Setiap lingkungan tempat tinggal memiliki budaya yang dibuat oleh nenek
moyang dan diturunkan secara turun temurun dari generasi ke generasi untuk
dianut dan dilestarikan bersama. Perusahaan adalah sebuah lembaga yang
terdiri dari banyak karyawan yang merupakan individu yang berasal dari latar
belakang yang berbeda, yaitu lingkungan, agama, pendidikan, dll. Oleh karena
itu dapat disimpulkan bahwa perusahaan terdiri dari individu dengan kultur
bawaan yang berbeda-beda.
Perusahaan seperti juga halnya lingkungan tempat tinggal pasti memiliki budaya
yang dirumuskan oleh para pendiri dan top management perusahaan dan dianut
oleh setiap komponen perusahaan.
Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh pakar Harvard Business School,
yaitu Prof. DR. John Kottler dan Prof. DR. Janes Heskett, ternyata terdapat
korelasi positif di antara penerapan budaya perusahaan dengan prestasi bisnis
yang dicapai oleh perusahaan dalam jangka waktu yang cukup panjang.
Hal ini menunjukkan bahwa budaya perusahaan memiliki peranan penting dalam
membangun prestasi dan produktivitas kerja para karyawan sehingga
mengarahkan perusahaan kepada keberhasilan. Jadi sudah saatnya Anda
menetapkan komitmen terhadap penerapan budaya perusahaan. (IS)
PENDAHULUAN
Disiplin ilmu budaya sebenarnya berasal dari disiplin ilmu antropologi. Sekitar
tahun 1979 kata budaya seringkali dikaitkan dengan organisasi. Andrew Pettigrew
(dalam Sopiah, 2008) dalam tulisannya di Journal Science Quarterly yang memuat
istilah organizational corporate culture mendapat perhatian yang cukup luas baik
dari kalangan akademisi, praktisi bisnis maupun organization theoritist.
Memahami konsep budaya organisasi bukanlah sesuatu hal yang mudah. Belum
adanya kesepakatan atas konsep budaya organisasi ini menyebabkan munculnya
pemahaman yang bervariasi dan kontroversi. Bidang study budaya organisasi inipun
dapat dikatakan masih berusia muda.
Linda Smircich (1983) dalam Sopiah (2008) mengatakan bahwa ada 2 kubu
berkaitan dengan budaya organisasi. Kubu pertama berpandangan bahwa,
Organization is a culture. dan kubu yang kedua berpandangan bahwa
Organization has culture. Kubu pertama menganggap bahwa budaya organisasi
adalah hasil budaya. Oleh karenanya aliran ini menekankan pada pentingnya
penjelasan deskriptif atas sebuah organisasi. Sebaliknya, aliran yang kedua justru
memberikan penekanan pada faktor penyebab terjadinya budaya dalam organisasi
dan implikasinya terhadap organisasi tersebut, misalnya dengan melakukan
pendekatan manajerial.
Dari sudut pandang karyawan, budaya memberi pedoman bagi karyawan akan
segala sesuatu yang penting untuk dilakukan. Hal ini sesuai dengan apa yang
dikemukakan oleh Wheelen & Hunger (tanpa tahun) dalam Nimran (1997). Sejumlah
peran penting yang dimainkan oleh budaya perusahaan adalah; (a) Membantu
pengembangan rasa memiliki jati diri bagi karyawan, (b) Dipakai untuk
mengembangkan keterkaitan pribadi dengan organisasi, (c) Membantu stabilitas
organisasi sebagai suatu sistem sosial, (d) Menyajikan prilaku sebagai hasil dari
norma perilaku yang dibentuk.
