MANAJEMEN NYERI
RS BAPTIS BATU
JL RAYA TLEKUNG NO 1
JUNREJO - BATU
DAFTAR ISI
I. DEFINISI........................................................................................................... 1
(GERIATRI) .................................................................................................. 33
REFERENSI ......................................................................................................... 38
ii
LEMBAR PENGESAHAN
iii
I. DEFINISI
Nyeri merupakan perasaan tidak nyaman,baik ringan maupun berat yang
hanya dapat dirasakan oleh individu tersebut tanpa dapat dirasakan oleh orang
lain,mencakup pola pikir,aktifitas seseorang secara langsung,dan perubahan
hidup seseorang.Nyeri merupakan tanda dan gejala penting yang dapat
menunjukkan telah terjadinya gangguan fisiological, Menurut beberapa tokoh
atau sumber:
1
II. RUANG LINGKUP.
2
Karakteristiknyeriakutdankronis
3
III. TATA LAKSANA
3.1. MANAJEMEN NYERI AKUT
1. Nyeri akut merupakan nyeri yang terjadi < 6 minggu.
2. Lakukan asesmen nyeri: mulai dari anamnesis hingga pemeriksaan
penunjang.
3. Tentukan mekanisme nyeri:
a. Nyeri somatik:
i. Diakibatkan adanya kerusakan jaringan yang
menyebabkan pelepasan zat kima dari sel yang cedera
dan memediasi inflamasi dan nyeri melalui nosiseptor
kulit.
ii. Karakteristik: onset cepat, terlokalisasi dengan baik,
dan nyeri bersifat tajam, menusuk, atau seperti ditikam.
iii. Contoh: nyeri akibat laserasi, sprain, fraktur, dislokasi.
b. Nyeri visceral:
i. Nosiseptor visceral lebih setikit dibandingkan somatic,
sehingga jika terstimulasi akan menimbulkan nyeri
yang kurang bisa dilokalisasi, bersifat difus, tumpul,
seperti ditekan benda berat.
ii. Penyebab: iskemi/nekrosis, inflamasi, peregangan
ligament, spasme otot polos, distensi organ berongga /
lumen.
iii. Biasanya disertai dengan gejala otonom, seperti mual,
muntah, hipotensi, bradikardia, berkeringat.
4
c. Nyeri neuropatik:
i. Berasal dari cedera jaringan saraf
ii. Sifat nyeri: rasa terbakar, nyeri menjalar, kesemutan, alodinia
(nyeri saat disentuh), hiperalgesia.
iii. Gejala nyeri biasanya dialami pada bagian distal dari tempat
cedera (sementara pada nyeri nosiseptif, nyeri dialami pada
tempat cederanya)
iv. Biasanya diderita oleh pasien dengan diabetes, multiple
sclerosis, herniasi diskus, AIDS, pasien yang menjalani
kemoterapi / radioterapi.
5
Rektal (supositoria): parasetamol, aspirin, opioid,
fenotiazin
Topical: lidokain patch, EMLA
Subkutan: opioid, anestesi lokal7
6
vii. Berikut adalah algoritma pemberian opioid intermiten (prn)
intravena untuk nyeri akut, dengan syarat:
Hanya digunakan oleh staf yang telah mendapat
instruksi
Tidak sesuai untuk pemberian analgesik secara rutin di
ruang rawat inap biasa
Efek puncak dari dosis intravena dapat terjadi selama
15 menit sehingga semua pasien harus diobservasi
dengan ketat selama fase ini.
7
Algoritma Pemberian Opioid Intermiten Intravena untuk Nyeri Akut8
ya
tidak
Saat!dosis!telah!diberikan,!lakukan! Apakah!diresepkan!opioid!IV?! Minta!untuk!diresepkan!
monitor!setiap!5!menit!selama!
minimal!20!menit.!
Tunggu!hingga!30!menit!dari! Gunakan!spuit!10ml!
Ambil!10mg!morfin!sulfat
pemberian!dosis!terakhir!sebelum! !
mengulangi!siklus. dan!campur!dengan!NaCl!
! ya! !
0,9%!hingga!10ml!(1mg/
Dokter!mungkin!perlu!untuk! ml)!
meresepkan!dosis!ulangan! Berikan!label!pada!spuit!
ATA
U$
Siapkan!NaC
l!
Gunakan!spuit!10ml!
Ya,!tetap Ambil!100mg!petidin!dan
i! !
campur!dengan!NaCl!!0,9
telah! %!
diberikan Observasi!ruti
! n! hingga!10ml!(10mg/ml)!
dosis!total Berikan!label!pada!spuit!
