Anda di halaman 1dari 31

1

BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 KONSEP DASAR FRAKTUR


1.1.1 Definisi Fraktur
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang
bersifat total maupun sebagian. (Muttaqin, Arif. 2008).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang dan jaringan lunak
disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau
tidak lengkap (Price & Wilson, 2006).
Fraktur atau patah tulang merupakan terputusnya kontinuitas jaringan
tulang dan atau rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Sjamsuhidayat,
2005).
Fraktur Tibia Fibula adalah terputusnya kontinuitas batang tibia fibula
yang bisa terjadi akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari
ketinggian), dan biasanya lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa. Patah pada
daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan
pendertia jatuh dalam syok (FKUI, 2005).
Jadi dapat di simpulkan bahwa, fraktur tibia fibula adalah terputusnya
kontinuitas jaringan tulang/batang tibia fibula yang disebabkan oleh
trauma/rudapaksa secara langsung maupun tidak langsung yang ditentukan jenis
dan luasnya trauma.
1.1.2 Klasifikasi Fraktur
1.1.2.1 Berdasarkan sifat fraktur
1) Fraktur tertutup
Apabila fagmen tulang yang patah tidak tampak dari luar. Tidak
menyebabkan robeknya kulit.
2) Fraktur terbuka
Apabila fragmen tulang yang patah tampak dari luar. Merupakan fraktur
dengan luka pada kulit atau mebran mukosa sampai ke patahan kaki. Fraktur
terbuka terbagi atas tiga derajat, yaitu :

1
2

(1) Derajat I: Luka < 1 cm, Kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda
luka remuk, Fraktur sederhana, tranversal, oblik, atau kominutif ringan,
Kontaminasi minimal.
(2) Derajat II: Laserasi > 1 cm, Kerusakan jaringan lunak, tidak luas,
flap/avulse, Fraktur kominutif sedang, Kontaminasi sedang.
(3) Derajat III: Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur
kulit, otot. dan neurovascular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur
derajat tiga terbagi atas :
a) Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun terdapat
laserasi luas/flap/avulse atau fraktur segmental/sangat kominutif yang
disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa melihat besarnya ukuran
luka.
b) Kehilangann jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar atau
kontaminasi massif.
c) Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa
melihat kerusakan jaringan lunak.

Gambar 1.1 Jenis fraktur pada tulang Femur


3

Gambar 1.2 Fraktur Femur

1.1.2.2 Berdasarkan komplit / tidak komplit fraktur


1) Fraktur komplit
Patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran
bergeser dari posisi normal)
2) Fraktur inkomplit
Patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang. Misal : Hair line
fraktur, Green stick(fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi yang
lain membengkok)
3) Berdasarkan bentuk garis patah & hubungan dengan mekanisme trauma:
4

(1) Fraktur transversal: Arah melintang dan merupakan akibat trauma angulasi
/ langsung
(2) Fraktur oblik: Arah garis patah membentuk sudut terhadap sumbu tulang
dan merupakan akibat dari trauma langsung
(3) Fraktur spiral: Arah garis patah spiral dan akibat dari trauma rotasi
(4) Fraktur kompresi: Fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi
pada tulang belakang)
4) Istilah lain
(1) Fraktur komunitif: Fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen
(2) Fraktur depresi: Fraktur dengan bentuk fragmen terdorong ke dalam
(sering terjadi pada tulang tengkorak dan tulang wajah).
(3) Fraktur patologik: Fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit
(kista tulang, tumor, metastasis tulang).
(4) Fraktur avulse: Tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendon pada
perlekatannya.
(5) Fraktur Greensick: Fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi
lainnya membengkok.
(6) Fraktur Epfiseal: Fraktur melalui epifisis
(7) Fraktur Impaksi: Fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen
tulang lainnya.
1.1.3 Anatomi dan Fisiologi
1.1.3.1 Anatomi
Tulang adalah jaringan yang kuat dan tangguh yang memberi bentuk pada
tubuh. Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung dan
melindungi organ lunak, terutama dalam tengkorak dan panggul. Tulang
membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk
melekatnya otot-otot yang menggerakan kerangka tubuh. Tulang juga merupakan
tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsiumdan fosfat (Price dan
Wilson, 2006). Berikut adalah gambar anatomi tulang manusia :
5

Gambar 1.3 Anatomi Tulang


Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan
tempat untuk melekatnya otot- otot yang menggerakan kerangka tubuh. Tulang
juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan
fhosfat. Tulang rangka orang dewasa terdiri atas 206 tulang. Tulang adalah
jaringan hidup yang akan suplai syaraf dan darah. Tulang banyak mengandung
bahan kristalin anorganik (terutama garam- garam kalsium ) yang membuat tulang
keras dan kaku., tetapi sepertiga dari bahan tersebut adalah fibrosa yang
membuatnya kuat dan elastis (Price dan Wilson, 2006).
Tulang ekstrimitas bawah atau anggota gerak bawah dikaitkan pada batang
tubuh dengan perantara gelang panggul terdiri dari 31 pasang antra lain: tulang
koksa, tulang femur, tibia, fibula, patella, tarsalia, meta tarsalia, dan falang (Price
dan Wilson, 2006).
1) Tulang Koksa (tulang pangkal paha)
OS koksa turut membentuk gelang panggul, letaknya disetiap sisi dan di
depan bersatu dengan simfisis pubis dan membentuk sebagian besar tulang
pelvis.
2) Tulang Femur ( tulang paha)
Merupakan tulang pipa dan terbesar di dalam tulang kerangka pada bagian
6