Secara konseptual, sesungguhnya bangsa Indonesia ini sudah memiliki budaya kerja
dalam pengertian sebagai pola bagi tindakan. Dalam relasinya dengan dunia kerja
masyarakat sudah memiliki dasar-dasar untuk bekerja keras. Teks kerja keras
tersebut dapat dilihat di dalam kaitannya dengan ajaran tentang pentingnya
menjaga keseimbangan antara kehidupan duniawai dan ukhrowi. Seseorang tidak
saja harus sepenuhnya mencari kebahagiaan di akhirat tetapi juga harus mencari
kebahagiaan di dalam kehidupan duniawi. Nabi Muhammad saw juga menyatakan:
bekerjalah untuk duniamu seakan-akan engkau akan hidup selamanya dan
berbuatlah untuk akhiratmu seakan-akan engkau akan mati besok. Hadits ini
mengandung makna bahwa Islam mengajarkan keseimbangan agar seseorang tidak
hanya memilih salah satu sebagai jalan hidupnya tetapi juga menjaga
keseimbangan di dalamnya. Kepentingan dunia didahulukan bukan dinomorsatukan
karena kita memang hidup di dunia dan kepentingan akhirat juga didahulukan
bukan dinomor duakan karena semua akan kembali ke sana.
Mengetahui apa itu budaya organisasi dan budaya kerja beserta studi kasusnya.
Mahasiswa dituntut mengerti apa yang diperlukan dalam menciptakan budaya
organisasi dan budata kerja baik itu sumber daya manusia/sumber daya
perusahaan.
1.3 Tujuan
Memberikan informasi kepada kita mulai dari pengertian budaya dan kebudayaan,
pengertian budaya organisasi, pengertian budaya kerja, manfaat budaya organisasi
dan budaya kerja dan juga pengaruhnya terhadap perusahaan.
1.4 Manfaat
Mengetahui manfaat dan karakteristik dalam budaya organisasi dan budaya kerja.
BAB II
PEMBAHASAN
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal
yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan
disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau
mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture
juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.Budaya secara
harfiah berasal dari Bahasa Latin yaitu Colere yang memiliki arti mengerjakan tanah,
mengolah, memelihara ladang (menurut Soerjanto Poespowardojo 1993).
Semua sumber daya manusia harus dapat memahami dengan benar budaya
organisasinya, karena pemahaman ini sangat berkaitan dengan setiap langkah
ataupun kegiatan yang dilakukan, baik perencanaan yang bersifat strategis dan
taktikal maupun kegiatan impleentasi perencanaan, dimana setiap kegiatan
tersebut harus berdasar pada budaya organisasi.
Hasil penelitian yang dilakukan OReilly, Chatman dan Cadwel (1991) dan Sheridan
(1992) menunjukan arti pentingnya nilai budaya organisasi dalam mempengaruhi
prilaku dan sikap individu. Hasil penelitian tersebut memberikan indikasi bahwa
terdapat hubungan antara person-organization fit dengan tingkat kepuasaan kerja,
komitmen dan turnover karyawan, dimana individu yang sesuai dengan budaya
organisasi memiliki kecendrungan untuk mempunyai kepuasan kerja dan komitmen
tinggi pada organisasi, dan juga memiliki intensitas tinggi untuk tetaptinggal dan
bekerja di organisasi, sebaliknya individu yang tidak sesuai dengan budaya
organisasi cenderung untuk mempunyai kepuasaan kerja dan komitmen yang
rendah, akibatnya kecendrungan untuk meninggalkan organisai tentu saja lebih
tinggi. Hasil penelitian juga menunjukan bahwa nilai budaya secara signifikan
mempengaruhi efektifitas organisasi melalui peningkatan kualitas output dan
mengurangi biaya pengadaantenaga kerja.
2. Group emphasis, yaitu seberapa besar aktivitas kerja bersama lebih ditekankan
dari pada kerja individual
7. Reward criteria, yaitu berapa besar imbalan di alokasikan sesuai dengan kinerja
karyawan di bandingkan alokasi berdasarkan senioritas, favoritism, atau factor-
faktor non kinerja lainya.
Beberapa manfaat budaya organisasi yang dikemukakan oleh Robbins (1993), yaitu:
1. Aturan-aturan perilaku
Yaitu bahasa, terminologi dan ritual yang biasa dipergunakan oleh anggota
organisasi.
