folat, vitamin B12, vitamin C, tembaga,
insufisiensi hormon dan sebagainya. Macam anemia yang terjadi menunjukkan
faktor mana yang lebih dominan. Hipoplasia atau aplasia sumsum tulang
demikian disebabkan terutama kekurangan protein dan infeksi menahun. 2

Pada anak gizi buruk terjadi penurunan sintesis protein total dan
pemecahan protein total tubuh yang disebabkan proses adaptasi terhadap KEP
yang dapat meningkatkan resiko infeksi. Albumin serum yang merendah
merupakan kelainan yang sering dianggap spesifik dan sudah ditemukan pada
tingkat dini. Kadar globulin dalam serum kadang-kadang menurun akan tetapi
tidak sebanyak menurunnya albumin serum, hingga pada kwashiorkor terdapat
rasio albumin/globulin yang biasanya menjadi lebih rendah, bahkan pada
kwashiorkor yang berat ditemukan rasio yang terbalik. Hasil albumin 2,8 mg/dL
(menurun) dan globulin 4,4mg/dL (meningkat).2

Hasil laboratorium pasien menunjukan adanya peningkatan ureum 54


mg/dL, kreatinin 1 mg/dL, urea N 25,3 mg/dL. Menurut teori peningkatan BUN
dikaitkan dengan ketidakmampuan ginjal menyaring urea, dimana biasanya terjadi
pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal, dehidrasi, perdarahan gastrointestinal
serta penyumbatan saluran kemih.6

Jika terjadi kekurangan protein, maka terjadi penurunan pembentukan


lipoprotein. Hal ini membuat penurunan HDL dan LDL. Karena penurunan HDL
dan LDL, maka lemak yang ada di hepar sulit ditransport ke jaringan-jaringan,
pada akhirnya penumpukan lemak di hepar. Pada penderita kwashiorkor, terutama
yang berat, kadar kolesterol darahnya rendah. Mungkin saja rendahnya kolesterol
darah disebabkan oleh makanan sehari-harinya yang terdiri dari sayuran hingga
tidak mengandung kolesterol, atau adanya gangguan dalam pembentukan
kolesterol dalam tubuh. Hasil kolesterol darah pasien didapatkan 103mg/dL,
akibat menu makanan pasien yang jarang makan daging, telur, ikan serta susu dan
produk hewani lainnya.2,4

40
Hipoglikemia dan hipotermia biasanya terjadi bersama-sama, seringkali
sebagai tanda adanya infeksi. Pemberian makanan yang sering penting untuk
mencegah kedua kondisi tersebut. Bila kadar gula darah <50 mg/dl, berikan 50 ml
bolus D10 atau larutan sukrosa 10% (1sdt gula dalam 5sdm air) secara oral atau
per-NGT, selanjutnya berikan larutan tersebut setiap 30 menit selama 2 jam
(setiap kali berikan bagian dari jatah untuk 2 jam), berikan antibiotika suntik.
Pada pasien dengan hasil gula darah 98 mg/dL maka tidak diberikan bolus D10,
namun tetap diberikan antibiotika oral dan susu F75.6,7

Suhu tubuh pasien saat MRS 36,4 C, namun sesuai teori bila suhu ketiak
<36C, periksa suhu dubur dengan termometer suhu rendah. Bila suhu dubur
<36C hangatkan anak dengan pakaian atau selimut sampai menutup kepala,
letakkan dekat lampu atau pemanas (jangan gunakan botol air panas) atau peluk
anak di dada ibu dan beri antibiotika, atau antibiotika dapat diberikan untuk
mencegah infeksi pada anak dengan gizi buruk akibat rentannya terkena infeksi
maka pada pasien diberikan kotrimoksasol syrup 2x1 cth.5,7

41
Pemberian cairan infus tidak diperlukan dan dihindari kecuali ada syok
dan dehidrasi. Lakukan pemberian cairan infus dengan hati-hati, tetesan perlahan-
lahan untuk menghindari beban sirkulasi jantung. Namun sebaiknya sebagai
penganti, berikan larutan garam/elektrolit khusus yaitu Resomal atau
penggantinya. Pada pasien diberikan cairan infus kaen 4B 8-10 gtt/m sesuai
dengan berat badan dan kebutuhan pasien untuk sebagai maintenance saja karena
pasien direncanakan transfusi PRC 100cc/hari.7

Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit dapat ditambahkan kalium 2-4


mEq/kgBB/hari (=150-200 mg KCl/kgBB/hari), Mg 0,3-0,6 mEq/kgBB/hari
(=7,5-15 mg MgCl2/kgBB/hari), untuk rehidrasi berikan cairan rendah Na
(Resomal/pengganti) serta siapkan makanan tanpa diberi garam/rendah garam.
Pada pasien tidak diberikan tambah elektrolit dengan obat melainkan diberikan
tambahan elektrolit lewat asupan makanan pasien contohnya pisang yang
mengandung kalium.7