pangkal yang berhubungan dengan asetabulum membentuk kepala sendi


yang disebut kaput femoris, disebelah atas dan bawah dari kolumna femoris
terdapat taju yang disebut trokanter mayor dan trokanter minor. Dibagian
ujung membentuk persendian lutut, terdapat dua buah tonjolan yang disebut
kondilus lateralis dan medialis. Diantara dua kondilus ini terdapat lakukan
tempat letaknya tulang tempurung lutut (patella) yang di sebut dengan fosa
kondilus.
3) Osteum tibialis dan fibularis (tulang kering dan tulang betis) Merupakan
tulang pipa yang terbesar sesudah tulang paha yang membentuk persendian
lutut dengan OS femur, pada bagian ujungnya terdapat tonjolan yang disebut
OS maleolus lateralis atau mata kaki luar. OS tibia bentuknya lebih kecil
dari pada bagian pangkal melekat pada OS fibula pada bagian ujung
membentuk persendian dengan tulang pangkal kaki dan terdapat taju
yang disebut OS maleolus medialis. Agar lebih jelas berikut gambar
anatomi os tibia dan fibula.

Gambar 1.4 Anatomi Tibia dan Fibula


4) Tulang tarsalia (tulang pangkal kaki)
Dihubungkan dengan tungkai bawah oleh sendi pergelangan kaki, terdiri
dari tulang-tulang kecil yang banyaknya 5 yaitu sendi talus, kalkaneus,
navikular, osteum kuboideum, kunaiformi.
5) Meta tarsalia (tulang telapak kaki)
Terdiri dari tulang- tulang pendek yang banyaknya 5 buah, yang masing-
masing berhubungan dengan tarsus dan falangus dengan perantara sendi.
6) Falangus (ruas jari kaki)
7

Merupakan tulang-tulang pipa yang pendek yang masing-masingterdiri


dari 3 ruas kecuali ibu jari banyaknya 2 ruas, pada metatarsalia bagian ibu
jari terdapat dua buah tulang kecil bentuknya bundar yang disebut tulang
bijian (osteum sesarnoid).
1.1.3.2 Fisiologi
Sistem musculoskeletal adalah penunjang bentuk tubuh dan peran dalam
pergerakan. Sistem terdiri dari tulang sendi, rangka, tendon, ligament, bursa, dan
jaringan-jaringan khusus yang menghubungkan struktur tersebut (Price dan
Wilson, 2006). Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis
sel antara lain : osteoblast, osteosit dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang
dengan membentuk kolagen tipe 1 dan proteoglikan sebagai matriks tulang dan
jaringan osteoid melalui suatu proses yang di sebut osifikasi. Ketika sedang aktif
menghasilkan jaringan osteoid , osteoblas mengsekresikan sejumlah besar
fosfatase alkali, yang memegang peran penting dalam mengendapkan kalsium dan
fosfat kedalam matriks tulang, sebagian fosfatase alkali memasuki aliran darah
dengan demikian maka kadar fosfatase alkali di dalam darah dapat menjadi
indikator yang baik tentang tingkat pembentukan tulang setelah mengalami patah
tulang atau pada kasus metastasis kanker ke tulang.
Ostesit adalah sel- sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan
untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat. Osteklas adalah sel-sel besar
berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat di absorbsi.
Tidak seperti osteblas dan osteosit, osteklas mengikis tulang. Sel-sel ini
menghsilkan enzim-enzim proteolotik yang memecahkan matriks dan beberapa
asam yang melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke
dalam aliran darah.
Secara umum fungsi tulang menurut Price dan Wilson (2006) antara lain:
1) Sebagai kerangka tubuh.
Tulang sebagai kerangka yang menyokong dan memberi bentuk tubuh.
2) Proteksi
Sistem musculoskeletal melindungi organ- organ penting, misalnya otak
dilindungi oleh tulang-tulang tengkorak, jantung dan paru-paru terdapat
pada rongga dada (cavum thorax) yang di bentuk oleh tulang-tulang
kostae (iga).
8

3) Ambulasi dan Mobilisasi


Adanya tulang dan otot memungkinkan terjadinya pergerakan tubuh dan
perpindahan tempat, tulang memberikan suatu system pengungkit yang di
gerakan oleh otot- otot yang melekat pada tulang tersebut ; sebagai suatu
system pengungkit yang digerakan oleh kerja otot- otot yang melekat
padanya.
4) Deposit Mineral
Sebagai reservoir kalsium, fosfor,natrium,dan elemen- elemen lain.
Tulang mengandung 99% kalsium dan 90% fosfor tubuh.
5) Hemopoesis
Berperan dalam bentuk sel darah pada red marrow. Untuk menghasilkan
sel- sel darah merah dan putih dan trombosit dalam sumsum merah
tulang tertentu.
1.1.4 Penyebab
Penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga yaitu :
1.1.4.1 Cedera traumatic
1) Cedera langsung, berarti pukulan langsung pada tulang sehingga tulang
patah secara spontan.
2) Cedera tidak langsung, berarti pukulan langsung berada jauh dari
benturan, misalnya jatuh dengan tangan menjulur dan menyebabkan
fraktur klavikula.
3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras dari otot yang kuat.
1.1.4.2 Fraktur patologik
Fraktur patologik yaitu fraktur yang terjadi pada tulang disebabkan oleh
melelehnya struktur tulang akibat proses patologik. Proses patologik dapat
disebabkan oleh kurangnya zat-zat nutrisi seperti vitamin D, kaslsium, fosfor,
ferum. Factor lain yang menyebabkan proses patologik adalah akibat dari proses
penyembuhan yang lambat pada penyembuhan fraktur atau dapat terjadi akibat
keganasan. Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit, dimana dengan
trauma minor dapat mengakibatkan fraktur, dapat juga terjadi pada keadaan :
1) Tumor tulang (jinak atau ganas).
2) Infeksi seperti osteomielitis.
9