! tidak! ya!
Skor!sedasi!0!atau!
Nyeri!! ya! 1?! Minta!saran!ke!dokter!senior!
Tunda!dosis!hingga!skor!sedasi!<2
!dan!
kecepatan!pernapasan!>!8!kali/me
ya! tidak! nit.!
Pertimbangkan!nalokson!IV!(100
Kecepatan!pernapas ug)!
an!
>!8!kali/menit
?!
8
ya!
Tekanan!darah!sistoli
Tunggu!selama! k! tidak! Minta!saran!
!100!mmHg
5!menit! ?*!
ya! Jika!skor!nyeri!7X10:!berikan!
2ml!
Usia!pasien!<!70!tahu tidak Jika!skor!nyeri!4X6:!berikan!1
n?! ! !ml!
ya!
Jika!skor!nyeri!7X10:!berikan!3ml!
Jika!skor!nyeri!4X6:!berikan!2!ml!
Keterangan:
Skor nyeri: Skor sedasi: *Catatan:
0 = tidak nyeri 0 = sadar penuh Jika tekanan darah
= sedasi ringan, kadang mengantuk, sistolik < 100mmHg:
1-3 = nyeri ringan 1 mudah
haruslah dalam
= nyeri
4-6 sedang dibangunkan rentang 30% tekanan
7- = sedasi sedang, sering secara konstan darah sistolik normal
10 = nyeri berat 2 mengantuk, pasien (jika diketahui),
mudah dibangunkan atau carilah
= sedasi berat, somnolen, sukar
3 dibangunkan saran/bantuan.
9
S = tidur normal
10
c. Non-farmakologi:
i. Olah raga
ii. Imobilisasi
iii. Pijat
iv. Relaksasi
v. Stimulasi saraf transkutan elektrik
6. Pencegahan
a. Edukasi pasien:
i. Berikan informasi mengenai kondisi dan penyakit pasien, serta
tatalaksananya.
ii. Diskusikan tujuan dari manajemen nyeri dan manfaatnya untuk
pasien
iii. Beritahukan bahwa pasien dapat mengubungi tim medis jika
memiliki pertanyaan / ingin berkonsultasi mengenai
kondisinya.
iv. Pasien dan keluarga ikut dilibatkan dalam menyusun
manajemen nyeri (termasuk penjadwalan medikasi, pemilihan
analgesik, dan jadwal control).
b. Kepatuhan pasien dalam menjalani manajemen nyeri dengan baik
11
8. Berikut adalah algoritma asesmen dan manajemen nyeri akut:
Anamnesis dan
Pemeriksaan Fisik
Asesmen Nyeri
Tentukan mekanisme
nyeri
(pasien dapat mengalami
> 1 jenis nyeri)
12
Algoritma Manajemen Nyeri
Akut7
Pilih!alternatif!terapi!
yang!lainnya!
Pencegahan$$
!
tidak!
Edukasi!pasien!
Lihat!manajemen! Terapi!farmakologi!
ya! nyeri!kronik.! Konsultasi!(jika!perlu)!
Pertimbangkan! Apakah!nyeri! Prosedur!pembedahan!
untuk!merujuk!ke! >!6!minggu?! NonXfarmakologi!
spesialis!yang! !
sesuai!
ya! tidak!
Kembali!ke!kotak! Analgesik!adekuat?!
Mekanisme
! ya!
tentukan! nyeri!sesuai?!
mekanisme! tidak! ya!
nyeri! Efek!samping! Manajemen!
!
pengobatan?! efek!samping!
tidak!
FollowXup!/!
nilai!ulang!
