Anda di halaman 1dari 34

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS (P3N)

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

SATUAN ACARA PENYULUHAN KESEHATAN


TENTANG LATIHAN GERAK SENDI BAWAH
PADA DIABETES MELLITUS
DI RUANG PANDAN WANGI
RSUD DR. SOETOMO
SURABAYA

Disusun oleh:
Kelompok 2 Profesi Ners

Suryo Hermawan, S.Kep 131613143099


Inka Noveliana, S.Kep 131613143056
Sevina Ramahwati, S.Kep 131613143062
Retno Dewi Puspitarini, S.Kep 131613143064
Chiza Ulazzuharo, S.Kep 131613143106

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2017
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Judul : Satuan Acara Penyuluhan Tentang Latihan Gerak Sendi Bawah pada
Diabetes Mellitus
Sasaran : Keluarga pasien di Ruang Pandan Wangi
Hari/Tgl : Kamis, 16 Februari 2017
Tempat : Ruang Pandan Wangi RSUD Dr.Soetomo Surabaya
Pelaksana : P3N Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga bekerjasama dengan
Tim PKRS Ruang Pandan Wangi RSUD Dr Soetomo Surabaya
Waktu : Pukul 10.00 WIB

I. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Setelah mengikuti penyuluhan kesehatan, keluarga dan pasien di ruang Pandan
Wangi mampu memahami mengenai latihan gerak sendi bawah pada diabetes
mellitus.
2. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti penyuluhan kesehatan selama 40 menit diharapkan
keluarga pasien di Ruang Pandan Wangi RSUD Dr Soetomo Surabaya dapat :
1) Memahami pengertian Diabetes Mellitus (DM)
2) Memahami klasifikasi Diabetes Mellitus (DM)
3) Memahami penyebab Diabetes Mellitus (DM)
4) Memahami tanda dan gejala Diabetes Mellitus (DM)
5) Memahami pemeriksaan penunjang Diabetes Mellitus (DM)
6) Memahami penatalaksanaan Diabetes Mellitus (DM)
7) Memahami komplikasi Diabetes Mellitus (DM)
8) Memahami Latihan Gerak Sendi Bawah pada Diabetes Mellitus (DM)

II. ISI MATERI


1. Pengertian Diabetes Mellitus (DM)
2. Klasifikasi Diabetes Mellitus (DM)
3. Penyebab Diabetes Mellitus (DM)
4. Tanda dan gejala Diabetes Mellitus (DM)
5. Pemeriksaan penunjang Diabetes Mellitus (DM)
6. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus (DM)
7. Komplikasi Diabetes Mellitus (DM)
8. Latihan Gerak Sendi Bawah pada Diabetes Mellitus (DM)

III. METODE
Ceramah dan Tanya jawab

IV. MEDIA
Flipchart dan Leaflet

V. PELAKSANAAN
No Tahap dan
Kegiatan Pendidikan Kegiatan Peserta
Waktu
1 10 menit Petugas menyiapkan daftar Peserta penyuluhan mengisi
sebelum acara hadir untuk peserta daftar hadir
dimulai penyuluhan
2 Pendahuluan Pembukaan: 1) Menjawab salam dan
5 menit 1) Mengucapkan salam dan memfokuskan perhatian
memperkenalkan diri pada pembawa acara
2) Menjelaskan kontrak 2) Mendengarkan
waktu dan mekanisme kontrak pembelajaran
kegiatan 3) Mendengarkan tujuan
1) Menyampaikan tujuan dari penyuluhan
dan maksud dari 4) Mendengarkan materi
penyuluhan penyuluhan yang
2) Menyebutkan materi diberikan
penyuluhan yang akan
diberikan
3 Kegiatan inti 30 Pelaksanaan:
menit 1) Menggali pengetahuan 1) Memberikan
dan pemahaman sasaran pendapat
penyuluhan mengenai 2) Mendengarkan dan
latihan gerak sendi bawah memperhatikan
pada DM 3) Peserta mengajukan
2) Menjelaskan materi: pertanyaan tentang
a. Pengertian DM materi yang kurang
b. Klasifikasi DM dipahami
c. Penyebab DM 4) Mendengarkan,
d. Tanda dan gejala DM memperhatikan, dan
e. Pemeriksaan penunjang dapat memahami
DM penjelasan
f. Penatalaksanaan DM
g. Komplikasi DM
h. Latihan gerak sendi
bawah pada DM
3) Memberikan
kesempatan untuk peserta
mengajukan pertanyaan
untuk materi yang belum
dipahami
4) Menjawab pertanyaan
yang diajukan oleh sasaran
penyuluhan
4 Penutup Evaluasi: 1) Menjelaskan materi
5 menit 1) Meminta satu peserta secara singkat
untuk menjelaskan materi 2) Para peserta
yang diberikan. menjawab pertanyan
2) Menanyakan kembali yang diberikan
materi yang telah penyuluh.
disampaikan 3) Para peserta
3) Penyuluh mendengarkan
menyimpulkan materi yang kesimpulan materi yang
sudah disampaikan disampaikan.
4) Petugas membagikan 4) Peserta penyuluhan
leaflet kepada peserta menerima leaflet
penyuluhan

VI. SETTING TEMPAT


Peserta penyuluhan duduk berhadapan dengan tim penyuluhan

FLIPCHART

Keterangan :

