2. Obyektif:
Status Present:
Sakit Sedang/Gizi baik/Composmentis, Berat badan : 25 kg
Tanda Vital:
Tekanan Darah : 90/60 mmHg
Nadi : 100 kali/ menit (Reguler, kuat angkat)
Pernapasan : 28 kali/ menit (Thoracoabdominal)
o
Suhu : 38 C (axial)
Kepala:
Ekspresi : Meringis
Simetris Muka : Simetris
Deformitas : (-)
Rambut : Hitam, lurus, sulit dicabut
Mata:
Eksoptalmus/ Enoptalmus: (-)
Gerakan : Ke segala arah
Tekanan Bola Mata : Tidak dilakukan pemeriksaan
Kelopak Mata : Edema palpebral (-), ptosis (-)
Konjungtiva ODS : Anemis (-)
Sklera ODS : Ikterus (-)
Kornea ODS : Jernih, reflex kornea (+)
Pupil ODS : Bulat, isokor 2,5mm; RCL +; RCTL +
Telinga:
Bentuk : Simetris
Pendengaran : Dalam batas normal
Sekret : (-)
Hidung:
Deviasi septum : (-)
Perdarahan : (-)
Sekret : (-)
Hiperemis : (-)
Mulut:
Bibir : Kering (+), stomatitis (-)
Gigi Geligi : Karies (-)
Gusi : Candidiasis oral (-), perdarahan (-)
Farings : Hiperemis (-)
Tonsil : T1 T1, hiperemis (-)
Lidah : Kotor (-)
Leher:
Kel. Getah Bening : Tidak teraba, nyeri tekan (-)
Kel. Gondok : Tidak ada pembesaran, nyeri tekan (-)
Kaku Kuduk : (-)
Tumor : (-)
Dada:
- Inspeksi : Simetris hemithoraks kiri dan kanan
- Bentuk : Normothoraks
- Buah Dada : Tidak ada kelainan
- Sela Iga : Tidak ada pelebaran
- Lain-lain : Barrel chest (-), massa tumor (-)
Paru:
o Inspeksi : bentuk simetris, pergerakan simetris, retraksi
Intercostals (-), irama nafas regular
o Palpasi :
Fremitus Raba : Kiri = Kanan
Nyeri Tekan : (-)
o Perkusi :
Paru Kiri : Sonor
Paru Kanan : Sonor
Batas Paru Hepar : ICS VI anterior dextra
Batas Paru Belakang Kanan : Vertebra thorakal IX
Batas Paru Belakang Kiri : Vertebra thorakal X
o Auskultasi :
Bunyi Pernapasan : Vesikuler
Bunyi Tambahan :
Ronkhi - - Wheezing - -
- - - -
- - - -
Jantung:
o Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
o Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
o Perkusi : Pekak, batas jantung kesan normal (batas jantung kanan: linea
parasternalis dextra, batas jantung kiri: linea midclavicularis sinistra)
o Auskultasi :
BJ I/II : Murni reguler
Bunyi Tambahan : Bising (-)
Perut:
o Inspeksi : Datar, ikut gerak napas, caput medusa (-)
o Palpasi : Massa tumor (-), nyeri tekan (-)
Hati : Tidak teraba
Limpa : Tidak teraba
Ginjal : Ballotement (-)
o Perkusi : Timpani, Shifting dullness (-)
o Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Alat Kelamin : Tidak ada kelainan
Anus dan Rektum : Tidak ada kelainan
Kulit : Hiperemis (+), ada bercak-bercak kemerahan pada
kulit, rumple leed (+)
Punggung : Skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-)
o Palpasi : Gibbus (-)
o Nyeri Ketok : (-)
o Auskultasi : Rh -/- Wh -/-
Ekstremitas
- Bentuk : Simetris, refleks fisiologis (+/+), refleks patologis (-/-)
- Akral : Dingin, sianosis perifer (-), bintik pendarahan (+)
- Kuku dan jari : Lengkap, normal
- Capillary refil test : < 2
3. Assesment:
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang,
diagnosis pasien ini mengarah pada dengue hemorrhagic fever grade II
Dari anamnesis diperoleh informasi keluhan berupa demam yang dialami sejak
5 hari yang lalu disertai nyeri ulu hati, mual, dan muntah. Ditemukan pula adanya
riwayat keluar darah dari hidung. Pada pemeriksaan fisis didapatkan rumple leed (+),
tampak banyak peteki di seluruh tubuh, anemis, tekanan darah 90/60 mmHg. Dari
pemeriksaan penunjang ditemukan trombositopenia.
Informasi yang diperoleh dari anamnesis, hasil pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan
penunjang mendukung diagnosis dengue hemorrhagic fever grade II.
DHF adalah infeksi demam akut yang disebabkan oleh 4 serotype virus,
termasuk genus Flavivirus disebut virus dengue. Merupakan virus yang paling
banyak menginfeksi manusia dengan penyebaran diseluruh dunia pada daerah tropis
dan hangat, dimana iklim sesuai dengan vector yang utama yaitu aedes aegypti.
Demam dengue ditandai dengan demam yang tidak spesifik, nyeri otot, dan atau nyeri
sendi yang disertai leukopeni, ruam, limfadenopati, trombositopenia. Di Indonesia
didapatkan bahwa virus terbanyak adalah serotype 3 lalu disusul dengan 2, dimana
serotype 3 memberikan gejala klinis dan komplikasi paling berat. Merupakan penyakit
demam akut yang ditandai dengan demam yang tinggi, uji tourniquet positif,
manifestasi perdarahan lain berupa petekie, ekimosis, purpura, perdarahan mukosa,
hematemesis atau melena, hepatomegali, trombositopenia, hemokonsentrasi dan
perembesan plasma. Bila kriteria diatas disertai manifestasi kegagalan sirkulasi
berupa nadi lemah dan cepat, tekanan nadi menurun (< 20mmHg), hipotensi (sesuai
umur), kulit dingin dan lembab, dan pasien tampak gelisah maka disebut sebagai DSS.
Manifestasi Klinis
o Demam Dengue
Gejala klasik dari demam dengue ialah gejala demam tinggi mendadak,
kadang-kadang bifasik (saddle back fever), nyeri kepala berat, nyeri belakang
bola mata, nyeri otot, tulang, atau sendi, mual, muntah, dan timbulnya ruam.
Ruam berbentuk makulopapular yang bisa timbul pada awal penyakit (1-2
hari) kemudian menghilang tanpa bekas dan selanjutnya timbul ruam merah
halus pada hari ke-6 atau ke7 terutama di daerah kaki, telapak kaki dan
tangan. Selain itu, dapat juga ditemukan petekia. Hasil pemeriksaan darah
menunjukkan leukopeni kadang-kadang dijumpai trombositopeni. Masa
penyembuhan dapat disertai rasa lesu yang berkepanjangan, terutama pada
dewasa. Pada keadaan wabah telah dilaporkan adanya demam dengue yang
disertai dengan perdarahan seperti: epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan
saluran cerna, hematuri, dan menoragi. Demam Dengue (DD) yang disertai
dengan perdarahan harus dibedakan dengan Demam Berdarah Dengue
(DBD). Pada penderita Demam Dengue tidak dijumpai kebocoran plasma
sedangkan pada penderita DBD dijumpai kebocoran plasma yang dibuktikan
dengan adanya hemokonsentrasi, pleural efusi dan asites.