13
3.2. MANAJEMEN NYERI KRONIK
1. Lakukan asesmen nyeri:
a. anamnesis dan pemeriksaan fisik (karakteristik nyeri, riwayat
manajemen nyeri sebelumnya)
b. pemeriksaan penunjang: radiologi
c. asesmen fungsional:
i. nilai aktivitas hidup dasar (ADL), identifikasi kecacatan /
disabilitas
ii. buatlah tujuan fungsional spesifik dan rencana perawatan
pasien
iii. nilai efektifitas rencana perawatan dan manajemen pengobatan
4. Asesmen lainnya:
a. Asesmen psikologi: nilai apakah pasien mempunyai masalah psikiatri
(depresi, cemas, riwayat penyalahgunaan obat-obatan, riwayat
penganiayaan secara seksual/fisik.verbal, gangguan tidur)
b. Masalah pekerjaan dan disabilitas
c. Faktor yang mempengaruhi:
15
i. Kebiasaan akan postur leher dan kepala yang
buruk
ii. Penyakit lain yang memperburuk / memicu nyeri
kronik pasien
d. Hambatan terhadap tatalaksana:
i. Hambatan komunikasi / bahasa
ii. Faktor finansial
iii. Rendahnya motivasi dan jarak yang jauh
terhadap fasilitas kesehatan
iv. Kepatuhan pasien yang buruk
v. Kurangnya dukungan dari keluarga dan teman
ketakutan pasien)
17
latihan mobilisasi, metode ergonomis
prosedur ablasi: kordomiotomi, ablasi saraf
dengan radiofrekuensi
18
stress / depresi
teknik relaksasi
perilaku kognitif
ketergantungan obat
manajemen amarah
terapi obat:
19
Skor DIRE (Diagnosis, Intractibility, Risk, Efficacy)9
Diagnosis 1 = kondisi kronik ringan dengan temuan objektif minimal atau tidak adanya
diagnosis medis yang pasti. Misalnya: fibromyalgia, migraine, nyeri punggung
tidak spesifik.
2 = kondisi progresif perlahan dengan nyeri sedang atau kondisi nyeri sedang
menetap dengan temuan objektif medium. Misalnya: nyeri punggung dengan
perubahan degeneratif medium, nyeri neuropatik.
3 = kondisi lanjut dengan nyeri berat dan temuan objektif nyata. Misalnya:
penyakit iskemik vascular berat, neuropati lanjut, stenosis spinal berat.
Intractability 1 = pemberian terapi minimal dan pasien terlibat secara minimal dalam
(keterlibatan) manajemen nyeri
2 = beberapa terapi telah dilakukan tetapi pasien tidak sepenuhnya terlibat dalam
manajemen nyeri, atau terdapat hambatan (finansial, transportasi, penyakit medis)
3 = pasien terlibat sepenuhnya dalam manajemen nyeri tetapi respons terapi tidak
adekuat.
Psikologi 1 = disfungsi kepribadian yang berat atau gangguan jiwa yang mempengaruhi
terapi. Misalnya: gangguan kepribadian, gangguan afek berat.
2 = gangguan jiwa / kepribadian medium/sedang. Misalnya: depresi, gangguan
cemas.
3 = komunikasi baik. Tidak ada disfungsi kepribadian atau gangguan jiwa yang
signifikan
20
Dukungan 1 = hidup kacau, dukungan keluarga minimal, sedikit teman dekat, kehilangan
sosial peran dalam kehidupan normal
2 = kurangnya hubungan dengan oral dan kurang berperan dalam sosisl
3 = keluarga mendukung, hubungan dekat. Terlibat dalam kerja/sekolah, tidak ada
21
isolasi sosial
Efikasi 1 = fungsi buruk atau pengurangan nyeri minimal meski dengan penggunaan
dosis obat sedang-tinggi
2 = fungsi meningkat tetapi kurang efisien (tidak menggunakan opioid dosis
sedang-tinggi)
3 = perbaikan nyeri signifikan, fungsi dan kualitas hidup tercapai dengan dosis
yang stabil.
Keterangan:
Skor 7-13: tidak sesuai untuk menjalani terapi opioid jangka panjang
Skor 14-21: sesuai untuk menjalani terapi opioid jangka panjang
d. Manajemen level 2
i. meliputi rujukan ke tim multidisiplin dalam manajemen nyeri
dan rehabilitasinya atau pembedahan (sebagai ganti stimulator
spinal atau infus intratekal).
ii. Indikasi: pasien nyeri kronik yang gagal terapi konservatif /
manajemen level 1.
iii. Biasanya rujukan dilakukan setelah 4-8 minggu tidak ada
perbaikan dengan manajemen level 1. 9
22
Algoritma Asesmen Nyeri Kronik9
Pasien!mengeluh!nyeri!
Asesmen$nyeri$
$
Anamnesis!
Pemeriksaan!fisik!!
Pemeriksaan!fungsi
! Pasien!dapat!mengalami!
jenis!nyeri!dan!faktor!yan
g!
mempengaruhi!yang!
Tentukan!mekanisme!nye
ri! beragam! !
Nyeri$neuropatik$ Nyeri$mekanis/kompres
! Nyeri$otot$ Nyeri$inflamasi$ i$
Perifer!(sindrom!nyeri! ! ! !
regional!kompleks,! Artropati!inflamasi Nyeri!punggung!bawah
Nyeri!miofasial! ! !
neuropati!HIV,!ganggua (rematoid!artritis)!
n!
metabolik)! Infeksi! Nyeri!leher!