: Peserta : Moderator

: Penyaji : Fasilitator

: Observer/Notulen
VII. PENGORGANISASIAN
Pembimbing Klinik : Mubarokah Isnaeni, S.Kep., Ns.
Pembimbing Akademik : Andri Setia Wahyudi, S.Kep., Ns., M.Kep.
Penyaji : Sevina Ramahwati, S.Kep
Moderator : Retno Dewi Puspitarini, S.Kep
Fasilitator : Chiza Ulazzuharo, S.Kep
Suryo Hermawan, S.Kep
Observer/Notulen : Inka Noveliana, S. Kep

VIII. JOB DESCRIPTION


No Peran Uraian Tugas
1. Moderator 1. Memandu jalannya penyuluhan dan sesi tanya
jawab
2. Membuka acara dan menyampaikan maksud serta
tujuan kegiatan penyuluhan.
3. Menjelaskan kontrak waktu dan mekanisme
kegiatan.
4. Memandu sesi diskusi/ tanya jawab.
5. Melakukan evaluasi hasil tentang materi yang telah
disampaikan.
6. Menutup acara penyuluhan.
2. Penyuluh 1. Menggali pengetahuan peserta tentang latihan gerak
sendi bawah pada DM
2. Menjelaskan materi penyuluhan.
3. Menjawab pertanyaan yang disampaikan oleh
peserta
3. Fasilitator 1. Membantu dan mengkondisikan peserta selama
penyuluhan berlangsung
2. Meminta tanda tangan peserta yang hadir (absensi)
3. Membantu moderator dalam mengajukan
pertanyaan untuk evaluasi hasil.
4. Memfasilitasi peserta untuk aktif bertanya.
5. Membagikan leaflet
6. Menjawab pertanyaan yang diajukan oleh peserta
4. Observer/ 1. Mengawasi jalannya acara
Notulen 2. Menilai keaktifan peserta
3. Mencatat proses kegiatan penyuluhan disesuaikan
dengan rencana kegiatan pada SAP
4. Mencatat pertanyaan peserta dan jawaban penyaji
sebagai dokumentasi kegiatan
5. Mencatat situasi pendukung dan penghambat proses
kegiatan penyuluhan.
6. Menyusun laporan dan menilai hasil kegiatan
penyuluhan.
IX. EVALUASI

1. Evaluasi Struktur
a. Pembuatan SAP, leaflet dan flipchart dilakukan 3 hari sebelum
pelaksanaan penyuluhan
b. Semua peserta hadir dalam kegiatan.
c. Penyelenggaraan penyuluhan dilakukan oleh mahasiswa
bekerja sama dengan tim PKRS ruang Pandan Wangi RSUD Dr Soetomo
Surabaya
d. Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan dilakukan
sebelum dan saat penyuluhan dilaksanakan
2. Evaluasi Proses
a. Peserta antusias terhadap materi yang disampaikan pemateri
b. Peserta tidak meninggalkan tempat selama penyuluhan
berlangsung.
c. Peserta mendengarkan dan memperhatikan serta terlibat aktif
dalam kegiatan penyuluhan.
d. Pelaksanaan kegiatan sesuai dengan SAP yang telah disusun.
e. Pengorganisasian berjalan sesuai dengan job description yang
telah disusun.
3. Evaluasi Hasil
a. Peserta memahami materi yang telah disampaikan.
b. Ada umpan balik positif dari peserta saat evaluasi seperti dapat menjawab
pertanyaan yang diajukan pemateri dengan benar
c. Jumlah peserta yang hadir 10 orang.
d. Acara dimulai tepat waktu
DAFTAR HADIR PESERTA
PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG LATIHAN GERAK SENDI BAWAH
PADA DIABETES MELLITUS
DI RUANG PANDAN WANGI RSUD DR. SOETOMO SURABAYA

NO NAMA ALAMAT TTD

DAFTAR PERTANYAAN
PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENDIDIKAN KESEHATAN
TENTANG LATIHAN GERAK SENDI BAWAH
PADA DIABETES MELLITUS
DI RUANG PANDAN WANGI RSUD DR. SOETOMO SURABAYA

NO NAMA PERTANYAAN JAWABAN


PESERTA
LEMBAR OBSERVASI
PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENDIDIKAN KESEHATAN
TENTANG LATIHAN GERAK SENDI BAWAH
PADA DIABETES MELLITUS
DI RUANG PANDAN WANGI RSUD DR. SOETOMO SURABAYA

Kriteria Struktur Kriteria Proses Kriteria Hasil


1) Pembuatan SAP, 1) Peserta antusias 1) Peserta yang
leaflet, dan flipchart terhadap materi datang sejumlah 10
dilakukan 3 hari penyuluhan ( ) orang atau lebih ( )
sebelumnya 2) Peserta 2) Acara dimulai
pelaksanaan mendengarkan dan tepat waktu ( )
penyuluhan ( ) memperhatikan serta 3) Peserta mampu
2) Peserta hadir dalam terlibat aktif dalam menjawab pertanyaan
kegiatan di tempat yang penyuluhan ( ) yang diajukan
telah ditentukan ( ) 3) Pelaksanaan moderator ketika
3) Pengorganisasian kegiatan sesuai dengan evaluasi dengan benar
penyelenggaraan SAP yang telah disusun sebesar 75% ( )
penyuluhan dilakukan ( )
sebelum dan saat 4) Pengorganisasian
penyuluhan berjalan sesuai dengan
dilaksanakan ( ) job description yang
telah disusun ( )
5) Peserta
meninggalkan tempat
selama penyuluhan
berlangsung.
MATERI PENYULUHAN