Apabila didapatkan adanya komplikasi (renjatan, hipoglikemia,


hipotermia, dermatosis dengan kulit kasar/infeksi saluran nafas atau infeksi
saluran kencing atau letargis/ tampak sakit), maka diberikan antibiotik gentamisin
IV atau IM 7,5mg/kgBB/hari 7 hari ditambah ampicilin IV atau IM
50mg/kgBB/6jam 2 hari, bila tidak membaik dalam 48 jam tambahkan
kloramfenikol IV atau IM 25 mg/kg/8 jam selama 5 hari (beri setiap 6 jam bila
diperkirakan meningitis). Sesuai kepustakaan pada semua KEP berat/gizi buruk
beri secara rutin antibiotika karena anak dengan gizi buruk rentan terkena infeksi
contohnya infeksi saluran pernapasan atas maupun diare, karena tidak ada
komplikasi pada pasien maka pada pasien diberikan antibiotik oral kotrimoksasol
syrup 2x1 cth.6,7

Pemberian cairan dan makanan untuk stabilisasi (penderita gizi buruk


tidak menunjukkan tanda bahaya atau tanda penting tertentu) dengan edema7,8 :

- Berikan larutan gula pasir 10% oral /50 ml glukosa (5 gram gula
pasir/1 sendok teh gula pasir dalam 50 ml air)

42
- 2 jam I : Berikan F-75 setiap 30 menit, 1/4 dari dosis untuk 2 jam
sesuai berat badan
- 10 jam II : Teruskan pemberian F-75 setiap 2 jam sesuai BB dan ASI
setelahnya berikan per 3 jam kemudian per 4 jam sesuai BB. Total
100ml/kg BB/hari minimum 80% dari total sehari.
Sebelum pemberian F-100, berikan dulu I hari F-100 dengan volume
seperti F-75 Lihat kondisi anak apakah sudah stabil
Kebutuhan energi 80-100 kkal/kgBB/hari, protein1-1,5 gr/kgBB/hari dan
cairan 130 ml/kgBB/hari atau 100 ml/kgBB/hari pada edema berat.

d) Fase Transisi (hari 3 7) :


- F-75 diganti dengan F-100, diberikan setiap 4 jam, dengan dosis
sesuai BB selama 2 hari (minimal 150 ml/kgBB/hari)
- Pada hari ke 3, mulai diberikan F-100 dengan dosis sesuai BB. Pada 4
jam berikutnya, dosisnya dinaikkan 10 ml, hingga anak tidak mampu
menghabiskan (maksimal 220 ml/kgBB/hari)
- Pada hari ke 4 diberikan F-100 setiap 4 jam 6 kali sehari, dengan dosis
sesuai BB berkisar antara dosis minimal dan dosis maksimal sesuai BB
dengan ketentuan tidak boleh melampaui dosis maksimal dalam tabel
F-100. Pemberian F-100 dengan dosis seperti ini dipertahankan sampai
hari ke 7 - 14 (hari terakhir fase transisi) sesuai kondisi anak.
Selanjutnya memasuki fase rehabilitasi dengan menggunakan F-100
dan makanan padat sesuai dengan BB anak.
Kebutuhan energi 100-150 kkal/kgBB/hari, protein2-3 gr/kgBB/hari dan
cairan 150 ml/kgBB/hari.

e) Fase Rehabilitasi (minggu 2 6):


- Bila BB <7 kg : Berikan F-100 ditambah dengan makanan bayi/ lumat
dan sari buah
- Bila BB >7 kg : Berikan F-100 ditambah dengan makanan anak/ lumat
serta buah

43
- Terus berikan makanan tahap rehabilitasi ini sampai tercapai : BB/TB-
PB > -2 SD Standar WHO 2005 (kriteria sembuh)
Kebutuhan energi 150-220 kkal/kgBB/hari, protein 4-6 gr/kgBB/hari dan
cairan 150-200 ml/kgBB/hari.