Laboratorium
Trombositopeni dan hemokonsentrasi merupakan kelainan yang selalu
ditemukan pada DBD. Penurunan jumlah trombosit < 100.000/pl biasa ditemukan
pada hari ke-3 sampai ke-8 sakit, sering terjadi sebelum atau bersamaan dengan
perubahan nilai hematokrit. Hemokonsentrasi yang disebabkan oleh kebocoran
plasma dinilai dari peningkatan nilai hematokrit. Penurunan nilai trombosit yang
disertai atau segera disusul dengan peningkatan -nilai hematokrit sangat unik untuk
DBD, kedua hal tersebut biasanya terjadi pada saat suhu turun atau sebelum syok
terjadi. Perlu diketahui bahwa nilai hematokrit dapat dipengaruhi oleh pemberian
cairan atau oleh perdarahan. Jumlah leukosit bisa menurun (leukopenia) atau
leukositosis, limfositosis relatif dengan limfosit atipik sering ditemukan pada saat
sebelum suhu turun atau syok. Hipoproteinemi akibat kebocoran plasma biasa
ditemukan. Adanya fibrinolisis dan ganggungan koagulasi tampak pada pengurangan
fibrinogen, protrombin, faktor VIII, faktor XII, dan antitrombin III. PTT dan PT
memanjang pada sepertiga sampai setengah kasus DBD. Fungsi trombosit juga
terganggu. Asidosis metabolik dan peningkatan BUN ditemukan pada syok berat.
Pada pemeriksaan radiologis bisa ditemukan efusi pleura, terutama sebelah kanan.
Berat-ringannya efusi pleura berhubungan dengan berat-ringannya penyakit. Pada
pasien yang mengalami syok, efusi pleura dapat ditemukan bilateral.
Tatalaksana
Pada dasarnya terapi DBD adalah bersifat suportif dan simtomatis.
Penatalaksanaan ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran
plasma dan memberikan terapi substistusi komponen darah bilamana diperlukan.
Dalam pemberian terapi cairan, hal terpenting yang perlu diperhatikan adalah
pemantauan baik secara klinis maupun secara laboratoris.
Secara garis besar dibagi menjadi beberapa bagian:
1. Pemberian oksigen. Terapi oksigen harus selalu diberikan pada semua pasien
syok. Dianjurkan pemberian oksigen dengan menggunakan masker.
2. Penggantian volume plasma.
3. Koreksi gangguan metabolik dan elektrolit.
4. Transfusi darah. Pemberian transfusi darah diberikan pada keadaan perdarahan
yang nyata seperti hematemesis dan melena. Hemoglobin perlu dipertahankan
untuk mencapai transport oksigen ke jaringan, sekitar 10 g/dl.
Terapi nonfarmakologis meliputi: tirah baring dan pemberian makanan dengan
gizi yang cukup, lunak dan tidak mengandung zat atau bumbu yang mengiritasi
pencernaan.
Protokol pemberian cairan sebagai komponen utama penatalaksanaan DHF
dewasa mengikuti 5 protokol, mengacu pada protokol WHO. Lima kategori tersebut
yaitu:
1. Penanganan tersangka DHF
2. Pemberian cairan pada tersangka DHF diruang rawat
3. Penatalaksanaan DHF dengan peningkatan hematokrit >20%
4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DHF dewasa
5. Tatalaksana sindrom syok dengue pada dewasa
Pengobatan
Pada pasien ini diberikan terapi:
IVFD Asering 20 tpm
Paracetamol syr 3 x 250 mg
Inj Ondansetron amp/12j/iv
Inj Ranitidine amp/12j/iv
Trombofit 4x1 sachet
Curmunos syrup 1x1 cth
Banyak minum
Awasi tanda tanda vital dan perdarahan spontan
Pendidikan
Kepada orangtua pasien dijelaskan mengenai penyakit ini dan cara
mencegahnya, serta menjelaskan prognosis dan komplikasi yang mungkin terjadi.
Apabila ada anggota keluarga yang menunjukkan gejala demam dengan adanya tanda
kebocoran cairan segera bawa ke rumah sakit. Pencegahan pada penyakit ini sangat
penting karena faktor resiko penyakit ini adalah faktor lingkungan dimana keluarga
harus menjaga kebersihan lingkungan dengan cara 3M (menguras bak, menutup
tempat penampungan air, menimbun barang-barang bekas yang dapat menjadi sumber
jentik nyamuk) yang merupakan faktor kunci meningkatnya kasus ini. Pasien juga
diharapkan banyak minum.
Konsultasi
Perlu dilakukan konsultasi kepada dokter spesialis anak untuk mengetahui
penanganan DHF grade II dan tanda-tanda kegawatdaruratan.
Peserta, Pendamping,
Supervisor,