1.1 Pengertian Diabetes Mellitus (DM)


Diabetes melitus merupakan kumpulan gejala yang timbul pada sesorang
akibat tubuh mengalami gangguan dalam mengontrol kadar gula darah (Anani,
2012). Diabetes Mellitus merupakan suatu kelompok penyakit dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau keduanya (ADA, 2012). Diabetes Mellitus merupakan kumpulan
gejala yang timbul karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat
penurunan sekresi insulin yang disebabkan oleh kerusakan sel beta pancreas
dan resistensi insulin. Jika hormone insulin yang dihasilkan oleh sel beta
pancreas tidak mencukupi untuk mengubah glukosa menjadi sumber energi
bagi sel, maka glukosa tersebut akan tetap berada dalam darah dan kadar
glukosa dalam darah akan meningkat sehingga timbul diabetes mellitus
(Perkeni, 2011).

1.2 Klasifikasi Diabetes Melitus (DM)


Klasifikasi DM menurut American Diabetes Association (2011) yaitu:
1) Diabetes Melitus Tipe 1 (juvenile onset dan tipe dependent insulin)
Kejadian DM Tipe 1 adalah 5-10%, dan biasanya disebabkan oleh
disfungsi autoimun dengan kerusakan sel-sel beta serta idiopatik (tidak
diketahui sebabnya). Subtipe ini sering timbul pada etnik keturunan
Afrika-Amerika, Asia. Awitan terjadi pada segala usia, tetapi biasanya
muda < 30 tahun. Biasanya bertubuh kurus pada saat didiagnosis dengan
penurunan BB yang baru saja terjadi. Cenderung mengalami komplikasi
akut hiperglikemi: ketoasidosis diabetik (Brunner & Suddarth 2002).
2) Diabetes Melitus Tipe 2
Angka kejadian DM Tipe 2 adalah 90-95%. Obesitas, herediter dan
lingkungan sering dikaitkan dengan penyakit ini. Awitan terjadi di segala
usia biasanya > 30 tahun. Cenderung meningkat pada usia > 65 tahun.
Mayoritas penderita obesitas dapat mengendalikan kadar glukosa darah
melalui penurunan berat badan. Agen hipoglikemia oral dapat
memperbaiki kadar glukosa darah bila modifikasi diet dan latihan tidak
berhasil. Memerlukan insulin dalam waktu yang pendek atau panjang
untuk mencegah hiperglikemi. Ketosis jarang terjadi, kecuali bila dalam
keadaan stress atau menderita infeksi. Komplikasi akut: sindrom
hiperosmolar nonketotik (Brunner & Suddarth 2002).
3) Diabetes Gestasional (DMG)
Dikenali pertama kali selama kehamilan dan mempengaruhi 4% dari
semua kehamilan. Faktor resiko yaitu usia tua, etnik, obesitas, multiparitas,
riwayat keluarga dan riwayat gestasional dahulu. Karena terjadi
peningkatan sekresi berbagai hormon yang mempunyai efek metabolik
terhadap toleransi glukosa maka kehamilan adalah suatu keadaaan
diabetogenik.
4) Diabetes Tipe Khusus Lain
a. Cacat genetik fungsi sel beta: MODY
b. Memiliki prevalensi familial yang tinggi dan bermanifestasi sebelum
usia 14 tahun. Pasien sering kali obesitas dan resisten terhadap insulin.
c. Kelainan genetik pada kerja insulin, menyebabkan sindrom resistensi
insulin yang berat dan akantosis negrikans.
d. Penyakit pada eksokrin pankreas menyebabkan pankreatitis kronik.
e. Penyakit endokrin seperti sindrom cushing dan akromegali.
f. Obat-obat yang bersifat toksik terhadap sel-sel beta.
g. Infeksi.

