Anda di halaman 1dari 23

Laporan Kasus

SIROSIS HEPATIS

Disusun oleh:

dr. Muhammad Alfisyahri

Pembimbing:

dr. H. Juliamsef, Sp.PD

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) TELUK KUANTAN

KABUPATEN KUANTAN SINGINGI - RIAU

2016
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN :

Nama : Tn. M

Umur : 48 Tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Petani Sawit

Status : Menikah

Masuk RS : 2 September 2016

Tanggal Pemeriksaan : 3 September 2016

ANAMNESIS

Keluhan Utama :

Perut membesar

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke IGD RSUD Teluk Kuantan diantar keluarga dengan keluhan perut membesar secara
perlahan yang sudah dirasakan sejak sekitar 3 bulan yang lalu. Perut membesar pada seluruh bagian
yang semakin hari semakin menegang. Keluhan ini membuat pasien agak sesak. Pasien juga
mengeluhkan kedua kaki bengkak yang juga dirasakan sejak 3 bulan yang lalu. Selain itu pasien juga
merasakan mata semakin hari semakin kuning sejak 1 bulan yang lalu. Pasien mengatakan sejak 3 hari
yang lalu merasakan nyeri perut dan BAB agak lembek dengan warna kehitaman dengan frekuensi
sekitar 2 kali dalam sehari dan BAK berwarna seperti teh. Pasien belum pernah berobat untuk keluhan-
keluhan tersebut.

Riwayat Penyakit Dahulu

- Riwayat penyakit jantung disangkal


- Riwayat Hipertensi disangkal

- Riwayat Diabetes Melitus disangkal

- Riwayat sakit ginjal disangkal

- Riwayat sakit kuning disangkal

- Riwayat penggunaan OAT disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

- Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhanan serupa

- Riwayat penyakit jantung, hipertensi, sakit ginjal, dan diabetes mellitus dalam keluarga
disangkal.

Riwayat Pekerjaan, sosioekonomi, dan kebiasaan

- Pasien bekerja sebagai seorang petani sawit

- Riwayat minum alkohol (+) pada umur 20-an. Namun sudah beberapa tahun berhenti.

- Saat ini pernikahan yang kedua, tidak ada riwayat sakit kuning pada isteri pertama maupun istri
kedua.

- Pasien tidak pernah berganti pasangan seksual selain dengan isteri.

Riwayat Pengobatan

Pasien belum pernah memeriksakan penyakitnya dengan alasan keterbatasan biaya.

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan umum

- Kesadaran : compos mentis

- Keadaan umum : Tampak sakit sedang


- Tekanan darah : 120/90 mmHg

- Nadi : 90 x/menit

- Nafas : 20 x/menit

- Suhu : 36,3oc

Kepala dan leher

- Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (+/+), pupil bulat,


isokor, diameter (2mm/2mm), reflek cahaya (+/+)

- Hidung : rinorhea (-)

- Mulut : Faring Hiperemis (-/-), lidah kotor (-)

- Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-), JVP 5-2 H20

Thoraks

Paru:

- Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris, spider nevi (-)

- Palpasi : Vokal fremitus +/+

- Perkusi : Sonor seluruh lapang paru

- Auskultasi :Vesikuler (+/+), Ronkhi (-/-), wheezing(-/-)

Jantung :

- Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

- Palpasi : Iktus kordis tidak teraba


- Perkusi : Batas jantung kanan : Linea sternalis dekstra

Batas jantung kiri : 2 jari medial LMCS SIC V

- Auskultasi : Bunyi jantung I & II normal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

- Inspeksi : Perut terlihat membesar , Caput medusa (-)

- Auskultasi : Bising usus (+) normal

- Palpasi : distensi (+), nyeri tekan epigastrium (-), hepar dan lien sulit dievaluasi, nyeri
tekan mcBurney (-), Murphy sign (-), tes Undulasi (+)

- Perkusi : Shifting dullness (+)

Ekstremitas

Akral hangat, pitting edema (+/+), CRT < 2 detik.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah Lengkap (3 September 2016)

