Anda di halaman 1dari 21

PELATIHAN SINGKAT PENYUSUNAN KONTRAK PERKULIAHAN

DAN BAHAN AJAR BAGI STAF PENGAJAR PTN


KAWASAN TIMUR INDONESIA

PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME
DALAM PEMBELAJARAN

DRS FRANS A. RUMATE, Apt.

KERJASAMA
PUSAT PENINGKATAN DAN PENGEMBANGAN AKTIVITAS
INSTRUKSIONAL UNIVERSITAS HASANUDDIN
(P3AI-UNHAS)
DENGAN
BAGIAN KEGIATAN PENINGKATAN KUALITAS
SUMBER DAYA MANUSIA DIRJEN DIKTI

0
21 -26 November 2005

1
PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME DALAM PEMBELAJARAN

Drs Frans A.Rumate, Apt. *

I. PENDAHULUAN

Dalam rangka meningkatkan daya saing bangsa, sangatlah penting untuk mengadopsi
metode pembelajaran yang sesuai untuk pencapaian tujuan pembelajaran, dengan
melakukan pergeseran dari teaching centered ke learning centered, mengakomodasi
kebutuhan perimbangan antara keunggulan dan kesesuaian akademik untuk tujuan
peningkatan kualitas, kebutuhan peserta didik , dan pendekatan belajar lain yang lebih
lentur (HELTS 2003-2010). Usaha pembelajaran berorientasi-pembelajar di perguruan
tinggi telah dilakukan melalui program penataran PEKERTI/AA bagi staf pengajar.
Konsep pembelajaran ini telah lama pula diadopsi pada pendidikan dasar dan menengah
melalui Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). Demikian pula Kurikulum Berbasis Kompetensi
(KBK) pada dasarnya berorientasi pembelajar, dengan perumusan kompetensi yang
perlu dicapai seorang lulusan pada penyelesaian suatu program pendidikan.

Perkembangan terakhir dalam pendidikan, khususnya pendidikan tinggi, ialah penerapan


berbagai strategi pembelajaran yang berorientasi pembelajar ( Student-centered
Learning Strategies) :
- belajar aktif
- belajar mandiri
- belajar kooperatif dan kolaboratif
- generative learning,

* Pusat Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas Instruksional


Universitas Hasanuddin (P3AI-UNHAS)

2
dan berbagai model pembelajaran kognitif
- problem based learning
- discovery learning
- cognitive strategies
Semuanya ini didasarkan pada teori belajar atau aliran filsafat Konstruktivisme.

Konstruktivisme saat ini semakin mempengaruhi pembelajaran tradisional, khususnya


pembelajaran pada pendidikan tinggi. Sebagian pakar menganggap konstruktivisme
sebagai suatu aliran filsafat pengetahuan , namun sebagian lagi menganggapnya
sebagai suatu teori tentang pembelajaran. Menurut Kamus Merriam Webster, teori ialah
prinsip-prinsip umum yang masuk akal atau dapat diterima secara ilmiah yang disajikan
untuk menjelaskan suatu fenomena, sedangkan filsafat (philosophy) ialah pencarian
akan pemahaman umum tentang nilai-nilai dan realitas, yang dilakukan terutama
melalui cara yang spekulatif, bukan secara observasi. Konstruktivisme bukan berakar
pada penelitian pendidikan dibanding dengan berbagai teori belajar yang lain seperti
behaviorisme dan kognitivisme. Namun demikian, saat ini konstruktivisme banyak
dikembangkan oleh komunitas pendidik dalam melalukan desain atau rancangan
instruksional.

II. BATASAN /DEFINISI KONSTRUKTIVISME

Konstruktivisme

merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa


pengetahuan kita merupakan konstruksi (bentukan) kita sendiri, bukan imitasi
dari kenyataan, bukan gambaran dunia kenyataan yang ada.
pengetahuan selalu merupakan akibat dari konstruksi kognitif dari kenyataan
yang terjadi melalui serangkaian aktivitas seseorang (mahasiswa). Mahasiswa

3
membentuk skema, kategori, konsep dan struktur pengetahuan yang diperlukan
untuk pengetahuan.
pengetahuan bukanlah tentang hal-hal yang terlepas dari pengamat, tetapi
merupakan ciptaan manusia yang dikonstruksikan dari pengalaman atau dunia
yang dialaminya
proses pembentukan ini berjalan terus menerus, dan setiap kali terjadi
reorganisasi atau rekonstruksi karena adanya pengalaman baru.