Pada masa rehabilitasi, dibutuhkan berbagai pendekatan secara gencar agar


tercapai masukan makanan yang tinggi dan pertambahan berat badan
50g/minggu. Setelah periode transisi dilampaui, anak diberi makanan/formula
dengan jumlah tidak terbatas dan sering, energi 150-220 kkal/kgBB/hari, protein
4-6 g/kgBB/hari. Bila anak mendapat ASI, teruskan, tapi juga beri formula, karena
energi dan protein ASI tidak akan mencukupi tumbuh kejar. 7 Pada pasien belum
sempat diberikan makanan tumbuh kejar karena pasien pulang paksa namun telah
diberikan edukasi makanan sehat yang banyak serta sering diselingi dengan susu
formula dan bubur susu.7

Koreksi defisiensi mikronutrien dapat berikan setiap hari berupa


suplementasi multivitamin, asam Folat 1mg/hari (5 mg pada hari pertama), seng 2
mg/kgBB/hari, tembaga 0,2 mg/kgBB/hari. Vitamin A pada hari pertama dengan
dosis sesuai umur, umur >1 tahun 200.000 iu, 6-12 bulan 100.000 iu, <6 bulan
50.000 iu. Pada pasien diberikan vitamin A kapsul 200.000 IU 1x1 dan diberikan
asam folat hari pertama 1x5mg dan seterusnya 1x1 mg serta zinc 1x20 mg7,8

Sesuai hasil pemeriksaan Hb pasien 4,9 mg/dL dan tidak didapatkan tanda
gagal jantung ataupun distres pernafasan maka di rencanakan untuk diberikan Fe
sirup (30 mg besi per 5 ml) 1x1 cth dimulai pada hari ke 14 selama 4 minggu atau
sampai kadar Hb normal 2 bulan berturut, periksa Hb tiap 1 bulan. Pada pasien
dengan anemia transfusi darah diperlukan bila Hb <4 g/dl atau Hb 4-6 g/dl disertai
distres pernafasan atau tanda gagal jantung. Diberikan transfusi darah segar 10
ml/kgBB dalam 3 jam, beri furosemid 1 mg/kgBB secara i.v. pada saat transfusi
dimulai serta perhatikan adanya reaksi transfusi (demam, gatal, Hb-uria, syok).
Bila pada anak dengan distres nafas setelah transfusi Hb tetap <4 g/dl atau antara
4-6 g/dl, jangan diulangi pemberian darah.7,9

44
Pada KEP berat terjadi keterlambatan perkembangan mental/perilaku,
karenanya berikan kasih sayang, lingkungan yang ceria, terapi bermain
struktur 15-30 menit, aktivitas fisik segera setelah sembuh serta keterlibatan ibu.
Pasien tidak dapat berdiri dengan bantuan serta belum bisa berjalan diusianya 1
tahun 6 bulan, maka dari itu perlu diberikan edukasi bagi ibu untuk dapat
memberi stimulasi sensorik dan dukungan emosional pada sang anak.5,7

Persiapan untuk tindak lanjut di rumah dapat dilakukan sejak anak dalam
perawatan, misalnya melibatkan ibu dalam kegiatan merawat anaknya. Kriteria
sembuh bila BB/TB atau BB/PB > -2 SD dan tidak ada gejala klinis. Anak dapat
dipulangkan bila memenuhi kriteria pulang sebagai berikut : 1) Edema sudah
berkurang atau hilang, anak sadar dan aktif 2) BB/PB atau BB/TB > -3 SD 3)
Komplikasi sudah teratasi 4) Ibu telah mendapat konseling gizi 5) Ada kenaikan BB
sekitar 50 g/kg BB/minggu selama 2 minggu berturut-turut 6) Selera makan sudah
baik, makanan yang diberikan dapat dihabiskan.

Tindak lanjut di rumah bagi anak gizi buruk bila gejala klinis dan
BB/TB-PB >-2 SD, dapat dikatakan anak sembuh. Pola pemberian makan
yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan di rumah setelah penderita
dipulangkan. Berikan contoh kepada orang tua menu dan cara membuat
makanan dengan kandungan energi dan zat gizi yang padat, sesuai dengan
umur berat badan anak serta terapi bermain terstruktur. Sarankan
memberikan makanan beragam dengan porsi kecil dan sering sesuai dengan
umur anak dan berikan ASI sampai 2 tahun. Membawa anaknya kembali
untuk kontrol secara teratur : Bulan 1 : 1x/minggu Bulan II : 1x/2 minggu
Bulan III VI : 1x/bulan, pemberian suntikan/imunisasi dasar dan ulangan
(booster), dan pemberian vitamin A dosis tinggi setiap 6 bulan sekali (dosis
sesuai umur). Posyandu dapat secara rutin setiap bulannya melakukan
pemantauan tumbuh kembang juga pencatatan KMS, demonstrasi
pembuatan MP-ASI setiap minggunya serta Pemberian Makanan Tambahan
Pemulihan (PMT-P) 350 kkal dan 15 gram protein selama 3 bulan setiap
hari.