2. Norma
3. Nilai-nilai dominan
Adalah nilai utama yang diharapkan dari organisasi untuk dikerjakan oleh para
anggota, misalnya tingginya kualitas produk, rendahnya tingkat absensi, tingginya
produktivitas dan efisiensi, serta tingginya disiplin kerja.
4. Filosof
Adalah kebijakan yang dipercaya organisasi tentang hal-hal yang disukai para
keryawan dan pelanggannya, seperti Kepuasan Anda adalah harapan Kami,
Konsumen adalah Raja,dll.
5. Peraturan-p
Integrity
Integrity, yaitu satunya Keyakinan (belief) terhadap nilai-nilai yang dianut
dengan Pikiran (mind) dan Perbuatan (action).
Respect
Respect adalah menghargai dan menghormati orang lain dengan dilandasi
sikap empati, sopan dan tulus tanpa pamrih.
Enthusiasm
Enthusiasm adalah Keinginan (desire) yang melahirkan Kesungguhan
(passion) karena adanya sebuah Harapan (hope) tertinggi untuk menjadi
yang terbaik.
Loyalty
Loyalty adalah Kesetiaan (state of being loyal) dilandasi dengan adanya
Kepercayaan (faithfulness) yang berujung pada Ketaatan (obey) sehingga
menimbulkan komitmen secara penuh kepada Perusahaan, pimpinan,
norma, etika dan akal sehat.
Totality
Totality adalah mendedikasikan seluruh potensi dan kemampuan yang
dimiliki untuk mewujudkan yang terbaik.
Adalah nilai-nilai inti (core values) atau Great Spirit yang berisi prinsip-
prinsip dasar untuk menjadi Insan Bintang. Nilai-nilai inti ini merupakan
panduan dasar yang membentuk pola pikir dan pola perilaku insan
TELKOMSEL dalam membangun dan mengembangkan diri menjadi Insan
Bintang.Principles to be the Star dari THE TELKOMSEL WAY adalah 3S
yakni Solid, Speed, Smart yang menjadi Great Spirit. Great Spirit 3S bagi
Insan TELKOMSEL menjadi panduan dalam memenangkan industri
dimana TELKOMSEL saat ini berada.
SOLID
SOLID adalah terwujudnya 1 Hati ,1 Pikiran, dan 1 Tindakan (Rasa, Rasio,
Raga).
SPEED
SPEED adalah bertindak secara cepat dalam setiap pekerjaan yang kita
lakukan (Awal, Arah, Aksi).
SMART
SMART adalah bersikap, berpikir dan bertindak secara cerdas dalam
pekerjaan yang kita lakukan (Intuisi, Inovasi, Impresif).
GREAT People
GREAT People, praktek-praktek untuk menjadi pemenang selalu dimulai
dari pemilihan orang yang tepat sebelum menentukan strategi ("First
Who... Then What"), karena visi yang hebat untuk melanjutkan tradisi
kemenangan tanpa disertai pemilihan orang-orang yang tepat menjadi
tidak relevan (Great vision without GREAT People is irrelevant).
GREAT Strategy
GREAT Strategy, praktek-praktek untuk menjadi pemenang melalui
strategi yang tepat. Strategi yang efektif selalu berawal dari akhir
(starting from the end) dalam merencanakan dan menjalankan
aktivitasnya. Sebuah karya besar harus dimulai dari mimpi dan cita-cita
besar yang hendak dicapai. Praktek ini identik dengan Visi atau Mimpi
seorang pemimpin. Ia menggambarkan Desirability (keinginan)
bukan Feasibility (kebiasaan).