1.3 Etiologi Diabetes Mellitus (DM)


Berikut ini etiologi diabetes mellitus berdasarkan tipe DM menurut
Smeltzer & Bare (2002):
1. Diabetes Melitus Tipe 1
Ditandai dengan adanya kerusakan sel-sel beta pankreas, yang mungkin
disebabkan oleh kombinasi dari faktor genetik, imunologi dan mungkin
lingkungan. Penyebabnya DM tipe 1 adalah:
a. Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe 1 itu sendiri, tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik kearah
terjadinya diabetes tipe 1.
b. Faktor imunologi
Terdapat respon autoimun. Respons ini merupakan respons abnormal
dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi terhadap jaringan tersebut seolah-olah sebagai jaringan asing.
c. Faktor-faktor lingkungan
Penelitian sedang dilakukan terhadap kemungkinan faktor-faktor
external yang dapat memicu destruksi sel beta. Sebagai contoh virus
atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan
destruksi sel beta.
2. Diabetes Melitus Tipe 2
Penyebab resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes
tipe ini sebenarnya tidak begitu jelas, tetapi faktor yang banyak berperan
antara lain:
a. Kelainan genetik
Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap
diabetes. Ini terjadi karena DNA pada orang diabetes akan ikut
diinformasikan pada gen berikutnya terkait dengan penurunan produksi
insulin.
b. Usia
Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang secara
dramatis dan cepat pada usia setelah 40 tahun. Penurunan ini yang akan
beresiko pada penurunan fungsi endokrin pankreas untuk memproduksi
insulin dan resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65
tahun.
c. Gaya hidup stress
Stress kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan yang
cepat saji yang kaya pengawet, lemak dan gula. Makanan ini
berpengaruh besar terhadap kerja pankreas. Stress juga akan
meningkatkan kerja metabolisme dan meningkatkan kebutuhan akan
sumber energi yang berakibat pada kenaikkan kerja pankreas. Beban
yang tinggi membuat pankreas mudah rusak hingga berdampak pada
penurunan insulin.
d. Pola makan yang salah
Kurang gizi atau kelebihan berat badan dapat meningkatkan resiko
terkena diabetes. Malnutrisi dapat merusak pankreas sedangkan obesitas
meningkatkan gangguan kerja atau resistensi insulin. Pola makan yang
tidak teratur dan cenderung terlambat juga akan berperan pada
ketidakseimbangan kerja pankreas.
e. Obesitas
Obesitas mengakibatkan sel-sel beta pankreas mengalami hipertrofi
yang akan berpengaruh terhadap penurunan produksi insulin. Hipertrofi
pankreas pada penderita obesitas disebabkan karena peningkatan beban
metabolisme glukosa untuk mencukupi energi sel yang terlalu banyak.
2.1
1.4 Manifestasi Klinis Diabetes Mellitus (DM)
Menurut Sujono & Sukarmin (2008) manifestasi klinis pada penderita DM,
yaitu :
1. Gejala awal pada penderita DM
a. Poliuria (peningkatan volume urine).
b. Polidipsia (peningkatan rasa haus) akibat volume urine yang sangat
besar dan keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel.
Dehisrasi intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel karena air intrasel akan
berdifusi keluar sel mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke plasma
yang hipertonik (sangat pekat). Dehidrasi intrasel merangsang
pengeluaran ADH (antidiuretic hormone) dan menimbulkan rasa haus.
c. Polifagia (peningkatan rasa lapar). Sejumlah kalori hilang kedalam air
kemih, penderita mengalami penurunan berat badan. Untuk
mengkompensasi hal ini penderita seringkali merasa lapar yang luar
biasa.
d. Rasa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan aliran darah pada
pasien diabetes lama, katabolisme protein diotot dan ketidakmampuan
sebagian besar sel untuk menggunakan glukosa sebagai energi.
2. Gejala lain yang muncul
a. Peningkatan angka infeksi akibat penurunan protein sebagai bahan
pembentukan antibodi, peningkatan konsentrasi glukosa disekresi
mukus, gangguan fungsi imun dan penurunan aliran darah pada
penderita diabetes kronik.
b. Kelainan kulit gatal-gatal, bisul. Gatal biasanya terjadi di daerah ginjal,
lipatan kulit seperti di ketiak dan dibawah payudara, biasanya akibat
tumbuhnya jamur.
c. Kelainan ginekologis, keputihan dengan penyebab tersering yaitu jamur
terutama candida.
d. Kesemutan rasa baal akibat neuropati. Regenerasi sel mengalami
gangguan akibat kekurangan bahan dasar utama yang berasal dari unsur
protein. Akibatnya banyak sel saraf rusak terutama bagian perifer.
e. Kelemahan tubuh
f. Penurunan energi metabolik yang dilakukan oleh sel melalui proses
glikolisis tidak dapat berlangsung secara optimal.
g. Luka yang lama sembuh, proses penyembuhan luka membutuhkan
bahan dasar utama dari protein dan unsur makanan yang lain. Bahan
protein banyak diformulasikan untuk kebutuhan energi sel sehingga
bahan yang diperlukan untuk penggantian jaringan yang rusak
mengalami gangguan.
h. Laki-laki dapat terjadi impotensi, ejakulasi dan dorongan seksualitas
menurun karena kerusakan hormon testosteron.
i. Mata kabur karena katarak atau gangguan refraksi akibat perubahan
pada lensa oleh hiperglikemia.

1.5 Pemeriksaan Penunjang


Menurut PERKENI (2011), diagnosis DM ditegakkan atas dasar
pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas
dasar adanya glukosuria (ekskresi glukosa ke dalam urin). Guna penentuan
diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah
pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena.
Penggunaan bahan darah utuh (whole blood), vena, ataupun angka kriteria
diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk
tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan
pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer.
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes.
Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM
seperti di bawah ini:
1. Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan
berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya
2. Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur,
dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui empat cara:
a. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma
sewaktu 200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM.
Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu
hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir
b. Pemeriksaan glukosa plasma puasa 126 mg/dL dengan adanya keluhan
klasik. Puasa dairtikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8
jam
c. Kadar glukosa plasma 2 jam pada Tes toleransi glukosa oral (TTGO)
200 mg/Dl. TTGO yang dilakukan dengan standar WHO, menggunaan
beban glukosa yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutan e
dalam air. Pemeriksaan ini lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan
pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun pemeriksaan ini memiliki
keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan
dalam praktek sangat jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan
khusus.
d. Pemeriksaan HbA1c ( 6,5%) oleh ADA (2011) sudah dimasukkan
menjadi salah satu kriteria diagnosis DM, jika dilakukan pada saran
laboratorium yang telah terstandarisasi dengan baik