III. PEMBENTUKAN PENGETAHUAN BARU

Pembentukan pengetahuan baru menurut Konstruktivisme dapat digambarkan dalam


bagan berikut :

Pancaindera
melihat
mendengar
menjamah
mencium
merasakan Konstruksi
Objek Pengetahuan
Lingkungan Baru

Pengalaman
fisik
kognitif
mental

IV. PANCAINDERA DAN KONSTRUKTIVISME

- Seseorang berinteraksi dengan objek dan lingkungannya melalui panca indranya, lalu
menkonstruksi gambaran dunia pengalamannya itu.

4
- Pengetahuan tidak dapat dipindahkan begita saja dari otak seseorang (dosen) ke
kepala orang lain (mahasiswa). Mahasiswa sendirilah yang harus mengartikan apa
yang dipelajarinya itu, dan menyesuaikannya dengan pengalaman atau hasil
konstruksi yang telah mereka miliki/bangun sebelumnya.

- Pengetahuan ada dalam diri seseorang yang sedang mengetahui. Pengetahuan tidak
dapat dipindahkan begitu saja dari otak seseorang ( dosen) ke kepala orang lain
(mahasiswa).

- Mahasiswa sendirilah yang harus mengartikan apa yang telah diajarkan itu dengan
cara menyesuaikannya terhadap pengalaman-pengalaman atau konstruksi yang
telah dibangunnya.sendiri dalam otaknya.

V. PENGALAMAN DAN KONSTRUKTIVISME

- Pengetahuan merujuk pada pengalaman seseorang akan dunia, tetapi bukan dunia
itu sendiri.
- Tanpa pengalaman, seseorang tidak dapat membentuk pengetahuan. Pengalaman
bukan saja pengalaman fisik, tetapi juga pengalaman kognitif dan mental.
- Pengetahuan dibentuk oleh struktur penerimaan konsep seseorang ketika ia
berinteraksi dengan lingkungannya. Jadi bagi orang itu, lingkungan ialah semua
objek dan proposisinya yang telah diabstraksikan ke dalam pengalaman orang itu.
Abstraksi seseorang terhadap suatu hal akan membentuk struktur konsep, dan
membentuk pengetahuan bagi orang tersebut.

VI. PROSES KONSTRUKTIVISME

Menurut konstruktivisme, pengetahuan bukan hal yang statis dan deterministik, tetapi
suatu proses menjadi tahu. Misalnya, pengetahuan mengenai kucing, tidak sekali jadi,

5
tetapi merupakan suatu proses. Pada pertama kali melihat kucing kita memperoleh
pengetahuan dengan melihat dan menjamah. Pada kesempatan lain, kita bertemu
dengan kucing lain. Interaksi dengan macam-macam kucing akan menjadikan
pengetahuan kita tentang kucing menjadi lebih lengkap dan rinci. Hal ini terjadi secara
terus menerus.

VII KONSTRUKSI DAN KEMAMPUAN MAHASISWA MENGKONSTRUKSI


PENGETAHUAN

Semua pengetahuan yang diperoleh adalah hasil rekonstruksi kita sendiri; kecil
kemungkinan adanya transfer pengetahuan dari seseorang kepada orang lain.
Pengetahuan bukan merupakan barang yang dapat ditransfer dari orang yang
mempunyai pengetahuan kepada orang yang belum mempunyai pengetahuan. Bila
seorang dosen bermaksud mentransfer suatu konsep, ide, dan pengertian kepada
mahasiswa, maka pemindahan itu harus diinterpretasikan, ditransformasikan dan
dikonstruksikan oleh mahasiswa itu sendiri lewat pengalamannya. Banyaknya
mahasiswa yang salah menangkap (misconception) apa yang diajarkan dosen itu
menunjukkan bahwa pengetahuan tidak dapat begitu saja dipindahkan, melainkan harus
dikonstruksikan, atau diinterpretasikan, dan ditransformasikan sendiri oleh mahasiswa.