GREAT Innovation
GREAT Innovation, orang yang tepat disertai dengan strategi yang hebat
(GREAT People with great strategy) hanya bisa bermuara pada hasil yang
nyata jika dikerjakan (Action) atau diimplementasikan dan sekaligus
dikontrol. Tanpa praktek perilaku pemenang yang selalu menekankan
tindakan konkrit dalam mencapai sebuah hasil maka dapat dikatakan
bahwa Visi tanpa Aksi itu fantasi, Aksi tanpa Visi itu sensasi (sesaat).
pada kesempatan kali ini saya akan memberikan postingan yang intinya
mengenai Budaya Kerja / Etos Kerja. Yang di dalamnya akan dibahas juga
beberapa hal mengenai budaya kerja. Seperti: apa pengertian budaya
kerja dan etos kerja serta tujuannya untuk apa, lalu budaya kerja dalam
suatu perusahaan, budaya kerja dalam Rumah Sakit, budaya kerja dalam
organisasi, pengertian pendapatan perkapita, dan perbedaan budaya
kerja / etos kerja bangsa Jepang dengan bangsa kita sendiri Indonesia.
Semoga postingan ini bisa bermanfaat bagi para pembaca, dan apabila
ada kata-kata yang salah harap di maklumi. Ok,, langsung ajah deh
masuk ke pembahasannya
Arti Definisi / Pengertian Budaya Kerj
Budaya kerja memiliki tujuan untuk mengubah sikap dan juga perilaku
SDM yang ada agar dapat meningkatkan produktivitas kerja untuk
menghadapi berbagai tantangan di masa yang akan datang.
ETOS KERJA
Etos berasal dari bahasa Yunani yang memberikan arti sikap, kepribadian,
watak, karakter, serta keyakinan atas sesuatu. Sikap ini tidak saja dimiliki
oleh individu, tetapi juga oleh kelompok bahkan masyarakat. Dalam
kamus besar bahasa Indonesia etos kerja adalah semangat kerja yang
menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau sesuatu kelompok.
Secara terminologis kata etos, yang mengalami perubahan makna yang
meluas. Digunakan dalam tiga pengertian berbeda yaitu:
Jadi kesimpulannya Etos kerja adalah refleksi dari sikap hidup yang
mendasar maka etos kerja pada dasarnya juga merupakan cerminan dari
pandangan hidup yang berorientasi pada nilai-nilai yang berdimensi
transenden.
Setiap lingkungan tempat tinggal memiliki budaya yang dibuat oleh nenek
moyang dan diturunkan secara turun temurun dari generasi ke generasi
untuk dianut dan dilestarikan bersama. Perusahaan adalah sebuah
lembaga yang terdiri dari banyak karyawan yang merupakan individu
yang berasal dari latar belakang yang berbeda, yaitu lingkungan, agama,
pendidikan, dll. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa perusahaan
terdiri dari individu dengan kultur bawaan yang berbeda-beda.
Contohnya bangsa Jepang, India, Arab, Cina, juga Indonesia. Dalam hal
organisasi, misalnya rumah sakit, tinggi-rendahnya budaya organisasi
dapat dilihat dari tingkat komitmen anggota rumah sakit terhadap nilai-
nilai dan keyakinan, sejak pimpinan hingga ke semua lapisan
karyawannya.
Sebab hal itu terjadi karena ternyata tidak didukung oleh komitmen
karyawan terhadap nilai-nilai dan keyakinan dasar. Untuk membangun
komitmen tinggi itulah diperlukan dukungan suatu kultur atau budaya
organisasi rumah sakit yang positif.
Ada empat macam fungsi budaya kerja yang sangat penting dalam
membawa organisasi menuju sukses.
Budaya Melayani
Memahami arti dan fungsi budaya kerja, maka di lingkungan rumah sakit
perlu dikembangkan suatu budaya kerja ke arah positif, maksudnya
budaya kerja yang mendukung pencapaian visi, misi dan tujuan.
Sementara budaya organisasi timbul dari budaya kelompok individu yang
tergabung dalam organisasi tersebut.
Jadi budaya kerja positif apapun yang akan kita kembangkan, yang
penting pelaksanaannya harus secara konsisten, mulai dari pimpinan dan
terus menerus.