45
Bahan Per 100 ml F 100 F 135
F75
Susu skim bubuk g 25 85 90
Gula pasir g 100 50 65
Minyak sayur g 30 60 75
Larutan elektrolit Ml 20 20 27
Tambahan air s/d Ml 1000 1000 1000
NILAI GIZI
Energi Kalori 750 1000 1350
Protein g 9 29 33
Lactosa g 13 42 48
Potasium Mmol 36 59 63
Sodium Mmol 6 19 22
Magnesium Mmol 4.3 7.3 8
Seng Mg 20 23 30
Copper Mg 2.5 2.5 3.4
% energi protein - 5 12 10
% energi lemak - 36 53 57
Osmolality Mosm/l 413 419 508
Tabel 7. Formula WHO serta nilai gizinya

Keterangan :

F75 : Setiap 100 ml mengandung 75 kalori

F100 : Setiap 100 ml mengandung 100 kalori

F135 : Setiap 100 ml mengandung 135 kalori

46
BAB V

PENUTUP

5.1. KESIMPULAN

Gizi buruk masih merupakan masalah kesehatan utama di banyak negara


di dunia, terutama di negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia.
Salah satu klasifikasi dari gizi buruk adalah tipe marasmik-kwashiorkor, yang
diakibatkan defisiensi protein berat dan pemasukan kalori yang sedikit atau tidak
cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi.
Penatalaksanaan gizi buruk secara umum memiliki 10 prinsip yang harus
dilakukan yaitu mengatasi/mencegah hipoglikemia, mengatasi/mencegah
hiponatremia, mengatasi/mencegah dehidrasi, koreksi gangguan keseimbangan
elektrolit, obati/cegah infeksi, mulai pemberian makanan, fasilitasi tumbuh-kejar
(catch up growth), koreksi defisiensi nutrient mikro, stimulasi sensorik dan
dukungan emosi/mental, persiapkan dan rencanakan tindak lanjut setelah sembuh.

5.2. SARAN

Diperlukan usaha lebih untuk menanggulangi permasalahan gizi buruk:

1. Anak sebaiknya mendapatkan asupan gizi yang adekuat yaitu kecukupan


karbohidrat, lemak, protein, serat, vitamin dan mineral dalam makanan
sehari-harinya.
2. Orang tua rutin memeriksakan anaknya ke pusat kesehatan terdekat seperti
posyandu atau puskesmas untuk memantau tumbuh kembang anak-
anaknya.
3. Pemerintah bersama dengan masyarakat melalui posyandu dan puskesmas
turut berperan aktif sebagai basis terdepan dalam usaha meningkatkan
taraf hidup masyarakat terutama anak-anak dalam menuju Indonesia sehat
di masa depan.
4. Pemerintah menggalakan kembali program Keluarga Berencana melalui
puskesmas-puskesmas maupun pusat kesehatan lain.

47
DAFTAR PUSTAKA

1. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stenton BF. Nelson Textbook of
Pediatrics.18th Edition. United States of America : Sunders Elsevier Inc.2007.
Hal : 229-232.
2. Pudjiadi Solihin. Penyakit KEP (kurang Energi dan Protein) dari Ilmu Gizi
Klinis pada Anak. Edisi keempat. Fakultas Kedokteran Univesitas Indonesia.
Jakarta. 2005 : 95-137.
3. Emedicine. Protein Energy Malnutrition. Diunduh pada tanggal 25 November
2012 dari : http://emedicine.medscape.com/article/1104623-overview#a0101
4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina
Kesehatan Masyarakat Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Sistem Kewaspadaan
Dini (SKD) KLB-Gizi Buruk. Departemen Kesehatan RI, 2008.
5. Departement of Child and Adolescent Health and Development. Management
of the Child with Serious Infection or Severe Malnutrition : Guidelines for
Care at the First-Refferal Level in Developing Countries.United States of
America : World Health Organization. 2000. Hal : 80-91.
6. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak.
Buku 1. Info Medika. Jakarta. 2000
7. Tim Adaptasi Indonesia. Buku Saku : Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah
Sakit, Pedoman Bagi Rumah Sakit Tingkat Pertama di Kabupaten/Kota.
Jakarta : Departemen Kesehatan dan WHO. 2009. Hal : 193-221.
8. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina
Kesehatan Masyarakat Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Buku Bagan
Tatalaksana Anak Gizi Buruk. Departemen Kesehatan RI, 2011.
9. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina Gizi dan
Kesehatan Ibu dan Anak Direktorat Bina Gizi. Standar Antropometri
Penialaian Status Gizi Anak. Kementerian Kesehatan RI, 2011.
10. Indonesian Nutrition Network. Pedoman Tata Laksana KEP pada Anak di
Rumah Sakit Kabupaten/Kota. Diunduh tanggal 30 November 2012 dari :
http://gizi.depkes.go.id/pedoman-gizi/pd-kep-kab-kota.shtml

48

Anda mungkin juga menyukai