3) Rakhitis, suatu penyakti tulang yang disebabkan oleh devisiensi vitamin D


yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain.
1.1.4.3 Secara spontan, disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus
misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas di kemiliteran
1.1.5 Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas
untuk menahan tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar
dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang
mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi
fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan
jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena
kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan
tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami
nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn
vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. ini
merupakan dasar penyembuhan tulang (Sjamsuhidayat: 2011).
Trauma merupakan penyebab mayoritas dari fraktur baik trauma karena
kecelakaan bermotor maupun jatuh dari ketinggian menyebabkan rusak atau
putusnya kontinuitas jaringan tulang. Selain itu keadaan patologik tulang seperti
Osteoporosis yang menyebabkan densitas tulang menurun, tulang rapuh akibat
ketidakseimbangan homeostasis pergantian tulang dan kedua penyebab di atas
dapat mengakibatkan diskontinuitas jaringan tulang yang dapat merobek
periosteum dimana pada dinding kompartemen tulang tersebut terdapat saraf-saraf
sehingga dapat timbul rasa nyeri yang bertambah bila digerakkan.
Fraktur dibagi 3 grade menurut kerusakan jaringan tulang, yaitu
1) Grade I menyebabkan kerusakan kulit,
2) Grade II fraktur terbuka yang disertai dengan kontusio kulit dan otot
terjadi edema pada jaringan.
3) Grade III kerusakan pada kulit, otot, jaringan saraf dan pembuluh darah.
Pada grade I dan II kerusakan pada otot/jaringan lunak dapat menimbulkan
nyeri yang hebat karena ada spasme otot. Pada kerusakan jaringan yang luas pada
kulit otot periosteum dan sumsum tulang yang menyebabkan keluarnya sumsum
10

kuning yang dapat masuk ke dalam pembuluh darah sehingga mengakibatkan


emboli lemak yang kemudian dapat menyumbat pembuluh darah kecil dan dapat
berakibat fatal apabila mengenai organ-organ vital seperti otak jantung dan paru-
paru, ginjal dan dapat menyebabkan infeksi. Gejala sangat cepat biasanya terjadi
24 sampai 72 jam. Setelah cidera gambaran khas berupa hipoksia, takipnea,
takikardi. Peningkatan isi kompartemen otot karena edema atau perdarahan,
mengakibatkan kehilangan fungsi permanen, iskemik dan nekrosis otot saraf
sehingga menimbulkan kesemutan (baal), kulit pucat, nyeri dan kelumpuhan. Bila
terjadi perdarahan dalam jumlah besar dapat mengakibatkan syok hipovolemik.
Tindakan pembedahan penting untuk mengembalikan fragmen yang hilang
kembali ke posisi semula dan mencegah komplikasi lebih lanjut. Selain itu bila
perubahan susunan tulang dalam keadaan stabil atau beraturan maka akan lebih
cepat terjadi proses penyembuhan fraktur dapat dikembalikan sesuai letak
anatominya dengan gips.
Trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya
kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta
saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.
Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di
rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang
patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon
inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan
infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses
penyembuhan tulang nantinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur :
1) Faktor Ekstrinsik: Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang
yang tergantung terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat
menyebabkan fraktur.
2) Faktor Intrinsik: Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang
menentukan daya tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi
dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.
11

1.1.6 Web Of Caution (WOC)


12

1.1.7 Manifestasi Klinis


Menurut (Smeltzer & Bare: 2004), manifestasi klinis fraktur adalah nyeri,
hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ektremitas, krepitus, pembengkakan
lokal, dan perubahan warna yang dijelaskan secara rinci sebagai berikut:
1) Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2) Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran fragmen pada
fraktur lengan dan tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba)
ektremitas yang bisa diketahui dengan membandingkannya dengan ektremitas
normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal
otot tergantung pada integritasnya tulang tempat melekatnya otot.
3) Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering
saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).
4) Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan
lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang
lebih berat.
Menurut (Corwin: 2009) juga menyebutkan dan menjelaskan bahwa
manifestasi klinis dari fraktur adalah sebagai berikut :
1) Nyeri, biasanya patah tulang traumatik dan cedera jaringan lunak. Spasme
otot dapat terjadi setelah patah tulang dan menimbulkan nyeri aktivitas dan
berkurang dengan istirahat. Fraktur patologis mungkin tidak disertai nyeri.
2) Posisi tulang atau ekstremitas yang tidak alami mungkin tampak jelas.
3) Pembengkakan di sekitar tempat fraktur akan menyertai proses inflamasi.
4) Gangguan sensasi atau kesemutan dapat terjadi, yang menandakan kerusakan
saraf. Denyut nadi di bagian distal fraktur harus utuh dan sama dengan bagian
nonfraktur. Hilangnya denyut nadi di sebelah distal dapat menandakan
sindrom kompartemen.
13