Komitmen
Panduan Perilaku:
Teamwork
Kerjasama yang dilandasi semangat saling menghargai dan menghormati
untuk mencapai hasil yang terbaik.
Panduan Perilaku:
professional
Panduan Perilaku:
Pelayanan
Panduan Perilaku:
Disiplin
Melaksanakan tugas secara tepat waktu, tepat guna, dan tepat manfaat.
Panduan Perilaku:
Tepat waktu
Bertindak sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang berlaku dengan
penuh tanggung jawab
Melaksanakan rencana yang telah ditetapkan
Menggunakan sarana dan prasarana kantor sebagaimana mestinya
Kerja Keras
Panduan Perilaku:
Integritas
Panduan Perilaku:
Berani menyatakan fakta apa adanya secara transparan dan jujur dengan
tetap menjaga rahasia bank dan perusahaan
Menjunjung tinggi kebenaran sesuai dengan kode etik bankir
Melaksanakan tugas dengan ikhlas
Bersikap terbuka dalam mengungkap gagasan dan pendapat
Mencintai pekerjaan dan menjaga citra bank
Kenapa seorang pegawai etos kerjanya menurun ? hal ini bisa disebabkan
dua hal yaitu
Faktor lingkungan sosial ekonomi bisa dari dua komponen internal dan
eksternal :
Komponen ekternal
Komponen Internal
Namun Indonesia masih tertinggal dari Malaysia, karena negara itu pada
1980 telah memiliki GNI US$4.722, sehingga saat ini pendapatan per
kapitanya mencapai US$13.685. Thailand kini memiliki pendapatan per
kapita US$7.694. Di Asia Tenggara, Indonesia masih lebih baik dari
Filipina dan Vietnam yang masing- masing memiliki pendapatan
perkapita US$3.478 dan US$2.805. Indonesia kalah dengan Malaysia dan
Thailand karena jumlah penduduk Indonesia jauh lebih besar dari kedua
negara tetangga tersebut.
untuk mengetahui seberapa jauh perbedaan etos kerja Negara kita yaitu
Indonesia dengan Negara jepang yang terkenal dengan etos kerjanya
yang sangat bagus terbukti negaranya kini menjadi Negara yang sangat
maju. Ok, langsung ajah di baca deh penjelasannya.
Jepang selama ini kita kenal sebagai salah satu negara didunia yang
memiliki etos kerja yang hebat. Etos kerja yang baik ini menimbulkan
suatu dampak kemajuan teknologi dan penguasaan teknologi,serta
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi negara jepang itu sendiri.
Semangat dan pantang menyerah merupakan ciri orang jepang, dari
semboyan samurai yang menyatakan Lebih baik mati dari pada
berkalang malu, ada juga istilah MAKOTO yang artinya bekerja dengan
giat semangat,jujur serta ketulusan.belum lagi semangat dan semboyan
serta falsafah yang lain yang dapat memacu kerja dan membentuk etos
kerja para pekerja diluar negara jepang.
Sikap patriotisme bangsa Jepang juga menjadi salah satu faktor yang
membantu keberhasilan ekonomi negaranya. Bangsa Jepang bangga
dengan produk buatan negeri sendiri. Mereka juga menjadi pengguna
utama produk lokal dan pada saat yang sama juga mencoba
mempromosikan produk made in Japan ke seluruh dunia dari makanan,
teknologi sampai tradisi dan budaya. Dimana saja mereka berada bangsa
Jepang selalu mempertahankan identitas dan jatidiri mereka.Minat dan
kecintaan bangsa Jepang terhadap ilmu membuat mereka merendahkan
diri untuk belajar dan memanfaatkan apa yang telah mereka pelajari.
Mereka menggunakan ilmu yang diperoleh untuk memperbaiki
kelemahan-kelemahan produk Barat demi memenuhi kepentingan pasar
dan konsumen. Bangsa Jepang memang pintar meniru tetapi mereka
memiliki daya inovasi yang tinggi. Pihak Barat memakai proses logika,
rasional dan kajian empiris untuk menghasilkan sebuah inovasi. Namun
bangsa Jepang melibatkan aspek emosi dan intuisi untuk menghasilkan
inovasi yang sesuai dengan selera pasar.