Leukosit : 4.600 /mmk

Hb : 12,3 g/dl

Trombosit : 35.000/mmk

Ht : 36,2 %

Jumlah Eritrosit : 3.760.000/mm3

MCV : 96,3 fl

MCH : 32,7 pg

MCHC : 34 %
RDW : 16 %

Glukosa : 195 mg/dL

Thypoid (H) : 1/80

HBsAg : Positif

SGOT : 78 mg/dl

SGPT : 70 mg/dl

Albumin : 2,0 mg/dl

Globulin : 3,4 mg/dl

Rontgen Thoraks
RESUME

Pasien laki-laki 48 tahun datang ke IGD RSUD Teluk Kuantan dengan keluhan perut membesar secara
perlahan yang sudah dirasakan sejak sekitar 3 bulan yang lalu. Perut membesar pada seluruh bagian
yang semakin hari semakin menegang. Keluhan ini membuat pasien agak sesak. Pasien juga
mengeluhkan kedua kaki bengkak yang juga dirasakan sejak 3 bulan yang lalu. Selain itu pasien juga
merasakan mata semain hari semakin kuning sejak 1 bulan yang lalu. Pasien mengatakan sejak 3 hari
yang lalu merasakan nyeri perut dan BAB agak lembek dengan warna agak hitam dengan frekuensi
sekitar 2 kali dalam sehari dan BAK berwarna seperti teh. Pasien belum pernah berobat untuk keluhan-
keluhan tersebut. Pasien memiliki riwayat kebiasaan minum minuman alkohol.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit sedang, dengan kesadaran composmentis,
ikterik pada kedua sclera, tes undulasi (+) dan shifting dullness (+) pada abdomen serta edema pada
kedua ekstremitas bawah. Pada pemeriksaan penunjang, didapatkan sedikit penurunan pada kadar
hemoglobin, jumlah trombosit yang sangat rendah, peningkatan tes fungsi hepar, Hipoalbuminemia,
serta HBsAg yang positif.

DIAGNOSIS

- Suspek Sirosis Hepatis e.c Alkoholic

- Hepatitis B

PENATALAKSANAAN

- IVFD Aminofluid: RL (1:2) 1 Kolf/8 jam

- Cefotaxim inj 1 gr/ 12 jam (IV)

- Pantoprazole inj 40 mg/24 jam (IV)

- Furosemide inj 20 mg/24 jam (IV)

- Spironolakton tab 100 mg/12 jam (PO)

- Curcuma tab 1 tab/8 jam (PO)


- SistenolR tab 1 tab/8 jam p.r.n (PO)

FOLLOW UP

4 September 2016
S: Nyeri perut berkurang, demam (-), nafsu makan masih kurang. Perut dan kaki masih bengkak.

O: TD:120/80 mmHg N: 92x/menit RR: 18x/menit T: 36,7 0C

Mata : conjungtiva anemis (-), sclera ikterik (+/+)

Thorax : Suara paru vesikuler, Ronkhi (-), wheezing (-)

Suara jantung I dan II Reguler, Bising (-)

Abdomen: BU (+), Ascites (+), distensi (+)

Ekstremitas: Pitting edema (+/+) pada kedua ekstremitas bawah.

A: Suspek sirosis hepatis + Hepatitis B

P: - IVFD Aminofluid: RL (1:2) 1 Kolf/8 jam


- Cefotaxim inj 1 gr/ 12 jam (IV)
- Pantoprazole inj 40 mg/24 jam (IV)
- Furosemide inj 20 mg/24 jam (IV)
- Spironolakton tab 100 mg/12 jam (PO)
- Curcuma tab 1 tab/8 jam (PO)
- SistenolR tab 1 tab/8 jam p.r.n (PO)
- Anjuran rujuk untuk pemeriksaan dan penatalaksanaan lebih lanjut
BAB I

PENDAHULUAN

Siroris adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatic
yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan
nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi akibat adanya nekrosis hepatoselular.1

Sirosis hepatis mengakibatkan terjadinya 35.000 kematian setiap tahunnya di Amerika. Di


Indonesia data prevalensi sirosis hepatis belum ada. Lebih 40% pasien sirosis adalah asimtomatis
sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan rutin atau karena penyakit
lain.1

Penyebab terjadinya sirosis hepatis di negara barat tersering akibat dari konsumsi alhohol,
sedangkan di Indonesia penyebab tersering adalah akibat hepatistis B dan C. Terapi sirosis hepatis
ditujukan untuk mengurangi progresifitas penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah
kerusakan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi.2 Walaupun belum ada bukti penyakit ini
reversible, tetapi dengan kontrol yang teratur pada fase dini diharapkan dapat memperpanjang status
kompensasi dalam jangka panjang dan mencegah timbulnya komplikasi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Sirosis hati adalah penyakit hati manahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan
jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang
luas, pembentukan jaringan ikat dan regenerasi nodul.

Menurut Lindseth, sirosis hati adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distorsi
arsitektur hati yang normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi sel hati.
Sirosis hepatis dapat mengganggu sirkulasi sel darah inta hepatic, dan pada kasus yang sangat lanjut
menyebabkan kegagalan fungsi hati.