5) Krepitus (suara gemeretak) dapat terdengar saat tulang digerakkan karena


ujung ujung patahan tulang bergeser satu sama lain.
1.1.8 Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Lukman & nurna ningsih: 2009) pemeriksaan diagnostik yaitu:
1.1.8.1 Pemeriksaan rontgen: menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma dan jenis
fraktur.
1.1.8.2 Scan tulang, tomogram, CT scan/MRI: memperlihatkan tingkat keparahan
tulang fraktur, juga dapat mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
1.1.8.3 Atreriogram: dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan vaskular.
1.1.8.4 Hitung darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi)atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada
multipel trauma).
1.1.8.5 Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
1.1.8.6 Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi
multipel, atau cidera hati. Golongan darah, dilakukan sebagai persiapan
transfusi darah jika ada kehilangan darah yang bermakna akibat cedera
atau tindakan pembedahan.
1.1.9 Komplikasi
Menurut Sylvia and Price 2006, komplikasi yang biasanya ditemukan
antara lain :
1.1.9.1 Komplikasi Awal
1) Kerusakan Arteri:
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi,
CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada
ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi
pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
2) Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh
darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu
kuat.
14

3) Fat Embolism Syndrom


Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi
pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang
dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat
oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan,
tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.
4) Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan
bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
5) Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkmans Ischemia.
6) Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini
biasanya terjadi pada fraktur.
1.1.9.2 Komplikasi Dalam Waktu Lama
1) Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan
waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena
penurunan supai darah ke tulang.
2) Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai
dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi
palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.
3) Malunion
15

Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya


tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan
pembedahan dan reimobilisasi yang baik.
1.1.10 Penatalaksanaan Fraktur
1.1.10.1 Rekognisi (Pengenalan )
Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, harus jelas untuk menentukan
diagnosa dan tindakan selanjutnya. Contoh, pada tempat fraktur tungkai akan
terasa nyeri sekali dan bengkak. Kelainan bentuk yang nyata dapat menentukan
diskontinuitas integritas rangka. fraktur tungkai akan terasa nyeri sekali dan
bengkak.
1.1.10.2 Reduksi (manipulasi/ reposisi)
Reduksi adalah usaha dan tindakan untuk memanipulasi fragmen fragmen
tulang yang patah sedapat mungkin kembali lagi seperti letak asalnya. Upaya
untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara
optimal. Reduksi fraktur dapat dilakukan dengan reduksi tertutup, traksi, atau
reduksi terbuka. Reduksi fraktur dilakukan sesegera mungkin untuk mencegah
jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan
perdarahan. Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila
cedera sudah mulai mengalami penyembuhan (Mansjoer, 2002).
Reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk
mereduksi fraktur. Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur, namun
prinsip yang mendasarinya tetap, sama. Biasanya dokter melakukan reduksi
fraktur sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilaugan
elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada kebanyakan
kasus, roduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami
penyembuhan.
Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur, pasien harus dipersiapkan untuk
menjalani prosedur; harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur, dan
analgetika diberikan sesuai ketentuan. Mungkin perlu dilakukan anastesia.
Ekstremitas yang akan dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk
mencegah kerusakan lebih lanjut.
16

Reduksi tertutup. Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan


dengan mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling
berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual.
Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan, sementara gips,
biadi dan alat lain dipasang oleh dokter. Alat immobilisasi akan menjaga reduksi
dan menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang. Sinar-x harus dilakukan
untuk mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar.
Traksi. Traksi dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan
imoblisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. Sinar-x
digunakan untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang.
Ketika tulang sembuh, akan terlihat pembentukan kalus pada sinar-x. Ketika kalus
telah kuat dapat dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilisasi.
Reduksi Terbuka. Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka.
Dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam
bentuk pin, kawat, sekrup, plat paku, atau batangan logam digunakan untuk
mempertahankan fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang
yang solid terjadi. Alat ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga
sumsum tulang, alat tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi
fragmen tulang.
1) OREF
Penanganan intraoperatif pada fraktur terbuka derajat III yaitu dengan cara
reduksi terbuka diikuti fiksasi eksternal (open reduction and external
fixation=OREF) sehingga diperoleh stabilisasi fraktur yang baik. Keuntungan
fiksasi eksternal adalah memungkinkan stabilisasi fraktur sekaligus menilai
jaringan lunak sekitar dalam masa penyembuhan fraktur. Penanganan
pascaoperatif yaitu perawatan luka dan pemberian antibiotik untuk mengurangi
risiko infeksi, pemeriksaan radiologik serial, darah lengkap, serta rehabilitasi
berupa latihan-latihan secara teratur dan bertahap sehingga ketiga tujuan utama
penanganan fraktur bisa tercapai, yakni union (penyambungan tulang secara
sempurna), sembuh secara anatomis (penampakan fisik organ anggota gerak; baik,
proporsional), dan sembuh secara fungsional (tidak ada kekakuan dan hambatan
lain dalam melakukan gerakan).
17