Sentral!(Parkinson,!multi Nyeri!pascaXopara Nyeri!musculoskeletal!
si! (bahu,!siku)!
ple%
Cedera!jaringan! Nyeri!viseral!
sclerosis,!mielopati,!nye
ri!
tidak!
pascaXstroke,!sindrom!
Apakah!nyeri!kronik?! Pantau!dan!observasi!
fibromyalgia)!
ya!
Atasi!etiologi!nyeri!sesuai
Apakah!etiologinya!da ya! !
23
pat! Asesmen$lainnya$
$
dikoreksi!/!diatasi?! Masalah!pekerjaan!dan!disabilitas!
indikasi!
tida Asesmen!psikologi!dan!spiritual!
k! Faktor!yang!mempengaruhi!dan!
hambatan!
Algoritma$Manajemen$
Nyeri$
Kronik!
24
Algoritma Manajemen Nyeri Kronik9
Prinsip$level$1$
$
Buatlah!rencana!dan!tetapkan!tujuan$
Rehabilitasi!fisik!dengan!tujuan!fungsional$
Manajemen!psikososial!dengan!tujuan!fungsional$
Manajemen$level$1$lainnya$
$
Farmakologi!(skor!DIRE)!
Intervensi!
Pelengkap!/!tambahan!
Layanan!primer!untuk!mengukur!
pencapaian!tujuan!dan!meninjau!
ulang!rencana!perawatan!
Manajemen$level$2
Tujuan!terpenuhi tidak $
?! ! Telah!melakukan! ya! $
manajemen!level!
Fungsi! 1!
Rujuk!ke!tim!
Kenyamanan! dengan!adekuat?! interdisiplin,!atau!
Rujuk!ke!klinik!khusu
hambatan! s!
ya! manajemen!nyeri!
perawatan$selanjutnya
$
tidak!
Rencana$
oleh$pasien!
Asesmen$hasil!
25
MANAJEMEN NYERI PADA PEDIATRIK
1. Prevalensi nyeri yang sering dialami oleh anak adalah: sakit kepala kronik,
trauma, sakit perut dan faktor psikologi
2. Sistem nosiseptif pada anak dapat memberikan respons yang berbeda terhadap
kerusakan jaringan yang sama atau sederajat.
3. Neonates lebih sensitif terhadap stimulus nyeri
4. Berikut adalah algoritma manajemen nyeri mendasar pada pediatrik:
Lakukan!pemeriksaan!medis!dan!penunjang!yang!sesuai!
Evaluasi!kemungkinan!adanya!keterlibatan!mekanisme!
nosiseptif!dan!neuropatik!
Kajilah!faktor!yang!mempengaruhi!nyeri!pada!anak!
Kumpulkan!gejalaXgejala!fisik!yang!ada!
Pikirkan!faktor!emosional,!kognitif,!dan!perilaku!
Obat$ NonEobat$
$ $
Analgesik! Kognitif!
Analgesik!adjuvant! Fisik!
anestesi! perilaku!
Berikan!rencana!manajemen!yang!rasional!dan!terintegrasi!
Asesmen!ulang!nyeri!pada!anak!secara!rutin!
26
Evaluasi!efektifitas!rencana!manajemen!nyeri!
Revisi!rencana!jika!diperlukan!
27
5. Pemberian analgesik:
a. By the ladder: pemberian analgesik secara bertahap sesuai dengan
level nyeri anak (ringan, sedang, berat).
i. Awalnya, berikan analgesik ringan-sedang (level 1).
ii. Jika nyeri menetap dengan pemberian analgesik level 1, naiklah
ke level 2 (pemberian analgesik yang lebih poten).
iii. Pada pasien yang mendapat terapi opioid, pemberian
parasetamol tetap diaplikasikan sebagai analgesik adjuvant.
iv. Analgesik adjuvant
Merupakan obat yang memiliki indikasi primer bukan
untuk nyeri tetapi dapat berefek analgesik dalam
kondisi tertentu.
Pada anak dengan nyeri neuropatik, dapat diberikan
analgesik adjuvant sebagai level 1.
Analgesik adjuvant ini lebih spesifik dan efektif untuk
mengatasi nyeri neuropatik.