2.2. Epidemiologi

Lebih dari 40% pasien sirosis asimtomatis. Insidensi sirosis di Amerika diperkirakan 360 per
100.000 penduduk. Penyebabnya sebagian besar akibat penyakit hati alkoholik maupun infeksi virus
kronik. Hasil penelitian lain menyebutkan perlemakan hati mengakibatkan steatohepatitis nonalkoholik
(NASH, prevalensi 4%) dan berakhir dengan sirosis hati dengan prevalensi 0.3%. Prevalensi sirosis
hati akibat steatohepatitis alkoholik dilaporkan 0.3%. Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada
kaum laki-laki jika dibandingkan dengan kaum wanita.

2.3. Anatomi dan Fungsi Hati

2.3.1. Anatomi Hati

Hati adalah organ yang terbesar yang terletak di sebelah kanan atas rongga perut di bawah
diafragma. Beratnya 1.500 gr atau 2,5 % dari berat badan orang dewasa normal. Pada kondisi hidup
berwarna merah tua karena kaya akan persediaan darah.

Hati terbagi menjadi lobus kiri dan lobus kanan yang dipisahkan oleh ligamentum falciforme, di
inferior oleh fissure dinamakan dengan ligamentum teres dan di posterior oleh fissure dinamakan
dengan ligamentum venosum. . Lobus kanan hati enam kali lebih besar dari lobus kirinya dan
mempunyai 3 bagian utama yaitu : lobus kanan atas, lobus caudatus, dan lobus quadrates. Hati
dikelilingi oleh kapsula fibrosa yang dinamakan kapsul glisson dan dibungkus peritorium pada
sebagian besar keseluruhan permukaannnya

Hati disuplai oleh dua pembuluh darah yaitu : Vena porta hepatica yang berasal dari lambung
dan usus, yang kaya akan nutrien seperti asam amino, monosakarida, vitamin yang larut dalam air, dan
mineral dan Arteri hepatica, cabang dari arteri kuliaka yang kaya akan oksigen.

2.3.2. Fungsi Hati


Hati selain salah satu organ di badan kita yang terbesar , juga mempunyai fungsi yang
terbanyak. Fungsi dari hati dapat dilihat sebagai organ keseluruhannya dan dapat dilihat dari sel-sel
dalam hatia. Fungsi hati sebagai organ keseluruhannya diantaranya ialah;
a. Ikut mengatur keseimbangan cairan dan elekterolit, karena semua cairan dan garam akan
melewati hati sebelum ke jaringan ekstraseluler lainnya.
b. Hati bersifat sebagai spons yang akan ikut mengatur volume darah, misalnya pada
dekompensasio kordis kanan maka hati akan membesar.
c. Sebagai penyaring (filter)
Semua makannan dan berbagai macam substansia yang telah diserap oleh intestine akan
dialirkan ke organ melalui sistema portal.
Fungsi dari sel-serl hati dapat dibagi:
1. Fungsi Sel Epitel di antaranya ialah:
a. Sebagai pusat metabolisme di antaranya metabolisme hidrat, arang, protein, lemak, empedu.
b. Sebagai alat penyimpan vitamin dan bahan makanan hasil metabolisme. Hati menyimpan
makanan tersebut tidak hanya untuk kepentingannnya sendiri tetapi untuk organ lainya juga.
c. Sebagai alat sekresi untuk keperluan badan kita: diantaranya akan mengeluarkan glukosa,
protein, factor koagulasi, enzim, empedub.1.4. Proses detoksifikasi, dimana berbagai
macam toksik baik eksogen maupun endogen yang masuk ke badan akan mengalami
detoksifikasi dengan cara oksidasi, reduksi, hidrolisa atau konjugasi.
2. Fungsi sel kupfer sebagai sel endotel mempunyai fungsi sebagai sistem retikulo endothelial.
a. Sel akan menguraikan Hb menjadi bilirubin
b. Membentuk a-globulin dan immune bodies
c. Sebagai alat fagositosis terhadap bakteri dan elemen puskuler atau makromolekuler

2.4. Etiologi dan Faktor Resiko Sirosis Hepatis

1. Hepatitis Virus

Hepatitis virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah satu penyebab sirosis hati, apalagi
setelah penemuan Australian Antigen oleh Blumberg pada tahun 1965 dalam darah penderita dengan
penyakit hati kronis , maka diduga mempunyai peranan yang besar untuk terjadinya nekrosa sel hati
sehingga terjadi sirosis. Secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus B lebih banyak mempunyai
kecenderungan untuk lebih menetap dan memberi gejala sisa serta menunjukan perjalanan yang kronis,
bila dibandingkan dengan hepatitis virus A.