Reduksi terbuka dengan fiksasi eksterna (OREF=open reduction and


external fixation) dilakukan pada fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak
yang membutuhkan perbaikan vaskuler, fasiotomi, flap jaringan lunak, atau
debridemen ulang. Fiksasi eksternal juga dilakukan pada politrauma, fraktur pada
anak untuk menghindari fiksasi pin pada daerah lempeng pertumbuhan, fraktur
dengan infeksi atau pseudoarthrosis, fraktur kominutif yang hebat, fraktur yang
disertai defisit tulang, prosedur pemanjangan ekstremitas, dan pada keadaan
malunion dan nonunion setelah fiksasi internal. Alat-alat yang digunakan berupa
pin dan wire (Schanz screw, Steinman pin, Kirschner wire) yang kemudian
dihubungkan dengan batang untuk fiksasi. Ada 3 macam fiksasi eksternal yaitu
monolateral/standar uniplanar, sirkuler/ring (Ilizarov dan Taylor Spatial Frame),
dan fiksator hybrid. Keuntungan fiksasi eksternal adalah memberi fiksasi yang
rigid sehingga tindakan seperti skin graft/flap, bone graft, dan irigasi dapat
dilakukan tanpa mengganggu posisi fraktur. Selain itu, memungkinkan
pengamatan langsung mengenai kondisi luka, status neurovaskular, dan viabilitas
flap dalam masa penyembuhan fraktur. Kerugian tindakan ini adalah mudah
terjadi infeksi, dapat terjadi fraktur saat melepas fiksator, dan kurang baik dari
segi estetik. Penanganan pascaoperatif meliputi perawatan luka dan pemberian
antibiotik untuk mengurangi risiko infeksi, pemeriksaan radiologik serial, darah
lengkap, serta rehabilitasi. Penderita diberi antibiotik spektrum luas untuk
mencegah infeksi dan dilakukan kultur pus dan tes sensitivitas. Diet yang
dianjurkan tinggi kalori tinggi protein untuk menunjang proses penyembuhan.
Rawat luka dilakukan setiap hari disertai nekrotomi untuk membuang jaringan
nekrotik yang dapat menjadi sumber infeksi. Pada kasus ini selama follow-up
ditemukan tanda-tanda infeksi jaringan lunak dan tampak nekrosis pada tibia
sehingga direncanakan untuk debridemen ulang dan osteotomi. Untuk
pemantauan selanjutnya dilakukan pemeriksaan radiologis foto femur dan cruris
setelah reduksi dan imobilisasi untuk menilai reposisi yang dilakukan berhasil
atau tidak. Pemeriksaan radiologis serial sebaiknya dilakukan 6 minggu, 3 bulan,
6 bulan, dan 12 bulan sesudah operasi untuk melihat perkembangan fraktur. Selain
itu dilakukan pemeriksaan darah lengkap rutin
2) ORIF (Open Reduction And Internal Fixation)
18

ORIF adalah suatu bentuk pembedahan dengan pemasangan internal


fiksasi pada tulang yang mengalami fraktur. Fungsi ORIF untuk mempertahankan
posisi fragmen tulang agar tetap menyatu dan tidak mengalami pergeseran.
Internal fiksasi ini berupa Intra Medullary Nail biasanya digunakan untuk fraktur
tulang panjang dengan tipe fraktur tranvers.
Reduksi terbuka dengan fiksasi interna (ORIF=open reduction and internal
fixation) diindikasikan pada kegagalan reduksi tertutup, bila dibutuhkan reduksi
dan fiksasi yang lebih baik dibanding yang bisa dicapai dengan reduksi tertutup
misalnya pada fraktur intra-artikuler, pada fraktur terbuka, keadaan yang
membutuhkan mobilisasi cepat, bila diperlukan fiksasi rigid, dan sebagainya.

Gambara 1.5Fiksasi/sekrup
19

Gambar 1.6GIPS lengan Pendek

Gambar 1.7 Fiksasi Internal Dan Fiksasi Eksternal


20

1.1.10.3 Retensi/Immobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali
seperti semula secara optimun. Imobilisasi fraktur. Setelah fraktur direduksi,
fragmen tulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran
yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi
eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai,
traksi kontinu, pin dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan logam dapat
digunakan untuk fiksasi interna yang berperan sebagai bidai interna untuk
mengimobilisasi fraktur.
1.1.10.4 Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi. Segala upaya
diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan imobilisasi
harus dipertahankan sesuai kebutuhan. Status neurovaskuler (mis. pengkajian
peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan) dipantau, dan ahli bedah ortopedi
diberitahu segera bila ada tanda gangguan neurovaskuler.
Kegelisahan, ansietas dan ketidaknyamanan dikontrol dengan berbagai
pendekatan (mis. meyakinkan, perubahan posisi, strategi peredaan nyeri, termasuk
analgetika). Latihan isometrik dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan
atrofi disuse dan meningkatkan peredaran darah. Partisipasi dalam aktivitas hidup
sehari-hari diusahakan untuk memperbaiki kemandirian fungsi dan harga-diri.
Pengembalian bertahap pada aktivitas semula diusahakan sesuai batasan
terapeutika. Biasanya, fiksasi interna memungkinkan mobilisasi lebih awal. Ahli
bedah yang memperkirakan stabilitas fiksasi fraktur, menentukan luasnya gerakan
dan stres pada ekstrermitas yang diperbolehkan, dan menentukan tingkat aktivitas
dan beban berat badan.

