Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit dalam adalah cabang dari spesialisasi kedokteran yang
menangani diagnosis dan penanganan organ dalam tanpa bedah pada pasien
dewasa.
Masa kehamilan merupakan masa dimana tubuh sangat membutuhkan
asupan makanan yang maksimal baik jasmani maupun rohani (selalu rileks
dan tidak stress).
Pada masa ini, ibu hamil sangat rentan terhadap menurunnya kemampuan
tubuh untuk bekerja secara maksimal. Ibu hamil juga akan sangat rentan
terhadap beberapa penyakit, seperti anemia, hipertensi.
Ibu hamil juga perlu mewaspadai penyakit bawaan yang dialaminya, agar
tidak terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya.

1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami pengaruh Diabetes Melitus dalam
kehamilan.
2. Untuk mengetahui dan memahami pengaruh Asma dalam kehamilan.
3. Untuk mengetahui dan memahami pengaruh Thypoid dalam kehamilan.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Diabetes Militus Dalam Kehamilan1
Penyakit diabetes terdapat pada sekitar 1% wanita usia reproduksi dan 12%
diantaranya akan menderita diabetes gestasional.
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia (meningkatanya kadar gula darah) yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya.

Gejala Umum dari Diabetes Melitus (DM)1


1. Banyak kencing (poliuria).
2. Haus dan banyak minum (polidipsia), lapar (polifagia).
3. Letih, lesu.
4. Penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya
5. Lemah badan, kesemutan, gatal, pandangan kabur, disfungsi ereksi pada
pria, dan pruritus vulvae pada wanita

Pembagian DM1
1. DM tipe 1
a. Kerusakan fungsi sel beta di pankreas
b. Autoimun, idiopatik
2. DM Tipe 2
Menurunnya produksi insulin atau berkurangnya daya kerja insulin atau
keduanya.
3. DM tipe lain:
Karena kelainan genetik, penyakit pankreas, obat, infeksi, antibodi,
sindroma penyakit lain.
4. DM pada masa kehamilan = Gestasional Diabetes

Pada DM dengan kehamilan, ada 2 kemungkinan yang dialami oleh Ibu:


1. Ibu tersebut memang telah menderita DM sejak sebelum hamil
2. Ibu mengalami/menderita DM saat hamil

Klasifikasi DM dengan Kehamilan menurut Pyke:


Klas I : Gestasional diabetes, yaitu diabetes yang timbul pada waktu
hamil dan menghilang setelah melahirkan.
Klas II : Pregestasional diabetes, yaitu diabetes mulai sejak sebelum
hamil dan berlanjut setelah hamil.
Klas III : Pregestasional diabetes yang disertai dengan komplikasi
penyakit pembuluh darah seperti retinopati, nefropati, penyakit
pemburuh darah panggul dan pembuluh darah perifer.

90% dari wanita hamil yang menderita Diabetes termasuk ke dalam kategori DM
Gestasional (Tipe II) dan DM yang tergantung pada insulin (Insulin Dependent
Diabetes Mellitus = IDDM, tipe I).

Diagnosis
Kriteria Diagnosis:
1. Gejala klasik DM + gula darah sewaktu 200 mg/dl. Gula darah sewaktu
merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memerhatikan
waktu makan terakhir. Atau:
2. Kadar gula darah puasa 126 mg/dl. Puasa diartikan pasien tidak mendapat
kalori tambahan sedikitnya 8 jam. Atau:
3. Kadar gula darah 2 jam pada TTGO 200 mg/dl. TTGO dilakukan dengan
Standard WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 g glukosa
anhidrus yang dilarutkan dalam air.1

Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994):


1. Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari
(dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani
seperti biasa.
2. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan,
minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan.
3. Diperiksa kadar glukosa darah puasa.

Reduksi Urine1
Pemeriksaan reduksi urine merupakan bagian dari pemeriksaan urine rutin yang
selalu dilakukan di klinik. Hasil yang (+) menunjukkan adanya glukosuria.
Beberapa hal yang perlu diingat dari
hasil pemeriksaan reduksi urine adalah:

1. Digunakan pada pemeriksaan pertama sekali untuk tes skrining, bukan untuk
menegakkan diagnosis
2. Nilai (+) sampai (++++)
3. Jika reduksi (+): masih mungkin oleh sebab lain, seperti: renal glukosuria,
obat-obatan, dan lainnya
4. Reduksi (++) kemungkinan KGD: 200 300 mg%
5. Reduksi (+++) kemungkinan KGD: 300 400 mg%
6. Reduksi (++++) kemungkinan KGD: 400 mg%
7. Dapat digunakan untuk kontrol hasil pengobatan
8. Bila ada gangguan fungsi ginjal, tidak bisa dijadikan pedoman.