2. Zat Hepatotoksik

Beberapa obat-obatan dan bahan kimia dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada sel hati
secara akut dan kronis. Kerusakan hati akut akan berakibat nekrosis atau degenerasi lemak, sedangkan
kerusakan kronis akan berupa sirosis hati. Zat hepatotoksik yang sering disebut-sebut ialah alkohol

3. Hemokromatosis

Bentuk sirosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada dua kemungkinan timbulnya
hemokromatosis, yaitu:
1. Sejak dilahirkan si penderita menghalami kenaikan absorpsi dari Fe.
2. Kemungkinan didapat setelah lahir (acquisita), misalnya dijumpai pada penderita dengan
penyakit hati alkoholik. Bertambahnya absorpsi dari Fe, kemungkinan menyebabkan timbulnya
sirosis hati.

4. Penyakit Wilson

Suatu penyakit yang jarang ditemukan , biasanya terdapat pada orang-orang muda dengan
ditandai sirosis hati, degenerasi basal ganglia dari otak, dan terdapatnya cincin pada kornea yang
berwarna coklat kehijauan disebut Kayser Fleischer Ring. Penyakit ini diduga disebabkan defesiensi
bawaan dari seruloplasmin. Penyebabnya belum diketahui dengan pasti, mungkin ada hubungannya
dengan penimbunan tembaga dalam jaringan hati.

5. Kolestasis

Saluran empedu membawa empedu yang dihasilkan oleh hati ke usus, dimana empedu
membantu mencerna lemak. Pada bayi penyebab sirosis terbanyak adalah akibat tersumbatnya saluran
empedu yang disebut Biliary atresia. Pada penyakit ini empedumemenuhi hati karena saluran empedu
tidak berfungsi atau rusak. Bayi yang menderita Biliary berwarna kuning (kulit

kuning) setelah berusia satu bulan. Kadang bisa diatasi dengan pembedahan untuk membentuk saluran
baru agar empedu meninggalkan hati, tetapi transplantasi diindikasikan untuk anak-anak yang
menderita penyakit hati stadium akhir. Pada orang dewasa, saluran empedu dapat mengalami
peradangan, tersumbat, dan terluka akibat Primary Biliary Sirosis atau Primary Sclerosing Cholangitis.
Secondary Biliary Cirrosis dapat terjadi sebagai komplikasi dari pembedahan saluran empedu.

6. Sebab-sebab lain

a. Kelemahan jantung yang lama dapat menyebabkan timbulnya sirosis kardiak. Perubahan
fibrotik dalam hati terjadi sekunder terhadap reaksi dan nekrosis sentrilobuler

b. Sebagai saluran empedu akibat obstruksi yang lama pada saluran empedu akan dapat
menimbulkan sirosis biliaris primer. Penyakit ini lebih banyak dijumpai pada kaum wanita.

c. Penyebab sirosis hati yang tidak diketahui dan digolongkan dalam sirosis kriptogenik.

2.5. Patogenesis
Hati dapat terlukai oleh berbagai macam sebab dan kejadian. Kejadian tersebut dapat terjadi
dalam waktu yang singkat atau dalam keadaan yang kronis atau perlukaan hati yang terus menerus
yang terjadi pada peminum alkohol aktif. Hal ini kemudian membuat hati merespon kerusakan sel
tersebut dengan membentuk ekstraselular matriks yang mengandung kolagen, glikoprotein, dan
proteoglikans, dimana sel yang berperan dalam proses pembentukan ini adalah sel stellata. Pada
cedera yang akut sel stellata membentuk kembali ekstraselular matriks ini dimana akan memacu
timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul sel hati sehingga
ditemukan pembengkakan pada hati.

Peningkatan deposisi kolagen pada perisinusoidal dan berkurangnya ukuran dari fenestra
endotel hepatik menyebabkan kapilerisasi (ukuran pori seperti endotel kapiler) dari sinusoid. Sel
stellata dalam memproduksi kolagen mengalami kontraksi yang cukup besar untuk menekan daerah
perisinusoidal. Adanya kapilarisasi dan kontraktilitas sel stellata inilah yang menyebabkan
penekanan pada banyak vena di hati sehingga mengganggu proses aliran darah ke sel hati dan pada
akhirnya sel hati mati. Kematian hepatocytes dalam jumlah yang besar akan menyebabkan
banyaknya fungsi hati yang rusak sehingga menyebabkan banyak gejala klinis. Kompresi dari vena
pada hati akan dapat menyebabkan hipertensi portal yang merupakan keadaan utama penyebab
terjadinya manifestasi klinis.