Agar mahasiswa mampu mengkonstruksikan pengetahuan, diperlukan :

- Kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman


- Kemampuan membandingkan, dan mengambil keputusan (justifikasi)
mengenai persamaan atau perbedaan sesuatu hal.
- Lebih menyukai pengalaman yang satu daripada yang lain (selective
conscience).

6
VIII Gagasan (Konsep) Konstruktivisme mengenai pengetahuan

1. Pengetahuan bukanlah merupakan gambaran dunia kenyataan belaka, tetapi


selalu merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan mahasiswa ( Mind as
inner individual representation)
2. Mahasiswa mengkonstruksi sendiri skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur
dalam membangun pengetahuan, sehingga setiap individu akan memiliki, skema
kognitif, kategori, kosep, dan struktur yang berbeda. Dalam hal ini proses
abstraksi dan refleksi seseorang akan sangat berpengaruh dalam konstruksi
pengetahuan (Reflection / Abstraction as primary)
3. Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsep masing-masing individu
mahasiswa. Struktur konsep dapat membentuk pengetahuan, apabila konsep
yang baru diterima itu dapat dikaitkan atau dihubungkan (proposisi) dengan
pengalaman yang telah dimiliki mahasiswa. Dengan demikian maka pengetahuan
adalah apa yang ada dalam pikiran setiap mahasiswa (Knowledge as residing in
the mind).
4. Dalam proses pembentukan pengetahuan, kebermaknaannya itu merupakan
interpretasi individual mahasiswa terhadap pengalaman yang telah dialaminya
(Meaning as internally constructed).
5. Perampatan (penyamarataan) makna merupakan proses negosiasi di dalam
individu mahasiswa dengan pengalamannya melalui interaksi dalam proses
belajar mengajar (menjadi tahu) (Learning and teaching as negotiated
construction of meaning).
.
Beberapa faktor yang mempengaruhi proses konstruksi pengetahuan manusia :

Hasil konstruksi yang telah dimiliki seseorang (constructed knowledge).


Domain pengalaman seseorang (domain of experience)
Jaringan struktur kognitif seseorang (existing cognitive structure)

7
IX PERBANDINGAN KONSTRUKTIVISME DENGAN
BERBAGAI ALIRAN TEORI

Konstruktivisme dan Empirisme

Pertanyaan paling besar dalam konstruktivisme : Struktur pengetahuan itu terletak


dalam realitas mana ? Apakah yang disebut kebenaran pengetahuan ?

Kenyataan terdiri atas dua dimensi : dimensi eksternal yang bersifat objetif, dan dimensi
internal yang bersifat subjektif. Kaum rasionalis : pengetahuan merujuk pada obyek-
obyek, dan kebenaran merupakan akibat dari deduksi logis. (Cogito ergo sum = Saya
berpikir maka saya ada). Kaum empiris : pengetahuan merujuk pada obyek-obyek
berdasarkan penalaran induktif dengan bukti-bukti yang diperoleh dari pengalaman.
Menurut kaum empiris, semua kenyataan itu diketahui dan dipahami melalui indra, dan
kriteria kebenarannya adalah kesesuaiannya dengan pengalaman. Dalam hal ini kaum
rasionalis lebih menekankan pada : rasio, logika, dan pengetahuan deduktif, sedangkan
kaum empiris lebih menekankan pada pengalaman dan pengetahuan induktif.
Konstruktivisme dikatakan merupakan sintesis pandangan rasionalis dan empiris.
Konstruktivisme menunjukkan interaksi antara subyek dan objek, antara realitas
eksternal dan juga internal.

Konstruktivisme, Empirisme, dan Relativisme

Konstruktivisme sering terkontaminasi sehingga mengarah ke empirisme dan


relativisme, terlebih dalam pendidikan sains. Kaum konstruktivis dalam pendidikan sains
menekankan pada peranan indra, pengalaman, dan percobaan dalam pengembangan
pengetahuan, sehingga cenderung ke empirisme. Konstruktivis lain menekankan pada
abstraksi, sehingga mengarah pada relativisme, yang mengatakan bahwa semua konsep
adalah sah, karena setiap ide diturunkan dari suatu abstraksi yang dianggap sah pula.