Risiko Tinggi DM Gestasional :


1. Umur lebih dari 30 tahun
2. Obesitas dengan indeks massa tubuh 30 kg/m2
3. Riwayat DM pada keluarga (ibu atau ayah)
4. Pernah menderita DM gestasional sebelumnya
5. Pernah melahirkan anak besar > 4.000 gram
6. Adanya glukosuria
7. Riwayat bayi cacat bawaan
8. Riwayat bayi lahir mati
9. Riwayat keguguran
10. Riwayat infertilitas
11. Hipertensi

Komplikasi pada Ibu


1. Hipoglikemia, terjadi pada enam bulan pertama kehamilan
2. Hiperglikemia, terjadi pada kehamilan 20- 30 minggu akibat resistensi
insulin
3. Infeksi saluran kemih
4. Preeklampsi
5. Hidramnion
6. Retinopati
7. Trauma persalinan akibat bayi besar

Masalah pada bayi:


1. Abortus
2. Kelainan kongenital spt sacral agenesis, neural tube defek
3. Respiratory distress
4. Neonatal hiperglikemia
5. Makrosomia
6. Hipocalcemia
7. kematian perinatal akibat diabetik ketoasidosis
8. Hiperbilirubinemia

Penderita DM Gestasional mempunyai resiko yang tinggi terhadap kambuhnya


penyakit diabetes yang pernah dideritannya pada saat hamil sebelumnya.
Saran: 6-8 minggu setelah melahirkan, ibu tersebut melakukan test plasma
glukosa puasa dan OGTT 75 gram glukosa. Pasien gemuk penderita GDM,
sebaiknya mengontrol BB, karena diperkirakan akan menjadi DM dalam 20 tahun
Kemudian1

Prinsip Pengobatan DM:


1. Diet
2. Penyuluhan
3. Exercise (latihan fisik/olah raga)
4. Obat: Oral hipoglikemik, insulin
5. Cangkok pankreas

Tujuan Pengobatan:
1. Mencegah komplikasi akut dan kronik.
2. Meningkatkan kualitas hidup, dengan menormalkan KGD, dan dikatakan
penderita DM terkontrol, sehingga sama dengan orang normal.
3. Pada ibu hamil dengan DM, mencegah komplikasi selama hamil, persalinan,
dan komplikasi pada bayi.

Prinsip Diet1
1. Tentukan kalori basal dengan menimbang berat badan.
2. Tentukan penggolongan pasien: underweight (berat badan kurang), normal,
overweight (berat badan berlebih), atau obesitas (kegemukan) Persentase = BB
(kg)/(Tinggi Badan (cm) 100) X 100% Underweight: < 90% Normal: 90
110% Overweight: 110130% Obesitas: > 130%
3. Jenis kegiatan sehari hari; ringan, sedang, berat, akan menentukan jumlah
kalori yang ditambahkan. Juga umur dan jenis kelamin.
4. Status gizi
5. Penyakit penyerta
6. Serat larut dan kurangi garam
7. Kenali jenis makanan

Penyuluhan terpadu untuk penderita DM dan lingkungannya 1


1. Penyuluhan dari Dokter, Perawat dan ahli gizi - di beberapa RS sudah ada
Klinik Diabetes Terpadu.
2. Sasaran: Penderita, keluarga penderita, lingkungan
sosial penderita.

Obat DM
1. Meningkatkan jumlah insulin
a. Sulfonilurea (glipizide GITS, glibenclamide, dsb.)
b. Meglitinide (repaglinide, nateglinide)
c. Insulin injeksi
2. Meningkatkan sensitivitas insulin
a. Biguanid/metformin
b. Thiazolidinedione (pioglitazone, rosiglitazone)
3. Memengaruhi penyerapan makanan
a. Acarbose
b. Hati-hati risiko hipoglikemia berikan glukosa oral (minuman manis atau
permen)

Sasaran pengontrolan gula darah


1. Kadar gula darah sebelum makan 80- 120mg/dl
2. Kadar gula darah 2 jam sesudah makan < 140 mg/dl
3. Kadar HbA1c < 7%

Penanganan Diabetes pada Kehamilan


Kehamilan harus diawasi secara teliti sejak dini untuk mencegah komplikasi pada
ibu dan janin.
Tujuan utama pengobatan DM dengan hamil:
1. Mencegah timbulnya ketosis dan hipoglikemia.
2. Mencegah hiperglikemia dan glukosuria seminimal mungkin.
3. Mencapai usia kehamilan seoptimal mungkin.