Bekerja untuk kesenangan, bukan untuk gaji saja. Tentu saja orang
Jepang juga tidak bekerja tanpa gaji atau dengan gaji yang rendah.
Tetapi kalau gajinya lumayan, orang Jepang bekerja untuk kesenangan.
Jika ditanya Seandainya anda menjadi milyuner dan tidak usah bekerja,
anda berhenti bekerja ?, kebanyakan orang Jepang menjawab, Saya
tidak berhenti, terus bekerja. Bagi orang Jepang kerja itu seperti
permainan yang bermain bersama dengan kawan yang akrab. Biasanya di
Jepang kerja dilakukan oleh satu tim. Dia ingin berhasil dalam permainan
ini, dan ingin menaikkan kemampuan diri sendiri. Dan bagi dia kawan
kawan yang saling mempercayai sangat penting. Karena permainan
terlalu menarik, dia kadang-kadang lupa pulang ke rumah. Fenomena ini
disebut work holic oleh orang asing.
Mendewakan langganan. Memang melanggar ajaran Islam, etos kerja
orang Jepang mendewakan client/langganan sebagai Tuhan. Okyaku
sama ha kamisama desu. (Langganan adalah Tuhan.) Kata itu dikenal
semua orang Jepang. Kata ini sudah motto bisinis Jepang. Perusahaan
Jepang berusaha mewujudkan permintaan dari langganan sedapat
mungkin, dan berusaha berkembangkan hubungan erat dan panjang
dengan langganan.
Bisnis adalah perang. Orang Jepang yang di dunia bisnis menganggap
bisnis sebagai perang yang melawan dengan perusahaan lain. Untuk
menang perang, perlu strategis dan pandangan jangka panjang. Budaya
bisinis Jepang lebih mementingkan keuntungan jangka panjang. Supaya
menang perang seharusnya diadakan persiapan lengkap untuk bertempur
setenaga kuat. Semua orang Jepang tahu pribahasa Hara ga hette ha
ikusa ha dekinu. (Kalau lapar tidak bisa bertempur.) Oleh karena itu
orang Jepang tidak akan pernah menerima kebiasaan puasa. Bagi orang
Jepang, untuk bekerja harus makan dan mempersiapkan kondisi lengkap.
Untuk melancarkan urusan pekerjaanya, orang Jepang memegang teguh
prinsip tepat waktu dengan tertib dan disiplin, khususnya dalam sektor
perindustrian dan perdagangan.
Untuk itu, tidak ada alasan bagi Indonesia tidak bisa menjadi seperti
Jepang. Indonesia memiliki sumber alam melimpah dari pada Jepang,
tenaga manusia murah, infrastruktur yang baik, dan kedudukan geografis
yang strategis. Tergantung kemauan, komitmen dan langkah pasti
pemerintah serta masyarakatnya dalam mengaplikasikan formula
ekonomi yang ampuh tersebut. Jika bangsa Jepang bisa melakukannya,
maka tidak ada alasan untuk kita gagal melaksanakannya. Kekuasaan
ada ditangan kita dan bukan terletak pada negara.
Salah satu faktor rendahnya etos kerja yang dimiliki oleh Indonesia yaitu
negatifnya keteladanan yang ditunjukkan oleh para pemimpin. Mereka
merupakan model bagi masyarakat yang bukan hanya memiliki
kekuasaan formal, namun juga kekuasaan nonformal yang justru sering
disalahgunakan.
Taiichi Ohno adalah penggagas sistem produksi yang kini dikenal sebagai
The Toyota Way. Sistem ini terkenal karena sangat efisien. Penerapannya
membutuhkan disiplin tinggi.