8
Konstruktivisme, Empirisme, Nativisme, dan Pragmatisme
Kalau empirisme menyatakan bahwa semua pengetahuan diturunkan dari pengalaman
indrawi, nativisme menyatakan bahwa sumber pengetahuan adalah dari dalam diri
manusia. Konstruktivisme memuat segi empirisme dan nativisme (gabungan) :
pengetahuan itu berasal dari sumber luar tetapi dikonstruksikan dalam diri seseorang.
Kebenaran pengetahuan dalam konstruktivisme diganti dengan viability (berjalannya
suatu pengetahuan) dan tidak mengklain kebenaran. Hal ini berbeda dengan
pragmatisme yang berslogan : kebenaran adalah hanya apa yang jalan. Konstruktivisme
tidak mengklaim suatu kebenaran.

Konstruktivime vs Idealisme
Kaum idealis menyatakan bahwa pikiran dan konstruksinya adalah satu-satunya realitas.
Konstruktivisme menyatakan bahwa kenyataan adalah apa yang dikonstruksikan dalam
pikiran manusia . Bentukan selalu berjalan, namun tidak selalu merupakan representasi
dari dunia nyata.

Konstruktivisme vs Objektivisme.
Bagi para Objektivis : realitas itu ada, terlepas dari pengamat, dan dapat ditemukan
melalui langkah-langkah sistematis menuju kenyataan dunia ini. Konstruktivisme :
pengetahuan adalah konstruksi pikiran manusia. Pengetahuan adalah suatu kerangka
untuk mengerti bagaimana seseorang mengorganisasikan pengealaman, dan apa yang
mereka percayai sebagai realitas.

X PRINSIP-PRINSIP KONSTRUKTIVISME YANG BERKAITAN DENGAN


PEMBELAJARAN

1. Pengetahuan dibangun oleh mahasiswa sendiri, baik secara personal maupun


sosial.

9
2. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari dosen ke mahasiswa, kecuali melalui
keaktifan mahasiswa sendiri untuk menalar
3. Mahasiswa aktif mengkonstruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi
perubahan konsep menuju ke yang lebih rinci, lengkap, serta sesuai dengan
konsep ilmiah
4. Dosen sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses
konstruksi mhasiswa dapat terlaksana.

XI HUBUNGAN KONSTRUKTIVISME DENGAN BEBERAPA TEORI BELAJAR

Konstruktivisme menjadi landasan beberapa Teori Belajar, misalnya Teori Perubahan


Konsep, Teori Belajar Bermakna (Ausubel), Teori Skema.

Konstruktivisme dan Teori Perubahan Konsep

Konstruktivisme maupun Teori Perubahan Konsep percaya bahwa dalam proses belajar
seseorang mengalami perubahan konsep melalui proses perkembangan terus menerus,
dengan cara mengubah konsep lama melalui akomodasi. Atau mengembangkan konsep
yang sudah ada melalui asimilasi; pengertian yang dibentuk sendiri oleh mahasiswa
mungkin berbeda-beda dengan pengertian ilmuwan, sehingga terjadi miskonsepsi.

Konstruktivisme dan Balajar Bermakna


Teori Belajar Bermakna (Ausubel) juga didasarkan atas Konstruktivisme, dengan
penekanan pada pentingnya mahasiswa mengasosiasikan pengalaman, fenomena, dan
fakta baru ke dalam sistem pengertian yang telah dimiliki mahasiswa sebelumnya

Konstruktivisme dan Teori Skema

10
Teori Skema juga berlandaskan Konstruktivisme, memandang bahwa seseorang belajar
dengan mengadakan restrukturisasi (menambah atau mengganti) skema yang sudah
dimiliki. Proses pembentukan dan pengubahan skema merupakan proses belajar

XII PENGARUH KONSTRUKTIVISME TERHADAP PROSES BELAJAR

Menurut Konstruktivisme, belajar merupakan proses aktif mahasiswa mengkonstruksi


arti, wacana, dialog, pengalaman fsik, dll. Belajar juga merupakan proses mengasimilasi
dan menghubungkan pengalaman atau informasi yang dipelajari dengan pengertian
yang sudah dimiliki mahasiswa sehingga pengetahuannya berkembang.