Biasanya kebanyakan penderita diabetes atau DM gestasional yang ringan


dapat di atasi dengan pengaturan jumlah dan jenis makanan, pemberian anti
diabetik secara oral, dan mengawasi kehamilan secara teratur.
Karena 15-20% dari pasien akan menderita kekurangan daya pengaturan
glukosa dalam masa kehamilan, maka kelompok ini harus cepat-cepat
diidentifikasi dan diberikan terapi insulin. Bila kadar plasma glukosa sewaktu
puasa 105 mg/ml atau kadar glukosa setelah dua jam postprandial 120 mg/ml
pada dua pemeriksaan atau lebih, dalam tempo 2 (dua) minggu, maka dianjurkan
agar penderita diberikan terapi insulin. Obat DM oral kontraindikasi. Penentuan
dosis insulin bergantung pada: BB ibu, aktivitas, KGD, komplikasi yang ada.
Prinsip: dimulai dengan dosis kecil reguler insulin 3 kali sehari, dosis dinaikkan
bertahap sesuai respons penderita.1
Penyuntikan Insulin
1. Kenali jenis insulin yang ada, kandungan/ml (unit/ml).
2. Kenali jenis spuit insulin yang tersedia: 40 u/ml, 100 u/ml, 50u/0,5 ml.
3. Suntikan diberikan subkutan di deltoid, paha bagian luar, perut, sekitar
pusat.
4. Tempat suntikan sebaiknya diganti-ganti.
5. Suntikan diberikan secara tegak lurus.
6. Pasien segera diberi makan setelah suntikan diberikan. Paling lama
setengah jam setelah suntikan diberikan.
7. Kalau pasien suntik sendiri, harus dapat melihat dengan jelas angka pada
alat suntik.
8. Saat ini ada alat suntik bentuk pena dengan kontrol dosis yang lebih
mudah dan lebih tepat, dan mudah dibawa-bawa.

Bagaimana wanita dengan diabetes?


1. Dapat hamil dan punya anak sepanjang gula darah terkontrol.
2. Disarankan memilih kontrasepsi dengan kadar estrogen rendah.
3. Dapat memakai pil tambahan hormon progesteron.
4. IUD dapat menimbulkan risiko infeksi.

Tanda Komplikasi DM1


1. Makrovaskular: stroke, penyakit jantung koroner, ulkus/ gangren.
2. Mikrovaskular: retina (retinopati) dan ginjal (gagal ginjal kronik), syaraf
(stroke, neuropati).
3. Koma: hiperglikemi, hipoglikemi, stroke.

2.2 Asma Pada Kehamilan

A. Definisi
Asma adalah penyakit paru kronis yang melibatkan berbagai varietas
immune sistem cell, yang menyebabkan timbulnya respon bronkus berupa
wheezing, dyspne, batuk, dan dada terasa berat
B. Patofisiologi
Asma adalah peradangan kronik saluran nafas dengan herediter utama.
Peningkatan respon saluran nafas dan peradangan berhubungan dengan
gen pada kromosom 5, 6, 11, 12, 14, & 16 termasuk reseptor IgE yang
afinitasnya tinggi, kelompok gen sitokin dan reseptor antigen T-cell
sedangkan lingkungan yang menjadi allergen tergantung individu masing-
masing seperti influenza atau rokok. Asma merupakan obstruksi saluran
nafas yang reversible dari kontraksi otot polos bronkus, hipersekresi
mukus dan edem mukosa. Terjadi peradangan di saluran nafas dan menjadi
responsive terhadap beberapa rangsangan termasuk zat iritan, infeksi virus,
aspirin, air dingin dan olahraga. Aktifitas sel mast oleh sitokin menjadi
media konstriksi bronkus dengan lepasnya histamine, prostaglandin D2
dan leukotrienes. Karena prostaglandin seri F dan ergonovine dapat
menjadikan asma, maka penggunaannya sebagai obat obat dibidang
obstetric sebaiknya dapat dihindari jika memungkinkan.