Mekanisme primer penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi terhadap aliran
darah melalui hati. Selain itu, biasanya terjadi peningkatan aliran arteria splangnikus. Kombinasi
kedua faktor ini yaitu menurunnya aliran keluar melalui vena hepatika dan meningkatnya aliran
masuk bersama-sama yang menghasilkan beban berlebihan pada sistem portal. Pembebanan sistem
portal ini merangsang timbulnya aliran kolateral guna menghindari obstruksi hepatik (varises).

Hipertensi portal ini mengakibatkan penurunan volume intravaskuler sehingga perfusi ginjal
pun menurun. Hal ini meningkatkan aktifitas plasma rennin sehingga aldosteron juga meningkat.
Aldosteron berperan dalam mengatur keseimbangan elektrolit terutama natrium . Dengan
peningkatan aldosteron maka terjadi terjadi retensi natrium yang pada akhirnya menyebabkan
retensi cairan dan lama-kelamaan menyebabkan asites dan juga edema.

Penjelasan diatas menunjukkan bahwa sirosis hepatis merupakan penyakit hati menahun yang
ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul dimana terjadi pembengkakan hati.
Etiologi sirosis hepatis ada yang diketahui penyebabnya, misal dikarenakan alkohol, hepatitis virus,
malnutrisi, hemokromatis, penyakit Wilson dan juga ada yang tidak diketahui penyebabnya yang
disebut dengan sirosis kriptogenik. Patofisiologi sirosis hepatis sendiri dimulai dengan proses
peradangan, lalu nekrosis hati yang meluas yang akhirnya menyebabkan pembentukan jaringan ikta
yang disertai nodul.

2.6. Klasifikasi sirosis hati

Secara klinis sirosis hati dibagi menjadi:

a. Sirosis hati kompensata, yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata

b. Sirosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinik yang jelas. Sirosis hati
kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan pada satu tingkat tidak
terlihat perbedaanya secara klinis, hanya dapat dibedakan melalui biopsi hati.

Secara morfologi Sherrlock membagi Sirosis hati bedasarkan besar kecilnya nodul, yaitu:

a. Makronoduler (Ireguler, multilobuler)

b. Mikronoduler (reguler, monolobuler)

c. Kombinasi antara bentuk makronoduler dan mikronoduler.

Menurut Gall seorang ahli penyakit hati, membagi penyakit sirosis hati atas

a. Sirosis Postnekrotik, atau sesuai dengan bentuk sirosis makronoduler atau sirosis toksik atau
subcute yellow, atrophy cirrhosis yang terbentuk karena banyak terjadi jaringan nekrose.

b. Nutrisional cirrhosis , atau sesuai dengan bentuk sirosis mikronoduler, sirosis alkoholik,
Laennecs cirrhosis atau fatty cirrhosis. Sirosis terjadi sebagai akibat kekurangan gizi, terutama
faktor lipotropik.

c. Sirosis Post hepatic, sirosis yang terbentuk sebagai akibat setelah menderita hepatitis.
Klasfikasi sirosis hepatis berdasarkan criteria Child-Pugh:

2.7. Manifestasi dan Tanda Klinis Sirosis Hepatis

A. Gejala Klinis

Stadium awal biasanya asimtomatis. Gejala awal sirosis (kompensata) yaitu perasaan mudah
lelah dan lemas, anoreksia, pada laki-laki (impotensi, testis mengecil, buah dada membesar,
hilangnya dorangan seksualitas).
Sirosis dekompensata gejala-gejalanya lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi
kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi hilangnya rambut badan, gangguan tidu, dan demam
tak begitu tinggi. Mungkin disertai gangguan pembekuan darah dan/atau melena, serta perubahan
mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma.
Temuan klinis sirosis meliputi :
a) Spider telengiektasis atau spider angioma-spiderangiomata
b) Eritema Palmaris
c) Jari gada
d) KontrakturDupuytren
e) Ginekomastia
f) Atrofi testis
g) Hepatomegali
h) Splenomegaly : akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi porta
i) Asites : akibat hipertensi porta dan albuminemia. Caput medusa juga akibat hipertensi porta.
j) Fetor hepatikum : bau nafas khas karena peningkatn konsentrasi dimetil sulfide akibat pintasan
porto sistemik yang berat.
k) Ikterus (akibat bilirubinemia)
l) Asterixis (gerakan mengepak-ngepak tangan, dorsofleksi tangan)
Hipertensi porta pada sirosis disebabkan oleh peningkatan resistensi terhadap aliran porta di
tingkat sinusoid dan penekanan vena sentral oleh fibrosis perivenula dan ekspansi nodul
parenkim. Anastomosis antara system arteri dan porta pada pita fibrosa juga menyebabkan
hipertensi porta karena mengakibatkan system vena porta yang bertekanan rendah mendapat
tekanan arteri. Empat konsekuensi utama adalah:
1. Asites
2. Pembentukan pirau vena portositemik
3. Splenomegali kongestif
4. Ensefalopati hepatica
Manifestasi klinis hipertensi porta yaitu : ensefalopati hepatica, malnutrisi, spider angioma di
kulit, varises esophagus, splenomegaly, caput medusa, hemoroid, atrofi testis, ascites.