Proses tersebut bercirikan :

1. Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan oleh mahasiswa dari apa
yang dilihat, dengar, rasakan, dan alami. Konstruksi arti itu dipengaruhi oleh
pengertian yang telah dimiliki.
2. Konstruksi arti merupakan proses yang terus menerus. Setiap kali berhadapan
dengan fenomena atau persoalan yang baru, mahasiswa akan selalu
mengadakan rekonstruksi.
3. Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan suatu proses
pengembangan pemikiran dengan membentuk suatu pengertian yang baru.
Belajar bukanlah suatu hasil perkembangan, melainkan perkembangan itu
sendiri, yang menuntut penemuan dan pengaturan kembali pemikiran seseorang.
4. Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema seseorang dalam
kesenjangan yang merangsang pemikiran lebih lanjut. Situasi ketidakseimbangan
(disequilibrium) adalah situasi yang baik untuk memacu belajar.
5. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman mahasiswa dengan dunia fisik dan
lingkungannya.

11
6. Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui mahasiswa,
yaitu konsep-konsep, tujuan, dan motivasi yang mempengaruhi interaksi dengan
bahan yang dipelajari.

XIII PENGARUH KONSTRUKTIVISME TERHADAP MAHASISWA

Kegiatan belajar adalah kegiatan aktif mahasiswa untuk menemukan sesuatu dan
membangun sendiri pengetahuannya, bukan proses mekanik untuk mengumpulkan
fakta. Mahasiswa bertanggungjawab atas hasil belajarnya. Ia membuat penalaran atas
apa yang telah dipelajarinya dengan cara mencari makna, membandingkannya dengan
apa yang telah diketahuinya, serta menyelesaikan ketidaksamaan antara yang telah
diketahui dengan apa yang diperlukan dalam pengalaman baru. Belajar
merupakanpengembangan pemikiran dengan membuat kerangka pengertian yang
berbeda. Belajar yang bermakna terjadi melalui refleksi, pemecahan konflik, dialog,
penelitian, pengujian hipotesis, pengambilan keputusan, dll., dan dalam prosesnya
tingkat pemikiran selalu diperbaharui sehingga menjadi semakin lengkap.
Setiap mahasiswa mempunyai caranya sendiri untuk mengkonstruksikan
pengetahuannya, yang terkadang sangat berbeda dengan teman-temannya. Jadi sangat
penting bagi dosen untuk menciptakan berbagai variasi situasi dan metode belajar,
karena dengan satu model saja tidak akan membantu mahasiswa yang cara belajarnya
berbeda.

Mahasiswa Belajar dalam Kelompok

Pengetahuan dan pengertian dikonstruksi mahasiswa bila ia terlibat secara sosial dalam
dialog, dan aktif dalam percobaan dan pengalaman. Pembentukan makna dapat
diperoleh dari dialog antar pribadi dalam suatu kelompok. Dalam kelompok belajar,
mahasiswa dapat mengungkapkan perspektifnya dalam melihat persoalan dan hal lain
yang akan dilakukan dengan persoalan itu. Melalui kesempatan mengemukakan

12
gagasan, mendengarkan pendapat orang lain, serta bersama-sama membangun
pengertian akan menjadi sangat penting dalam belajar, karena memiliki unsur yang
berguna untuk menantang pemikiran dan meningkatkan kepercayaan seseorang.

XIV PENGARUH KONSTRUKTIVISME TERHADAP PROSES PEMBELAJARAN

Bagi konstruktivisme, pembelajaran bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan


(transfer of knowledge) dari dosen ke mahasiswa, melainkan kegiatan yang
memungkinkan mahasiswa membangun sendiri pengetahuannya (belajar sendiri).
Pembelajaran berarti partisipasi dosen bersama mahasiswa dalam membentuk
pengetahuan, membuat makna, mencari kejelasan, bersikap kritis, dan mengadakan
justifikasi. Pembelajaran adalah proses membantu seseorang berpikir secara benar,
dengan cara membiarkannya berpikir sendiri, Berpikir yang baik lebih penting daripada
mempunyai jawaban yang benar atas suatu persoalan. Seorang yang mempunyai cara
berpikir yang baik dapat menggunakan cara berpikirnya ini dalam mengahadapi suatu
fenomena baru, dan dapat menemukan pemecahan dalam menghadapi persoalan lain.
Kemampuan ini tidak dipunyai mahasiswa yang hanya dapat menemukan jawaban yang
benar, sehingga tidak dapat memecahkan masalah yang baru.