1.6 Penatalaksanaan Diabetes Mellitus (DM)


1.6.1 Tujuan Penatalaksanaan Diabetes Mellitus (DM)
Tujuan penatalaksanaan DM secara umum adalah meningkatkan
kualitas hidup penyandang diabetes (PERKENI 2011). Tujuan
penatalaksanaan secara khusus adalah:
1. Jangka pendek: menghilangkan keluhan dan tanda DM, mempertahankan
rasa nyaman, dan mencapai target pengendalian glukosa darah.
2. Jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit
mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati.
3. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa
darah, tekanan darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan
pasien secara holistik dengan mengajarkan perawatan mandiri dan
perubahan perilaku.
1.6.2 Pilar Penatalaksanaan Diabetes Mellitus (DM)
Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani
selama beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum
mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat
hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu,
OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuai
indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya
ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat, dan adanya
ketonuria, insulin dapat segera diberikan.
1. Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan
perilaku telah terbentuk dengan mapan. Tim kesehatan mendampingi
pasien dalam menuju perubahan perilaku sehat. Untuk mencapai
keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif
dan upaya peningkatan motivasi. Pengetahuan tentang pemantauan
glukosa darah mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia serta cara
mengatasinya harus diberikan kepada pasien. Pemantauan kadar glukosa
darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus.
Bentuk edukasi yang diberikan yaitu dengan penyuluhan kesehatan.
Penyuluhan kesehatan untuk pasien DM dibagi menjadi dua yaitu:
a. Penyuluhan untuk Pencegahan Primer
Penyuluhan untuk pencegahan primer harus diberikan kepada:
1) Kelompok masyarakat risiko tinggi:
Sasaran dari pencegahan primer adalah orang-orang yang termasuk
kelompok resiko tinggi, yakni mereka yang belum terkena DM,
tetapi berpotensi untuk mendapatkan penyakit DM. Pada pencegahan
primer ini harus mengenal faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
terjadinya DM dan upaya untuk mengeliminasi faktor-faktor
tersebut. Pada pengelolaan DM, penyuluhan menjadi sangat penting
fungsinya untuk mencapai tujuan tersebut. Materi penyuluhan dapat
berupa: apa itu DM, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
timbulnya DM, usaha untuk mengurangi faktor-faktor tersebut,
penatalaksanaan DM, obat-obat untuk mengontrol gula darah,
perencanaan makan, mengurangi kegemukan, dan meningkatkan
kegiatan jasmani.
2) Perencana Kebijkan Kesehatan:
Perencana kebijakan kesehatan perlu memahami dampak sosio
ekonomi penyakit ini dan betapa pentingnya peran penyuluhan
dalam penatalaksanaan DM, sehingga kemudian dapat diambil
langkah-langkah untuk meningkatkan fasilitas pelayanan bagi pasien
DM.
b. Penyuluhan untuk Pencegahan Sekunder
Peserta yang disuluh adalah kelompok pasien DM, terutama yang baru;
penyuluhan dilakukan pada pertemuan pertama dan perlu sering diulang
serta ditekankan kembali pada setiap kesempatan pertemuan berikutnya.