C. Pemeriksaan
1. Riwayat
Pasien dengan riwayat asma yang telah berlangsung sejak lama
ditanya sejak kapan, derajat serangan-serangan sebelumnya.
Penggunaan kortikosteroid yang telah lalu, riwayat sering dirawat di
rumah sakit, riwayat ventilasi mekanik yang pernah dialami, atau
perawatan di ruang rawat darurat yang baru dialami dapat memberikan
petunjuk bagi adanya serangan lebih parah atau membandel yang
membutuhkan perawatan di rumah sakit.
2. PemeriksaanFisik
Serangan yang parah dicurigai dari adanya sesak nafas pada waktu
istirahat, kesulitan mengucapkan kalimat, diaforesis atau penggunaan
otot-otot pernafasan tambahan. Kecepatan respirasi lebih besar dari 30
kali/menit, nadi berdenyut lebih cepat dari 120 kali/menit dan pulsus
paradoksus yang lebih besar dari 18 mmHg menunjukkan serangan
berat yang berbahaya. Gejala yang ditemui : wheezing sedang sampai
bronkokonstriksi berat.
3. Pemeriksaan-pemeriksaan Laboratorium
a. Spirometri
Pengukuran yang objektif terhadap aliran udara sangat penting
dalam evaluasi dan terapi terhadap serangan. Perawatan di rumah
sakit dianjurkan bila FEV1 inisial kurang dari 30% dari harga
normal atau tidak meningkat hingga paling sedikit 40% dari harga
normal setelah diberikan terapi kuat selama 1 jam.
b. Gas-gas Darah Arteri (GDA)
Ketimpangan ventilasi dan perfusi (ketimpangan V/Q) akibat
obstruksi jalan nafas akan menimbulkan peningkatan selisih
tekanan oksigen alveolar-arterial [P(A-a) O2] yang berkorelasi
secara kasar dengan keparahan serangan. Tekanan oksigen arterial
Pa O2) kurang dari 60 mmHg bisa merupakan tanda suatu serangan
akut atau keadaan yang menyulitkan.
c. Foto Thorax
Foto Thorax perlu dilakukan ringan. Pertimbangkan usia
kehamilan

D. Pengaruh Asma Terhadap Kehamilan


Asma sewaktu kehamilan terutama asma yang berat dan tidak terkontrol
dapat menyebabkan peningkatan resiko komplikasi perinatal seperti
preeklampsi, kematian perinatal, prematur dan berat badan lahir rendah.
Pada asma yang sangat berat dapat mengakibatkan kematian ibu.
Mekanisme yang dapat menerangkan ini adalah hipoksia akibat dari asma
yang tidak terkontrol, akibat pengobatan asma, atau faktor patogenetis.

E. Pengaruh kehamilan terhadap asma


a. Perubahan fisiologis selama kehamilan
Tujuan utama pemeliharaan pada wanita hamil penderita asma adalah
oksigen yang adekuat untuk ibu dan janin terutama saat proses
kelahiran.
1) Endocrine
Terjadi perubahan pada level estrogen, progesterone dan kortisol.
Dimana hormone estrogen meningkat tinggi pada trimester pertama,
peningkatan estrogen merangsang pembentukan sel darah merah
terjadi kenaikan volume darah untuk memperdarahi uterus dan janin.
Progesteron meningkat pada trimester pertama, peningkatan ini
menstimulasi pusat pernafasan dan relaksasi otot polos vascular.
Namun progesterone tidak menyebabkan relaksasi otot polos bronchus.
2) Kardiovaskular
Volume darah meningkat sebagai respon dari peningkatan plasma
volume dan sel darah merah. Peningkatan sel darah merah tidak
sebanyak volume plasma yang mengakibatkan anemia.
Kardiak Output meningkat dan denyut jantung bertambah 10 -20
denyut per menit. Range perubahan kardiak output ini berkisar 30-60%
yang artinya perubahan kardiak output ini juga dipengaruhi posisi.
3) Sistem Pernafasan
Sistem pernafasan juga mengalami perubahan selama kehamilan baik
anatomi dan fisiologi. Perubahan ini meliputi penyesuaian dinding
dada, kenaikan diafragma, progesterone menginduksi pusat pernafasan.
Perubahan ini menyebabkan perubahan ukuran fungsi dari paru
paru(3). Peningkatan nilai Pa O2 (100 105 mmHg) dan penurunan Pa
CO2 (32 34 mmHg) adalah akibat dari peningkatan ventilasi semenit
selama kehamilan. Peningkatan ini karena efek dari peningkatan
progesteron.