XV DOSEN SEBAGAI MEDIATOR DAN FASILITATOR

Menurut prinsip konstruktivisme, seorang dosen berperan sebagai mediator dan


fasilitator, yang membantu agar proses belajar mahasiswa berjalan baik, yaitu :
1. menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan mahasiswa
bertanggungjawab. Memberi kuliah/ ceramah bukan lagi tugas utama dosen
2. menyediakan kegiatan yang merangsang keingintahuan mahasiswa, dan
membantu mereka mengekspresikan gagasannya serta mengkomunikasikan ide
ilmiah mereka.

13
3. memonitor, mengevaluasi dan menunjukkan apakah pemikiran mahasiswa sudah
berjalan atau tidak. Dosen menunjukkan dan mempertanyakan apakah
pengetahuan mahasiswa dapat diberlakukan untuk menghadapi persoalan baru
yang berkaitan.

Agar faktor-faktor tersebut berfungsi optimal, maka kegiatan dosen hendaknya meliputi
hal-hal sebagai berikut :

1. Dosen perlu banyak berinteraksi dengan mahasiswa untuk lebih mengerti hal-hal
yang sudah diketahui dan dipikirkan mahasiswa
2. Tujuan dan apa yang akan dilakukan di kelas sebaiknya dibicarakan bersama
sehingga mahasiswa sungguh terlibat
3. Dosen perlu mengerti pengalaman belajar yang lebih sesuai dengan kebutuhan
mahasiswa. Hal ini dapat dilakukan dengan berpartisipasi di tengah mahasiswa
4. Diperlukan keterlibatan dosen bersama mahasiswa yang sedang belajar, dan
dosen perlu menumbuhkan kepercayaan mahasiswa bahwa mereka dapat belajar
5. Dosen perlu mempunyai pemikiran yang fleksibel untuk dapat mengerti dan
menghargai pemikiran mahasiswa , karena kadang kala mahasiswa berpikir
berdasarkan pengandaian yang belum tentu diterima dosen.

Dosen yang konstruktivis akan dapat menerima dan menghormati upaya-upaya


mahasiswa untuk membentuk suatu pengertian baru, sehingga dapat menciptakan
berbagai kemungkinan untuk siswa berkreasi :
1. Membebaskan mahasiswa dari beban ikatan beban kurikulum dan membolehkan
mahasiswa untuk berfokus pada ide-ide yang menyeluruh (big concepts)
2. Memberikan kewenangan dan kebebasan kepada mahasiswa untuk mengikuti
minatnya, mecari keterkaitan, mereformulasikan ide, dan mencapai kesimpulan
yang unik.

14
3. Berbagi informasi dengan mahasiswa tentang kompleksitas kehidupan di mana
terdapat berbagai perspektif, dan kebenaran merupakan interpretasi orang per
orang.
4. Mengakui bahwa belajar dan proses penilaian terhadap belajar merupakan hal
yang tidak mudah untuk dikelola, karena banyak hal yang tidak kasat mata,
tetapi lebih kepada rasionalitas individu.

XVI PENGARUH KONSTRUKTIVISME TERHADAP


STRATEGI PEMBELAJARAN

Tugas dosen ialah membantu mahasiswa agar mampu mengkonstruksi pengetahuannya


sesuai dengan situasinya yang konkret. Selain penguasaan yang luas dan mendalam,
seorang dosen dituntut untuk menguasai beragam strategi pembelajaran sehingga
dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan situasi mahasiswa. Hal ini disebabkan karena
tidak ada satu strategi pembelajaran yang cocok untuk semua situasi, waktu, dan
tempat. Strategi yang disusun dosen hanyalah suatu alternatif, bukan menu yang sudah
jadi. Pembelajaran adalah suatu seni yang menuntut bukan hanya penguasaan teknik,
melainkan juga intuisi dari setiap dosen.