2. Terapi Nutrisi Medis


Terapi Nutrisi Medis (TNM) merupakan bagian dari penatalaksanaan
diabetes secara total. Kunci keberhasilan TNM adalah keterlibatan secara
menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain
serta pasien dan keluarganya). Setiap penyandang diabetes sebaiknya
mendapat TNM sesuai dengan kebutuhannya guna mencapai sasaran
terapi. Tujuan Diet :
a. Menurunkan kadar gula darah menjadi normal
b. Menurunkan gula dalam urine
c. Mencapai BB normal
d. Dapat melakukan perkerjaan sehari hari
e. Mencegah / memperlambat timbulnya komplikasi
Prinsip perencanaan makanan pada penderita diabetes mellitus adalah
3J, yakni tepat jumlah, jenis dan jadwal.
a. Jumlah Makanan
Syarat kebutuhan kalori untuk penderita diabetes mellitus harus sesuai
untuk mencapai kadar glukosa normal dan mempertahankan berat
badan normal. Komposisi energi adalah 60-70 % dari karbohidrat, 10-
15 % dari protein, 2025 % dari lemak. Makanlah aneka ragam
makanan yang mengandung sumber zat tenaga, sumber zat pembangun
serta zat pengatur.
b. Jenis Makanan
Banyak yang beranggapan bahwa penderita diabetes mellitus harus
makan makanan khusus, anggapan tersebut tidak selalu benar karena
tujuan utamanya adalah menjaga kadar glukosa darah pada batas
normal. Untuk itu sangat penting bagi penderita diabetes mellitus untuk
mengetahui efek dari makanan pada glukosa darah. Jenis makanan yang
dianjurkan untuk penderita diabetes mellitus adalah makanan yang kaya
serat seperti sayur-mayur dan buah-buahan segar. Hal yang terpenting
adalah jangan terlalu mengurangi jumlah makanan karena akan
mengakibatkan kadar gula darah yang sangat rendah (hypoglikemia)
dan juga jangan terlalu banyak makan makanan yang memperparah
penyakit diabetes mellitus.
c. Jadwal Makan
Makanan porsi kecil dalam waktu tertentu akan membantu mengontrol
kadar gula darah. Makanan porsi besar menyebabkan peningkatan gula
darah mendadak dan bila berulang-ulang dalam jangka panjang,
keadaan ini dapat menimbulkan komplikasi diabetes mellitus. Oleh
karena itu makanlah sebelum lapar karena makan disaat lapar sering
tidak terkendali dan berlebihan. Agar kadar gula darah lebih stabil,
perlu pengaturan jadwal makan yang teratur. Makanan dibagi dalam 3
porsi besar yaitu makan pagi (20 %), siang (30 %), sore (25 %) serta 2-
3 kali porsi kecil untuk makanan selingan masing-masing (10-15 %).
3. Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali
seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar
dalam pengelolaan DM tipe 2. Latihan jasmani selain untuk menjaga
kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki
sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah.
Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran
jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisa
ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat komplikasi DM dapat
dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalas-
malasan (PERKENI 2011). Jenis olah raga yang dianjurkan pada penderita
DM adalah olah raga yang bersifat :
a. Continuous
Latihan yang diberikan harus berkesinambungan, dilakukan terus
menerus tanpa berhenti. Contoh : bila dipilih jogging 30 menit, maka
selama 30 menit pengidap melakukan jogging tanpa istirahat.
b. Rhythmical
Latihan olah raga harus dipilih yang berirama, yaitu otot-otot
berkontraksi dan relaksasi secara teratur. Contoh : latihan ritmis adalah
jalan kaki, jogging, berenang, bersepeda, mendayung.
c. Intensity
Latihan olah raga yang dilakukan selang seling antara gerak cepat dan
lambat. Misalnya, jalan cepat diselingi jalan lambat, jogging diselingi
jalan. Dengan kegiatan yang bergantian pengidap dapat bernafas
dengan lega tanpa menghentikan latihan sama sekali
d. Progressive
Latihan yang dilakukan harus berangsur-angsur dari sedikit ke latihan
yang lebih berat, secara bertahap. Jadi beban latihan olah raga dinaikan
sedikit demi sedikit sesuai dengan pencapaian latihan sebelumnya
e. Endurance
Latihan daya tahan tubuh memperbaiki system kardiovaskuler. Oleh
karena itu sebelum ikut program latihan olah raga, terhadap pengidap
harus dilakukan pemeriksaan kardiovaskuler.
4. Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan
latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat
oral dan bentuk suntikan.
a. Obat hipoglikemik oral
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan:
1) Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid
2) Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformin dan tiazolidindion
3) Penghambat glukoneogenesis (metformin)
4) Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa.
5) DPP-IV inhibitor
b. Suntikan Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan:
1) Penurunan berat badan yang cepat
2) Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
3) Ketoasidosis diabetik
4) Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
5) Hiperglikemia dengan asidosis laktat
6) Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
7) Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
8) Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak
terkendali dengan perencanaan makan
9) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
10) Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
Jenis dan lama kerja insulin Berdasar lama kerja, insulin terbagi
menjadi empat jenis, yakni:
1) Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)
2) Insulin kerja pendek (short acting insulin)
3) Insulin kerja menengah (intermediate actinginsulin)
4) Insulin kerja panjang (long acting insulin)
5) Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed
insulin).
Berikut ini tabel jenis insulin (Soegondo 2007):
c. Terapi Kombinasi
Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah
kombinasi OHO dan insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin
kerja panjang) yang diberikan pada malam hari menjelang tidur.
Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh
kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil.
Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan
sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan
menilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Bila dengan cara
seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak
terkendali, maka OHO dihentikan dan diberikan terapi kombinasi
insulin.

1.7 Komplikasi Diabetes Mellitus (DM)


Kadar glukosa darah yang tidak terkontrol pada klien diabetes mellitus
akan menyebabkan berbagai komplikasi, baik yang bersifat akut maupun yang
kronik. Oleh karena itu, sangatlah penting bagi para klien untuk memantau
kadar glukosa darahnya secara rutin (Regina 2012).
1. Komplikasi Akut
a. Ketoasidosis diabetik (KAD)
Merupakan suatu proses glukoneogenesis berlebihan sebagai
kompensasi sel yang kelaparan, produksi keton meingkat sehingga
memicu asidosis. Kadar glukosa darah pada KAD sangat tinggi yaitu
300-600 mg/dL.
b. Status Hiperglikemi Hiperosmolar (SHH)
Suatu proses hiperosmolar dan hiperglikemia dengan penurunan
kesadaran tanpa asidosis dan ketosis. Kadar glukosa darah pada SHH
yaitu 600-1200 mg/dL. Gejala awal hiperglikemia (akibat tingginya
kadar glukosa darah) umumnya yaitu poliphagia (merasa lapar, ingin
makan terus), polidipsi (merasa haus terus), poliuria (kencing yang
sering dan banyak), kelainan kulit, gatal-gatal, kulit kering, rasa
kesemutan, kram otot, visus menurun, penurunan berat badan,
kelemahan tubuh dan luka yang tidak sembuh-sembuh.
c. Hipoglikemia
Hipoglikemia merupakan keadaan dimana terjadi penurunan kadar
glukosa darah sampai < 60 mg/dL. Pasien DM yang tidak sadarkan diri
harus dipikirkan mengalami keadaan hipoglikemia. Hal-hal yang dapat
menyebabkan terjadinya hipoglikemia misalnya pasien meminum obat
terlalu banyak (paling sering golongan sulfonilurea) atau menyuntik
insulin terlalu banyak, atau pasien tidak makan setelah minum obat atau
menyuntik insulin. Gejala hipoglikemia antara lain banyak berkeringat,
berdebar-debar, gemetar, rasa lapar, pusing, gelisah, dan jika berat,
dapat hilang kesadaran sampai koma. Jika pasien sadar, dapat segera
diberikan minuman manis yang mengandung glukosa. Jika keadaan
pasien tidak membaik atau pasien tidak sadarkan diri harus segera
dibawa ke rumah sakit untuk penanganan dan pemantauan selanjutnya.
2. Komplikasi Kronik
Penyakit diabetes melitus yang tidak terkontrol dalam waktu lama
akan menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah dan saraf. Pembuluh
darah yang dapat mengalami kerusakan dibagi menjadi dua jenis, yakni
pembuluh darah besar (Makrovasuler) dan pembuluh darah kecil
(Mikrovasuler).
a. Komplikasi Makrovaskuler
1) Pembuluh darah jantung, yang jika rusak akan menyebabkan
penyakit jantung koroner dan serangan jantung mendadak.
2) Pembuluh darah tepi, terutama pada tungkai, yang jika rusak akan
menyebabkan luka iskemik pada kaki.
3) Pembuluh darah otak, yang jika rusak akan dapat menyebabkan
stroke.