Kategori:
28
c. by the child: mengacu pada peemberian analgesik yang sesuai
dengan kondisi masing-masing individu.
i. Lakukan monitor dan asesmen nyeri secara teratur
ii. Sesuaikan dosis analgesik jika perlu
29
f. Manajemen nyeri kronik: biasanya memiliki penyebab multipel, dapat
melibatkan komponen nosiseptif dan neuropatik
i. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik menyeluruh
ii. Pemeriksaan penunjang yang sesuai
iii. Evaluasi faktor yang mempengaruhi
iv. Program terapi: kombinasi terapi obat dan non-obat (kognitif,
fisik, dan perilaku).
v. Lakukan pendekatan multidisiplin
Obat-obatan non-opioid
Obat Dosis Keterangan
Parasetamol 10-15mg/kgBB oral, setiap Efek antiinflamasi kecil, efek gastrointestinal dan
4-6 jam hematologi minimal
Ibuprofen 5-10mg/kgBB oral, setiap 6- Efek antiinflamasi. Hati-hati pada pasien dengan
8 jam gangguan hepar/renal, riwayat perdarahan
gastrointestinal atau hipertensi.
Diklofenak 1mg/kgBB oral, setiap 8-12 Efek antiinflamasi. Efek samping sama dengan
jam ibuprofen dan naproksen. Dosis maksimal
50mg/kali.
30
iii. Jika diperlukan >6 kali opioid kerja singkat prn dalam 24 jam,
31
opioid prn yang diberikan dalam 24 jam dibagi 24. Alternatif
lainnya adalah dengan menaikkan kecepatan infus sebesar
50%.
iv. Pilih opioid yang sesuai dan dosisnya.
v. Jika efek analgesik tidak adekuat dan tidak ada toksisitas , tingkatkan
dosis sebesar 50%.
vi. Saat tapering-off atau penghentian obat: pada semua pasien yang
menerima opioid >1 minggu, harus dilakukan tapering-off (untuk
menghindari gejala withdrawal). Kurangi dosis 50% selama 2 hari,
lalu kurangi sebesar 25% setiap 2 hari. Jika dosis ekuivalen dengan
dosis morfin oral (0,6 mg/kgBB/hari), opioid dapat dihentikan.
vii. Meperidin tidak boleh digunakan untuk jangka lama karena dapat
terakumulasi dan menimbulkan mioklonus, hiperrefleks, dan kejang.
32
c. Keengganan dokter untuk meresepkan opioid
6. Intervensi non-farmakologi
a. Terapi termal: pemberian pendinginan atau pemanasan di area
nosiseptif untuk menginduksi pelepasan opioid endogen.
b. Stimulasi listrik pada saraf transkutan / perkutan, dan akupuntur
c. Blok saraf dan radiasi area tumor
d. Intervensi medis pelengkap / tambahan atau alternatif: terapi relaksasi,
umpan balik positif, hypnosis.
e. Fisioterapi dan terapi okupasi.
7. Intervensi farmakologi (tekankan pada keamanan pasien)
a. Non-opioid: OAINS, parasetamol, COX-2 inhibitor, antidepressant
trisiklik, amitriptilin, ansiolitik.
b. Opioid:
i. risiko adiksi rendah jika digunakan untuk nyeri akut (jangka
pendek).
ii. Hidrasi yang cukup dan konsumsi serat / bulking agent untuk
mencegah konstipasi (preparat senna, sorbitol).
iii. Berikan opioid jangka pendek
iv. Dosis rutin dan teratur memberikan efek analgesik yang lebih
baik daripada pemberian intermiten.
33
v. Mulailah dengan dosis rendah, lalu naikkan perlahan.
vi. Jika efek analgesik masih kurang adekuat, dapat menaikkan
opioid sebesar 50-100% dari dosis semula.
c. Analgesik adjuvant
i. OAINS dan amfetamin: meningkatkan toleransi opioid dan
resolusi nyeri
ii. Nortriptilin, klonazepam, karbamazepin, fenitoin, gabapentin,
34
b. Dapat menurunkan sosialisasi, gangguan tidur, bahkan dapat
menurunkan imunitas tubuh
c. Control nyeri yang tidak adekuat dapat menjadi penyebab munculnya
agitasi dan gelisah.
d. Dokter cenderung untuk meresepkan obat-obatan yang lebih banyak.
19. Beberapa obat yang sebaiknya tidak digunakan (dihindari) pada lansia:
a. OAINS: indometasin dan piroksikam (waktu paruh yang panjang dan
efek samping gastrointestinal lebih besar)
b. Opioid: pentazocine, butorphanol (merupakan campuran antagonis dan
agonis, cenderung memproduksi efek psikotomimetik pada lansia);
metadon, levorphanol (waktu paruh panjang)
c. Propoxyphene: neurotoksik
d. Antidepresan: tertiary amine tricyclics (efek samping antikolinergik)
IV. DOKUMENTASI.
35
REFERENSI
36