Ciri Pembelajaran Konstruktivisme:

1. Orientasi. Mahasiswa diberi kesempatan untuk mengembangkan motivasi dalam


mempelajari suatu topik, dan untuk mengadakan observasi terhadap topik yang
hendak dipelajari.
2. Elisitasi. Mahasiswa dibantu untuk mengungkapkan idenya secara jelas dengan
berdiskusi, menulis, membuat poster,dll. Mahasiswa mendiskusikan apa yang
diobservasinya dalam wujud tulisan, gambar ataupun poster.
3. Restrukturisasi ide

15
- Klarifikasi ide yang dikontraskan dengan ide orang lain
- Membangun ide yang baru
- Mengevaluasi ide barubya dengan eksperimen
4. Penggunaan ide dalam banyak situasi.Ide atau pengetahuan yang telah dibentuk
oleh mahasiswa perlu diaplikasikan pada bermacam-macam situasi yangdihadapi,
sehingga menjadi lebih lengkap dan lebih rinci.
5. Review bagaimana ide berubah. Dapat terjadi bahwa dalam mengaplikasikan
pengetahuannya, seseorang perlu merevisi gagasannya agar menjadi lebih
lengkap.

Hal yang perlu diperhatikan dalam konstruktivisme ialah mengevaluasi hasil belajar
mahasiswa. Dalam mengevaluasi, dosen sebenarnya menunjukkan kepada mahasiswa
bahwa pikiran/ pendapat mereka tidak sesuai untuk persoalan yang dihadapi
berdasarkan prinsip atau teori tertentu. Kebenaran bukanlah hal yang dicari, namun
berhasilnya suatu proses (viable) adalah hal yang dinilai.

Dalam mengevaluasi perlu dilihat tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, misalnya
mahasiswa dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya, atau sekedar dapat
menangani prosedur standar dan memberikan sumber jawaban standar yang terbatas.
Proses evaluasi berbeda berdasarkan tujuan belajarnya, namun dalam konstruktivisme
berfokus pada pendekatan mahasiswa terhadap persoalan yang dihadapi, bukan
jawaban akhir yang diberikannya.

Proses evaluasi dalam pembelajaran konstruktivisme tidak tergantung pada bentuk


asesmen yang menggunakan paper and pencil test atau bentuk tes objektif. Bentuk
asesmen yang digunakan disebut altenative assessment, seperti portfolio, observasi
proses, dinamika kelompok, studi kasus, simulasi dan permainan, performance
appraisal, dll.

16
XVII PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME

Contoh : Episode dari suatu proses pembelajaran (Brooks & Brooks, 1993)

Tahap Perencanaan :

Seorang dosen baru (A) diminta mempersiapkan mata kuliah Ilmu Alamiah Dasar (IAD).
A sedikit kebingungan karena dianjurkan oleh Koordinator tim dosennya untuk memiliki
gambaran yang menyeluruh tentang IAD dan keterkaitannya dengan mata kuliah lain.
Namun A juga diharapkan berpikir sistematis dan dapat memilah materi IAD menjadi
bagian/ unit kecil yang saling terkait sehingga dapat dimengerti mahasiswa dengan
mudah. A diminta untuk menjelaskan kepada mahasiswa unit-unit kecil dalam IAD dan
hubungan antarunit tersebut ketika memulai perkuliahan. Hal ini penting karena A akan
masuk pada beberapa pertemuan awal perkuliahan.

Setelah berpikir seminggu lamanya, A akhirnya menemukan ide untuk menggunakan


topik Melihat lebih dekat ke dalam kehidupan sebagai pembuka perkuliahan IAD.
Dengan topik ini A merencanakan akan memberikan gambaran umum tentang
kehidupan , lalu bagian/unit-unit kecil dalam kehidupan serta keterkaitannya satu sama
lain. Kemudian, analogi ini akan digunakan untuk menjelaskan gambaran umum tentang
IAD dan unit-unit kecil di dalamnya.

Tahap Pelaksanaan

A membuka perkuliahan IAD dengan ucapan salam kepada semua mahasiswa di kelas.
Kemudian, ia melemparkan pertanyaan kepada mahasiswa. Menurut Anda, apa yang
disebut ilmu pengetahuan alam ? Beberapa mahasiswa menjawab, Mahluk hidup,
binatang, tumbuh-tumbuhan. A mengangguk-angguk dan memberi penguatan kepada
mahasiswa : bagus, ya benar.