b. Komplikasi Mikrovasuler
1) Penyakit mata
Diabetes dapat menyebabkan kerusakan organ-organ mata sehingga
penglihatan menjadi kabur atau hilang (buta). Penyakit mata akibat
diabetes meliputi:
a) Retinopati: kerusakan pada pembuluh darah di retina. Retina
adalah jaringan peka cahaya di belakang mata. Retina yang
sehat diperlukan untuk penglihatan yang baik.
b) Katarak: pengeruhan lensa mata. Katarak berkembang pada
usia lebih dini pada penderita diabetes.
c) Glaukoma: peningkatan tekanan cairan di dalam mata yang
menyebabkan kerusakan saraf optik dan kehilangan
penglihatan. Diabetes hampir dua kali lebih mungkin terkena
glaukoma dibandingkan orang dewasa lainnya.
2) Nefropati Diabetic
Jaringan ginjal terdiri dari banyak pembuluh darah kecil yang
membentuk sebuah filter yang berperan menghilangkan racun
dan limbah dari darah. Diabetes kronis dapat menyebabkan
pembuluh-pembuluh darah kecil itu rusak. Diabetes juga membuat
ginjal bekerja lebih keras untuk menyaring kelebihan kadar glukosa
darah yang tidak terserap karena kekurangan insulin atau resistensi
insulin. Pada akhirnya, ginjal dapat mengalami kerusakan secara
bertahap, mulai dari hyperfiltrasi (pembengkakan ginjal karena
bekerja terlalu keras), mikroalbuminuria (kerusakan membran
penyaring sehingga sebagian protein masuk ke dalam darah dan
urin), sampai akhirnya menjadi gagal ginjal. Risiko gangguan
ginjal meningkat bila penderita diabetes juga memiliki tekanan
darah tinggi/hipertensi.
3) Neuropati Diabetic
Saraf yang paling sering rusak adalah saraf perifer, yang
menyebabkan perasaan kebas pada ujung-ujung jari. Karena rasa
kebas, terutama pada kakinya, maka pasien DM sering kali tidak
menyadari adanya luka pada kaki, sehingga meningkatkan risiko
menjadi luka yang lebih dalam (ulkus kaki) dan perlunya
melakukan tindakan amputasi. Selain kebas, pasien mungkin juga
mengalami kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri, lebih terasa
sakit di malam hari serta kelemahan pada tangan dan kaki. Pada
pasien yang mengalami kerusakan saraf perifer, maka harus
diajarkan mengenai perawatan kaki yang memadai sehingga
mengurangi risiko luka dan amputasi.

1.8 Latihan Gerak Sendi Bawah pada Diabetes


1.8.1 Definisi Latihan Gerak Sendi Bawah
Latihan gerak sendi merupakan latihan pergerakan sendi oleh individu
secara aktif dan mandiri yang dilakukan semaksimal mungkin tanpa
menimbulkan nyeri (Ellis & Bentz, 2007). Latihan rentang gerak sendi
atau ROM merupakan salah satu intervensi keperawatan yang dilakukan
untuk mengatasi masalah keperawatan gangguan mobilitas fisik
dimana klien mengalami ketidakmampuan atau keterbatasan dalam
menggerakkan satu atau lebih bagian sendi (Ellis & Bentz, 2007).
1.8.2 Tujuan Latihan Gerak Sendi Bawah
1. Untuk mempertahankan kemampuan gerak dan kelenturan fungsi
sendi
2. Untuk mengembalikan fungsi sendi yang mengalami kerusakan akibat
penyakit, trauma atau kurangnya penggunaan sendi
1.8.3 Prosedur Latihan Gerak Sendi Bawah
1. Latihan rentang gerak sendi bawah ini dilakukan 2 kali sehari selama
6 hari dalam seminggu
2. Total pelaksana latihan rentang gerak sendi 24 hari
3. Beberapa hal yang harus diperhatikan saat melakukan latihan rentang
gerak sendi
4. Latihan dilakukan pada sendi dengan tepat untuk menghindari
ketagngan otot serta kelelahan
5. Posisi yang diberikan memungkinkan gerakan sendi secara leluasa
a. Latihan dilakukan secara berurutan dan berulang
b. Tidak melakukan latihan pada sendi yang mengalami nyeri
c. Latihan harus segera dihentikan dan pseserta latihan harus segera
beristirahat apabila terjadi gerakan otot yang tiba-tiba dan terus
menerus (kram otot)
1.8.4 Bentuk Latihan Gerak Sendi Bawah
1. Lakukan latihan rentang gerak sendi bawah ini secara aktif dan rutin
sesuai prosedur
2. Urutan gerakan sebagai berikut
a. Lakukan gerakan pemanasan yaitu jalan ditempat, kemudian
lanjutkan dengan melakukan gerakan seperti pada gambar 1 yaitu
kedua tangan diletakkan pada dinding, kedua kaki digerakkan
seperti sedang berjalan (lakukan gerakan ini selama 5 menit)