Ya, bisnis pertama Toyota yang dirintis oleh Sakichi Toyoda adalah bisnis
pembuatan mesin pintal dan tenun, bukan otomotif. Toyota baru mulai
membuat mobil tahun 1938. Hingga saat ini Toyota masih membuat
mesin tenun, dan wujud sebagai pembuat mesin nomor satu di dunia.
5. Sekali mulai, lakukan dengan gigih sampai tujuan tercapai. Tidak ada
tujuan yang tidak bisa dicapai. Tak ada mimpi yang bisa diraih. Tak ada
jalan buntu. Semua yang kita hadapi hanyalah tembok yang bisa kita
panjati, lompati, atau kalau perlu kita hancurkan. Tembok di depan kita
hanya akan jadi jalan buntu kalau kita memandangnya sebagai jalan
buntu.
6. Jelaskan hal-hal sulit dengan mudah. Puncak pemahaman seseorang
adalah saat ia mampu menjelaskan hal sulit dengan cara yang mudah
dipahami orang. Berempatilah pada orang yang belum paham. Itu hanya
bisa dimiliki oleh orang yang punya kemauan kuat untuk berbagi.
9. Perbaiki yang sudah diperbaiki, untuk jadi lebih baik lagi. Tidak ada
kesempurnaan dalam hidup. Selalu ada ruang dan kesempatan untuk
meningkatkan kualitas. Tidak boleh ada kata berhenti atau selesai untuk
perbaikan.
Kebiasaan adalah hal-hal yang secara berulang kita lakukan, dan kita
melakukannya di bawah sadar. Kebiasaan juga menyangkut cara berpikir,
hasrat, dan perasaan kita, yang terbentuk oleh berbagai pengalaman kita
di masa lalu.
Ada ungkapan menarik,First we make our habits, then our habits make
us. Artinya, kita bisa membangun kebiasaan, kemudian kebiasaan-
kebiasaan itu yang membentuk diri kita. Itulah yang menjadi dasar
berpikir para ahli pengembangan diri dalam membangun metode yang
mereka tawarkan.
Pola pikir adalah kebiasaan dalam berpikir. Sama seperti kebiasaan fisik,
pola pikir sulit diubah. Tapi, sekali lagi, ia bisa diubah dengan latihan.
Orang-orang seperti Covey sebenarnya menawarkan konsep perubahan
dalam berpikir. Demikian pula saya, melalui suatu slogan,Melawan Miskin
Pikiran.
Kita adalah kebiasaan kita. Kita dibentuk oleh berbagai kebiasaan. Sukses
atau gagalnya kita, ditentukan oleh kebiasaan-kebiasaan tersebut. Bila
kita mau belajar dari orang sukses, cobalah menelisik pola kebiasaannya.
Ia pasti punya kebiasaan tertentu. Kalau kita ingin berubah dari diri kita
yang sekarang, tidak bisa tidak, kita harus mengubah kebiasaan-
kebiasaan kita.
Nah, apa kebiasaan positif yang kita bangun untuk membentuk diri kita?
Kita bisa mulai dari hal kecil seperti tepat waktu, tertib di jalan dan
tempat umum, menjaga kebersihan, jujur, dan menepati janji. Pada saat
yang sama kita bisa menghilangkan kebiasaan-kebiasan buruk, seperti
menunda, menghindar, menyangkal, dan sebagainya.
Pada level yang lebih tinggi kita bisa melatih diri dengan satu set pola
pikir, misalnya, meninggalkan pola pikir dengan sudut pandang korban,
menjadi pola pikir proaktif. Kita juga harus membiasakan untuk memilah
antara unsur emosional dan rasional dalam pikiran kita. Ada banyak lagi
kebiasaan-kebiasaan berpikir atau intelectual habit. Nanti akan saya
bahas dalam tulisan-tulisan saya selanjutnya.
Intinya, kita adalah kebiasaan kita. Kalau mau mengubah nasib, jalan
hidup, dan masa depan, tidak bisa tidak, kita harus mengubah kebiasaan-
kebiasaan kita.