17
Lalu A membagikan fotokopi cerita tentang suatu peristiwa kebakaran yang terjadi di
suatu kota, dan meminta mahasiswa membacanya dalam hati dalam waktu yang
diberikannya. Setelah ia melihat mahasiswa selesai membacanya, A lalu berkata, Dalam
bacaan tadi, Anda menemukan banyak sekali hal-hal yang saling terkait satu sama lain.
Begitu juga dalam ilmu pengetahuan alam.

Nah sekarang, coba baca buku Anda halaman 5-25, dan tuliskan apa isi bacaan Anda
dalam buku catatan Anda.

Setelah mahasiswa selesai membaca dan menulis, A memperlihatkan sebuah gambar


yang ditayangkan melalui OHP sambil bertanya, Nah, dalam belajar ilmu pengetahuan
alam, kita semua harus dapat melihat secara kritis semua hal yang ada di sekeliling kita.
Sekarang, coba pikirkan apa yang Anda lihat dalam gambar ini ? Setelah beberapa
saat, A bertanya lagi, Siapa yang melihat gambar vas bunga ? Beberapa mahasiswa
menunjukkan tangannya. Kemudian Siapa yang melihat gambar dua wajah ?
Beberapa mahasiswa kembali menunjukkan tangannya.

Pertanyaan : Apakah episode proses pembelajaran IAD tersebut sudah merupakan


pembelajaran konstruktivisme ?

Perbedaan situasi pembelajaran di kelas berasarkan konstruktivisme dan


secara tradisional

18
Konstruktivisme :
Tradisional:
1. utuh, ada keterkaitan
1. Ruang lingkup terpisah
2. Lebih penting pertanyaan mah.
2. Kurik. secara tuntas
dan konstruksi jawaban
3. Beragam sumber
3. Berdasar buku teks
4. Mah. Sbg. Pemikir
4. Mah.sbg,ember yang akan diisi
5 .Dosen interaktif, mediator dan
5. Dosen mengajar dan sbg.
fasilitator
penyebar informasi
6. Dosen mengikuti pola pikir mah.
6. Mencari jawaban yang benar
7. Penilaian integral mengenai hasil
7. Penilaian terpisah dari
kerja mah.
proses belajar
8. Lebih banyak belajar
8. Mah.bekerja sendiri
berkelompok

XIII STRATEGI PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME

Student-centered Learning Strategies :


- belajar aktif
- belajar mandiri
- belajar kooperatif dan kolaboratif
- generative learning
- model pembelajaran kognitif :
- problem based learning
- discovery learning
- cognitive strategies

19
Daftar Pustaka

Behaviorism and constructivism. [On-line]. Available:


http://hagar.up.ac.za/catts/learner/debbie/CADVANT.HTM

Beyond constructivism - contextualism. [On-line]. Available:


http://tiger.coe.missouri.edu/~t377/cx_intro.html

Constructivist theory (J. Bruner). [On-line]. Available:


http://www.gwu.edu/~tip/bruner.html

Dick, W. (1991). An instructional designer's view of constructivism. Educational


Technology, May, 41-44.

Duffy, T. M., Jonassen, D. H. (1991). Constructivism: New implications for instructional


technolgy? Educational Technology, May, 7-12.

Jonassen, D. H., McAleese, T.M.R. (Undated). A Manifesto for a constructivist approach


to technology in higher education. [On-line].
Available:http://led.gcal.ac.uk/clti/papers/TMPaper11.html

Khalsa, G. (Undated). Constructivism. [On-line]. Available:


http://www.gwu.edu/~etl/khalsa.html

Kulikowski, S. (Undated). The constructivist tool bar. [On-line]. Available:


http://www.coe.missouri.edu:80tiger.coe.missouri.edu/

Pannen, P. dkk. (2005) Konstruktivisme dalam Pembelajaran, PAU-PPAI-UT,


DirJenDikti, DepDikNas.

Shank, P. (Undated). Constructivist theory and internet based instruction. [On-line].


Available: http://www.gwu.edu/~etl/shank.html

Smorgansbord, A., (Undated). Constructivism and instructional design. [On-line].


Available: http://hagar.up.ac.za/catts/learner/smorgan/cons.html

20

Anda mungkin juga menyukai