b. Lakukan gerakan seperti pada gambar 2 yaitu diawali dengan


berdiri tegak pada kedua kaki. Kemudian gerakkan salah satu sisi
kaki menjauh (gambar 2a) dan mendekat (gambar 2b). Lakukan
pada kedua kaki secara bergantian masing-masing 10 kali gerakan.

c. Angkat paha sejajar dengan pinggang secara bergantian, paha


kanan 10 kali selanjutnya paha kiri 10 kali.
d. Gerakkan kaki ke arah belakang secara bergantian sebanyak 10 kali
gerakkan untuk masing-masing kaki

e. Lakukan gerakan seperti pada gambar 5 dengan berpegangan pada


kursi. Gerakkan kaki bagian bawah dengan menekuk kaki pada
bagian lutut kearah belakang. Lakukan gerakan ini secara
bergantian untuk kaki kanan dan kiri masing-masing 10 kali
gerakan.
f. Lakukan gerakan seperti pada gambar 6 dengan posisi duduk.
Gerakkkan kaki bagian bawah dan posisikan sejajar dengan paha.
Lakukan gerakan ini secara bergantian untuk kaki kanan dan kiri
masing-masing 10 kali gerakan.

g. Lakukan gerakan seperti pada gambar 7 dengan posisi duduk.


Gerakkkan telapak kaki ke bawah dan keatas secara bergantian.
Lakukan gerakan ini secara bergantian untuk telapak kaki kanan
dan kiri masing-masing 10 kali gerakan.
h. Lakukan gerakan seperti pada gambar 8a dan 8b dengan posisi
duduk. Gerakkan telapak kaki dari arah sisi luar ke sisi dalam
secara bergantian sebanyak 10 kali gerakan untuk maisng-masing
telapak kaki.

i. Lakukan gerakan seperti pada gambar 9 dengan posisi duduk.


Gerakkan telapak kaki memutar secara bergantian sebanyak 10 kali
gerakan untuk masing-masing telapak kaki.
j. Lakukan gerakan seperti pada gambar 10 dengan posisi berbaring.
Badan lurus, kedua kaki ditekuk. Gerakkan salah satu kaki
menjauhi sisi kaki yang lain, lakukan secara bergantian pada kedua
kaki dengan 10 kali gerakan untuk masing-masing kaki.

k. Posisi berbaring. Lakukakn gerakan yang sama seperti pada


gambar 10. Badan lurus, kedua kaki ditekuk. Gerakkan kedua kaki
secara bersamaan mendekati lantai, laukan sebanyak 10 kali
gerakan.
DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association (ADA), 2012, Diagnosis And Classification Of


Diabetes Mellitus, Diabetes Care, 34, 62-9.

Anani, S, Ari Udoyono & Praba Ginanjar. 2012. Hubungan antara Perilaku
Pengendalian Diabetes dan Kadar Glukosa Darah Pasien Rawat Jalan
Diabetes Mellitus. Jurnal Kesehatan Masyarakat Volume 1, Nomor 2,
Tahun 2012.

Anggriyana dan Atikah. 2010. Senam Kesehatan. Nuha Medica. Yogyakarta.

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol. 2.
Jakarta: EGC.

Ellis, J.R. & Bentz, P.M. 2007. Modules for Basic Nursing Skills. Philadelphia :
Lippincott Williams & Wilkins

Kamariyahs, Nurul. 2009. Waspada terhadap Peningkatan dan Penurunan Gula


Darah pada Keluarga Kencing Manis (DM). http://www.scribd.com
diakses tanggal 8 Februari 2017

M, Atun. 2010. Diabetes Melitus. Bantul: Kreasi Wacana


Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI). 2011. Konsensus
Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia.
Jakarta: Perkeni

Price & Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.


Jakarta: EGC.

Regina. 2012. Komplikasi Diabetes Melitus. Diakses pada tanggal 8 Februari


2017 dari http://diabetesmelitus.org/komplikasi-diabetes-melitus/.

Smeltzer, S.C & Bare, B.G, 2002, Buku Ajar Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2.
Jakarta : EGC

Soegondo. 2007. Diabetes Melitus, Penatalaksanaan Terpadu. Jakarta: Balai


Penerbitan FKUI

Sujono & Sukarmin. 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan
Eksokrin & Endokrin pada Pankreas. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai