Anda di halaman 1dari 39

PANDUAN

MANAJEMEN NYERI

RS. BAPTIS BATU TAHUN 2014

RS BAPTIS BATU

JL RAYA TLEKUNG NO 1

JUNREJO - BATU
DAFTAR ISI

Halaman Judul ...................................................................................................... i

Daftar Isi ............................................................................................................... ii

Lembar Pengesahan .............................................................................................. iii

I. DEFINISI........................................................................................................... 1

II. RUANG LINGKUP ......................................................................................... 2

III. TATA LAKSANA .......................................................................................... 4

3.1. MANAJEMEN NYERI AKUT ..................................................................... 4

3.2. MANAJEMEN NYERI KRONIK................................................................. 15

3.3. MANAJEMEN NYERI PADA KELOMPOK USIA LANJUT

(GERIATRI) .................................................................................................. 33

IV. DOKUMENTASI ........................................................................................... 37

REFERENSI ......................................................................................................... 38

ii
LEMBAR PENGESAHAN

PENGESAHAN DOKUMEN RS. BAPTIS BATU

NAMA KETERANGAN TANDA TANGAN TANGGAL

Dr. Rogatus Trawotjo,Sp.An. Pembuat Dokumen

Dr. Imanuel Eka Tantaputra Authorized Person

Dr. Arhwinda PA,Sp.KFR.,MARS. Direktur RS. Baptis Batu

iii
I. DEFINISI
Nyeri merupakan perasaan tidak nyaman,baik ringan maupun berat yang
hanya dapat dirasakan oleh individu tersebut tanpa dapat dirasakan oleh orang
lain,mencakup pola pikir,aktifitas seseorang secara langsung,dan perubahan
hidup seseorang.Nyeri merupakan tanda dan gejala penting yang dapat
menunjukkan telah terjadinya gangguan fisiological, Menurut beberapa tokoh
atau sumber:

IASP 1979 (International for the Study of Pain)nyeri adalahSuatu


pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan,yang
berkaitan dengan kerusakan jaringan yang nyata atau yang berpotensi
untuk menimbulkan kerusakan jaringandari definisi tersebut dapat di
simpulkan bahwa nyeri bersifat subyektif dimana individu mempelajari
apa itu nyeri,melalaui pengalaman yang langsung berhubungan dengan
luka (injuri),yang dimulai dari awal masa kehidupannya.
Sternbach (1968) mengatakan nyeri sebagai konsep yang abstrak yang
merujuk pada sensasi pribadi tentang sakit,suatu stimulus berbahaya yang
menggambarkan akan terjadinya kerusakan jaringan,suatu pola respon
untuk melindungi organism dari bahaya.
McCafferi (1979) mengatakan nyeri sebagai penjelasan pribadi tentang
nyeri ketika dia mengatakan tentang nyeri apapun yang di katakan
tentang nyeri dan di manapun ketika dia mengatakan,hal itu ada.
Tamsuri (2007) nyeri di definisikan sebagai suatu keadaan yang
mempengaruhi seseorang dan eksistensinya di ketahui bila seseorang
pernah mengalaminya.
Pada tahun 1999,the Veterans Health Administrasion mengeluarkan
kebijakan untuk memasukkan nyeri sebagai tanda vital ke lima,jadi perawat
tidak hanya mengkaji suhu tubuh,nadi,tekanan darah,dan respirasi tetapi juga
harus mengkaji tentang nyeri.
Saat ini telah di akui bahwa manajemen nyeri merupakan komponen
penting dalam perawatan pasien.

1
II. RUANG LINGKUP.

Ruang lingkup pelayanan nyeri yaitu semua pasien dengan kondisi


nyeri yang membutuhkan pelayanan manajemen nyeri, pengobatan dan
observasi nyeri. Pada tahun 1986, The Nasional Institutes of Health Consensus
Conference on Pain mengkategorikan nyeri menjadi 2 tipe yaitu :
1. Nyeri Akut, merupakan hasil dari injuri acut,penyakit dan pembedahan.
Nyeri akut adalah nyeri dengan onset segera dan durasi yang terbatas,
memiliki hubungan temporal dan kausal dengan adanya cedera atau
penyakit.
2. Nyeri Kronik :
Non keganasan di hubungkan dengan kerusakan jaringan yang dalam
masa penyembuhan atau tidak progresif
Keganasan adalah nyeri yang di hubungkan dengan kanker atau
proses penyakit lain yang progresif.
Nyeri kronik adalah nyeri yang bertahan untuk periode waktu yang
lama. Nyeri kronik adalah nyeri yang terus ada meskipun telah terjadi
proses penyembuhan dan sering sekali tidak diketahui penyebab yang
pasti

2
Karakteristiknyeriakutdankronis

Karakteristik Nyeri Akut Nyeri Kronis


Peredaan Nyeri Sangatdiinginkan Sangat diinginkan

Ketergantungan terhadap Tidak biasa Sering


obat

Komponen psikologis Umumnya tidak ada Sering merupakan masalah


utama

Penyebab organik sering Seringkali tidak ada

Kontribusi lingkungan kecil Signifikan


dan keluarga

Insomnia jarang Sering

Tujuan pengobatan kesembuhan fungsionalisasi

Depresi jarang sering

Lidya SHLV 7/6/2012

3
III. TATA LAKSANA
3.1. MANAJEMEN NYERI AKUT
1. Nyeri akut merupakan nyeri yang terjadi < 6 minggu.
2. Lakukan asesmen nyeri: mulai dari anamnesis hingga pemeriksaan
penunjang.
3. Tentukan mekanisme nyeri:
a. Nyeri somatik:
i. Diakibatkan adanya kerusakan jaringan yang
menyebabkan pelepasan zat kima dari sel yang cedera
dan memediasi inflamasi dan nyeri melalui nosiseptor
kulit.
ii. Karakteristik: onset cepat, terlokalisasi dengan baik,
dan nyeri bersifat tajam, menusuk, atau seperti ditikam.
iii. Contoh: nyeri akibat laserasi, sprain, fraktur, dislokasi.

b. Nyeri visceral:
i. Nosiseptor visceral lebih setikit dibandingkan somatic,
sehingga jika terstimulasi akan menimbulkan nyeri
yang kurang bisa dilokalisasi, bersifat difus, tumpul,
seperti ditekan benda berat.
ii. Penyebab: iskemi/nekrosis, inflamasi, peregangan
ligament, spasme otot polos, distensi organ berongga /
lumen.
iii. Biasanya disertai dengan gejala otonom, seperti mual,
muntah, hipotensi, bradikardia, berkeringat.

4
c. Nyeri neuropatik:
i. Berasal dari cedera jaringan saraf
ii. Sifat nyeri: rasa terbakar, nyeri menjalar, kesemutan, alodinia
(nyeri saat disentuh), hiperalgesia.
iii. Gejala nyeri biasanya dialami pada bagian distal dari tempat
cedera (sementara pada nyeri nosiseptif, nyeri dialami pada
tempat cederanya)
iv. Biasanya diderita oleh pasien dengan diabetes, multiple
sclerosis, herniasi diskus, AIDS, pasien yang menjalani
kemoterapi / radioterapi.

4. Tatalaksana sesuai mekanisme nyerinya.7


a. Farmakologi: gunakan Step-Ladder WHO
i. OAINS efektif untuk nyeri ringan-sedang, opioid efektif untuk
nyeri sedang-berat.
ii. Mulailah dengan pemberian OAINS / opioid lemah (langkah 1
dan 2) dnegan pemberian intermiten (pro re nata-prn) opioid
kuat yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien.
iii. Jika langkah 1 dan 2 kurang efektif / nyeri menjadi sedang-
berat, dapat ditingkatkan menjadi langkah 3 (ganti dengan
opioid kuat dan prn analgesik dalam kurun waktu 24 jam
setelah langkah 1).
iv. Penggunaan opioid harus dititrasi. Opioid standar yang sering
digunakan adalah morfin, kodein.
v. Jika pasien memiliki kontraindikasi absolut OAINS, dapat
diberikan opioid ringan.
vi. Jika fase nyeri akut pasien telah terlewati, lakukan pengurangan
dosis secara bertahap
Intravena: antikonvulsan, ketamine, OAINS, opioid
Oral: antikonvulsan, antidepresan, antihistamin,
anxiolytic, kortikosteroid, anestesi lokal, OAINS,
opioid, tramadol.

5
Rektal (supositoria): parasetamol, aspirin, opioid,
fenotiazin
Topical: lidokain patch, EMLA
Subkutan: opioid, anestesi lokal7

3-Step WHO Analgesic Ladder8


*Keterangan:
patch fentanyl tidak boleh digunakan untuk nyeri akut karena
tidak sesuai indikasi dan onset kerjanya lama.
Untuk nyeri kronik: pertimbangkan pemberian terapi analgesik
adjuvant (misalnya amitriptilin, gabapentin).
*Istilah:
NSAID: non-steroidal anti-inflammatory drug
S/R: slow release
PRN: when required

6
vii. Berikut adalah algoritma pemberian opioid intermiten (prn)
intravena untuk nyeri akut, dengan syarat:
Hanya digunakan oleh staf yang telah mendapat
instruksi
Tidak sesuai untuk pemberian analgesik secara rutin di
ruang rawat inap biasa
Efek puncak dari dosis intravena dapat terjadi selama
15 menit sehingga semua pasien harus diobservasi
dengan ketat selama fase ini.

7
Algoritma Pemberian Opioid Intermiten Intravena untuk Nyeri Akut8

Apakah pasien nyeri


sedang/berat? tidak Observasi rutin

ya
tidak
Saat!dosis!telah!diberikan,!lakukan! Apakah!diresepkan!opioid!IV?! Minta!untuk!diresepkan!
monitor!setiap!5!menit!selama!
minimal!20!menit.!

Tunggu!hingga!30!menit!dari! Gunakan!spuit!10ml!
Ambil!10mg!morfin!sulfat
pemberian!dosis!terakhir!sebelum! !
mengulangi!siklus. dan!campur!dengan!NaCl!
! ya! !
0,9%!hingga!10ml!(1mg/
Dokter!mungkin!perlu!untuk! ml)!
meresepkan!dosis!ulangan! Berikan!label!pada!spuit!
ATA
U$
Siapkan!NaC
l!
Gunakan!spuit!10ml!
Ya,!tetap Ambil!100mg!petidin!dan
i! !
campur!dengan!NaCl!!0,9
telah! %!
diberikan Observasi!ruti
! n! hingga!10ml!(10mg/ml)!

dosis!total Berikan!label!pada!spuit!
! tidak! ya!

Skor!sedasi!0!atau!
Nyeri!! ya! 1?! Minta!saran!ke!dokter!senior!
Tunda!dosis!hingga!skor!sedasi!<2
!dan!
kecepatan!pernapasan!>!8!kali/me
ya! tidak! nit.!

Pertimbangkan!nalokson!IV!(100
Kecepatan!pernapas ug)!
an!
>!8!kali/menit
?!

8
ya!
Tekanan!darah!sistoli
Tunggu!selama! k! tidak! Minta!saran!
!100!mmHg
5!menit! ?*!

ya! Jika!skor!nyeri!7X10:!berikan!
2ml!
Usia!pasien!<!70!tahu tidak Jika!skor!nyeri!4X6:!berikan!1
n?! ! !ml!

ya!
Jika!skor!nyeri!7X10:!berikan!3ml!
Jika!skor!nyeri!4X6:!berikan!2!ml!

Keterangan:
Skor nyeri: Skor sedasi: *Catatan:
0 = tidak nyeri 0 = sadar penuh Jika tekanan darah
= sedasi ringan, kadang mengantuk, sistolik < 100mmHg:
1-3 = nyeri ringan 1 mudah
haruslah dalam
= nyeri
4-6 sedang dibangunkan rentang 30% tekanan
7- = sedasi sedang, sering secara konstan darah sistolik normal
10 = nyeri berat 2 mengantuk, pasien (jika diketahui),
mudah dibangunkan atau carilah
= sedasi berat, somnolen, sukar
3 dibangunkan saran/bantuan.

9
S = tidur normal

Gunakan tabel obat-obatan antiemetic (jika diperlukan)


Teruskan penggunaan OAINS IV jika diresepkan bersama dengan opioid.

viii. Manajemen efek samping:


opioid
Mual dan muntah: antiemetic

Konstipasi: berikan stimulant buang air besar,


hindari laksatif yang mengandung serat karena
dapat menyebabkan produksi gas-kembung-
kram perut.

Gatal: pertimbangkan untuk mengganti opioid


jenis lain, dapat juga menggunakan antihistamin.

Mioklonus: pertimbangkan untuk mengganti


opioid, atau berikan benzodiazepine untuk
mengatasi mioklonus.

Depresi pernapasan akibat opioid: berikan


nalokson (campur 0,4mg nalokson dengan NaCl
0,9% sehingga total volume mencapai 10ml).
Berikan 0,02 mg (0,5ml) bolus setiap menit
hingga kecepatan pernapasan meningkat. Dapat
diulang jika pasien mendapat terapi opioid
jangka panjang.
OAINS:

Gangguan gastrointestinal: berikan PPI (proton


pump inhibitor)

Perdarahan akibat disfungsi platelet:


pertimbangkan untuk mengganti OAINS yang
tidak memiliki efek terhadap agregasi platelet.

b. Pembedahan: injeksi epidural, supraspinal, infiltrasi anestesi lokal di


tempat nyeri.

10
c. Non-farmakologi:
i. Olah raga
ii. Imobilisasi
iii. Pijat
iv. Relaksasi
v. Stimulasi saraf transkutan elektrik

5. Follow-up / asesmen ulang


a. Asesmen ulang sebaiknya dilakukan dengan interval yang teratur.
b. Panduan umum:
i. Pemberian parenteral: 30 menit
ii. Pemberian oral: 60 menit
iii. Intervensi non-farmakologi: 30-60 menit.

6. Pencegahan
a. Edukasi pasien:
i. Berikan informasi mengenai kondisi dan penyakit pasien, serta
tatalaksananya.
ii. Diskusikan tujuan dari manajemen nyeri dan manfaatnya untuk
pasien
iii. Beritahukan bahwa pasien dapat mengubungi tim medis jika
memiliki pertanyaan / ingin berkonsultasi mengenai
kondisinya.
iv. Pasien dan keluarga ikut dilibatkan dalam menyusun
manajemen nyeri (termasuk penjadwalan medikasi, pemilihan
analgesik, dan jadwal control).
b. Kepatuhan pasien dalam menjalani manajemen nyeri dengan baik

7. Medikasi saat pasien pulang


a. Pasien dipulangkan segera setelah nyeri dapat teratasi dan dapat
beraktivitas seperti biasa / normal.
b. Pemilihan medikasi analgesik bergantung pada kondisi pasien.

11
8. Berikut adalah algoritma asesmen dan manajemen nyeri akut:

Pasien Mengeluh Nyeri

Anamnesis dan
Pemeriksaan Fisik

Asesmen Nyeri

Apakah Etiologi nyeri Ya Prioritas utama :


bersifat reversibel ? Identifikasi dan atasi
etiologi nyeri
Tidak
Ya
Apakah nyeri 1. Lihat manajemen
berlangsung > 6 minggu? nyeri kronik
2. Pertimbangkan
Tidak untuk merujuk ke
spesialis yang sesuai

Tentukan mekanisme
nyeri
(pasien dapat mengalami
> 1 jenis nyeri)

Nyeri Somatic Nyeri Viseral Nyeri Neuropatik


Nyeri bersifat tajam, Nyeri bersifat difus Nyeri bersifat menjalar,
menusuk, terlokalisir, seperti ditekan benda rasa terbakar,
seperti ditikam berat, nyeri tumpul kesemutan, tidak spesifik

12
Algoritma Manajemen Nyeri
Akut7

Nyeri$somatic$ Nyeri$viseral$ Nyeri$neuropatik$


Cold%pac ! !
ks !
Parasetamol! Kortikosteroid! Antikonvulsan!
! Anestesi!lokal!intraspinal!
Kortikosteroid! ! Kortikosteroid!
Anestesi!lokal!(topical!/!infiltra OAINS! Blok!neuron!
si)! Opioid! OAINS!
OAINS! ! Opioid!
Opioid! Antidepresan!trisiklik!
Stimulasi!taktil! (amitriptilin)!

Pilih!alternatif!terapi!

yang!lainnya!
Pencegahan$$
!
tidak!
Edukasi!pasien!
Lihat!manajemen! Terapi!farmakologi!
ya! nyeri!kronik.! Konsultasi!(jika!perlu)!
Pertimbangkan! Apakah!nyeri! Prosedur!pembedahan!
untuk!merujuk!ke! >!6!minggu?! NonXfarmakologi!
spesialis!yang! !
sesuai!
ya! tidak!

Kembali!ke!kotak! Analgesik!adekuat?!
Mekanisme
! ya!
tentukan! nyeri!sesuai?!
mekanisme! tidak! ya!
nyeri! Efek!samping! Manajemen!
!
pengobatan?! efek!samping!
tidak!

FollowXup!/!
nilai!ulang!

13
3.2. MANAJEMEN NYERI KRONIK
1. Lakukan asesmen nyeri:
a. anamnesis dan pemeriksaan fisik (karakteristik nyeri, riwayat
manajemen nyeri sebelumnya)
b. pemeriksaan penunjang: radiologi
c. asesmen fungsional:
i. nilai aktivitas hidup dasar (ADL), identifikasi kecacatan /
disabilitas
ii. buatlah tujuan fungsional spesifik dan rencana perawatan
pasien
iii. nilai efektifitas rencana perawatan dan manajemen pengobatan

2. tentukan mekanisme nyeri:


a. manajemen bergantung pada jenis / klasifikasi nyerinya.
b. Pasien sering mengalami > 1 jenis nyeri.
c. Terbagi menjadi 4 jenis:
i. Nyeri neuropatik:
disebabkan oleh kerusakan / disfungsi sistem
somatosensorik.
Contoh: neuropati DM, neuralgia trigeminal, neuralgia
pasca-herpetik.
Karakteristik: nyeri persisten, rasa terbakar, terdapat
penjalaran nyeri sesuai dengan persarafannya, baal,
kesemutan, alodinia.
Fibromyalgia: gatal, kaku, dan nyeri yang difus pada
musculoskeletal (bahu, ekstremitas), nyeri berlangsung
selama > 3bulan

ii. Nyeri otot: tersering adalah nyeri miofasial


mengenai otot leher, bahu, lengan, punggung bawah,
panggul, dan ekstremitas bawah.
Nyeri dirasakan akibat disfungsi pada 1/lebih jenis otot,
berakibat kelemahan, keterbatasan gerak.
14
Biasanya muncul akibat aktivitas pekerjaan yang
repetitive.
Tatalaksana: mengembalikan fungsi otot dengan
fisioterapi, identifikasi dan manajemen faktor yang
memperberat (postur, gerakan repetitive, faktor
pekerjaan)

iii. Nyeri inflamasi (dikenal juga dengan istilah nyeri nosiseptif):


Contoh: artritis, infeksi, cedera jaringan (luka), nyeri
pasca-operasi
Karakteristik: pembengkakan, kemerahan, panas pada
tempat nyeri. Terdapat riwayat cedera / luka.
Tatalaksana: manajemen proses inflamasi dengan
antibiotic / antirematik, OAINS, kortikosteroid.

iv. Nyeri mekanis / kompresi:


Diperberat dengan aktivitas, dan nyeri berkurang
dengan istirahat.
Contoh: nyeri punggung dan leher (berkaitan dengan
strain/sprain ligament/otot), degenerasi diskus,
osteoporosis dengan fraktur kompresi, fraktur.
Merupakan nyeri nosiseptif
Tatalaksana: beberapa memerlukan dekompresi atau
stabilisasi.

3. Nyeri kronik: nyeri yang persisten / berlangsung > 6 minggu

4. Asesmen lainnya:
a. Asesmen psikologi: nilai apakah pasien mempunyai masalah psikiatri
(depresi, cemas, riwayat penyalahgunaan obat-obatan, riwayat
penganiayaan secara seksual/fisik.verbal, gangguan tidur)
b. Masalah pekerjaan dan disabilitas
c. Faktor yang mempengaruhi:
15
i. Kebiasaan akan postur leher dan kepala yang
buruk
ii. Penyakit lain yang memperburuk / memicu nyeri
kronik pasien
d. Hambatan terhadap tatalaksana:
i. Hambatan komunikasi / bahasa
ii. Faktor finansial
iii. Rendahnya motivasi dan jarak yang jauh
terhadap fasilitas kesehatan
iv. Kepatuhan pasien yang buruk
v. Kurangnya dukungan dari keluarga dan teman

5. Manajemen nyeri kronik


a. Prinsip level 1:
i. Buatlah rencana perawatan tertulis secara
komprehensif (buat tujuan, perbaiki tidur,
tingkatkan aktivitas fisik, manajemen stress,
kurangi nyeri).

ii. Pasien harus berpartisipasi dalam program latihan untuk


meningkatkan fungsi
iii. Dokter dapat mempertimbangkan pendekatan perilaku
kognitif dengan restorasi fungsi untuk membantu
mengurangi nyeri dan meningkatkan fungsi.
Beritahukan kepada pasien bahwa nyeri kronik
adalah masalah yang rumit dan kompleks.
Tatalaksana sering mencakup manajemen stress,
latihan fisik, terapi relaksasi, dan sebagainya
Beritahukan pasien bahwa focus dokter adalah
manajemen nyerinya
Ajaklah pasien untuk berpartisipasi aktif dalam
manajemen nyeri
Berikan medikasi nyeri yang teratur dan
terkontrol
16
Jadwalkan control pasien secara rutin, jangan
biarkan penjadwalan untuk control dipengaruhi
oleh peningkatan level nyeri pasien.
Bekerjasama dengan keluarga untuk
memberikan dukungan kepada pasien
Bantulah pasien agar dapat kembali bekerja
secara bertahap
Atasi keengganan pasien untuk bergerak karena
takut nyeri.
iv. Manajemen psikososial (atasi depresi, kecemasan,

ketakutan pasien)

b. Manajemen level 1: menggunakan pendekatan standar dalam


penatalaksanaan nyeri kronik termasuk farmakologi, intervensi,
non-farmakologi, dan tetapi pelengkap / tambahan.
i. Nyeri Neuropatik

Atasi penyebab yang mendasari


timbulnya nyeri: Control gula darah
pada pasien DM
Pembedahan, kemoterapi, radioterapi untuk
pasien tumor dengan kompresi saraf
Control infeksi (antibiotic)
Terapi simptomatik:
antidepresan trisiklik (amitriptilin)
antikonvulsan: gabapentin, karbamazepin

obat topical (lidocaine patch 5%, krim anestesi)


OAINS, kortikosteroid, opioid

anestesi regional: blok simpatik, blok epidural /


intratekal, infus epidural / intratekal

terapi berbasis-stimulasi: akupuntur, stimulasi


spinal, pijat

rehabilitasi fisik: bidai, manipulasi, alat bantu,

17
latihan mobilisasi, metode ergonomis
prosedur ablasi: kordomiotomi, ablasi saraf
dengan radiofrekuensi

terapi lainnya: hypnosis, terapi relaksasi


(mengurangi tegangan otot dan toleransi
terhadap nyeri), terapi perilaku kognitif
(mengurangi perasaan terancam atau tidak
nyaman karena nyeri kronis)

ii. nyeri otot


lakukan skrining terhadap patologi medis yang serius,
faktor psikososial yang dapat menghambat pemulihan
berikan program latihan secara bertahap, dimulai dari
latihan dasar / awal dan ditingkatkan secara bertahap.
Rehabilitasi fisik:
Fitness: angkat beban bertahap, kardiovaskular,
fleksibilitas, keseimbangan
mekanik
pijat, terapi akuatik
manajemen perilaku:

18
stress / depresi
teknik relaksasi
perilaku kognitif

ketergantungan obat
manajemen amarah
terapi obat:

analgesik dan sedasi


antidepressant
opioid jarang dibutuhkan

iii. nyeri inflamasi


control inflamasi dan atasi penyebabnya
obat anti-inflamasi utama: OAINS, kortikosteroid

iv. nyeri mekanis / kompresi


penyebab yang sering: tumor / kista yang menimbulkan
kompresi pada struktur yang sensitif dengan nyeri,
dislokasi, fraktur.
Penanganan efektif: dekompresi dengan pembedahan
atau stabilisasi, bidai, alat bantu.
Medikamentosa kurang efektif. Opioid dapat digunakan

untuk mengatasi nyeri saat terapi lain diaplikasikan.

c. Manajemen level 1 lainnya


i. OAINS dapat digunakan untuk nyeri ringan-sedang atau nyeri
non-neuropatik
ii. Skor DIRE: digunakan untuk menilai kesesuaian aplikasi terapi
opioid jangka panjang untuk nyeri kronik non-kanker.9

19
Skor DIRE (Diagnosis, Intractibility, Risk, Efficacy)9

Skor Faktor Penjelasan

Diagnosis 1 = kondisi kronik ringan dengan temuan objektif minimal atau tidak adanya
diagnosis medis yang pasti. Misalnya: fibromyalgia, migraine, nyeri punggung
tidak spesifik.
2 = kondisi progresif perlahan dengan nyeri sedang atau kondisi nyeri sedang
menetap dengan temuan objektif medium. Misalnya: nyeri punggung dengan
perubahan degeneratif medium, nyeri neuropatik.
3 = kondisi lanjut dengan nyeri berat dan temuan objektif nyata. Misalnya:
penyakit iskemik vascular berat, neuropati lanjut, stenosis spinal berat.

Intractability 1 = pemberian terapi minimal dan pasien terlibat secara minimal dalam
(keterlibatan) manajemen nyeri
2 = beberapa terapi telah dilakukan tetapi pasien tidak sepenuhnya terlibat dalam
manajemen nyeri, atau terdapat hambatan (finansial, transportasi, penyakit medis)
3 = pasien terlibat sepenuhnya dalam manajemen nyeri tetapi respons terapi tidak
adekuat.

Risiko (R) R = jumlah skor P + K + R + D

Psikologi 1 = disfungsi kepribadian yang berat atau gangguan jiwa yang mempengaruhi
terapi. Misalnya: gangguan kepribadian, gangguan afek berat.
2 = gangguan jiwa / kepribadian medium/sedang. Misalnya: depresi, gangguan
cemas.
3 = komunikasi baik. Tidak ada disfungsi kepribadian atau gangguan jiwa yang
signifikan

Kesehatan 1 = penggunaan obat akhir-akhir ini, alkohol berlebihan, penyalahgunaan obat.


2 = medikasi untuk mengatasi stress, atau riwayat remisi psikofarmaka
3 = tidak ada riwayat penggunaan obat-obatan.

Reliabilitas 1 = banyak masalah: penyalahgunaan obat, bolos kerja / jadwal control,


komplians buruk
2 = terkadang mengalami kesulitan dalam komplians, tetapi secara keseluruhan
dapat diandalkan
3 = sangat dapat diandalkan (medikasi, jadwal control, dan terapi)

20
Dukungan 1 = hidup kacau, dukungan keluarga minimal, sedikit teman dekat, kehilangan
sosial peran dalam kehidupan normal
2 = kurangnya hubungan dengan oral dan kurang berperan dalam sosisl
3 = keluarga mendukung, hubungan dekat. Terlibat dalam kerja/sekolah, tidak ada

21
isolasi sosial

Efikasi 1 = fungsi buruk atau pengurangan nyeri minimal meski dengan penggunaan
dosis obat sedang-tinggi
2 = fungsi meningkat tetapi kurang efisien (tidak menggunakan opioid dosis
sedang-tinggi)
3 = perbaikan nyeri signifikan, fungsi dan kualitas hidup tercapai dengan dosis
yang stabil.

Skor total =D+I+R+E

Keterangan:
Skor 7-13: tidak sesuai untuk menjalani terapi opioid jangka panjang
Skor 14-21: sesuai untuk menjalani terapi opioid jangka panjang

iii. Intervensi: injeksi spinal, blok saraf, stimulator spinal, infus


intratekal, injeksi intra-sendi, injeksi epidural
iv. Terapi pelengkap / tambahan: akupuntur, herbal

d. Manajemen level 2
i. meliputi rujukan ke tim multidisiplin dalam manajemen nyeri
dan rehabilitasinya atau pembedahan (sebagai ganti stimulator
spinal atau infus intratekal).
ii. Indikasi: pasien nyeri kronik yang gagal terapi konservatif /
manajemen level 1.
iii. Biasanya rujukan dilakukan setelah 4-8 minggu tidak ada
perbaikan dengan manajemen level 1. 9

Berikut adalah algoritma asesmen dan manajemen nyeri kronik:

22
Algoritma Asesmen Nyeri Kronik9
Pasien!mengeluh!nyeri!

Asesmen$nyeri$
$

Anamnesis!
Pemeriksaan!fisik!!
Pemeriksaan!fungsi
! Pasien!dapat!mengalami!
jenis!nyeri!dan!faktor!yan
g!

mempengaruhi!yang!

Tentukan!mekanisme!nye
ri! beragam! !

Nyeri$neuropatik$ Nyeri$mekanis/kompres
! Nyeri$otot$ Nyeri$inflamasi$ i$
Perifer!(sindrom!nyeri! ! ! !
regional!kompleks,! Artropati!inflamasi Nyeri!punggung!bawah
Nyeri!miofasial! ! !
neuropati!HIV,!ganggua (rematoid!artritis)!
n!
metabolik)! Infeksi! Nyeri!leher!
Sentral!(Parkinson,!multi Nyeri!pascaXopara Nyeri!musculoskeletal!
si! (bahu,!siku)!
ple%
Cedera!jaringan! Nyeri!viseral!
sclerosis,!mielopati,!nye

ri!
tidak!
pascaXstroke,!sindrom!
Apakah!nyeri!kronik?! Pantau!dan!observasi!
fibromyalgia)!
ya!
Atasi!etiologi!nyeri!sesuai
Apakah!etiologinya!da ya! !

23
pat! Asesmen$lainnya$
$
dikoreksi!/!diatasi?! Masalah!pekerjaan!dan!disabilitas!
indikasi!
tida Asesmen!psikologi!dan!spiritual!
k! Faktor!yang!mempengaruhi!dan!
hambatan!

Algoritma$Manajemen$
Nyeri$
Kronik!

24
Algoritma Manajemen Nyeri Kronik9

Prinsip$level$1$
$
Buatlah!rencana!dan!tetapkan!tujuan$
Rehabilitasi!fisik!dengan!tujuan!fungsional$
Manajemen!psikososial!dengan!tujuan!fungsional$

Manajemen$level$1:$ Manajemen$level$1:$$ Manajemen$level$1:$ Manajemen$level$1:$


Nyeri$neuropatik$ Nyeri$otot$ Nyeri$inflamasi$ Nyeri$mekanis/kompresi$

Manajemen$level$1$lainnya$
$
Farmakologi!(skor!DIRE)!
Intervensi!
Pelengkap!/!tambahan!

Layanan!primer!untuk!mengukur!
pencapaian!tujuan!dan!meninjau!
ulang!rencana!perawatan!

Manajemen$level$2
Tujuan!terpenuhi tidak $
?! ! Telah!melakukan! ya! $
manajemen!level!
Fungsi! 1!

Rujuk!ke!tim!
Kenyamanan! dengan!adekuat?! interdisiplin,!atau!
Rujuk!ke!klinik!khusu
hambatan! s!

ya! manajemen!nyeri!

perawatan$selanjutnya
$
tidak!
Rencana$
oleh$pasien!

Asesmen$hasil!

25
MANAJEMEN NYERI PADA PEDIATRIK
1. Prevalensi nyeri yang sering dialami oleh anak adalah: sakit kepala kronik,
trauma, sakit perut dan faktor psikologi
2. Sistem nosiseptif pada anak dapat memberikan respons yang berbeda terhadap
kerusakan jaringan yang sama atau sederajat.
3. Neonates lebih sensitif terhadap stimulus nyeri
4. Berikut adalah algoritma manajemen nyeri mendasar pada pediatrik:

Algoritma Manajemen Nyeri Mendasar Pada Pediatrik10

1. Asesmen nyeri pada anak


Nilai!karakteristik!nyeri!

Lakukan!pemeriksaan!medis!dan!penunjang!yang!sesuai!
Evaluasi!kemungkinan!adanya!keterlibatan!mekanisme!
nosiseptif!dan!neuropatik!
Kajilah!faktor!yang!mempengaruhi!nyeri!pada!anak!

2. Diagnosis penyebab primer dan sekunder


Komponen!nosiseptif!dan!neuropatik!yang!ada!saat!ini!

Kumpulkan!gejalaXgejala!fisik!yang!ada!
Pikirkan!faktor!emosional,!kognitif,!dan!perilaku!

3. Pilih terapi yang sesuai

Obat$ NonEobat$
$ $

Analgesik! Kognitif!
Analgesik!adjuvant! Fisik!
anestesi! perilaku!

4. Implementasi rencana manajemen nyeri


Berikan!umpan!balik!mengenai!penyebab!dan!faktor!yang!mempengaruhi!nyeri!kepada!orang!tua!(dan!a
nak)!

Berikan!rencana!manajemen!yang!rasional!dan!terintegrasi!
Asesmen!ulang!nyeri!pada!anak!secara!rutin!
26
Evaluasi!efektifitas!rencana!manajemen!nyeri!
Revisi!rencana!jika!diperlukan!

27
5. Pemberian analgesik:
a. By the ladder: pemberian analgesik secara bertahap sesuai dengan
level nyeri anak (ringan, sedang, berat).
i. Awalnya, berikan analgesik ringan-sedang (level 1).
ii. Jika nyeri menetap dengan pemberian analgesik level 1, naiklah
ke level 2 (pemberian analgesik yang lebih poten).
iii. Pada pasien yang mendapat terapi opioid, pemberian
parasetamol tetap diaplikasikan sebagai analgesik adjuvant.
iv. Analgesik adjuvant
Merupakan obat yang memiliki indikasi primer bukan
untuk nyeri tetapi dapat berefek analgesik dalam
kondisi tertentu.
Pada anak dengan nyeri neuropatik, dapat diberikan
analgesik adjuvant sebagai level 1.
Analgesik adjuvant ini lebih spesifik dan efektif untuk
mengatasi nyeri neuropatik.
Kategori:

Analgesik multi-tujuan: antidepressant, agonis


adrenergic alfa-2, kortikosteroid, anestesi
topical.

Analgesik untuk nyeri neuropatik: antidepressant,


antikonvulsan, agonis GABA, anestesi oral-
lokal

Analgesik untuk nyeri musculoskeletal: relaksan


otot, benzodiazepine, inhibitor osteoklas,
radiofarmaka.

b. By the clock: mengacu pada waktu pemberian analgesik.


i. Pemberian haruslah teratur, misalnya: setiap 4-6 jam
(disesuaikan dengan masa kerja obat dan derajat keparahan
nyeri pasien), tidak boleh prn (jika perlu) kecuali episode nyeri
pasien benar-benar intermiten dan tidak dapat diprediksi.

28
c. by the child: mengacu pada peemberian analgesik yang sesuai
dengan kondisi masing-masing individu.
i. Lakukan monitor dan asesmen nyeri secara teratur
ii. Sesuaikan dosis analgesik jika perlu

d. By the mouth: mengacu pada jalur pemberian oral.


i. Obat harus diberikan melalui jalur yang paling sederhana, tidak
invasive, dan efektif; biasanya per oral.
ii. Karena pasien takut dengan jarum suntik, pasien dapat
menyangkal bahwa mereka mengalami nyeri atau tidak
memerlukan pengobatan.
iii. Untuk mendapatkan efek analgesik yang cepat dan langsung,
pemberian parenteral terkadang merupakan jalur yang paling
efisien.
iv. Opioid kurang poten jika diberikan per oral.
v. Sebisa mungkin jangan memberikan obat via intramuscular
karena nyeri dan absorbsi obat tidak dapat diandalkan.
vi. Infus kontinu memiliki keuntungan yang lebih dibandingkan
IM, IV, dan subkutan intermiten, yaitu: tidak nyeri, mencegah
terjadinya penundaan/keterlambatan pemberian obat,
memberikan control nyeri yang kontinu pada anak.
Indikasi: pasien nyeri di mana pemberian per oral dan
opioid parenteral intermiten tidak memberikan hasil
yang memuaskan, adanya muntah hebat (tidak dapat
memberikan obat per oral)

e. Analgesik dan anestesi regional: epidural atau spinal


i. Sangat berguna untuk anak dengan nyeri kanker stadium lanjut
yang sulit diatasi dengan terapi konservatif.
ii. Harus dipantau dengan baik
iii. Berikan edukasi dan pelatihan kepada staf, ketersediaan segera
obat-obatan dan peralatan resusitasi, dan pencatatan akurat
mengenai tanda vital / skor nyeri.

29
f. Manajemen nyeri kronik: biasanya memiliki penyebab multipel, dapat
melibatkan komponen nosiseptif dan neuropatik
i. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik menyeluruh
ii. Pemeriksaan penunjang yang sesuai
iii. Evaluasi faktor yang mempengaruhi
iv. Program terapi: kombinasi terapi obat dan non-obat (kognitif,
fisik, dan perilaku).
v. Lakukan pendekatan multidisiplin

g. Berikut adalah tabel obat-obatan non-opioid yang sering digunakan


untuk anak:

Obat-obatan non-opioid
Obat Dosis Keterangan

Parasetamol 10-15mg/kgBB oral, setiap Efek antiinflamasi kecil, efek gastrointestinal dan
4-6 jam hematologi minimal

Ibuprofen 5-10mg/kgBB oral, setiap 6- Efek antiinflamasi. Hati-hati pada pasien dengan
8 jam gangguan hepar/renal, riwayat perdarahan
gastrointestinal atau hipertensi.

Naproksen 10-20mg/kgBB/hari oral, Efek antiinflamasi. Hati-hati pada pasien dengan


terbagi dalam 2 dosis disfungsi renal. Dosis maksimal 1g/hari.

Diklofenak 1mg/kgBB oral, setiap 8-12 Efek antiinflamasi. Efek samping sama dengan
jam ibuprofen dan naproksen. Dosis maksimal
50mg/kali.

h. Panduan penggunaan opioid pada anak:


i. Pilih rute yang paling sesuai. Untuk pemberian jangka panjang,
pilihlah jalur oral.
ii. Pada penggunaan infus kontinu IV, sediakan obat opioid kerja
singkat dengan dosis 50%-200% dari dosis infus perjam
kontinu prn.

30
iii. Jika diperlukan >6 kali opioid kerja singkat prn dalam 24 jam,

naikkan dosis infus IV per-jam kontinu sejumlah: total dosis

31
opioid prn yang diberikan dalam 24 jam dibagi 24. Alternatif
lainnya adalah dengan menaikkan kecepatan infus sebesar
50%.
iv. Pilih opioid yang sesuai dan dosisnya.
v. Jika efek analgesik tidak adekuat dan tidak ada toksisitas , tingkatkan
dosis sebesar 50%.
vi. Saat tapering-off atau penghentian obat: pada semua pasien yang
menerima opioid >1 minggu, harus dilakukan tapering-off (untuk
menghindari gejala withdrawal). Kurangi dosis 50% selama 2 hari,
lalu kurangi sebesar 25% setiap 2 hari. Jika dosis ekuivalen dengan
dosis morfin oral (0,6 mg/kgBB/hari), opioid dapat dihentikan.
vii. Meperidin tidak boleh digunakan untuk jangka lama karena dapat
terakumulasi dan menimbulkan mioklonus, hiperrefleks, dan kejang.

i. Terapi alternatif / tambahan:


i. Konseling
ii. Manipulasi chiropractic
iii. Herbal

3.3. MANAJEMEN NYERI PADA KELOMPOK USIA LANJUT (GERIATRI)


1. Lanjut usia (lansia) didefinisikan sebagai orang orang 65 yang
berusia tahun.
2. Pada lansia, prevalensi nyeri dapat meningkat hingga dua kali lipatnya
dibandingkan dewasa muda.
3. Penyakit yang sering menyebabkan nyeri pada lansia adalah artritis,
kanker, neuralgia trigeminal, neuralgia pasca-herpetik, reumatika
polimialgia, dan penyakit degenerative.
4. Lokasi yang sering mengalami nyeri: sendi utama / penyangga tubuh,
punggung, tungkai bawah, dan kaki.
5. Alasan seringnya terjadi manajemen nyeri yang buruk adalah:
a. Kurangnya pelatihan untuk dokter mengenai manajemen nyeri
pada geriatric.
b. Asesmen nyeri yang tidak adekuat

32
c. Keengganan dokter untuk meresepkan opioid

6. Intervensi non-farmakologi
a. Terapi termal: pemberian pendinginan atau pemanasan di area
nosiseptif untuk menginduksi pelepasan opioid endogen.
b. Stimulasi listrik pada saraf transkutan / perkutan, dan akupuntur
c. Blok saraf dan radiasi area tumor
d. Intervensi medis pelengkap / tambahan atau alternatif: terapi relaksasi,
umpan balik positif, hypnosis.
e. Fisioterapi dan terapi okupasi.
7. Intervensi farmakologi (tekankan pada keamanan pasien)
a. Non-opioid: OAINS, parasetamol, COX-2 inhibitor, antidepressant
trisiklik, amitriptilin, ansiolitik.
b. Opioid:
i. risiko adiksi rendah jika digunakan untuk nyeri akut (jangka
pendek).
ii. Hidrasi yang cukup dan konsumsi serat / bulking agent untuk
mencegah konstipasi (preparat senna, sorbitol).
iii. Berikan opioid jangka pendek
iv. Dosis rutin dan teratur memberikan efek analgesik yang lebih
baik daripada pemberian intermiten.

33
v. Mulailah dengan dosis rendah, lalu naikkan perlahan.
vi. Jika efek analgesik masih kurang adekuat, dapat menaikkan
opioid sebesar 50-100% dari dosis semula.
c. Analgesik adjuvant
i. OAINS dan amfetamin: meningkatkan toleransi opioid dan
resolusi nyeri
ii. Nortriptilin, klonazepam, karbamazepin, fenitoin, gabapentin,

tramadol, mexiletine: efektif untuk nyeri neuropatik


iii. Antikonvulsan: untuk neuralgia trigeminal.
Gabapentin: neuralgia pasca-herpetik 1-3 x 100 mg
sehari dan dapat ditingkatkan menjadi 300 mg/hari
8. Risiko efek samping OAINS meningkat pada lansia. Insidens perdarahan
gastrointestinal meningkat hampir dua kali lipat pada pasien > 65 tahun.
9. Semua fase farmakokinetik dipengaruhi oleh penuaan, termasuk absorbsi,
distribusi, metabolisme, dan eliminasi.
10. Pasien lansia cenderung memerlukan pengurangan dosis analgesik.
Absorbs sering tidak teratur karena adanya penundaan waktu transit atau
sindrom malabsorbsi.
11. Ambang batas nyeri sedikit meningkat pada lansia.
12. Lebih disarankan menggunakan obat dengan waktu paruh yang lebih
singkat.
13. Lakukan monitor ketat jika mengubah atau meningkatkan dosis
pengobatan.
14. Efek samping penggunaan opioid yang paling sering dialami: konstipasi.
15. Penyebab tersering timbulnya efek samping obat: polifarmasi (misalnya
pasien mengkonsumsi analgesik, antidepressant, dan sedasi secara rutin
harian.)
16. Prinsip dasar terapi farmakologi: mulailah dengan dosis rendah, lalu
naikkan perlahan hingga tercapai dosis yang diinginkan.
17. Nyeri yang tidak dikontrol dengan baik dapat mengakibatkan:

a. Penurunan / keterbatasan mobilitas. Pada akhirnya dapat mengarah ke


depresi karena pasien frustasi dengan keterbatasan mobilitasnya dan
menurunnya kemampuan fungsional.

34
b. Dapat menurunkan sosialisasi, gangguan tidur, bahkan dapat
menurunkan imunitas tubuh
c. Control nyeri yang tidak adekuat dapat menjadi penyebab munculnya
agitasi dan gelisah.
d. Dokter cenderung untuk meresepkan obat-obatan yang lebih banyak.

Polifarmasi dapat meningkatkan risiko jatuh dan delirium.

19. Beberapa obat yang sebaiknya tidak digunakan (dihindari) pada lansia:
a. OAINS: indometasin dan piroksikam (waktu paruh yang panjang dan
efek samping gastrointestinal lebih besar)
b. Opioid: pentazocine, butorphanol (merupakan campuran antagonis dan
agonis, cenderung memproduksi efek psikotomimetik pada lansia);
metadon, levorphanol (waktu paruh panjang)
c. Propoxyphene: neurotoksik
d. Antidepresan: tertiary amine tricyclics (efek samping antikolinergik)

20. Semua pasien yang mengkonsumsi opioid, sebelumnya harus diberikan


kombinasi preparat senna dan obat pelunak feses (bulking agents).
21. Pemilihan analgesik: menggunakan 3-step ladder WHO (sama dengan
manajemen pada nyeri akut).
a. Nyeri ringan-sedang: analgesik non-opioid
b. Nyeri sedang: opioid minor, dapat dikombinasikan dnegan OAINS dan
analgesik adjuvant
c. Nyeri berat: opioid poten
22. Satu-satunya perbedaan dalam terapi analgesik ini adalah penyesuaian dosis

dan hati-hati dalam memberikan obat kombinasi

IV. DOKUMENTASI.

Semua pasien dilakukan pengkajian yang komprehensif tentang nyeri,


termasuk lokasi,karakteristik,onset/durasi,frekuensi,kualitas,intensitas,atau
beratnya nyeri dan faktor presipitasi pada saat assesment awal dan assesmen
ulang, dilakukan implementasi, dievaluasi dan semua hasil pengkajian,
implementasi dan evaluasi didokumentasikan dalam rekam medis pasien

35
REFERENSI

1. Joint Commission on accreditation of Healthcare Organizations. Pain: current


understanding of assessment, management, and treatments. National
Pharmaceutical Council, Inc; 2001.
2. Wallace MS, Staats PS. Pain medicine and management: just the facts.
McGraw-Hill; 2005.
3. National Institute of Health Warren Grant Magnuson Clinical Center. Pain
intensity instruments: numeric rating scale; 2003.
4. Wong D, Whaley L. Clinical handbook of pediatric nursing. Edisi ke-2. St.
Louis: C.V. Mosby Company; 1986. h. 373.
5. Ambuel, Hamlett KW, Marx CM, Blumer JL. Assessing distress in pediatric
intensive care environments: the COMFORT Scale. J Paed Psych. 1992;17:95-
109.
6. Pain management. [diakses tanggal 23 Februari 2012]. Diunduh dari:
www.hospitalsoup.com
7. Institute for Clinical Systems Improvement (ICSI). Health care guideline:
assessment and management of acute pain. Edisi ke-6. ICSI; 2008.
8. Pain Management Task Group of the Hull & East Riding Clinical Policy
Forum. Adult pain management guidelines. NHS; 2006.
9. Institute for Clinical Systems Improvement (ICSI). Health care guideline:
assessment and management of chronic pain. Edisi ke-5. ICSI; 2011.
10. Argoff CE, McCleane G. Pain management secrets: questions you will be
asked. Edisi ke-3. Philadelphia: Mosby Elsevier; 2009.

36

Anda mungkin juga menyukai