B. Gambaran laboratoris
Adanya sirosis hati dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan laboratorium pada waktu
seseorang memeriksakan kesehatan rutin atau waktu skrining untuk evaluasi keluhan spesifik.
Tes fungsi hati meliputi aminotransferase, alkali fosfatase, gamma glutamil transpeptidase,
biliribun, albumin dan waktu protombin.
Aspartat aminotransferase (AST)/serum glutamil okasaloasetat (SGOT) dan alanine
aminotransferase (ALT)/ serum glutamil piruvat transaminase (SGPT) meningkat tapi tak begitu
tinggi. AST lebih meningkat daripada ALT.
Alkali fosfatase meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal atas. Tetapi dapat
tinggi pada pasien kolangitis sclerosis primer dan sirosis bilier primer.
Bilirubin bisa normal pada sirosis hati kompensata, tapi meningkat pada sirosis yang
lanjut.
Albumin sintesisnya di jaringan hati, konsentrasinya menurun sesuai dengan perburukan
sirosis.
Globulin meningkat pada sirosis. Akibat sekunder dari pintasan, antigen bakteri dari
system porta ke jaringa limfoid, selanjutnya menginduksi produksi immunoglobulin.
Natrium serum menurun terutama pada sirosis dengan ascites. Dikaitkan dengan
ketidakmampuan ekskresi air bebas.
Kelainan hematologi anemia, penyebabnya bias bermacam-macam, anemia normokrom,
normositer, hipokrom mikrositer, atau hipokrom makrositer. Anemia dengan trombositopenia,
leukopenia, dan neutropenia akibat splenomegaly kongestif berkaitan dengan hipertensi porta
sehingga terjadi hipersplenisme.
USG rutin digunakan karena pemeriksaannya non invasive dan mudah digunakan, tapi
sensitifitasnya kurang. USG dapat menilai sudut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas dan
adanya massa. Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan nodular, permukaan irregular, da nada
peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu, bisa melihat ascites, splenomegali, thrombosis
vena porta dan pelebaran vena porta, serta skrining adanya karsinoma hati pada pasien sirosis.
\

2.8. Diagnosis

Pada stadium kompensasi sempurna kadang sangat sulit menegakkan diagnosis sirosis hati.
Pada proses lanjutan dari kompensasi sempurna mungkin bisa ditegakkan diagnosis dengan
bantuan pemeriksaan klinis yang cermat, laboratorium biokimia/serologi, dan pemeriksaan
penunjang lainnya. Saat ini penegakkan diagnosis sirosis hati dengan pemeriksaan fisis,
laboratorium, dan USG. Pada kasus tertentu diperlukan pemeriksaan biopsy hati/peritoneoskopi
karena sulit membedakan hepatitis kroik aktif yang berat dengan sirosis hati dini. Pada stadium
dekompensata diagnosis kadangkala tidak sulit karena gejala dan tanda klinis sudah tampak
dengan adanya komplikasi.
Diagnosis klinis sirosis hati dibuat dengan melakukan berbagai pemeriksaan klinis dengan
tujuan mendapatkan gejala dan tanda kegagalan fungsi hati dan hipertensi porta sebanyak
mungkin. Pemeriksaan klinis dalam penentuan diagnosis SH dapat dilihat pada tabelberikut :