1.2 MANAJEMEN KEPERAWATAN


1.2.1 Pengkajian Keperawatan
1.2.1.1 Pengumpulan Data, Meliputi
1) Identitas Klien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, pekerjaan, kebangsaan, suku,
pendidikan, no register, diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
21

Biasanya klien dengan fraktur akan mengalami nyeri saat beraktivitas


/mobilisasi pada daerah fraktur tersebut.
3) Riwayat Penyakit
(1) Riwayat Penyakit Sekarang.
Pada klien fraktur / patah tulang dapat disebabkan oleh trauma /
kecelakaan, degeneratif dan pathologis yang didahului dengan perdarahan,
kerusakan jaringan sekitar yang mengakibatkan nyeri, bengkak, kebiruan,
pucat / perubahan warna kulit dan kesemutan.
(2) Riwayat Penyakit Dahulu.
Pada klien fraktur pernah mengalami kejadian patah tulang atau tidak
sebelumnya dan ada / tidaknya klien mengalami pembedahan perbaikan
dan pernah menderita osteoporosis sebelumnya.
(3) Riwayat Penyakit Keluarga. Pada keluarga klien ada / tidak yang
menderita osteoporosis, arthritis dan tuberkolosis atau penyakit lain yang
sifatnya menurun dan menular.
1.2.1.2 Data Primer
1) Airway
Tidak ada sumbatan di jalan nafas, lidah tidak jatuh menutupi jalan napas,
tidak ada secret, lendir, darah, tidak ada sisa makanan atau pun benda
asing yang menutupi jalan nafas.
2) Breathing
Bentuk dada simetris, tidak sesak nafas, type pernafasan dada dan perut,
irama pernafasan tidak teratur, bunyi napas vesikuler, tidak terdapat bunyi
napas tambahan.
3) Circulation
Tidak ada nyeri dada cappilary refill > 2 detik, pasien tampak pucat, dan,
pasien tidak pusin, kunjungtiva anemis, Bunyi Jantung S1 S2 Reguler.
4) Disability
Tingkat kesadaran Compos methis, Nilai GCS = 15, Mata: dengan spontan
4, Motorik: mengikuti perintah 6, Verbal: orientasi Baik 5, reflek pupil
isokor
5) Exposure
22

Pasien tampak meringis kesakitan. Suhu : 36,5 0C

1.2.1.3 Pemeriksaan B1-B6

1) B1 (Blood)
Observasi resiko syok hipovolemia akibat kehilangan darah akibat
pembedahan mayor (frekuensi nadi meningkat, tekanan darah turun,
konfusi dan gelisah). Klien fraktur mengalami denyut nadi meningakat
terjadi respon nyeri dan kecemasan, ada tidaknya hipertensi, tachikardi
perfusi jaringan dan perdarahan akiobat trauma. Hipertensi (kadang-
kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri/ ansietas) atau hipotensi
(kehilangan darah); takikardia (respon stress atau hipovolemia); penurunan
atau tak ada nadi pada bagian distal yang cedera; pengisian kapiler lambat;
pucat pada bagian yang terkena; pembengkakan jaringan atau massa
hematoma pada sisi yang cedera
2) B2 (breathing)
Tidak ada perubahan yang menonjol seperti bentuk dada ada tidaknya
sesak nafas, sura tambahan, pernafasan cuping.
3) B3 (Brain)
Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area
jaringan/ kerusakan tulang; dapat berkurang pada imobilisasi); tak ada
nyeri akibat kerusakan saraf; spasme/ kram otot (setelah imobilisasi).
4) B4 (Bladder)
Pantau pengeluaran urin, apakah terjadi retensi urin. Retensi dapat
disebabkan oleh posisi berkemih tidak alamiah, pembesaran prostat, dan
adanya infeksi saluran kemih.
5) B5 (Bowel)
Tidak ada perubahan yang menonjol seperti nafsu makan tetap, peristaltik
usus, mual, muntah, kembung.
6) B6 (Bone)
Terdapat fraktur, nyeri gerak, kekakuan sendi, bagaimana tinus ototnya ada
tidaknya atropi dan keterbatasan gerak, adanya karepitus, gangguan
mobilitas.
23

1.2.2 Diagnosa Keperawatan


Perdiagnosa keperawatan yang muncul pada pada klien dengan post op
fraktur femur meliputi:
1.2.2.1 Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen
tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi, stress,
ansietas.
1.2.2.2 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status
metabolik, kerusakan sirkulasi, dan penurunan sirkulasi, dibuktikan oleh
terdapat luka/ ulserasi, kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit
buruk, tyerdapat jaringan nekrotik.
1.2.2.3 Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidaknyamanan,
kerusakan muskuloskletal, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan
kekuatan/tahanan.
1.2.2.4 Resiko infeksi berhubungan dengan statis cairan tubuh, respon inflamasi
tertekan, prosedur invasif dan jalur penusukan, luka/kerusakan kulit, insisi
pembedahan.
1.2.2.5 Intoleran aktivitas berhubungan dengan dispnea, kelemahan/keletihan,
ketidak adekuatan oksigenisasi.
1.2.2.6 Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/mengingat,
salah interpretasi informasi.
1.2.3 Intervensi Keperawatan
Perencanaan keperawatan pada klien dengan post op fraktur femur
meliputi:
1.2.3.1 Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen
tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi, stress,
ansietas.
Tujuan : Nyeri dapat berkurang atau hilang
Kriteria Hasil:
1. Nyeri berkurang atau hilang
2. Klien tampak tenang
3. TTV dalam batas normal
Intervensi :
24

1) Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga.


2) Kaji tingkat intensitas dan frekuensi nyeri.
3) Jelaskan pada klien penyebab nyeri.
4) Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam, imajinasi
visual, aktivitas dipersional)
5) Observasi tanda-tanda vital.
6) Lakukan kolaborasi dengan tim medis dalm pemberian analgesic.
Rasional :
1) Hubungan yang baik membuat klien dan keluarga kooperatif.
2) Tingkat intensitas nyeri dan frekuensi menunjukan nyeri.
3) Memberikan penjelasan akan menambah pengetahuan klien tentang nyeri.
4) Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, meningkatkan kontrol terhadap nyeri
yang mungkin berlangsung lama.
5) Untuk mengetahui perkembangan klien.
6) Merupakan tindakan dependent perawat. Dimana analgesik berfungsi untuk
memblok stimulasi nyeri.
1.2.3.2 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status
metabolik, kerusakan sirkulasi, dan penurunan sirkulasi, dibuktikan oleh
terdapat luka/ ulserasi, kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit
buruk, terdapat jaringan nekrotik.
Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai
Kriteria Hasil :
1. Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus
2. Luka bersih tidak lembab dan tidak kotor
3. Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi
Intervensi :
1) Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.
2) Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.
3) Pantau peningkatan suhu tubuh.
4) Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kassa
kering dan steril, gunakan plester kertas.
5) Anjurkan pasien dan keluarga untuk menjaga kebersihan lingkungan
25

6) Anjurkan pasien untuk memperhatikan makanan untuk lebih banyak


mengkonsumsi makanan tinggi protein.
7) Kolaborasi pemberian antibiotic.
Rasional :
1) Mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam
meltindakan yang tepat.
2) Mengidentifikasi tingkat keparahan akan mempermudah intervensi
3) Suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasi sebagai adanya proses
peradangan.
4) Tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah
terjadinya infeksi.
5) Untuk mencegah terjadi infeksi
6) Makanan yang mengandung tinggi protein dapat membantu mempercepat
penyembuhan luka
7) Antibiotik berguna untuk memetikan mikroorganisme pathogen pada daerah
yang terjadi infeksi.
2.1.3.3 Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidaknyamanan,
kerusakan muskuloskletal, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan
kekuatan/tahanan.
Tujuan : Pasien akan menunjukan tingkat mobilitas optimal
Kriteria Hasil :
1. Penampilan yang seimbang
2. Melakukan pergerakan dan pemindahan
3. Mempertahankan mobilitas optimal yang dapat ditoleransi dengan
karakteristik :
0 = mandiri penuh
1 = memerlukan alat bantu
2 = memerlukan bantuan darinorang lain untuk bantuan, pengawasan, dan
pengajaran
3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat bantu
4 = ketergantungan tidak berpartisipasi dalam aktivitas
Intervensi :
26

1) Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.


2) Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
3) Ajarkan dan pantau dalam hal pengguanaan alat bantu.
4) Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
5) Kolaborasi dalam hal ahli terapi fisik.
Rasional :
1) Mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
2) Mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena
ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.
3) Menilai batasan kemempuan aktivitas optimal.
4) Mempertahankan/keningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
5) Sebagai suatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan
mempertahankan/ meningkatkan mobilitas pasien.
2.1.3.4 Resiko infeksi berhubungan dengan statis cairan tubuh, respon inflamasi
tertekan, prosedur invasif dan jalur penusukan, luka/kerusakan kulit, insisi
pembedahan.
Tujuan : Infeksi tidak terjaadi/ terkontrol
Kriteria Hasil :
1. Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
2. Luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
3. Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi :
1) Pantau tanda-tanda vital.
2) Lakukan perawatan luka dengan tehnik aseptic.
3) Lakukan perawatan terhadap prosedur invasif seperti infus, kateter, drainase
luka, dll.
4) Jika ditemukan tanda-tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah,
seperti Hb dan leukosit.
5) Kolaborasi untuk pemberian antibiotic.

Rasional :
27

1) Mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh


meningkat.
2) Mengendalikan penyebaran mikroorganisme pathogen.
3) Untuk mengurangi resiko infeksi nasokomial.
4) Penurunan Hb dan peningkatan leukosit dari normal bisa terjadi akibat
terjadinya proses infeksi.
5) Antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme pathogen.
2.1.3.5 Intoleran aktivitas berhubungan dengan dispnea, kelemahan/keletihan,
ketidak adekuatan oksigenisasi.
Tujuan : Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas
Kriteria Hasil :
1. Prilaku merupakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri
2. Pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivitas tanpa
dibantu
3. Koordinasi otot,tulang dan anggota gerak lainya baik
Intervensi:
1) Rencanakan periode istirahat yang cukup.
2) Berikan latihan aktivitas secara bertahap.
3) Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan.
4) Setelah latihan dan aktivitas kaji respon pasien.
Rasional :
1) Mengurangi aktivitas yang tidak diperlukan, dan energi terkumpul dapat
digunakan untuk aktivitas seperlunya secara optimal.
2) Tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses aktivitas secar perlahan
dapat menghemat tenaga namun tujuan yang tepat, mbilisasi dini.
3) Mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan pasien pulih kembali.
4) Menjaga kemungkinan adanya respon abnormal dari tubuh sebagai akibat
dari latihan.
1.2.3.6 Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/mengingat,
salah interpretasi informasi.
Tujuan : Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan
proses pengobatan.
28

Kriteria Hasil :
1. Pasien kooperatif saat dilakukan tindakan
2. Memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan

3. Ikut serta dalam regimen perawatan.


Intervensi :
1) Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
2) Berika penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan kondisinya sekarang.
3) Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makananya
4) Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang
dilakukan.
Rasional :
1) Mengetahui seberapa jauh penglaman dan pengetahuan klien dan keluarga
tentang penyakitnya.
2) Dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan
keluarganya akan merasa tenang dan mengurangi cemas.
3) Diet dan pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan.
4) Mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai
keberhasilan dari tindakan yang dilakukan.
1.2.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan adalah
kategori dari perilaku keperawatan di mana tindakan yang diperlukan untuk
mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan
dan diselesaikan (Potter, 2005).
1.2.4.1 Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen
tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi, stress,
ansietas.
1) Melakukan pendekatan pada klien dan keluarga.
2) Mengkaji tingkat intensitas dan frekuensi nyeri.
3) Menjelaskan pada klien penyebab nyeri.
4) Mengajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam,
imajinasi visual, aktivitas dipersional)
5) Mengobservasi tanda-tanda vital.
29

6) Berkolaborasi dengan tim medis dalm pemberian analgesic.


1.2.4.2 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status
metabolik, kerusakan sirkulasi, dan penurunan sirkulasi, dibuktikan oleh
terdapat luka/ ulserasi, kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit
buruk, terdapat jaringan nekrotik.
1) Mengkaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.
2) Mengkaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.
3) Memantau peningkatan suhu tubuh.
4) Memberikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan
kassa kering dan steril, gunakan plester kertas.
5) Menganjurkan pasien dan keluarga untuk menjaga kebersihan lingkungan
6) Menganjurkan pasien untuk memperhatikan makanan untuk lebih banyak
mengkonsumsi makanan tinggi protein.
7) Berkolaborasi pemberian antibiotic.
1.2.4.3 Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidaknyamanan,
kerusakan muskuloskletal, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan
kekuatan/tahanan.
2) Mengkaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan
peralatan.
3) Menentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
4) Mengajarkan dan pantau dalam hal pengguanaan alat bantu.
5) Mengajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
6) Berkolaborasi dalam hal ahli terapi fisik.
1.2.4.4 Resiko infeksi berhubungan dengan statis cairan tubuh, respon inflamasi
tertekan, prosedur invasif dan jalur penusukan, luka/kerusakan kulit, insisi
pembedahan.
1) Memantau tanda-tanda vital.
2) Melakukan perawatan luka dengan tehnik aseptic.
3) Melakukan perawatan terhadap prosedur invasif seperti infus, kateter,
drainase luka, dll.
4) Berkolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan leukosit.
5) Berkolaborasi untuk pemberian antibiotic.
30

1.2.4.5 Intoleran aktivitas berhubungan dengan dispnea, kelemahan/keletihan,


ketidak adekuatan oksigenisasi.
1) Rencanakan periode istirahat yang cukup.
2) Berikan latihan aktivitas secara bertahap.
3) Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan.
4) Setelah latihan dan aktivitas kaji respon pasien.
1.2.4.6 Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/mengingat,
salah interpretasi informasi.
1) Mengkaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
2) Memberikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan kondisinya
sekarang.
3) Menganjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makananya
4) Meminta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang
dilakukan.

1.2.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi adalah intelektual untuk melengkapi proses asuhan keperawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan
pelaksanaanya yang berhasil dicapai. Meskipun evaluasi diletakkan pada akhir
asuhan keperawatan, evaluasi merupakan bagian integral pada setiap tahap asuhan
keperawatan.
Setelah data dikumpulkan tentang status keadaan klien maka perawat
memebandingkan data dengan outcomes. Tahap selanjutnya adalah membuat
keputusan tentang pencapaian klien outcomes, ada 3 kemungkinan keputusan
tahap ini:
1) Klien telah mencapai hasil yang ditentukan dalam tujuan,
2) Klien masih dalam catatan hasil yang ditentukan,
3) Klien tidak dapat mencapai hasil yang ditentukan.
Evaluasi yang diharapkan:
1) Nyeri dapat berkurang atau hilang setelah dilakukan tindakan
keperawatan.
2) Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai
3) Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
31

4) Infeksi tidak terjadi / terkontrol


5) Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
6) Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan
proses pengobatan.

Anda mungkin juga menyukai

  • Curriculum Vitae (CV)
    Curriculum Vitae (CV)
    Dokumen2 halaman
    Curriculum Vitae (CV)
    Bella Vionita
    Belum ada peringkat
  • Sap CKD
    Sap CKD
    Dokumen6 halaman
    Sap CKD
    Bella Vionita
    Belum ada peringkat
  • Bab 1 DHF
    Bab 1 DHF
    Dokumen18 halaman
    Bab 1 DHF
    Bella Vionita
    Belum ada peringkat
  • Cover Lap Kes Pju
    Cover Lap Kes Pju
    Dokumen2 halaman
    Cover Lap Kes Pju
    Bella Vionita
    Belum ada peringkat
  • Woc DHF
    Woc DHF
    Dokumen1 halaman
    Woc DHF
    Bella Vionita
    83% (6)
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen1 halaman
    Daftar Pustaka
    Bella Vionita
    Belum ada peringkat
  • Asuhan Keperawatan HD
    Asuhan Keperawatan HD
    Dokumen13 halaman
    Asuhan Keperawatan HD
    Bella Vionita
    Belum ada peringkat
  • Woc FR
    Woc FR
    Dokumen1 halaman
    Woc FR
    Bella Vionita
    Belum ada peringkat
  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen20 halaman
    Bab 2
    Bella Vionita
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen27 halaman
    Bab 1
    Fransiska Maria
    Belum ada peringkat