F. Terapi
Kesuksesan manajemen asma selama kehamilan membutuhkan kerjasama
antara ahli obstetri, bidan, dokter dan perawat khusus asma dan pasien
sendiri. Terapi farmakologi asma selama kehamilan tidak mempunyai
perbedaan dengan terapi asma pada wanita yang tidak hamil.
Idealnya, selama kehamilan adalah tidak menggunakan terapi obat-obatan
terutama selama trimester pertama karena dapat menyebabkan terjadinya
kelainan kongenital. Edukasi dan pencegahan lebih diutamakan untuk
pasien asma dalam kehamilan. Kelainan genetik dan kromosom terdapat
pada 25% dari kelainan kongenital. Sekitar 1% dari seluruh kelainan
kongenital berhubungan dengan pemakaian obat-obatan. Penyebab 65%
kelainan kongenital belum diketahui.
G. Obat-obatan Spesifik Asma selama Kehamilan.
1. Pengobatan Profilaksis
Beklometason dianjurkan sebagai pilihan kortikosteroid inhalasi
selama kehamilan karena pengalaman yang lebih banyak dalam
penggunaannya yang telah dipublikasikan. Ini disebabkan karena tidak
ditemukannya kelainan teratogenik pada bayi dari ibu hamil yang
menggunakannya, walaupun efek teratogenik pada hewan ditemukan.
Selain itu, buesonid juga dapat diberikan sebagai pilihan untuk wanita
hamil.
2. Kortikosteroidsistemik
Kortikosteroid sistemik dapat diberikan kepada pasien asma untuk
pengobatan asma berat selama kehamilan. Walaupun demikian
kemungkinan terjadinya efek yang merugikan harus tetap diperhatikan.
Pada penelitian hewan ditemukan adanya efek teratogenik berupa oral
cleft. Pada suatu penelitian case controle 20.830 bayi dengan kelainan
kongenital didapatkan tidak adanya perbedaan yang signifikan
terhadap pemberian kortikosteroid pada wanita hamil yang mendapat
bayi dengan kelainan dan yang tidak mendapat kelainan.
Jika membutuhkan kortikosteroid sistemik, dianjurkan pemberian
prednison atau metilprednisolon karena preparat ini dimetabolisme di
plasenta dan hanya 10% obat aktif yang dapat mencapai janin. Pada
penelitian lain dinyatakan bahwa prednison dengan dosis 10 mg
selama kehamilan berhubungan dengan berat badan lahir rendah
(BBLR), tetapi prednison 5 10 mg untuk waktu singkat pada
kehamilan kurang dari 24 minggu tidak. Disimpulkan kortikosteroid
sistemik hendaklah dipergunakan secara selektif, hanya untuk kasus
asma berat dan tidak digunakan secara kontiniu, disebabkan efek
samping dari pemberian kortikosteroid sistemik yaitu preeklampsi,
prematur, berat badan lahir rendah dan kelainan kongenital berupa oral
cleft selama trimester pertama kehamilan.
3. Antibiotik
Antibiotik kemungkinan diperlukan untuk pengobatan infeksi oleh
bakteri pada penderita asma selama kehamilan. Penisilin, eritromisin
dan sefalosporin aman digunakan selama kehamilan.

H. Langkah Penatalaksanaan Asma Akut Pada Kehamilan


1. Pemeriksaan terhadap Penderita
Penatalaksanaan asma akut dalam kehamilan dimulai dengan
pemeriksaan yang teliti. Dari anamnesa didapat mengenai berapa lama
sudah terjadi serangan, apakah ada tanda-tanda infeksi pernafasan,
pengobatan terdahulu terutama teofilin dan kortikosteroid, serta
riwayat gagal nafas dan intubasi.
Dari pemeriksaan fisik didapat penggunaan otot asesori, pulsus
paradoxus > 12 mmHg, tidak dapat berada dalam posisi tidur, pulsasi
nadi > 120 kali permenit dan laju pernafasan > 30 kalipermenit.
Pengukuran aliran ekspirasi (PEFR atau FEV1) dan analisa gas darah
arteri harus didapatkan pada wanita hamil dengan serangan asma akut.
(nilai normal PEFR > 200 liter/menit atau FEV1 > 1 liter/menit). Nilai
saturasi oksigen < 95% biasanya menandakan PO2 < 60 mmHg.
Karena itu jika nilai saturasi oksigen < 95 mmHg maka analisa gas
darah arteri harus diperoleh.

2. Terapi Emergensi
Diberikan terapi oksigen 3 4 liter/menit dengan nasal cannula untuk
mempertahankan Pa O2 > 70 mmHg. Pemberian cairan intra vena
yang mengandung glukosa jika pasien tidak hiperglikemi dapat
diberikan. Inhalasi 2 agonis (terbutalin 2 mg) adalah pilihan
bronkodilator untuk asma akut pada wanita hamil seperti terhadap
pasien yang tidak hamil. Pemberian inhalasi dapat diulang sampai 3
kali, dengan jarak 20 30 menit. 2 agonis subkutan (terbutalin 0,25
mg) dapat diberikan jika pemberian inhalasi tidak menunjukkan
perbaikan. Kortikosteroid parenteral yaitu metilprednisolon harus
diberi pada pasien yang sebelumnya diterapi dengan kortikosteroid.
Juga diberi pada penderita yang tidak respon terhadap 2 agonis
setelah 1 jam pemberian dan menunjukkan obstruksi yang berat (PEFR
< 200 liter/menit atau FEV1 <40% nilai prediksi). Dosis yang
dianjurkan adalah 1 mg/kg BB metilprednisolon setiap 6 8 jam.

2.3 Typoid Pada Kehamilan


A. Definisi Thypoid
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari
penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis.(3)

B. Typoid Abdominalis
Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya
mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari 7 hari,
gangguan pada saluran cerna, gangguan kesadaran, dan lebih banyak
menyerang pada anak usia 12 13 tahun (70% 80% ), pada usia 30 40
tahun (10%-20%) dan diatas usia pada anak 12-13 tahun sebanyak ( 5%-
10% ).(3)
Pada paratipus jenistipus yang lebih ringan mungkin sesekali
mengalami buang-buang air. Jika diamati, lidah tampak berselaput putih
susu, bagian tepinya merah terang. Bibir kering, dan kondisi fisik tampak
lemah, serta nyata tampak sakit. Jika sudah lanjut, mungkin muncul gejala
kuning, sebab pada tipus organ hati bias membengkak seperti gejala
hepatitis. Pada tipus limpa juga membengkak. Kuman tipus tertelan lewat
makanan atau minuman tercemar.Bisa jadi sumbernya dari pembawa
kuman tanpa ia sendiri sakit tipus.(4)

C. Patofisiologis
Kuman salmonella typhi masuk tubuh manusia melalui mulut dengan
makanan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam
lambung. Sebagian lagi masuk ke usus halus. Kuman salmonella typhi
kemudian menembus ke lamina propia, masuk aliran limfe dan mencapai
kelenjar limfe mesenterial. Setelah melewati kelenjar-kelenjar limfe,
salmonella typhi masuk aliran darah melalui ductus thoracicus. Endotoksin
salmonella typhi berperan pada patogenesis demam tifoid, karena
membantu terjadinya proses inflamasi lokal pada jaringan tempat
salmonella typhi berkembang biak. Demam tifoid disebabkan karena
salmonella typhi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan penglepasan
zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.(3)

D. Etiologi
Salmonella thyposa, basil gram negative yang bergerak dengan bulu
getar, tidak berspora mempunyai sekurang kurangnya antigen yaitu :
1. Antigen O (somatic, terdiri dari zat komplekipolisakarida)
2. Antigen H (flagella)
3. Antigen V1 dan protein membrane hialin salmonella parathypi A.
Salmonella parathypi A, salmon.(3)

E. Gejala Klinis
Panas badan yang semakin hari bertambah tinggi terutama pada sore dan
malam hari. Terjadi selama 7 10 hari, kemudian panasnya menjadi
konstan dan kontinyu, umumnya paginya sudah baikkan, namun ketika
menjelang malam kondisi mulai menurun lagi.
Fase awal timbulnya gejala lemah, sakit kepala, infeksi tenggorokan, rasa
tidak enak di perut, sembelit atau terkadang sulit buang air besar, dan diare.
Pada keadaan yang berat penderita bertambah sakit dan kesadaran mulai
menurun.(3)

F. Faktor Resiko
Penyakit typus dapat ditularkan melalui makanan yang tercemar dengan
kuman typus. Bila sering menderita penyakit ini kemungkinan besarma
kanan atau minuman yang dikonsumsi tercemar bakterinya. Hindari jajanan
di pinggir jalan terlebih dahulu. Atau telur ayam yang dimasak setengah
matang pada kulitnya tercemar tinja ayam yang mengandung bakteri typus,
salmonella thyposa, kotoran, atau air kencing.(3)
G. Upaya Pencegahan
Untuk mencegah agar terhindar dari penyakit ini, kini sudah ada Vaksin
Tipes atau Tifoid yang disuntikkan atau secara minum obat dan dapat
melindungi dalam waktu 3 tahun. Atau dapat dengan cara :
1. Usaha terhadap lingkunagan hidup :
a. Penyadiaan air minum yang memenuhi
b. Pembuangan BAB dan BAK yang memenuhi Pemberantasan lalat
c. Pengawasan terhadap rumah rumah dan penjualan makanan
2. Usaha terhadapmanusia:
a. Imunisasi
b. Pendidikan kesehatan pada masyarakat seperti hygiene sanitasi,
personal.

H. Teraphy / Pengobatan
Penyakit ini tidak terlalu parah, namun sangat mengganggu aktifitas.
Yang sangat dibutuhkan adalah istirahat total selama beberapa minggu
bahkan bulan. Bagi orang yang sangat aktif, hal ini sangat menderita. Yang
perlu diperhatikan pasca terkena tipes adalah pola makan yang benar.
Misalnya harus lunak, terapkan makan lunak sampai batas yang telah
ditentukan dokter, kemudian makanan yang berminyak, pedas, asam, spicy
hindari. Kurangi kegiatan yang terlalu menguras tenaga. Kemudian untuk
menjaga stamina bias diberikan Kapsul Tapak (sesuai ketentuan dokter)
Liman 3 x 2 Kaps/hr, Kaps Daun sendok 3 x 2 Kaps.hr, dan Patikan Kebo
3 x 1 Kaps/hr, (untuk membantu mempercepat penyembuhan luka diusus
akibat Typus).
Pengobatan pada penderita ini meliputi tirah baring, diet rendah serat
tinggi kalori dan protein, obat-obatan berupa antibiotika, serta pengobatan
terhadap komplikasi yang mungkin timbul. Obat untuk penyakit Types
adalah antibiotic golongan Chloramphenikol, Thiamphenikol,
Ciprofloxacin dll, yang diberikan selama 7 10 hari. Lamanya pemberian
antibiotika ini harus cukup sesuai resep yg dokter berikan. Jangan
dihentikan bila gejala demam atau lainnya sudah reda selama 3-4 hari
minum obat. Obat harus diminum sampai habis ( 7 10 hari ). Bila tidak,
maka bakteri Tipes yg ada di dalam tubuh pasien belum mati semua dan
kelak akan kambuh kembali.(3)

I. Pengobatan demam tifoid pada wanita hamil adalah:


Tidak semua obat antimikroba yang biasanya digunakan untuk
pengobatan demam tifoid dapat diberikan pada wanita hamil.
Kloramfenikol tidak boleh diberikan pada trimester ketiga kehamilan,
karena dapat menyebabkan partus prematur, kematian fetus intrauterin dan
grey syndrome pada neonatus.
Tiamfenikol tidak dianjurkan untuk digunakan pada trimester
pertama kehamilan, karena kemungkinan efek teratogenik terhadap fetus
pada manusia belum dapat disingkirkan. Pada kehamilan yang lebih lanjut,
tiamfenikol dapat diberikan..
Ampisilin, amoksisilin dan sefalosporin generasi ketiga aman
untuk wanita hamil dan fetus, kecuali bila pasien hipersensitif terhadap
obat tersebut.
Ko-trimoksazol dan fluorokinolon tidak boleh diberikan pada
wanita hamil.(4)

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia (meningkatanya kadar gula darah) yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya.
Asma adalah penyakit paru kronis yang melibatkan berbagai varietas
immune sistem cell, yang menyebabkan timbulnya respon bronkus berupa
wheezing, dyspne, batuk, dan dada terasa berat
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari
penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis.

Anda mungkin juga menyukai