Pemeriksaan Keterangan/hasil yang mungkin didapat


1. Riwayat -Lesu dan berat badan turun
penyakit/anamnesis -Anoreksia-dispepsia
-Nyeri perut, sebah
-Ikterus (BAB coklat dan mata kekuningan)
-Perdarahan gusi
-Perut membuncit
-Libido menurun
-Konsumsi alcohol
-Riwayat kesehatan yang lalu (sakit kuning, dll)
-Riwayat muntah darah dan feses kehitaman
2. Pemeriksaan Fisik -Keadaan umum dan nutrisi
-Tanda gagal fungsi hati
-Tanda hipertensi portal
3. Pemeriksaan
laboratorium
-Darah -Anemia, leukopenia, trombositopenia, PPT (INR)
tepi/haemotologi
-Kimia Darah -Bilirubin : Konsentrasinya bisa normal pada sirosis hati
kompensata, tapi bisa meningkat pada sirosis yang lanjut
-Transaminase (hasil bervariasi), SGOT dan SGPT meningkat
tapi tak begitu tinggi. SGOT lebih meningkat daripada SGPT,
namun bila transaminase normal tidak mengenyampingkan
adanya sirosis.
-Alkali fosfatase : meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali batas
normal atas, konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien
kolangitis sclerosis primer dan sirosis bilier primer.
-Albumin : Sintesisnya terjadi di jaringan hati, konsentrasinya
menurun sesuai dengan perburukan sirosis
-Globulin : konsentrasinya meningkat pada sirosis. Akibat
sekunder dari pintasan, antigen bakteri dari system porta ke
jaringan limfoid, selanjutnya menginduksi produksi
immunoglobulin
-Elektroforesis protein serum
-Elektrolit (K, Na, dll) bila ada ascites
-Serologi
-Untuk Indonesia : Hbs Ag dan anti HCV
- FP
4.Endoskopi saluran cerna -Varises, gastropati
bagian atas
5.USG/CT Scan -Ukuran hati, kondisi V. porta, Splenomegali, Ascites, dll.
-Pada sirosis lanjut, pada pemeriksaan USG hati mengecil dan
nodular, permukaan irregular, da nada peningkatan ekogenitas
parenkim hati.
6.Laparoskopi -Gambaran makroskopis visualisasi langsung hati
7.Biopsi hati -Bila koagulasi memungkinkan dan diagnosis masih belum pasti

2.9. Penatalaksanaan

1. Asites
A. Tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam 5,2 gram atau 90 mmol/hari atau
400-800 mg/hari.
B. Diet rendah garam dikombinasikan dengan obat-obatan diuretik.awalnya dengan pemberian
spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari.
C. Respons diuretik bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5kg/hari, tanpa adanya
edema kaki atau 1kg/hari bila edema kaki ditemukan.
D. Bila pemberian spironolakton belum adekuat maka bisa dikombinasi dengan furosemide
dengan dosis 20-40 mg/hari.
E. Pemberian furosemid bisa ditambahkan dosisnya bila tidak ada respon, maksimal dosisnya
160 mg/hari.
F. Parasintesis dilakukan jika jumlah asites sangat besar.
G. Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dengan pemberian albumin.

2. Ensefalopati hepatik
Ensefalopati hepatik merupakan keadaan gangguan fungsi sistem saraf pusat disebabkan
hati gagal untuk mendetoksikasi bahan-bahan toksik dari usus karena disfungsi
hepatoselular dan portosystemic shunting.
Laktulosa membantu pasien untuk mengurangi amonia.
Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil amonia. Diberikan
dengan dosis 2-4 gram
Diet protein dikurangi sampai 0,5 gr/kgBB per hari. terutama diberikan yang kaya asam
amino rantai cabang.

3. Varises esofagus
1. Sebelum terjadi perdarahan dan sesudah perdarahan dapat diberikan obat penyekat beta
(propanolol).
2. Pada pasien yang tidak tahan terhadap pemberian beta bloker dapat diberikan isosorbide
mononitrate.
3. Beta bloker dapat diberikan kepada pasien sirosis hati yang beresiko tinggi terjadinya
perdarahan, yaitu varises yang besar dan merah.
4. Profilaksis skleroterapi tidak boleh dilakukan kepada pasien yang belum pernah mengalami
perdarahan varises esofagus karena berdasarkan penelitian, skleroterapi dapat meningkatkan
angka kematian daripada pengguna beta bloker.
5. Waktu perdarahan akut bisa diberikan preparat somatostatin atau okterotid, diteruskan
dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi
6. Pencegahan perdarahan kembali dapat dilakukan skleroterapi atau ligasi, beta bloker non
selektif (propanolol, nadolol) 20 mg sebanyak 2 kali sehari atau 40-80 mg sekali sehari,
isosorbide mononitrate dapat diberikan 10 mg sebanyak 2 kali sehari sehari atau 20-40 mg
sebanyak 2 kali sehari.

4. Sindromhepatorenal
Sindrom hepatorenal ditandai dengan azotemia, oliguria, hiponatremia, penurunan sekresi
natrium urin, dan hipotensi.Sindrom hepatorenal didiagnosa jika tidak ada penyebab gagal
ginjal lainnya. Penyebabnya tidak jelas, tetapi patogenesisnya karena vasokonstriksi ginjal,
kemungkinan disebabkan gangguan sintesis vasodilator renal seperti prostaglandin E2,
keadaan histologi ginjal normal. Terapi yang diberikan kebanyakan tidak efektif. Berdasarkan
penelitian terakhir, pemberian vasokonstriksi dengan waktu kerja lama (ornipressin dan
albumin, ornipressin dan dopamine, atau somatostatin analog octreotide dan midodrione
sebagai obat alpha adrenergik) dan TIPS memberikan perbaikan.

5. Anemia
Untuk anemia defisiensi besi dapat diberikan sulfa ferrosus, 0,3 g tablet, 1 kali sehari post
coenam.
Pemberian asam folat 1 mg/hari, diindikasikan pada pengobatan anemia makrositik yang
berhubungan dengan alkoholisme.
Transfusi sel darah merah beku (packed red cell) dapat diberikan untuk mengganti
kehilangan darah. Dengan ketentuan PH < 7 gr%

6. Manifestasi perdarahan
Hipoprotombinemia dapat diterapi dengan vitamin K (seperti phytonadione, 5 mg oral
atau sub kutan, 1 kali per hari).
Terapi ini tidak efektif karena sintesis faktor koagulasi menggalami gangguan pada
penyakit hati berat.
Koreksi waktu prothrombin (prothrombin time) yang memanjang dilakukan dengan
pemberian plasma darah.
Pemberian plasma darah hanya diindikasikan pada perdarahan aktif atau sebelum pada
prosedur invasif.

7. Transplantasi hati
Transplantasi hati diindikasikan pada kasus irreversibel, penyakit hati kronik progresif,
gagal hati berat, dan penyakit metabolik dimana kelainannya terdapat di hati.
Transplantasi hati harus dipertimbangkan pada pasien dengan status mentalis yang
berkurang, peningkatan bilirubin, pengurangan albumin, perburukan koagulasi, asites
refrakter, perdarahan varises berulang, atau ensefalopati hepatik yang memburuk.
Transplantasi hati memberikan harapan hidup 5 tahun pada 80% pasien.
2.10. Komplikasi

a. Perdarahan

Penyebab perdarahan saluran cerna yang paling sering dan berbahaya pada sorosis hati adalah
perdarahan akibat pecahnya varises esofagus. Sifat perdarahan yang ditimbulkan ialah muntah
darah atau hematemesis, biasanya mendadak tanpa didahului rasa nyeri. Darah yang keluar
berwarna kehitam-hitaman dan tidak akan membeku karena sudah bercampur dengan asam
lambung. Penyebab lain adalah tukak lambung dan tukak duodeni.

b. Koma Hepatikum

Timbulnya koma hepatikum akibat dari faal hati yang sudah sangat rusak, sehingga hati tidak
dapat melakukan fungsinya sama sekali. Koma hepatikum mempunyai gejala karakteristik yaitu
hilangnya kesadaran penderita. Koma hepatikum dibagi menjadi dua, yaitu: Pertama koma
hepatikum primer, yaitu disebabkan oleh nekrosis hati yang meluas dan fungsi vital terganggu
seluruhnya, maka metabolism tidak dapat berjalan dengan sempurna. Kedua koma hepatikum
sekunder, yaitu koma hepatikum yang timbul bukan karena kerusakan hati secara langsung, tetapi
oleh sebab lain, antara lain karena perdarahan, akibat terapi terhadap asites, karena obat-obatan
dan pengaruh substansia nitrogen.

c. Peritonitis bacterial

Infeksi cairan ascites oleh satu jenis bakteri tanpa bukti infeksi sekunder intraabdominal.
Asimtomatis tetapi bisa timbul demam dan nyeri abdomen

d. Sindrom hepatorenal
Terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oliguria, peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya
kelainan organic ginjal. Hal ini bila berlanjut akan menyebabkan penurunan perfusi ginjal
sehingga akan menurunkan glomerulus.
DAFTAR PUSTAKA

1. Siti Nurdjanah. Sirosis Hepatis. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alvi I, Simadibrata MK, Setiati S
(eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 5th ed. Jakarta; Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Indonesia. 2009. Page 668-673.

2. Riley TR, Taheri M, Schreibman IR. Does weight history affect fibrosis in the setting of
chronic liver disease?. J Gastrointestin Liver Dis. 2009. 18(3):299-302.

3. Friedman SL. 2003. The celluler basic of hepatic fibrosis, mechanism and treatment strategies,
N Eng J Med, 328(25): 1828-1835

4. Iredale JP. 2003. Chirrhosis : new research provides a basis for rational and targeted treatment,
BMJ ; 327:143

5. Kumar V, Cotran R.S, dan Robbins S.L, 2007. Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi 7 Volume 2.
Jakarta : EGC. Pp : 671-72

6. Price S. A dan Wilson L.M., 2012. Patofisiologi : Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 6
Volume 1. Jakarta : EGC. Pp : 493-95

7. Sacher R A. and Mcpherson R.A. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium.
Jakarta : EGC. Pp : 373

Anda mungkin juga menyukai